• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Angkatan Udara (LAFIAU)Drs. Roostyan Effendie, Apt.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Angkatan Udara (LAFIAU)Drs. Roostyan Effendie, Apt."

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI

FARMASI INDUSTRI

di

LEMBAGA FARMASI ANGKATAN UDARA (LAFIAU)

Drs. ROOSTYAN EFFENDIE, Apt.

Disusun Oleh:

Muhammad Yusuf Nasution, S.Farm. NIM 103202029

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI

(2)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan kegiatan praktek dan laporan praktek kerja profesi apoteker di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt., Bandung.

Selesainya praktek kerja profesi apoteker ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis ingin mempersembahkan penghargaan dan terima kasih yang setulusnya kepada:

1. Bapak Kolonel Kes Drs. Ari Yulianto, M.Si., Apt., selaku Kepala Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt., Bandung yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan praktek kerja profesi apoteker.

2. Ibu Lettu Kes Ratih.W, S.Farm., Apt., selaku pembimbing dari Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt.

3. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

4. Segenap Apoteker, staf dan karyawan Lembaga Farmasi Angkatan Udara yang telah banyak memberikan bimbingan dan masukan selama praktek kerja profesi apoteker di Lembaga Farmasi Angkatan Udara.

(3)

6. Segenap dosen, karyawan dan pengelola Program Studi Pendidikan Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

7. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu terima kasih atas bantuan dan dukungan yang diberikan, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas semua bantuan yang telah diberikan kepada penulis. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna dikarenakan keterbatasan pengetahuan dan pengalaman dari penulis. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun dari semua pihak. Dengan segala kerendahan hati, semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi almamater dan mahasiswa seprofesi.

Bandung, Mei 2011

(4)

DAFTAR ISI

2.1 Tinjauan Lembaga Farmasi Angkatan Udara (LAFIAU) ... 4

2.1.1 Sejarah dan Perkembangan Lembaga Farmasi Angkatan Udara ... 4

2.1.2 Kedudukan, Tugas dan Kewajiban Lembaga Farmasi Angkatan Udara ... 6

2.2 Visi, Misi, Tujuan dan Susunan Organisasi Lembaga Farmasi Angkatan Udara ... 6

(5)

2.2.4.3 Kepala Bagian Produksi (Kabag Prod) ... 9

2.2.4.4 Bagian Gudang Pusat Farmasi (Kabag Gupusfi) ... 9

2.2.4.5 Bagian Pengujian dan Pengembangan (Kabag Ujibang)... 10

2.2.4.6 Bagian Penunjangan... 11

2.3 Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) ... 11

2.3.9 Penanganan Keluhan Terhadap Obat, Penarikan Kembali Obat dan Obat Kembalian ... 21

2.3.10 Dokumentasi ... 22

2.2.11 Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak... 22

2.3.12 Kualifikasi dan Validasi... 23

2.4 Pengolahan Limbah... 24

BAB III KEGIATAN DI INDUSTRI FARMASI ... 25

3.1 Aspek Personalia... 25

3.2. Struktur Organisasi ... 25

(6)

3.4 Kegiatan Lembaga Industri Farmasi Angkatan

Udara (LAFIAU)... 26

3.4.1 Perencanaan dan Pengelolaan Perbekalan Kesehatan... 26

3.4.2 Bagian Gudang Pusat Farmasi (Gupusfi)... 27

3.4.3 Produksi Obat... 31

3.4.3.1 Pengemasan di LAFIAU... 32

3.4.3.2 Pengujian Sampel Pertinggal ... 33

3.4.3.3 Bagian Pengujian dan Pengembangan ... 33

3.4.3.4 Sanitasi dan Higiene ... 34

BAB IV PEMBAHASAN ... 37

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 48

5.1 Kesimpulan ... 48

5.2 Saran... 48

DAFTAR PUSTAKA ... 49

(7)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

Lampiran 1 Struktur Organisasi LAFIAU ... 50

Lampiran 2 Denah Bangunan LAFIAU... 51

Lampiran 3 Denah Ruang Produksi Non β Laktam... 53

Lampiran 4 Denah Ruang Produksi β Laktam... 54

Lampiran 5 Denah Ruang Produksi Sefalosporin... 55

Lampiran 6 Denah Ruang Laboratorium ... 57

Lampiran 7 Bagan Pengolahan Limbah Cair... 58

Lampiran 8 Denah Guhanjabaku ... 59

Lampiran 9 Alur Kegiatan Produksi ... 60

Lampiran 10 Alur Pembuatan Aqua Demineralisata ... 61

Lampiran 11 Prosedur Tetap Pengujian... 62

Lampiran 12 Contoh Surat Perintah Pengeluaran... 63

Lampiran 13 Contoh Kartu Karantina... 64

Lampiran 14 Contoh Kartu Stok Barang... 65

 

 

 

 

 

 

(8)

RINGKASAN

Telah dilakukan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Lembaga Farmasi Angkatan Udara (LAFIAU) Drs. Roostyan Effendie, Apt., yang merupakan salah satu program dalam pendidikan profesi apoteker, yang bertujuan agar calon apoteker mengetahui dan memahami tugas dan fungsi apoteker dalam suatu industri farmasi, yang diharapkan sebagai bekal untuk menghadapi dunia kerja yang sesungguhnya. Mahasiswa juga diharuskan memperoleh wawasan dan pengetahuan yang lebih luas, memahami penerapan CPOB di LAFIAU serta mengetahui gambaran tentang situasi dan kondisi kerja di Lembaga Farmasi Angkatan Udara tersebut.

PKPA di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt., dilaksanakan pada tanggal 02 Mei sampai 31 Mei 2011 dengan jumlah jam efektif 160 jam. Kegiatan yang dilakukan selama PKPA di LAFIAU antara lain membuat catatan kegiatan harian yang berisi absensi, pengamatan ke bagian produksi beta laktam dan non beta laktam, pengamatan ke bagian pengujian dan pengembangan (Ujibang), gudang pusat farmasi (Gupusfi) serta tinjauan pengolahan limbah.

 

(9)

RINGKASAN

Telah dilakukan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Lembaga Farmasi Angkatan Udara (LAFIAU) Drs. Roostyan Effendie, Apt., yang merupakan salah satu program dalam pendidikan profesi apoteker, yang bertujuan agar calon apoteker mengetahui dan memahami tugas dan fungsi apoteker dalam suatu industri farmasi, yang diharapkan sebagai bekal untuk menghadapi dunia kerja yang sesungguhnya. Mahasiswa juga diharuskan memperoleh wawasan dan pengetahuan yang lebih luas, memahami penerapan CPOB di LAFIAU serta mengetahui gambaran tentang situasi dan kondisi kerja di Lembaga Farmasi Angkatan Udara tersebut.

PKPA di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt., dilaksanakan pada tanggal 02 Mei sampai 31 Mei 2011 dengan jumlah jam efektif 160 jam. Kegiatan yang dilakukan selama PKPA di LAFIAU antara lain membuat catatan kegiatan harian yang berisi absensi, pengamatan ke bagian produksi beta laktam dan non beta laktam, pengamatan ke bagian pengujian dan pengembangan (Ujibang), gudang pusat farmasi (Gupusfi) serta tinjauan pengolahan limbah.

 

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat pemerintah berupaya melibatkan semua kalangan baik dari pemerintah sendiri, kepada pihak swasta maupun masyarakat. Peran penting pemerintah dalam keberhasilan peningkatan kesehatan tergantung pada alokasi dana kesehatan dan anggaran belanja negara serta kebijakan yang dilakukan dalam bidang kesehatan. Dalam upaya tersebut perlu dilakukan peningkatan fungsi sarana pelayanan kesehatan dengan menyediakan dan menyalurkan obat dan perbekalan farmasi lain yang dibutuhkan masyarakat dengan mutu yang terjamin dan harga yang terjangkau.

Salah satu unsur yang dapat menunjang peningkatan pelayanan kesehatan yaitu dengan didirikannya industri farmasi sebagai sarana produksi obat maupun bahan obat. Obat merupakan bagian yang penting dalam pelayanan kesehatan. Oleh karena itu, tuntutan sediaan farmasi yang dibutuhkan dalam pelayanan kesehatan diharapkan dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan kualitas, keefektifan dan keamanan obat yang diproduksi. Obat yang diproduksi oleh industri farmasi juga harus memenuhi persyaratan mutu yang telah ditentukan sesuai dengan tujuan penggunaannya.

(11)

Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Tujuannya adalah untuk memastikan sifat dan mutu obat yang dihasilkan sesuai dengan pedoman persyaratan yang dikehendaki. Kebijakan CPOB ini diharapkan memberi jaminan kepada masyarakat untuk memperoleh obat yang bermutu tinggi, seperti yang tercantum dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No.43/MenKes/SK/II/1988.

Pelaksanaan CPOB memerlukan pengaturan yang cermat, diterapkan secara menyeluruh dan konsisten sehingga dapat menghasilkan sediaan farmasi yang berkualitas. Obat yang berkualitas dapat dihasilkan apabila didukung dengan sumber daya manusia yang berkualitas, sehingga seorang apoteker dituntut untuk memiliki kemampuan, keterampilan dan pengetahuan khusus di bidang kefarmasian yang didukung oleh profesionalisme dan rasa tanggung jawab yang tinggi serta senantiasa mengikuti perkembangan teknologi di bidang farmasi.

