• Tidak ada hasil yang ditemukan

sejarah perkembangan kaligrafi dunia pdf

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "sejarah perkembangan kaligrafi dunia pdf"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

Sejarah Perkembangan Kaligrafi di Dunia Islam Posted on January 11, 2009 by hilyatulqalam

Bangsa Arab diakui sebagai bangsa yang sangat ahli dalam bidang sastra, dengan sederet nama-nama sastrawan beken pada masanya, namun dalam hal tradisi tulis-menulis (baca: khat) masih tertinggal jauh bila dibandingkan beberapa bangsa di belahan dunia lainnya yang telah mencapai tingkat kualitas tulisan yang sangat prestisius. Sebut saja misalnya bangsa Mesir dengan tulisan Hierogliph, bangsa India dengan Devanagari, bangsa Jepang dengan aksara Kaminomoji, bangsa Indian dengan Azteka, bangsa Assiria dengan Fonogram/Tulisan Paku, dan pelbagai negeri lain sudah terlebih dahulu memiliki jenis huruf/aksara. Keadaan ini dapat dipahami mengingat Bangsa Arab adalah bangsa yang hidupnya nomaden (berpindah-pindah) yang tidak mementingkan keberadaan sebuah tulisan, sehingga tradisi lisan (komuniksai dari mulut kemulut) lebih mereka sukai, bahkan beberapa diantara mereka tampak anti huruf. Tulisan baru dikenal pemakaiannya pada masa menjelang kedatangan Islam dengan ditandai

pemajangan al-Mu’alaqat (syair-syair masterpiece yang ditempel di dinding Ka’bah).

Pembentukan huruf abjad Arab sehingga menjadi dikenal pada masa-masa awal Islam memakan waktu berabad-abad. Inskripsi Arab Utara bertarikh 250 M, 328 M dan 512 M menunjukkan kenyataan tersebut. Dari inskripsi-inskripsi yang ada, dapat ditelusuri bahwa huruf Arab berasal dari huruf Nabati yaitu huruf orang-orang Arab Utara yang masih dalam rumpun Smith yang terutama hanya menampilkan huruf-huruf mati. Dari masyarakat Arab Utara yang mendiami Hirah dan Anbar tulisan tersebut berkembang pemakaiannya ke wilayah-wilayah selatan Jazirah Arab.

Perkembangan Kaligrafi Periode Bani Umayyah (661-750 M)

(2)

perkembangan Kufi. Perkembangan Kufi pun melahirkan beberapa variasi baik pada garis vertikal maupun horizontalnya, baik menyangkut huruf-huruf maupun hiasan ornamennya. Muncullah gaya Kufi Murabba’ (lurus-lurus), Muwarraq (berdekorasi daun), Mudhaffar (dianyam), Mutarabith Mu’aqqad (terlilit

berkaitan) dan lainnya. Demikian pula gaya kursif mengalami perkembangan luar biasa bahkan mengalahkan gaya Kufi, baik dalam hal keragaman gaya baru maupun penggunannya, dalam hal ini penyalinan al-Qur’an, kitab-kitab agama, surat-menyurat dan lainnya.

Diantara kaligrafer Bani Umayyah yang termasyhur mengembangkan tulisan kursif adalah Qutbah al-Muharrir. Ia menemukan empat tulisan yaitu Thumar, Jalil, Nisf, dan Tsuluts. Keempat tulisan ini saling melengkapi antara satu gaya dengan gaya lain sehingga menjadi lebih sempurna. Tulisan Thumar yang berciri tegak lurus ditulis dengan pena besar pada tumar-tumar (lembaran penuh,

gulungan kulit atau kertas) yang tidak terpotong. Tulisan ini digunakan untuk komunikasi tertulis para khalifah kepada amir-amir dan penulisan dokumen resmi istana. Sedangkan tulisan Jalil yang berciri miring digunakan oleh masyarakat luas.

