• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI. PT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI. PT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) Medan"

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

Teuku Mirza : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri DiPT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) Medan, 2009.

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI

FARMASI INDUSTRI

di

PT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA)

Medan

Disusun oleh :

Teuku Mirza, S. Farm

NIM 083202086

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

Teuku Mirza : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri DiPT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) Medan, 2009.

LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI di

PT. MUTIARA MUKTI FARMA (MUTIFA) MEDAN

Laporan ini disusun untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara Medan

Disusun Oleh : Teuku Mirza , S.Farm.

083202086

Pembimbing I

Drs. Drs.Nainggolan, Apt.

Dekan,

Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt. NIP 131 283 716

(3)

Teuku Mirza : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri DiPT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) Medan, 2009.

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT dan shalawat beriring salam kepada Nabi Muhammad SAW, atas segala rahmat dan anugerah yang telah diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan Praktek Kerja Profesi (PKP) di Industri Farmasi PT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) Medan dalam penyusunan laporan ini.

Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Jacob selaku Direktur Utama PT. MUTIFA Medan yang telah berkenan memberikan fasilitas dan kesempatan kepada kami dalam melaksanakan Praktek Kerja Profesi (PKP).

2. Bapak Drs. D.R. Nainggolan, Apt., selaku ManagerResearch and Development (R & D) PT. MUTIFA dan kak Erika H. S.Farm., Apt., yang telah memberikan fasilitas, membimbing dan mengarahkan penulis selama melaksanakan Praktek Kerja Profesi (PKP). 3. Ibu Betty, S.Si., Apt., selaku Manager Quality Assurance (QA), Bang Franfie, S.Farm.,

Apt., selaku Supervisor QA, Ibu Dra. Nuranti Sirait selaku Manager Quality Control (QC), dan Kak Melya Utami, S.Farm., Apt., selaku Supervisor QC, yang telah membantu dan mengarahkan penulis selama melaksanakan Praktek Kerja Profesi (PKP).

4. Bapak Drs.Budiono, Apt., selaku Manager Produksi Beta Laktam, Bapak Donald Situmeang, S.Si., Apt., selaku Manager Produksi Solid Non Beta Laktam, Ibu Dra. Rita Puspita, Apt., selaku Manager Produksi Cair Non Beta Laktam yang telah membimbing dan mengarahkan penulis selama melaksanakan Praktek Kerja Profesi (PKP).

(4)

Teuku Mirza : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri DiPT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) Medan, 2009.

6. Bapak Arif Nasution, ST., selaku Manager teknik yang telah membimbing dan mengarahkan penulis selama melaksanakan Praktek Kerja Profesi (PKP).

8. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

9. Bapak Drs. Wiryanto, M.S.,Apt., selaku Koordinator Program Studi Pendidikan Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

10. Seluruh staf dan karyawan PT. MUTIFA Medan yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu, atas perhatian dan bantuan yang diberikan kepada penulis selama melaksanakan Praktek Kerja Profesi (PKP).

11. Orang tua dan teman-teman yang memberikan bantuan moral dan materil selama pelaksanaan Praktek Kerja Profesi (PKP) berlangsung.

Penulis menyadari atas kekurangan dalam penulisan laporan ini, untuk itu diharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan laporan ini. Penulis berharap semoga laporan ini dapat memberi manfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya di bidang farmasi.

Medan, Juni 2009

(5)

Teuku Mirza : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri DiPT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) Medan, 2009. DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL. ... i LEMBAR PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR TABEL ... ix DAFTAR LAMPIRAN ... x RINGKASAN... xi BAB I PENDAHULUAN... .... 1 A. Latar Belakang ... 1 B. Tujuan ... 2 C. Manfaat ... 2

D. Tempat dan Waktu ... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 3

A. Industri Farmasi ... 3

B. CPOB ………...….... 4

1. Manajemen Mutu ………... 4

2. Personalia ………... 7

(6)

Teuku Mirza : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri DiPT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) Medan, 2009.

4. Peralatan ……….... 10

5. Sanitasi dan Higiene ... 11

6. Produksi ... 12

7. Pengawasan Mutu ……….. 17

8. Inspeksi Diri dan Audit Mutu …... 18

9. Penanganan Keluhan terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk dan Produk Kembalian ... 19

10. Dokumentasi ... 21

11. Pembuatan dan Analisa Berdasarkan Kontrak ... 22

12. Kualifikasi dan Validasi ... 23

BAB III TINJAUAN UMUM PT. MUTIFA ... 28

A. Sejarah ... 29

B. Visi dan Misi ... 30

C. Lokasi dan Prasarana Fisik ... 30

1. Lokasi ... 30

2. Sarana dan Prasarana ... 33

D. Produk-Produk PT.MUTIFA ... 34

E. Struktur Organisasi ... 34

1. Departemen Produksi ... 34

2. Departemen Pemastian Mutu/Quality Assurance (QA)… 36

3. Departemen Pengawasan Mutu/Quality Control (QC)… 38

4. Departemen Research and Development…... 39

(7)

Teuku Mirza : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri DiPT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) Medan, 2009.

6. Departemen Keuangan …... 40

7. Departemen Teknik …... 40

8. PPIC (Production Planning and Inventory Control) … 41

F. Limbah……….. 43

BAB IV TUGAS KHUSUS …... 49

A. Praregistrasi ... 49

B. Tugas Praregistrasi Pembuatan Tablet. Formulir A……… 50 Formulir B……… 50 Formulir C1……….. 53 BAB V PEMBAHASAN ………. 56 A. Manajemen Mutu ………... 56 B. Personalia ………... 58

C. Bangunan dan Fasilitas ………... 60

D. Peralatan ……... 61

E. Sanitasi dan Higiene ………... 61

F. Produksi ………... 62

G. Pengawasan Mutu ………..…... 63

H. Inspeksi Diri dan Audit Mutu …... 64

I. Penanganan Keluhan terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk dan Produk Kembalian ... 65

(8)

Teuku Mirza : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri DiPT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) Medan, 2009.

K. Kualifikasi dan Validasi ... 67

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 69

A. Kesimpulan ... 69

B. Saran ... 70

DAFTAR PUSTAKA ... 71

(9)

Teuku Mirza : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri DiPT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) Medan, 2009.

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Bagan Aspek yang Saling Berkaitan Membangun

Manajemen Mutu ... 6

Gambar 2. Denah Lokasi PT. MUTIFA. ... 30

Gambar 3. Struktur Organisasi Departemen R & D di PT. MUTIFA ... 40

Gambar 4. Diagram Sistem Pengolahan Limbah Cair di PT. MUTIFA ... 44

(10)

Teuku Mirza : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri DiPT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) Medan, 2009.

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Ukuran Ruangan Masing-Masing Bagian di PT. MUTIFA... 31

Tabel 2. Tolak Ukur Pemantauan Limbah Cair di PT. MUTIFA ... 46

Tabel 3. Sistem Penanggulangan Limbah Udara di PT. MUTIFA ... 47

Tabel 4. Status dan Jumlah Personil di PT. MUTIFA ... 59

(11)

Teuku Mirza : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri DiPT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) Medan, 2009.

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Struktur Organisasi PT. MUTIFA ... 72

Lampiran 2. Bagan Proses Pembuatan Tablet/Kaplet ... 73

Lampiran 3. Bagan Proses Pembuatan Kapsul... 74

(12)

Teuku Mirza : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri DiPT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) Medan, 2009.

RINGKASAN

Telah dilakukan Praktek Kerja Profesi (PKP) di Industri Farmasi PT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) Medan yang merupakan salah satu program dalam pendidikan profesi apoteker, bertujuan agar mahasiswa/mahasisiwi mengetahui dan memahami tugas dan fungsi apoteker dalam industri farmasi, sehingga diharapkan dapat menjadi bekal untuk menghadapi dunia kerja yang sesungguhnya. Mahasiswa juga diharuskan dapat memperoleh wawasan dan pengetahuan yang lebih luas, memahami penerapan CPOB di PT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA), serta mengetahui gambaran tentang situasi dan kondisi kerja di PT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA).

Praktek Kerja Profesi di Industri Farmasi PT. Mutiara Mukt i Farma (MUTIFA) Medan dilaksanakan pada tanggal 10 Februari 2009 sampai dengan 3 Maret 2009 dengan jumlah jam efektif 125 jam.

Kegiatan yang dilakukan selama Praktek Kerja Profesi (PKP) di industri farmasi antara lain membuat catatan kegiatan harian yang berisi absensi dan materi kegiatan yang ditandatangani oleh pembimbing, melihat kegiatan di ruang produksi Beta Laktam dan Non Beta laktam, laboratorium Quality Control (QC), gudang bahan baku, bahan kemasan dan obat jadi, sistem pengaturan udara (AHS), sistem pengolahan limbah, dan departemen Researchand Develepment (R&D).

(13)

Teuku Mirza : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri DiPT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) Medan, 2009.

