• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAMPAK INVESTASI SUMBER DAYA MANUSIA DAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "DAMPAK INVESTASI SUMBER DAYA MANUSIA DAN"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

129

DAMPAK INVESTASI SUMBER DAYA MANUSIA DAN

BANTUAN LANGSUNG TUNAI TERHADAP DISTRIBUSI

PENDAPATAN RUMAHTANGGA DI INDONESIA

Oleh

Dr. Rasidin K. Sitepu, SP, MSi1

Abstract

The research objectives are to analyze impact of human capital investment and direct cash fund on income distribution in Indonesia. Analysis is using a combination of Computable General Equilibrium (CGE) Model and Foster– Greer-Thorbecke method. The simulation results show that human capital investment is able to increase economic growth and household income. Instrument direct cash fund lead to income distribution especially farm-laborer household group and agriculture entrepreneur household group in the rural area becomes more equal which is shown by the beta distribution move to the right side of poverty line, but government budget deficit become larger due to this instrument. The human capital investment is more effective in reducing income inequality compare with direct cash fund to household group in the rural area, so that pro-poor government policy is needed, especially in the effort to increase their access to education and health.

Key words: Human Capital Investment, Economic Growth, Income Distribution, CGE

I. PENDAHULUAN

Kemiskinan dan ketimpangan distribusi pendapatan selalu menjadi topik pembicaraan yang menarik bagi negera maju maupun bagi negara berkembang, karena kedua peubah tersebut hampir dialami oleh semua negara di dunia, namun dengan tingkat kemiskinan dan ketimpangan distribusi pendapatan yang bervariasi, hal ini terjadi karena adanya perbedaan baik dalam perbedaan kondisi sosial, ekonomi dan politik suatu negara.

Penanggulangan kemiskinan menjadi penting dan mendapat perhatian karena kemiskinan akan menurunkan kualitas hidup (quality of life) masyarakat yang mengakibatkan antara lain tingginya beban sosial-ekonomi, rendahnya poduktivitas sumberdaya manusia, rendahnya partisipasi aktif masyarakat, merosotnya kepercayaan terhadap pemerintah dan kemungkinan menurunkan mutu generasi yang akan datang.

1

(2)

130

Keseriusan pemerintah menangani kemiskinan terlihat sejak tahun 1970-an dan pada tahun 2002, pemerintah telah membentuk Komite Penanggulangan Kemiskinan (KPK) melalui Keppres No. 124 Tahun 2002. Sasarannya adalah mengurangi jumlah penduduk miskin absolut berkurang sampai 40 persen, upaya-upaya tersebut dilakukan melalui dua pendekatan. Pertama, peningkatan pendapatan masyarakat miskin sehingga masyarakat mampu memperoleh peluang, kemampuan pengelolaan, perlindungan untuk memperoleh hasil yang lebih baik dalam berbagai kegiatan ekonomi, sosial budaya, politik, hukum dan keamanan. Kedua, pengurangan pengeluaran masyarakat miskin dalam mengakses kebutuhan dasar seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur yang mempermudah dan mendukung kegiatan sosial ekonomi.

Salah satu tujuan pokok pembangunan adalah menciptakan keseluruhan pola pertumbuhan pendapatan yang diinginkan dengan penekanan khusus pada akselerasi pertumbuhan dan pendapatan golongan miskin. Sehingga konsep penerapan pencapaian pertumbuhan ekonomi yang tinggi semata tanpa diiringi dengan penurunan angka kemiskinan dan ketimpangan distribusi pendapatan bukanlah merupakan konsep yang tepat. Meskipun analisis ekonomi umumnya tidak menyinggung hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan distribusi pendapatan, namun sebagian besar teori mengisyaratkan bahwa ketimpangan distribusi pendapatan merupakan sesuatu yang harus dikorbankan demi memacu laju pertumbuhan ekonomi secara cepat (Todaro, 2000).

Pasca krisis, pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2000 sebesar 4.92 %, ternyata kondisi ini belum mampu menciptakan lapangan kerja dan menyerap tambahan angkatan kerja yang muncul sekitar 2,5 juta setiap tahunnya, akibatnya jumlah pengangguran meningkat, sebesar 9.76 juta orang tahun 20012004. Lambatnya pertumbuhan ekonomi dan meningkatnya jumlah pengangguran mengakibatkan jumlah penduduk miskin belum dapat diturunkan setelah pasca krisis, tercatat bahwa tahun 2002 penduduk miskin sebesar 38.4 juta jiwa dimana angka ini lebih besar jika dibandingkan sebelum krisis, yaitu sebesar 34,5 juta jiwa pada tahun 1996 (BPS, 2002).

(3)

131

Teori pertumbuhan baru menekankan pentingnya peranan pemerintah terutama dalam meningkatkan pembangun modal manusia (human capital) dan mendorong penelitian dan pengembangan dalam rangka meningkatkan produktivitas, dimana pertumbuhan produktivitas tersebut pada gilirannya merupakan motor penggerak pertumbuhan (engine of growth).

Kenyataannya dapat dilihat bahwa dengan melakukan investasi pendidikan akan mampu meningkatkan kualitas sumberdaya manusia yang diperlihatkan oleh

meningkatnya pengetahuan dan keterampilan seseorang. Peningkatan

pengetahuan dan keahlian akan mendorong peningkatan produktivitas tenaga kerja seseorang. Perusahaan akan memperoleh hasil yang lebih banyak dengan mempekerjakan tenaga kerja dengan produktivitas yang lebih tinggi, sehingga perusahaan akan bersedia memberikan upah/gaji yang lebih tinggi kepada yang bersangkutan. Pada akhirnya seseorang yang memiliki produktivitas yang tinggi akan memperoleh kesejahteraan yang lebih baik, yang dapat diperlihatkan melalui peningkatan pendapatan maupun konsumsinya. Rendahnya produktivitas tenaga kerja kaum miskin salah satu tak lain disebabkan oleh karena rendahnya akses mereka untuk memperoleh pendidikan dan kesehatan. Pertanyaannya adalah seberaoa besar dampak investasi sumberdaya manusia terhadap perubahan pertumbuhan ekonomi, kemiskinan dan distribusi pendapatan di Indonesia.