Sehubungan dengan hal tersebut, Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara telah mengadakan kerjasama dengan beberapa industri farmasi, yang memberikan kesempatan kepada para calon apoteker untuk melaksanakan Praktek Kerja Profesi Apoteker di industri farmasi sehingga diharapkan seorang calon apoteker mempunyai pengalaman dan pengetahuan dalam menjalankan fungsinya di industri farmasi.

(12)

keefektifan dan keamanan obat yang diproduksi, meminimalkan terjadinya kesalahan dan menjamin agar obat yang dihasilkan memenuhi persyaratan sesuai dengan tujuan penggunaan saat sampai ditangan konsumen.

1.2 Tujuan Praktek Kerja Profesi

Tujuan praktek kerja lapangan mahasiswa Program Profesi Apoteker di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Bandung adalah:

1. Memberikan gambaran kondisi kerja di industri farmasi untuk calon apoteker agar mampu menjalankan peran dan fungsinya.

(13)

BAB II

TINJAUAN UMUM INDUSTRI

2.1 Tinjauan Lembaga Farmasi Angkatan Udara (LAFIAU)

2.1.1 Sejarah dan perkembangan Lembaga Farmasi Angkatan Udara

Perjalanan sejarah dimulai ketika di pangkalan udara belum mempunyai satuan kesehatan, anggota AURI mendapatkan perawatan dan pengobatan di poliklinik dan rumah sakit angkatan darat (ADRI). Untuk mengurangi ketergantungan terhadap DKAD (Dinas Kesehatan Angkatan Darat), maka pimpinan berusaha mencukupi kebutuhan obat dan alat kesehatan secara mandiri dengan mendirikan apotek di pangkalan udara Andir dan Cililitan. Keberadaan apotek tersebut mendorong pimpinan untuk mendirikan Depot Obat Pusat (DOP) di Apotek Pangkalan Udara ANDIR guna mendukung pelayanan kesehatan dan kegiatan operasional AURI. Pada tahun 1953 DOP mulai merintis pembuatan obat-obatan dalam bentuk sediaan cair, salep dan tablet dengan menggunakan peralatan dan sarana sederhana yang kemampuannya masih terbatas. DOP inilah cikal bakal Lembaga Farmasi Angkatan Udara (LAFIAU). Pada tahun 1959 DOP mengalami perubahan nama menjadi Depot Materil 003.

(14)

Selanjutnya tanggal ini ditetapkan sebagai hari jadi Lembaga Farmasi Angkatan Udara.

Berdasarkan keputusan Panglima Angkatan Udara No.5 tanggal 5 Februari 1968, Puskalkes (Pusat Perbekalan Kesehatan) dikembangkan menjadi 2 unit satuan yang masing-masing berdiri sendiri yaitu Puskalkes (Pusat Perbekalan Kesehatan) dan Pusprodkes (Pusat Produksi Kesehatan). Puskalkes bertugas melaksanakan penerimaan, penyimpanan, penyaluran alat kesehatan, obat-obatan, bahan baku dan embalage. Sedangkan Pusprodkes bertugas melaksanakan produksi obat.

Saat ini LAFIAU dipimpin oleh Kolonel Kes Drs. Ari Yulianto, M.Si., Apt., yang dalam pengambilan kebijakannya tetap berpedoman pada kebijakan para pendahulunya. Buah pikiran dan keberanian Drs. Roostyan Effendie, Apt., untuk mulai memproduksi obat-obatan sesuai dengan ketentuan farmasi telah memberi dorongan dan semangat bagi generasi berikutnya sehingga terbentuk Lembaga Farmasi Angkatan Udara seperti saat ini. Sebagai bentuk penghargaan jasa beliau di masa lalu, dan sesuai keputusan KASAU No.Kep/95/VII/2007 tanggal 31 Juli 2007 maka pada hari kamis 1 November 2007, diresmikan nama Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt., dan tanggal 16 Agustus 1965 ditetapkan sebagai hari jadi.

(15)

2.1.2 Kedudukan, tugas dan kewajiban Lembaga Farmasi Angkatan Udara

LAFIAU adalah pelaksana teknis yang berkedudukan di bawah Dinas Kesehatan Angkatan Udara (Diskesau). LAFIAU bertugas membina kemampuan dan pelaksanaan produksi obat jadi, pembekalan dan pengawasan kualitas untuk melaksanakan dukungan dan pelayanan kesehatan bagi anggota TNI AU beserta anggota keluarganya. Dalam rangka melaksanakan tugasnya, LAFIAU mempunyai kewajiban sebagai berikut:

1. Melaksanakan kegiatan produksi obat serta pengendalian mutu dari perbekalan kesehatan TNI AU.

2. Melaksanakan penerimaan, penyimpanan, dan penyaluran bekal kesehatan berdasarkan kebijaksanaan Diskesau.

3. Melaksanakan pengawasan atas kualitas perbekalan kesehatan dengan cara pengujian dan percobaan serta penelitian.

4. Melaksanakan penelitian dan pengembangan di bidang farmasi.

2.2 Visi, Misi dan Tujuan Lembaga Farmasi Angkatan Udara

2.2.1 Visi

Terpenuhinya obat berkualitas bagi anggota TNI AU dan keluarganya, berperan serta dalam pemenuhan kebutuhan obat nasional, terlaksananya pembekalan matkes tepat waktu, tepat jumlah, tepat sasaran dan aman serta tegaknya sistem manajemen mutu dalam kinerjanya

2.2.2 Misi

(16)

2. Melaksanakan pembekalan kesehatan mulai dari penerimaan, penyimpanan dan penyaluran berdasarkan kebijaksanaan Diskesau.

3. Melaksanakan pengawasan dan pemastian mutu bekal kesehatan.

4. Melaksanakan penelitian dan pengembangan serta pendidikan dan pelatihan.

2.2.3 Tujuan

A. Tujuan jangka pendek:

1. Menyiapkan rumusan kebijakan terhadap teknis produksi.

2. Mengajukan sertifikat CPOB untuk produk injeksi kering antibiotik golongan sefalosporin.

B. Tujuan jangka panjang:

1. Menjadi instansi yang mempunyai badan hukum sehingga dapat berperan aktif dalam penyediaan obat nasional.

2. Menjadi industri farmasi yang memenuhi Standar Nasional Indonesia. 3. Menjadi industri farmasi yang mendapatkan ISO 9000/ 14000.

2.2.4 Susunan organisasi

(17)

Pembagian tugas dan tanggung jawab dari masing-masing bagian adalah sebagai berikut:

2.2.4.1 Kepala LAFIAU (Kalafiau)

Kalafiau adalah pelaksana teknis Diskesau yang bertanggung jawab kepada Kadiskesau dalam hal pembinaan kemampuan dan pelaksanaan produksi farmasi, perbekalan dan pelayanan kesehatan, serta pengawas atas kualitas bekal kesehatan TNI AU. Kalafiau mempunyai tugas dan kewajiban sebagai berikut: 1. Melaksanakan bimbingan dan petunjuk teknis kegiatan produksi serta

mengendalikan dan mengarahkan kegiatannya.

2. Melaksanakan pengawasan, penerimaan, penyimpanan, penyaluran bekal kesehatan berdasarkan kebijaksanaan Diskesau.

3. Melaksanakan pengawasan obat-obatan TNI AU.

4. Melaksanakan pengawasan atas kualitas dan bekal kesehatan dengan cara pengujian dan percobaan.

5. Melaksanakan penelitian dan pengembangan bidang farmasi.

2.2.4.2 Sekretaris LAFIAU (Sesla)

Sekretaris LAFIAU (Sesla) adalah pembantu staf Kalafiau dalam menyelenggarakan perencanaan dan pelaksanaan kegiatan produksi, serta program kerja kegiatan Lafiau. Dalam pelaksanaannya dibantu oleh Kepala Program dan Anggaran (Kaprogar), kepala Pembina Profesi (Kabinprof), Kepala Tata Usaha dan Urusan Dalam (Kataud). Sesla mempunyai tugas dan tanggung jawab sebagai berikut:

(18)

2. Menyusun dan menyiapkan perencanaan kegiatan program kerja dan anggaran.

3. Melaksanakan urusan tata usaha dan urusan dalam di lingkungan LAFIAU.

2.2.4.3 Kepala bagian produksi(Kabag Prod)

Bagian produksi dipimpin oleh Kepala Bagian Produksi (Kabag prod) yang bertanggung jawab langsung kepada Kalafiau dalam melaksanakan kegiatan produksi. Kegiatan yang dilakukan bagian produksi dalam menjalankan tugasnya adalah:

1. Melaksanakan penerimaan dan penyimpanan bahan baku, bahan tambahan dan embalage dalam persiapan proses produksi.

2. Menyiapkan bahan baku dan bahan tambahan untuk proses selanjutnya. 3. Menyiapkan embalage yang dibutuhkan.

4. Melaksanakan kegiatan produksi berdasarkan (SP3) surat perintah pelaksanaan produksi yang dikeluarkan oleh Kalafiau.

Bagian produksi dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh:

a. Unit produksi tablet yang bertugas melaksanakan produk obat jadi dalam bentuk tablet.

b. Unit produksi kapsul yang bertugas melaksanakan produksi obat jadi dalam bentuk kapsul.