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Obat adalah suatu zat yang dimaksudkan untuk dipakai dalam diagnosis, mengurangi rasa sakit, serta mengobati atau mencegah penyakit. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah untuk menjamin tersedianya obat yang bermutu, aman dan berkhasiat yaitu dengan mengharuskan setiap industri farmasi untuk menerapkan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) sesuai Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 43/Menkes/SK/II/1988 pada tanggal 2 Februari 1988. CPOB adalah pedoman pembuatan obat bagi industri farmasi di Indonesia yang bertujuan untuk memastikan agar sifat maupun mutu obat yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang telah ditentukan dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. Mutu suatu obat tidak dapat ditentukan berdasarkan pemeriksaan produk akhir saja, melainkan harus dibentuk ke dalam produk selama keseluruhan proses pembuatan. Apoteker merupakan salah satu tenaga inti dalam industri farmasi karena turut berperan dalam menghasilkan obat yang bermutu, aman dan berkhasiat. Kedudukan apoteker juga diatur dalam CPOB, yaitu sebagai penanggung jawab produksi, pengawasan mutu dan pemastian mutu. Oleh karena itu, dibutuhkan apoteker yang memiliki wawasan, pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan dalam mengaplikasikan dan mengembangkan ilmunya secara profesional, terutama dalam menghadapi kenyataan di lapangan industri. Dengan demikian Praktek Kerja Profesi di industri farmasi menjadi salah satu kebutuhan mahasiswa calon apoteker.

(14)

Teuku Mirza : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri DiPT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) Medan, 2009.

B. Tujuan

Adapun tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker Fakultas Farmasi USU di Industri Farmasi adalah :

1. Mengetahui dan memahami tugas dan tanggung jawab apoteker di Industri Farmasi. 2. Memperoleh wawasan dan pengetahuan yang lebih luas serta memahami penerapan

CPOB di Industri Farmasi. C. Manfaat

Praktek Kerja Profesi di industri farmasi ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan praktis kepada mahasiswa calon apoteker tentang pekerjaan kefarmasian di industri melalui penerapan CPOB.

D. Tempat dan Waktu

Praktek Kerja Profesi industri farmasi dilaksanakan di PT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) jalan Karya Jaya No. 68 Km 8,5 Namorambe Medan, pada tanggal 10 Februari 2009 hingga 3 Maret 2009.

(15)

Teuku Mirza : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri DiPT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) Medan, 2009.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Industri Farmasi

Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri farmasi sebagai industri penghasil obat, dituntut untuk dapat menghasilkan obat yang memenuhi persyaratan khasiat, keamanan dan mutu dalam dosis yang digunakan untuk tujuan pengobatan. Karena menyangkut soal nyawa manusia, industri farmasi dan produknya diatur secara ketat. Industri farmasi di Indonesia diberlakukan persyaratan yang diatur dalam CPOB (Manajemen Industri Farmasi, 2007).

Perusahaan industri farmasi wajib memperoleh izin usaha industri farmasi. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No.245/Menkes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Izin Usaha Industri Farmasi, untuk memperoleh izin usaha farmasi diperlukan tahap persetujuan prinsip. Persetujuan prinsip diberikan kepada pemohon untuk dapat langsung melakukan persiapan-persiapan, usaha pembangunan, pengadaan pemasangan instalasi, dan produksi percobaan. Izin usaha industri farmasi diberikan kepada pemohon yang telah siap berproduksi sesuai persyaratan CPOB.

Industri farmasi wajib memenuhi persyaratan CPOB sesuai dengan ketentuan Keputusan Menteri Kesehatan No.43/Menkes/SK/II/1998. Industri farmasi wajib mempekerjakan sekurang-kurangnya dua orang apoteker warga negara Indonesia, satu sebagai sebagai penangung jawab produksi dan lainnya

(16)

Teuku Mirza : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri DiPT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) Medan, 2009.

sebagai penangung jawab mutu. Industri farmasi yang telah memenuhi persyaratan CPOB diberikan sertifikat CPOB.

B. CPOB

Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) bertujuan untuk menjamin obat yang dibuat secara konsisten, memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. Pada pembuatan obat, pengendalian menyeluruh untuk menjamin konsumen menerima obat yang bermutu tinggi. Pembuatan secara sembarangan tidak dibenarkan bagi produk yang digunakan untuk menyelamatkan jiwa, memulihkan kesehatan atau memelihara kesehatan.

Tidaklah cukup bila produk jadi hanya sekedar lulus dari serangkaian pengujian tetapi yang lebih penting, mutu harus dibentuk ke dalam produk tersebut. Mutu obat bergantung pada bahan awal, bahan pengemas, proses produksi dan pengendalian mutu, bangunan, peralatan yang dipakai, dan personil yang terlibat (CPOB, 2006).

Aspek dalam CPOB 2006 meliputi: 1. Manajemen Mutu

Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar tercapai tujuan CPOB dan tidak menimbulkan resiko yang membahayakan penggunanya karena tidak aman, mutu rendah atau tidak efektif. Untuk mencapai tujuan tersebut maka diperlukan manajemen mutu. Unsur dasar manajemen mutu adalah:

• Infrastruktur atau sistem mutu yang tepat, mencakup struktur organisasi, prosedur, proses, dan sumber daya.

(17)

Teuku Mirza : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri DiPT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) Medan, 2009.

• Tindakan sistematis diperlukan untuk mendapatkan kepastian dengan tingkat kepercayaan tinggi, sehingga produk yang dihasilkan akan selalu memenuhi persyaratan yang ditetapkan (CPOB, 2006).

Dari unsur diatas, sistem manajemen mutu di industri farmasi mencakup antara lain:

• Struktur organisasi mutu, termasuk kewenangan pemastian mutu dan pengawasan mutu

• Pengendalian perubahan

• Sistem pelulusan batch

• Penanganan penyimpangan

• Pengolahan ulang

• Inspeksi diri

• Pelaksanaan program kualifikasi dan validasi

• Personalia

• Sistem dokumentasi

(Manajemen Farmasi Industri, 2007)

Aspek yang saling berkaitan membangun manajemen mutu terdiri dari pemastian mutu, CPOB, pengawasan mutu, dan pengkajian mutu produk. Pemastian mutu adalah totalitas semua pengaturan yang dibuat dengan tujuan untuk memastikan bahwa obat yang dihasilkan memenuhi persyaratan mutu dan tujuan pemakaiannya.

CPOB adalah bagian dari pemastian mutu yang memastikan obat dibuat dan dikendalikan secara konsisten untuk mencapai standar mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaan dan dipersyaratkan dalam izin edar serta spesifikasi produk. CPOB mencakup produksi dan pengawasan mutu.

(18)

Teuku Mirza : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri DiPT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) Medan, 2009.

• Pengambilan sampel

• Spesifikasi dan pengujian

• Organisasi, dokumentasi dan prosedur pelulusan yang memastikan bahwa pengujian yang diperlukan telah dilakukan sehingga bahan yang belum diluluskan tidak digunakan serta produk yang belum diluluskan tidak dijual sebelum mutunya memenuhi syarat.

Setiap industri farmasi hendaklah mempunyai fungsi pengawasan mutu. Personil pengawasan mutu hendaklah memiliki akses ke area produksi untuk melakukan pengambilan sampel dan investigasi bila diperlukan.

Industri farmasi dan pemegang izin edar, bila berbeda, hendaknya melakukan evaluasi terhadap hasil kajian, dan suatu penilaian hendaklah dibuat untuk menentukan apakah tindakan perbaikan dan pencegahan ataupun validasi ulang harus dilakukan. Alasan tindakan perbaikan hendaklah didokumentasikan. Tindakan pencegahan dan perbaikan yang telah disetujui hendaklah diselesaikan secara efektif dan tepat waktu (Badan POM, CPOB, 2006).

Manajemen Mutu

Pemastian Mutu

CPOB

Pengawasan Mutu

Pengkajian Mutu Produk

(19)

Teuku Mirza : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri DiPT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) Medan, 2009.

2. Personalia

Industri farmasi hendaklah memiliki personil yang terkualifikasi dan berpengalaman praktis dalam jumlah yang memadai. Tiap personil tidak dibebani tanggung jawab yang berlebihan untuk menghindari resiko terhadap mutu obat. Industri farmasi harus memiliki struktur organisasi. Tugas spesifik dan kewenangan dari personil pada posisi penanggungjawab hendaklah dicantumkan dalam uraian tugas tertulis.

Personil mencakup kepala bagian produksi, kepala bagian pengawasan dan kepala bagian pemastian mutu. Struktur organisasi industri farmasi hendaklah sedemikian rupa sehingga bagian produksi, pengawasan mutu, dan pemastian mutu dipimpin oleh orang yang berbeda serta tidak saling bertanggung jawab satu terhadap yang lain.

Kepala bagian produksi dan kepala bagian pemastian mutu hendaklah seorang apoteker yang terdaftar dan terkualifikasi, memperoleh pelatihan yang sesuai, memiliki pengalaman praktis yang memadai dan ketrampilan manajerial sehingga memungkinkan untuk melaksanakan tugas secara profesional. Sedangkan kepala bagian pengawasan mutu hendaklah seorang terkualifikasi dan lebih diutamakan seorang apoteker.

Industri farmasi hendaklah memberikan pelatihan bagi seluruh personil yang bertugas di area produksi, gudang penyimpanan dan laboratorium (termasuk personil teknik, perawatan dan petugas kebersihan). Di samping pelatihan dasar dalam teori dan praktek CPOB, personil baru hendaklah mendapatkan pelatihan sesuai dengan tugas yang diberikan. Pelatihan berkesinambungan hendaklah diberikan dan efektifitas penerapannya, dinilai secara berkala. Hendaklah tersedia program pelatihan yang disetujui kepala bagian masing-masing. Catatan pelatihan hendaklah disimpan (CPOB, 2006).

