LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI
FARMASI INDUSTRI
Di
PT. MUTIFA
MEDAN
Oleh :
Rahmiati, S.Farm. 083202065
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Lembar Pengesahan
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI
di
PT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) Medan
Laporan ini disusun untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatra Utara Medan
isusun oleh :
Rahmiati, S.Farm NIM 083202065 PT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA)
Medan Pembimbing,
Drs.D.R. Nainggolan, Apt
SIK.370/S.U
Fakultas Farmasi
Universitas Sumatra Utara
Dekan,
Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Praktek Kerja Profesi (PKP)
di Industri Farmasi PT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) Medan dan penyusunan
laporan ini.
Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Jacob selaku Direktur Utama PT. MUTIFA Medan yang telah berkenan
memberikan fasilitas dan kesempatan kepada kami dalam melaksanakan
Praktek Kerja Profesi (PKP).
2. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Drs. Wiryanto, M.S.,Apt., selaku Koordinator Program Studi
Pendidikan Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara Dan
seluruh Dosen Fakultan Farmasi.
4. Bapak alm. Drs. D.R. Nainggolan, Apt., selaku Manager Research and
Development (R & D) PT. MUTIFA dan kak Erika H. S.Farm., Apt., yang
telah memberikan fasilitas, membimbing dan mengarahkan penulis selama
melaksanakan Praktek Kerja Profesi (PKP).
5. Ibu Betty, S.Si., Apt., selaku Manager Quality Assurance (QA), Bang Franfie,
S.Farm., Apt., selaku Supervisor QA, Ibu Dra. Nuranti Sirait selaku Manager
QC, yang telah membantu dan mengarahkan penulis selama melaksanakan
Praktek Kerja Profesi (PKP).
6. Bapak Drs.Budiono, Apt., selaku Manager Produksi Beta Laktam, Bapak
Donald Situmeang, S.Si., Apt., selaku Manager Produksi Solid Non Beta
Laktam, Ibu Dra. Rita Puspita, Apt., selaku Manager Produksi Cair Non Beta
Laktam yang telah membimbing dan mengarahkan penulis selama
melaksanakan Praktek Kerja Profesi (PKP).
7. Bapak Arif Nasution, ST., selaku Manager teknik yang telah membimbing dan
mengarahkan penulis selama melaksanakan Praktek Kerja Profesi (PKP).
8. Seluruh staf dan karyawan PT. MUTIFA Medan yang tidak dapat kami
sebutkan satu persatu, atas perhatian dan bantuan yang diberikan kepada
penulis selama melaksanakan Praktek Kerja Profesi (PKP).
9. Orang tua dan teman-teman yang memberikan bantuan moral dan materil
selama pelaksanaan Praktek Kerja Profesi (PKP) berlangsung.
Penulis menyadari atas kekurangan dalam penulisan laporan ini, untuk itu
diharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan laporan ini.
Penulis berharap semoga laporan ini dapat memberi manfaat bagi ilmu
pengetahuan khususnya di bidang farmasi.
Medan, Juni 2010
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL. ... i
LEMBAR PENGESAHAN... ii
KATA PENGANTAR... iii
DAFTAR ISI... v
DAFTAR GAMBAR... viii
DAFTAR TABEL... ix
DAFTAR LAMPIRAN... x
RINGKASAN... xi
BAB I PENDAHULUAN... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Tujuan ... 2
C. Manfaat ... 2
D. Tempat dan Waktu ... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 3
A. Industri Farmasi ... 3
B. CPOB ………...….... 4
1. Manajemen Mutu ………... 4
3. Bangunan dan Fasilitas ……….. 8
4. Peralatan ……….... 11
5. Sanitasi dan Higiene ... 12
6. Produksi ... 12
7. Pengawasan Mutu ……….. 18
8. Inspeksi Diri dan Audit Mutu …... 19
9. Penanganan Keluhan terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk dan Produk Kembalian ... 20
10. Dokumentasi ... 22
11. Pembuatan dan Analisa Berdasarkan Kontrak ... 23
12. Kualifikasi dan Validasi ... 24
BAB III TINJAUAN UMUM PT. MUTIFA ... 28
A. Sejarah ... 28
B. Visi dan Misi ... 30
C. Lokasi dan Prasarana Fisik ... 30
1. Lokasi ... 30
2. Sarana dan Prasarana ... 32
D. Struktur Organisasi ... 34
1. Departemen Produksi ... 34
2. Departemen Pemastian Mutu/Quality Assurance (QA)… 36
4. Departemen Research and Development…... 38
5. Departemen Personalia ……... 40
6. Departemen Keuangan …... 40
7. Departemen Teknik …... 40
8. PPIC (Production Planning and Inventory Control) … 43
E. Limbah……….. 42
BAB IV PEMBAHASAN ………. 47
A. Manajemen Mutu ………... 47
B. Personalia ………... 49
C. Bangunan dan Fasilitas ………... 51
D. Peralatan ……... 52
E. Sanitasi dan Higiene ………... 53
F. Produksi ………... 53
G. Pengawasan Mutu ………..…... 54
H. Inspeksi Diri dan Audit Mutu …... 55
I. Penanganan Keluhan terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk dan Produk Kembalian ... 56
J. Dokumentasi………. 57
K. Kualifikasi dan Validasi ... 58
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 60
B. Saran ... 61
DAFTAR PUSTAKA ... 62
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Bagan Aspek yang Saling Berkaitan Membangun
Manajemen Mutu ... 7
Gambar 2. Denah Lokasi PT. MUTIFA... 30
Gambar 3. Struktur Organisasi Departemen R & D di PT. MUTIFA ... 39
Gambar 4. Diagram Sistem Pengolahan Limbah Cair di PT. MUTIFA... 43
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Ukuran Ruangan Masing-Masing Bagian di PT. MUTIFA... 31
Tabel 2. Sistem Penanggulangan Limbah Udara di PT. MUTIFA ... 45
Tabel 3. Status dan Jumlah Personil di PT. MUTIFA ... 50
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Struktur Organisasi PT. MUTIFA ... 63
Lampiran 2. Bagan Proses Pembuatan Tablet/Kaplet... 64
Lampiran 3. Bagan Proses Pembuatan Kapsul ... 65
Lampiran 4. Bagan Proses Pembuatan Liquida ... 66
RINGKASAN
Telah dilakukan Praktek Kerja Profesi (PKP) di Industri Farmasi PT.
Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) Medan yang merupakan salah satu program
dalam pendidikan profesi apoteker, bertujuan agar mahasiswa/mahasisiwi
mengetahui dan memahami tugas dan fungsi apoteker dalam industri farmasi,
sehingga diharapkan dapat menjadi bekal untuk menghadapi dunia kerja yang
sesungguhnya. Mahasiswa juga diharuskan dapat memperoleh wawasan dan
pengetahuan yang lebih luas, memahami penerapan CPOB di PT. Mutiara Mukti
Farma (MUTIFA), serta mengetahui gambaran tentang situasi dan kondisi kerja di
PT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA).
Praktek Kerja Profesi di Industri Farmasi PT. Mutiara Mukti Farma
(MUTIFA) Medan dilaksanakan pada tanggal 10 Februari 2009 sampai dengan 3
Maret 2009 dengan jumlah jam efektif 125 jam.
Kegiatan yang dilakukan selama Praktek Kerja Profesi (PKP) di industri
farmasi antara lain membuat catatan kegiatan harian yang berisi absensi dan
materi kegiatan yang ditandatangani oleh pembimbing, melihat kegiatan di ruang
produksi Beta Laktam dan Non Beta laktam, laboratorium Quality Control (QC),
gudang bahan baku, bahan kemasan dan obat jadi, sistem pengaturan udara
(AHS), sistem pengolahan limbah, dan departemen Research and Develepment
RINGKASAN
Telah dilakukan Praktek Kerja Profesi (PKP) di Industri Farmasi PT.
Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) Medan yang merupakan salah satu program
dalam pendidikan profesi apoteker, bertujuan agar mahasiswa/mahasisiwi
mengetahui dan memahami tugas dan fungsi apoteker dalam industri farmasi,
sehingga diharapkan dapat menjadi bekal untuk menghadapi dunia kerja yang
sesungguhnya. Mahasiswa juga diharuskan dapat memperoleh wawasan dan
pengetahuan yang lebih luas, memahami penerapan CPOB di PT. Mutiara Mukti
Farma (MUTIFA), serta mengetahui gambaran tentang situasi dan kondisi kerja di
PT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA).
Praktek Kerja Profesi di Industri Farmasi PT. Mutiara Mukti Farma
(MUTIFA) Medan dilaksanakan pada tanggal 10 Februari 2009 sampai dengan 3
Maret 2009 dengan jumlah jam efektif 125 jam.
