Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Politik Hukum
Dosen : Prof. Dr. H. Rukmana Amanwinata, S.H., M.H.
Dr. Hernadi Affandi, S.H., LL.M
Disusun oleh:
GINTA MONITA (110620170007)
PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN FAKULTAS HUKUM
DAFTAR ISI
Daftar Isi...1
A. Latar Belakang ...2
B. Identifikasi Masalah ...4
C. Pembahasan ...4
1. Politik Hukum Dalam Pengaturan Untuk Meningkatkan Keamanan Dan Keselamatan Berlalu Lintas ...4
2. Urgensi Pengaturan Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan Dikaitkan Dengan Program Legislasi Nasional...9
D. Kesimpulan ...9
E. Rekomendasi...20
A. Latar Belakang
Dalam melaksanakan tugas-tugasnya, pemerintah membagi fungsi dan
peran dalam pelaksanaan program pembangunan nasional antara lain kepada
Kementerian-Kementerian yang telah dibentuk. Masing-masing Kementerian
mempunyai peran yang penting dan saling berkaitan. Indonesia sebagai negara
seluas 1,9 juta kilometer persegi yang berpenduduk 237,4 juta jiwa dan terdiri
dari 17.500 pulau membutuhkan suatu sistem yang mengatur dan mendukung
kelancaran arus manusia, untuk itu mutlak dibutuhkan sistem perhubungan yang
kuat. Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mempunyai peran strategis dalam
mendukung pembangunan dan integrasi nasional sebagai bagian dari upaya
memajukan kesejahteraan umum sebagaimana diamanatkan oleh
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 19451.
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagai bagian dari sistem transportasi
nasional harus dikembangkan potensi dan perannya untuk mewujudkan
keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran berlalu lintas dan Angkutan
Jalan dalam rangka mendukung pembangunan ekonomi dan pengembangan
wilayah. Pada Tahun 2009, Pemerintah mengeluarkan peraturan baru yaitu
Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Undang-Undang ini ditetapkan dalam Rapat Paripurna DPR RI pada tanggal 26
Mei 2009 yang kemudian disahkan oleh Presiden RI pada tanggal 22 Juni 2009.
Dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan, pembinaan bidang lalu lintas dan angkutan jalan dilaksanakan
secara bersama-sama oleh semua instansi terkait (stakeholders) sebagai berikut:
1) urusan pemerintahan di bidang prasarana jalan, oleh kementerian yang
bertanggung jawab di bidang jalan;
2) urusan pemerintahan di bidang sarana dan prasarana lalu lintas dan
angkutan jalan, oleh kementerian yang bertanggung jawab di bidang
sarana dan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan;
3) urusan pemerintahan di bidang pengembangan industri lalu lintas dan
angkutan jalan, oleh kementerian yang bertanggung jawab di bidang
industri;
4) urusan pemerintahan di bidang pengembangan teknologi lalu lintas dan
angkutan jalan, oleh kementerian yang bertanggung jawab di bidang
teknologi; dan
5) urusan pemerintahan di bidang registrasi dan identifikasi kendaraan
bermotor dan pengemudi, penegakan hukum, manajemen operasional
dan rekayasa lalu lintas serta pendidikan berlalu lintas oleh Kepolisian
Negara Republik Indonesia.
Kegiatan hidup manusia yang sangat bervariasi dan kompleks
membutuhkan suatu ruang (space). Kebutuhan akan ruang tersebut, semakin lama
semakin terpisah-pisah selaras dengan ragam kegiatan manusia yang semakin
terspesialisasi. Setiap kegiatan yang sejenis cenderung mengelompok terpisah
dengan jenis kegiatan lain yang berlainan, sehingga muncul zona-zona kegiatan
atau sistem kegiatan yang antara satu dengan lainnya berbeda2. Masalah transportasi atau perhubungan merupakan masalah yang selalu dihadapi oleh
negara-negara yang telah maju dan juga oleh negara-negara yang sedang
berkembang seperti Indonesia. Permasalahan transportasi yang dijumpai pada
masa sekarang mempunyai tingkat kualitas yang lebih parah dan kuantitas yang
lebih besar dari tahun-tahun sebelumnya baik kecelakaan, kemacetan, polusi
udara serta pelanggaran lalu lintas3.