3. Bangunan dan Fasilitas

(20)

Teuku Mirza : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri DiPT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) Medan, 2009.

• Kompatibilitas dengan kegiatan produksi lain yang mungkin dilakukan di dalam sarana yang sama atau sarana yang berdampingan.

• Pencegahan area produksi, area penyimpanan dan area pengawasan mutu dimanfaatkan sebagai jalur lalu lintas umum bagi personil yang tidak berkepentingan.

Area yang menjadi perhatian utama dalam aspek bangunan dan fasilitas adalah:

Area penimbangan

Penimbangan bahan awal hendaklah dilakukan di area penimbangan terpisah yang didesain khusus untuk kegiatan tersebut. Area ini dapat menjadi bagian dari area penyimpanan atau area produksi.

Area produksi

Untuk memperkecil resiko bahaya medis yang serius akibat terjadinya pencemaran silang, produk antibiotik tertentu (penisilin), produk sitostatik, produk biologi hendaklah diproduksi di bangunan terpisah.

Tata ruang produksi sebaiknya dirancang sedemikian rupa sehingga kegiatan produksi dilakukan di area yang saling berhubungan antara satu ruangan dengan ruangan yang lain mengikuti urutan tahap produksi dan menurut kelas kebersihan yang dipersyaratkan, mencegah ketidakteraturan, dan memungkinkan terlaksananya komunikasi dan pengawasan yang efektif.

Permukaan dinding, lantai dan langit-langit bagian dalam ruangan di mana terdapat bahan baku dan bahan pengemasan primer, produk antara atau produk ruahan, hendaklah halus, bebas retak, tidak melepaskan partikulat serta mudah dibersihkan. Konstruksi lantai di area pengolahan hendaklah dibuat dari bahan kedap

(21)

Teuku Mirza : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri DiPT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) Medan, 2009.

air, permukaannya rata dan memungkinkan pembersihan yang cepat dan efisien apabila terjadi tumpahan bahan. Sudut antara dinding dan lantai di area pengolahan hendaklah berbentuk lengkungan.

Area produksi hendaklah mendapatkan penerangan yang memadai, terutama di mana pengawasan visual dilakukan pada saat proses berjalan. Pengawasan selama proses dapat dilakukan di dalam area produksi sepanjang kegiatan tersebut tidak menimbulkan resiko terhadap produksi obat.

Area penyimpanan

Area penyimpanan hendaklah memiliki kapasitas yang memadai untuk menyimpan dengan rapi dan teratur berbagai macam bahan dan produk seperti bahan awal dan bahan pengemas, produk antara, produk ruahan dan produk jadi, produk dalam status karantina, produk yang telah diluluskan, produk yang ditolak, produk yang dikembalikan atau produk yang ditarik dari peredaran.

Area penyimpanan hendaklah didesain untuk menjamin penyimpanan yang baik, terutama area tersebut hendaklah bersih, kering dan mendapat penerangan yang cukup serta dipelihara dalam batas suhu yang ditetapkan. Obat narkotik dan berbahaya lain hendaklah disimpan di tempat terkunci.

Area pengawasan mutu

Laboratorium pengawasan mutu hendaklah terpisah dari area produksi. Luas ruang hendaklah memadai untuk mencegah campur baur. Hendaklah disediakan tempat penyimpanan yang luas dan memadai untuk sampel, baku pembanding, pelarut, pereaksi dan catatan. Suatu ruangan terpisah mungkin diperlukan untuk memberi perlindungan terhadap instrumen.

(22)

Teuku Mirza : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri DiPT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) Medan, 2009.

Ruang istirahat dan kantin hendaklah dipisahkan dari area produksi dan laboratorium pengawasan mutu. Toilet tidak boleh berhubungan langsung dengan area produksi atau area penyimpanan. Ruang ganti pakaian hendaklah berhubungan langsung dengan area produksi namun letaknya terpisah. Sedapat mungkin letak bengkel perbaikan dan perawatan peralatan terpisah dari area produksi (CPOB, 2006).

4. Peralatan

Desain dan kontruksi peralatan hendaklah memenuhi persyaratan sebagai berikut:

• Peralatan hendaklah didesain dan dikontruksikan sesuai dengan tujuannya.

• Permukaan peralatan yang bersentuhan dengan bahan awal, produk antara, produk jadi tidak boleh menimbulkan reaksi yang dapat menimbulkan identitas, mutu atau kemurnian di luar batas yang ditentukan.

• Bahan yang diperlukan untuk pengoperasian alat khusus, misalnya pelumas atau pendingin tidak boleh bersentuhan dengan bahan yang sedang diolah sehingga tidak mempengaruhi identitas, mutu atau kemurnian bahan awal, produk antara ataupun produk jadi.

• Peralatan hendaklah didesain sedemikian rupa agar mudah dibersihkan. Peralatan tersebut hendaklah dibersihkan sesuai prosedur tertulis yang rinci serta disimpan dalam keadaan bersih dan kering.

Hendaklah tersedia alat timbang dan alat ukur dengan rentang dan ketelitian yang tepat untuk proses produksi dan pengawasan. Peralatan yang digunakan untuk menimbang, mengukur, memeriksa dan mencatat hendaklah diperiksa ketepatannya dan dikalibrasi sesuai dengan prosedur yang ditetapkan. Hasil pemeriksaan dan kalibrasi hendaklah dicatat dan disimpan dengan baik (CPOB, 2006).

(23)

Teuku Mirza : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri DiPT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) Medan, 2009.

Prosedur higiene perorangan termasuk persyaratan untuk mengenakan pakaian pelindung hendaklah diberlakukan bagi semua personil yang memasuki area produksi. Untuk menjamin perlindungan produk dari pencemaran dan untuk keamanan personil, hendaklah personil mengenakan pakaian pelindung yang bersih dan sesuai dengan tugasnya termasuk penutup rambut. Personil diinstruksikan supaya menggunakan sarana mencuci tangan dan mencuci tangannya sebelum memasuki area produksi. Untuk tujuan itu perlu dipasang poster yang sesuai.

Bangunan yang digunakan untuk pembuatan obat hendaklah didesain dan dikonstruksi dengan tepat untuk memudahkan sanitasi yang baik. Hendaklah tersedia dalam jumlah yang cukup sarana toilet dengan ventilasi yang baik dan tempat cuci bagi personil yang letaknya mudah diakses dari area pembuatan. Hendaknya disediakan sarana yang memadai untuk penyimpanan pakaian personil dan milik pribadinya di tempat yang tepat.

Setelah digunakan, peralatan hendaklah dibersihkan baik bagian luar maupun bagian dalam sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan, serta dijaga dan disimpan dalam kondisi yang bersih. Tiap kali sebelum dipakai, kebersihannya diperiksa untuk memastikan bahwa semua produk atau bahan dari batch sebelumnya telah dihilangkan (CPOB, 2006).

6. Produksi

Produksi hendaklah dilakukan dan diawasi oleh personil yang kompeten. Penanganan bahan dan produk jadi, seperti penerimaan dan karantina, pengambilan, sampel, penyimpanan, penandaan, penimbangan, pengolahan, pengemasan dan distribusi hendaklah dilakukan sesuai dengan prosedur atau instruksi tertulis dan bila perlu dicatat.

Seluruh bahan yang diterima hendaklah diperiksa untuk memastikan kesesuiannya dengan pemesanan. Bahan awal yang diterima, produk antara, produk ruahan, produk jadi hendaklah dikarantina segera setelah diterima atau diolah, sampai dinyatakan lulus untuk pemakaian dan distribusi.

(24)

Teuku Mirza : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri DiPT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) Medan, 2009.

Pengolahan produk yang berbeda hendaklah tidak dilakukan secara bersamaan pada ruang kerja yang sama. Selama pengolahan, semua bahan, wadah, produk ruahan, peralatan atau mesin produksi, ruang kerja yang dipakai hendaklah diberi label atau penandaan dari produk atau bahan yang sedang diolah, kekuatan dan nomor batch.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam produksi adalah:

Pengadaan bahan awal

Semua penerimaan, pengeluaran dan jumlah bahan tersisa hendaklah dicatat. Catatan hendaklah berisi keterangan mengenai pasokan, nomor batch/lot, tanggal penerimaan, tanggal pelulusan, dan tanggal daluarsa.

Pada tiap penerimaan hendaklah dilakukan pemeriksaan visual tentang kondisi umum, keutuhan wadah dan segelnya, ceceran, atau kemungkinan adanya kerusakan bahan, dan kesesuaian catatan pengiriman dan label dari pemasok. Bahan awal yang diterima hendaklah dikarantina sampai disetujui dan diluluskan untuk pemakaian oleh kepala bagian pengawasan mutu.

Pencegahan pencemaran silang

Tiap tahap proses, produk dan bahan hendaklah dilindungi terhadap pencemaran mikroba dan pencemaran lain. Resiko pencemaran silang ini dapat timbul akibat tidak terkendalinya debu, uap, percikan atau organisme dari bahan atau produk yang sedang diproses, dari sisa yang tertinggal pada alat dan pakaian kerja operator.