Kegiatan yang dilakukan selama Praktek Kerja Profesi (PKP) di industri
farmasi antara lain membuat catatan kegiatan harian yang berisi absensi dan
materi kegiatan yang ditandatangani oleh pembimbing, melihat kegiatan di ruang
produksi Beta Laktam dan Non Beta laktam, laboratorium Quality Control (QC),
gudang bahan baku, bahan kemasan dan obat jadi, sistem pengaturan udara
(AHS), sistem pengolahan limbah, dan departemen Research and Develepment
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Obat adalah suatu zat yang dimaksudkan untuk dipakai dalam diagnosis,
mengurangi rasa sakit, serta mengobati atau mencegah penyakit. Salah satu upaya
yang dilakukan pemerintah untuk menjamin tersedianya obat yang bermutu, aman
dan berkhasiat yaitu dengan mengharuskan setiap industri farmasi untuk
menerapkan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) sesuai Keputusan Menteri
Kesehatan RI Nomor 43/Menkes/SK/II/1988 pada tanggal 2 Februari 1988. CPOB
adalah pedoman pembuatan obat bagi industri farmasi di Indonesia yang bertujuan
untuk memastikan agar sifat maupun mutu obat yang dihasilkan senantiasa
memenuhi persyaratan mutu yang telah ditentukan dan sesuai dengan tujuan
penggunaannya. Mutu suatu obat tidak dapat ditentukan berdasarkan pemeriksaan
produk akhir saja, melainkan harus dibentuk ke dalam produk selama keseluruhan
proses pembuatan.
Apoteker merupakan salah satu tenaga inti dalam industri farmasi karena
turut berperan dalam menghasilkan obat yang bermutu, aman dan berkhasiat.
Kedudukan apoteker juga diatur dalam CPOB, yaitu sebagai penanggung jawab
produksi, pengawasan mutu dan pemastian mutu. Oleh karena itu, dibutuhkan
apoteker yang memiliki wawasan, pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan
dalam mengaplikasikan dan mengembangkan ilmunya secara profesional,
Praktek Kerja Profesi di industri farmasi menjadi salah satu kebutuhan mahasiswa
calon apoteker.
B. Tujuan
Adapun tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker Fakultas Farmasi USU di
Industri Farmasi adalah :
1. Mengetahui dan memahami tugas dan tanggung jawab apoteker di Industri
Farmasi.
2. Memperoleh wawasan dan pengetahuan yang lebih luas serta memahami
penerapan CPOB di Industri Farmasi.
3. Mengetahui gambaran tentang situasi dan kondisi kerja di Industri Farmasi.
C. Manfaat
Praktek Kerja Profesi di industri farmasi ini diharapkan dapat memberikan
pengetahuan praktis kepada mahasiswa calon apoteker tentang pekerjaan
kefarmasian di industri melalui penerapan CPOB.
D. Tempat dan Waktu
Praktek Kerja Profesi industri farmasi dilaksanakan di PT. Mutiara Mukti
Farma (MUTIFA) jalan Karya Jaya No. 68 Km 8,5 Namorambe Medan, pada
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Industri Farmasi
Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.
Industri farmasi sebagai industri penghasil obat, dituntut untuk dapat
menghasilkan obat yang memenuhi persyaratan khasiat, keamanan dan mutu
dalam dosis yang digunakan untuk tujuan pengobatan. Karena menyangkut soal
nyawa manusia, industri farmasi dan produknya diatur secara ketat. Industri
farmasi di Indonesia diberlakukan persyaratan yang diatur dalam CPOB
(Manajemen Industri Farmasi, 2007).
Perusahaan industri farmasi wajib memperoleh izin usaha industri farmasi.
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No.245/Menkes/SK/V/1990 tentang
Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Izin Usaha Industri Farmasi,
untuk memperoleh izin usaha farmasi diperlukan tahap persetujuan prinsip.
Persetujuan prinsip diberikan kepada pemohon untuk dapat langsung melakukan
persiapan-persiapan, usaha pembangunan, pengadaan pemasangan instalasi, dan
produksi percobaan. Izin usaha industri farmasi diberikan kepada pemohon yang
telah siap berproduksi sesuai persyaratan CPOB.
Industri farmasi wajib memenuhi persyaratan CPOB sesuai dengan
ketentuan Keputusan Menteri Kesehatan No.43/Menkes/SK/II/1998. Industri
farmasi wajib mempekerjakan sekurang-kurangnya dua orang apoteker warga
sebagai penangung jawab mutu. Industri farmasi yang telah memenuhi
persyaratan CPOB diberikan sertifikat CPOB.
B. CPOB
Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) bertujuan untuk menjamin obat
yang dibuat secara konsisten, memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai
dengan tujuan penggunaannya. Pada pembuatan obat, pengendalian menyeluruh
sangat esensial untuk menjamin konsumen menerima obat yang bermutu tinggi.
Pembuatan secara sembarangan tidak dibenarkan bagi produk yang digunakan
untuk menyelamatkan jiwa, memulihkan kesehatan atau memelihara kesehatan.
Tidaklah cukup bila produk jadi hanya sekedar lulus dari serangkaian
pengujian tetapi yang lebih penting, mutu harus dibentuk ke dalam produk
tersebut. Mutu obat bergantung pada bahan awal, bahan pengemas, proses
produksi dan pengendalian mutu, bangunan, peralatan yang dipakai, dan personil
yang terlibat (CPOB, 2006).
Aspek dalam CPOB 2006 meliputi:
1. Manajemen Mutu
Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar tercapai tujuan
CPOB dan tidak menimbulkan resiko yang membahayakan penggunanya karena
tidak aman, mutu rendah atau tidak efektif. Untuk mencapai tujuan tersebut maka
diperlukan manajemen mutu. Unsur dasar manajemen mutu adalah:
• Infrastruktur atau sistem mutu yang tepat, mencakup struktur organisasi,
• Tindakan sistematis diperlukan untuk mendapatkan kepastian dengan
tingkat kepercayaan tinggi, sehingga produk yang dihasilkan akan selalu
memenuhi persyaratan yang ditetapkan (CPOB, 2006).
Dari unsur diatas, sistem manajemen mutu di industri farmasi mencakup
antara lain:
• Struktur organisasi mutu, termasuk kewenangan pemastian mutu dan
pengawasan mutu
• Pengendalian perubahan • Sistem pelulusan batch • Penanganan penyimpangan • Pengolahan ulang
• Inspeksi diri dan audit eksternal
• Pelaksanaan program kualifikasi dan validasi • Personalia
• Sistem dokumentasi
(Manajemen Farmasi Industri, 2007)
Aspek yang saling berkaitan membangun manajemen mutu terdiri dari
pemastian mutu, CPOB, pengawasan mutu, dan pengkajian mutu produk.
Pemastian mutu adalah totalitas semua pengaturan yang dibuat dengan tujuan
untuk memastikan bahwa obat yang dihasilkan memenuhi persyaratan mutu dan
CPOB adalah bagian dari pemastian mutu yang memastikan obat dibuat
dan dikendalikan secara konsisten untuk mencapai standar mutu yang sesuai
dengan tujuan penggunaan dan dipersyaratkan dalam izin edar serta spesifikasi
produk. CPOB mencakup produksi dan pengawasan mutu.
Pengawasan mutu adalah bagian dari CPOB yang berhubungan dengan:
• Pengambilan sampel • Spesifikasi dan pengujian
• Organisasi, dokumentasi dan prosedur pelulusan yang memastikan bahwa
pengujian yang diperlukan dan relevan telah dilakukan sehingga bahan
yang belum diluluskan tidak digunakan serta produk yang belum
diluluskan tidak dijual sebelum mutunya dinilai memenuhi syarat.
Setiap industri farmasi hendaklah mempunyai fungsi pengawasan mutu.
Fungsi ini hendaklah independen dari bagian lain. Personil pengawasan mutu
hendaklah memiliki akses ke area produksi untuk melakukan pengambilan sampel
dan investigasi bila diperlukan.
Industri farmasi dan pemegang izin edar, bila berbeda, hendaknya
melakukan evaluasi terhadap hasil kajian, dan suatu penilaian hendaklah dibuat
untuk menentukan apakah tindakan perbaikan dan pencegahan ataupun validasi
ulang harus dilakukan. Alasan tindakan perbaikan hendaklah didokumentasikan.
Tindakan pencegahan dan perbaikan yang telah disetujui hendaklah diselesaikan
Pengkajian Mutu Produk Pengawasan Mutu
CPOB Pemastian Mutu Manajemen Mutu
Gambar 1. Bagan Aspek yang Saling Berkaitan Membangun Manajemen Mutu
2. Personalia
Industri farmasi hendaklah memiliki personil yang terkualifikasi dan
berpengalaman praktis dalam jumlah yang memadai. Tiap personil tidak dibebani
tanggung jawab yang berlebihan untuk menghindari resiko terhadap mutu obat.
Industri farmasi harus memiliki struktur organisasi. Tugas spesifik dan
kewenangan dari personil pada posisi penanggungjawab hendaklah dicantumkan
dalam uraian tugas tertulis.
