31
LARVASIDA HAYATI YANG DIGUNAKAN DALAM UPAYA
PENGENDALIAN VEKTOR PENYAKIT DEMAM BERDARAH
DI INDONESIA
Monika Noshirma, Ruben Wadu Willa
Loka Litbang P2B2 Waikabubak, Jln.Basuki Rahmat KM.5 Puuweri Waikabubak, 87200, Indonesia
Korespondensi: moniknosh@yahoo.com |telp/faks: +62(0)81331560850 ABSTRAK
Saat ini larvasida yang paling banyak digunakan untuk mengendalikan larva Aedes sp adalah temephos 1% (Abate). Penggunaan insektisida dalam waktu lama untuk sasaran yang sama memberikan tekanan seleksi yang mendorong berkembangnya populasi Aedes aegypti menjadi lebih cepat resisten. Salah satu usaha untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan cara mencari insektisida hayati yang lebih selektif dan aman. Insektisida hayati diartikan sebagai suatu insektisida yang bahan dasarnya berasal dari tumbuhan yang mengandung bahan kimia (bioaktif) yang toksik terhadap serangga namun mudah terurai (biodegradable) di alam sehingga tidak mencemari lingkungan dan relatif aman bagi manusia, selain itu insektisida hayati juga bersifat selektif. Penelitian tentang larvasida hayati sudah banyak dilakukan di Indonesia tetapi belum diaplikasikan di masyarakat. Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk mengkaji keragaman hayati tanaman di Indonesia yang telah diuji sebagai larvasida Aedes aegypti sebagai gambaran hasil penelitian dan saran serta tindak lanjut bagi pelaksana program pengendalian vektor. Ada 13 tanaman yang telah diteliti sebagai larvasida Aedes aegypti. Tanaman-tanaman tersebut mengandung minyak atsiri, saponin dan flavonoid yang efektif sebagai larvasida. Perlu ada penelitian lanjutan untuk pembuatan formulasi yang baik sehingga bisa digunakan di masyarakat sebagai larvasida.
Kata Kunci: Larvasida, Hayati, Aedes aegypti
ABSTRACT
32
as larvicides. There needs to be further research to manufacture formulations that can be used both in the community as larvicides.
Keyword: Larvacide, Vegetables, Aedes aegypti
PENDAHULUAN
Penyakit demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit tular vektor yang disebabkan oleh virus dengue dari genus Flavivirus, famili Flaviviridae. DBD ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk Aedes sp yang terinfeksi virus dengue. Virus dengue penyebab demam dengue (DD), DBD, dan Dengue Shock Syndrome (DSS) termasuk dalam kelompok B Arthropod Virus (Arbovirosis) yang mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu: Den-1, Den-2, Den-3, Den-4. 1 Penyakit ini menyebar di seluruh wilayah Indonesia dan saat ini endemik hampir di 300 kabupaten/kota.2
Obat dan vaksin untuk mencegah penyakit demam berdarah sampai saat ini belum ditemukan. Salah satu cara untuk mengendalikan penyakit tersebut adalah dengan mengendalikan vektornya yaitu dengan memutuskan siklus kehidupan nyamuk menggunakan larvasida dan insektisida. Saat ini larvasida yang paling banyak digunakan untuk mengendalikan larva Aedes adalah temephos 1% (Abate). Penggunaan insektisida dalam waktu lama untuk sasaran yang sama memberikan tekanan seleksi yang mendorong berkembangnya populasi Aedes aegypti menjadi lebih cepat resisten.3 Penelitian lain juga menyebutkan bahwa status kerentanan larva Aedes aegypti secara in vitro tergolong ke dalam status toleran terhadap larvasida temephos. Selain status kerentanan, insektisida sintetik juga berdampak tidak baik terhadap lingkungan. Salah satu usaha untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan cara mencari
bahan hayati yang lebih selektif dan aman. Insektisida hayati diartikan sebagai suatu insektisida yang bahan dasarnya berasal dari tumbuhan yang mengandung bahan kimia (bioaktif) yang toksik terhadap serangga namun mudah terurai (biodegradable) di alam sehingga tidak mencemari lingkungan dan realtif aman bagi manusia. Selain itu insektisida nabati juga bersifat selektif, yang hanya membunuh larva saja dan aman bagi manusia4.