Pencemaran silang hendaklah dihindari dengan tindakan teknis atau pengaturan yang tepat, antara lain:

a. Produksi di dalam gedung yang terpisah diperlukan untuk produk seperti penisilin, sitostatik, dan produk biologi.

(25)

Teuku Mirza : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri DiPT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) Medan, 2009.

b. Tersedia ruang penyangga udara dan penghisap udara.

c. Memakai pakaian pelindung yang sesuai di area di mana produk yang beresiko tinggi terhadap pencemaran silang diproses.

d. Melaksanakan prosedur pembersihan dan dekontaminasi yang terbukti efektif.

Penimbangan dan penyerahan

Penimbangan dan penyerahan bahan awal, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan dianggap sebagai bagian dari siklus produksi dan memerlukan dokumentasi yang lengkap. Hanya bahan awal, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan yang telah diluluskan oleh pengawasan mutu. Kapasitas, ketelitian dan ketepatan alat timbang yang dipakai hendaklah sesuai dengan jumlah bahan yang ditimbang. Untuk tiap penimbangan hendaklah dilakukan pembuktian kebenaran identitas, jumlah bahan yang ditimbang oleh dua personil dan pembuktian tersebut dicatat.

Bahan awal, produk antara dan produk ruahan yang diserahkan hendaklah diperiksa ulang kebenarannya dan ditandatangani oleh supervisor produksi sebelum dikirim ke bagian produksi.

Pengembalian

Semua bahan awal dan bahan pengemas yang dikembalikan ke gudang penyimpanan hendaklah didokumentasikan dengan benar.

Pengolahan

Semua bahan yang dipakai di dalam pengolahan hendaklah diperiksa sebelum dipakai. Semua peralatan yang dipakai dalam pengolahan hendaklah diperiksa

(26)

Teuku Mirza : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri DiPT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) Medan, 2009.

sebelum digunakan. Peralatan hendaklah dinyatakan bersih secara tertulis sebelum digunakan. Semua kegiatan pengolahan hendaklah dilaksanakan mengikusi prosedur yang tertulis. Tiap penyimpangan hendaklah dilaporkan. Semua produk antara hendaklah diberi label yang benar dan dikarantina sampai diluluskan oleh bagian pengawasan mutu.

Mesin pencampur, pengayak, pencetak tablet hendaklah dilengkapi dengan sistem pengendali debu. Tiap mesin hendaklah ditempatkan dalam ruang terpisah. Parameter operasional yang kritis (misalnya waktu, kecepatan dan suhu) untuk tiap proses pengeringan hendaklah tercantum dalam dokumen produksi induk, dan dipantau selama proses berlangsung serta dicatat dalam catatan batch.

Kegiatan pengemasan

Kegiatan pengemasan berfungsi mengemas produk ruahan menjadi produk jadi. Pengemasan hendaklah dilaksanakan di bawah pengendalian yang ketat untuk menjaga identitas, keutuhan dan mutu produk akhir yang dikemas. Semua kegiatan pengemasan hendaklah dilaksanakan sesuai dengan instruksi yang diberikan dan menggunakan bahan pengemas yang tercantum dalam prosedur pengemasan induk. Rincian pelaksanaan pengemasan hendaklah dicatat dalam catatan pengemasan batch.

Pengawasan selama proses

Pengawasan selama proses hendaklah mencakup :

a. Semua parameter produk, volume atau jumlah isi produk diperiksa pada saat awal dan selama proses pengolahan atau pengemasan

b. Kemasan akhir diperiksa selama proses pengemasan dengan selang waktu yang teratur untuk memastikan kesesuaiannya dengan spesifikasi dan memastikan semua komponen sesuai dengan yang ditetapkan dalam prosedur pengemasan induk.

(27)

Teuku Mirza : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri DiPT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) Medan, 2009.

Karantina produk jadi

Karantina produk jadi merupakan tahap akhir pengendalian sebelum penyerahan ke gudang dan siap untuk didistribusikan. Sebelum diluluskan untuk diserahkan ke gudang, pengawasan yang ketat hendaklah dilaksanakan untuk memastikan produk dan catatan pengolahan batch memenuhi semua spesifikasi yang ditentukan.

Selama menunggu pelulusan dari bagian pemastian mutu, seluruh batch/lot yang sudah dikemas hendaklah ditahan dalam status karantina. Pelulusan akhir produk hendaklah didahului penyelesaian yang memuaskan dari:

a. Produk memenuhi persyaratan mutu dalam semua spesifikasi pengolahan dan pengemasan.

b. Sampel pertinggal dari kemasan yang dipasarkan dalam jumlah yang mencukupi untuk pengujian di masa yang akan datang.

c. Pengemasan dan penandaan memenuhi semua persyaratan sesuai hasil pemeriksaan oleh bagian pengawasan mutu.

d. Produk jadi yang diterima di area karantina sesuai dengan jumlah yang tertera pada dokumen penyerahan barang (CPOB, 2006).

7. Pengawasan Mutu

Pengawasan mutu merupakan bagian dari CPOB untuk memberikan kepastian bahwa produk secara konsisten mempunyai mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Keterlibatan dan komitmen semua pihak yang berkepentingan pada semua tahap merupakan keharusan untuk mencapai sasaran mutu mulai dari awal pembuatan sampai kepada distribusi produk jadi.

Pengawasan mutu hendaklah mencakup semua kegiatan analitis di laboratorium, antara lain:

(28)

Teuku Mirza : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri DiPT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) Medan, 2009.

• Pengambilan sampel.

• Pemeriksaan dan pengujian bahan awal, produk antara, produk ruahan, dan produk jadi.

• Pengujian yang dilakukan dalam rangka validasi.

• Penanganan sampel pertinggal.

• Menyusun dan memperbaharui spesifikasi bahan dan produk serta metode pengujiannya.

Dokumentasi dan prosedur pelulusan yang diterapkan bagian pengawasan mutu hendaklah menjamin bahwa pengujian yang diperlukan telah dilakukan sebelum bahan digunakan dalam produksi dan produk disetujui sebelum didistribusikan. Personil pengawasan mutu hendaklah memiliki akses ke area produksi untuk pengambilan sampel (CPOB, 2006).

8. Inspeksi Diri dan Audit Mutu

Inspeksi diri dilakukan untuk mengevaluasi kepatuhan pabrik terhadap CPOB dalam semua aspek produksi dan pengawasan mutu. Program inspeksi diri harus dirancang untuk mendeteksi adanya kekurangan dalam penerapan CPOB dan untuk merekomendasikan tindakan perbaikan yang diperlukan. Inspeksi diri harus dilaksanakan secara rutin dan mungkin sebagai tambahan dilaksanakan pada keadaan tertentu, misalnya dalam hal penarikan kembali suatu produk atau penolakan berulang, atau ketika ada inspeksi yang diumumkan oleh bahan kesehatan. Tim yang bertanggung jawab atas inspeksi diri harus terdiri atas personalia yang dapat mengevaluasi penerapan CPOB secara objektif. Semua rekomendasi untuk tindakan perbaikan harus diterapkan. Prosedur untuk inspeksi diri harus didokumentasikan dan harus ada suatu program tindak lanjut yang efektif. Manajemen harus menunjuk suatu tim inspeksi diri yang terdiri atas para akhli dibidang pekerjaannya dan

(29)

Teuku Mirza : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri DiPT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) Medan, 2009.

paham mengenai CPOB. Anggota tim dapat berasal dari dalam atau luar perusahaan. Frekwensi inspeksi diri dilakukan minimal satu kali dalam setahun.

Penyelenggaraan audit mutu berguna sebagai pelengkap inspeksi diri. Audit mutu meliputi pemeriksaan dan penilaian semua atau sebagian dari sistem manajemen mutu dengan tujuan spesifik untuk meningkatkan mutu. Audit mutu umumnya dilaksanakan oleh spesialis dari luar atau independen atau tim yang dibentuk khusus untuk hal ini oleh manajemen perusahaan. Audit mutu juga dapat diperluas terhadap pemasok dan penerima kontrak.

Kepala bagian pemastian mutu hendaklah bertanggung jawab dengan bagian terkait untuk memberi persetujuan pemasok yang dapat diandalkan memasok bahan awal dan bahan pengemas dan memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan. Evaluasi dilakukan sebelum pemasok disetujui dan dimasukkan ke dalam daftar pemasok atau spesifikasi. Evaluasi hendaklah mempertimbangkan riwayat pemasok dan sifat bahan yang dipasok (CPOB, 2006). 9. Penanganan Keluhan terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk dan Produk

Kembalian

Semua keluhan dan informasi lain yang berkaitan dengan kemungkinan terjadi kerusakan obat hendaklah dikaji dengan teliti sesuai dengan prosedur tertulis. Untuk menangani semua kasus yang mendesak, hendaklah disusun suatu sistem, bila perlu mencakup penarikan kembali produk yang diketahui cacat dari peredaran secara cepat dan efektif.

Laporan dan keluhan mengenai produk dapat disebabkan oleh:

• Keluhan mengenai mutu dan berupa kerusakan fisik, kimiawi atau biologis dari produk atau kemasannya.

(30)

Teuku Mirza : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri DiPT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) Medan, 2009.