Industri farmasi hendaklah memberikan pelatihan bagi seluruh personil
yang bertugas di area produksi, gudang penyimpanan dan laboratorium (termasuk
personil teknik, perawatan dan petugas kebersihan). Di samping pelatihan dasar
dalam teori dan praktek CPOB, personil baru hendaklah mendapatkan pelatihan
sesuai dengan tugas yang diberikan. Pelatihan berkesinambungan hendaklah
diberikan dan efektifitas penerapannya, dinilai secara berkala. Hendaklah tersedia
program pelatihan yang disetujui kepala bagian masing-masing. Catatan pelatihan
3. Bangunan dan Fasilitas
Desain dan tata letak ruang hendaklah memastikan:
• Kompatibilitas dengan kegiatan produksi lain yang mungkin dilakukan di
dalam sarana yang sama atau sarana yang berdampingan.
• Pencegahan area produksi, area penyimpanan dan area pengawasan mutu
dimanfaatkan sebagai jalur lalu lintas umum bagi personil yang tidak
berkepentingan.
Area yang menjadi perhatian utama dalam aspek bangunan dan fasilitas
adalah:
• Area penimbangan
Penimbangan bahan awal hendaklah dilakukan di area
penimbangan terpisah yang didesain khusus untuk kegiatan tersebut. Area
ini dapat menjadi bagian dari area penyimpanan atau area produksi.
• Area produksi
Untuk memperkecil resiko bahaya medis yang serius akibat
terjadinya pencemaran silang, produk antibiotik tertentu (penisilin),
produk hormon/ preparat hormon, produk sitostatik, produk biologi
hendaklah diproduksi di bangunan terpisah.
Tata ruang produksi sebaiknya dirancang sedemikian rupa
sehingga kegiatan produksi dilakukan di area yang saling berhubungan
antara satu ruangan dengan ruangan yang lain mengikuti urutan tahap
kesesakan dan ketidakteraturan, dan memungkinkan terlaksananya
komunikasi dan pengawasan yang efektif.
Permukaan dinding, lantai dan langit-langit bagian dalam ruangan
di mana terdapat bahan baku dan bahan pengemasan primer, produk antara
atau produk ruahan, hendaklah halus, bebas retak, tidak melepaskan
partikulat serta mudah dibersihkan. Konstruksi lantai di area pengolahan
hendaklah dibuat dari bahan kedap air, permukaannya rata dan
memungkinkan pembersihan yang cepat dan efisien apabila terjadi
tumpahan bahan. Sudut antara dinding dan lantai di area pengolahan
hendaklah berbentuk lengkungan.
Area produksi hendaklah mendapatkan penerangan yang memadai,
terutama di mana pengawasan visual dilakukan pada saat proses berjalan.
Pengawasan selama proses dapat dilakukan di dalam area produksi
sepanjang kegiatan tersebut tidak menimbulkan resiko terhadap produksi
obat.
• Area penyimpanan
Area penyimpanan hendaklah memiliki kapasitas yang memadai
untuk menyimpan dengan rapi dan teratur berbagai macam bahan dan
produk seperti bahan awal dan bahan pengemas, produk antara, produk
ruahan dan produk jadi, produk dalam status karantina, produk yang telah
diluluskan, produk yang ditolak, produk yang dikembalikan atau produk
Area penyimpanan hendaklah didesain untuk menjamin
penyimpanan yang baik, terutama area tersebut hendaklah bersih, kering
dan mendapat penerangan yang cukup serta dipelihara dalam batas suhu
yang ditetapkan. Obat narkotik dan berbahaya lain hendaklah disimpan di
tempat terkunci.
• Area pengawasan mutu
Laboratorium pengawasan mutu hendaklah terpisah dari area
produksi. Luas ruang hendaklah memadai untuk mencegah campur baur.
Hendaklah disediakan tempat penyimpanan yang luas dan memadai untuk
sampel, baku pembanding, pelarut, pereaksi dan catatan. Suatu ruangan
terpisah mungkin diperlukan untuk memberi perlindungan terhadap
instrumen.
• Sarana pendukung
Ruang istirahat dan kantin hendaklah dipisahkan dari area produksi
dan laboratorium pengawasan mutu. Toilet tidak boleh berhubungan
langsung dengan area produksi atau area penyimpanan. Ruang ganti
pakaian hendaklah berhubungan langsung dengan area produksi namun
letaknya terpisah. Sedapat mungkin letak bengkel perbaikan dan
4. Peralatan
Desain dan kontruksi peralatan hendaklah memenuhi persyaratan sebagai
berikut:
• Peralatan hendaklah didesain dan dikontruksikan sesuai dengan tujuannya. • Permukaan peralatan yang bersentuhan dengan bahan awal, produk antara,
produk jadi tidak boleh menimbulkan reaksi yang dapat menimbulkan
identitas, mutu atau kemurnian di luar batas yang ditentukan.
• Bahan yang diperlukan untuk pengoperasian alat khusus, misalnya
pelumas atau pendingin tidak boleh bersentuhan dengan bahan yang
sedang diolah sehingga tidak mempengaruhi identitas, mutu atau
kemurnian bahan awal, produk antara ataupun produk jadi.
• Peralatan hendaklah didesain sedemikian rupa agar mudah dibersihkan.
Peralatan tersebut hendaklah dibersihkan sesuai prosedur tertulis yang
rinci serta disimpan dalam keadaan bersih dan kering.
Hendaklah tersedia alat timbang dan alat ukur dengan rentang dan
ketelitian yang tepat untuk proses produksi dan pengawasan. Peralatan
yang digunakan untuk menimbang, mengukur, memeriksa dan mencatat
hendaklah diperiksa ketepatannya dan dikalibrasi sesuai dengan prosedur
yang ditetapkan. Hasil pemeriksaan dan kalibrasi hendaklah dicatat dan
5. Sanitasi dan Higiene
Prosedur higiene perorangan termasuk persyaratan untuk mengenakan
pakaian pelindung hendaklah diberlakukan bagi semua personil yang memasuki
area produksi. Untuk menjamin perlindungan produk dari pencemaran dan untuk
keamanan personil, hendaklah personil mengenakan pakaian pelindung yang
bersih dan sesuai dengan tugasnya termasuk penutup rambut. Personil
diinstruksikan supaya menggunakan sarana mencuci tangan dan mencuci
tangannya sebelum memasuki area produksi. Untuk tujuan itu perlu dipasang
poster yang sesuai.
Bangunan yang digunakan untuk pembuatan obat hendaklah didesain dan
dikonstruksi dengan tepat untuk memudahkan sanitasi yang baik. Hendaklah
tersedia dalam jumlah yang cukup sarana toilet dengan ventilasi yang baik dan
tempat cuci bagi personil yang letaknya mudah diakses dari area pembuatan.
Hendaknya disediakan sarana yang memadai untuk penyimpanan pakaian personil
dan milik pribadinya di tempat yang tepat.
Setelah digunakan, peralatan hendaklah dibersihkan baik bagian luar
maupun bagian dalam sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan, serta dijaga
dan disimpan dalam kondisi yang bersih. Tiap kali sebelum dipakai,
kebersihannya diperiksa untuk memastikan bahwa semua produk atau bahan dari
batch sebelumnya telah dihilangkan (CPOB, 2006).
6. Produksi
Produksi hendaklah dilakukan dan diawasi oleh personil yang kompeten.
pengambilan, sampel, penyimpanan, penandaan, penimbangan, pengolahan,
pengemasan dan distribusi hendaklah dilakukan sesuai dengan prosedur atau
instruksi tertulis dan bila perlu dicatat.
Seluruh bahan yang diterima hendaklah diperiksa untuk memastikan
kesesuiannya dengan pemesanan. Bahan awal yang diterima, produk antara,
produk ruahan, produk jadi hendaklah dikarantina segera setelah diterima atau
diolah, sampai dinyatakan lulus untuk pemakaian dan distribusi.
Pengolahan produk yang berbeda hendaklah tidak dilakukan secara
bersamaan pada ruang kerja yang sama. Selama pengolahan, semua bahan, wadah,
produk ruahan, peralatan atau mesin produksi, ruang kerja yang dipakai hendaklah
diberi label atau penandaan dari produk atau bahan yang sedang diolah, kekuatan
dan nomor batch.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam produksi adalah:
• Pengadaan bahan awal
Semua penerimaan, pengeluaran dan jumlah bahan tersisa
hendaklah dicatat. Catatan hendaklah berisi keterangan mengenai pasokan,
nomor batch/lot, tanggal penerimaan, tanggal pelulusan, dan tanggal
daluarsa.
Pada tiap penerimaan hendaklah dilakukan pemeriksaan visual
tentang kondisi umum, keutuhan wadah dan segelnya, ceceran, atau
kemungkinan adanya kerusakan bahan, dan kesesuaian catatan pengiriman
sampai disetujui dan diluluskan untuk pemakaian oleh kepala bagian
pengawasan mutu.