Indonesia memiliki flora yang sangat beragam, mengandung cukup banyak jenis tumbuh-tumbuhan yang merupakan sumber bahan insektisida yang dapat dimanfaatkan untuk pengendalian vektor. Penelitian tentang larvasida dari bahan alam sudah banyak dilakukan di Indonesia tetapi belum diaplikasikan di masyarakat. Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk mengkaji keragaman hayati tanaman di Indonesia yang telah diuji sebagai larvasida Aedes aegypti yang memberikan gambaran hasil penelitian, dan tindak lanjut bagi pelaksana program pengendalian vektor.
BAHAN DAN METODE
33
HASIL
Sebagai negara tropis, Indonesia memiliki flora yang sangat beragam dan mengandung cukup banyak jenis tumbuh-tumbuhan yang merupakan sumber bahan larvasida hayati. Dari survei literatur diperoleh daftar tumbuhan hasil penelitian sebagai larvasida hayati dan kerja senyawa
kimia yang terkandung. Tanaman-tanaman tersebut umumnya adalah sebagai stomach poisoning atau racun perut yang dapat mengakibatkan gangguan pada sistem pencernaan larva Aedes aegypti, sehingga larva tersebut gagal berkembang dan akhirnya mati.
Tabel 1. Jenis Tanaman yang Diuji Sebagai Larvasida dan Kandungan Senyawanya pada Berbagai Penelitian
Nama peneliti
Nama Tanaman
Bagian yang digunakan
Kandungan senyawa
Keefektifan dalam pengendalian Aedes sp (Vektor
DBD)
Wulan Sari RG
Sembiring, dkk 5
Kunyit Putih (Curcuma zedoaria)
Rimpang Minyak atsiri Efektif sebagai larvasida
Mutiara Widawati, dkk6
Pohon Tanjung (Mimusops Elengi L.)
Batang Alkaloid, tanin, saponin
Efektif sebagai larvasida Adi Riyadhi 7 Jarak
Pagar(Jatroph a curcas)
Biji Piperine Efektif sebagai larvasida Indriantoro
Haditomo 8
Cengkeh (Syzygium aromaticum L.)
Daun eugenol, saponin, flavonoid dan tannin
Efektif sebagai larvasida
Hebert Andrianto, dkk 9
Jeruk Purut (Citrus hystrix)
Daun Minyak atsiri, flavonoid, saponin, dan terpen
Efektif sebagai larvasida
Jeruk Limau (Citrus amblycarpa)
Daun Minyak atsiri Efektif sebagai larvasida Jeruk Bali
(Citrus Maxima)
34
Widawati, dkk 10
vulgaris L) alkaloid,
sterol, triterpen, saponin dan tannin
larvasida
Bteriyon 11 Sirih (Piper betle, Linn.)
Daun Tannin, saponin, alkaloid, polifenol dan flavonoid
Efektif sebagai larvasida
Bangkit Ary Pratama, dkk12
Pandan wangi (Pandanus amaryllifolius (Roxb)
Daun alkaloida, saponin, flavonoida, tanin, dan polifenol
Efektif sebagai larvasida
Shella Arivia, dkk13
Lidah Buaya (Aloe vera)
Daun saponin, flavonoida, tanin
Efektif sebagai larvasida Eka Cania,
Endah Setyanimgru m 14
Legundi (Vitex trifolia)
Daun saponin, flavonoid, dan alkaloid miyak atsiri
Efektif sebagai larvasida
I W. Suirta, dkk 15
Mimba (Azadirachta indika (A.Jus)
Biji lemak dari asam stearat, palmitat, oleat, linoleat, laurat, butirat dan
sejumlah kecil minyak atsiri
fenol, kuinon, alkaloid, triterpenoid dan
flavonoid.
Efektif sebagai larvasida
Pada penelitian ini metode ekstraksi yang paling sering digunakan adalah metode maserasi dengan pelarut ethanol. Berikut ini daftar tanaman hasil penelitian larvasida
nabati dan metode ekstraksi yang digunakan serta keefektifan zat yang dihasilkan untuk pengendalian vektor. Setiap tanaman rata-rata mengandung
35 Tabel 2. Nama Tanaman dan Metode Ekstraksi yang Digunakan pada Berbagai
Penelitian
Nama
Tanaman Metode ekstraksi
Keefektifan Zat Untuk Pengendalian Vektor DBD
Kunyit Putih (Curcuma zedoaria)
Destilasi/penguapan Minyak atsiri berpotensi sebagai larvasida karena diketahui bersifat toksik pada rentang pH yang lebar, stabil terhadap cahaya dan panas, dan tidak membentuk lapisan yang permanen pada permukaan air untuk waktu yang lama. 5
Pohon Tanjung (Mimusops Elengi L.)