Pada tahun 2000 harga BBM di pasar secara rata-rata meningkat sebesar 12 persen. Pada tanggal 16 Juni 2001 kenaikan harga BBM mencapai 30.10 persen (Tim Sosialisasi BBM, 2000). Pada tahun 2002 berdasarkan surat keputusan Presiden No. 9 Tanggal 16 Januari 2002 harga BBM secara bertahap akan disesuaikan dengan harga internasional, kecuali minyak tanah untuk rumah tangga dan pengusaha kecil. Penghapusan subsidi BBM tersebut, tentu saja memberikan pengaruh yang besar terhadap kinerja makroekonomi antara lain ditunjukkan oleh meningkatkan jumlah penduduk miskin (Oktaviani, et. al, 2005).

(4)

132 II. KERANGKA PUSTAKA

2.1. Kerangka Teori

Dalam teori Harord-Domar, investasi merupakan faktor penentu yang sangat penting dalam pertumbuhan ekonomi. Bahkan mereka mengatakan bahwa tabungan dan investasi merupakan kekuatan sentral dibalik pertumbuhan ekonomi (savingand investmentiscentralforcesbehindeconomicgrowth). Lebih lanjut dinyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi ditentukan secara bersama-sama oleh rasio tabungan nasional, dan rasio modal output nasional. Hal ini memiliki makna secara ekonomi bahwa agar suatu perekonomian dapat bertumbuh, maka perekonomian yang bersangkutan haruslah menabung dan menginvestasikan proporsi tertentu dari GNP-nya. Semakin banyak suatu perekonomian menabung dan menginvestasikan, semakin pesat pertumbuhan ekonominya (Todaro, 2000; Perkins, et. al, 2001).

Teori yang juga banyak membahas tentang pertumbuhan ekonomi adalah teori pertumbuhan ekonomi neoklasik (neoclassical growth theory) atau sering disebut Teori Pertumbuhan Solow (Solow growth theory). Dalam model Harrod-Domar hanya memfokuskan pada faktor tabungan dan investasi, maka dalam model pertumbuhan Solow, selain faktor kapital, juga menekankan pentingnya faktor tenaga kerja dan teknologi.

Model pertumbuhan baru pada dasarnya merupakan pengembangan dari model Solow sebelumnya, yang mengungkapkan bahwa peranan kapital, termasuk modal manusia (human capital) atau investasi dalam sumberdaya manusia (human capital investment) lebih besar daripada apa yang diukur oleh pertumbuhan Solow. Ide dasar dari model pertumbuhan baru tersebut adalah bahwa investasi kapital, baik itu dalam mesin maupun dalam manusia, menciptakan eksternalitas yang positif (positive externalities). Artinya investasi tidak hanya meningkatkan kapasitas produktif dari perusahaan yang melakukan investasi atau tenaga kerja, tetapi juga kapasitas produktif dari perusahaan-perusahaan atau tenaga kerja lainnya yang terkait. Singkatnya, dalam model pertumbuhan baru ini inovasi teknologi (technological innovation) dan pembentukan modal manusia (human capital formation) dilihat sebagai sumber utama dari pertumbuhan produktivitas, dan pertumbuhan produktivitas itu sendiri pada gilirannya merupakan motor penggerak dari pertumbuhan ekonomi (engine of growth).

(5)

133

bergantung pada tingkat stok kapital (K), jumlah tenaga kerja, dan juga pada tingkat teknologi atau produktivitas (A). Dalam model pertumbuhan baru tingkat kemajuan teknologi atau produktivitas tidak lagi dianggap sebagai faktor yang bersifat eksogen, akan tetapi diasumsikan sebagai faktor yang bersifat endogen, yang bergantung pada pertumbuhan kapital (Froyen, 1996).

Model modal manusia yang dikembangkan oleh Romer, merupakan pengembangan dari model Solow, dimana fungsi produksi dituliskan dalam bentuk (Romer, 1996)

Y(t) = K(t)H (t) [A(t)L(t)]1 - - ………..... (1)

Dimana  > 0,  > 0 dan  +  < 1. K adalah kapital, H adalah human capital, A adalah teknologi, dan L merupakan tenaga kerja. Persamaan di atas mengimplikasikan bahwa constant return to scale terhadap K, H dan L. Persamaan (1) menyatakan bahwa output suatu perekonomian merupakan fungsi dari kapital, modal manusia, dan produktivitas tenaga kerja. Menurut Park (1995), modal manusia dapat diartikan sebagai spesialisasi keahlian yang disediakan tenaga kerja dan dapat diperoleh dengan mengalokasikan pendapatan untuk pendidikan dan kesehatan.

2.2. Kerangka Pemikiran

Ketimpangan distribusi pendapatan dan kemiskinan merupakan persoalan yang krusial bagi setiap negara, sehingga pemerintah di masing-masing negara berusaha untuk mengurangi persoalan tersebut melalui intrumen fiskal pemerintah. Skema instrumen fiskal yang terkait dengan penerimaan dan pengeluaran pemerintah Indonesia ditampilkan pada Gambar 2.1.

Dari sisi penerimaan, anggaran pemerintah untuk pembiayaan publik dapat dihasilkan dari dua sumber, yaitu domestik dan pinjaman luar negeri. Penerimaan dari dalam negeri, dapat diperoleh dari pajak pendapatan, pajak penjualan dan pajak produksi, sedangkan dari luar negeri, pinjaman dapat dari berbagai bentuk, tetapi dalam hal ini hanya dibatasi pada pinjaman luar negeri untuk publik.

(6)

134 Gambar 2.1

Mekanisme Transmisi Kebijakan Fiskal dalam Mempengaruhi Distribusi Pendapatan dan Kemiskinan

Dengan mengacu pada konsep yang diajukan oleh Romer dan Lucas, maka fokus kajian ini lebih ditekankan pada pengeluaran pemerintah untuk pendidikan dan kesehatan. Dalam penelitian ini, instrumen pengeluaran pemerintah untuk pendidikan dan kesehatan sebagai proxy modal manusia. Untuk mengetahui apakah investasi sumberdaya manusia efektif dalam mengurangi ketimpangan distribusi pendapatan dan kemiskinan, instrumen transfer pendapatan ke rumahtangga oleh pemerintah (berupa bantuan langsung tunai) juga akan dianalisis sebagai pembanding.

