SKRIPSI
ANALISIS PENGARUH GOOD CORPORATE GOVERNANCE DAN KONVERGENSI IFRS TERHADAP MANAJEMEN LABA
PADA PERUSAHAAN BUMN YANG TERDAFTAR DIBURSA EFEK IDONESIA
PERIODE 2011-2013
OLEH:
ERNA WAHYUNI 100503014
PROGRAM STUDI AKUNTANSI DEPARTEMEN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
i PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan dengan
sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul “ANALISIS PENGARUH
GOOD CORPORATE GOVERNANCE DAN KONVERGENSI IFRS
TERHADAP MANAJEMEN LABA PADA PERUSAHAAN BUMN YANG
TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2011-2013” adalah
benar hasil karya tulis saya sendiri yang disusun sebagai tugas akademik guna
menyelesaikan akademik pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Sumatera Utara.
Bagian atau data tertentu yang saya peroleh dari perusahaan atau
lembaga, atau yang saya kutip dari hasil karya orang lain telah mendapat izin
dan dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan
penulisan etika ilmiah.
Apabila kemudian hari ditemukan adanya kecurangan dan plagiat dalam
skripsi saya, saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan peraturan yang
berlaku.
Medan, Mei 2015
Yang membuat pernyataan,
ii ABSTRAK
ANALISIS PENGARUH GOOD CORPORATE GOVERNANCE
DAN KONVERGENSI IFRS TERHADAP MANAJEMEN LABA PADA PERUSAHAAN BUMN YANG TERDAFTAR
DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2011-2013
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh good corporate governance dan konvergensi IFRS pada perusahaan BUMN yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2011-2013. Penelitian ini memiliki jumlah sampel 13 perusahaan BUMN yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dari tahun 2011-2013
Pemilihan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan data sekunder yaitu laporan keuangan yang dipublikasikan melalui website
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara simultan kepemilikan institusional, komite audit, komisaris independen, ukuran dewan komisaris, ukuran dewan direksi, dan konvergensi IFRS tidak berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba pada perusahaan BUMN yang terdaftar di BEI. Secara parsial menunjukkan bahwa komisaris independen berpengaruh signifikan. Sedangkan kepemilikan institusional, komite audit, ukuran dewan komisaris, ukuran dewan direksi, dan konvergensi IFRS tidak berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba pada perusahaan BUMN yang terdaftar di BEI.
Model analisis yang digunakan adalah regresi linier berganda yang dilakukan dengan bantuan program komputer SPSS versi 19.0 dengan menggunakan uji t dan uji F.
.
iii ABSTRACT
THE ANALYS EFFECT OF GOOD CORPORTE GOVERNANCE AND IFRS CONVERGENCE TO THE EARNINGS MANAGEMENT OF BUMN COMPANY LISTED ON THE INDONESIA STOCK EXCHANGE PERIOD
2011-2013.
The objectives of this research to analyze the effect of good corporate governance and convergence IFRS to the earnings management of BUMN company listed on the Indonesia Stock Exchange. The sample of this research is 13 BUMN companies listed in Indonesia Stock Exchange from 2011 to 2013.
The sample selection is done by purposive sampling method. The data used in this study is the use of secondary data that the financial statements are published on the website www.idx.co.id
The results of this study showed that simultaneous institutional ownership, audit committees, independent directors, board size, the size of the board of directors, and the convergence of IFRS had no significant effect on earnings management in state-owned companies listed on the Stock Exchange. Partially indicate that the independent directors have a significant effect. Meanwhile, institutional ownership, the audit committee, board size, the size of the board of directors, and the convergence of IFRS had no significant effect on earnings management in state-owned companies listed on the Stock Exchange.
. The analysis model used is multiple linear regression were performed with the aid of a computer program SPSS version 19.0 using the t test and F test.
.
iv KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wa ta ‘alla
atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
yang berjudul “Analisis Pengaruh Good Corporate Governance Dan Konvergensi
Ifrs Terhadap Manajemen Laba Pada Perusahaan Bumn Yang Terdaftar Di Bursa
Efek Indonesia Periode 2011-2013”. Penulis telah banyak menerima bimbingan,
saran, motivasi serta do’a dari berbagai pihak selama penulisan skripsi ini.
Teristimewa untuk kedua orang tua saya yang sangat saya kagumi dan cintai,
Ayahanda Shalati Dhuhry dan Ibunda Aisyah yang tidak pernah lelah memberikan
kasih sayang, do’a, nasehat serta semangat yang tulus hingga saat ini.
Pada kesempatan ini penulis juga ingin mengucapkan terimakasih dan
penghargaan yang tulus kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Azhar Maksum, M.Ec.Ac, Ak, CA,selaku Dekan Fakultas
Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Dr. Syafruddin Ginting Sugihen, MAFIS, Ak, selaku Ketua
Departemen Akuntansi dan bapak Drs. Hotmal Ja’far, MM, Ak, selaku
Sekretaris Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera
Utara.
3. Bapak Drs. Firman Syarif, M.Si, Ak, selaku Ketua Program Studi S-1
Akuntansi dan Ibu Dra. Mutia Ismail, MM, Ak, selaku Sekretaris Program
v
4. Ibu Dra. Narumondang B. Siregar, MM, Ak selaku Dosen Pembimbing saya
yangtelah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, pengarahan, dan
perbaikan dalam menyelesaikan skripsi ini.
5. Bapak Drs. Idhar Yahya, MBA, Ak, selaku Dosen Penguji yang telah
memberikan arahan, kritik, dan saran yang membangun sehingga skripsi ini
dapat diselesaikan dengan baik, serta Bapak Drs. Rustam, MSi, Ak, selaku
Dosen Pembanding yang telah memberikan arahan, kritik, dan saran yang
membangun sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.
6. Yang saya cintai abang, kakak dan adik saya, bang Asbullah, bang Wan, kak
Rahma, kak Iki, kak Afri, Arni Daini, Safrina Harfah, Ulfa Illyatin, Najih
Imtikhani, dan Ilham Ramadan yang selalu memberikan doa, semangat serta
kasih sayang yang tulus selama ini; Bapak/Ibu Dosen Fakultas Ekonomi dan
Bisnis yang telah berbagi ilmu kepada penulis selama penulis berada di
bangku kuliah, semoga ilmu yang Bapak/Ibu berikan dapat penulis
manfaatkan semaksimal mungkin; rekan-rekan terbaik penulis, Pita Loliyanti,
Ida Wahyuni, Sri Mulyati, Febry Larasati, Maisarah Khairunnisa, Ainun
Mardhiah, Kiat Ramadhan, dan Dian Prandana yang memberikan dukungan
dan semangat kepada penulis; Abang-Abang dari CNBLUE dan Adik-Adik
dari BTS yang selalu setia menemani serta memberikan dukungan dan
semangat kepada penulis; Teman-teman dari grup Boice yang tidak bisa saya
sebutkan satu persatu yang selalu setia menemani serta memberikan
dukungan dan semangat kepada penulis; rekan Mahasiswa Akuntansi FEB
vi
ilmu bermanfaat agar kelak kita dapat memberikan yang terbaik tidak hanya
untuk diri sendiri, melainkan juga untuk bangsa dan tanah air.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini juga masih banyak terdapat
kekurangan. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dalam
penyempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Medan, Mei 2015 Penulis,
vii DAFTAS ISI
PERNYATAAN ... i
ABSTRAK ...ii
ABSTRAK ...iii
KATA PENGANTAR ...iv
DAFTAR ISI ...vii
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR LAMPIRAN ...xi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Perumusan Masalah... 4
1.3 Tujuan Penelitian... 4
1.4 Manfaat Penelitian... 5
1.4.1 Manfaat Teoritis ... 5
1.4.2 Manfaat Praktis ... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...7
2.1 Tinjauan Teoritis ...7
2.1.1 Teori keagenan ...7
2.1.2 Teori Sinyal ...9
2.1.3 Manajemen Laba ...10
2.1.3.1 Definisi Manajemen Laba ...10
2.1.3.2 Insentif Manajemen Laba ...11
2.1.3.3 Strategi Pelaksanaan Manajemen Laba ...12
2.1.3.4 Pengukuran Manajemen Laba ...14
2.1.4 Good Corporate Governance ...18
2.1.4.1 Definisi Good Corporate Governance ...18
2.1.4.2 Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance ...19
2.1.4.3 Manfaat dan Tujuan Good Corporate Governance ....22
2.1.4.4 Implementasi Good Corporate Governance ...23