• Pencegahan pencemaran silang
Tiap tahap proses, produk dan bahan hendaklah dilindungi
terhadap pencemaran mikroba dan pencemaran lain. Resiko pencemaran
silang ini dapat timbul akibat tidak terkendalinya debu, uap, percikan atau
organisme dari bahan atau produk yang sedang diproses, dari sisa yang
tertinggal pada alat dan pakaian kerja operator.
Pencemaran silang hendaklah dihindari dengan tindakan teknis
atau pengaturan yang tepat, antara lain:
a. Produksi di dalam gedung yang terpisah diperlukan untuk
produk seperti penisilin, hormon seks, sitostatik, dan produk
biologi.
b. Tersedia ruang penyangga udara dan penghisap udara.
c. Memakai pakaian pelindung yang sesuai di area di mana
produk yang beresiko tinggi terhadap pencemaran silang
diproses.
d. Melaksanakan prosedur pembersihan dan dekontaminasi yang
terbukti efektif.
• Penimbangan dan penyerahan
Penimbangan dan penyerahan bahan awal, bahan pengemas,
produksi dan memerlukan dokumentasi yang lengkap. Hanya bahan awal,
bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan yang telah diluluskan
oleh pengawasan mutu dan masih belum daluarsa yang boleh diserahkan.
Kapasitas, ketelitian dan ketepatan alat timbang yang dipakai
hendaklah sesuai dengan jumlah bahan yang ditimbang. Untuk tiap
penimbangan hendaklah dilakukan pembuktian kebenaran identitas,
jumlah bahan yang ditimbang oleh dua personil yang independen dan
pembuktian tersebut dicatat.
Bahan awal, produk antara dan produk ruahan yang diserahkan
hendaklah diperiksa ulang kebenarannya dan ditandatangani oleh
supervisor produksi sebelum dikirim ke bagian produksi.
• Pengembalian
Semua bahan awal dan bahan pengemas yang dikembalikan ke
gudang penyimpanan hendaklah didokumentasikan dengan benar.
• Pengolahan
Semua bahan yang dipakai di dalam pengolahan hendaklah
diperiksa sebelum dipakai. Semua peralatan yang dipakai dalam
pengolahan hendaklah diperiksa sebelum digunakan. Peralatan hendaklah
dinyatakan bersih secara tertulis sebelum digunakan. Semua kegiatan
pengolahan hendaklah dilaksanakan mengikusi prosedur yang tertulis.
hendaklah diberi label yang benar dan dikarantina sampai diluluskan oleh
bagian pengawasan mutu.
Mesin pencampur, pengayak, pencetak tablet hendaklah dilengkapi
dengan sistem pengendali debu. Tiap mesin hendaklah ditempatkan dalam
ruang terpisah. Parameter operasional yang kritis (misalnya waktu,
kecepatan dan suhu) untuk tiap proses pengeringan hendaklah tercantum
dalam dokumen produksi induk, dan dipantau selama proses berlangsung
serta dicatat dalam catatan batch.
• Kegiatan pengemasan
Kegiatan pengemasan berfungsi mengemas produk ruahan menjadi
produk jadi. Pengemasan hendaklah dilaksanakan di bawah pengendalian
yang ketat untuk menjaga identitas, keutuhan dan mutu produk akhir yang
dikemas. Semua kegiatan pengemasan hendaklah dilaksanakan sesuai
dengan instruksi yang diberikan dan menggunakan bahan pengemas yang
tercantum dalam prosedur pengemasan induk. Rincian pelaksanaan
pengemasan hendaklah dicatat dalam catatan pengemasan batch.
• Pengawasan selama proses
Pengawasan selama proses hendaklah mencakup :
a. Semua parameter produk, volume atau jumlah isi produk
diperiksa pada saat awal dan selama proses pengolahan atau
b. Kemasan akhir diperiksa selama proses pengemasan dengan
selang waktu yang teratur untuk memastikan kesesuaiannya
dengan spesifikasi dan memastikan semua komponen sesuai
dengan yang ditetapkan dalam prosedur pengemasan induk.
• Karantina produk jadi
Karantina produk jadi merupakan tahap akhir pengendalian
sebelum penyerahan ke gudang dan siap untuk didistribusikan. Sebelum
diluluskan untuk diserahkan ke gudang, pengawasan yang ketat hendaklah
dilaksanakan untuk memastikan produk dan catatan pengolahan batch
memenuhi semua spesifikasi yang ditentukan.
Selama menunggu pelulusan dari bagian pemastian mutu, seluruh
batch/lot yang sudah dikemas hendaklah ditahan dalam status karantina.
Pelulusan akhir produk hendaklah didahului penyelesaian yang
memuaskan dari:
a. Produk memenuhi persyaratan mutu dalam semua spesifikasi
pengolahan dan pengemasan.
b. Sampel pertinggal dari kemasan yang dipasarkan dalam jumlah
yang mencukupi untuk pengujian di masa yang akan datang.
c. Pengemasan dan penandaan memenuhi semua persyaratan
sesuai hasil pemeriksaan oleh bagian pengawasan mutu.
d. Produk jadi yang diterima di area karantina sesuai dengan
jumlah yang tertera pada dokumen penyerahan barang (CPOB,
7. Pengawasan Mutu
Pengawasan mutu merupakan bagian yang esensial dari CPOB untuk
memberikan kepastian bahwa produk secara konsisten mempunyai mutu yang
sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Keterlibatan dan komitmen semua pihak
yang berkepentingan pada semua tahap merupakan keharusan untuk mencapai
sasaran mutu mulai dari awal pembuatan sampai kepada distribusi produk jadi.
Pengawasan mutu hendaklah mencakup semua kegiatan analitis di
laboratorium, antara lain:
• Pengambilan sampel.
• Pemeriksaan dan pengujian bahan awal, produk antara, produk ruahan, dan
produk jadi.
• Pengujian yang dilakukan dalam rangka validasi. • Penanganan sampel pertinggal.
• Menyusun dan memperbaharui spesifikasi bahan dan produk serta metode
pengujiannya.
Dokumentasi dan prosedur pelulusan yang diterapkan bagian pengawasan
mutu hendaklah menjamin bahwa pengujian yang diperlukan telah dilakukan
sebelum bahan digunakan dalam produksi dan produk disetujui sebelum
didistribusikan. Personil pengawasan mutu hendaklah memiliki akses ke area
8. Inspeksi Diri dan Audit Mutu
Inspeksi diri dilakukan untuk mengevaluasi kepatuhan pabrik terhadap
CPOB dalam semua aspek produksi dan pengawasan mutu. Program inspeksi diri
harus dirancang untuk mendeteksi adanya kekurangan dalam penerapan CPOB
dan untuk merekomendasikan tindakan perbaikan yang diperlukan. Inspeksi diri
harus dilaksanakan secara rutin dan mungkin sebagai tambahan dilaksanakan pada
keadaan tertentu, misalnya dalam hal penarikan kembali suatu produk atau
penolakan berulang, atau ketika ada inspeksi yang diumumkan oleh bahan
kesehatan. Tim yang bertanggung jawab atas inspeksi diri harus terdiri atas
personalia yang dapat mengevaluasi penerapan CPOB secara objektif. Semua
rekomendasi untuk tindakan perbaikan harus diterapkan. Prosedur untuk inspeksi
diri harus didokumentasikan dan harus ada suatu program tindak lanjut yang
efektif. Manajemen harus menunjuk suatu tim inspeksi diri yang terdiri atas para
akhli dibidang pekerjaannya dan paham mengenai CPOB. Anggota tim dapat
berasal dari dalam atau luar perusahaan. Frekwensi inspeksi diri dilakukan
minimal satu kali dalam setahun.
Penyelenggaraan audit mutu berguna sebagai pelengkap inspeksi diri.
Audit mutu meliputi pemeriksaan dan penilaian semua atau sebagian dari sistem
manajemen mutu dengan tujuan spesifik untuk meningkatkan mutu. Audit mutu
umumnya dilaksanakan oleh spesialis dari luar atau independen atau tim yang
dibentuk khusus untuk hal ini oleh manajemen perusahaan. Audit mutu juga dapat
Kepala bagian pemastian mutu hendaklah bertanggung jawab dengan
bagian terkait untuk memberi persetujuan pemasok yang dapat diandalkan
memasok bahan awal dan bahan pengemas dan memenuhi spesifikasi yang telah
ditentukan. Evaluasi dilakukan sebelum pemasok disetujui dan dimasukkan ke
dalam daftar pemasok atau spesifikasi. Evaluasi hendaklah mempertimbangkan
riwayat pemasok dan sifat bahan yang dipasok (CPOB, 2006).
9. Penanganan Keluhan terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk dan Produk Kembalian
Semua keluhan dan informasi lain yang berkaitan dengan kemungkinan
terjadi kerusakan obat hendaklah dikaji dengan teliti sesuai dengan prosedur
tertulis. Untuk menangani semua kasus yang mendesak, hendaklah disusun suatu
sistem, bila perlu mencakup penarikan kembali produk yang diketahui cacat dari
peredaran secara cepat dan efektif.