• Keluhan atau laporan karena reaksi yang merugikan seperti alergi. Keluhan atau laporan mengenai efek terapetik produk seperti produk tidak berkhasiat atau respon klinis yang rendah.

Hendaklah tersedia prosedur tertulis yang merinci penyelidikan, tindak lanjut yang sesuai, termasuk pertimbangan untuk penarikan kembali produk, dalam menanggapi keluhan terhadap obat yang diduga cacat. Tiap laporan dan keluhan hendaklah diselidiki dan dievaluasi secara menyeluruh dan mendalam mencakup:

• Pengkajian seluruh informasi mengenai laporan atau keluhan.

• Inspeksi atau pengujian sampel obat yang dikeluhkan dan diterima serta, bila perlu pengujian sampel dari batch yang sama.

• Pengkajian semua data dan dokumentasi termasuk catatan batch, catatan distribusi dan laporan pengujian dari produk yang akan dikeluhkan atau dilaporkan.

Penarikan kembali produk adalah suatu proses penarikan kembali dari satu atau beberapa batch atau seluruh batch produk tertentu dari peredaran. Penarikan kembali produk dilakukan apabila ditemukan produk yang cacat mutu atau bila ada laporan mengenai reaksi merugikan yang serius serta beresiko terhadap kesehatan. Penarikan kembali produk dapat mengakibatkan penundaan atau penghentian pembuatan obat tersebut.

Produk kembalian adalah obat jadi yang telah beredar, yang kemudian dikembalikan ke industri farmasi karena keluhan mengenai kerusakan, kadaluarsa, atau alasan lain misalnya kondisi wadah atau kemasan yang dapat menimbulkan keraguan akan identitas, mutu, jumlah dan keamanan obat yang bersangkutan.

Industri farmasi hendaklah menyiapkan prosedur untuk penahanan, penyelidikan dan pengujian produk kembalian serta pengambilan keputusan apakah produk kembalian dapat diproses ulang atau harus dimusnakan setelah dilakukan evaluasi. Produk kembalian dapat dikategorikan sebagai berikut:

(31)

Teuku Mirza : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri DiPT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) Medan, 2009.

• Produk kembalian yang masih memenuhi spesifikasi dan karena itu dapat dikembalikan ke dalam persediaan.

• Produk kembalian yang dapat diproses ulang.

• Produk kembalian yang tidak memenuhi spesifikasi dan tidak dapat diproses ulang.

Produk kembalian yang tidak dapat diolah ulang hendaklah dimusnahkan. Bila produk harus dimusnakan, dokumentasi hendaklah mencakup berita acara pemusnahan yang diberi tanggal dan ditandatangani oleh personil yang melaksanakan dan personil yang menyaksikan pemusnahan (CPOB, 2006).

10. Dokumentasi

Dokumentasi adalah bagian dari sistem informasi manajemen dan dokumentasi yang baik merupakan bagian yang esensial dari pemastian mutu. Dokumentasi yang jelas adalah fundamental untuk memastikan bahwa tiap personil menerima uraian tugas yang relevan secara jelas dan rinci sehingga memperkecil resiko terjadinya salah tafsir dan kekeliruan yang biasanya timbul karena mengandalakan komunikasi lisan.

Dokumen yang diperlukan dalam industri farmasi, antara lain: a. Spesifikasi

Hendaklah tersedia spesifikasi bahan awal, bahan pengemas, produk antara dan ruahan, serta produk jadi.

b. Dokumen produksi

Dokumen yang esensial dalam produksi adalah:

• Dokumen produksi induk yang berisi formula produksi dari suatu produk dalam bentuk sediaan dan kekuatan tertentu.

(32)

Teuku Mirza : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri DiPT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) Medan, 2009.

• Prosedur produksi induk, terdiri dari prosedur pengolahan induk dan prosedur pengemasan induk.

• Catatan produksi batch, terdiri dari catatan pengolahan batch dan catatan pengemasan batch, yang merupakan reproduksi dari masing-masing prosedur pengolahan induk dan prosedur pengemasan induk, dan berisi semua data dan informasi yang berkaitan dengan pelaksanaan produksi dari suatu batch produk (CPOB, 2006).

11. Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak

Pembuatan dan analisis secara kontrak harus dibuat secara benar, disetujui dan dikendalikan untuk menghindari kesalahpahaman yang dapat menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan. Kontrak tertulis antara pemberi kontrak dan penerima kontrak harus dibuat secara jelas menentukan tanggung jawab dan kewajiban masing-masing pihak. Kontrak harus menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap batch produk untuk diedarkan yang menjadi tanggung jawab penuh kepala bagian pemastian mutu.

Pemberi kontrak bertanggung jawab untuk menilai kompetensi penerima kontrak dalam melaksanakan pekerjaan atau pengujian yang diperlukan dan memastikan bahwa prinsip dan pedoman CPOB diikuti. Pemberi kontrak hendaklah menyediakan semua informasi yang diperlukan kepada penerima kontrak untuk melaksanakan pekerjaan kontrak secara benar sesuai izin edar dan persyaratan legal lain. Pemberi kontrak hendaklah memastikan bahwa penerima kontrak memahami sepenuhnya masalah yang berkaitan dengan produk atau pekerjaan atau pengujian yang dapat membahayakan gedung, peralatan, personil, bahan atau produk lain.

Penerima kontrak harus mempunyai gedung dan peralatan yang cukup, pengetahuan dan pengalaman, dan personil yang kompeten untuk melakukan pekerjaan yang diberikan oleh pemberi kontrak dengan memuaskan. Pembuatan obat berdasarkan kontrak hanya dapat

(33)

Teuku Mirza : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri DiPT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) Medan, 2009.

dilakukan oleh industri farmasi yang memiliki sertifikat CPOB yang diterbitkan oleh Otoritas Pengawasan Obat (OPO) (CPOB, 2006).

12. Kualifikasi dan Validasi

CPOB mensyaratkan industri farmasi untuk mengidentifikasi validasi yang perlu dilakukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis dari kegiatan yang dilakukan. Perubahan signifikan terhadap fasilitas, peralatan dan proses yang dapat mempengaruhi mutu produk hendaklah divalidasi.

Validasi adalah tindakan pembuktian dengan cara yang sesuai bahwa tiap bahan, proses, prosedur, kegiatan, sistem, perlengkapan atau mekanisme yang digunakan dalam produksi maupun pengawasan mutu akan senantiasa mencapai hasil yang diinginkan (CPOB, 2006). Langkah-langkah pelaksanaan validasi adalah sebagai berikut:

• Membentuk komite validasi yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan validasi di industri farmasi yang bersangkutan.

• Menyusun Rencana Induk Validasi (RIV), yaitu dokumen yang menguraikan secara garis besar pedoman pelaksanaan validasi.

• Membuat dokumen validasi, yaitu prosedur tetap (protap), protokol serta laporan validasi

• Pelaksanaan validasi

• Melaksanakan peninjauan periodik, change control dan revalidasi (Manajemen Industri Farmasi, 2007).

Validasi untuk mesin, peralatan produksi dan sarana penunjang disebut kualifikasi. Kualifikasi tersebut adalah langkah pertama dalam melaksanakan validasi di industri farmasi (Manajemen Industri Farmasi, 2007). Kualifikasi terdiri dari empat tingkatan, yaitu:

(34)

Teuku Mirza : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri DiPT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) Medan, 2009.

Kualifikasi desain adalah unsur pertama dalam melakukan validasi terhadap fasilitas, sistem atau peralatan baru.

b. Kualifikasi Instalasi/ Instalation Qualification (IQ)

Kualifikasi dilakukan terhadap fasilitas, sistem dan peralatan baru atau yang dimodifikasi, mencakup:

• Instalasi peralatan, pipa dan sarana penunjang hendaklah sesuai dengan spesifikasi dan gambar teknik yang didesain.

• Pengumpulan dan penyusunan dokumen pengoperasian dan perawatan peralatan dari pemasok.

• Ketentuan dan persyaratan kalibrasi.

• Verifikasi bahan konstruksi

c. Kualifikasi Operasional/ Operational Qualification (OQ)

Kualifikasi operasional dilakukan setelah kualifikasi instalasi selesai dilaksanakan, dikaji dan disetujui. Kualifikasi operasional hendaklah mencakup:

• Kalibrasi

• Prosedur pengoperasian dan pembersihan

• Pelatihan operator dan ketentuan perawatan preventif.

d. Kualifikasi Kinerja/ Performance Qualification (PQ)

Performance Qualification (PQ) dilakukan untuk menjamin dan mendokumentasikan bahwa sistem atau peralatan yang telah diinstalasi beroperasi sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan.

Sasaran/ target PQ adalah :

(35)

Teuku Mirza : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri DiPT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) Medan, 2009.

dengan spesifikasi yang diinginkan.

2. Pada umumnya dilakukan dengan placebo lalu dilanjutkan dengan produk obat pada kondisi normal, dan dilakukan 3 kali berurutan. (CPOB, 2006). Jenis-jenis validasi adalah sebagai berikut:

a. Kualifikasi mesin, peralatan produksi dan sarana penunjang b. Validasi metode analisa

Tujuan validasi metode analisa adalah untuk membuktikan bahwa semua metode analisa (cara/prosedur pengujian) yang dilaksanakan dalam pengawasan mutu, senantiasa mencapai hasil yang diinginkan secara konsisten.

c. Validasi proses produksi

Tujuan validasi produksi adalah :

• Memberikan dokumentasi secara tertulis bahwa prosedur produksi yang berlaku dan digunakan dalam proses produksi rutin, senantiasa mencapai hasil yang diinginkan secara terus-menerus.