2.1.5 Kepemilikan Institusional ...25
2.1.6 Komite Audit ...26
2.1.7 Dewan Komisaris Independen ...26
2.1.8 Ukuran Dewan Komisaris ...27
2.1.9 Ukuran Dewan Direksi ...28
2.1.10 Konvergensi IFRS ...28
2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu ...32
2.3 Kerangka Konseptual dan Hipotesis ...40
2.3.1 Kerangka Konseptual ...40
2.3.2 Hipotesis Penelitian ...42
BAB III METODE PENELITIAN ...43
viii
3.2 Populasi dan Sampel Penelitian ...43
3.3 Batasan Operasional ...45
3.4 Definisi Operasional ...46
3.4.1 Variabel Dependen ...46
3.4.2 Variabel Independen ...48
3.5 Teknik pengumpulan Data ...52
3.6 Model Analisis Data ...53
3.6.1 Pengujian Statistik Deskriptif ...53
3.6.2 Pengujian Asumsi Klasik ...54
3.6.2.1 Uji Normalitas ...54
3.6.2.2 Uji Multikolinieritas ...55
3.6.2.3 Uji Heterokedastisitas ...55
3.6.2.4 Uji Autokolerasi ...56
3.6.2 Uji Hipotesis ...56
3.7 Tempat dan Waktu Penelitian ...58
BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN ... 59
4.1 Deskripsi Objek Penelitian ... 59
4.2 Analisis Statistik Deskriptif ... 59
4.3 Uji Asumsi Klasik ... 63
4.3.1 Uji Normalitas ... 63
4.3.2 Uji Multikolienaritas... 65
4.3.3 Uji Heterokedastisitas ... 67
4.3.4 Uji Autokorelasi ... 68
4.4 Pengujian Hipotesis ... 69
4.4.1 Uji Parsial (t test) ... 69
4.4.2 Uji Simultan (F test) ... 75
4.4.3 Uji Koefisien Determinasi (R2)... 76
4.5 Pembahasan Hasil Penelitian ... 77
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 80
5.1 Kesimpulan ... 80
5.2 Keterbatasan Penelitian ... 82
5.3 Saran ... 82
ix DAFTAR TABEL
No. Tabel Judul Hal
2.1 Perkembangan Konvergensi PSAK ke IFRS 30
2.2 Penelitian Terdahulu 36
3.1 Populasi dan Sampel Penelitian 44
4.1 Statistik Deskriptif 60
4.2 Uji Kolmogorov-Smoniv 65
4.3 Hasil Uji Multikolienaritas 66
4.4 Uji Autokorelasi 69
4.5 Hasil Uji t 70
4.6 Hasil Uji F 75
x DAFTAR GAMBAR
No. Gambar Judul Hal
2.1 Kerangka Konseptual 40
4.1 Uji Normalitas (1) : Histogram 63
4.2 Uji Normalitas (2) : Grafik PPPlots 64
4.3 Grafik Scatterplot 67
xi DAFTAR LAMPIRAN
No. Lampiran Judul Hal
Lampiran 1 Daftar Populasi dan Sampel Penelitian 88
Lampiran 2 Sampel Penelitian 88
Lampiran 3 Data Variabel Penelitian 89
Lampiran 4 Perbandingan PSAK dengan IFRS 90
Lampiran 5 Hasil Uji Statistik Deskriptif 90
Lampiran 6 Hasil Uji Normalitas 91
Lampiran 7 Hasil Uji Kolmogorov-Smirnov 92
Lampiran 8 Hasil Uji Multikolonieritas 92
Lampiran 9 Hasil Uji Heterokedastisitas 92
Lampiran 10 Hasil Uji Autokorelasi 93
Lampiran 11 Hasil Uji Hipotesis 93
Lampiran 12 Hasil Uji Keofisien Determinasi 93
Lampiran 13 Tabel t 94
iii ABSTRACT
THE ANALYS EFFECT OF GOOD CORPORTE GOVERNANCE AND IFRS CONVERGENCE TO THE EARNINGS MANAGEMENT OF BUMN COMPANY LISTED ON THE INDONESIA STOCK EXCHANGE PERIOD
2011-2013.
The objectives of this research to analyze the effect of good corporate governance and convergence IFRS to the earnings management of BUMN company listed on the Indonesia Stock Exchange. The sample of this research is 13 BUMN companies listed in Indonesia Stock Exchange from 2011 to 2013.
The sample selection is done by purposive sampling method. The data used in this study is the use of secondary data that the financial statements are published on the website www.idx.co.id
The results of this study showed that simultaneous institutional ownership, audit committees, independent directors, board size, the size of the board of directors, and the convergence of IFRS had no significant effect on earnings management in state-owned companies listed on the Stock Exchange. Partially indicate that the independent directors have a significant effect. Meanwhile, institutional ownership, the audit committee, board size, the size of the board of directors, and the convergence of IFRS had no significant effect on earnings management in state-owned companies listed on the Stock Exchange.
. The analysis model used is multiple linear regression were performed with the aid of a computer program SPSS version 19.0 using the t test and F test.
.
ii ABSTRAK
ANALISIS PENGARUH GOOD CORPORATE GOVERNANCE
DAN KONVERGENSI IFRS TERHADAP MANAJEMEN LABA PADA PERUSAHAAN BUMN YANG TERDAFTAR
DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2011-2013
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh good corporate governance dan konvergensi IFRS pada perusahaan BUMN yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2011-2013. Penelitian ini memiliki jumlah sampel 13 perusahaan BUMN yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dari tahun 2011-2013
Pemilihan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan data sekunder yaitu laporan keuangan yang dipublikasikan melalui website
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara simultan kepemilikan institusional, komite audit, komisaris independen, ukuran dewan komisaris, ukuran dewan direksi, dan konvergensi IFRS tidak berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba pada perusahaan BUMN yang terdaftar di BEI. Secara parsial menunjukkan bahwa komisaris independen berpengaruh signifikan. Sedangkan kepemilikan institusional, komite audit, ukuran dewan komisaris, ukuran dewan direksi, dan konvergensi IFRS tidak berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba pada perusahaan BUMN yang terdaftar di BEI.
Model analisis yang digunakan adalah regresi linier berganda yang dilakukan dengan bantuan program komputer SPSS versi 19.0 dengan menggunakan uji t dan uji F.
.
1 BAB I
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Laporan keuangan merupakan bentuk pertanggungjawaban manajemen
perusahaan kepada pihak-pihak yang berkepentingan, seperti pemegang saham,
investor, kreditor, pemerintah, masyarakat maupun pihak-pihak lainnya. Seorang
manajer bertanggung jawab atas pengelolaan perusahaan dan mengetahui lebih
banyak informasi-informasi yang bermanfaat untuk kelangsungan hidup
perusahaan, baik informasi internal maupun prospek perusahaan di masa yang
akan datang bila dibandingkan dengan pemegang saham. Oleh karena itu, manajer
berkewajiban untuk menyampaikan kondisi perusahaan kepada pemegang saham.
Akan tetapi pada kenyataannya, manajemen dapat melakukan tindakan – tindakan
yang hanya memaksimalkan kepentingannya sendiri. Manajemen sebagai agen
bisa melakukan tindakan yang tidak menguntungkan prinsipal secara keseluruhan
yang dalam jangka panjang bisa merugikan kepentingan dari perusahaan tersebut.
Perilaku manajemen untuk mengatur laba sesuai dengan keinginannya ini dikenal
dengan istilah manajemen laba (earnings management).
Menurut teori keagenan, untuk mengatasi masalah ketidakselarasan
kepentingan antara principal dan agent dapat dilakukan melalui pengelolaan
perusahaan yang baik (Midiastuty & Machfoedz, 2003). Sebagaimana
diungkapkan oleh Veronica dan Bachtiar (2004) corporate governance adalah
salah satu cara untuk mengendalikan tindakan oportunistik yang dilakukan
2
Implementasi terhadap prinsip-prinsip good corporate governance di
Indonesia telah diatur dalam beberapa undang-undang dan peraturan. Peraturan
dan undang-undang berupaya untuk mendorong berbagai perusahaan untuk
melaksanakan prinsip-prinsip good corporate governance dalam melakukan
kegiatan operasional perusahaan tersebut. Dalam Surat Keputusan Menteri
BUMN No. Kep-117/M-MBU/2002 tanggal 1 Agustus 2002 tentang Penerapan
Praktek Good Corporate Governance pada Badan Usaha Milik Negara,
menekankan kewajiban bagi BUMN untuk menerapkan good corporate
governance secara konsisten dan atau menjadikan prinsip-prinsip good corporate
governance sebagai landasan operasionalnya, yang pada dasarnya bertujuan untuk
meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan
nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan
kepentingan stakeholders lainnya, dan berlandaskan peraturan
perundang-undangan dan nilai-nilai etika.
Penerapan corporate governance secara konsisten yang berprinsip pada
keadilan, transparansi, akuntanbilitas, dan pertanggungjawaban terbukti dapat
meningkatkan kualitas laporan keuangan. Dengan adanya prinsip good corporate
governance tersebut diharapkan dapat menjadi penghambat aktivitas rekayasa
kinerja yang mengakibatkan laporan keuangan tidak mengambarkan nilai
fundamental perusahaan.