III. METODOLOGI

Untuk menjawab tujuan penelitian digunakan pendekatan aplikasi ekonomi keseimbangan umum (CGE Model) dan beta distribution function. Model CGE yang diadopsi dari model INDOF (Oktaviani, 2000) dan model WAYANG (Wittwer, 1999). Metode beta distribusi function digunakan untuk mengevaluasi ketimpangan distribusi pendapatan rumahtangga yang diadopsi dari Decaluwe, et.al (1999); dan

Pajak

Pajak Pajak

Pinjaman

Transfer Susbsidi

Penyesuaian Penyesuaian

Tekanan pada

Inflasi

Growth lambat: penyesuaian

Work-leisure

Preferences

A

A

n

n

g

g

g

g

a

a

r

r

a

a

n

n

P

P

e

e

m

m

e

e

r

r

i

i

n

n

t

t

a

a

h

h

Penyesuaian di dalam Pendapatan dan

Pengeluaran Pembangunan

Terutama untuk

(7)

135

Agenor, et. al (2003). Penulisan notasi mengikuti sistem model ORANI-F (Horridge et al. (1993) dan INDOF (Oktaviani, 2000), yang dituliskan dalam istilah perubahan persentase.

Dalam penelitian ini diasumsikan bahwa seluruh industri beroperasi pada pasar dengan kondisi competitive baik di pasar input maupun di pasar output. Hal ini mengimplikasikan bahwa tidak ada pelaku ekonomi yang dapat mengatur pasar, sehingga seluruh sektor dalam ekonomi diasumsikan menjadi penerimaan harga (price-taker). Pada tingkat output, harga-harga dibayar oleh konsumen sama dengan marginal cost dari memproduksi barang. Hal yang sama, dimana input dibayar sesuai dengan nilai produk marginalnya. Persamaan permintaan dan penawaran diturunkan dari prosedur optimasi. Karena model yang digunakan merupakan model recursive dynamic, maka dampak kebijakan dari tahun ke tahun dapat tertangkap dari model.

3.1. Distribusi Pendapatan

Distribusi pendapatan rumahtangga diperoleh dari Tabel SNSE Indonesia, yang diagregasi kedalam delapan kelompok rumahtangga. Untuk menganalisis dan menghasilkan distribusi pendapatan berdasarkan kelompok rumahtangga, digunakan suatu rumusan distribusi pendapatan yang sesuai dengan karakterisktik dari kelompok rumahtangga.

Distribusi ini tergantung pada pendapatan maksimum dan minimum dan tentunya pada kecondongan (skewness) distribusi pendapatan dalam kelompok rumahtangga. Untuk menentukan karakteristik ini ke dalam distribusi pendapatan, digunakan Beta Distribusi Function seperti yang diusulkan oleh Decaluwé, et.all (1999); Agenor, et. al (2003) sebagai berikut:

 

 

1

(8)

136

dimana

x

adalah pendapatan rata-rata sampel (samplemean) dan s2 adalah variasi pendapatan (sample variace) yang didefinisikan dengan formula berturut-turut adalah: distribusi cenderung lebih mengarah ke sisi kiri, dalam hal ini ketimpangan dalam distribusi pendapatan meningkat. Jika q > p maka distribusi menjadi lebih condong ke sisi kanan. Hal ini juga menunjukkan meningkatnya ketimpangan. Jika p = q, maka fungsi menjadi simetris, dengan kata lain distribusi pendapatan merata.

3.2. Simulasi Kebijakan

Skenario simulasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah peningkatan investasi sumberdaya manusia sebesar 20%. Investasi sumberdaya manusia diproxy dari pengeluaran pemerintah untuk pendidikan dan kesehatan, sedangkan produktivitas tenaga kerja untuk setiap sektor di proxy dari output per efektif labor yang merupakan fungsi dari upah, pengeluaran pemerintah untuk pendidikan dan kesehatan. Karena dalam model CGE tidak dinyatakan secara explisit variabel investasi sumberdaya manusia, maka untuk menduga besaran perubahan investasi sumberdaya manusia tersebut di setiap sektor, diestimasi dengan menggunakan model ekonometrika. Hasil penggunaan model ekonometrik dengan metode Ordinary Least Square adalah:

Produktivitas TK di Sektor Pertanian

Y1 = -0.336824 + 0.000001353 AGRI_W + 0.000100 EDUC + 0.000165 HEALTH (0.000000254) (0.000062235) (0.000122)

Prob>F = 0.0001 R2 = 0.9264

Produktivitas TK Sektor Pertambangan

Y2 = -0.469987 + 0.000005112 MINING_W + 0.000133 EDUC + 0.000198 HEALTH (0.000001768) (0.000163) (0.000301)

(9)

137 Produktivitas TK di Sektor Industri

Y3 = 1.255264 + 0.000002682 INDUS_W + 0.000107 EDUC + 0.000171 HEALTH (0.000511) (0.262996) (0.398644)

Prob>F = 0.0001 R2 = 0.6575

Produktivitas TK Sektor LGA

Y4 = -0.058364 + 0.000003760 LGA_W + 0.000078039 EDUC + 0.000121 HEALTH (0.000001119) (0.000091238) (0.000158)

Prob>F = 0.0001 R2 = 0.9270

Produktivitas TK Sektor Bangunan

Y5 =-1.653449 + 0.000007506 CONST_W + 0.000036186 EDUC+0.000087996 HEALTH (0.000001598) (0.000105) (0.000167)

Prob>F = 0.0001 R2 = 0.9498

Produktivitas TK Sektor Perdagangan

Y6 =-1.186052 + 0.000006513 TRADE_W + 0.000013402 EDUC+0.000043562 HEALTH (0.000001243) (0.000073152) (0.000132)

Prob>F = 0.0001 R2 = 0.9258

Produktivitas TK Sektor Transportasi

Y7 = -0.122122 + 0.000002433 TRANS_W + 0.000035398 EDUC + 0.000120 HEALTH (0.000001243) (0.000073152) (0.000132)

Prob>F = 0.0001 R2 = 0.8580

Produktivitas TK Sektor Keuangan

Y8 = -0.821571 + 0.000003294 BANK_W + 0.000083587 EDUC + 0.000100 HEALTH (0.000000461) (0.000052346) (0.000096658)

Prob>F = 0.0001 R2 = 0.9773

Produktivitas TK di Sektor Jasa

Y9 = -0.642525 + 0.000003578 SERVIS_W + 0.000156 EDUC + 0.000190 HEALTH (0.000001423) (0.000141) (0.000268)

Prob>F = 0.0001 R2 = 0.9005

(10)

138

Dari hasil estimasi tersebut, nilai dasar ditentukan dari hasil prediksi model (ditunjukkan pada Tabel 3.1 kolom a), selanjutnya dilakukan stimulus ekonomi berupa peningkatan investasi suberdaya untuk pendidikan (nilai perubahan ditunjukkan pada Tabel 3.1 kolom b) dan investasi sumberdaya manusia untuk kesehatan (nilainya ditunjukkan pada Tabel 3.1 kolom d). Prosentase perubahan produktivitas tenaga kerja sebagai akibat adanya peningkatan investasi sumberdaya manusia (ditunjukkan pada Tabel 3.1 kolom c dan e) diperoleh Prosentase perubahan produktivitas tenaga kerja sektoral yang ditunjukkan pada kolom c dan e selanjutnya akan dimasukkan ke model CGE melalui variabel A1PRIM (produktivitas tenaga kerja sektoral).