Sejarah perkembangan periode ini tidak begitu banyak terungkap oleh karena khilafah pelanjutnya yaitu Bani Abbasiyah telah menghancurkan sebagian besar peninggalan-peninggalannya demi kepentingan politis. Hanya ada beberapa contoh tulisan yang tersisa seperti prasasti pembangunan Dam yang dibangun Mu’awiyah, tulisan di Qubbah Ash-Shakhrah, inskripsi tulisan Kufi pada sebuah kolam yang dibangun Khalifah Hisyam dan lain-lain.

Perkembangan Kaligrafi Periode Bani Abbasiyah (750-1258 M)

Gaya dan teknik menulis kaligrafi semakin berkembang terlebih pada periode ini semakin banyak kaligrafer yang lahir, diantaranya Ad-Dahhak ibn ‘Ajlan yang hidup pada masa Khalifah Abu Abbas As-Shaffah (750-754 M), dan Ishaq ibn Muhammad pada masa Khalifah al-Manshur (754-775 M) dan al-Mahdi (775-786 M). Ishaq memberi kontribusi yang besar bagi pengembangan tulisan Tsuluts dan Tsulutsain dan mempopulerkan pemakaiannya. Kemudian kaligrafer lain yaitu Abu Yusuf as-Sijzi yang belajar Jalil kepada Ishaq. Yusuf berhasil menciptakan huruf yang lebih halus dari sebelumnya.

(3)

penemuannya yang spektakuler tentang rumus-rumus geometrikal pada kaligrafi yang terdiri dari tiga unsur kesatuan baku dalam pembuatan huruf yang ia tawarkan yaitu : titik, huruf alif, dan lingkaran. Menurutnya setiap huruf harus dibuat berdasarkan ketentuan ini dan disebut al-Khat al-Mansub (tulisan yang berstandar). Ia juga mempelopori pemakaian enam macam tulisan pokok (al-Aqlam as-Sittah) yaitu Tsuluts, Naskhi, Muhaqqaq, Raihani, Riqa’, dan Tauqi’ yang merupakan tulisan kursif. Tulisan Naskhi dan Tsuluts menjadi populer dipakai karena usaha Ibnu Muqlah yang akhirnya bisa menggeser dominasi khat Kufi.

Usaha Ibnu Muqlah pun dilanjutkan oleh murid-muridnya yang terkenal

diantaranya Muhammad ibn As-Simsimani dan Muhammad ibn Asad. Dari dua muridnya ini kemudian lahir kaligrafer bernama Ibnu Bawwab. Ibnu Bawwab mengembangkan lagi rumus yang sudah dirintis oleh Ibnu Muqlah yang dikenal dengan Al-Mansub Al-Faiq (huruf bersandar yang indah). Ia mempunyai perhatian besar terhadap perbaikan khat Naskhi dan Muhaqqaq secara radikal. Namun karya-karyanya hanya sedikit yang tersisa hingga sekarang yaitu sebuah al-Qur’an dan fragmen duniawi saja.

Pada masa berikutnya muncul Yaqut al-Musta’simi yang memperkenalkan metode baru dalam penulisan kaligrafi secara lebih lembut dan halus lagi terhadap enam gaya pokok yang masyhur itu. Yaqut adalah kaligrafer besar di masa akhir Daulah Abbasiyah hingga runtuhnya dinasti ini pada tahun 1258 M karena serbuan tentara Mongol.

Pemakaian kaligrafi pada masa Daulah Abbasiyah menunjukkan keberagaman yang sangat nyata, jauh bila dibandingkan dengan masa Umayyah. Para kaligrafer Daulah Abbasiyah sangat ambisius menggali penemuan-penemuan baru atau mendeformasi corak-corak yang tengah berkembang. Karya-karya kaligrafi lebih dominan dipakai sebagai ornamen dan arsitektur oleh Bani Abbasiyah daripada Bani Umayyah yang hanya mendominasi unsur ornamen floral dan geometrik yang mendapat pengaruh kebudayaan Hellenisme dan Sasania.