Pengadopsian IFRS diharapkan akan meningkatkan kualitas informasi
akuntansi dengan meningkatnya komparabilitas laporan keuangan dan
3
pengungkapan yang lebih banyak dan memberikan pilihan akuntansi yang lebih
sedikit, hal ini akan mengurangi kemampuan manajemen dalam mengatur laba
sehingga IFRS diharapkan akan dapat mengurangi earning management dan
meningkatkan relevansi nilai akuntansi. Barth et al. (2007) menyatakan bahwa
kualitas informasi akuntansi dapat meningkat jika pembuat standar dapat
membatasi tindakan opportunistic manajemen dalam menentukan kualitas
akuntansi. Kustina (2012) menyebutkan bahwa Perusahaan BUMN sebagai
perusahaan yang memiliki akuntabilitas publik dipersyaratkan oleh regulasi untuk
menyusun laporan keuangan berdasarkan IFRS.
Kesimpulan dari beberapa hasil penelitian sebelumnya menunjukkan
adanya ketidakkonsistenan pengaruh mekanisme good corporate governance
maupun konvergensi IFRS terhadap manajemen laba. Diantaranya penelitian
Suryani (2010) menyimpulkan kepemilikan institusional berpengaruh negatif
terhadap manajemen laba, dan komite audit dan komisaris independen tidak
berpengaruh terhadap manajemen laba. Sedangkan Herawaty dan I Guna (2010)
menyimpulkan bahwa kepemilikan institusional, komite audit, dan komisaris
independen tidak berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba.
Cahyati (2010) secara teori menyimpulka bahwa standar IFRS berbasis
prinsip lebih condong pada pengungkapan nilai wajar, dan pengungkapan yang
lebih rinci diharapkan dapat mengurangi manajemen laba. Sementara itu Marsono
(2013) menyimpulkan bahwa tidak ada perbedaan kualitas informasi sesudah dan
sebelum pengadopsian IFRS, hal ini disebabkan oleh faktor infrastruktur yang
4
Berdasarkan penelitian terdahulu atas mekanisme good corporate
governance dan konvergensi IFRS maka dapat disimpulkan terdapat research gap
yang terjadi. Peneliti memilih perusahaan BUMN untuk dijadikan sampel karena
perusahaan BUMN merupakan perusahaan yang sebagian besar sahammnya
dimiliki oleh pemerintah, diharapkan dapat menunjukkan penerapan good corporate governance dan konvergensi IFRS yang baik, sehingga diharapkan
dapat mengurangi praktik manajemen laba (earnings management). Sebagaimana
yang diungkapkan oleh Kustina (2012) kementerian BUMN sebagai stakeholder
utama BUMN sangat mempengaruhi bagaimana proses implementasi PSAK baru
ini dalam perusahaan.
Berdasarkan uraian tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul “Analisis Pengaruh Good Corporate Governance dan Konvergensi
IFRS Terhadap Manajemen Laba Pada Perusahaan BUMN yang Terdaftar di
Bursa Efek Indonesia Periode 2011-2013”.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian dan penjelasan latar belakang yang telah dikemukakan
sebelumnya, maka dirumuskanlah masalah yang yang menjadi dasar dalam
penyusunan skripsi, yaitu: “apakah good corporate governance, dan konvergensi
IFRS berpengaruh secara parsial dan simultan terhadap manajemen laba pada
perusahaan BUMN yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia?”.
1.3 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah, tujuan yang ingin dicapai dalam
5
konvergensi IFRS berpengaruh secara parsial dan simultan terhadap manajemen
laba pada perusahaan BUMN yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis
maupun praktis.
1.4.1 Manfaat Teoitis
Penelitian dilakukan sebagai upaya dalam mendukung pengembangan
ilmu akuntansi secara umum, serta pengembangan ilmu yang berkaitan dengan
good corporate governance dan konvergensi IFRS.
1.4.2 Manfaat Praktis
1. Bagi Manajemen Perusahaan
Penelitian yang dilakukan dapat menjadi masukan yang digunakan oleh pihak
manajemen sebagai bahan referensi dalam rangka menetapkan kebijakan dan
pelaksanaan strategi serta dalam hal pengambilan keputusan yang berkaitan
dengan kegiatan operasional perusahaan.
2. Bagi Investor
Bagi investor penelitian yang dilakukan dapat bermanfaat sebagai bahan
pertimbangan untuk pengambilan keputusan investasi.
3. Bagi Peneliti
Penelitian yang dilakukan dapat menjadi bahan kajian dan menambah
wawasan serta pengetahuan peneliti tentang pengaruh penerapan good
6
4. Bagi Akademisi
Penelitian yang dilakukan diharapkan dapat menambah bukti empiris dari
penelitian-penelitian sebelumnya mengenai good corporate governance, dan
konvergensi IFRS serta dapat dijadikan referensi dalam mengadakan
penelitian lebih lanjut tentang masalah yang sama dan dapat diterapkan di
masa yang akan datang.
5. Bagi Masyarakat
Bagi masyarakat, penelitian ini dapat dijadikan sebagi bahan pertimbangan
dalam rangka menilai tingkat kesehatan perusahaan yang terdaftar di Bursa
7 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis
2.1.1 Teori Keagenan (agency theory)
Adanya peralihan dalam lingkungan bisnis mengakibatkan perusahaan
yang dulunya hanya dimiliki satu orang yaitu manajer-pemilik (owner-manager)
sekarang menjadi perusahaan yang kepemilikannya tersebar dengan pemegang
saham yang dimiliki oleh berbagai kalangan. Peralihan ini mengakibatkan
terjadinya pemisahan antara kepemilikan dan pengelolaan, dimana kepemilikan
berada pada tangan para pemegang saham sedangkan pengelolaan berada pada
tangan tim manajemen. Hubungan keagenan ini sebagai suatu kontrak di mana
satu atau lebih pihak (principal) memberikan tugas kepada pihak lain (agen) untuk
melaksanakan jasa dan pendelegasian wewenang dalam pengambilan keputusan,
hubungan inilah yang dinamakan teori keagenan.
Pemisahan dalam teori keagenan ini menandakan pemilik tidak lagi
terlibat dalam pengelolaan perusahaan karena telah dialihkan kepada agen. Pihak
principal hanya bertindak sebagai pengawas dengan memonitor kinerja
perusahaan melalui laporan yang diberikan oleh agen. Agency theory yang
dikembangkan oleh Michael Johnson, professor dari Harvard (dalam Emirzon,
2007) memandang bahwa manajemen perusahaan sebagai agen bagi pemegang
saham akan bertindak dengan penuh kesadaran bagi kepentingannya sendiri,
8
Hal inilah yang nantinya akan menimbulkan permasalahan keagenan.
Adanya posisi, fungsi, kepentingan, dan latar belakang principal dan agen yang
berbeda dan saling bertolak belakang, namun saling membutuhkan, mau tidak
mau dalam praktiknya akan menimbulkan pertentangan, saling tarik menarik
kepentingan dan pengaruh antara satu dengan yang lain (Emirzon, 2007). Hal ini
mengakibatkan terjadinya penyimpangan dalam pelaporan kepada principal akibat
adanya keinginan untuk memenuhi tujuan pribadi seperti ingin memaksimumkan
utilitasnya, yang memungkinkan agen tidak selalu berbuat terbaik bagi principal,
sehingga muncul masalah keagenan. Masalah keagenan ini dapat terlihat dalam
aktivitas manajemen laba yang muncul pada laporan keuangan perusahaan akibat
adanya asymmetric information.
Asymmetric information adalah informasi yang tidak seimbang yang
disebabkan adanya distribusi informasi yang tidak sama antara principal dan agen
yang berakibat dapat menimbulkan dua permasalahan yang disebabkan adanya
kesulitan principal untuk memonitor dan melakukan kontrol terhadap
tindakan-tindakan agen. Menurut Jansen dan Meckling yang dikutip dalam Emirzon (2007),
permasalahan yang dimaksud adalah :
a. Moral hazard, yaitu permasalahan muncul jika agen tidak melaksanakan
hal-hal yang disepakati bersama dalam kontrak kerja.
b. Adverse selection, yaitu suatu keadaan dimana principal tidak dapat
mengetahui apakah suatu keputusan yang diambil oleh agen benar-benar
didasarkan atas informasi yang telah diperolehnya, atau terjadi sebagai
9
Pada prinsipnya teori keagenan menjelaskan bagaimana menyelesaikan
konflik kepentingan antara para pihak dan stakeholder dalam kegiatan bisnis yang
berdampak merugikan (Emirzon, 2007). Untuk menghindarkan konflik, kerugian,
diperlukan prinsip-prinsip dasar pengelolaan perusahaan yang baik atau good
corporate governance.