Untuk meningkatkan pelayanan di bidang keamanan, keselamatan,
ketertiban dan kelancaran lalu lintas, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009
mengatur dan mengamanatkan adanya sistem informasi dan komunikasi lalu
lintas dan angkutan jalan yang didukung oleh subsistem yang dibangun oleh
setiap lalu lintas dan angkutan jalan yang terpadu. Pengelolaan sistem informasi
dan komunikasi lalu lintas dan angkutan jalan dilakukan oleh pemerintah atau
2Arif Budiarto dan Mahmudah, Rekayasa Lalu Lintas, Surakarta : UNS Press, 2007, hlm. 1.
pemerintah daerah dengan memperhatikan ketentuan peraturan
perundang-undangan, sedangkan mengenai operasionalisasi sistem informasi dan
komunikasi lalu lintas dan angkutan jalan dilaksanakan secara terintegrasi melalui
pusat kendali dan data. Dalam rangka peningkatan keselamatan lalu lintas dan
angkutan jalan, Menteri Perhubungan melakukan pembinaan di bidang lalu lintas
dan angkutan jalan melalui Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia
Nomor PM 26 Tahun 2015 Tentang Standar Keselamatan Lalu Lintas Dan
Angkutan Jalan.
B. Identifikasi Masalah
1. Bagaimanakah politik hukum perhubungan dalam pengaturan untuk
meningkatkan keamanan dan keselamatan berlalu lintas ?
2. Bagaimanakah urgensi pengaturan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
dikaitkan dengan program legislasi nasional ?
C. Pembahasan
1. Politik Hukum Perhubungan Dalam Pengaturan Untuk Meningkatkan Keamanan Dan Keselamatan Berlalu Lintas
Dalam kehidupan sehari-hari sering kita jumpai istilah : politik, politik
praktis, dan sistem politik. Dalam kamus ilmu politik sebenarnya tidak dikenal
istilah politik praktis, yang dikenal adalah politik (politics) dan sistem politik
(political system), atau terkadang juga politik (politicking) dalam arti bermain
politik atau sesuatu peristiwa atau kegiatan dipolitikkan4. Politik mengutamakan dimensi psikologis dari suatu sistem politik, yaitu sikap –sikap, sistem–sistem
kepercayaan, simbol – simbol yang dimiliki oleh individu – individu dan
beroperasi di dalam seluruh masyarakat, serta harapan– harapannya. Umumnya
dianggap bahwa dalam sistem politik terdapa empat variabel :5
4Bintan Regen Saragih, Politik Hukum, Bandung: CV. Utomo, 2006, hlm. 5.
1) Kekuasaan–sebagai cara untuk mencapai hal yang diinginkan, antara
lain membagi sumber-sumber di antara kelompok-kelompok dalam
masyarakat;
2) Kepentingan – tujuan-tujuan yang dikejar oleh pelaku-pelaku atau
kelompok politik;
3) Kebijaksanaan – hasil dari interaksi antara kekuasaan dan
kepentingan, biasanya dalam bentuk perundang–undangan;
4) Budaya Politik – orientasi subyektif dari individu terhadap sistem
politik.
Ilmu Politik memandang terhadap Administrasi sebagai aparatur negara
yang berwenang, bertugas dan bertanggung jawab atas pelaksanaan serta
penyelenggaraan dari kebijaksanaan negara atau
kebijaksanaan-kebijaksanaan politik. Administrasi Negara secara politis tidak boleh
terpecah-pecah. Administrasi Negara harus menjalankan Politik Negara sebagaimana yang
ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar, Undang-Undang, dan
Keputusan-keputusan Pemerintah yang sah menurut Undang-undang6.
Sama halnya dengan ilmu politik, maka dalam ilmu hukum pun adalah sulit
untuk memberikan satu pengertian apalagi membuat satu definisi mengenai
hukum yang bisa di terima oleh semua pihak. Hukum itu banyak seginya, dan
sangat luas ruang lingkupnya, jadi sukar untuk dirumuskan dalam suatu definisi
yang hanya terdiri dari beberapa kalimat saja, hal tersebut di kemukakan oleh
Sjachran Basah7. Karena itu, walaupun kurang sempurna perlu juga diberikan beberapa pengertian dari hukum itu sebagaimana di kemukakan oleh beberapa
pakar hukum di indonesia. Dari pengertian tersebut akan terlihat nanti hubungan
6 Sumarno dan T. Subarsyah, Dinamika Politik Hukum Indonesia, Bandung : Pasundan Law Faculty Alumnus Press, 1999, hlm. 21
antara politik dan hukum, sebagai jembatan untuk memahami politik hukum.