Perkembangan Kaligrafi Periode Lanjut

(4)

Maghribi yang berbeda dengan gaya di Baghdad (Irak). Sistem penulisan yang ditemukan oleh Ibnu Muqlah juga tidak sepenuhnya diterima, sehingga gaya tulisan kursif yang ada bersifat konservatif.

Sementara bagi kawasan Masyriq, setelah kehancuran Daulah Abbasiyah oleh tentara Mongol dibawah Jengis Khan dan puteranya Hulagu Khan, perkembangan kaligrafi dapat segera bangkit kembali tidak kurang dari setengah abad. Oleh Ghazan cucu Hulagu Khan yang telah memeluk agama Islam, tradisi kesenian pun dibangun kembali. Penggantinya yaitu Uljaytu juga meneruskan usaha Ghazan, ia memberikan dorongan kepada kaum terpelajar dan seniman untuk berkarya. Seni kaligrafi dan hiasan al-Qur’an pun mencapai puncaknya. Dinasti ini memiliki beberapa kaligrafer yang dibimbing Yaqut seperti Ahmad al-Suhrawardi yang menyalin al-Quran dalam gaya Muhaqqaq tahun 1304, Mubarak Shah al-Qutb, Sayyid Haydar, Mubarak Shah al-Suyufi dan lain-lain.

Dinasti Il-Khan yang bertahan sampai akhir abad ke-14 digantikan oleh Dinasti Timuriyah yang didirikan Timur Leng. Meskipun dikenal sebagai pembinasa besar, namun setelah ia masuk Islam kaum terpelajar dan seniman mendapat perhatian yang istimewa. Ia mempunyai perhatian besar terhadap kaligrafi dan memerintahkan penyalinan al-Qur’an. Hal ini dilanjutkan oleh puteranya Shah Rukh. Diantara ahli kaligrafi pada masa ini adalah Muhammad al-Tughra’I yang menyalin al-Qur’an bertarih 1408 daam gaya Muhaqqaq emas. Dan putera Shah Rukh sendiri yang bernama Ibrahim Sulthan menjadi salah seorang kaligrafer terkemuka.

Dinasti Timuriyah mengalami kemunduran menjelang abad ke-15 dan segera digantikan oleh Dinasti Safawiyah yang bertahan di Persia dan Irak sampai tahun 1736. pendirinya Shah Ismail dan penggantinya Shah Tahmasp mendorong perumusan dan pengembangan gaya kaligrafi baru yang disebut Ta’liq yang sekarang dikenal khat Farisi. Gaya baru yang dikembangkan dari Ta’liq adalah Nasta’liq yang mendapat pengaruh dari Naskhi. Tulisan Nasta’liq ahkirnya menggeser Naskhi dan menjadi tulisan yang biasa digunakan untuk menyalin sastra Persia.

(5)

dari tulisan yang berkembang di India dan Afganistan. Tulisan Shini biasa ditorehkan di keramik dan tembikar.

Dalam perkembangan selanjutnya, wilayah Arab diperintah oeh Dinasti

Utsmaniyah (Ottoman) di Turki. Perkembangan kaligrafi sejak masa dinasti ini hingga perkembangan terakhirnya selalu terkait dengan dinasti Utsmaniyah Turki. Perkembangan kaligrafi pada masa Utsmaniyah ini memperlihatkan gairah yang luar biasa. Kecintaan kaligrafi tidak hanya pada kalangan terpelajar dan seniman tetapi juga beberapa sultan bahkan dikenal juga sebagai kaligrafer. Mereka tidak segan-segan untuk merekrut ahli-ahli dari negeri musuh seperti Persia, maka gaya Farisi pun dikembangkan oleh dinasti ini. Adapun kaligrafer yang dipandang sebagai kaligrafer besar pada masa dinasti ini adalah Syaikh Hamdullah al-Amasi yang melahirkan beberapa murid, salah satunya adalah Hafidz Usman.