2.1.2 Teori Sinyal (Signaling Theory)
Konsep teori sinyal dan asimetri informasi sangat berkaitan erat dimana
teori asimetri informasi terjadi ketika pihak-pihak yang berkaitan dengan
perusahaan tidak mempunyai informasi yang sama mengenai prospek dan risiko
perusahaan. Pihak tertentu mempunyai informasi yang lebih baik dibandingkan
dengan pihak lainnya. Manajer biasanya mempunyai informasi yang lebih baik
dibandingkan dengan pihak luar seperti investor sehingga terjadi asimetri
informasi antara manajer dan investor. Investor yang merasa mempunyai
informasi sedikit, akan berusaha menginterpretasikan perilaku manajer.
Perilaku manajer dalam hal menentukan struktur modal bisa dianggap
sebagai sinyal oleh pihak luar (investor). Kurangnya informasi pihak luar
mengenai perusahaan menyebabkan mereka melindungi diri dengan memberikan
harga yang rendah untuk perusahaan. Menurut Mamduh (2004) menyatakan
bahwa “perusahaan dapat meningkatkan nilai perusahaan, dengan mengurangi
informasi asimetri. Upaya untuk mengurangi informasi asimetri adalah dengan
memberikan sinyal pada pihak luar termasuk investor”.
Teori sinyal mengemukakan bagaimana seharusnya sebuah perusahaan
10
informasi mengenai apa yang sudah dilakukan oleh manajemen untuk
merealisasikan keinginan pemilik. Sinyal dapat berupa promosi atau informasi
lain yang menyatakan bahwa perusahaan tersebut lebih baik daripada perusahaan
lain. Informasi berupa pengungkapan tanggung jawab sosial yang dipublikasikan
diharapkan dapat menjadi sinyal positif yang dapat diberikan perusahaan guna
menarik minat para investor untuk berinvestasi karena melalui pengungkapan
tanggung jawab sosial tersebut diperlihatkan bahwa perusahaan telah
menunjukkan suatu pertanggung jawaban terhadap lingkungan sekitar dimana ia
beroperasi.
2.1.3 Manajemen Laba
2.1.3.1 Definisi Manajemen Laba
Manajemen laba (earning management) menurut Schipper dalam Wild, et
al. (2008) didefinisi sebagai intervensi manajemen dengan sengaja dalam proses
penentuan laba, biasanya untuk memenuhi tujuan pribadi. Terlebih lagi,
manajemen sebagai pengelola perusahaan memiliki informasi tentang perusahaan
lebih cepat, lebih banyak, dan lebih valid daripada pemegang saham (asymmetric
information) sehingga memungkinkan manajemen melakukan praktek akuntansi
dengan berorientasi pada angka laba, yang dapat menciptakan kesan (prestasi)
tertentu.
Scott (2009) membagi cara pemahaman atas manajemen laba menjadi dua.
Pertama, melihatnya sebagai perilaku oportunistik manajer untuk
memaksimumkan utilitasnya dalam menghadapi kontrak kompensasi, kontrak
11
memandang manajemen laba dari perspektif efficient contracting (Efficient
Earning Management), dimana manajemen laba memberi manajer suatu
fleksibilitas untuk melindungi diri mereka dan perusahaan dalam mengantisipasi
kejadian-kejadian yang tak terduga untuk keuntungan pihak-pihak yang terlibat
dalam kontrak.
2.1.3.2 Insentif Manajemen Laba
Banyak alasan melakukan manajemen laba, termasuk meningkatkan
kompensasi manajer yang terkait dengan laba yang dilaporkan, meningkatkan
harga saham, dan usaha mendapatkan subsidi pemerintah. Dalam Wild, et al.
(2008) dipaparkan sejumlah insentif utama untuk melakukan manajemen laba
adalah sebagai berikut.
a. Insentif perjanjian.
Banyak perjanjian yang menggunakan angka akuntansi. Misalnya perjanjian
kompensasi manajer biasanya mencakup bonus berdasarkan laba. Perjanjian
bonus biasanya memiliki batas atas dan bawah, artinya manajer tidak
mendapat bonus jika laba lebih rendah dari batas bawah dan tidak
mendapatkan bonus saat laba lebih tinggi dari batas atas. Hal ini berarti
manajer memiliki insentif untuk meningkatkan atau mengurangi laba
berdasarkan tingkat laba yang belum diubah terkait dengan batas atas dan
bawah.
b. Dampak harga saham
Potensi dampak harga saham misalnya manajer dapat meningkatkan laba
12
tertentu seperti merger yang akan dilakukan atau penawaran surat berharga,
atau rencana menjual saham atau melaksanakan opsi. Manajer juga
melakukan perataan laba untuk menurunkan persepsi pasar akan risiko dan
menurunkan biaya modal.
c. Insentif lain.
Terdapat beberapa alasan manajemen laba lainnya. Laba seringkali
diturunkan untuk menghindari biaya politik dan penelitian yang dilakukan
badan pemerintah. Selain itu, perusahaan dapat menurunkan laba untuk
memperoleh keuntungan dari pemerintah, misalnya subsidi atau proteksi dari
persaingan asing. Perusahaan juga menurunkan laba untuk mengelakkan
permintaan serikat buruh. Salah satu insentif lain adalah perubahan
manajemen yang sering menyebabkan big bath karena beberapa alasan.
Pertama, melemparkan kesalahan pada manajer yang berwenang. Kedua,
sebagai tanda bahwa manajer baru harus membuat keputusan tegas untuk
memperbaiki perusahaan. Ketiga, dan yang terpenting, yaitu memberikan
kemungkinan dilakukannya peningkatan laba di masa depan.
2.1.3.3 Strategi Pelaksanaan Manajemen Laba
Dalam pelaksanaan aktivitas manajemen laba, manajemen memiliki
beberapa strategi dalam melaksanakan praktek ini. Dalam Wild, et al. (2008),
dijelaskan tiga jenis strategi manajemen laba yaitu :
a. Meningkatkan laba (increasing income)
Cara ini dilakukan dengan meningkatkan laba yang dilaporkan pada periode
13
dimungkinkan selama beberapa periode. Pada skenario pertumbuhan, akrual
pembalik lebih kecil dibandingkan akrual kini sehingga dapat meningkatkan
laba. Kasus yang terjadi adalah perusahaan dapat melaporkan laba yang lebih
tinggi berdasarkan manajemen laba yang agresif sepanjang periode waktu
yang panjang. Selain itu, perusahaan dapat melakukan manajemen untuk
meningkatkan laba selama beberapa tahun dan kemudian membalik akrual
sekaligus pada satu saat pembebanan. Pembebanan satu saat ini sering kali
dilaporkan “di bawah laba bersih” (below the line) sehingga dipandang tidak
terlalu relevan.
b. Mandi besar (big bath)
Strategi big bath dilakukan melalui penghapusan sebanyak mungkin pada
satu periode. Periode yang dipilih biasanya periode dengan kinerja yang
buruk (seringkali pada masa resesi dimana perusahaan lain juga melaporkan
laba yang buruk) atau peristiwa saat terjadi satu kejadian yang tidak biasa
seperti perubahan manajemen, merger, atau restrukturisasi. Strategi ini juga
seringkali dilakukan setelah strategi peningkatan laba pada periode
sebelumnya. Karena sifat big bath yang tidak biasa dan tidak berulang,
pemakai cenderung tidak memperhatikan dampak keuangannya. Hal ini
memberikan kesempatan untuk menghapus semua hal buruk di masa lalu dan
memberikan kesempatan untuk meningkatkan laba di masa depan.
c. Perataan laba (Income smoothing)
Perataan laba merupakan bentuk umum manajemen laba. Pada strategi ini,
14
mengurangi fluktuasinya. Perataan laba juga mencakup tidak melaporkan
bagian laba pada periode baik dengan menciptakan cadangan atau “bank”
laba dan kemudian melaporkan laba ini saat periode buruk. Banyak
perusahaan menggunakan bentuk manajemen laba ini.
Praktek manajemen laba yang dilakukan oleh pihak manajemen ini dapat
diminimumkan melalui suatu mekanisme monitoring untuk menyelaraskan
ketidaksejajaran kepentingan pemilik dan manajemen. Mekanisme yang dianggap
dapat digunakan untuk membatasi tindakan tersebut adalah mekanisme good
corporate governance.
2.1.3.4 Pengukuran Manajemen Laba
Dechow et al (1995) telah mengevaluasi beberapa model untuk mendeteksi
dan mengukur manajemen laba berdasarkan akrual. Berbagai model tersebut
adalah :
1. Model Healy
Healy (1985) menguji manajemen laba dengan membandingkan rata-rata total
akrual (diskala dengan lag total aset) antara variabel yang merupakan bagian
manajemen laba. Model Healy dirumuskan sebagai berikut :
���� =��� �
dimana :
NDA = estimasi nondiscretionary accrual
15
T = t merupakan tahun subscript untuk tahun-tahun yang termasuk dalam
periode estimasi
τ = tahun subscript yang menunjukkan suatu tahun dalam periode
berjalan.