(19)

2.2.4.4 Kepala bagian gudang pusat farmasi (Kabag Gupusfi)

Gudang Pusat Farmasi dipimpin oleh Kagupusfi yang bertanggung jawab kepada Kalafiau dalam melaksanakan penerimaan, penyimpanan, pemeliharaan dan penyaluran bekal kesehatan.

Kaguspusfi dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh:

1. Kepala unit Gudang transit (Kaunit Gutrans), unit ini bertugas menerima alat kesehatan (Alkes) dan perbekalan kesehatan (Bekkes).

2. Kepala unit Gudang penyaluran dan pengemasan (Kaunit Gulur), bertugas melaksanakan pengemasan/ penyiapan barang serta melaksanakan kegiatan penyaluran barang pada satuan kerja.

3. Kepala unit Gudang peralatan kesehatan (Kaunit Gupalkes), bertugas menerima, menyimpan, merawat dan mengeluarkan palkes (peralatan kesehatan).

4. Kepala unit Gudang bahan jadi dan bahan baku, (Kaunit Guhanjabaku), bertugas menerima, menyimpan, merawat/ memelihara dan mengeluarkan barang obat jadi, bahan baku, embalage.

2.2.4.5 Kepala bagian pengujian dan pengembangan (Kabag Ujibang)

(20)

Kabag Pengujian dan Pengembangan (Ujibang) dibantu oleh:

1. Kepala unit pengujian dan percobaan (Kaunit Uji Coba) yang bertugas melaksanakan pengujian sampling, melaksanakan “In Process Control” dalam setiap tahap produksi, pengujian terhadap kualitas obat jadi yang dihasilkan. 2. Kepala unit penelitian dan pengembangan (Kaunit Litbang) yang bertugas

melaksanakan kegiatan seperti penelitian dan pengembangan formula-formula baru, membantu unit produksi untuk meneliti kerusakan hasil produksi.

3. Kepala unit pendidikan dan latihan (Kaunit Diklat) yang bertugas membuat perencanaan serta melaksanakan pendidikan dan latihan.

2.2.4.6 Bagian penunjangan

Bagian penunjangan adalah bertanggung jawab kepada Kalafiau. Dalam pelaksanaan tugasnya Bagian Penunjangan dibantu oleh:

1. Kepala unit penunjangan material (Kaunit Jangmat) bertugas mendukung kelancaran operasional produksi dan pembekalan serta pengujian dan pengembangan.

2. Kepala unit fasilitas dan material (Kaunit Harfasmat) bertugas menyelenggarakan pemeliharaan terhadap fasilitas dalam rangka mendukung kelancaran operasional LAFIAU.

2.3 Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB)

(21)

industri farmasi wajib menerapkan CPOB dalam seluruh aspek dan rangkaian kegiatan pembuatan obat sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI. No. 43/MENKES/SK/II/1988 tentang CPOB dan Keputusan Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Depkes RI. No. 04510/A/SK/XII/1989 tentang Petunjuk Operasional Penerapan CPOB. Mutu obat tidak bisa diperoleh dari serangkaian pengujian tapi harus dibangun sejak awal. Mutu obat tergantung pada bahan awal, proses pembuatan dan pengawasan mutu, bangunan, peralatan yang dipakai serta personalia.

2.3.1 Sistem manajemen mutu

Sistem manajemen mutu merupakan aspek dalam CPOB yang bertujuan untuk menjamin bahwa produk obat yang dibuat memenuhi persyaratan mutu yang telah disesuaikan dengan tujuan penggunaannya.

Dalam ketentuan umum, ada beberapa landasan yang penting untuk diperhatikan, yaitu:

a. Pengawasan menyeluruh pada proses pembuatan obat untuk menjamin bahwa konsumen menerima obat yang bermutu tinggi.

b. Mutu obat tergantung pada bahan awal, proses pembuatan dan pengawasan mutu, bangunan, peralatan yang digunakan dan personalia. c. Untuk menjamin mutu suatu obat jadi tidak boleh hanya mengandalkan

pada suatu pengujian tertentu saja, melainkan semua obat hendaknya dibuat dalam kondisi terkendali dan terpadu dengan cermat.

(22)

2.3.2 Personalia

Personalia karyawan semua tingkatan harus memiliki pengetahuan, keterampilan dan kemampuan sesuai tugasnya. Karyawan memiliki kesehatan mental dan fisik yang baik sehingga mampu melaksanakan tugasnya secara profesional dan sebagaimana mestinya. Karyawan mempunyai sikap dan kesadaran yang tinggi untuk mewujudkan CPOB.

Struktur organisasi harus sedemikian rupa sehingga bagian produksi dan pengawasan mutu dipimpin oleh orang yang berlainan dan tidak saling bertanggung jawab terhadap yang lain. Masing-masing harus diberi wewenang penuh dan sarana yang cukup yang diperlukan untuk dapat melaksanakan tugasnya secara efektif.

Seluruh karyawan yang ikut serta langsung dalam kegiatan pembuatan obat harus dilatih mengenai kegiatan tertentu yang sesuai dengan tugasnya dan mampu melaksanakan prinsip-prinsip CPOB.

2.3.3 Bangunan dan fasilitas

Bangunan untuk produksi hendaklah memiliki ukuran, rancang bangun, konstruksi serta letak yang memadai agar memudahkan dalam pelaksanaan kerja, pembersihan dan pemeliharaan yang baik. Setiap sarana kerja hendaklah memadai sehingga setiap resiko terjadinya kekeliruan, pencemaran silang dan berbagai kesalahan lain yang dapat menurunkan mutu obat dapat dihindarkan. Adapun syarat-syarat bangunan dan fasilitas menurut CPOB adalah sebagai berikut:

(23)

2. Gedung hendaklah dibangun dan dipelihara agar terlindung dari pengaruh cuaca, banjir, rembesan air dari tanah serta masuk dan bersarangnya hewan. 3. Rancangan bangunan dan tata letak hendaklah dibuat sesuai dengan fungsi dan

kegiatan yang dilakukan.

4. Untuk kegiatan-kegiatan seperti penerimaan bahan, karantina bahan masuk, penyimpanan bahan awal, penimbangan dan penyerahan, pengolahan, penyimpanan produk ruahan, pengemasan, karantina obat jadi selama menunggu pelulusan akhir, penyimpanan obat jadi, pengiriman barang, laboratorium dan pencucian peralatan diperlukan daerah tertentu.

5. Daerah pengolahan produk steril hendaklah dipisahkan dari daerah produksi lain serta dirancang dan dibangun secara khusus.

6. Permukaan bangunan dalam ruangan (dinding, lantai dan langit-langit) hendaklah licin, bebas dari keretakan dan sambungan terbuka serta mudah dibersihkan dan bila perlu mudah didesinfeksi. Lantai di daerah pengolahan hendaklah dibuat dari bahan kedap air, permukaannya rata dan mudah dibersihkan. Dinding hendaklah juga kedap air dan memiliki permukaan yang mudah dibersihkan. Sudut-sudut di antara dinding, lantai dan langit-langit hendaklah berbentuk lengkungan.

(24)

8. Lubang pemasukan dan pengeluaran udara serta pipa-pipa dan salurannya hendaklah dipasang sedemikian rupa untuk mencegah timbulnya pencemaran terhadap produk.

Berdasarkan kelompok kegiatan dan tingkat kebersihannya, maka bangunan industri farmasi terdiri atas:

1. White area (daerah putih), termasuk kelas I dan II. Untuk kelas I, Jumlah partikel maksimum per meter kubik (m3) sebanyak 100 sedangkan untuk kelas II jumlah partikel maksimum per meter kubik (m3) sebanyak 10000. Meliputi ruang steril, pengisian salep mata, pengisian injeksi, pengolahan aseptis dan pengisian bubuk steril.

2. Grey area (daerah abu-abu), termasuk kelas III dimana jumlah partikel maksimum per meter kubik (m3) 100.000. Meliputi ruang pengolahan dan pengemasan non steril dan ruang pembuatan salep lain selain salep mata. 3. Black area (daerah hitam), termasuk kelas IV yang meliputi ruang ganti

pakaian, ruang masuk, kantor penerimaan bahan awal, gudang bahan awal dan obat jadi, ruang generator, ruang makan, ruang istirahat dan toilet.

2.3.4 Peralatan

Peralatan yang digunakan dalam pembuatan obat hendaklah memiliki rancang bangun dan konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dengan tepat sehingga mutu yang dirancang bagi tiap produk obat terjamin secara seragam dari bets ke bets dan untuk memudahkan pembersihan dan perawatannya.

(25)

1. Permukaan peralatan yang bersentuhan dengan bahan baku, produk antara, produk ruahan atau obat jadi tidak boleh bereaksi.

2. Peralatan tidak boleh menimbulkan akibat yang merugikan terhadap obat. 3. Peralatan hendaknya dapat dibersihkan dengan mudah.

4. Peralatan yang digunakan untuk menimbang, mengukur, menguji dan mencatat harus diperiksa ketelitiannya secara teratur.