Reflukd dan fraksinasi Ekstrak heksan terbukti menjadi ekstrak yang paling aktif
dikarenakan membunuh 100% larva pada konsentrasi kurang dari 100 ppm selama 24 jam.6
Jarak
Pagar(Jatroph a curcas)
Minyak Biji Jarak pagar yang diperoleh dari Surfactant and Bioenergy Research Center (SBRC) IPB Bogor
Senyawa aktif yang diduga sebagai larvasida Aedes aegypti adalah piperine yaitu suatu alkaloid golongan piperidine7 Cengkeh
(Syzygium aromaticum L.)
Perkolasi (daun dikeringkan kemudian dihaluskan dan diekstraksi )
Kandungan saponin, flavonoid dan tanin dalam ekstrak daun cengkeh berperan sebagai larvasida terhadap Aedes aegypti L. melalui mekanisme merusak membran sel atau mengganggu proses metabolisme larva dan sebagai stomach poisoning atau racun perut8
Jeruk Purut (Citrus hystrix)
Daun dikeringanginkan selama 1 bulan lalu dibuat serbuk. Serbuk kemudian dimaserasi dengan pelarut methanol dan diuapkan
Senyawa saponin dalam ekstrak yang terminum oleh larva Ae. aegypti dapat mengiritasi mukosa traktus digestivus larva Ae. aegypti dan merusak membran sel larva Ae. aegypti. Limonoid yang merupakan minyak essensial dalam jeruk dapat menyebabkan hilangnya koordinasi organ larva Ae. aegypti.9
Jeruk Limau (Citrus amblycarpa)
Daun dikering anginkan selama 1 bulan lalu dibuat serbuk. Serbuk kemudian dimaserasi dengan pelarut methanol dan diuapkan
36
minyak essensial dalam jeruk dapat menyebabkan hilangnya koordinasi organ larva Ae. aegypti.9
Jeruk Bali (Citrus Maxima)
Daun dikering anginkan selama 1 bulan lalu dibuat serbuk. Serbuk kemudian dimaserasi dengan pelarut methanol dan diuapkan
Senyawa saponin dalam ekstrak yang terminum oleh larva Ae. aegypti dapat mengiritasi mukosa traktus digestivus larva Ae. aegypti dan merusak membran sel larva Ae. aegypti. Limonoid yang merupakan minyak essensial dalam jeruk dapat menyebabkan hilangnya koordinasi organ larva Ae. aegypti.9
Bit (Beta vulgaris L)
Daging buah digiling dan dikeringkan hingga berbentuk serbuk. Serbuk diekstraksi dengan metoda perkolasi. Ekstrak dipekatkan dengan menggunakan evaporator
Senyawa fenol, alkoloid, flavonoid, saponin, sterol dan triterpen pada ekstrak buah Bit (Beta vulgaris L.) bersinergi dan menyebabkan kematian pada larva Ae aegypti.10
Sirih (Piper betle, Linn.)
Serbuk Zat polifenol, tannin, flavonoid, minyak atsiri, saponin dan alkaloid yang bersifat toksis yang apabila kontak dengan larva akan merusak mukosa kulit dan masuk ke dalam rongga badan.11
Pandan wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.)
Cara kerja penelitian dimulai dari pembuatan ekstrak daun pandan wangi secara perkolasi
Alkaloida, saponin, flavonoida, tanin, dan polifenol. Saponin dapat merusak membran sel dan mengganggu proses metabolisme larva sedangkan polifenol sebagai inhibitor pencernaan larva .12 Lidah Buaya
(Aloe vera)
- Saponin dan flavonoida yang
merupakan senyawa pertahanan tumbuhan yang dapat bersifat menghambat saluran pencernaan larva dan juga bersifat toksis.13 Legundi (Vitex
trifolia)
Pembuatan larutan uji yang berupa ekstrak ini menggunakan daun legundi (Vitex trifolia) serta pelarut dalam pembuatan larutan uji ini berupa etanol 96% lalu ekstraksi dengan cara maserasi sampai mendapatkan konsentrasi 100%. Kemudian ekstrak daun legundi ini
37 diencerkan dengan
menggunakan aquades sehingga mendapatkan konsentrasi ekstrak.