• Mengidentifikasi dan mengurangi problem yang terjadi selama proses produksi dan memperkecil kemungkinan terjadinya proses ulang.

• Meningkatkan efektifitas dan efisiensi proses d. Validasi proses pengemasan

Tujuan validasi proses pengemasan adalah:

• Memberikan dokumentasi secara tertulis bahwa prosedur pengemasan yang berlaku dan digunakan dalam proses pengemasan rutin, senantiasa mencapai persyaratan yang ditentukan.

• Operator/pelaksana yang melakukan proses pengemasan kompeten serta mengikuti prosedur pengemasan yang telah ditentukan.

(36)

Teuku Mirza : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri DiPT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) Medan, 2009.

• Proses pengemasan yang dilakukan tidak terjadi peristiwa campur baur antar produk maupun batch.

e. Validasi pembersihan

Tujuan validasi pembersihan adalah:

•Memberikan dokumentasi secara tertulis bahwa prosedur pembersihan yang berlaku yang dilakukan sudah tepat dan dapat dilakukan berulang-ulang.

•Peralatan/mesin yang dibersihkan tidak terdapat pengaruh yang negatif karena efek pembersihan.

•Operator/pelaksana yang melakukan pembersihan kompeten, mengikuti prosedur pembersihan dan peralatan pembersihan yang telah ditentukan.

•Cara pembersihan menghasilkan tingkat kebersihan yang sudah ditetapkan (Manajemen Industri Farmasi, 2007).

BAB III

TINJAUAN UMUM PT. MUTIFA

A. Sejarah

Pada tahun 1975 didirikan Industri Farmasi di kota Medan dengan nama “Sejati Pharmaceutical Industries”, yang memproduksi obat merek “SIAGOGO”. Setelah beberapa tahun berproduksi, perusahaan ini kemudian dialihkan pemiliknya kepada Bapak Drs. W. H.

(37)

Teuku Mirza : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri DiPT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) Medan, 2009.

Siahaan dan memindahnamakan perusahaan tersebut dalam suatu akte notaris tertanggal 31 Januari 1980 dengan nama PT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) yang berlokasi di Jl. Brigjen Katamso No. 220 Medan.

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI tahun 1981 No. 0098/SK/PAB/81 memutuskan memberikan izin untuk mendirikan pabrik farmasi kepada PT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) dengan nama “MUTIFA INDUSTRI FARMASI” untuk memproduksi obat-obatan. Dengan dikeluarkannya surat izin produksi oleh Departemen Kesehatan RI c/q Badan Pengawasan Obat dan Makanan No. 213/AA/III/81, mulailah PT Mutiara Mukti Farma memproduksi obat-obatan.

Pada tahun 1983, perusahaan ini menjalankan dan melaksanakan operasinya dalam menghasilkan berbagai jenis maupun bentuk sediaan obat untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia wilayah barat umumnya dan daerah Sumatera Utara pada khususnya.

Pada tanggal 29 November 1988, dengan akte notaris No. 35 diadakanlah perubahan akte atas pemegang saham serta manajemen perusahaan, yang ditetapkan melalui keputusan Menteri Kehakiman RI No. C2-1134.HT.01.04 th 89 tanggal 31 Januari 1989. Dalam akte tersebut, berdasarkan keputusan rapat Dewan Komisaris serta pemegang saham, ditetapkan bahwa yang menjadi penanggung jawab dengan jabatan Direktur Utama adalah Bapak Jacob.

(38)

Teuku Mirza : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri DiPT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) Medan, 2009.

Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 43/Menkes/SK/II/1988 tentang Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB), bahwa setiap industri farmasi harus mengacu pada pedoman tersebut, maka untuk memenuhi ketentuan tersebut PT. MUTIFA telah membangun pabrik yang baru di Jl. Karya Jaya No. 68 Km 8,5 Namorambe. Pada bulan Mei 1994 produksi telah dilaksanakan di pabrik yang baru dan pada saat ini kegiatan administrasi juga telah dilakukan di lokasi tersebut. Pada tanggal 27 Juli 1994 PT. MUTIFA diberikan sertifikat sebagai industri farmasi yang telah memenuhi CPOB.

Bentuk sediaan yang telah diproduksi sampai saat ini adalah tablet, sirup, salep, bedak dan kapsul. Pendistribusian sediaan yang diproduksi PT. MUTIFA Medan meliputi wilayah : Provinsi Sumatera Utara, Riau, Sumatera Selatan, Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Utara, dan Sulawesi Selatan. Untuk wilayah Sumatera, obat didistribusikan melalui Pedagang Besar Farmasi (PBF) Mekada Abadi. Obat-obatan diproduksi berdasarkan sistem skala prioritas, yang mengutamakan obat yang lebih cepat laku di pasaran. Hal ini tidak berlaku untuk obat Inpres dan Askes.

B. Visi dan Misi

Visi dan Misi PT. MUTIFA adalah “Anda sehat kami bangga”.

C. Lokasi dan Sarana Produksi 1. Lokasi

PT. MUTIFA Medan berada di Jl. Karya Jaya No. 68 Km 8,5 Namorambe Medan. Denah lokasi PT. MUTIFA ditunjukkan pada Gambar 2 berikut ini :

Jl. Letjen Jamin Ginting

Jl. Karya Jaya Ke Bandara Polonia

Jl . K ar ya Y as a Jl . M. B asyi r Titi Kuning Lokasi PT. MUTIFA

(39)

Teuku Mirza : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri DiPT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) Medan, 2009.

Luas areal PT. MUTIFA Medan mempunyai luas areal 9600 m2 dan luas bangunan 6259 m2. Luas masing-masing ruangan adalah sebagai berikut :

Tabel 1. Ukuran Ruangan Masing-Masing Bagian di PT. MUTIFA

No. Ruang/Gudang Ukuran (m2)

1. Ruang Perkantoran 192

2. Ruang Produksi β laktam 84

3. Ruang Laboratorium dan Pengawasan Mutu 40

4. Ruang Teknik dan Bengkel 16

5. Ruang Produksi Tablet 88

6. Ruang Produksi Sirup 100

7. Ruang Produksi Bedak 20

8. Ruang Produksi Kapsul 12

9. Ruang Produksi Salep 25

10. Ruang Produksi Produk Kecil Rumah Tangga 28

11. Gudang Bahan Baku 64

12. Gudang Bahan Kemasan 64

13. Gudang Obat Jadi 48

14. Janitor 9

15. Kantin 90

16. Ruang Pengemasan 24

(40)

Teuku Mirza : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri DiPT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) Medan, 2009.

17. Gudang Alat 25

Sumber arus listrik berasal dari Perusahaan Listrik Negara (PLN), dan apabila arus listrik dari PLN terputus digunakan generator. Sumber air berasal dari sumur pompa dan air PAM. Untuk keperluan produksi digunakan air sumur yang telah mengalami proses pengolahan. Air PAM digunakan untuk pencucian alat, mandi, dan bila aliran PAM mengalami masalah, untuk menggantikan air PAM digunakan air sumur yang telah mengalami tiga kali penyaringan. Bangunan penunjang lainnya terdiri dari Musholla, kamar mandi, dan pos jaga.

2. Sarana Produksi

Ruangan produksi, gudang bahan baku, gudang bahan kemasan, dan obat jadi dirancang sedemikian rupa sehingga waktu yang dibutuhkan untuk mengangkut bahan baku ke ruang produksi, bahan kemasan ke ruang pengemasan, obat jadi dari ruang karantina ke gudang obat jadi relatif singkat.

Produk beta laktam diproduksi dalam bangunan tersendiri dan terpisah dengan produk non beta laktam. Ruang produksi dirancang sedemikian rupa sehingga diharapkan dapat mencegah terjadinya kontaminasi silang terhadap proses produksi obat serta terlewatnya salah satu langkah dalam proses produksi. Keadaan ruang produksi adalah sebagai berikut : a. Lantai

Lantai ruang produksi beta laktam dan non beta laktam terbuat dari beton yang dilapisi granit di antaranya diisi dengan semen putih. Sudut ruangan berbentuk lengkung dengan lantai. Lantai mempunyai permukaan yang rata, mudah dibersihkan, tidak menahan partikel, tahan terhadap gesekan, deterjen, desinfektan, dan bahan kimia.

(41)

Teuku Mirza : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri DiPT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) Medan, 2009.