Laporan dan keluhan mengenai produk dapat disebabkan oleh:
• Keluhan mengenai mutu dan berupa kerusakan fisik, kimiawi atau biologis dari produk atau kemasannya.
• Keluhan atau laporan karena reaksi yang merugikan seperti alergi,
toksisitas, reaksi fatal atau reaksi hampir fatal dan reaksi medis lain.
• Keluhan atau laporan mengenai efek terapetik produk seperti produk tidak
berkhasiat atau respon klinis yang rendah.
Hendaklah tersedia prosedur tertulis yang merinci penyelidikan, evaluasi,
produk, dalam menanggapi keluhan terhadap obat yang diduga cacat. Tiap laporan
dan keluhan hendaklah diselidiki dan dievaluasi secara menyeluruh dan mendalam
mencakup:
• Pengkajian seluruh informasi mengenai laporan atau keluhan.
• Inspeksi atau pengujian sampel obat yang dikeluhkan dan diterima serta,
bila perlu pengujian sampel dari batch yang sama.
• Pengkajian semua data dan dokumentasi termasuk catatan batch, catatan
distribusi dan laporan pengujian dari produk yang akan dikeluhkan atau
dilaporkan.
Penarikan kembali produk adalah suatu proses penarikan kembali dari satu
atau beberapa batch atau seluruh batch produk tertentu dari peredaran. Penarikan
kembali produk dilakukan apabila ditemukan produk yang cacat mutu atau bila
ada laporan mengenai reaksi merugikan yang serius serta beresiko terhadap
kesehatan. Penarikan kembali produk dapat mengakibatkan penundaan atau
penghentian pembuatan obat tersebut.
Produk kembalian adalah obat jadi yang telah beredar, yang kemudian
dikembalikan ke industri farmasi karena keluhan mengenai kerusakan, kadaluarsa,
atau alasan lain misalnya kondisi wadah atau kemasan yang dapat menimbulkan
keraguan akan identitas, mutu, jumlah dan keamanan obat yang bersangkutan.
Industri farmasi hendaklah menyiapkan prosedur untuk penahanan,
penyelidikan dan pengujian produk kembalian serta pengambilan keputusan
apakah produk kembalian dapat diproses ulang atau harus dimusnakan setelah
• Produk kembalian yang masih memenuhi spesifikasi dan karena itu dapat
dikembalikan ke dalam persediaan.
• Produk kembalian yang dapat diproses ulang.
• Produk kembalian yang tidak memenuhi spesifikasi dan tidak dapat
diproses ulang.
Produk kembalian yang tidak dapat diolah ulang hendaklah dimusnahkan.
Bila produk harus dimusnakan, dokumentasi hendaklah mencakup berita acara
pemusnahan yang diberi tanggal dan ditandatangani oleh personil yang
melaksanakan dan personil yang menyaksikan pemusnahan (CPOB, 2006).
10. Dokumentasi
Dokumentasi adalah bagian dari sistem informasi manajemen dan
dokumentasi yang baik merupakan bagian yang esensial dari pemastian mutu.
Dokumentasi yang jelas adalah fundamental untuk memastikan bahwa tiap
personil menerima uraian tugas yang relevan secara jelas dan rinci sehingga
memperkecil resiko terjadinya salah tafsir dan kekeliruan yang biasanya timbul
karena mengandalakan komunikasi lisan.
Dokumen yang diperlukan dalam industri farmasi, antara lain:
a. Spesifikasi
Hendaklah tersedia spesifikasi bahan awal, bahan pengemas, produk antara
dan ruahan, serta produk jadi.
b. Dokumen produksi
• Dokumen produksi induk yang berisi formula produksi dari suatu produk
dalam bentuk sediaan dan kekuatan tertentu.
• Prosedur produksi induk, terdiri dari prosedur pengolahan induk dan
prosedur pengemasan induk.
• Catatan produksi batch, terdiri dari catatan pengolahan batch dan catatan
pengemasan batch, yang merupakan reproduksi dari masing-masing
prosedur pengolahan induk dan prosedur pengemasan induk, dan berisi
semua data dan informasi yang berkaitan dengan pelaksanaan produksi
dari suatu batch produk (CPOB, 2006).
11. Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak
Pembuatan dan analisis secara kontrak harus dibuat secara benar, disetujui
dan dikendalikan untuk menghindari kesalahpahaman yang dapat menyebabkan
produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan. Kontrak tertulis
antara pemberi kontrak dan penerima kontrak harus dibuat secara jelas
menentukan tanggung jawab dan kewajiban masing-masing pihak. Kontrak harus
menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap batch produk untuk diedarkan
yang menjadi tanggung jawab penuh kepala bagian pemastian mutu.
Penerima kontrak harus mempunyai gedung dan peralatan yang cukup,
pengetahuan dan pengalaman, dan personil yang kompeten untuk melakukan
pekerjaan yang diberikan oleh pemberi kontrak dengan memuaskan. Pembuatan
obat berdasarkan kontrak hanya dapat dilakukan oleh industri farmasi yang
memiliki sertifikat CPOB yang diterbitkan oleh Otoritas Pengawasan Obat (OPO)
12. Kualifikasi dan Validasi
CPOB mensyaratkan industri farmasi untuk mengidentifikasi validasi yang
perlu dilakukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis dari kegiatan
yang dilakukan. Perubahan signifikan terhadap fasilitas, peralatan dan proses yang
dapat mempengaruhi mutu produk hendaklah divalidasi.
Validasi adalah tindakan pembuktian dengan cara yang sesuai bahwa tiap
bahan, proses, prosedur, kegiatan, sistem, perlengkapan atau mekanisme yang
digunakan dalam produksi maupun pengawasan mutu akan senantiasa mencapai
hasil yang diinginkan (CPOB, 2006). Langkah-langkah pelaksanaan validasi
adalah sebagai berikut:
• Membentuk komite validasi yang bertanggung jawab terhadap
pelaksanaan validasi di industri farmasi yang bersangkutan.
• Menyusun Rencana Induk Validasi (RIV), yaitu dokumen yang
menguraikan secara garis besar pedoman pelaksanaan validasi.
• Membuat dokumen validasi, yaitu prosedur tetap (protap), protokol serta
laporan validasi
• Pelaksanaan validasi
• Melaksanakan peninjauan periodik, change control dan revalidasi
(Manajemen Industri Farmasi, 2007).
Validasi untuk mesin, peralatan produksi dan sarana penunjang disebut
kualifikasi. Kualifikasi tersebut adalah langkah pertama dalam melaksanakan
validasi di industri farmasi (Manajemen Industri Farmasi, 2007). Kualifikasi
a. Kualifikasi Desain/ Design Qualification (DQ)
Kualifikasi desain adalah unsur pertama dalam melakukan validasi
terhadap fasilitas, sistem atau peralatan baru.
b. Kualifikasi Instalasi/ Instalation Qualification (IQ)
Kualifikasi dilakukan terhadap fasilitas, sistem dan peralatan baru atau
yang dimodifikasi, mencakup:
• Instalasi peralatan, pipa dan sarana penunjang hendaklah sesuai dengan spesifikasi dan gambar teknik yang didesain.
• Pengumpulan dan penyusunan dokumen pengoperasian dan perawatan peralatan dari pemasok.
• Ketentuan dan persyaratan kalibrasi. • Verifikasi bahan konstruksi
c. Kualifikasi Operasional/ Operational Qualification (OQ)
Kualifikasi operasional dilakukan setelah kualifikasi instalasi selesai
dilaksanakan, dikaji dan disetujui. Kualifikasi operasional hendaklah mencakup:
• Kalibrasi
• Prosedur pengoperasian dan pembersihan
• Pelatihan operator dan ketentuan perawatan preventif.
d. Kualifikasi Kinerja/ Performance Qualification (PQ)
Performance Qualification (PQ) dilakukan untuk menjamin dan
mendokumentasikan bahwa sistem atau peralatan yang telah diinstalasi
Sasaran/ target PQ adalah :
1. Memastikan sistem dan peralatan bekerja sesuai yang diharapkan dan
dengan spesifikasi yang diinginkan.
2. Pada umumnya dilakukan dengan placebo lalu dilanjutkan dengan produk
obat pada kondisi normal, dan dilakukan 3 kali berurutan. (CPOB, 2006).
Jenis-jenis validasi adalah sebagai berikut:
a. Kualifikasi mesin, peralatan produksi dan sarana penunjang b. Validasi metode analisa
Tujuan validasi metode analisa adalah untuk membuktikan bahwa semua
metode analisa (cara/prosedur pengujian) yang dilaksanakan dalam
pengawasan mutu, senantiasa mencapai hasil yang diinginkan secara
konsisten.
c. Validasi proses produksi
Tujuan validasi produksi adalah :
• Memberikan dokumentasi secara tertulis bahwa prosedur produksi yang
berlaku dan digunakan dalam proses produksi rutin, senantiasa
mencapai hasil yang diinginkan secara terus-menerus.
• Mengidentifikasi dan mengurangi problem yang terjadi selama proses produksi dan memperkecil kemungkinan terjadinya proses ulang.