Mimba (Azadirachta indika A.Juss)
Ekstraksi dilakukan dengan metode maserasi menggunakan pelarut etanol.
7 komponen senyawa yang merupakan asam-asam
organik yaitu asam heksadekanoat, asam stearat, asam oleat, etil oleat, asam oktadekanoat, etil oktadekanoat, dioktil heksadioat. Diduga senyawa-senyawa di atas bersifat antilarvasida terhadap larva nyamuk Aedes aegypti.15
Untuk mengukur tingkat toksisitas suatu senyawa dapat digunakan beberapa pengukuran, yaitu LC50 (Lethal Concentration 50%), LD50 (Lethal Dose 50%) dan ED50 (Efective Dose 50%). LC50 (Lethal Concentration 50%) adalah konsentrasi yang dapat menyebabkan kematian 50% hewan percobaan selama waktu tertentu. LD50 (Lethal Dose 50%) adalah dosis yang dibutuhkan untuk membunuh 50% organisme uji. ED50 (Efective Dose 50%) adalah dosis 50%
organisme uji memperlihatkan efek aktivits yang nyata. Suatu tanaman atau hasil isolasi dianggap menunjukkan aktivitas toksisitas bila mempunyai nilai LC50 kecil dari 1000 ppm, sedangkan untuk senyawa murni dianggap menunjukkan aktivitas toksisitas bila mempunyai nilai LC50 kecil dari 200 ppm.16 Berikut Tabel 3 dibawah ini gambaran dosis efektif beberapa larvasida hayati hasil penelitian untuk pengendalian vektor DBD.
Tabel 3. Dosis Efektif Beberapa Laravasida Hayati Untuk Pengendalian Vektor DBD Pada Beberapa Penelitian5,6,7,8,9,10,11,12,13,14,15
Nama Tanaman Jumlah
Sampel
Jumlah Ulangan
LC50 (24 Jam) LC95
(24 Jam) Kunyit Putih (Curcuma zedoaria) 25 4 54.5 ppm
Pohon Tanjung (Mimusops Elengi L.)
10 3 59.36 ppm
Jarak Pagar(Jatropha curcas) 25 5 1507 ppm Cengkeh (Syzygium
aromaticum L.)
25 4 400 ppm
Jeruk Purut (Citrus hystrix) 20 5 3.176
Jeruk Limau (Citrus amblycarpa) 20 5 4.174
Jeruk Bali (Citrus Maxima) 20 5 6.369
Bit (Beta vulgaris L) 25 3
Sirih (Piper betle, Linn 20 5 314,4 ppm
Pandan wangi
(Pandanus amaryllifolius Roxb)
25 4 9000 ppm
Lidah Buaya (Aloe vera) 10000 ppm
38
Mimba (Azadirachta indika A.Juss
10 1 282,29 ppm.
Keterangan : LC50 adalah konsentrasi suatu Insektisida (biasanya dalam makanan, udara atau air) untuk mematikan 50 % hewan coba. LC50 biasanya dinyatakan dalam mg/L atau mg/serangga. Semakin kecil nilai LD50 atau LC50, semakin beracun Insektisida tersebut. Hewan coba yang biasa digunakan untuk menentukan nilai toksisitas Insektisida biasanya mamalia seperti tikus.
PEMBAHASAN
Tanaman-tanaman tersebut di atas rata-rata memiliki kandungan senyawa minyak atsiri, saponin, dan flavonoid. Saponin memiliki rasa yang pahit dan tajam serta dapat menyebabkan iritasi lambung bila dimakan. Saponin merupakan senyawa aktif permukaan dan bersifat seperti sabun, serta dapat dideteksi berdasarkan kemampuannya membentuk busa jika dikocok dalam air dan menghemolisis sel darah.17
Saponin dapat merusak membran sel dan mengganggu proses metabolisme serangga sedangkan polifenol sebagai inhibitor pencernaan serangga. Beberapa saponin bekerja sebagai antimikroba. Saponin bekerja sebagai antibakteri dengan mengganggu stabilitas membran sel bakteri sehingga menyebabkan sel bakterilisis 18.