Perkembangan kaligrafi Turki sejak awal pemerintahan Utsmaniyah melahirkan sejumlah gaya baru yang luar biasa indahnya, berpatokan dengan gaya kaligrafi yang dikembangkan di Baghdad jauh sebelumnya. Yang paling penting adalah Syikastah, Syikastah-amiz, Diwani, dan Diwani Jali. Syikastah (bentuk patah) adalah gaya yang dikembangkan dari Ta’liq an Nasta’liq awal. Gaya ini biasanya dipakai untuk keperluan-keperluan praktis. Gaya Diwani pun pada mulanya adalah penggayaan dari Ta’liq. Tulisan ini dikembangkan pada akhir abad ke-15 oleh Ibrahim Munif, yang kemudian disempurnakan oleh Syaikh Hamdullah. Gaya ini benar-benar kursif, dengan garis yang dominan melengkung dan

bersusun-susun. Diwani kemudian dikembangkan lagi dan melahirkan gaya baru yang lebih monumental disebut Diwani Jali, yang juga dikenal sebagai Humayuni (kerajaan). Gaya ini sepenuhnya dikembangkan oleh Hafidz Usman dan para muridnya.

About these ads

Filed under: Sejarah dan Perkembangan

https://hilyatulqalam.wordpress.com/2009/01/11/sejarah-perkembangan-kaligrafi-di-dunia-islam/

(6)

Studi al-Qur’an-Abu Aswad ad-Dawly Nama : Mustofa Kamal NIM : 09210030

1. Tak bisa dibayangkan bagaimana sulitnya membaca Alquran andai hingga saat ini kalam Ilahi itu masih ditulis dalam huruf Arab yang belum ada tanda bacanya sebagaimana di zaman Rasulullah SAW dan Khulafaur Rasyidin. Jangankan harakat fathah (baris atas), kasrah (baris bawah), dhommah (baris depan), dan sukun (tanda wakaf, mati), bentuk serta tanda titik-koma (tanda baca) saja tidak ada. Tentu, masih lebih mudah membaca tulisan Arab yang ada di kitab kuning yang gundul (tanpa harakat) karena umat Islam masih bisa mengenali huruf-hurufnya berdasarkan bentuk dan tanda bacanya. Misalnya, huruf ta, tsa, ba, nun, syin, sin, shad, tho’, dan sebagainya walaupun tidak mengetahui

terjemahannya.

Beruntunglah, kekhawatiran-kekhawatiran ini cepat teratasi hingga umat Islam di seluruh dunia bisa mengenali dan lebih mudah dalam membaca Alquran. Semua itu tentunya karena adanya peran dari sahabat Rasul, tabin, dan tabiit

tabiin.Pemberian tanda baca (syakal) berupa titik dan harakat (baris) baru mulai dilakukan ketika Dinasti Umayyah memegang tampuk kekuasaan kekhalifahan Islam atau setelah 40 tahun umat Islam membaca Alquran tanpa ada syakal.

Pemberian titik dan baris pada mushaf Alquran ini dilakukan dalam tiga fase.

Fase Pertama

(7)

Fase kedua

Pada masa Abdul Malik bin Marwan (65 H), khalifah kelima Dinasti Umayyah itu menugaskan salah seorang gubernur pada masa itu, Al Hajjaj bin Yusuf, untuk memberikan titik sebagai pembeda antara satu huruf dengan lainnya. Misalnya, huruf baa’ dengan satu titik di bawah, huruf ta dengan dua titik di atas, dan tsa dengan tiga titik di atas. Pada masa itu, Al Hajjaj minta bantuan kepada Nashr bin ‘Ashim dan Hay bin Ya’mar

Pada masa Khalifah Abdul Malik bin Marwan ini, wilayah kekuasaan Islam telah semakin luas hingga sampai ke Eropa. Karena kekhawatiran adanya bacaan Alquran bagi umat Islam yang bukan berbahasa Arab, diperintahkanlah untuk menuliskan Alquran dengan tambahan tanda baca tersebut. Tujuannya agar adanya keseragaman bacaan Alquran baik bagi umat Islam yang keturunan Arab ataupun non-Arab (‘ajami).