Tabel 3.1

Besaran Perubahan Produktivitas Tenaga Kerja yang dimasukkan ke Dalam Model CGE

Produktivitas TK Sektor Pertanian 1.15 1.18 2.60 1.21 5.21 Produktivitas TK Sektor Pertambangan 3.28 3.40 3.55 3.36 2.20 Produktivitas TK Sektor Industri 3.14 3.36 6.98 3.38 7.48 Produktivitas TK Sektor LGA 1.75 1.81 3.92 1.79 2.53 Produktivitas TK Sektor Bangunan 1.84 1.88 1.72 1.88 1.74 Produktivitas TK Sektor Perdagangan 1.36 1.40 2.87 1.38 1.17 Produktivitas TK Sektor Transportasi 1.46 1.49 2.13 1.50 3.00 Produktivitas TK Sektor Keuangan 2.01 2.09 3.64 2.05 1.81 Produktivitas TK Sektor Jasa-Jasa 2.42 2.53 4.65 2.58 6.53

Simulasi 1: Peningkatan Investasi Sumberdaya Manusia diproxy dari Pengeluaran Pemerintah

untuk Pendidikan Sebesar 20 persen

Simulasi 2: Peningkatan Investasi Sumberdaya Manusia diproxy dari Pengeluaran Pemerintah

untuk Kesehatan Sebesar 20 persen

(11)

139 Tabel 3.2

Persentase Peningkatan Pendapatan untuk Masing-Masing Kelompok Rumahtangga Perdesaan (%)

No Rumah Tangga Simulasi 3

1 Buruh pertanian di desa 18.388

2 Pengusaha pertanian di desa 18.041

3 Pengusaha bebas golongan rendah di desa 17.860

4 Bukan angktan kerja dan golongan tidak jelas di desa 17.689

5 Pengusaha bebas golongan atas di desa 17.848

6 Pengusaha bebas golongan rendah di kota 0

7 Bukan angkatan kerja dan golongan tidak jelas di kota 0

8 Pengusaha bebas golongan atas di kota 0

Sumber: Susenas, 2002 (diolah)

Pada kenyataannya, transfer pendapatan atau bantuan langsung tunai yang diberikan pemerintah ke rumahtangga tidak hanya di daerah perdesaan, tetapi juga pada masyarakat di perkotaan. Argumen utama mengapa hanya transfer pendapatan ke rumahtangga perdesaan di masukkan ke dalam model adalah karena pada kelompok rumahtangga perdesaan tersebut jumlah penduduk yang berada dibawah garis kemiskinan lebih dari 50 persen. Simulasi peningkatan investasi sumberdaya manusia dan transfer pendapatan dalam kajian ini tidak memperhitungkan dan memperhatikan alokasi dana sektor lainnya.

3.3. Closure

Di dalam model CGE, khususnya memiliki variabel yang lebih besar dibandingkan jumlah persamaannya, sehingga untuk menutup kekurangan agar model mencapai solusi (dipecahkan), selisih antara variabel tersebut mengharuskan adanya variabel eksogen. Horridge, et al (1993) menyatakan ada beberapa variabel yang dapat dijadikan sebagai variabel eksogen umumnya variabel-variabel yang tidak mempunyai persamaan. Susunan dari sebuah closure sangat berpengaruh terhadap hasil analisis. Beberapa jenis closure yang dimasukkan dalam permodelan menunjukkan kepentingannya terhadap tujuan penelitian dan bersifat fleksibel. Sangat penting menunjukkan variabel-variabel yang akan di shock dan diaplikasikan pada simulasi sebagai variabel eksogen

.

(12)

140 Gambar 3.1

Closure Makroekonomi yang digunakan untuk menganalisis Dampak Investasi Sumberdaya Manusia dan Bantuan Langsung Tunai

Sumber: Oktaviani, (2000), modifikasi.

3.4. Data dan Sumber Data

Data yang digunakan adalah Input-Output Nasional Tahun 2003 dan SNSE 2003. Untuk melihat pendapatan rumahtangga digunakan Survey Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) Tahun 2002. Sumber data terutama diperoleh dari Badan Pusat Statistik. Pengolahan data menggunakan bantuan perangkat lunak GEMPACK, dan untuk menduga bentuk distribusi pendapatan kelompok rumahtangga digunakan perangkat lunak Distributive Analysis/DAD.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Dampak peningkatan investasi sumberdaya manusia sebesar 20 persen, dan bantuan tunai langsung pemerintah ke rumahtangga perdesaan ditampilkan pada Tabel 4.1. Dari Tabel 4.1 dapat diketahui bahwa dampak peningkatan investasi sumberdaya manusia untuk pendidikan sebesar 20 persen (simulasi 1) secara langsung meningkatkan produktivitas tenaga kerja. Peningkatan produktivitas

+

= + +

PDB riil

Konsumsi

RT riil Investasi Riil

Pengeluaran Pemerintah

Riil

Neraca Perdagangan

Perubahan Produktivita

s Tenaga Kerja

Nilai

Tukar riil

Tingkat Upah Riil

= endogen

= eksogen

Trend TK

(13)

141

Variabel Ekonomi Makro

(Terpilih) Simbol Simulasi 1 Simulasi 2 Simulasi 3

Balance of trade / GDP delB 1.129 0.887 -0.504

Defisit Anggaran (Rp Miliar) delbudget -10740.746 -11560.049 6216.464 Pengeluaran Pemerintah Agregat w0govt_g -2.783 -2.844 3.142 Penerimaan Pemerintah Agregat w0govt_t 2.485 2.885 0.689