Menurut utrech8:
“Hukum adalah himpunan petunjuk hidup (yang biasanya disebut norma atau kaidah) perintah-perintah dan larangan yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat, dan seharusnya di taati oleh anggota masyarakat yang bersangkutan, oleh karena itu pelanggaran petunjuk hidup tersebut dapat menimbulkan tindakan oleh pemerintah atau penguada masyarakat itu, agar sesuatu petunjuk hidup itu harus di lengkapi, atau diperkuat, dengan anasir yang memaksa (element van dwang). Kaedah adalah petunjuk hidup yang memaksa“
Politik hukum adalah legal policy atau arah hukum yang akan diberlakukan
oleh negara untuk mencapai tujuan negara yang bentuknya dapat berupa
pembuatan hukum baru dan penggantian hukum lama. Dalam arti seperti ini
politik hukum harus berpijak pada tujuan negara dan sistem hukum yang berlaku
di negara yang bersangkutann yang dalam konteks Indonesia tujuan dan sistem
itu terkandung di dalam pembukaan UUD 1945, khususnya Pancasila, yang
melahirkan kaidah-kaidah penuntun hukum. Program legislasi nasional
(Prolegnas) dapat disebut sebagai contoh tentang politik hukum, tetapi ia hanya
bagian dari ilmu politik hukum9.
Menurut Abdul Wahab, mengatakan bahwa : Implementasi kebijakan
adalah Pelaksanaan keputusan kebijakan dasar, biasanya dalam bentuk
Undang-Undang, namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau
keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau keputusan-keputusan badan peradilan lazimnya,
keputusan tersebut mengindentifikasi masalah yang diatasi, menyebutkan secara
tegas tujuan / sasaran yang ingin dicapai dan berbagai cara untuk menstrukturkan
/ mengatur proses implementasinya10. Kemudian menurut George C. Edward
8E. Utrecht, Pengantar Dalam Hukum Indonesia, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1983, hlm. 2,3,8.
9 Moh. Mahfud MD, Membangun Politik Hukum, Menegakkan Konstitusi, Jakarta: Rajawali Pers, 2012, hlm. 5.
mengemukakan beberapa 4 (empat) variabel yang mempengaruhi implementasi
kebijakan yakni komunikasi, sumberdaya, disposisi, dan struktur birokrasi.11
Lalu lintas dan Angkutan Jalan diatur pada Undang-Undang Nomor 22
Tahun 2009, bahwa Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagai bagian dari sistem
transportasi nasional harus dikembangkan potensi dan perannya untuk
mewujudkan keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran berlalu lintas
dan Angkutan Jalan dalam rangka mendukung pembangunan ekonomi dan
pengembangan wilayah. Keamanan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah suatu
keadaan terbebasnya setiap orang, barang, dan/atau Kendaraan dari gangguan
perbuatan melawan hukum, dan/atau rasa takut dalam berlalu lintas. Keselamatan
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah suatu keadaan terhindarnya setiap orang
dari risiko kecelakaan selama berlalu lintas yang disebabkan oleh manusia,
Kendaraan, Jalan, dan/atau lingkungan.
Keamanan adalah keadaan bebas dari bahaya. Istilah ini bisa digunakan
dengan hubungan kepada kejahatan, segala bentuk kecelakaan dan lain-lain.
Keamanan merupakan topik yang luas termasuk keamanan nasional terhadap
serangan teroris, keamanan komputer terhadap hacker, kemanan rumah terhadap
maling dan penyelusup lainnya, keamanan finansial terhadap kehancuran
ekonomi dan banyak situasi berhubungan lainnya12. Keselamatan adalah suatu keadaan aman, dalam suatu kondisi yang aman secara fisik, sosial, spiritual,
finansial, politis, emosional, pekerjaan, psikologis, ataupun pendidikan dan
terhindar dari ancaman terhadap faktor-faktor tersebut. Untuk mencapai hal ini,
dapat dilakukan perlindungan terhadap suatu kejadian yang memungkinkan
terjadinya kerugian ekonomi atau kesehatan13.