Flavonoid diketahui memiliki aktivitas sebagai antioksidan dan zat teratogenik. Flavonoid berperan penting dalam tanaman sebagai pembentuk pigmen kuning, merah atau biru pada mahkota bunga. Flavonoid juga memiliki aktivitas sebagai anti mikroba dan insektisida.19
Ekstraksi merupakan istilah yang paling umum untuk mendapatkan suatu senyawa yang berasal dari suatu campuran yang didapat dari kontak antara pelarut dengan senyawa terlarut di dalam bahan yang kita inginkan. Campuran pelarut dengan senyawa itu bisa saja berupa padatan ataupun cairan, dan berbagai teknik dan alat ukur yang digunakan untuk situasi yang berbeda. Pada sintesa kimia organik, reaksi yang dihasilkan secara
terus menerus adalah berupa larutan ataupun berupa suspensi. Saat mengaduk campuran dari air dengan pelarut organik, produk yang dihasilkan dipindahkan pada lapisan pelarut dan mungkin dapat diulangi kembali dengan penguapan dari pelarut 20
Ragam ekstraksi yang tepat sudah tentu bergantung pada tekstur dan bahan kandungan air bahan tumbuhan yang diekstraksi pada jenis senyawa yang diisolasi. Umumnya kita perlu membunuh jaringan tumbuhan untuk mencegah terjadinya oksidasi enzim atau hidrolisis. Merendam jaringan daun segar atau bunga, bila perlu dipotong-potong, ke dalam metanol mendidih adalah suatu cara yang baik untuk mencapai tujuan itu. Alkohol, bagaimana pun juga adalah pelarut yang serbaguna baik untuk ekstraksi pendahuluan. Selanjutnya bahan dapat dimaserasi dalam suatu pelumat, lalu disaring. Tetapi hal ini hanya betul-betul diperlukan bila kita ingin mengekstraksi habis. 20
40
larutan di dalam dan di luar sel. Cairan penyaring yang digunakan dapat berupa air, etanol, metanol, etanol-air atau pelarut lainnya. Remaserasi berarti dilakukan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama, dan seterusnya. Remaserasi berarti dilakukan penambahan pelarutsetelah dilakukan penyaringan maserat pertama, dan seterusnya. Keuntungan cara penyarian dengan maserasi adalah cara pengerjaannya sederhana dan peralatan yang digunakan mudah didapatkan.20,21
Penelitian-penelitian tersebut di atas rata-rata menggunakan sampel (larva) sebanyak 20 – 25 ekor dengan 4-5 kali perlakuan. Penggunaan larvasida dikatakan efektif apabila dapat mematikan 90-100% larva uji. 22 Suatu senyawa dikatakan aktif pada uji larvasida dengan konsentrasi maksimal 1000 ppm. Jika memiliki harga LC50 ≤ 500 ppm dan dikatakan tidak aktif jika memiliki harga LC50 >500 ppm,sedangkan senyawa murni dikatakan aktif dan mempunyai sifat bioaktifitas jika memiliki harga LC50
≤ 50 ppm dan tidak aktif jika LC 50 >
200 ppm.23
KESIMPULAN
Larvasida hayati yang mengandung minyak atsiri, saponin dan flavonoida efektif sebagai larvasida dan metode ekstraksi yang paling banyak digunakan adalah meserasi dengan pelarut ethanol.
SARAN
Perlu ada penelitian lebih lanjut mengenai pembuatan formula yang baik sehingga bisa digunakan masyarakat sebagai larvasida.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Kepala loka Litbang P2B2 Waikabubak yang telah memberikan
masukan dan dukungan bagi penulis dalam menyelesaikan kajian ini.
DAFTAR PUSTAKA
1. Kesehatan K. Epidemiologi Malaria di Indonesia. Bul. Jendela Data dan Inf. Kesehat. 2011;Triwulan(I):1-40.
2. Rahayu M, Baskoro T, Wahyudi
B. Studi Kohort Kejadian
Penyakit Demam Berdarah
Dengue. Berita Kedokteran Masyarakat. 2010;26 (4): 163-170).
3. Shinta & Supratman S..2007.Status kerentanan Populasi Larva Aedes aegypti terhadap Temephos di Daerah Endemis DBD di DKI Jakarta. J.ekol-kes 6 (1):540-745).