5. Alat-alat harus dikalibrasi dan divalidasi untuk menjamin kelancaran kerja.

2.3.5 Sanitasi dan higiene

Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi hendaklah diterapkan pada setiap pembuatan obat. Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi semua sumber pencemaran produk seperti personalia, bangunan, peralatan, bahan awal serta wadahnya. Sumber pencemaran hendaklah dihilangkan melalui program sanitasi dan higiene yang menyeluruh dan terpadu.

1. Personalia

Seluruh karyawan hendaknya menjalani pemeriksaan kesehatan baik sebelum maupun setelah diterima sebagai karyawan selama bekerja. Higiene perorangan harus dilatih dan diterapkan semua karyawan yang berhubungan dalam proses produksi. Semua karyawan hendaknya menghindari untuk bersentuhan langsung dengan bahan baku dan produk, sehingga diperlukan pakaian pengaman yang memadai dan sesuai dengan tugasnya.

2. Bangunan dan fasilitas

(26)

Bangunan hendaknya dilengkapi fasilitas sanitasi yang memadai seperti toilet, loker, bak cuci, tempat penyimpan bahan pembersih, insektisida dan bahan fungisida. Hendaknya disusun pula prosedur tetap untuk melaksanakan sanitasi dengan jadwal yang teratur serta diuraikan dengan cukup rinci.

3. Peralatan

Setelah digunakan, peralatan hendaklah dibersihkan bagian luar maupun bagian dalam sesuai prosedur yang telah ditetapkan serta dijaga dan disimpan dalam kondisi bersih. Sebelum dipakai, kebersihannya diperiksa lagi untuk memastikan bahwa seluruh produk atau bahan dari bets sebelumnya telah dihilangkan. Prosedur tertulis yang cukup rinci untuk pembersihan dan sanitasi peralatan dan wadah yang digunakan dalam pembuatan obat hendaklah dibuat serta ditaati. Prosedur ini dirancang dengan tepat agar pencemaran peralatan oleh bahan pembersih dan sanitasi dapat dicegah.

2.3.6 Produksi

Produksi obat-obatan hendaklah dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan agar senantiasa diperoleh obat jadi yang memenuhi spesifikasi yang ditentukan. Aspek-aspek yang harus diperhatikan dalam kegiatan produksi meliputi:

1. Bahan awal

(27)

2. Validasi proses

Semua proses produksi hendaklah divalidasi dengan tepat dan dilaksanakan menurut prosedur yang telah ditentukan. Proses dan prosedur tersebut hendaklah secara rutin dievaluasi ulang untuk memastikan bahwa proses dan prosedur tetap mampu memberikan hasil yang diinginkan. 3. Pencemaran

Pencemaran kimiawi atau mikroba terhadap suatu obat yang dapat merugikan kesehatan atau mempengaruhi daya terapetik dan kualitas suatu produk tidak diperbolehkan. Perhatian khusus hendaklah diberikan pada masalah pencemaran silang, karena sekalipun sifat dan tingkatannya tidak berpengaruh langsung pada kesehatan, hal ini menunnjukkan pelaksanaan pembuatan obat yang tidak sesuai CPOB.

4. Sistem penomoran bets atau lot

Suatu sistem yang menjabarkan cara penomoran bets atau lot secara rinci diperlukan untuk memastikan bahwa produk antara, produk ruahan, atau obat jadi suatu bets atau lot dapat dikenali dengan nomor bets atau lot tertentu dan tidak digunakan secara berulang.

5. Penimbangan dan penyerahan

Penimbangan dan penyerahan bahan baku, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan dianggap suatu bagian dari siklus produksi dan memerlukan dokumentasi yang lengkap.

6. Pengembalian

(28)

dan dicek dengan baik. Bahan-bahan tersebut tidak boleh dikembalikan ke gudang kecuali bila tidak memenuhi spesifikasi yang ditetapkan.

7. Pengolahan

Pemeriksaan awal pada pengolahan baik bahan, kondisi daerah pengolahan, peralatan dan wadah harus mengikuti prosedur tertulis yang telah ditetapkan. Dan pencegahan pencemaran silang dalam seluruh tahap pengolahan.

8. Produk steril

Produk steril hendaklah dibuat dengan pengawasan khusus untuk menghilangkan pencemaran mikroba dan partikel lain. Untuk membuat produk steril diperlukan suatu ruangan terpisah yang selalu bebas debu dan dialairi udara yang melewati saringan bakteri. Tekanan udara dalam ruangan hendaklah lebih tinggi dari ruangan di sebelahnya.

9. Pengemasan

Kegiatan pengemasan berfungsi membagi dan mengemas produk ruahan menjadi obat jadi. Proses pengemasan hendaknya dilaksanakan di bawah pengawasan ketat untuk menjaga identitas, keutuhan dan kualitas barang yang sudah dikemas.

10.Karantina obat jadi dan penyerahan ke gudang obat jadi

(29)

11.Pengawasan distribusi obat jadi

Sistem distribusi hendaknya dirancang dengan tepat sehingga menjamin obat jadi yang pertama masuk didistribusikan terlebih dahulu (First In First Out atau FIFO dan First Expired First Out atau FEFO).

12.Penyimpanan bahan awal, produk antara, produk ruahan dan obat jadi, disimpan rapi dan teratur untuk mencegah resiko tercampur atau pencemaran serta memudahkan pemeriksaan dan pemeliharaan.

2.3.7 Pengawasan mutu

Pengawasan mutu adalah bagian dari cara pembuatan obat yang baik untuk memastikan tiap obat yang dibuat senantiasa mempunyai mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaannya. Pengawasan mutu ini penting dalam hal penetapan spesifikasi, pengambilan sampel dan pengujian beserta dokumentasi dan prosedur pelulusan yang menjamin bahwa pengujian yang diperlukan benar-benar dilaksanakan serta pelulusan bahan dan produk untuk dijual tidak akan diberikan sebelum mutunya dinilai memuaskan. Sistem pengawasan mutu dirancang dengan tepat untuk menjamin bahwa tiap obat mengandung bahan yang benar dengan mutu dan jumlah yang telah ditetapkan dan dibuat pada kondisi yang tepat dan mengikuti prosedur standar sehingga obat tersebut senantiasa memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan untuk identitas, kadar, kemurnian, mutu dan keamanannya. Bagian pengawasan mutu dalam suatu pabrik obat bertanggung jawab untuk memastikan bahwa:

(30)

2. Semua pengawasan selama proses dan pemeriksaan laboratorium terhadap suatu bets obat telah dilaksanakan dan bets tersebut memenuhi spesifikasi yang ditetapkan sebelum didistribusi.

3. Suatu bets memenuhi persyaratan mutunya selama waktu peredaran yang ditetapkan.

Bagian pengawasan mutu ini memiliki wewenang khusus untuk memberikan keputusan akhir meluluskan atau menolak atas mutu bahan baku atau produk obat ataupun hal lain yang mempengaruhi mutu obat.

2.3.8 Inspeksi diri dan audit mutu

Tujuan dari inspeksi diri adalah mengevaluasi apakah seluruh aspek produksi dan pengawasan mutu selalu memenuhi CPOB. Program inspeksi diri dirancang untuk mendeteksi kelemahan dalam pelaksanaan CPOB dan untuk menetapkan tindakan perbaikan. Sehingga dibentuk suatu tim yang cakap dan mampu menilai secara obyektif pelaksanaan CPOB, melaksanakan inspeksi terhadap prosedur produksi dan pengawasan mutu secara menyeluruh. Prosedur pelaksanaan dan catatan mengenai inspeksi diri perlu didokumentasikan.

Tim inspeksi diri ditunjuk oleh manajemen perusahaan, sekurang-kurangnya tiga orang yang ahli di bidang pekerjaannya dan paham mengenai CPOB. Inspeksi diri hendaknya dilakukan oleh orang yang kompeten dari perusahaan dengan atau tanpa bantuan tenaga ahli dari luar.

2.3.9 Penanganan keluhan terhadap produk, penarikan kembali obat dan

obat kembalian

(31)

berbahaya atau dilaporkan adanya reaksi merugikan yang membahayakan kesehatan pemakainya selama atau sesudah pendistribusian obat jadi tersebut. Penarikan kembali seluruh obat jadi dapat menyebabkan penghentian sementara atau penghentian tetap terhadap pembuatan suatu jenis obat yang bersangkutan.

Prosedur penanganan obat kembalian hendaklah memperhatikan hal-hal berikut antara lain: identifikasi dan pencatatan mutu dari obat kembalian, dikarantina, dilakukan penelitian, pemeriksaan dan pengujian.

Obat kembalian yang tidak dapat diolah ulang hendaklah dimusnahkan dan dibuat prosedur pemusnahan bahan atau produk yang ditolak yang mencakup pencegahan pencemaran lingkungan dan mencegah kemungkinan jatuhnya obat tersebut ke tangan orang yang tidak berwenang.

Pelaksanaan penanganan terhadap obat kembalian dan tindak lanjut yang dilakukan hendaklah dicatat dan dilaporkan. Untuk tiap pemusnahan obat kembalian hendaklah dibuat berita acara yang ditandatangani oleh pelaksana pemusnahan dan saksi.