11 Deddy Mulyadi, Studi Kebijakan Publik dan Pelayanan Publik, Bandung: Alfabeta, 2014, hlm. 68
12https://id.wikipedia.org/wiki/Keamanan, Diunduh pada tanggal 15-12-2017 Pukul 19.06 WIB
Manusia sebagai pembentuk hukum berapa pada struktur kekuasaan, yaitu
pada lembaga eksekutif, lembaga legislatif, dan lembaga yudikatif. Manusia
dalam artian pembentuk tidak dialamatkan pada pengertian secara umum tetapi
yaitu yang disebut elit berkuasa untuk membedakan dari manusia pada umumnya.
Pola pikir, sikap dan perilaku para elit itu sedikitnya akan memberi warna
dominan terhadap produk-produk hukum yang dibentuknya. Karena itu untuk
mewujudkan wibawa hukum dan terpeliharanya kedaulatan hukum, maka para
pembentuk hukum dituntut untuk memenuhi beberapa syarat, yaitu :14
1) Bahwa pembentuk hukum harus memiliki kemampuan intelektualitas
(intellectual ability);
2) Bahwa pembentuk hukum harus memiliki sikap integritas (integrity);
3) Bahwa pembentuk hukum harus memiliki pandangan jauh ke depan
tentang kehidupan sosial dan masalah-masalah hukum (social judicial
outlook).
Pengaturan keamanan dan keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan dalam
UU No. 22 Tahun 2009 dimulai pada pasal 200 sampai dengan pasal 209. Upaya
membangun dan mewujudkan budaya Keamanan dan Keselamatan Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan sebagaimana dimaksud pada pasal 208 dilakukan melalui:
1) pelaksanaan pendidikan berlalu lintas sejak usia dini;
2) sosialisasi dan internalisasi tata cara dan etika berlalu lintas serta
program Keamanan dan Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
3) pemberian penghargaan terhadap tindakan Keamanan dan Keselamatan
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
4) penciptaan lingkungan Ruang Lalu Lintas yang mendorong pengguna
jalan berperilaku tertib; dan
5) penegakan hukum secara konsisten dan berkelanjutan.
Dalam rangka peningkatan keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan,
Menteri Perhubungan melakukan pembinaan di bidang lalu lintas dan angkutan
jalan melalui Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 26
Tahun 2015 Tentang Standar Keselamatan Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan.
Peraturan Menteri Perhubungan dan Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan
Darat yang bertujuan untuk meningkatkan keselamatan di bidang lalu lintas dan
angkutan jalan. Dalam proses penegakan hukum yang dilakukan oleh aparat
penegak hukum dihadapkan pada beberapa permasalahan seperti kurangnya
sumber daya, terbatasnya dukungan anggaran,kurangnya keterpaduan dan adanya
visi unsur penegak hukum yang berbeda-beda.
Adapun konsep strategis yang diwujudkan ke dalam program-program.
Program-program tersebut mengandung strategi tentang pendidikan masyarakat
tentang lalu lintas jalan dan peraturan lalu lintas, Pemahaman terhadap visi dan
misi penegak hukum di bidang lalu lintas, peningkatan kualitas aparat hukum di
bidang lalu lintas, peningkatan sarana dan prasarana, mendayagunakan teknologi,
manajemen dan rekayasa lalu lintas.
2. Urgensi Pengaturan Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan Dikaitkan Dengan Program Legislasi Nasional
Urgensi berarti : Keharusan yang mendesak, hal yang sangat penting15. Dilihat dari segi berkerjanya aturan hukum dapat dibedakan menjadi dua yaitu
hukum yang bersifat memaksa dan hukum yang bersifat mengatur. Hukum yang
megikat inilah yang mngikat kepada seluruh masyarakat, istilah hukum yang
memaksa, kata memaksa dalam hal ini dimaksudkan bahwa pembuatan
undang-undang tidak diberikan keluasa kepada para pihak untuk menerapkan atau tidak
menerapkan aturan itu, dengan perkataan lain aturan itu tidak boleh disimpangi
oleh mereka yang melakukan hubungan hukum, ketentuan-ketentuan yang
bersifat memaksa itu berlaku bagi para pihak yang brsangkutan maupun hakim
sehingga hukum itu harus diterapkan maskipun para pihak mengatur sendiri
hubungan mereka16.