Tenaga Kerja employ_i 1.353 1.491 0.500

Output Agregat x1prim_i 4.610 4.934 0.160

Devaluasi Riil p0realdev 1.810 1.634 -0.534

Indeks Harga Konsumen p3tot -1.451 -1.517 0.395

Upah Riil realwage 0.132 0.201 -0.295

GDP Riil dari Sisi Pengeluaran x0gdpexp 4.565 4.871 0.172

Pengeluaran Investasi Riil x2tot_i 4.471 5.956 2.220

Konsumsi Rumahtangga Riil x3tot 2.959 3.449 0.413

Ekspor x4tot 7.742 6.975 -1.088

Impor x0imp_c 2.348 2.605 0.835

Perubahan Stok x6tot 4.587 5.174 0.061

tenaga kerja ini direpresentasi oleh kenaikan output aggregat sebesar 4.610. Dilihat dari sisi pengeluaran, PDB riil nasional mengalami peningkatan sebesar 4.565 persen untuk sepuluh tahun ke depan. Peningkatan PDB riil tersebut dipengaruhi oleh peningkatan pengeluaran investasi riil (4.471), konsumsi rumahtangga riil (2.959) perubahan stok (4.587 persen). Disamping hal tersebut peningkatan PDB riil juga dipengaruhi oleh kenaikan nilai ekspor, meskipun nilai impor meningkat, numun peningkatan nilai ekspor lebih besar jika dibandingkan dengan peningkatan nilai impor, sehingga rasio neraca perdagangan terhadap PDB menjadi positif, atau meningkat sebesar 1.129 persen.

Temuan ini sangat mendukung endogenous growth theory yang menekankan pentingnya peranan pemerintah untuk meningkatkan modal manusia yang ditunjukkan oleh peningkatan produktivitas, dimana pada akhirnya produktivitas tersebut menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi (Romer, 1986); (Lucas, 1988).

Tabel 4.1

Hasil Simulasi Dampak Investasi Sumberdaya Manusia dan Bantuan Tunai Langsung terhadap Kinerja Makroekonomi Indonesia

(%)

Keterangan:

Simulasi 1: Peningkatan Investasi Sumberdaya Manusia untuk Pendidikan sebesar 20 Persen

Simulasi 2: Peningkatan Investasi Sumberdaya Manusia untuk Kesehatan sebesar 20 Persen

Simulasi 3: Transfer Pendapatan kepada kelompok Rumahtangga Perdesaan oleh

(14)

142

Hal yang sama juga terjadi jika dilakukan peningkatan investasi sumberdaya manusia untuk kesehatan (simulasi 2), dimana output aggregat meningkat sebesar 4.934 persen. PDB riil dari sisi pengeluaran juga mengalami peningkatan sebesar 4.871 persen. Instrumen peningkatan investasi sumberdaya manusia tersebut merupakan faktor penting dalam mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, dan jika tetap dilakukan kebijakan tersebut dengan tingkat pengeluaran yang sama selama sepuluh tahun ke depan, maka kondisi perekonomian Indonesia semakin membaik dan memiliki pengaruh yang signifikan dalam memacu laju pertumbuhan ekonomi. Stimulasi ekonomi yang diberikan pemerintah dalam bentuk bantuan langsung tunai ke pada rumahtangga perdesaan hanya berdampak kecil pada peningkatan PDB riil. PDB riil hanya meningkat sebesar 0.172 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa transfer pendapatan yang diberikan pemerintah kepada masyarakat lebih banyak digunakan untuk kegiatan konsumsi bukan kegiatan yang produktif, sehingga kenaikan PDB tersebut hanya didorong oleh kenaikan permintaan. Dampak bantuan tunai langsung tersebut menyebabkan nilai ekspor mengalami penurunan sebesar 1.088 persen sementara nilai impor mengalami peningkatan sebesar 0.835 persen, sehingga neraca perdagangan mengalami defisit seperti yang ditunjukkan oleh penurunan rasio neraca perdagangan dengan PDB, yaitu menurun sebesar 0.504 persen. Jika transfer pendapatan terus dilakukan maka dalam jangka panjang ketergantungan terhadap impor akan semakin meningkat.

Peningkatan investasi sumberdaya manusia searah dengan peningkatan produktivitas tenaga kerja sektoral dan mendorong sebagian besar industri untuk berproduksi lebih efisien, sehingga industri mampu menghasilkan barang yang lebih murah, yang pada gilirannya hampir di seluruh sektor harga menjadi lebih murah. Penurunan harga-harga tersebut ditunjukkan oleh penurunan indeks harga konsumen yang mencerminkan bahwa harga-harga produk Indonesia menurun.

(15)

143

Lebih jauh dapat dilihat bahwa dampak peningkatan investasi sumberdaya manusia dapat menurunkan jumlah pengangguran. Penyerapan tenaga kerja meningkat sebesar 1.353 persen di simulasi 1, dan 1.491 persen pada simulasi 2. Sedangkan pada simulasi 3 permintaan tenaga kerja hanya meningkat sebesar 0.500 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa investasi di dalam modal manusia dapat mengurangi jumlah pengangguran lebih besar dibandingkan dengan transfer pendapatan ke rumahtangga.

Peningkatan modal manusia dalam produktivitas tenaga kerja baik pada simulasi 1 dan simulasi 2 memberikan dampak yang baik terhadap defisit anggaran pemerintah, defisit anggaran pemerintah menurun sebesar Rp 10.74 triliun dan Rp. 11.56 triliun atau masing-masing sekitar 0.51 persen dan 0.55 persen terhadap GDP, sebaliknya bantuan langsung tunai ke rumahtangga mengakibatkan defisit anggaran pemerintah semakin meningkat, yaitu sebesar Rp 6.216 triliun atau sekitar 0.30 persen terhadap GDP. Hal ini mengindikasikan investasi sumberdaya manusia baik untuk pendidikan maupun untuk kesehatan lebih memiliki nilai ekonomis yang lebih besar daripada bantuan tunai langsung. Bantuan tunai langsung menyebabkan anggaran masyarakat menjadi lebih besar yang mendorong pada kenaikan permintaan, sehingga dalam jangka panjang, ketergantungan terhadap impor semakin tinggi, sedangkan investasi sumberdaya manusia, meningkatkan modal manusia, sehingga ketergantungan masyarakat terhadap pemerintah akan semakin menurun, dan pada akhirnya defisit anggara pemerintah akan semakin menurun. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa investasi sumberdaya manusia lebih memberikan dampak positif terhadap kinerja makroekonomi Indonesia.