Dinding ruang terbuat dari beton, yang dilapisi dengan sebagian epoksi dan sebagian acrylic, sehingga permukaan dinding menjadi licin, rata, kedap air, mudah dibersihkan, tahan terhadap bahan kimia, deterjen, desinfektan, tidak menahan partikel, serta tidak menjadi tempat bersarangnya binatang kecil.

c. Langit-langit

Langit-langit ruang terbuat dari beton, yang dilapisi epoksi sehingga permukaan langit-langit menjadi licin dan rata, kedap air, mudah dibersihkan, tahan terhadap bahan kimia, deterjen, desinfektan, dan tidak menahan partikel.

d. Pengaturan Udara

Aliran udara yang digunakan dalam ruangan produksi beta laktam dan non beta laktam adalah Air Handling System (AHS). Supply udara yang akan disalurkan ke dalam ruang produksi berasal dari 2 sumber, yaitu berasal dari udara yang disirkulasi kembali (sebanyak 80%) dan berasal dari udara bebas (sebanyak 20%). Supply udara tersebut kemudian melewati filter yang terdapat di dalam filter house yang terdiri dari prefilter yang memiliki efisiensi penyaringan sebesar 35% dan medium filter yang memiliki efisiensi penyaringan sebesar 95%. Selanjutnya, supply udara ini melewati cooling coil (evaporator) yang akan menurunkan suhu (T) dan kelembaban relatif (RH) udara. Kemudian udara dipompa dengan menggunakan static pressure fan (blower) ke dalam ruang produksi melalui ducting (saluran udara). Jumlah udara yang masuk ke dalam ruang produksi diatur dengan menggunakan volume dumper. Selanjutnya udara disirkulasi kembali ke AHS. Kecepatan pertukaran udara dalam ruangan produksi beta laktam maupun non beta laktam 20 kali per jam dan untuk koridor 25 kali per jam.

D. Produk-Produk PT. MUTIFA

Produk-produk obat PT. MUTIFA sebagai berikut:

(42)

Teuku Mirza : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri DiPT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) Medan, 2009. • Ampicillin • Antasida • CTM • Vitamin B komplex E. Struktur Organisasi

Struktur organisasi PT. MUTIFA merupakan struktur organisasi vertikal. Kekuasaan tertinggi dipegang oleh direktur utama. Direktur utama membawahi delapan departemen. Masing-masing departemen dipimpin oleh seorang manager yang langsung bertanggung jawab penuh kepada direktur utama. Struktur organisasi PT. MUTIFA dapat dilihat pada lampiran 1 halaman 72.

1. Departemen Produksi

Departemen produksi di PT. MUTIFA terdiri atas tiga bagian, yaitu: a. Departemen produksi beta laktam

b. Departemen produksi solid non beta laktam c. Departemen produksi cair non beta laktam

Ada pun tugas dan tanggung jawab departemen produksi , yaitu :

• Melaksanakan pembuatan obat mulai dari pengolahan, pengemasan primer dan sekunder, sampai karantina produk jadi.

• Melaksanakan secara teknis dan administrasi semua tugas selama pengelolahan dan pengemasan dengan berpedoman pada prosedur tetap (protap) yang ditetapkan.

• Jika ada kegagalan dalam produksi, mendiskusikannya dengan manager QC dan mencari penyebab serta jalan keluar.

• Bertanggung jawab agar alat atau mesin untuk keperluan produksi dikualifikasi atau divalidasi serta dipakai dengan benar.

(43)

Teuku Mirza : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri DiPT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) Medan, 2009.

• Turut membantu pelaksanaan inspeksi CPOB dan menjaga pelaksanaan serta pematuhan terhadap peraturan CPOB.

• Memelihara kebersihan daerah produksi.

Bagian-bagian produksi PT. MUTIFA terdiri atas: a. Unit tablet

Unit ini dilengkapi dengan timbangan, mesin mixer, granulator, mesin pencetak tablet, oven, lubrikator, FBD (Fluid Bed Dryer), mesin penyalut, mesin strip, dan mesin blister. Hal-hal yang diperiksa selama produksi adalah keseragaman bobot, waktu hancur, ketebalan, kekerasan, kadar zat berkhasiat, friability, LOD (Loss On Drying), dan disolusi. Bagan proses pembuatan tablet dapat dilihat pada lampiran 2 halaman 73.

b. Unit kapsul

Mesin-mesin yang digunakan pada produksi kapsul adalah mesin mixer, mesin pengisi kapsul dan oven. Pada produksi kapsul perlu diperhatikan kondisi ruangan yaitu temperatur dan kelembaban. Hal-hal yang diperiksa selama produksi adalah keseragaman bobot, kadar zat berkhasiat, waktu hancur, disolusi, dan LOD. Bagan proses pembuatan kapsul dapat dilihat pada lampiran 3 halaman 74.

c. Unit liquida

Unit liquida memproduksi sediaan bentuk cair seperti suspensi, emulsi dan sirup. Unit ini dilengkapi dengan mesin mixer dan mesin pengisi obat ke dalam wadah. Hal-hal yang diperiksa selama produksi adalah pH larutan, berat jenis (BJ) larutan, keseragaman volume, viskositas larutan, kadar zat berkhasiat, dan kebocoran wadah. Bagan proses pembuatan liquida dapat dilihat pada lampiran 4 halaman 75.

(44)

Teuku Mirza : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri DiPT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) Medan, 2009.

Departemen QA bertanggung jawab dalam menjamin mutu suatu produk mulai dari pemesanan bahan baku dan kemasan obat sampai obat siap dikonsumsi konsumen, termasuk di dalamnya pemilihan pemasok. Sistem mutu ditetapkan berdasarkan CPOB.

Tugas-tugas bagian pemastian mutu mencakup:

a. Desain dan pengembangan obat dilakukan dengan cara yang memperhatikan persyaratan CPOB.

b. Semua langkah produksi dan pengendalian diuraikan secara jelas dan CPOB diterapkan.

c. Tanggung jawab manajerial diuraikan dengan jelas dalam uraian jabatan.

d. Pengaturan disiapkan untuk pembuatan pasokan dan penggunaan bahan awal dan pengemas yang benar.

e. Validasi yang perlu dilakukan.

f. Pengkajian terhadap semua dokumen yang terkait dengan proses pengemasan dan pengujian batch, dilakukan sebelum memberikan pengesahan pelulusan untuk distribusi. Penilaian hendaklah meliputi semua faktor yang relevan termasuk kondisi pembuatan, hasil pengujian atau pengawasan selama proses, pengkajian dokumen produksi termasuk pengemasan, pengkajian penyimpangan dari prosedur yang telah ditetapkan, pemenuhan persyaratan dari spesifikasi produk jadi dan pemeriksaan produk dalam kemasan akhir.

g. Obat tidak dijual atau dipasok sebelum manager pemastian mutu menyatakan bahwa tiap batch produksi dibuat dan dikendalikan sesuai dengan persyaratan yang tercantum dalam izin edar serta peraturan lain yang berkaitan dengan aspek produksi, pengawasan mutu dan pelulusan produk.

h. Tersedia pengaturan yang memadai untuk memastikan bahwa sedapat mungkin produk disimpan, didistribusikan dan selanjutnya ditangani sedemikian rupa agar mutu tetap dijaga selama masa edar /simpan obat.

(45)

Teuku Mirza : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri DiPT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) Medan, 2009.

i. Tersedia prosedur inspeksi diri atau audit mutu yang secara berkala mengevaluasi efektivitas dan penerapan sistem pemastian mutu.

j. Pemasok bahan awal dan pengemas dievaluasi dan disetujui untuk memenuhi spesifikasi mutu yang telah ditentukan oleh perusahaan.

k. Penyimpangan dilaporkan, diselidiki dan dicatat.

l. Tersedia sistem persetujuan terhadap perubahan yang berdampak pada mutu produksi. m. Prosedur pengolahan ulang dievaluasi dan disetujui.

n. Evaluasi mutu produk berkala dilakukan untuk verifikasi konsistensi proses dan memastikan perbaikan proses yang berkesinambungan.

3. Departemen Pengawasan Mutu/Quality Control (QC)

Departemen QC di PT. MUTIFA terdiri dari tiga bagian, yaitu: a. Unit QC

b. Bagian Registrasi c. Bagian Standarisasi

Unit QC di PT. MUTIFA bertanggung jawab untuk memastikan bahwa:

• Bahan awal untuk produksi obat memenuhi spesifikasi identitas, kemurnian, kualitas dan keamanan yang telah ditetapkan.

• Semua pengawasan selama proses (in process controls) dan pemeriksaan laboratorium terhadap suatu batch obat telah dilaksanakan dan batch tersebut memenuhi spesifikasi.

• Suatu batch obat memenuhi persyaratan mutunya selama waktu peredaran yang telah ditetapkan.

(46)

Teuku Mirza : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri DiPT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) Medan, 2009.

Bagian standarisasi bekerja sama dengan departemen R&D dalam melakukan analisis dan evaluasi terhadap produk mulai dari pembelian bahan baku sampai produk jadi. Tujuannya adalah untuk menentukan kualitas produk yang dihasilkan.

Bagian registrasi juga bekerja sama dengan departemen R&D. Dalam waktu bersamaan dengan trial formulasi skala produksi yang dilakukan oleh departemen R&D, bagian registrasi ini melakukan pendaftaran produk ke Balai POM. Bagian registrasi ini dibantu oleh seorang administrasi desain yang bertugas membuat desain kemasan suatu produk.

4. Departemen Research and Development (R&D)

Adapun tugas dan kegiatan departemen R&D adalah :

• Mengembangkan dan merencanakan formula baru.

• Mengevaluasi dan memperbaiki formula yang sudah beredar kemudian diinformasikan ke departemen QC dan produksi.