• Meningkatkan efektifitas dan efisiensi proses produksi.
d. Validasi proses pengemasan
• Memberikan dokumentasi secara tertulis bahwa prosedur pengemasan
yang berlaku dan digunakan dalam proses pengemasan rutin, senantiasa
mencapai persyaratan yang ditentukan.
• Operator/pelaksana yang melakukan proses pengemasan kompeten serta mengikuti prosedur pengemasan yang telah ditentukan.
• Proses pengemasan yang dilakukan tidak terjadi peristiwa campur baur antar produk maupun batch.
e. Validasi pembersihan
Tujuan validasi pembersihan adalah:
• Memberikan dokumentasi secara tertulis bahwa prosedur pembersihan yang berlaku yang dilakukan sudah tepat dan dapat
dilakukan berulang-ulang.
• Peralatan/mesin yang dibersihkan tidak terdapat pengaruh yang
negatif karena efek pembersihan.
• Operator/pelaksana yang melakukan pembersihan kompeten,
mengikuti prosedur pembersihan dan peralatan pembersihan yang
telah ditentukan.
BAB III
TINJAUAN UMUM PT. MUTIFA
A. Sejarah
Pada tahun 1975 didirikan Industri Farmasi di kota Medan dengan nama
“Sejati Pharmaceutical Industries”, yang memproduksi obat merek “SIAGOGO”.
Setelah beberapa tahun berproduksi, perusahaan ini kemudian dialihkan
pemiliknya kepada Bapak Drs. W. H. Siahaan dan memindahnamakan perusahaan
tersebut dalam suatu akte notaris tertanggal 31 Januari 1980 dengan nama PT.
Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) yang berlokasi di Jl. Brigjen Katamso No. 220
Medan.
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI tahun 1981 No.
0098/SK/PAB/81 memutuskan memberikan izin untuk mendirikan pabrik farmasi
kepada PT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) dengan nama “MUTIFA
INDUSTRI FARMASI” untuk memproduksi obat-obatan. Dengan dikeluarkannya
surat izin produksi oleh Departemen Kesehatan RI c/q Badan Pengawasan Obat
dan Makanan No. 213/AA/III/81, mulailah PT Mutiara Mukti Farma
memproduksi obat-obatan.
Pada tahun 1983, perusahaan ini menjalankan dan melaksanakan
operasinya dalam menghasilkan berbagai jenis maupun bentuk sediaan obat untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia wilayah barat umumnya dan daerah
Pada tanggal 29 November 1988, dengan akte notaris No. 35 diadakanlah
perubahan akte atas pemegang saham serta manajemen perusahaan, yang
ditetapkan melalui keputusan Menteri Kehakiman RI No. C2-1134.HT.01.04 th 89
tanggal 31 Januari 1989. Dalam akte tersebut, berdasarkan keputusan rapat Dewan
Komisaris serta pemegang saham, ditetapkan bahwa yang menjadi penanggung
jawab dengan jabatan Direktur Utama adalah Bapak Jacob.
Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI No.
43/Menkes/SK/II/1988 tentang Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik
(CPOB), bahwa setiap industri farmasi harus mengacu pada pedoman tersebut,
maka untuk memenuhi ketentuan tersebut PT. MUTIFA telah membangun pabrik
yang baru di Jl. Karya Jaya No. 68 Km 8,5 Namorambe. Pada bulan Mei 1994
produksi telah dilaksanakan di pabrik yang baru dan pada saat ini kegiatan
administrasi juga telah dilakukan di lokasi tersebut. Pada tanggal 27 Juli 1994 PT.
MUTIFA diberikan sertifikat sebagai industri farmasi yang telah memenuhi
CPOB.
Bentuk sediaan yang telah diproduksi sampai saat ini adalah tablet, sirup,
salep, bedak dan kapsul. Pendistribusian sediaan yang diproduksi PT. MUTIFA
Medan meliputi wilayah : Provinsi Sumatera Utara, Riau, Sumatera Selatan,
Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur,
Sulawesi Utara, dan Sulawesi Selatan. Untuk wilayah Sumatera, obat
didistribusikan melalui Pedagang Besar Farmasi (PBF) Mekada Abadi.
yang lebih cepat laku di pasaran. Hal ini tidak berlaku untuk obat Inpres dan
Askes.
B. Visi dan Misi
Visi dan Misi PT. MUTIFA adalah “Anda sehat kami bangga”.
C. Lokasi dan Sarana Produksi 1. Lokasi
PT. MUTIFA Medan berada di Jl. Karya Jaya No. 68 Km 8,5 Namorambe
Medan. Denah lokasi PT. MUTIFA ditunjukkan pada Gambar 2 berikut ini :
Jl. Letjen Jamin Ginting
Lokasi PT. MUTIFA
Ke Deli Tua Jl. Brigjen Katamso
Gambar 2. Denah Lokasi PT. MUTIFA
Luas areal PT. MUTIFA Medan mempunyai luas areal 9600 m2 dan luas
Tabel 1. Ukuran Ruangan Masing-Masing Bagian di PT. MUTIFA
No. Ruang/Gudang Ukuran (m2)
1. Ruang Perkantoran 192
2. Ruang Produksi β laktam 84
3. Ruang Laboratorium dan Pengawasan Mutu 40
4. Ruang Teknik dan Bengkel 16
5. Ruang Produksi Tablet 88
6. Ruang Produksi Sirup 100
7. Ruang Produksi Bedak 20
8. Ruang Produksi Kapsul 12
9. Ruang Produksi Salep 25
10. Ruang Produksi Produk Kecil Rumah Tangga 28
11. Gudang Bahan Baku 64
12. Gudang Bahan Kemasan 64
13. Gudang Obat Jadi 48
14. Janitor 9
15. Kantin 90
16. Ruang Pengemasan 24
17. Gudang Alat 25
Sumber arus listrik berasal dari Perusahaan Listrik Negara (PLN), dan
apabila arus listrik dari PLN terputus digunakan generator. Sumber air berasal dari
sumur pompa dan air PAM. Untuk keperluan produksi digunakan air sumur yang
telah mengalami proses pengolahan. Air PAM digunakan untuk pencucian alat,
digunakan air sumur yang telah mengalami tiga kali penyaringan. Bangunan
penunjang lainnya terdiri dari Musholla, kamar mandi, dan pos jaga.
2. Sarana Produksi
Ruangan produksi, gudang bahan baku, gudang bahan kemasan, dan obat
jadi dirancang sedemikian rupa sehingga waktu yang dibutuhkan untuk
mengangkut bahan baku ke ruang produksi, bahan kemasan ke ruang pengemasan,
obat jadi dari ruang karantina ke gudang obat jadi relatif singkat.
Produk beta laktam diproduksi dalam bangunan tersendiri dan terpisah
dengan produk non beta laktam. Ruang produksi dirancang sedemikian rupa
sehingga diharapkan dapat mencegah terjadinya kontaminasi silang terhadap
proses produksi obat serta terlewatnya salah satu langkah dalam proses produksi.
Keadaan ruang produksi adalah sebagai berikut :
a. Lantai
Lantai ruang produksi beta laktam dan non beta laktam terbuat dari
beton yang dilapisi granit di antaranya diisi dengan semen putih. Sudut
ruangan berbentuk lengkung dengan lantai. Lantai mempunyai permukaan
yang rata, mudah dibersihkan, tidak menahan partikel, tahan terhadap gesekan,
deterjen, desinfektan, dan bahan kimia.
b. Dinding
Dinding ruang terbuat dari beton, yang dilapisi dengan sebagian epoksi
dan sebagian acrylic, sehingga permukaan dinding menjadi licin, rata, kedap
tidak menahan partikel, serta tidak menjadi tempat bersarangnya binatang
kecil.
c. Langit-langit
Langit-langit ruang terbuat dari beton, yang dilapisi epoksi sehingga
permukaan langit-langit menjadi licin dan rata, kedap air, mudah dibersihkan,
tahan terhadap bahan kimia, deterjen, desinfektan, dan tidak menahan partikel.
d. Pengaturan Udara
Aliran udara yang digunakan dalam ruangan produksi beta laktam dan
non beta laktam adalah Air Handling System (AHS). Supply udara yang akan
disalurkan ke dalam ruang produksi berasal dari 2 sumber, yaitu berasal dari
udara yang disirkulasi kembali (sebanyak 80%) dan berasal dari udara bebas
(sebanyak 20%). Supply udara tersebut kemudian melewati filter yang
terdapat di dalam filter house yang terdiri dari prefilter yang memiliki efisiensi
penyaringan sebesar 35% dan medium filter yang memiliki efisiensi
penyaringan sebesar 95%. Selanjutnya, supply udara ini melewati cooling coil
(evaporator) yang akan menurunkan suhu (T) dan kelembaban relatif (RH)
udara. Kemudian udara dipompa dengan menggunakan static pressure fan
(blower) ke dalam ruang produksi melalui ducting (saluran udara). Jumlah
udara yang masuk ke dalam ruang produksi diatur dengan menggunakan
volume dumper. Selanjutnya udara disirkulasi kembali ke AHS. Kecepatan
pertukaran udara dalam ruangan produksi beta laktam maupun non beta
D. Struktur Organisasi
Struktur organisasi PT. MUTIFA merupakan struktur organisasi vertikal.