2.3.10 Dokumentasi

(32)

Sistem dokumentasi harus menggambarkan riwayat lengkap dari setiap bets suatu produk sehingga memungkinkan penyelidikan serta penelusuran terhadap bets produk yang bersangkutan. Sistem dokumentasi juga digunakan dalam pemantauan dan pengendalian.

2.3.11 Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak

Prinsip pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara benar, disetujui dan dikendalikan untuk menghindari kesalah pahaman yang dapat menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan. Kontrak tertulis antara pemberi dan penerima kontrak harus dibuat secara jelas menentukan tangung jawab dan kewajiban masing-masing pihak. Kontrak harus menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap bets produk untuk diedarkan yang menjadi tanggung jawab penuh kepala bagian manajemen mutu (pemastian mutu).

2.3.12 Kualifikasi dan validasi

Kualifikasi adalah kegiatan pembuktian bahwa perlengkapan, fasilitas yang digunakan dalam suatu proses akan selalu bekerja sesuai dengan kriteria yang diinginkan dan konsisten.

Validasi merupakan tindakan pembuktian bahwa proses produksi dan pengemasan akan senantiasa mencapai hasil yang diinginkan dan konsisten.

a. Validasi metoda analisa

(33)

b. Validasi proses produksi

Merupakan “dokumen pembuktian” bahwa proses produksi yang dilakukan sesuai dengan dokumen proses pengolahan dan akan menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu yang telah ditetapkan secara terus-menerus.

c. Validasi Pembersihan

Bertujuan untuk memberikan dokumentasi secara tertulis bahwa prosedur pembersihan yang berlaku dan yang digunakan sudah tepat dan dapat dilakukan berulang-ulang serta cara pembersihan menghasilkan tingkat kebersihan yang telah ditetapkan.

d. Validasi Proses Pengemasan

Proses pengemasan merupakan tahap akhir dari rangkaian proses produksi suatu sediaan farmasi sebelum didistribusikan. Validasi ini bertujuan untuk memberikan dokumentasi secara tertulis bahwa prosedur pengemasan yang digunakan sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan secara terus-menerus dan meminimalkan terjadinya kesalahan tercampurnya antar produk maupun antar bets.

2.4 Pengolahan Limbah

(34)

BAB III

KEGIATAN DI INDUSTRI FARMASI

3.1 Aspek Personalia

Lembaga Farmasi Angkatan Udara memiliki personalia sebanyak 69 orang dengan berbagai pendidikan, keterampilan dan kemampuan sesuai dengan bidangnya masing-masing.

3.2 Struktur Organisasi

Lembaga Farmasi Angkatan Udara tersusun dari 3 eselon, yaitu: 1. Eselon pimpinan (Kalafiau)

2. Eselon pembantu pimpinan/staf (Sesla). 3. Eselon pelaksana yang meliputi:

a. Kepala Bagian Produksi (kabag Prod) yang terdiri dari: unit Tablet, unit Kapsul, unit Khusus.

b. Kepala Gudang Pusat Farmasi (Kagupusfi) yang terdiri dari: unit Gutrans, unit Gulur, unit Gupalkes, unit Guhanjabaku.

c. Kepala Bagian Pengujian dan Pengembangan (Kabag Ujibang) yang terdiri dari: unit Uji Coba, unit Litbang, unit Diklat.

(35)

3.3 Sediaan-Sediaan Obat yang Diproduksi Lembaga Farmasi Angkatan

Udara (LAFIAU).

Obat-obatan yang telah diproduksi oleh LAFIAU hingga saat ini antara lain sebagai berikut:

1. Kaplet dan tablet antibiotik

Kaplet Amoxicillin 500 mg, kaplet Rifampisin, tablet Bactrim AU dan tablet Sefadroksil, kaplet Ciprofloxacin.

2. Kaplet dan tablet non antibiotik

Kaplet Afostan, kaplet Neurogesik, tablet Antalgin 500 mg, tablet Antiflu, tablet Asetilet, tablet CTM, tablet Vitamin B12, kaplet Aurobion, tablet Auripirin 200 mg, tablet Dexamethason 0,5 mg, Magtasid AU 400 mg, Paracetamol 500 mg, tablet Dekstrometorphan, kaplet Energic-C, tablet INH Plus, tablet Vitamin C, tablet Prednison, tablet Vitonic plus, tablet Captopril, tablet Ketoprofen,

3. Kapsul antibiotik

Kapsul Amoxicillin, kapsul Erytromicin dan kapsul Chloramphenicol. 4. Sediaan khusus

Krim Chloramfecort, krim Aferson, krim Kenazol, lotion Lamore. 5. Sedian cair

(36)

3.4 Kegiatan Lembaga Farmasi Angkatan Udara (LAFIAU)

Adapun kegiatan di Lembaga Farmasi Angkatan Udara meliputi:

3.4.1 Perencanaan dan pengelolaan perbekalan kesehatan

Perencanaan dan pengadaan perbekalan kesehatan di Lafiau dilaksanakan setiap tahun anggaran oleh Diskesau dan pusat kesehatan TNI (Puskes). Perencanaan dan pengadaan perbekalan kesehatan ini disusun berdasarkan kebutuhan dari satker-satker (satuan kerja) TNI AU.

Pengadaan perbekalan kesehatan dilakukan oleh Dinas Pengadaan Angkatan Udara (Disadaau ) dengan sistem tender yang diikuti oleh rekanan yang telah memenuhi persyaratan. Setelah pemenang tender ditentukan, pengadaan barang dilaksanakan oleh rekanan berdasarkan kontrak jual beli. Rekanan mengirimkan perbekalan kesehatan ke LAFIAU sesuai dengan kontrak jual beli tersebut.

3.4.2 Bagian gudang pusat farmasi (Gupusfi)

Gudang pusat farmasi merupakan pembantu pelaksana Kalafiau yang bertugas menerima, menyimpan, memelihara dan mengeluarkan perbekalan kesehatan yang ada di LAFIAU. Gupusfi dipimpin oleh kepala gudang yang tugasnya bertanggung jawab kepada Kalafiau. Kepala gudang dibantu oleh unit gudang transit, unit gudang obat jadi dan bahan baku, unit gudang peralatan kesehatan dan unit gudang penyaluran. Bangunan gudang terdiri dari empat unit gedung.

1. Gudang transit (Gutrans)

(37)

barang selesai. Untuk bahan baku atau obat jadi yang diberi label kuning (karantina) menandakan bahwa obat jadi atau bahan baku tersebut masih dalam uji pemeriksaan laboratorium Ujibang.

2. Gudang bahan jadi dan bahan baku (Guhanjabaku)

Bahan baku yang dalam penyimpanannya membutuhkan kondisi khusus maka harus segera disimpan dalam gudang bahan baku, obat jadi dan embalage yang sudah dilengkapi dengan alat pengatur suhu dan kelembaban udara. Setelah barang dinyatakan memenuhi syarat yang ditandai dengan dikeluarkannya berita acara oleh panitia penerima barang, maka barang dipindahkan ke gudang bahan baku, obat jadi dan embalage. Barang yang masuk disusun berdasarkan fungsi terapi atau farmakologi dan alfabetis. Jumlahnya dicatat dalam kartu stok barang yang terdapat di masing-masing gudang.

Penyusunan barang di gudang menggunakan sistem First In First Out (FIFO) dengan memperhatikan waktu masuknya barang dan tanggal kadaluarsanya sehingga memungkinkan barang yang masuk lebih awal akan dikeluarkan terlebih dahulu. Sehingga dapat dicegah rusaknya barang akibat penyimpanan terlalu lama. Sedangkan untuk barang-barang yang waktu kadaluarsanya singkat disusun menggunakan sistem First Expired First Out (FEFO).

(38)

3. Gudang Peralatan Kesehatan (Gupalkes)

Gupalkes di LAFIAU merupakan gudang kegiatan penyimpanan dan pengendalian. Tujuan penyimpanan dan pengendalian peralatan kesehatan ini adalah untuk memelihara mutu, menghindari penggunaan yang tidak bertanggung jawab, menjaga kelangsungan persediaan, memudahkan pencarian dan pengawasan serta menjaga keseimbangan antara persediaan dan penggunaan peralatan kesehatan. Bekkes (Bekal Kesehatan) yang termasuk dalam kategori peralatan kesehatan adalah barang, instrumen atau alat yang digunakan dalam pemeliharaan dan peralatan kesehatan, diagnosa, penyembuhan dan pencegahan penyakit, kelainan badan atau gejala yang terjadi pada manusia dan tidak termasuk dalam golongan obat.

4. Gudang penyaluran (Gulur)

(39)

dikeluarkan dari Guhanjabaku dan embalage, serta Gupalkes sebelum dikirim ke Satker akan disimpan di Gulur.

Di Gulur ini barang akan dikemas dan didistribusikan untuk Satker di seluruh Indonesia. Untuk Satker di Pulau Jawa pengirimannya dapat menggunakan jasa angkutan darat sedangkan untuk Satker di luar Pulau Jawa pengirimannya menggunakan armada udara milik TNI AU. SPL (Surat Perintah Logistik) mempunyai 2 jenis yaitu Log A untuk obat-obatan dan Log B untuk peralatan kesehatan.