• Bekerja sama dengan unit QC dalam menentukan standarisasi bahan baku, kemasan dan obat jadi.

Kegiatan R&D PT. MUTIFA difokuskan pada bidang formulasi. Departemen R&D melakukan penelitian untuk mendapatkan formula baru berdasarkan permintaan dari bagian pemasaran. Adapun pemilik atau Bagian pemasaran juga memberikan ide-ide atau usulan kepada bagian formulasi dalam membuat suatu sediaan produk baru. Struktur organisasi departemen R&D dapat dilihat pada gambar 3 berikut :

(47)

Teuku Mirza : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri DiPT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) Medan, 2009.

Gambar 3. Struktur Organisasi Departemen R&D di PT. MUTIFA

5. Departemen Personalia

Departemen personalia di PT. MUTIFA menangani keperluan yang berkaitan dengan ketenagakerjaan dan karyawan, mulai dari perekrutan karyawan, pelatihan sampai pada pelayanan kesejahteraan karyawan.

6. Departemen Keuangan (Finance)

Departemen keuangan di PT. MUTIFA merencanakan anggaran dan kontrol biaya setelah ramalan penjualan (forecasting) dibuat oleh bagian pemasaran, membayar biaya operasional industri dan mengurus penggajian karyawan.

7. Departemen Teknik

Adapun tanggung jawab departemen teknik di PT. MUTIFA, yaitu:

• Pemeliharaan alat-alat dan mesin produksi.

• Pemeliharaan fasilitas penunjang di pabrik farmasi, yaitu listrik, AHU dan water system.

• Pemeliharaan instrumen laboratorium.

• Pemeliharaan instalasi pengelolahan limbah. Manager R&D

Supervisor R&D (Formulasi)

Administrasi Existing Product New Product

(48)

Teuku Mirza : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri DiPT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) Medan, 2009.

Untuk menunjang jalannya proses produksi, departemen teknik dituntut untuk dapat melaksanakan tugasnya dengan baik dalam hal pemeliharaan mesin-mesin produksi, alat-alat laboratorium dan alat-alat lainnya agar berada dalam kondisi baik sehingga selalu siap digunakan. Departemen teknik bertugas memonitoring sistem AHU. AHU didesain untuk mencegah kontaminasi silang dari udara antara ruang produksi dengan koridor di mana tekanan koridor lebih positif dibandingkan ruang produksi.

8. Departemen Production Planning and Inventory Control (PPIC)

Departemen PPIC merupakan jembatan komunikasi antara pemasaran, produksi, pengadaan, penyimpanan dan pengembangan produk. Perencanaan produksi harus dilakukan sebaik mungkin dengan mempertimbangkan variabel-variabel yang mempengaruhi sehingga tidak terjadi penimbunan dan kekurangan stok barang. PPIC menyusun rencana dengan menyesuaikan permintaan marketing dengan mempertimbangkan anggaran, persediaan bahan baku, jadwal, kapasitas produksi dan peralatan yang tersedia. Departemen PPIC di PT. MUTIFA dipimpin oleh manager PPIC (Manager QA)

a. Production Planning

Setelah ramalan penjualan (forecasting) dibuat oleh bagian pemasaran (marketing), selanjutnya disusun perencanaan produksi (production planning) dan Rencana Anggaran Belanja Perusahaan (RABP) sebagai acuan untuk memenuhi permintaan bagian pemasaran tersebut. Perencanaan produksi terdiri dari rencana produksi tahunan, yang kemudian dipilah menjadi rencana produksi periodik ( semester dan triwulan). Selanjutnya rencana produksi periodik dipilah lagi menjadi rencana produksi bulanan, mingguan dan harian.

Sasaran pokok dari perencanaan produksi antara lain:

• Ketepatan waktu penyelesaian pesanan (permintaan) pelanggan

• Berkurangnya biaya produksi

(49)

Teuku Mirza : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri DiPT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) Medan, 2009.

b. Inventory Control

Alasan perlunya persediaan bagi industri, yaitu:

• Antisipasi adanya unsur ketidakpastian permintaan

• Adanya unsur ketidakpastian pasokan dari supplier

• Adanya unsur ketidakpastian tenggang waktu (lead time) waktu pemesanan

Inventory (persediaan) di industri farmasi, terdiri dari raw material (bahan baku), packaging material (bahan pengemas), finished product (obat jadi), dan work in process (barang setengah jadi).

Tujuan diadakannya persediaan antara lain:

• Untuk memberikan layanan terbaik bagi pelanggan.

• Untuk memperlancar proses produksi.

• Untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya kekurangan persediaan (stockout).

• Untuk menghadapi fluktuasi harga

.

F. Limbah

Departemen teknik dan QC bekerja sama menangani limbah di PT. MUTIFA. Departemen teknik memusatkan perhatian pada pemeliharaan instalasi pengelolahan limbah sedangkan departemen QC memantau proses pengolahan limbah dan tolak ukurnya agar

(50)

Teuku Mirza : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri DiPT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) Medan, 2009.

memenuhi persyaratan baku mutu lingkungan. Limbah di PT. MUTIFA dibagi dua yaitu limbah non beta laktam dan limbah beta laktam.

a. Limbah Non Beta Laktam

Jenis limbah non beta laktam di PT. MUTIFA ada 3 jenis yaitu: 1. Limbah cair .

Limbah cair ini berasal dari limbah produksi, limbah laboratorium, limbah domestik, dan limbah bengkel

Diagram sistem pengolahan limbah cair dapat dilihat pada gambar 4 berikut ini:

.

Gambar 4 . Diagram Sistem Pengolahan Limbah Cair di PT.MUTIFA Oli bekas dari bengkel Dijual

Limbah domestik

Limbah cair produksi termasuk pembersihan daerah produksi Limbah cair laboratorium Badan Air buangan Bak Aerasi Bak Biokontrol

Limbah bengkel cair kecuali oli

Bak Penampungann

Bak Sedimentasi

(51)

Teuku Mirza : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri DiPT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) Medan, 2009.

Tolak ukur yang dipakai untuk pemantauan limbah cair adalah berdasarkan baku mutu air limbah yang diisyaratkan dalam Surat Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.51/MENLH/10/1995* tentang Baku Mutu Limbah Cair Industri

2. Limbah Padat.

Limbah padat ini berasal dari:

a. Bekas kemasan bahan awal (bahan baku/bahan kemasan) seperti kertas, kotak karton, wadah kayu/plastik/kaca, drum, kaleng.

b. Buangan proses produksi seperti tepung sisa proses, produk antara/ruahan yang rusak atau kotor, kemasan (aluminium foil, botol, dus)

c. Buangan bahan hasil pengujian laboratorium seperti tablet bekas pengujian kekerasan, waktu hancur, dan lain-lain.

d. Bahan awal dan produk jadi yang rusak

e. Wadah bekas bahan produksi (plastik, tong rusak, dan lain-lain). f. Limbah padat domestik.

Tolak ukur yang dipakai untuk pemantauan limbah padat adalah kualitas lingkungan atau kebersihan di dalam area industri, dimana tidak terdapat lagi limbah padat yang berserakan di pabrik.

Diagram sistem pengolahan limbah padat di PT. MUTIFA adalah sebagai berikut:

Debu Produksi

Debu Lantai

Limbah Domestik

Tong/Karton

Bahan baku, Produk antara, Produk ruahan, dan Produk jadi yang rusak

Dust Collector

Vacum Cleaner

(52)

Teuku Mirza : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri DiPT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) Medan, 2009.

3. Limbah Udara .

Limbah udara ini berasal dari: a. Gas, uap dan asap

- Bahan kimia / reagensia.

- Bahan baku seperti ammonia liquida, alkohol, dan lain-lain.

- Proses produksi seperti metilen klorida dari proses coating. - Pembakaran zat padat.

- Asap pembakaran sampah b. Debu produksi.

Sistem penanggulangan limbah udara antara lain tertera pada tabel 3.

Jenis Cara Pengendalian

1.Bahan kimia/reagensia 1. Lemari Asam

Gambar

Gambar 1.  Bagan Aspek yang  Saling Berkaitan Membangun Manajemen Mutu
Tabel 1. Ukuran Ruangan Masing-Masing Bagian di PT. MUTIFA
Gambar 3.   Struktur Organisasi Departemen R&D di PT. MUTIFA
Diagram sistem pengolahan limbah cair dapat dilihat pada gambar 4 berikut ini:
+5

Referensi

Dokumen terkait

tindakan keperawatan yang dilakukan terhadap klien sesuai dengan. kebutuhannya berdasarkan

(multikultural) sehingga dapat diasumsikan bahwa keberagaman suku tersebut akan memengaruhi penggunaan bahasa, yaitu BI dan BBT. Sebagai contoh, leksikon flora ‘pinus’ tidak

Berdasarkan analisa sidik ragam penambahan konsentrasi gula pasir yang berbeda pada pembuatan abon ikan Gulamah, memberi pengaruh yang berbeda terhadap warna, aroma dan

Universitas Sumatera Utara... Universitas

Dari sifat – sifat dan aplikasi komposit tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti beberapa sifat fisis dan sifat mekanik komposit berpenguat serat alam,yaitu serat palem saray

Universitas Sumatera Utara... Universitas

[r]

[r]