Hasil temuan ini bertentangan dengan Oktaviani, et.all (2005), yang menyebutkan bahwa transfer langung kepada masyarakat miskin lebih baik dari pada peningkatan pengeluaran di sektor pendidikan. Adanya perbedaan hasil temuan ini lebih disebabkan kepada proses simulasi yang dilakukan Oktaviani, et. al (2005) melakukan stimulas dengan meningkatkan pengeluaran disektor pendidikan sedangkan dalam kajian ini shock dilakukan melalui peningkatan produktivitas tenaga kerja yang diukur dengan output per effective labor.

(16)

Ju

(17)

145

Secara makro terlihat bahwa investasi sumberdaya manusia mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi, bagaimana dengan distribusi pendapatan?. Untuk melihat perubahan distribusi pendapatan, rumahtangga disagregasi ke dalam 8 (delapan) kelompok rumahtangga, terdiri dari 5 kelompok rumahtangga di perdesaan dan 3 kelompok rumahtangga di perkotaan. Kelompok rumahtangga perdesaan tersebut didefinisikan sebagai berikut: (1) buruh pertanian di desa, (2) pengusaha pertanian di desa, (3) pengusaha bebas golongan rendah di desa, (4) bukan angkatan kerja dan golongan tidak jelas di desa, dan (5) pengusaha bebas golongan atas di desa. Sedangkan tiga kelompok rumahtangga di perkotaan adalah (1) pengusaha bebas golongan rendah di kota, (2) bukan angkatan kerja dan golongan tidak jelas di kota, dan (3) pengusaha bebas golongan atas di kota.

Karakteristik dari delapan kelompok rumahtangga tersebut disajikan pada Tabel 4.3. Variasi pendapatan minimum berkisar antara Rp 44.540 ribu sampai dengan Rp. 114.26 ribu per bulan. Dimana pendapatan terendah dimiliki oleh kelompok rumahtangga bukan angkatan kerja dan golongan tidak jelas di desa, yaitu Rp. 35.240 ribu.

Tabel 4.3

Karakteristik Pendapatan Rumah Tangga dan Demografi Indonesia

Sumber: Susenas, 2002 (diolah)

Keterangan: Poverty line ditentukan berdasarkan ukuran Bank Dunia, yaitu sebesar $ 2 per hari atau setara dengan Rp. 570 ribu per bulan

Pada Tabel 4.3 tersebut dapat diketahui bahwa variasi rata-rata pendapatan kelompok rumahtangga tertinggi adalah antara Rp. 543.84 ribu sampai dengan Rp. 1028.15 ribu. Dimana pendapatan terkecil dimiliki oleh kelompok rumahtangga bukan angkatan kerja dan golongan tidak jelas di desa sedangkan pendapatan tertinggi dimiliki oleh kelompok rumahtangga pengusaha bebas golongan atas di kota, yaitu sebesar Rp. 1028.15 ribu.

Pangsa populasi terbesar terdapat pada kelompok rumahtangga bukan angkatan kerja dan golongan tidak jelas di desa yaitu sebesar 29.64 persen, kemudian diikuti dengan rumahtangga pengusaha pertanian di desa sebesar 23.99

No Rumah Tangga Mean Minimum Maximum Penduduk Poverty (Rp 000) (Rp 000) (Rp 000) (%) Line (%)

1 Buruh Pertanian 543.84 44.54 999.91 2.88 57.23

(18)

146

persen. Jumlah penduduk dibawah garis kemiskinan (poverty line) terbesar terdapat pada kelompok rumahtangga pengusahan bebas golongan rendah di desa. Secara umum jumlah penduduk dibawah garis kemiskinan terbesar terdapat di daerah perdesaan. Sedangkan di daerah perkotaan, penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan relatif kecil yaitu sekitar 26 persen.

Pada tingkat rumahtangga diketahui bahwa peningkatan investasi sumberdaya manusia berdampak pada peningkatan pendapatan riil rumahtangga. Besaran peningkatan pendapatan riil antara 1.4586 persen dan 3.6750 persen untuk investasi pendidikan. Sedangkan untuk investasi kesehatan meningkat antara 2.3521 persen dan 4.0850 persen (Tabel 4.4).

Tabel 4.4

Hasil Simulasi Dampak Peningkatan Investasi Sumberdaya Manusia dan Transfer Pendapatan terhadap Pendapatan Riil Rumah Tangga (%)

No Kelompok Rumahtangga Perubahan Pendapatan

Simulasi 1 Simulasi 2 Simulasi 3

1 Buruh pertanian di desa 1.4586 2.7082 0.6362

2 Pengusaha pertanian di desa 3.0227 4.0850 0.5714

3 Bukan pertanian golongan bawah di desa 2.6783 3.0992 0.4963

4 Bukan angkatan kerja di desa 1.9847 2.9052 0.2321

5 Bukan pertanian golongan atas di desa 2.9220 3.2169 0.3283

6 Pertanian golongan bawah di kota 3.1075 3.6141 0.2595

7 Bukan angkatan kerja dan gol tdk jls di kota 2.5174 2.3521 0.3295

8 Bukan pertanian golongan atas di kota 3.6750 3.6280 0.3845

Investasi sumberdaya manusia untuk pendidikan secara umum memberikan kenaikan pendapatan paling besar di perkotaan, dan investasi sumberdaya manusia untuk kesehatan memberikan kenaikan pendapatan yang paling lebih besar di daerah perdesaan khususnya bagi kelompok rumahtangga pengusaha pertanian di desa. Sedangkan bantuan langsung tunai ke rumahtangga perdesaan (simulasi 3) hanya memberikan kenaikan pendapatan yang relatif kecil.

Dalam rangka untuk menganalisis dan mengevaluasi distribusi pendapatan berdasarkan kelompok rumahtangga, dalam penelitian ini digunakan ukuran beta density distribution function atau beta density distribution function untuk masing-masing pendapatan kelompok rumahtangga.

Parameter mx dan mn secara berturut-turut adalah pendapatan maksimum dan minimum di dalam kelompok rumahtangga. Sementara parameter p dan q akan mempengaruhi bentuk ketimpangan distribusi pendapatan untuk masing-masing kelompok rumahtangga.

(19)

147

(SUSENAS). Bentuk distribusi pendapatan yang dihasilkan dari nilai parameter yang ditampilkan pada Tabel 4.5 dan hasil simulasi peningkatan investasi sumberdaya manusia dan bantuan tunai langsung untuk masing-masing kelompok rumahtangga ditampilkan Gambar 4.1 – Gambar 4.8.