Tahap-tahap penyaluran Material Kesehatan:

1. Material Kesehatan diturunkan dari rak penyimpanan dan dicek sesuai bentuk 40400 menyangkut jumlah dan nomor kodefikasinya.

2. Material Kesehatan tersebut dikirimkan ke Gudang penyaluran oleh petugas gudang penyimpanan beserta bentuk 40400 dan diserah terimakan dengan petugas gudang penyaluran sambil mengecek kembali jumlah dan nomor kodefikasinya.

3. Material Kesehatan beserta daftar koli dimasukkan ke dalam kantong plastik dan disegel, kemudian dimasukkan dalam dus ditutup dan dilakban. Material kesehatan siap dikirim ke tempat tujuan melalui darat dan udara.

Kegiatan pengeluaran barang terbagi dalam 2 kegiatan yaitu: 1. Rutin

(40)

Penyaluran barang dari gudang penyaluran menggunakan jalur darat dan udara. Penyaluran dilakukan pada semester I pada bulan Januari dan semester II pada bulan Juni.

2. Non rutin

Pengeluaran non rutin adalah pengeluaran barang yang dilakukan mendadak, diluar SPL seperti bencana alam, bakti sosial dan operasi militer. Pengeluaran non rutin dilakukan sama dengan pengeluaran rutin tetapi dapat dilakukan juga dengan menggunakan bon sementara yang disetujui oleh Kalafiau kepada unit pergudangan.

3.4.3 Produksi obat

Produksi di LAFIAU dilakukan berdasarkan adanya Surat Perintah Produksi (SPP) yang dilakukan oleh Kadiskesau kepada Kalafiau kemudian Kalafiau mengeluarkan SP3 kepada Kabag prod dan pelaksanaannya dilakukan oleh Kaunit (Kepala Unit) berdasarkan Surat Perintah Kerja.

a. Unit Produksi Tablet

Unit produksi tablet bertanggung jawab dalam memproduksi tablet dan kaplet baik antibiotik maupun non antibiotik. Kegiatan produksi tablet yang dilakukan dimulai dengan penimbangan bahan baku yang dinyatakan telah memenuhi syarat oleh unit uji coba.

(41)

coba. Granul yang lulus pemeriksaan dicampur dengan pengembang luar dan dicetak menjadi tablet dan mengalami proses “coating” untuk tablet salut sebelum dikemas. Setelah proses pencetakan tablet diperiksa yaitu bentuk, warna, keseragaman bobot, ukuran, kekerasan, kerapuhan, waktu hancur dan disolusi. b. Proses pembuatan aqua demineralisata (aqua DM)

LAFIAU mendapatkan air demineralisata dengan cara memproduksi dan mengolahnya sendiri. Sumber air yang digunakan untuk membuat aqua DM berasal dari sumur artesis. Dalam mencukupi kebutuhan aqua DM untuk proses produksi dan pemeriksaan laboratorium maka dilakukan proses pengolahan air. Air artesis disaring terlebih dahulu dan dialirkan ke Multi Sorb yang merupakan penyaringan zat secara mekanik termasuk dapat menyaring besi, kemudian air dialirkan ke penukar ion positif dan penukar ion negatif. Setelah itu air dididihkan dan dapat digunakan untuk proses produksi.

Aqua DM berasal dari air bersih yang diproses lebih lanjut dengan menggunakan resin penukar. Air yang telah diolah harus jernih, tidak berbau, tidak berasa dan tidak berwarna serta pH sekitar 6-7 dan bebas mineral. Air yang telah diolah selanjutnya dididihkan jika langsung dipakai dalam proses produksi.

3.4.3.1 Pengemasan di LAFIAU

Proses pengemasan sediaan obat di LAFIAU sebagai berikut: 1. Tablet, tablet salut dan kapsul

(42)

2. Salep dan krim

Salep dan krim dikemas dalam tube, kemudian tube yang telah diberi nomor bets dimasukkan ke dalam kardus disertai brosur. Sejumlah kardus tertentu dikemas dalam kotak karton.

3. Sirup

Botol-botol sirup diberi etiket dan dimasukkan ke dalam kardus. Untuk semua jenis obat yang telah dikemas baik berupa tablet, kapsul, salep dan sirup dilakukan pemeriksaan secara manual terhadap kemasan obat untuk melihat apakah terdapat kerusakan pada kemasan.

3.4.3.2 Pengujian sampel pertinggal

Sampel pertinggal yang disimpan adalah obat jadi yang telah dikemas. Sampel disimpan lengkap dengan etiket yang memuat nama sampel, nomor bets, tanggal pembuatan, dan tanggal kadaluarsa. Sampel disimpan selama lima tahun dan jika ada keluhan dari konsumen, maka dilakukan pengujian terhadap sampel tersebut. Setelah lima tahun, sampel pertinggal dapat dimusnahkan.

3.4.3.3 Bagian pengujian dan pengembangan

Bagian pengujian dan pengembangan bertugas melaksanakan pengujian dan percobaan atas kualitas perbekalan kesehatan, melaksanakan penelitian dan pengembangan untuk meningkatkan hasil produksi obat jadi serta menyelenggarakan perencanaan dan pelaksanaan pendidikan dan pelatihan baik untuk personil LAFIAU atau mahasiswa yang sedang Praktek Kerja Profesi Apoteker di LAFIAU.

(43)

ruang timbang, ruang analisis, ruang reagensia, ruang instrumen dan laboratorium mikrobiologi. Ruang bagian ujibang dilengkapi dengan pengatur suhu untuk menjaga kelembaban dan penghisap udara, serta meja yang dilapisi porselen agar mudah dibersihkan. Ruang timbang dilengkapi dengan peralatan timbangan untuk berbagai kapasitas, alat untuk mengukur kerapuhan tablet (friabilator).

Ruang analisis merupakan laboratorium sebagai tempat dilakukannya pengujian yang dilengkapi dengan alat sokhlet, alat penentu titik leleh, oven, autoklaf, alat pengukur waktu hancur, alat pengukur kekerasan tablet yang dilengkapi dengan meja yang menyatu dengan rak tempat penyimpanan pereaksi dalam skala kecil. Pengawasan mutu terhadap obat jadi, bahan baku dan embalage di LAFIAU dilakukan dalam suatu laboratorium yang sama. Untuk menjamin kualitas produk yang dihasilkan, maka dibutuhkan pengujian yang dilakukan mulai bahan baku diterima sampai obat jadi yang siap untuk di distribusikan.

3.4.3.4 Sanitasi dan higiene

LAFIAU memiliki sarana pengolahan limbah, baik untuk limbah padat berupa debu-debu yang tersebar di daerah produksi maupun limbah cair dari pencucian peralatan.

a. Pengolahan Limbah Padat

(44)

b. Pengolahan Limbah Cair

Pengolahan limbah cair terdiri dari proses destruksi, penetralan, pengendapan dan aerasi di dalam beberapa kolam yang saling berhubungan satu sama lain berdasarkan proses pengolahan.

Proses pengolahan limbah beta dan non beta laktam yaitu:

1. Limbah dari produksi obat beta laktam dialirkan ke bak pertama, kemudian ditambahkan asam/ basa kuat untuk memecah cincin beta laktam dan air sebagai netralisator. Dari kolam pertama dialirkan ke kolam kedua untuk diendapkan.

2. Cairan dari limbah bak kedua diendapkan secara gravitasi dan kemudian dialirkan ke bak ketiga. Limbah dari produksi obat non beta laktam masuk ke bak ketiga sehingga terjadi pencampuran. Kemudian dilakukan penetralan (pH=7, namun jika terlalu asam ditambahkan NaOH dan jika terlalu basa ditambahkan HCl) dan pengenceran dengan penambahan air.

3. Limbah dari bak ketiga dialirkan ke bak keempat untuk proses pengendapan kedua.

(45)
(46)

BAB IV

PEMBAHASAN

Lembaga Farmasi Angkatan Udara merupakan pelaksana teknis dari Dinas Kesehatan TNI AU (Diskesau) yang memproduksi obat jadi. Sebagai industri farmasi, LAFIAU mempunyai tugas utama yaitu melaksanakan produksi obat jadi, pendistribusian obat dan perbekalan kesehatan lainnya dengan pengawasan kualitas dan persyaratan teknis kefarmasian untuk pelaksanaan dukungan pelayanan kesehatan bagi seluruh anggota TNI AU dan keluarganya. Ditinjau dari sisi manajemen LAFIAU bukan lembaga yang didirikan untuk bisnis atau mencari keuntungan (non profit), melainkan untuk memenuhi kebutuhan internal TNI AU khususnya obat-obatan dan bekal kesehatan lainnya. Meskipun demikian dalam pelaksanaan operasionalnya sebagai industri obat, LAFIAU berusaha untuk menerapkan CPOB di seluruh aspek kegiatan produksi guna menjamin mutu/ kualitas produk yang dihasilkan.

Struktur organisasi LAFIAU dibagi dalam tiga eselon, yaitu eselon pemimpin yang dijabat oleh Kalafiau, eselon pembantu yang dijabat oleh Sesla serta eselon pelaksana. Eselon pelaksana terdiri dari Bagian Produksi (Bagprod), Gudang pusat farmasi (Gupusfi), Bagian pengujian dan pengembangan (Bagujibang) dan Bagian penunjangan (Bagjang). Ditiap-tiap bagian eselon dipimpin oleh seorang apoteker yang berbeda-beda.