Kekuasaan tertinggi dipegang oleh direktur utama. Direktur utama membawahi
delapan departemen. Masing-masing departemen dipimpin oleh seorang manager
yang langsung bertanggung jawab penuh kepada direktur utama. Struktur
organisasi PT. MUTIFA dapat dilihat pada lampiran 1 halaman 73.
1. Departemen Produksi
Departemen produksi di PT. MUTIFA terdiri atas tiga bagian, yaitu:
a. Departemen produksi beta laktam
b. Departemen produksi solid non beta laktam
c. Departemen produksi cair non beta laktam
Ada pun tugas dan tanggung jawab departemen produksi , yaitu :
• Melaksanakan pembuatan obat mulai dari pengolahan, pengemasan primer
dan sekunder, sampai karantina produk jadi.
• Melaksanakan secara teknis dan administrasi semua tugas selama
pengelolahan dan pengemasan dengan berpedoman pada prosedur tetap
(protap) yang ditetapkan.
• Jika ada kegagalan dalam produksi, mendiskusikannya dengan manager
QC dan mencari penyebab serta jalan keluar.
• Bertanggung jawab agar alat atau mesin untuk keperluan produksi
• Turut membantu pelaksanaan inspeksi CPOB dan menjaga pelaksanaan
serta pematuhan terhadap peraturan CPOB.
• Memelihara kebersihan daerah produksi.
Bagian-bagian produksi PT. MUTIFA terdiri atas:
a. Unit tablet
Unit ini dilengkapi dengan timbangan, mesin mixer, granulator, mesin
pencetak tablet, oven, lubrikator, FBD (Fluid Bed Dryer), mesin penyalut, mesin
strip, dan mesin blister. Hal-hal yang diperiksa selama produksi adalah
keseragaman bobot, waktu hancur, ketebalan, kekerasan, kadar zat berkhasiat,
friability, LOD (Loss On Drying), dan disolusi. Bagan proses pembuatan tablet
dapat dilihat pada lampiran 2 halaman 64.
b. Unit kapsul
Mesin-mesin yang digunakan pada produksi kapsul adalah mesin mixer,
mesin pengisi kapsul dan oven. Pada produksi kapsul perlu diperhatikan kondisi
ruangan yaitu temperatur dan kelembaban. Hal-hal yang diperiksa selama
produksi adalah keseragaman bobot, kadar zat berkhasiat, waktu hancur, disolusi,
dan LOD. Bagan proses pembuatan kapsul dapat dilihat pada lampiran 3 halaman
76
c. Unit liquida
Unit liquida memproduksi sediaan bentuk cair seperti suspensi, emulsi dan
sirup. Unit ini dilengkapi dengan mesin mixer dan mesin pengisi obat ke dalam
larutan, keseragaman volume, viskositas larutan, kadar zat berkhasiat, dan
kebocoran wadah. Bagan proses pembuatan liquida dapat dilihat pada lampiran 4
halaman 66
d. Unit salep
Mesin-mesin yang digunakan pada produksi salep antara lain mesin mixer
dan mesin pengisi salep ke dalam wadah. Hal-hal yang diperiksa selama produksi
adalah keseragaman bobot, kadar zat berkhasiat dan homogenitas. Bagan proses
pembuatan salep dapat dilihat pada lampiran 5 halaman 67.
2. Departemen Pemastian Mutu/Quality Assurance (QA)
Departemen QA bertanggung jawab dalam menjamin mutu suatu produk
mulai dari pemesanan bahan baku dan kemasan obat sampai obat siap dikonsumsi
konsumen, termasuk di dalamnya pemilihan pemasok. Sistem mutu ditetapkan
berdasarkan CPOB.
Tugas-tugas bagian pemastian mutu mencakup:
a. Desain dan pengembangan obat dilakukan dengan cara yang
memperhatikan persyaratan CPOB.
b. Semua langkah produksi dan pengendalian diuraikan secara jelas dan
CPOB diterapkan.
c. Tanggung jawab manajerial diuraikan dengan jelas dalam uraian jabatan.
d. Pengaturan disiapkan untuk pembuatan pasokan dan penggunaan bahan
awal dan pengemas yang benar.
f. Pengkajian terhadap semua dokumen yang terkait dengan proses
pengemasan dan pengujian batch, dilakukan sebelum memberikan
pengesahan pelulusan untuk distribusi. Penilaian hendaklah meliputi
semua faktor yang relevan termasuk kondisi pembuatan, hasil pengujian
atau pengawasan selama proses, pengkajian dokumen produksi termasuk
pengemasan, pengkajian penyimpangan dari prosedur yang telah
ditetapkan, pemenuhan persyaratan dari spesifikasi produk jadi dan
pemeriksaan produk dalam kemasan akhir.
g. Obat tidak dijual atau dipasok sebelum manager pemastian mutu
menyatakan bahwa tiap batch produksi dibuat dan dikendalikan sesuai
dengan persyaratan yang tercantum dalam izin edar serta peraturan lain
yang berkaitan dengan aspek produksi, pengawasan mutu dan pelulusan
produk.
h. Tersedia pengaturan yang memadai untuk memastikan bahwa sedapat
mungkin produk disimpan, didistribusikan dan selanjutnya ditangani
sedemikian rupa agar mutu tetap dijaga selama masa edar /simpan obat.
i. Tersedia prosedur inspeksi diri atau audit mutu yang secara berkala
mengevaluasi efektivitas dan penerapan sistem pemastian mutu.
j. Pemasok bahan awal dan pengemas dievaluasi dan disetujui untuk
memenuhi spesifikasi mutu yang telah ditentukan oleh perusahaan.
k. Penyimpangan dilaporkan, diselidiki dan dicatat.
l. Tersedia sistem persetujuan terhadap perubahan yang berdampak pada
m. Prosedur pengolahan ulang dievaluasi dan disetujui.
n. Evaluasi mutu produk berkala dilakukan untuk verifikasi konsistensi
proses dan memastikan perbaikan proses yang berkesinambungan.
3. Departemen Pengawasan Mutu/Quality Control (QC)
Departemen QC di PT. MUTIFA terdiri dari tiga bagian, yaitu:
a. Unit QC
b. Bagian Registrasi
Unit QC di PT. MUTIFA bertanggung jawab untuk memastikan bahwa:
• Bahan awal untuk produksi obat memenuhi spesifikasi identitas,
kemurnian, kualitas dan keamanan yang telah ditetapkan.
• Semua pengawasan selama proses (in process controls) dan pemeriksaan
laboratorium terhadap suatu batch obat telah dilaksanakan dan batch
tersebut memenuhi spesifikasi.
• Suatu batch obat memenuhi persyaratan mutunya selama waktu peredaran
yang telah ditetapkan.
Bagian registrasi juga bekerja sama dengan departemen R&D. Dalam
waktu bersamaan dengan trial formulasi skala produksi yang dilakukan oleh
departemen R&D, bagian registrasi ini melakukan pendaftaran produk ke Balai
POM. Bagian registrasi ini dibantu oleh seorang administrasi desain yang bertugas
4. Departemen Research and Development (R&D)
Adapun tugas dan kegiatan departemen R&D adalah :
• Mengembangkan dan merencanakan formula baru.
• Mengevaluasi dan memperbaiki formula yang sudah beredar kemudian diinformasikan ke departemen QC dan produksi.
• Bekerja sama dengan unit QC dalam menentukan standarisasi bahan baku, kemasan dan obat jadi.
Kegiatan R&D PT. MUTIFA difokuskan pada bidang formulasi.
Departemen R&D melakukan penelitian untuk mendapatkan formula baru
berdasarkan permintaan dari bagian pemasaran. Adapun pemilik atau Bagian
pemasaran juga memberikan ide-ide atau usulan kepada bagian formulasi dalam
membuat suatu sediaan produk baru. Struktur organisasi departemen R&D dapat
dilihat pada gambar 3 berikut :
Manager R&D
Supervisor R&D (Formulasi)
Administrasi
Existing Product New Product
5. Departemen Personalia
Departemen personalia di PT. MUTIFA menangani keperluan yang
berkaitan dengan ketenagakerjaan dan karyawan, mulai dari perekrutan karyawan,
pelatihan sampai pada pelayanan kesejahteraan karyawan.
6.Departemen Keuangan (Finance)
Departemen keuangan di PT. MUTIFA merencanakan anggaran dan
kontrol biaya setelah ramalan penjualan (forecasting) dibuat oleh bagian
pemasaran, membayar biaya operasional industri dan mengurus penggajian
karyawan.
7. Departemen Teknik
Adapun tanggung jawab departemen teknik di PT. MUTIFA, yaitu:
• Pemeliharaan alat-alat dan mesin produksi.