Tabel 4.5

Nilai Parameter Beta Density Distribution Function

No Rumah Tangga p q Minimum Maximum

(Rp. 000) (Rp. 000)

1 Buruh Pertanian 2.18 1.99 44.54 999.91

2 Pengusaha Pertanian 2.16 1.94 58.54 1000.00

3 Pengusaha Bebas Gol Rendah Desa 2.27 26.54 47.14 6543.52

4 Bukan AK dan Gol Tdk Jelas Desa 2.30 36.03 35.24 6935.20

5 Pengusaha Bebas Gol Atas Desa 2.29 16.14 68.15 4175.76

6 Pengusaha Bebas Gol Rendah Kota 1.23 9.00 102.16 8878.63

7 Bukan AK dan Gol Tdk Jelas Kota 1.25 12.02 100.49 8994.67

8 Pengusaha Bebas Gol Atas Kota 1.16 10.25 114.26 9613.13

Sumber: Susenas, 2002 (diolah)

Pada Gambar 4.1 – Gambar 4.8, terlihat bahwa distribusi pendapatan tanpa kebijakan (dasar), distribusi pendapatan terutama kelompok rumahtangga buruh pertanian dan pengusaha pertanian di perdesaan berada disebelah kiri garis kemiskinan. Tingkat pendapatan masing-masing individu di dalam kelompok rumahtangga tersebut relatif rendah dengan jumlah individunya relatif lebih banyak. Segmen rumahtangga ini, ketimpangan pendapatan relatif rendah.

(20)
(21)

Da

m

p

ak

In

v

esta

si S

u

m

b

er

...

(Ra

sid

in

K.S

itep

u

)

149

Gambar 4.3

Distribusi Pendapatan Rumahtangga Pengusaha Bebas Golongan Rendah di Desa

Gambar 4.4

(22)

al

Ke

u

an

g

an

d

an

M

o

n

eter,

Vo

lu

m

e

1

3

, N

o

. 2

T

ah

u

n

2

0

1

0

150

Gambar 4.5

Distribusi Pendapatan Rumahtangga Pengusaha Bebas Gol atas di DesaBebas Golongan Rendah di

(23)

Da

m

p

ak

In

v

esta

si S

u

m

b

er

...

(Ra

sid

in

K.S

itep

u

)

151

Gambar 4.7.

Distribusi Pendapatan Rumahtangga Bukan AK dan Gol Tidak Jelas di KotaBebas Gol atas di

Gambar 4.8.

Distribusi Pendapatan Rumahtangga Pengusaha Bebas Gol atas di Kota Bebas Gol atas di Kota KotaBebas Gol atas di DesaBebas Golongan Rendah

(24)

152

Jika pendapatan rata-rata meningkat sebesar , maka pendapatan masing-masing rumahtangga di dalam kelompok juga mengalami peningkatan sebesar . Dengan acuan tersebut, distribusi pendapatan akan secara secara horizontal bergeser mengikuti perubahan pendapatan pada masing-masing kelompok rumahtangga (Simulasi 1, Simulasi 2 dan Simulasi 3). Kurva beta distribusi function proporsional bergeser secara horizontal dari kiri menuju ke kanan bawah garis kemiskinan. Jika dibandingkan investasi pendidikan dan kesehatan pada kelompok rumahtangga buruh pertanian ini, maka terlihat jelas bahwa investasi kesehatan lebih baik menurunkan ketimpangan distribusi pendapatan. Distribusi pendapatan dalam kelompok rumahtangga menjadi lebih merata, investasi pendidikan hanya relatif kecil mempengaruhi ketimpangan distribusi pendapatan. Investasi sumberdaya manusia relatif lebih baik menurunkan ketimpangan distribusi pendapatan rumahtangga jika dibandingkan dengan bantuan langsung tunai ke rumahtangga perdesaan (Gambar 4.1). Hal yang sama juga terjadi pada kelompok rumahtangga pengusaha pertanian di desa seperti yang ditampilkan pada Gambar 4.2 dimana distribusi pendapatan menjadi lebih merata.

Untuk kelompok rumahtangga lainnya (Gambar 4.3 Gambar 4.8), secara keseluruhan terlihat bahwa investasi pendidikan dan kesehatan maupun bantuan langsung tunai relatif kecil mempengaruhi ketimpangan distribusi pendapatan, dimana distribusi pendapatan masih condong berada di sebelah kanan, yang hal ini juga menunjukkan bahwa dalam segmen kelompok rumahtangga tersebut distribusi pendapatan masih timpang. Efektifitas untuk menurunkan ketimpangan distribusi pendapatan kelompok rumahtangga, sangat tergantung pada ketimpangan awal dalam kelompok rumahtangga tersebut.

Namun demikian, pada temuan ini tidak ditemukan pola yang sistematik antara tingkat pertumbuhan ekonomi dengan ketimpangan distribusi pendapatan seperti yang dihipotesiskan oleh Kuznet. Tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak diikuti dengan tingginya tingkat ketimpangan dalam distribusi pendapatan. Pertumbuhan ekonomi dalam penelitian ini dapat menurunkan tingkat ketimpangan dalam distribusi pendapatan, terutama bagi kelompok rumahtangga buruh pertanian dan pengusaha pertanian.

(25)

153

didistribusikan antar populasi. Lebih tegas dinyatakan oleh Deininger dan Squire (1998) bahwa pertumbuhan menurunkan penduduk miskin, dan tidak ada ditemukan menderita dari pertumbuhan tersebut.

V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

5.1. Kesimpulan

Peningkatan investasi sumberdaya manusia akan mendorong pada peningkatan produktivitas tenaga kerja yang selanjutnya akan dapat memacu laju pertumbuhan ekonomi. Instrumen peningkatan investasi sumberday manusia lebih efektif dalam meningkatkan pendapatan dan menurunkan ketimpangan pendapatan rumahtangga dibandingkan dengan bantuan langsung tunai. Tidak ditemukan adanya pola yang sistematik antara tingkat pertumbuhan ekonomi dengan ketimpangan distribusi pendapatan seperti yang dihipotesiskan oleh Kuznet. Tingkat pertumbuhan ekonomi tinggi tidak diikuti dengan tingginya tingkat ketimpangan dalam distribusi pendapatan, sebaliknya, pertumbuhan ekonomi tersebut dapat menurunkan tingkat ketimpangan dalam distribusi pendapatan kelompok rumahtangga, terutama bagi kelompok rumahtangga buruh pertanian dan pengusaha pertanian.