Disahkannya Undang – Undang Nomor 22 Tahun 2009 terhitung mulai
tanggal 22 juni 2009 merupakan awal perubahan sistem dalam pengaturan lalu
lintas dan penerapan sanksi atas pelanggaran lalu lintas. Undang–Undang Nomor
22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan telah berjalan tahap
sosialisasinya kepada warga masyarakat Indonesia yang sebagai subyek hukum
dari undang–undang tersebut. Lalu lintas di dalam Undang-Undang No 22 tahun
2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan didefinisikan sebagai gerak
Kendaraan dan orang di Ruang Lalu Lintas Jalan, sedang yang dimaksud dengan
Ruang Lalu Lintas Jalan adalah prasarana yang diperuntukkan bagi gerak pindah
Kendaraan, orang, dan / atau barang yang berupa Jalan dan fasilitas pendukung17. Secara garis besar Undang–Undang Nomor 22 Tahun 2009 tersebut menjelaskan
mengenai:
1) Lalu Lintas adalah gerak kendaraan dan orang di ruang lalu lintas jalan;
2) Angkutan Jalan adalah perpindahan orang dan/atau barang dari satu
tempat ke tempat lain dengan menggunakan ruang lalu lintas jalan;
3) Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah serangkaian simpul
dan/atau ruang kegiatan yang saling terhubungkan untuk
penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan. Sedangkan simpul
adalah tempat yang diperuntukkan bagi pergantian antarmoda dan
intermodal yang berupa terminal, stasiun kereta api, pelabuhan laut,
pelabuhan sungai dan danau, dan/atau Bandar udara;
4) Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah ruang lalu lintas,
terminal dan perlengkapan jalan yang meliputi marka, rambu, alat
pemberi isyarat lalu lintas, alat pengendali dan pengaman pengguna
jalan, alat pengawasan dan pengamanan jalan serta fasilitas pendukung
5) Kendaraan adalah suatu sarana angkut dijalan yang terdiri atas
kendaraan bermotor dan kendaraan tidak bermotor. Kendaraan bermotor
adalah setiap kendaraan yang digerakkan oleh peralatan mekanik berupa
mesin selain kendaraan yang berjalan diatas rel sedangkan kendaraan
tidak bermotor adalah yang digerakkan manusia atau hewan;
6) Pengemudi adalah orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di
jalan yang telah memiliki surat ijin mengemudi;
7) Pengguna Jalan adalah orang yang menggunakan jalan untuk berlalu
lintas Secara substansial hal yang disebutkan diatas saling terkait antara
satu sama lain.
Disana menyebutkan pula “melalui kerja sama antara pembina Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan dan masyarakat”. Sehingga peran serta masyarakat dalam
turut menjaga keamanan lalu lintas juga sangatlah diperlukan, sebagaimana jelas
pada Pasal 200 sebagai berikut:
1) Kepolisian Negara Republik Indonesia bertanggung jawab atas
terselenggaranya kegiatan dalam mewujudkan dan memelihara
Keamanan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
2) Penyelenggaraan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan melalui kerja sama antara pembina Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan dan masyarakat.
Oleh karenanya kepatuhan terhadap peraturan yang disebutkan diatas perlu
dilakukan dengan sebaik – baiknya. Sebagaimana kepatuhan itu sendiri pada
dasarnya dapat terbentuk dari adanya kesadaran masyarakat dalam menyikapi
peraturan, hal ini disebut kesadaran hukum. Menurut Soerjono Soekanto
mengemukakan empat indikator dari kesadaran hukum, yaitu:18
1) Pengetahuan tentang hukum;
2) Pemahaman tentang hukum;
3) Sikap terhadap hukum; dan
4) Perilaku hukum.