4. Kardinan, Agus. 1999. Pestisida Nabati: Ramuan Dan Aplikasi. PT. Penebar Swadaya. Bogor. 5. Wulan S.R.G.S, Dodo T.S, 2012.
Efektivitas Minyak Atsiri Rimpang Kunyit Putih (Curcuma Zedoraria) Sebagai Larvasida Terhadap Nyamuk Aedes Aegypti. Jurnal Buski Vol.4 No.2
6. Widawati M, Lurda
Almierza.2012. Analisis Pengaruh Ekstraksi Non Polar Batang Pohon Tanjung (Mimusops elengi L) Terhadap Larva Aedes aegypti (L). Aspirator (Jurnal Penelitian Penyakit Tular Vektor) Vol 4 No.2.
7. Riyadi A,2008, Identifikasi Senyawa Aktif Minyak Jarak Pagar Jatropha curcas Sebagai Larvasida Nabati Vektor Demam Berdarah Dengue, Jurnal VALENSI Volume 1.No.2.Hal 71-81.
40
(syzygium aromaticum l.) terhadap Aedes aegypti l. Skripsi.Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta
9. Hebert Adrianto, Subagyo Yotopranoto,Hamidah, 2014, Efektivitas Ekstrak Daun Jeruk Purut (Citrus maxima), Jeruk Limau (Citrus amblycarpa) dan Jeruk Bali (Citrus maxima). Jurnal Aspirator vol 6. No.1hal 01-06 10. Mutiara Widawati, Heni
Prasetyowati. 2012. Efektivitas Ekstrak Buah Beta vulgaris L. (Buah Bit) dengan Berbagai Fraksi Pelarut terhadap Mortalitas Larva Aedes aegypti. Jurnal Aspirator.
11. Betriyon, Yahya. 2013. Potensi Serbuk Daun Sirih (Piper betle Linn) Sebagai Larvasida Aedes aegypti. Buletin Spirakel. Edisi Desember.
12. Bangkit Ary Pratama, 2010, Efektivitas Ekstrak Daun Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius Rovb.) Dalam Membunuh Larva Nyamuk Aedes aegypti, Skripsi, Prodi Kesmas Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiah Surakarta.
13. Arivia S, Kurniawan B, Zuraida R, 2013, Efek Larvasida Ekstrak Daun Lidah Buaya (Aloe vera) Terhadap Larva Aedes Aegypti Instar III, Medical Journal of Lampung University Vol.2 No.5. 14. Eka Cania, Endah Setyaningrum,
2013, Uji Efektivitas Larvasida Ekstrak Daun Legundi (Vitex trifolia). Medical Jornal of Lampung University Vol 2 No.2 Hal 52-60.
15. Suirta, IW, Puspawati M. N, Gumiati K.N, 2007, Isolasi dan Identifikasi Senyawa aktif Larvasida dari Biji Mimba
(Azaradirachta indika A. Juss) terhadap Larva Nyamuk Demam Berdarah (Aedes aegypti), Jurnal of Chemistry Vol 1. No.2 hal 47-54
16. Indiastuti D.N., et al., 2008, Skrining Pendahuluan Toksisitas Beberapa Tumbuhan Benalu terhadap Larva Udang Artemia salina Leach, Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia 6 (2): 82. 17. Robinson. 1995. Kandungan
Organik Tumbuhan Tinggi. Bandung: ITB.
18. Cheeke, R.P., 2004. Saponins: Surprising Benefits Of Desert Plants Linus Pailing Institute, USA, p. 621-632.
19. Redha Abdi, 2010, Flavonoid: Struktur, Sifat Antioksidan dan Peranannya dalam Sistem Biologis, Jurnal Belian Vol.9 No.2 hal.196-202.
20. R.Sudrajat, Novia heryani & D. Setiawan. 2008, Golongan Senyawa Insektisida dari Ekstrak Bungkil Biji Jarak Pagar dan Uji Efektivitasnya. Jurnal Penelitian Hasil Hutan, Volume 26 No 4 Tahun 2008. Hal.1-21.
21. Rodig, O.R, 1997. Organic Chemistry Laboratory.Standart and Microscale Experiment. California: Saunders College Publishing.
22. Harbone J.B, 1987. Metoda Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisa Tumbuhan. Terbitan Ke-2. Terjemahan Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro. Bandung, Penerbit ITB