Fase ketiga

Pada masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah, diberikan tanda baris berupa dhamah, fathah, kasrah, dan sukun untuk memperindah dan memudahkan umat Islam dalam membaca Alquran. Pemberian tanda baris ini mengikuti cara pemberian baris yang telah dilakukan oleh Khalil bin Ahmad Al Farahidy, seorang

ensiklopedi bahasa Arab terkemuka kala itu. Menurut sebuah riwayat, Khalil bin Ahmad juga yang memberikan tanda hamzah, tasydid, dan ismam pada kalimat-kalimat yang ada.

Kemudian, pada masa Khalifah Al-Makmun, para ulama selanjutnya berijtihad untuk semakin mempermudah orang untuk membaca dan menghafal Alquran, khususnya bagi orang selain Arab, dengan menciptakan tanda-tanda baca tajwid yang berupa isymam, rum, dan mad.

(8)

Tanda-tanda lain yang dibubuhkan pada tulisan Alquran adalah tajzi’, yaitu tanda pemisah antara satu Juz dan yang lainnya, berupa kata ‘juz’ dan diikuti dengan penomorannya dan tanda untuk menunjukkan isi yang berupa seperempat, seperlima, sepersepuluh, setengah juz, dan juz itu sendiri.

Dengan adanya tanda-tanda tersebut, kini umat Islam di seluruh dunia, apa pun ras dan warna kulit serta bahasa yang dianutnya, mereka mudah membaca Alquran. Ini semua berkat peran tokoh-tokoh di atas dalam membawa umat menjadi lebih baik, terutama dalam membaca Alquran.

Berdasarkan paparan diatas dapat kita simpulkan bahwa syakal tidak termasuk Al qur’ an, karena Al qur’an diturunkan Allah dengan tidak bersyakal.

2. Di dalam buku tajwid karangan KH. Imam Zarkasyi diterangkan bahwa membaca Al qur’ an dengan baik dan benar (sesuai dengan ilmu tajwid) itu hukumnya fardlu ‘ain. Dan kita tahu bahwasanya yang menciptakan hukum bacaan tajwid adalah manusia.

Dan jika kita membaca Al qur’an tanpa ilmu tajwid maka bacaan kita tidak sesuai dengan arti kata dalam Al qur’an. Contohnya:

Terdapat suatu kisah yang dinukil dari Abul Aswad Ad-Duali, bahwasanya ketika ia sedang berjalan-jalan dengan anak perempuannya pada malam hari, sang anak mendongakkan wajahnya ke langit dan memikirkan tentang indahnya serta bagusnya bintang-bintang. Kemudian ia berkata,

ءءاممسسملا ننسمححأم امم

“Apakah yang paling indah di langit?”

Dengan mengkasrah hamzah, yang menunjukkan kalimat tanya. Kemudian sang ayah mengatakan,

ةنيسمنمبن ايم اهممنوحجننن

(9)

Namun sang anak menyanggah dengan mengatakan, بمجسنعمتسملا تندحرمام اممنسماء

“Sesungguhnya aku ingin mengungkapkan kekaguman” Maka sang ayah mengatakan, kalau begitu ucapkanlah, ءماممسسملا نمسمححام امم

“Betapa indahnya langit.” Bukan,

ءءاممسسملا ننسمححام امم

“Apakah yang paling indah di langit?” Dengan memfathahkan hamzah…

3. Abu Al Aswad Ad Du’ali dikenal dengan Zhalim bin Amr, beliau sering dikenal atau dipanggil dengan Abu Al Aswad Ad Du’ali rahimahullah, ada pula yang mengatakan Ad Dili, Al Allamah, Al Fadhil, Qadhi Bashrah.