(47)

yang berwenang menyelenggarakan pengadaan bahan sesuai dengan permintaan kualitas dan spesifikasi teknis yang dibutuhkan LAFIAU. Jika barang kebutuhan sudah diterima pihak LAFIAU, maka pihak LAFIAU akan mengadakan pengawasan mutu dan melakukan analisa apakah sesuai dengan sertifikat analisis dari produsen atau merk tersebut. Hasil analisa untuk memutuskan bahwa bahan tersebut akan diterima atau ditolak, biasanya pengawasan mutu tersebut dilakukan oleh bagian ujibang, bagian produksi dan juga bagian gudang melalui wakil-wakilnya yang tergabung dalam tim komisi pemeriksaan materil.

Peran lain yang dilakukan LAFIAU adalah melaksanakan penerimaan, penyimpanan, penyaluran dan penghapusan perbekalan kesehatan sesuai dengan kebijaksanaan Diskesau. Perbekalan kesehatan yang dimaksud adalah sediaan farmasi hasil produksi LAFIAU, sediaan obat jadi yang dibeli dari industri lain dan peralatan kesehatan yang diadakan oleh Disadaau (Dinas Pengadaan Angkatan Udara) melalui sistem tender.

1. Personalia

Sumber Daya Manusia (SDM) yang mempunyai pengetahuan, keterampilan dan kemampuan sesuai dengan tugasnya dan memiliki kesehatan mental dan fisik yang baik merupakan modal terpenting yang dimiliki oleh LAFIAU. Salah satu cara untuk menjaga kesehatan pegawai adalah melalui kegiatan olahraga yang dilaksanakan dua kali dalam seminggu yaitu pada hari Selasa dan Jumat.

Secara umum, LAFIAU memiliki sumber daya manusia berkualitas

(48)

Apoteker, 8 orang Akademi Farmasi, 9 orang Asisten Apoteker dan 30 orang tenaga lainnya yang berlatar belakang pendidikan sekolah menengah, jumlah personil ini belum memadai untuk berlangsungnya proses produksi. Sumber daya manusia tersebut dapat benar-benar bermanfaat apabila ditempatkan sesuai dengan kemampuannya masing-masing dan didukung dengan penataan organisasi yang baik. Dengan didukung 17 orang Apoteker sebagai pengemban utama dalam pelayanan kesehatan maka proses pembuatan, pengadaan obat dan persediaan perbekalan kesehatan dapat terlaksana dengan baik dan profesional.

Hal penting dalam penataan organisasi perusahaan farmasi adalah bahwa bagian produksi dan pengawasan mutu harus dipimpin oleh Apoteker yang berbeda. Di LAFIAU hal ini sudah diterapkan dimana pada Bagian Produksi dan Bagian Ujibang dipimpin oleh Apoteker yang berbeda.

2. Bangunan dan Fasilitas

(49)

kapsul, sirup kering namun belum memproduksi obat dalam bentuk sediaan injeksi.

Ruang kerja dibuat teratur sedemikian rupa sehingga menunjang kelancaran dan mempermudah dalam bekerja serta lalu lintas barang dan personil. Bagian dalam ruang produksi LAFIAU baik dinding, langit-langit maupun lantai dibuat licin, kedap air, tidak retak, tanpa sudut dan tertutup rapat untuk mencegah pencemaran dari ruang atas. Hal ini ditujukan untuk mempermudah pembersihan. Lantai bagian produksi dilapisi dengan epoksi sehingga lebih tahan goresan dan tidak mudah terkelupas. Lantai dan dinding ruang produksi terbuat dari bahan yang kedap air.

Fasilitas penerangan cukup efektif dan ventilasi udara baik, ditunjang dengan adanya pengendalian udara melalui sistem AHU (Air Handling Unit), pengaturan suhu, kelembaban dan penyaring udara. Pengaturan suhu dan kelembaban diatur pada tingkat kenyamanan karyawan dengan mengatur suhu agar tidak menyebabkan karyawan kedinginan atau berkeringat secara berlebihan dalam pakaian kerjanya sehingga proses kerja tidak terganggu. Di samping faktor kenyamanan, faktor lain yang terpenting adalah diharapkan pengaturan suhu dan kelembaban tidak mempengaruhi stabilitas obat yang sedang diproduksi pada saat itu.

(50)

ruangan dibuat besar untuk mencegah partikel atau debu dari luar mencemari proses produksi. Pengaturan tekanan udara ini dilakukan dengan menggunakan AC serta dengan adanya ruang antara yang dirancang untuk membatasi ruangan yang memiliki tekanan berbeda.

Ruangan laboratorium di LAFIAU terpisah dari ruang produksi, di dalamnya dilengkapi dengan peralatan yang sesuai untuk uji secara fisika, kimia dan mikrobiologi. Meja untuk pengujian dilapisi porselen untuk memudahkan dalam proses pembersihan. Prosedur kerja setiap instrumen atau alat diletakkan dekat alat yang bersangkutan. Reagen yang digunakan tersusun rapi dan teratur disertai dengan label pada rak-rak yang ada di laboratorium untuk memudahkan pengambilan. Catatan pengujian yang ada di laboratorium memuat nama, nomor bets dan jumlah yang diuji, nama petugas penguji, metode analisa, peralatan, perhitungan dan rumus, pernyataan syarat spesifikasi dan tanda tangan penguji.

Catatan pengujian ini disimpan dalam bentuk dokumen selama 5 tahun. Di dalam laboratorium terdapat ruangan khusus yang digunakan sebagai ruang penyimpan sampel pertinggal produk obat. Contoh pertinggal dimaksudkan untuk pengujian ulang apabila terjadi komplain pada obat yang telah beredar.

(51)

3. Peralatan

Penempatan peralatan di LAFIAU disesuaikan dengan tahapan kegiatan yang dilakukan dan jarak yang memadai untuk memudahkan kegiatan karyawan di dalamnya. Setiap alat disimpan pada ruangan yang terpisah dan tertutup dilengkapi dengan alat penghisap debu. Hal ini untuk menghindari adanya kontaminasi silang antar bahan di daerah yang sama. Peralatan dirawat menurut jadwal yang tepat sesuai protap yang ada. Peralatan juga dilengkapi dengan label yang menunjukkan alat tersebut siap atau tidak digunakan. Di setiap alat mesin diberi kode tertentu dan terdapat protap penggunaan yang akan memudahkan pemakaian peralatan.

4. Sanitasi dan Higiene

LAFIAU sudah menerapkan prosedur sanitasi dan higiene ini dengan baik. Untuk personalia sudah diterapkan prosedur penggunaan pakaian khusus dengan penutup kepala, masker, alas kaki dan sarung tangan. Selain itu, protap mengenai higiene sebelum masuk ruang produksi sudah ada dan terdokumentasi. Bangunan produksi juga dilengkapi dengan toilet, locker yang berfungsi untuk menyimpan keperluan pribadi karyawan. Kegiatan untuk menjaga kebersihan lingkungan khususnya daerah di sekitar produksi, laboratorium dan gudang diadakan seminggu sekali setiap hari Rabu melalui program kurve yang dilakukan oleh semua personilnya. Selain itu setiap selesai produksi satu macam obat dilakukan clearance line supaya tidak terjadi kontaminasi silang.

(52)

dibakar dan ditanam di dalam tanah, sedangkan untuk limbah cair terbagi menjadi dua yaitu limbah beta laktam dan non beta laktam. Pengolahan limbah cair menggunakan 6 bak yang sistem kerjanya sebagai berikut:

Bak I : Untuk menampung limbah produksi beta laktam dan limbah dari laboratorium. Pada bak I ditambahkan H2SO4 pekat (40%) yang ditujukan untuk memecah cincin beta laktam sehingga menjadi tidak aktif lagi. Selanjutnya dilakukan proses pengenceran atau hidrolisis dengan air.

Bak II : Dipergunakan untuk menampung residu (pengendapan) yang terbentuk dari bak I .

Bak III : Sebagai tempat pencampuran antara cairan dari bak II dengan limbah non beta laktam dibantu dengan mixer. Kemudian dilakukan cek pH untuk mengetahui keasaman limbah. Setelah itu dilakukan netralisasi dengan penambahan basa kuat (NaOH) dan air. Range pH yang diharapkan 6-9.

Bak IV : Terjadi proses pengendapan cairan yang mengalir dari bak III.

Bak V : Dipasang aerator untuk menambah oksigen terlarut dalam air limbah sehingga meningkatkan kemampuan bakteri aerob untuk menetralkan limbah di bak V serta dilakukan pemeriksaan pH, BOD, COD dan TSS pada limbah.

(53)

Untuk penanganan endapan yang terdapat di dalam bak tiap akhir periode produksi dikumpulkan, dikeringkan kemudian dibakar di tempat khusus.