2. Model DeAngelo
DeAngelo (1986) menguji manajemen laba dengan memperhitungkan
perbedaan pertama dalam total akrual, serta mengasumsikan bahwa
perbedaan pertama mempunyai suatu nilai ekspektasi nol di bawah hipotesis
nol yaitu tidak adanya manajemen laba. Nondiscretionary accrual
berdasarkan model DeAngelo dirumuskan sebagai berikut:
NDAt=TAt-1
3. Model Jones
Model Jones (1991) berusaha untuk mengontrol dampak perubahan ekonomi
perusahaan terhadap nondiscretionary accrual. Model Jones untuk
nondiscretionary accrual dirumuskan sebagai berikut :
NDAt = α1(1/At-1) + α 2(ΔREVt)+ α 3(PPEt)
dimana :
ΔREVt= pendapatan tahun t dikurangi pendapatan tahun t-1 yang diskala oleh
total aset pada tahun t-1
PPEt = peralatan dan properti pabrik tahun t yang diskala dengan total aset
pada tahun t-1
At-1 = total aset pada t-1
16
4. Model Industri
Model industri berasumsi bahwa variasi-variasi yang terdapat dalam
faktor-faktor penentu nondiscretionary accrual biasa terjadi pada
perusahaan-perusahaan dalam industri yang sama. Model industri untuk nondiscretionary
accrual dirumuskan sebagai berikut :
NDA t = γ 1 + γ 2 median t (TAt)
dimana :
median t (TAt) = nilai median dari total akrual yang diskala dengan lag aset
untuk semua perusahaan non sample, yang sama dengan 2 digit kode SIC.
γ 1, γ 1 = parameter spesifik perusahaan
5. Model Jones yang Dimodifikasi
Model Jones yang dimodifikasi oleh Dechow, Sloan, dan Sweeney (1995)
dirancang untuk mengurangi kecenderungan terjadinya kesalahan model
Jones, ketika discretionary diterapkan pada pendapatan. Perubahan
pendapatan disesuaikan dengan perubahan piutang, karena dalam pendapatan
atas penjualan sudah tentu ada yang berasal dari penjualan secara
kredit.Pengurangan terhadap nilai piutang untuk menunjukkan bahwa
pendapatan yang diterima benar-benar merupakan pendapatan bersih
(Dechow et al, 1995). Seperti yang dilakukan Jones (1991), perhitungan
dilakukan dengan :
a. Mengukur total accrual dengan menggunakan model Jones yang
17
Total Accrual (TAC) = laba bersih setelah pajak (net income) – arus kas
operasi (cash flow from operating)
b. Menghitung nilai accruals yang diestimasi dengan persamaan regresi
OLS (Ordinary Least Square):
TAC
t/ At-1 = α1(1/ At-1) + α2((ΔREVt - ΔRECt) / At-1) + α3(PPEt / At-1) +e
Dimana
TAC
t : total accruals perusahaan i pada periode t
A
t-1 : total aset untuk sampel perusahaan i pada akhit tahun t-1
REV
t : perubahan pendapatan perusahaan i dari tahun t-1 ke tahun t
REC
t : perubahan piutang perusahaan i dari tahun t-1 ke tahun t
PPE
t :aktiva tetap perusahaan tahun t
c. Menghitung nondiscretionary accruals model (NDA) adalah sebagai
berikut:
NDAt = α
1(1/ At-1) + α2((ΔREVt - ΔRECt) / At-1) + α3(PPEt / At-1
Dimana
NDAt : nondiscretionary accruals pada tahun t
α : fitted coefficient yang diperoleh dari hasil regresi pada perhitungan
total accruals
d. Menghitung discretionary accruals
DACt : (TAC
t / At-1) - NDAt
Dimana
18 2.1.4 Good Corporate Governance
2.1.4.1 Definisi Good Corporate Governance
Good corporate governance merupakan suatu aturan sistem dan
seperangkat aturan mengenai pengelolaan perusahaan yang perlu diterapkan pada
setiap perusahaan dan mengatur hubungan antara pihak yang berkepentingan
dalam perusahaan. Good corporate gorvernance dimaksudkan untuk mengatur
hubungan-hubungan antara pihak-pihak yang berkepentingan ini dalam rangka
mencapai tujuan perusahaan dan mencegah terjadinya kesalahan-kesalahan
signifikan dalam strategi perusahaan dan untuk memastikan bahwa
kesalahan-kesalahan yang terjadi dapat di perbaiki dengan segera.
Menurut Cadbury (1922 dalam Agoes dan Ardana, 2013), “Good
corporate governance adalah seperangkat peraturan yang mengatur hubungan
antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur,
pemerintah, karyawan, serta para pemegang kepentingan internal dan eksternal
lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka”.
Good corporate governance adalah sistem dan struktur untuk mengelola
perusahaan dengan tujuan meningkatkan nilai pemegang saham (stakeholder’s
value) serta mengalokasikan berbagai pihak yang berkepentingan dengan
perusahaan seperti kreditor, supplier, asosiasi usaha, konsumen, pekerja,
pemerintah dan masyarakat luas (Tangkilisan, 2003).
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa good corporate
governance merupakan suatu struktur yang mengatur pola hubungan harmonis
19 stakeholder lainnya untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas
perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang
dengan tetap memerhatikan kepentingan stakeholder lainnya. Pelaksanaan good
corporate governance dapat meningkatkan nilai perusahaan, dengan cara
meningkatkan kinerja keuangan, mengurangi risiko yang mungkin dilakukan oleh
dewan komisaris dengan keputusan-keputusan yang menguntungkan diri sendiri
dan umumnya good corporate governance dapat meningkatkan kepercayaan
investor.
2.1.4.2 Prinsip-prinsip Good Corporate Governance
Komitmen dari seluruh jajaran pengurus perusahaan hingga pegawai yang
terendah untuk melaksanakan ketentuan yang terdapat dalam good corporate
governance merupakan faktor penentu terlaksananya good corporate governance
dalam perusahaan, maka dari itu seluruh karyawan wajib untuk menjunjung tinggi
prinsip good corporate governance. National Committee on Governance (2006
dalam Agoes dan Ardana, 2013) mengemukakan lima prinsip good gorporate
governance yaitu: Transparansi (Transparancy), Akuntabilitas (Accountability),
Tanggung jawab (Responsibility), Independensi (Independency) dan Kesetaraan
(Fairness).
1. Transparansi (Transparancy)
Transparansi adalah adanya pengungkapan suatu informasi yang terbuka,
tepat waktu, dan jelas serta dapat dibandingkan dengan keadaan yang
menyangkut tentang keuangan, pengelolaan perusahaan dan kepemilikan
20
mudah dipahami untuk pengambilan keputusan oleh pemegang saham,
kreditur dan pemangku kepentingan lain.
2. Akuntabilitas (Accountability)
Akuntabilitas dimaksudkan sebagai prinsip dimana para pengelola
berkewajiban untuk membina sistem akuntansi yang efektif untuk
menghasilkan laporan keuangan yang dapat dipercaya. Akuntabilitas
menekankan pada pentingnya penciptaan sistem pengawasan yang efektif
berdasarkan pembagian kekuasaan antara dewan komisaris, dewan direksi,
dan pemegang saham yang meliputi monitoring, evaluasi, dan pengendalian
terhadap manajemen untuk meyakinkan bahwa manajemen bertindak sesuai
dengan kepentingan pemegang saham dan pihak-pihak berkepentingan
lainnya. Perusahaan harus dikelola secara benar, terukur dan sesuai dengan
kepentingan perusahaan dengan tetap memperhitungkan kepentingan
pemegang saham dan pemangku kepentingan lain, agar perusahaan mampu
mempertanggung jawabkan kinerjanya secara jelas dan transparan kepada
pihak-pihak yang membutuhkan informasi tersebut, karena akuntabilitas
merupakan prasyarat yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang
berkesinambungan.
3. Tanggung jawab (Responsibility)
Prinsip Tanggung jawab adalah prinsip di mana para pengelola wajib
memberikan pertanggungjawaban atas semua tindakan dalam mengelola
perusahaan kepada para pemangku kepentingan sebagai wujud kepercayaan
21
(kepatuhan) di dalam pengelolaan perusahaan terhadap prinsip korporasi
yang sehat seta peraturan perundangan yang berlaku. Prinsip ini diwujudkan
dengan kesadaran bahwa tanggung jawab merupakan konsekuensi logis dari
adanya wewenang, menyadari akan adanya tanggung jawab sosial,
menghindari penyalahgunaan wewenang kekuasaan, menjadi profesional dan
menjunjung etika dan memelihara bisnis yang kuat.