• Pemeliharaan fasilitas penunjang di pabrik farmasi, yaitu listrik, AHU dan
water system.
• Pemeliharaan instrumen laboratorium. • Pemeliharaan instalasi pengelolahan limbah.
Untuk menunjang jalannya proses produksi, departemen teknik dituntut
untuk dapat melaksanakan tugasnya dengan baik dalam hal pemeliharaan
mesin-mesin produksi, alat-alat laboratorium dan alat-alat lainnya agar berada dalam
kondisi baik sehingga selalu siap digunakan. Departemen teknik bertugas
dari udara antara ruang produksi dengan koridor di mana tekanan koridor lebih
positif dibandingkan ruang produksi.
8. Departemen Production Planning and Inventory Control (PPIC)
Departemen PPIC merupakan jembatan komunikasi antara pemasaran,
produksi, pengadaan, penyimpanan dan pengembangan produk. Perencanaan
produksi harus dilakukan sebaik mungkin dengan mempertimbangkan
variabel-variabel yang mempengaruhi sehingga tidak terjadi penimbunan dan kekurangan
stok barang. PPIC menyusun rencana dengan menyesuaikan permintaan
marketing dengan mempertimbangkan anggaran, persediaan bahan baku, jadwal,
kapasitas produksi dan peralatan yang tersedia. Departemen PPIC di PT.
MUTIFA dipimpin oleh manager PPIC.
a. Production Planning
Setelah ramalan penjualan (forecasting) dibuat oleh bagian pemasaran
(marketing), selanjutnya disusun perencanaan produksi (production planning) dan
Rencana Anggaran Belanja Perusahaan (RABP) sebagai acuan untuk memenuhi
permintaan bagian pemasaran tersebut. Perencanaan produksi terdiri dari rencana
produksi tahunan, yang kemudian dipilah menjadi rencana produksi periodik (
semester dan triwulan). Selanjutnya rencana produksi periodik dipilah lagi
menjadi rencana produksi bulanan, mingguan dan harian.
Sasaran pokok dari perencanaan produksi antara lain:
• New product launching dan menjaga produk-produk lama berjalan teratur
dan lancar
b. Inventory Control
Alasan perlunya persediaan bagi industri, yaitu:
• Antisipasi adanya unsur ketidakpastian permintaan • Adanya unsur ketidakpastian pasokan dari supplier
• Adanya unsur ketidakpastian tenggang waktu (lead time) waktu
pemesanan
Inventory (persediaan) di industri farmasi, terdiri dari raw material (bahan
baku), packaging material (bahan pengemas), finished product (obat jadi), dan
work in process (barang setengah jadi).
Tujuan diadakannya persediaan antara lain:
• Untuk memberikan layanan terbaik bagi pelanggan. • Untuk memperlancar proses produksi.
• Untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya kekurangan persediaan
(stockout).
• Untuk menghadapi fluktuasi harga.
E. Limbah
Departemen teknik dan QC bekerja sama menangani limbah di PT.
MUTIFA. Departemen teknik memusatkan perhatian pada pemeliharaan instalasi
pengelolahan limbah sedangkan departemen QC memantau proses pengolahan
Limbah di PT. MUTIFA dibagi dua yaitu limbah non beta laktam dan limbah beta
laktam.
a. Limbah Non Beta Laktam
Jenis limbah non beta laktam di PT. MUTIFA ada 3 jenis yaitu:
1. Limbah cair .
Limbah cair ini berasal dari limbah produksi, limbah laboratorium, limbah
domestik, dan limbah bengkel stik, dan limbah bengkel
Diagram sistem pengolahan limbah cair dapat dilihat pada gambar 4 berikut ini: Diagram sistem pengolahan limbah cair dapat dilihat pada gambar 4 berikut ini:
Oli bekas dari bengkel Dijual
Limbah domestik
Tolak ukur yang dipakai untuk pemantauan limbah cair adalah Tolak ukur yang dipakai untuk pemantauan limbah cair adalah
2. Limbah Padat.
Limbah padat ini berasal dari:
a. Bekas kemasan bahan awal (bahan baku/bahan kemasan) seperti kertas,
kotak karton, wadah kayu/plastik/kaca, drum, kaleng.
b. Buangan proses produksi seperti tepung sisa proses, produk antara/ruahan
yang rusak atau kotor, kemasan (aluminium foil, botol, dus)
c. Buangan bahan hasil pengujian laboratorium seperti tablet bekas pengujian
kekerasan, waktu hancur, dan lain-lain.
d. Bahan awal dan produk jadi yang rusak
e. Wadah bekas bahan produksi (plastik, tong rusak, dan lain-lain). ik, tong rusak, dan lain-lain).
Diagram sistem pengolahan limbah padat di PT. MUTIFA : Diagram sistem pengolahan limbah padat di PT. MUTIFA :
Kemasan bahan awal yang rusak Debu Produksi
Debu Lantai
Limbah Domestik
Tong/Karton
Bahan baku, Produk antara, Produk ruahan, dan Produk jadi yang rusak
Aluminum foil, Botol, Pot plastik yang rusak atau sisa cetakan lama
Dust Collector
Vacum Cleaner
Incenerator
Kertas karton & plastik tanpa label pabrik, Botol rusak
Pembuangan terakhir milik PEMDA
Dijual
3. Limbah Udara .
Limbah udara ini berasal dari:
a. Gas, uap dan asap
- Bahan kimia / reagensia.
- Bahan baku seperti ammonia liquida, alkohol, dan lain-lain.
- Proses produksi seperti metilen klorida dari proses coating.
- Pembakaran zat padat.
- Asap pembakaran sampah
b. Debu produksi.
Sistem penanggulangan limbah udara antara lain tertera pada tabel 2.
Jenis Cara Pengendalian
1.Bahan kimia/reagensia
laboratorium
2. Asap pembakaran sampah
3. Uap solven
4. Debu Produksi
1. Lemari Asam
2. Incenerator cerobong tinggi
3. Exhaust fan
b. Limbah Beta Laktam
Jenis limbah beta laktam dapat berupa limbah cair, padat, udara, dan suara. Limbah cair berasal dari gedung produksi beta laktam berupa pencucian
alat/mesin. Limbah padat berupa wadah bekas bahan baku antibiotik beta laktam,
bahan baku beta laktam yang rusak, tong plastik, buangan proses produksi, dan
produk jadi antibiotik beta laktam yang rusak. Limbah udara berupa debu
produksi antibiotika beta laktam. Limbah suara berasal dari mesin produksi,
genset, mesin sistem penunjang (AHU)
Pengelolaan Limbah Beta Laktam adalah sebagai berikut:
1. Limbah Cair.
Limbah cair yang berasal dari gedung beta laktam dialirkan ke bak/kolam
perusakan cincin beta laktam dengan menggunakan larutan NaOH, setelah itu
dialirkan/digabung dengan limbah cair non beta laktam di bak penampungan, dan
seterusnya diolah bersama.
2. Limbah Padat.
Limbah padat yang berupa wadah yang mengandung bahan antibiotik beta
laktam dicuci dan dibilas bersih dengan air bersih di ruang pencucian di dalam
gedung beta laktam. Air pencucian tersebut merupakan limbah cair dari gedung
beta laktam yang dialirkan ke bak perusak cincin beta laktam, sedangkan wadah
yang telah dicuci dan dibilas bersih tersebut dikeluarkan dari gedung beta laktam
BAB IV PEMBAHASAN
Industri farmasi sebagai produsen obat-obatan harus dapat menjamin
bahwa produk yang dihasilkan memenuhi persyaratan mutu dan terus menjaga
konsistensi mutunya dalam setiap pembuatan. Salah satu pedoman yang
digunakan industri farmasi untuk menghasilkan produk yang bermutu adalah Cara
Pembuatan Obat yang Baik (CPOB).
PT. MUTIFA Medan sebagai salah satu PMDN (Pemegang Modal Dalam
Negri) yang memproduksi obat telah menerapkan CPOB sejak bulan April tahun
1994. Penerapan CPOB dan seluruh aspek rangkaian produksi merupakan suatu
langkah untuk menjamin mutu obat jadi, sehingga memenuhi persyaratan yang
ditentukan sesuai dengan tujuan penggunaannya. Dalam prosesnya, mutu dalam
produk harus dibentuk di dalam produk tersebut, tidak cukup hanya lulus dari
pemeriksaan mutu. Aspek-aspek yang mempengaruhi proses pembentukan mutu
terhadap produk tertuang dalam aspek-aspek yang harus diperhatikan dalam
CPOB. Selama Praktek Kerja Profesi (PKP), penulis melakukan pengamatan
terhadap proses pembentukan mutu melalui penerapan CPOB.
A. Manajemen Mutu
Untuk menjamin khasiat, keamanan dan mutu produknya, PT. MUTIFA
memiliki manajemen mutu sesuai dengan CPOB 2006. Hal ini dapat dilihat dari