Beliau yang memberikan dasar-dasar nahwu. Beliau pula orang yang pertama kali meletakkan titik pada huruf. Tanda-tanda itu adalah titik di atas untuk fathah dan titik di bawah untuk kasrah, titik di sebelah kiri untuk dhammah, dan dua titik untuk tanwin. Hal itu terjadi pada masa Mu’ awiyah dalam tahun 661 Masehi. Al Jahizh berkata, “Abu Al Aswad adalah pemuka dalam tingkat sosial manusia. Dia termasuk kalangan ahli fiqih, penyair, ahli hadits, orang mulia, kesatria berkuda, pemimpin, orang cerdas, ahli nahwu, sekaligus orang syiah. Dia botak bagian depan kepalanya.”

(10)

https://mustofakamaltrenggalek.wordpress.com/2014/01/13/studi-al-quran-abu-aswad-ad-dawly/

ABUL ASWAD AD DUALI (1 SH- 69 H /603-688 M) Pakar nahwu

Dahulu, Bahasa Arab tak mengenal adanya harakat. Masyarakat Arab menggunakan dialek kebiasaan mereka saat mengucapkan bahasa Arab. Bayangkan betapa sulitnya membaca Al-Qur'an tanpa tanda harakat satu pun. Oleh karena itulah, Abul Aswad Ad-Duali mejadi sosok yang berkiprah sangat penting bagi umat Muslim. Dialah yang menemukan kaedah tata Bahasa Arab (Nahwu), salah satunya yakni kaedah pemberian harakat.

Abul Aswad Ad-Duali memiliki nama asli Dzalam bin Amru bin Sufyan bin Jandal bin Yu’mar bin Du’ali. Dia biasa dipanggil dengan nama kunyah

(panggilan) Abul Aswad. Sementara Ad-Duali merupakan nisbat dari kabilahnya yang bernama Du'al dari Bani Kinanah. Abul Aswad Ad-Duali merupakan seorang Tabi'in, murid sekaligus shahabat Khalifah keempat, Ali Bin Abi Thalib. Ia ahir tahun 603 Masehi dan wafat pada 688 Masehi.

Sebelum menjadi pakar nahwu, Ad-Duali banyak berkiprah di dunia perpolitikan. Ia sempat menjadi hakim di Bashrah pada era kekhalifahan Umar bin Khattab hingga kemudian ia diangkat menjadi gubernur kota tersebut di masa

kepemimpinan Ali. Saat perang Jamal, Ad-Duali merupakan juru ruding

perdamaian antar dua kubu. Ia juga pernah diutus sahabat Rasulullah, Adullah Ibn Abbas untuk memerangi kaum Khawarij.

Peran Abul Aswad Ad-Duali

Ia menjadi murid Ali bin Abi Thalib, dan nahwu ia pelajari sendiri darinya ( Ali ibn Abi Thalib), yang merupakan pakar nahwu kala itu. Dia termasuk orang yang pertama mengumpulkan mushaf dan mengarang ilmu nahwu dan peletak dasar kaidah-kaidah nahwu, atas rekomendasi dari Ali bin Abi Thalib.

Ia juga mendapat intruksi dari Ali Bin Abi Thalib, ketika menjadi khalifah, untuk merumuskan tanda-tanda baca pada tulisan. Sasaran pertamanya adalah mushaf-mushaf Al Qur’an, karena disinilah letak kekhawatiran salah baca seperti yang kerap terjadi waktu itu.

(11)

Rasuluhu Jika diartikan akan sangat jauh berbeda. Pembacaan pertama yang salah tersebut berarti "Sesungguhnya Allah berlepas diri dari orang-orang musyrik dan rasulnya.” Tentu saja arti tersebut menyesatkan, karena Allah tidak pernah berlepas dari utusanNya. Makna kalimat yang semestinya yakni “Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya berlepas diri dari orang-orang musyrik.” Hanya satu harakat, tapi mengubah arti yang begitu banyak.