4. Independensi (Independency)
Prinsip Independesi atau kemandirian merupakan prinsip yang mengatur
tentang pengelolaan perusahaan secara profesional tanpa pengaruh/tekanan
dari pihak manapun. Upaya melancarkan asas good corporate governance
dilakukan dengan mengelola perusahaan secara independen sehingga
masing-masing organ perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak dapat
diintervensi oleh pihak lain. Independensi diperlukan untuk menghindari
adanya potensi konflik kepentingan yang mungkin timbul oleh para
pemegang saham mayoritas. Mekanisme ini menuntut adanya rentang
kekuasaan antara komposisi komite dalam komisaris, dan pihak luar seperti
auditor. Keputusan yang dibuat dan proses yang terjadi harus objektif tidak
dipengaruhi oleh kekuatan pihak-pihak tertentu.
5. Kesetaraan (Fairness)
Prinsip kesetaraan (Fairness) merupakan prinsip perlakuan yang adil bagi
seluruh pemegang saham. Keadilan yang diberikan merupakan perlakuan
yang sama terhadap para pemegang saham, terutama kepada pemegang
22
perilaku insider. Perusahaan harus senantiasa memperhatikan kepentingan
pemegang saham dan kepentingan lainnya berdasarkan asas kewajaran dan
kesetaraan dalam melaksanakan kegiatan operasionalnya.
2.1.4.3 Manfaat dan Tujuan Good Corporate Governance
Menurut Gunarsih (2003 dalam Hardikasari, 2011) “esensi corporate
governance adalah peningkatan kinerja perusahaan melalui supervisi atau
pemantauan kinerja manajemen dan adanya akuntabilitas manajemen terhadap
shareholder dan pemakai kepentingan lainnya, berdasarkan kerangka aturan dan
peraturan yang berlaku”. Good corporate governance dapat memberikan
kerangka acuan yang memungkinkan pengawasan berjalan efektif.
Beberapa manfaat penerapan good corporate governance adalah sebagai
berikut :
1. Meningkatkan kinerja perusahaan melalui terciptanya proses pengambilan
keputusan yang lebih baik, meningkatkan efisiensi operasional perusahaan
dengan lebih baik, serta lebih meningkatkan pelayanan kepada stakeholders,
2. Mempermudah diperolehnya dana pembiayaan yang lebih murah sehingga
dapat lebih meningkatkan nilai perusahaan (corparate value),
3. Mengurangi agency cost, yaitu biaya yang harus ditanggung pemegang
saham sebagai akibat pendelegasian wewenang kepada pihak manajemen,
4. Meningkatkan nilai saham perusahaan sehingga dapat meningkatkan citra
perusahaan kepada publik lebih luas dalam jangka panjang,
5. Mengembalikan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya di
23
Tujuan good corporate governance adalah sebagai berikut :
1. Melindungi hak dan kepentingan pemegang saham,
2. Melindungi hak dan kepentingan para anggota stakeholder non pemegang
saham,
3. Meningkatkan nilai perusahaan dan pemegang saham,
4. Meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja dewan pengurus atau board of
directors dan manajemen perusahaan,
5. Meningkatkan mutu hubungan board of directors dengan manajemen senior
perusahaan.
2.1.4.4 Implementasi Good Corporate Governance
Implementasi terhadap prinsip-prinsip good corporate governance di
Indonesia telah diatur dalam beberapa undang-undang dan peraturan. Peraturan
dan undang-undang berupaya untuk mendorong berbagai perusahaan untuk
melaksanakan prinsip-prinsip good corporate governance dalam melakukan
kegiatan operasional perusahaan tersebut. Dalam Surat Keputusan Menteri
BUMN No. Kep-117/M-MBU/2002 tanggal 1 Agustus 2002 tentang Penerapan
Praktek Good Corporate Governance pada Badan Usaha Milik Negara,
menekankan kewajiban bagi BUMN untuk menerapkan good corporate
governance secara konsisten dan atau menjadikan prinsip-prinsip good corporate
governance sebagai landasan operasionalnya, yang pada dasarnya bertujuan untuk
meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan
24
kepentingan stakeholders lainnya, dan berlandaskan peraturan
perundang-undangan dan nilai-nilai etika.
Pelaksanaan prinsip Transparansi (Transparancy) dilakukan agar
perusahaan senantiasa menjaga dan meningkatkan pengungkapan suatu informasi
yang terbuka, tepat waktu, dan jelas serta dapat dibandingkan dengan keadaan
yang menyangkut tentang keuangan dan informasi non keuangan. Akuntabilitas
(Accountablity) dengan menekankan pentingnya penciptaan sistem pengawasan
yang efektif berdasarkan pembagian kekuasaan antara komisaris, direksi, dan
pemegang saham yang meliputi monitoring, evaluasi, dan pengendalian terhadap
manajemen untuk meyakinkan bahwa manajemen bertindak sesuai dengan
kepentingan pemegang saham dan pihak-pihak berkepentingan lainnya. Tanggung
jawab (Responsibility) untuk menunjukkan adanya kesesuaian (kepatuhan) di
dalam pengelolaan perusahaan terhadap prinsip korporasi yang sehat seta
peraturan perundangan yang berlaku.
Independensi (Independency) dilakukan agar perusahaan dikelola secara
independen sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling mendominasi
dan tidak dapat diintervensi oleh pihak lain serta untuk menghindari adanya
potensi konflik kepentingan yang mungkin timbul oleh para pemegang saham
mayoritas. Pelaksanaan kesetaraan (Fairness) dilakukan agar perusahaan
senantiasa memberikan perlakuan yang sama terhadap para pemegang saham,
terutama kepada pemegang saham minoritas dan pemegang saham asing dari
kecurangan, dan kesalahan perilaku insider. Penerapan prinsip-prinsip Good
25
efisien dalam suatu perusahaan. Menghasilkan kinerja yang efektif dan efisien
dibutuhkan suatu bentuk komitmen dan kesadaran penuh dari seluruh jajaran
organ perusahaan untuk menjalankan kegiatan perusahaan berdasarkan sistem tata
kelola perusahaan yang baik.
2.1.5 Kepemilikan Institusional
Kepemilikan institusional adalah jumlah persentase hak suara yang
dimiliki oleh institusi (Beiner et al dalam Ujiyantho dan Pramuka, 2007).
Kemampuan manajer perusahaan untuk mengelola laba secara oportunistik dapat
dibatasi oleh efektivitas pengawasan oleh para shareholder khususnya investor
institusional.
Kepemilikan institusional diukur sebagai persentase saham yang dimiliki
oleh lembaga yang diungkapkan dalam laporan keuangan tahunan. Adanya
kepemilikan saham institusional dalam perusahaan dapat membantu untuk
meningkatkan pembiayaan jangka panjang dengan biaya yang menguntungkan.
Para investor institusional bertindak sebagai sumber utang jangka panjang karena
mereka bersedia memberi pinjaman kepada perusahaan yang membutuhkan dana.
Para investor institusional dapat berfungsi sebagai perangkat pemantauan yang
efektif atas keputusan-keputusan strategis perusahaan.
Melalui mekanisme kepemilikan institusional, efektivitas pengelolaan
sumber daya perusahaan oleh manajemen dapat diketahui dari informasi yang
dihasilkan melalui reaksi pasar atas pengumuman laba. Kepemilikan institusional
memiliki kemampuan untuk mengendalikan pihak manajemen melalui proses
26 2.1.6 Komite Audit
Keberadaan komite audit melalui surat edaran Bapepam Nomor
SE03/PM/2002. Dalam pelaksanaan tugasnya komite audit mempunyai fungsi
membantu dewan komisaris untuk:
1. Meningkatkan kualitas laporan keuangan,
2. Menciptakan kedisiplinan dan pengendalian yang dapat mengurangi
kesempatan terjadinya penyimpangan dalam pengelolaan perusahaan.
3. Meningkatkan efektivitas fungsi internal audit maupun eksternal audit.
4. Mengindentifikasi hal-hal yang memerlukan perhatian dewan komisaris.
Komite audit mempunyai peran yang penting dan strategis dalam hal
memelihara kredibilitas proses penyusunan laporan keuangan, menjaga
terciptanya sistem pengawasan perusahaan yang memadai serta dilaksanakannya
good corporate governance. Dengan berjalannya fungsi komite audit secara
efektif, maka control terhadap perusahaan akan lebih baik sehingga konflik
keagenan yang terjadi akibat keinginan manajemen untuk meningkatkan
kesejahteraan sendiri dapat diminimalisasi.
2.1.7 Dewan Komisaris Independen
Pengertian komisaris menurut Emirzon ( dalam Wulandari 2013) adalah
lembaga yang bertugas mengawasi atau mengontrol jalannya perusahaan yang
dipimpin oleh dewan direksi. Pembentukan Komisaris Independen ini
didasarkan oleh keinginan untuk memberikan perlindungan terhadap pemegang
saham minoritas dalam PT terbuka dalam rangka penyelenggaraan pengelolaan
27
memiliki Komisaris Independen yang jumlahnya secara proporsional sebanding
dengan jumlah saham yang dimiliki oleh bukan Pemegang Saham Pengendali.