5. Produksi

Bagian produksi di LAFIAU dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan dan menjamin obat jadi yang dihasilkan memenuhi spesifikasi yang ditentukan. Untuk itu selalu dilakukan validasi terhadap bahan, prosedur, kegiatan, sistem, perlengkapan atau mekanisme yang digunakan dalam produksi dan pengawasan mutu.

Produksi di LAFIAU berdasarkan anggaran tahunan. Produksi berdasarkan kebutuhan satker-satker yang terealisasi dengan adanya perintah untuk melaksanakan produksi, sehingga jenis dan jumlah obat jadi yang akan diproduksi telah ditentukan dalam satu tahun, yang teknis pelaksanaan produksinya diserahkan kepada LAFIAU. Selain memproduksi obat jadi, LAFIAU juga memproduksi air demineralisata yang dapat digunakan untuk kepentingan produksi sehingga mengurangi biaya produksi. Hasil produksi disimpan di gudang obat jadi dengan sistem ALMS (Automatic Logistic Management System) dengan menggunakan sistem 9 digit.

6. Pengawasan Mutu

(54)

persyaratan CPOB yang dapat mewakili seluruh bahan atau produk yang digunakan.

Dalam setiap bets produksi diambil contoh pertinggal yang akan disimpan pada suhu kamar dan diuji tiap tiga bulan tahun pertama dan setiap tahun pada tahun selanjutnya untuk mengetahui stabilitas dari produk. Contoh pertinggal dapat sewaktu-waktu diuji jika ada laporan atau klaim dari satker-satker. Contoh pertinggal disimpan dalam jangka waktu lima tahun untuk selanjutnya dimusnahkan dengan cara dibakar atau ditanam sesuai dengan sifat obat tersebut.

7. Inspeksi Diri

(55)

serta penyusunan Daftar Periksa Inspeksi Diri. Inspeksi diri ini dilakukan minimal satu tahun sekali.

8. Penanganan Keluhan Terhadap Obat, Penarikan Kembali Obat dan

Obat Kembalian

Keluhan dari konsumen ditangani oleh bagian uji coba dengan menelusuri dokumen dan prosedur yang ada serta melakukan uji ulang pada sampel pertinggal sesuai dengan nomor bets nya. Apabila obat tersebut tidak memenuhi persyaratan maka dilakukan penarikan kembali obat tersebut dari distribusinya. Sedangkan untuk obat kembalian karena rusak, bagian uji coba akan menanggulanginya dengan cara:

a. Obat kembalian yang tidak memerlukan proses produksi ulang dan hanya rusak kemasannya akan dilakukan repacking.

b. Obat kembalian yang memungkinkan dilakukan produksi ulang akan direproduksi ulang.

Obat yang tidak dapat dilakukan proses produksi ulang akan dimusnahkan sesuai prosedur sehingga tidak mencemari lingkungan ataupun jatuh ke tangan orang lain yang tidak berhak dengan cara memuat berita acara pemusnahan obat kembalian ditandatangani oleh pelaksana pemusnahan.

9. Dokumentasi

(56)

suatu produk sehingga memungkinkan penyelidikan serta penelusuran terhadap batch record produk yang bersangkutan. Sistem dokumentasi ini digunakan pula untuk pemantau dan pengendalian, misalnya kondisi lingkungan, perlengkapan dan personalia.

(57)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari Praktek Kerja Profesi Apoteker yang telah dilaksanakan di LAFIAU dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. LAFIAU adalah pelaksana teknis dari Diskesau yang mempunyai tugas membina kemampuan dan pelaksanaan produksi obat jadi, pembekalan kefarmasian dengan pengawasan kualitas dan persyaratan teknis kefarmasian untuk pelaksanaan dukungan pelayanan kesehatan bagi anggota TNI AU.

2. LAFIAU bukan lembaga yang didirikan untuk bisnis atau mencari keuntungan, melainkan lembaga yang didirikan untuk pemenuhan kebutuhan internal TNI AU khususnya obat-obatan dan bekal kesehatan lainnya.

3. LAFIAU telah memenuhi persyaratan CPOB yang meliputi manajemen mutu, personalia, peralatan, bangunan dan fasilitas, produksi, pengawasan mutu, sanitasi dan higiene, dokumentasi, pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak, kualifikasi dan validasi.

5.2 Saran

1. Diharapkan adanya pengembangan terhadap formula-formula baru untuk menghasilkan produk baru yang berkualitas dan mengikuti perkembangan di bidang teknologi farmasi.

(58)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (1997). Sejarah Perkembangan Pobekkes AU sampai tahun 1997. Lembaga Farmasi Dinas Kesehatan TNI AU Bandung.

Anonim. (1999). Pokok-pokok Organisasi dan Prosedur Lembaga Farmasi TNI AU. Lembaga Farmasi Dinas Kesehatan TNI AU Bandung.

Badan POM. (2006). “Pedoman Cara Pembuatan Obat Yang Baik. Jakarta.

Badan POM. (2009). “Petunjuk Operasional Penerapan Cara Pembuatan Obat Yang Baik”. Jakarta.

(59)

Lampiran 1. Struktur Organisasi LAFIAU

BAG. PROD BAG. GUPUSFI BAG. UJIBANG

(60)
(61)

Lampiran 2. Lanjutan

12. R. Labor Praktikum D-3 Farmasi 13. R. Penunjangan (Bag Jang) 14. R. Dapur

15. Kamar mandi 16. R. Sefalosporin 17. R. Mes

18. R. Makan anak PKL 19. R. Kuliah D-3 Farmasi. 20. R. Kuliah D-3 Farmasi. 21. IPAL

22. Bak Penampungan Air 23. Bak Penampungan Aqua DM 24. R. Mesin

25. R. Non Beta Laktam 26. R. Beta Laktam

(62)
(63)
(64)

Lampiran 5. Denah Ruang Laboratorium

GUDANG CONTOH PERTINGGAL

GUDANG BAHAN

(65)

Lampiran 6. Bagan Pengolahan Limbah Cair

Keterangan :

1. Bak pemecahan cincin betalaktam dengan penambahan H2SO4 40 % 2. Bak pengendapan partikel koloidal dari bak 1 secara gravitasi.

3. Bak pencampuran limbah betalaktam dengan non-betalaktam, pengadukan dan netralisasi pH.

4. Bak pengendapan secara gravitasi (alami). 5. Bak aerasi.

(66)
(67)

Lampiran 8. Alur Kegiatan Produksi

Memenuhi Syarat Tidak Memenuhi 

Syarat 

(68)

Lampiran 9. Alur Pembuatan Aqua DM

PENAMPUNGAN AIR SUMUR

SANDFILTER

CARBONFILTER

RESIN PENUKAR ION

AQUA DM

PENYIMPANAN AQUA DM

PENDIDIHAN

SUMBER AIR (SUMUR ARTESIS)

(69)

Lampiran 10. Prosedur Tetap Pengujian

Gudang Transit 

Gudang  

Gudang Produksi 

Produksi : IPC 

Obat Jadi : Periksa Lab (QC) 

Pengemasan  (QA) 

Gudang Obat Jadi 

diluluskan 

Periksa di Laboratorium 

Contoh Pertinggal 

Satuan Kerja  (Pengalokasian) 

(70)

Lampiran 11. Contoh Surat Perintah Pengeluaran

DINAS KESEHATAN TNI AU LEMBAGA FARMASI

SURAT PERINTAH PENGELUARAN No : / SPP / / 200…

Diperintahkan kepada :

Untuk melaksanakan pengeluaran Bekal Kesehatan seperti tersebut dalam lampiran berdasarkan : Izin pengeluaran No. :

Jumlah item : Dikeluarkan untuk :

Dikeluarkan di : Pada Tanggal :

KEPALA LEMBAGA FARMASI TNI AU

(71)

Lampiran 12. Contoh Kartu Karantina dan Diluluskan Tanda Terima:…………. Berlaku Sampai:…………

DINAS KESEHATAN TNI AU Tanda Terima:…………. Berlaku Sampai:…………

(72)

Lampiran 13. Contoh Kartu Stok Barang (di Lemari)

Gambar

TABLET   UNIT GULURUNIT UNIT LITBANG

Referensi

Dokumen terkait

mutu melakukan pengujian bahan awal yang akan digunakan dalam produksi. Apabila memenuhi persyaratan spesifikasi maka diluluskan dan bahan

Universitas Sumatera Utara... Universitas

Universitas Sumatera Utara... Universitas

Bill Of Lading (B/L) tidak hanya berfungsi sebagai tanda bukti kepemilikan barang oleh pihak pengirim, tetapi juga sebagai tanda bukti bahwa antara pihak pengangkut dengan

Kendala-Kendala yang Dihadapi dalam Pencapaian Target Pajak Parkir Kantor Dinas Pendapatan Kota Tebing Tinggi dalam hail ini adalah seksi pajak. daerah dalam melaksanakan

tertinggi terdapat pada perlakuan A7B1 (diinokulasikan 14 pasang Tetrastichus sp. castaneae ) sebanyak 171.50 ekor sedangkan yang terendah pada perlakuan A4B2 (diinokulasikan

Perlu diadakannya penelitian karbon pada lokasi penelitian ini untuk kategori tumbuhan bawah, serasah, dan kandungan organik tanah agar diperoleh nilai cadangan karbon total

Universitas Sumatera Utara... Universitas