Sejak peristiwa itulah, Ad-Duali mulai menekuni Nahwu dan berkeinginan memperbaiki Bahasa Arab. Ia khawatir jika tak dibuat sebuah kaedah, Bahasa Arab akan mudah lenyap begitu saja. Mengingat di era kekhaifan Ar-Rasyidin pun, sudah terdapat kesalahan baca Al-Qur'an. Mulailah Ad-Duali membuat kaedah tata bahasa Arab.

Ketika itu, belum digunakan fathah, dhamah ataupun kasrah. Ad-Duali mengunakan sistem titik berwarna merah sebagai syakal kalimat. Titik-titik tersebut yakni, sebuah titik di atas huruf dimaknai a yakni fathah, satu titik di bawah huruf dibaca i atau kasrah, satu titik di sebelah kiri huruf dibaca u yakni dhammah.

Adapun tanwin (dua fathah, dua kasrah dan dua dhammah) tinggal menambah titik tersebut menjadi dua buah. Titik-tik tersebut dicetak merah agar membedakan dengan tulisan Arab yang menggunakan tinta hitam.

Kaedah nahwu Ad-Duali ini dikenal mengusung mazhab Bashrah. Pada

perkembangan bahasa Arab, muncul dua mazhab yakni Bashrah dan Kufi. Kedua mazhab tersebutlah yang sangat gencar menyebarkan ilmu nahwu ke penjuru dunia.

Maka dari itu, Abul Aswad berjasa dalam membuat harakat Al Qur’an. Ia berhasil mewariskan system penempatan “titik-titik” tinta berwarna merah yang berfungsi sebagai syakal-syakal yang menunjukkan unsur-unsur kata Arab yang tidak terwakili oleh huruf-huruf. Penempatan titik-titik tersebut, adalah:

· Tanda fathah dengan satu titik diatas huruf (a). · Tanda kashrah dengan satu titik dibawah huruf (i) · Tanda Dhamah dengan satu titik disebelah kiri huruf (u) · Tanda tanwin dengan dua titik (an-in-un)

Untuk membedakan titik-titik tadi dari tulisan pokoknya (biasanya berwarna hitam), maka titik-titik itu diberi warna (biasanya merah).

Tetapi system ini tidak dapat begitu saja menyelesaikan masalah, sebab ada huruf-huruf yang sama bentuknya namun harus dibaca berlainan tanpa dibubuhi tanda-tanda pembeda, huruf-huruf itu menyukarkan banyak pembaca.

(12)

Selain keduanya, Ad-Duali juga memiliki beberapa murid lain yang juga pakar dalam bahasa Arab. Beberapa muridnya yakni Abu Amru bin ‘alaai, Al Kholil al Farahidi al Bashri yang merupakan pelopor ilmu arudh dan penulis Kamus Arab pertama.

Tak hanya harakat, Ad-Duali melahirkan banyak kaedah tata bahasa Arab yang hingga kini masih menjadi patokan atau rujukan. Sejak dikenal sebagai peletak dasar ilmu i'rab, maka banyak orang datang untuk belajar ilmu qira'ah ataupun dasar ilmu i'rab. ia mencurahkan hidupnya untuk menelaah ilmu nahwu, hingga wafatnya pada tahun 688 masehi di Basrah.

Wafatnya

Abu Al Aswad meninggal karena wabah ganas yang terjadi pada tahun 69 Hijriyah dalam usia 85 tahun.