Proporsi dewan komisaris independen dalam mekanisme good corporate
governance berperan penting tidak hanya melihat kepentingan pemilik tetapi juga
kepentingan perusahaan secara umum. Karakteristik dewan komisaris khususnya
komposisi dewan komisaris independen dapat menjadi suatu mekanisme yang
menentukan tindakan manajemen laba. Dewan komisaris independen merupakan
posisi terbaik untuk melaksanakan fungsi monitoring agar tercipta perusahaan
yang good corporate governance. Jika fungsi independensi dewan direksi
cenderung lemah, maka ada kecenderungan terjadinya moral hazard yang
dilakukan oleh para direktur perusahaan untuk kepentingannya melalui pemilikan
perkiraan-perkiraan akrual yang berdampak pada manajemen laba.
2.1.8 Ukuran Dewan Komisaris
Dewan komisaris merupakan mekanisme penggendalian intern tertinggi
yang bertanggung jawab untuk memonitor tindakan manajemen punjak.
Berdasarkan Bursa Efek Jakarta (BEJ) Nomor: Kep-315/BEJ/06 (2000 dalam sari,
2010) “mengharuskan perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia untuk
memiliki dewan komisaris yang memonitor perusahaan agar tercipta Good
Corporate Governance di Indonesia”. Artinya Dewan Komisaris merupakan
organ perusahaan yang bertugas dan bertanggungjawab secara kolektif untuk
melakukan pengawasan dan memberikan nasihat kepada Direksi serta
28
Ukuran dewan komisaris yang dimaksud disini adalah banyaknya jumlah
anggota dewan komisaris dalam suatu perusahaan. Ukuran dewan komisaris
menentukan tingkat keefektifan pemantauan kinerja perusahaan. Menurut
Chtourou (2001 dalam Sari, 2010) “jumlah dewan yang semakin besar maka
mekanisme monitoring manajemen perusahaan akan semakin baik”.
2.1.9 Ukuran Dewan Direksi
Dewan direksi dalam suatu perusahaan akan menentukan kebijakan yang
akan diambil atau strategi perusahaan tersebut secara jangka pendek maupun
jangka panjang. Dewan direksi juga merupakan salah satu indikator dalam
pelaksanaan good corporate governance yang bertugas dan bertanggungjawab
untuk menjalankan manajemen perusahaan.
2.1.10 Konvergensi IFRS
International Financial Reporting Standards (IFRS) adalah standar,
interpretasi dan kerangka kerja dalam rangka Penyusunan dan Penyajian Laporan
Keuangan yang diadopsi oleh International Accounting Standards Board (IASB).
Banyak standar membentuk bagian dari IFRS. Sebelumnya IFRS ini lebih dikenal
dengan nama International Accounting Standards (IAS) (Lestari, 2012).
Seperti yang diungkapkan dalam Media Akuntansi (2005)
(Pangabean,2007 dalam Wardhani 2009) IFRS telah diterapkan oleh sejumlah
negara di dunia, dengan tingkat adopsi yang berbeda-beda. Adopsi IFRS dapat
dilakukan dalam lima tingkatan, yaitu:
1. Full adoption, dimana suatu negara mengadopsi seluruh produk IFRS dan
29
2. Adapted, dimana suatu Negara mengadopsi seluruh IFRS tetapi disesuaikan
dengan kondisi suatu negara.
3. Piecemeal, dimana suatu negara mengadopsi sebagian nomor IFRS yaitu
nomor standar tertentu dan memilih paragraf tertentu saja.
4. Referenced, dimana suatu negara menjadikan IFRS sebagai referensi dalam
pembentukan standar yang dibuat sendiri oleh badan pembuat standar.
5. Not adoption at all, dimana suatu negara sama sekali tidak mengadopsi IFRS.
Lestari (2012) menyebutkan manfaat adopsi IFRS adalah sebagai berikut:
a. Memudahkan pemahaman atas laporan keuangan dengan penggunaan Standar
Akuntansi Keuangan yang dikenal secara internasional (enhance
comparability).
b. Meningkatkan arus investasi global melalui transparansi.
c. Menurunkan biaya modal dengan membuka peluang fund raising melalui
pasar modal secara global.
d. Menciptakan efisiensi penyusunan laporan keuangan.
e. Meningkatkan kualitas laporan keuangan, dengan antara lain, mengurangi
kesempatan untuk melakukan earning management.
Kustina (2012) menyatakan konvergensi IFRS dilakukan melalui tiga
tahapan, yaitu:
1. Tahap adopsi (2008 - 2011) yang meliputi adopsi seluruh IFRS ke PSAK,
persiapan infrastruktur yang diperlukan, evaluasi dan kelola dampak
30
2. Tahap persiapan akhir (2011) yaitu penyelesaian infrastruktur yang
diperlukan.
3. Tahap implementasi (2012) yaitu penerapan pertama kali PSAK yang
sudah mengadopsi seluruh IFRS dan evaluasi dampak penerapan PSAK
secara komprehensif.
Berdasarkan roadmap tersebut maka Indonesia telah memasuki tahap
persiapan akhir di tahun 2011 setelah sebelumnya melalui tahap adopsi (2008 –
[image:44.595.119.512.384.623.2]2010). Berikut ini Tabel perkembangan konvergensi PSAK ke IFRS:
Tabel 2.1
Perkembangan Konvergensi PSAK Ke IFRS Tahap Adopsi
(2008 – 2010)
Tahap Persiapan Akhir (2011)
Tahap Implementasi
(2012)
Adopsi seluruh IFRS ke PSAK
Penyelesaian persiapan infrastruktur yang diperlukan
Penerapan PSAK berbasis IFRS secara bertahap
Persiapan infrastruktur yang diperlukan
Penerapan secara bertahap beberapa PSAK berbasis IFRS
Evaluasi dampak penerapan PSAK secara komprehensif
Evaluasi dan kelola dampak adopsi terhadap PSAK yang berlaku
Kustina (2012) juga menyebutkan bahwa Perusahaan BUMN sebagai
perusahaan yang memiliki akuntabilitas publik dipersyaratkan oleh regulasi untuk
menyusun laporan keuangan berdasarkan standar, serta untuk dapat
31
dan dana yang cukup untuk melakukan pemutakhiran sistem dan SOP yang saat
ini telah ada.
Komitmen pimpinan perusahaan juga diperlukan untuk mendukung proses
implementasi IFRS tersebut. Besarnya komitmen pimpinan terkadang dipengaruhi
oleh kepedulian stakeholder pengguna laporan keuangan. Kementerian BUMN
sebagai stakeholder utama BUMN sangat mempengaruhi bagaimana proses
implementasi PSAK baru ini dalam perusahaan.
Secara garis besar Kustina (2012) membagi dampak konvergensi IFRS
menjadi empat bagian, yaitu:
1. Dampak IFRS pada sistem akuntansi
Adanya peningkatan penggunaan nilai wajar (fair value), adanya penggunaan
” judgment” karena karakteristik IFRS yang lebih berbasis prinsip (principle
based) sedangkan PSAK merupakan rule based, danpenggunaan persyaratan
pengungkapan yang akan lebih banyak, baik kualitatif maupun kuantitatif.
2. Dampak IFRS pada sistem informasi perusahaan
Hal ini disebkan karena dengan konvergensi IFRS menyebabkan perbedaan
standar yang signifikan antara IFRS dan standar yang berlaku sebelumnya.
3. Dampak IFRS pada sumber daya manusia pada perusahaan
Penerapan IFRS membutuhkan sumber daya profesional yang memiliki
kemampuan untuk melakukan judgment dalam menggunakan standar IFRS,
baik dalam hal mempersiapkan laporan keuangan maupun dalam hal
32
4. Dampak IFRS pada sistem organisasi perusahaan
Penerapan IFRS tidak hanya mengubah cara organisasi membuat laporan
keuangan, namun juga mengubah bagaimana perusahaan menjalankan
bisnisnya. Diperlukan pengendalian internal khususnya yang terkait dengan
pelaporan keuangan agar perusahaan dapat memnuhi semua persyaratan yang
ditetapkan.
2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu
Penelitian ini juga pernah di angkat sebagai topik penelitian oleh beberapa
peneliti sebelumnya. Maka peneliti juga diharuskan untuk mempelajari
penelitian-penelitian terdahulu atau sebelumnya yang dapat dijadikan sebagai acuan bagi
peneliti dalam melakukan penelitian ini.