5.2. Implikasi Kebijakan

Untuk meningkatkan pertumbuhnan ekonomi, sebaiknya pemerintah terus tetap mempertahankan investasi pendidikan yang telah dilakukan dan berupaya untuk meningkatkan nilai investasi melalui peningkatan kualitas sumberdaya manusia sehingga mencapai standard dari UNESCO, karena selain investasi tersebut akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi juga berdampak terhadap penurunan angka pengangguran serta peningkatan kualitas sumber daya manusia baik daerah perdesaan maupun di daerah perkotaan. Investasi sumberdaya manusia lebih efektif menurunkan ketimpangan pendapatan dibandingkan dengan bantuan langsung tunai kepada kelompok rumahtangga, oleh karena diperlukan kebijakan pemerintah yang lebih berpihak pada kaum miskin, terutama meningkatkan akses mereka terhadap pendidikan dan kesehatan.

(26)

154

dilakukan dengan meningkatkan pajak pendapatan kepada individu yang berpendapatan tinggi didalam kelompok dan mendistribusikan kepada masyarakat miskin atau penduduk yang berada dibawah garis kemiskinan.

DAFTAR PUSTAKA

Agenor, P. R., D. H. C. Chen and M. Grimm. 2003. Linking Representative Household Models with Household Surveys for Poverty Analysis: A Comparison of Alternative Methodologies. The World Bank and Department of Economics, Yale University, New Haven.

Bautista, R., S. Robinson and M. Said. 1999. Alternative Industrial Development Paths for Indonesia: SAM and CGE Analysis. International Food Policy Institute. Washington, D.C.

Badan Pusat Statistik. 2009. Data Strategis BPS. Badan Pusat Statistik. Jakarta.

Decaluwé, B., A. Patry, L. Savard., and E. Thorbecke, 1999. Poverty Analysis Within a General Equilibrium Framework. Working Paper 99-06. CRÉFA, Département

d’économique Université Laval. Quebec, Canada.

Decaluwé, B., J. C. Dumont and L. Savard. 1999. Measuring Poverty and Inequality in a Computable General Equilibrium Model. Working paper 99-20, CREFA, Département

d’économique Université Laval. Quebec, Canada.

Deininger, K and L. Squire. 1998. New Way of Looking at Old Issues: Asset Inequality and Growth. Journal of Development Economic, 57(2): 259-287.

Froyen, R. T. 1996. Macroeconomics : Theories and Policies. Fifth Edition. Prentice-Hall Inc, New Jersey.

Goudie, A. and P. Ladd. 1999. Economic Growth and Poverty and Inequality. Journal of International Development, 11(1): 177-195.

Horridge, J., B. R. Parameter and K. R. Pearson. 1993. ORANI-F: A General Equilibrium Model of the Australian Economy. Center of Policy Studies and Impact Project, Monash University, Australia.

Lucas, R. E. 1988. On the Mechanics of Economic Development. Journal of Monetary Economics, 22(1): 3-42.

Oktaviani, R. 2000. The Impact of APEC Trade Liberalization on Indonesia Economy and its Agricultural Sector. PhD Thesis. Department of Agricultural Economics University of Sydney, Sydney.

Oktaviani, R. 2001. Implication of APEC Trade Liberalization and Other Changes for the Indonesia Economy. Quarterly Review of the Indonesian Economy. Bisnis & Ekonomi Politik, 4(1): 2-43.

Oktaviani, R., E. Puspitawati., dan Sahara. 2005. Dampak Kebijakan Pemerintah Pada Sektor Pendidikan terhadap Ekonomi Indonesia dan Distribusi Pendapatan. Jurnal Bisnis dan Ekonomi Politik, 6(1) April.

(27)

155

Perkins, D. H; S. Radeler; D. R. Snodgrass; M. Gillis, dan M. Roemer. 2001. Economics of Development. Fifth Edition. W.W. Norton & Company Inc, New York.

Ravallion, M. and S. Chen. 1997. What Can New Survey Data Tell Us About Recent Changes in Distribution and Poverty. World Bank Research Observer, 11(2): 357-382.

Romer, D. 1996. Advanced Macroeconomics. McGraw Hill Companies Inc, New York.

Romer, P. M. 1986. Increasing Returns and Long-Run Growth. Journal of Political Economics, 94(5):1002-1037.

Solow, R.M. (1956), A Contribution to the Theory of Economic Growth. Quarterly Journal of Economics, 70(1): 65-94.

Tim Sosialisasi BBM. 2000. Laporan Mingguan Tim Sosialisasi BBM. Badan Perencana Pembangunan Nasional, Jakarta.

Todaro, M. P. 2000. Economic Development. Pearson Education Limited, New York.

(28)

Gambar

Gambar 2.1  Mekanisme Transmisi Kebijakan Fiskal dalam Mempengaruhi Distribusi
Tabel 3.1   Besaran Perubahan Produktivitas Tenaga Kerja yang dimasukkan ke Dalam
Tabel 3.2 Persentase Peningkatan Pendapatan untuk Masing-Masing Kelompok
Gambar 3.1   Makroekonomi yang digunakan untuk menganalisis Dampak
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pengembangan ( Depelopment ) pada tahap ini dilakukan pemilihan komponen- komponen media dengan menggunakan software pendidikan yang diakses melalui computer.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya: (1) pengaruh yang signifikan motivasi belajar siswa terhadap prestasi belajar siswa kelas XI

Dengan perhatian tersebut, para pembeli akan terikat dengan hubungan kedekatan antara penjual dan pembeli dan akan merasa bersalah jika pada suatu saat tanpa alasan yang

localization untuk menerjemahkan nama Jane sebagai Jeni dalam istilah terjemahan agar nama ini memiliki arti lokal dan lebih mudah diucapkan dalam bahasa

Hasil analisis regresi logistik biner berganda dari 6 variabel bebas, yaitu umur (X1), tekanan darah sistolik (X2), tekanan darah diastolik (X3), kandungan kolesterol (X4), tinggi

Ditinjau dari kualitas isi dan tujuan, media pembelajaran interaktif pada materi pokok sel volta yang dikembangkan dikatakan telah memenuhi kelayakan dengan

“ Pola Asuh Orangtua kepada Anak yang menjadi Pengemis Jalanan”(Studi Kasus pada Orang Tua di Daerah Talangsari yang memiliki Anak sebagai Pengemis Jalanan

Dari Gambar 3 terlihat bahwa rasio realisasi terhadap anggaran Pendapatan Asli Daerah (PAD), Kabupaten Kepulauan Meranti merupa- kan Kabupaten dengan rasio paling tinggi