Perkataan para ulama tentangnya

Ahmad Al-Ijli berkata, “Dia tsiqah (terpercaya) dan orang yang pertama kali berbicara tentang ilmu nahwu”. Al-Waqidi berkata, “Dia masuk Islam pada masa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam masih hidup.” Orang lain berkata, “Abu Al Aswad Ad Du’ali ikut perang Jamal bersama Ali bin Abu Thalib, dan dia termasuk pembesar kelompok pendukung Ali dan orang yang paling sempurna akal serta pendapatnya di antara mereka. Ali radhiallahu ‘anhu telah menyuruhnya

meletakkan dasar-dasar ilmu nahwu ketika beliau mendengar kecerdasannya.” Al Waqidi berkata, “Lalu Abu Al Aswad menunjukkan kepadanya apa yang telah ditulisnya,” Ali bin Abu Thalib radhiallahu ‘anhu berkata, “Alangkah baiknya nahwu yang kamu tulis ini.” Dan diriwayatkan pula bahwa dari situlah ilmu nahwu disebut ‘nahwu’. Muhammad bin Salam Al Jumahi berkata, “Abu Al Aswad Ad Du’ali adalah orang yang pertama kali meletakkan bab Fa’il, Maf’ul, Mudhaf, Huruf Rafa’, Nashab, Jar, dan Jazm. Yahya bin Ya’mar lalu belajar tentangnya.”

Al-Mubarrad berkata, Al-Mazini menceritakan kepadaku, dia berkata, “Sebab yang melatarbelakangi diletakkannya ilmu nahwu adalah karena Bintu Abu Al Aswad (anak perempuan Abu Al Aswad) berkata kepadanya, ‘Maa asyaddu Al Harri (alangkah panasnya) Abu Al Aswad lalu berkata, Al Hasyba Ar Ramadha’ (awan hitam yang sangat panas)’ anak perempuan Abu Al Aswad berkata, ‘aku takjub karena terlalu panasnya’. Abu Al Aswad berkata, ‘Ataukah orang-orang telah biasa mengucapkannya ?’. lalu Abu Al Aswad mengabarkan hal itu kepada Ali bin Abu Thalib, lalu dia memberikan dasar-dasar nahwu kepadanya dan dia meneruskannya. Dialah pula orang yang pertama kali meletakkan titik pada huruf.”

(13)

berkuda, pemimpin, orang cerdas, ahli nahwu, pendukung Ali, sekaligus orang bakhil. Dia botak bagian depan kepalanya.”

Posted in: tokoh bahasa arab Print Friendly Version of this pagePrint Get a PDF version of this webpagePDF

Backlink checker to arabionline.blogspot.com

Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Reactions:

Posting Lama Beranda 0 comments:

Referensi

Dokumen terkait

Citra lahan terbangun diklasifikan ke dalam empat kategori yaitu lahan terbuka, lahan terbangun kurang rapat (warna magenta), lahan terbangun rapat (warna ungu), dan

Lampiran 61 .Perhitungan fase dan waktu sinyal hari Sabtu siang MANUAL KAPASITAS JALAN INDONESIA Formulir SIG-IV SIMPANG BERSINYAL Formulir SIG-IV : PENENTUAN WAKTU SINYAL DAN

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kewilayahan karena penelitian ini hanya mengkaji titik lokasi objek wisata alam di Kabupaten Pesisir Barat

Dengan meng-klik shape bertuliskan next pada lembar KDB dan KLB, maka selanjutnya akan ditampilkan hasil perhitungan biaya proyek, pendapatan dan pengeluaran

It is concluded that by comparing the degree of differences between the two models in daytime and night: by using the model ATC E to simulate the LST annual

Sedangkan aplikasi parakuat berpengaruh nyata terhadap jumlah gulma bertahan hidup dan bobot kering pada populasi sensitif-parakuat tetapi berpengauh tidak nyata terhadap bobot

Tempat atau wadah penyimpanan harus terpisah untuk setiap jenis makanan jadi dan mempunyai tutup yang dapat menutup sempurna tetapi berventilasi yang dapat mengeluarkan uap

Penelitian ini dilaksanakan atas asumsi bahwa pembangunan karakter siswa dapat dilaksanakan melalui Pembelajaran Pendidikan Kewargangaraan dan proses habituasi, sehingga