Penelitian yang dilakukan Ningsaptiti pada tahun 2010 dengan judul
“Analisis Pengaruh Ukuran Perusahaan dan Mekanisme Good Corporate
Governance Terhadap Manajemen Laba”, dengan manajemen laba sebagai
variabel dependen dan variabel independen terdiri dari ukuran perusahaan,
konsentrasi kepemilikan, dewan komisaris, spesialisasi industri KAP, komite
audit. Penelitian ini dilakukan dengan sampel 37 perusahaan manufaktur yang
terdaftar di BEI periode 2006-2008. Hasil dari penelitian ini menunjukkan ukuran
perusahaan, konsentrasi kepemilikan, dan spesialisasi industri KAP berpengaruh
signifikan secara parsial terhadap manajemen laba, sedangkan dewan komisaris
dan komite audit tidak berpengaruh secara signifikan terhadap manajemen laba.
Selanjutnya pada penelitian Suryani (2010) “Pengaruh Mekanisme
33
Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI” . Penelitian ini mengambil 55
sampel dari 137 populasi perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI pada tahun
2004 sampai dengan tahun 2008. Variabel dependen dari penelitian ini adalah
manajemen laba dan variabel independen yang digunakan adalah kepemilikan
intitusional, kepemilikan manajerial, ukuran dewan komisaris, komposisi dewan
komisaris, komite audit dan ukuran perusahaan. Dari penelitian ini disimpulkan
kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial dan ukuran perusahaan
berpengaruh negative signifikan terhadap manajemen laba sedangkan komite
audit dan komisaris independen tidak berpengaruh terhadap manajemen laba.
Pada penelitian Ujianto & Pramuka (2007) dengan judul “Mekanisme
Corporate Governance, Manajemen Laba dan Kinerja Keuangan”. Disimpulkan
kepemilikan institusional dan jumlah dewan komisaris tidak berpengaruh
signifikan terhadap manajemen laba, sedangkan kepemilikan manajerial
berpengaruh negatif signifikan dan proporsi dewan komisaris berpengaruh positif
signifikan. Secara bersama-sama variabel berpengaruh signifikan terhadap
manajemen laba.
Pada penelitian yang dilakukan Herawaty dan Guna (2010) dengan judul
“Pengaruh Mekanisme Good Corporate Governance, Independensi Auditor,
Kualitas Audit, dan Faktor Lainnya Terhadap Manajemen Laba” disimpulkan
bahwa laverage, kualita audit, dan profitabilitas berpengaruh terhadap
manaejemen laba. Sedangkan kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial,
komite audit, komisaris independen, independensi auditor dan ukuran perusahaan
34
Cahyati pada tahun 2011 dalam jurnal akuntansi keuangan volume 1 No.2,
januari 2011 dengan judul “Peluang Manajemen Laba Pasca Konvergensi IFRS”
menyimpulkan bahwa secara teoritis konvergensi IFRS diharapkan mengurangi
manajemen laba yang dilakukan perusahaan karena standar IFRS yang berbasis
prinsip, lebih condong pada penggunaan nilai wajar, dan pengungkapan yang
lebih banyak dan rinci diharapkan dapat mengurangi manajemen laba.
Penelitian Winayu pada tahun 2013 dengan judul “Manajemen Laba
Sesudah dan Sebelum Konvergensi IFRS”, pada penelitian ini menunjukkan
bahwa ada perbedaan manajemen laba sebelum dan sesudah IFRS diterapkan.
Pada penelitian Marsono (2013) yang berjudul “Analisis Komparasi Kualitas
Informasi Akuntansi Sebelum dan Sesudah Pengadopsian Penuh IFRS di
Indonesia” disimpulkan bahwa kualitas akuntansi sebelum dan sesudah
pengadopsian penuh IFRS menunjukkan tidak adanya perbedaan ini disebabkan
oleh faktor infrastruktur. Infrastruktur disini meliputi DSAK (Dewan Standar
Akuntansi Keuangan) sebagai financial accounting standard setter di Indonesia,
kondisi peraturan perundang-undangan yang belum tentu sinkron dengan IFRS
serta kurang siapnya sumber daya manusia dan dunia pendidikan di Indonesia.
Penelitian oleh Rudra pada tahun 2012 dengan judul “Does IFRS
Influence Earnings Management? Evidence From India” juga menyimpulkan
bahwa penerapan IFRS tidak menjamin akan kualitas laporan keuangan.
Penelitian Widyawati dan Angraita (2013) yang berjudul “Pengaruh Konvergensi
IFRS Efektif Tahun 2011, Kompleksitas Akuntansi, dan Probitabilitas
35
menyimpulkan Konvergensi IFRS dalam PSAK yang efektif di tahun 2011
memiliki pengaruh negatif signifikan terhadap tingkat manajemen laba,
kompleksitas akuntansi tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat manajemen
laba , dan perusahaan dengan status probabilitas kebangkrutan memiliki pengaruh
negatif signifikan terhadap tingkat manajemen laba.
Penelitian Trisanti (2012) “The Effect of IFRS Adoption on Income
Smoothing Practices by Indonesian Listed Firms” menyimpulkan bahwa perataan
laba pada perusahaan yang terdaftar di BEI telah berkurang sejak diterapkannya
IFRS. Trisanti juga menyebutkan bahwa regulator dan pembuat standar di
Indonesia harus menyadari bahwa tantangan besar tidak hanya untuk
mengeluarkan standar dan peraturan tetapi untuk memastikan bahwa mereka dapat
dengan baik disosialisasikan, diimplementasikan dan diawasi.
Penelitian Rusmin dalam Jurnal bisnis dan akuntansi (2011) dengan judul
“Internal Governance Monitoring and Earnings Quality”, disimpulkan bahwa
komisaris independen berpengaruh negatif signifikan terhadap kualitas laba.
Selanjutnya pada penelitian Fidio, Ibikunle, dan Oba (2013) dengan judul
“Corporate governance Mechanism and reported Earnings Quality in Listed
Nigerian Insurance Firm” juga disimpulkan komisaris independen, dewan
komisaris dan komite audit berpengaruh negatif terhadap kualitas laba.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian terdahulu adalah
penelitian terdahulu menggunakan komponen good corporate governance sebagai
variabel independen dan manajemen laba sebagai variabel dependen, dan
36
variabel dependen sementara pada penelitian ini peneliti mengggunakan
komponen good corporate governance dan konvergensi IFRS sebagai variabel
independen dan manajemen laba sebagai variabel dependen.
Selain itu perusahaan yang dijadikan sampel pada penelitian sebelumnya
adalah perusahaan manufaktur, perusahaan perbankan, perusahaan asuransi,
sedangkan pada penelitian ini peneliti menggunakan perusahaan BUMN sebagai
sampel penelitian. Perusahaan BUMN sebagai perusahaan yang dimiliki oleh
pemerintah diharapkan dapat menunjukkan penerapan good corporate governance
dan konvergensi IFRS yang baik, sehingga diharapkan dapat mengurangi praktik
manajemen laba (earnings management).
[image:50.595.114.520.417.746.2]Berikut ini disajikan table penelitian terdahulu:
Table 2.2 Penelitian terdahulu No. Nama Peneliti dan
Judul Penelitian
Variabel
Penelitian Hasil Penelitian
1. Ningsaptiti (2010) “Anallisis Pengaruh Ukuran Perusahaan dan Mekanisme Good Corporate
Governance Terhadap Manajemen Laba”
Dependen: 1. Manajemen
laba Independen:
1. Ukuran perusahaan 2. Konsentrasi
kepemilikan 3. Dewan
komisaris 4. Spesialisasi
industri KAP 5. Komite audit
Ukuran perusahaan,
konsentrasi kepemilikan, dan spesialisasi industri KAP berpengaruh signifikan secara parsial terhadap manajemen laba, sedangkan dewan komisaris dan komite audit tidak berpengaruh secara signifikan terhadap manajemen laba.
2. Suryani (2010) “Mekanisme Good Corporate
Governance dan Ukuran Perusahaan Terhadap Manajemen
Dependen: 1. Manajemen
laba Independen: 1. Kepemilikan
institusional
Kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial dan ukuran perusahaan
37
Laba pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI”
2. Kepemilikan manajerial 3. Ukuran dewan
komisaris 4. Komposisi
dewan komisaris 5. Komite audit 6. Ukuran
perusahaan
sedangkan komite audit dan komisaris independen tidak berpengaruh terhadap manajemen laba.
3. Ujiyanto & Pramuka (2007)
“Mekanisme
Corporate Governance,
Manajemen Laba dan Kinerja Keuangan”
Dependen: 1. Manajemen
Laba Independen: 1. Kepemilikan
Institusional 2. Kepemilikan
Manajerial 3. Dewan
Komisaris Independen 4. Ukuran
Dewan Komisaris
Kepemilikan institusional dan jumlah dewan komisaris tidak berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba, sedangkan kepemilikan manajerial berpengaruh negatif signifikan dan proporsi dewan komisaris independen berpengaruh positif signifikan. Secara bersama-sama variabel berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba.
4. Herawaty & I Guna (2010)
“Pengaruh
Mekanisme Good