Selanjutnya secara singkatnya menurut Soerjono Soekanto menyebutkan
bahwa Kesadaran hukum mempunyai beberapa konsepsi, salah satunya konsepsi
mengenai kebudayaan hukum. Konsepsi ini mengandung ajaran-ajaran kesadaran
hukum lebih banyak mempermasalahkan kesadaran hukum yang dianggap
sebagai mediator antara hukum dengan perilaku manusia, baik secara individual
maupun kolektif.19
Dengan berlakunya UU No. 22 Tahun 2009 tersebut diharapkan dapat
membantu mewujudkan kepastian hukum bagi pihak-pihak yang terkait dengan
penyelenggaraan jasa angkutan, baik itu pengusaha angkutan, pekerja (sopir/
pengemudi) serta penumpang. Secara operasional kegiatan penyelenggaraan
pengangkutan dilakukan oleh pengemudi atau sopir angkutan dimana pengemudi
merupakan pihak yang mengikatkan diri untuk menjalankan kegiatan
pengangkutan atas perintah pengusaha angkutan atau pengangkut. Pengemudi
dalam menjalankan tugasnya mempunyai tanggung jawab untuk dapat
melaksanakan kewajibannya yaitu mengangkut penumpang sampai pada tempat
tujuan yang telah disepakati dengan selamat, artinya dalam proses pemindahan
tersebut dari satu tempat ke tempat tujuan dapat berlangsung tanpa hambatan dan
penumpang dalam keadaan sehat, tidak mengalami bahaya, luka, sakit maupun
meninggal dunia. Sehingga tujuan pengangkutan dapat terlaksana dengan lancar
dan sesuai dengan nilai guna masyarakat.
Setelah 17 Agustus 1945, idealnya politik hukum yang berlaku adalah
politik hukum nasional, artinya telah terjadi unifikasi hukum (berlakunya satu
sistem hukum di seluruh wilayah Indonesia), karena sistem hukum nasional harus
dibangun berdasarkan dan untuk memperkokoh sendi-sendi Proklamasi,
Pancasila dan UUD 194520. UUD 1945 merupakan hukum dasar yang tertulis,
disamping berlaku hukum dasar yang tidak tertulis—yang dijumpai di dalam
penjelasan umumnya— menjadi dasar konstitusional dan sinyal organik
keberadaan hukum tidak tertulis dalamk tata hukum nasional. Norma dasar dalam
19Ibid, hlm. 217
Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 menunjukkan isi awal tata hukum nasional
dengan menyatakan segala peraturan yang ada masih langsung berlaku selama
belum diadakan yang baru menurut UUD. Dari konteks demikian terlihat keadaan
isi tata hukum nasional pada hari-hari awal kemerdekaan, yakni :21
1) hukum produk legeslatif kolonial,
2) hukum adat,
3) hukum Islam, dan
4) hukum produk legislatif nasional.
Salah satu ciri negara hukum, yang dalam bahasa Inggris disebut legal atau
state based on the rule of law, dalam bahasa Belanda dan Jerman disebut
rechtsstaat, adalah adanya ciri pembatasan kekuasaan dalam penyelenggaraan
kekuasaan negara22. John Locke juga membagi kekuasaan negara dalam tiga fungsi, tetapi berbeda isinya. Menurut John Locke, fungsi-fungsi kekuasaan
negara itu meliputi:23
1) Fungsi legislatif;
2) Fungsi eksekutif;
3) Funsi federatif.
Cabang kekuasaan legislatif adalah cabang kekuasaan yang pertama-tama
mencerminkan kedaultan rakyat. Oleh sebab itu, kewenangan untuk menetapkan
peraturan itu pertama-tama harus diberikan kepada lembaga perwakilan rakyat
atau parlemen atau lembaga legislatif. Dalam sistem UUD 1945, peraturan inilah
yang dinamakan undang-undang yang dibentuk oleh DPR atas persetujuan
bersama Presiden. Di Amerika Serikat, undang-undang itu disebut law atau
legislative act, di Belanda disebut wet, sedangkan di Jerman disebut gesetz.
Kewenangan pengaturan lebih operasional itu dianggap berasal dari delegasi
21Abdul Gani Abdullah, Pengantar Kompilasi Hukum Islam dalam Tata Hukum Indonesia, Jakarta: Gema Insani Press, 1994, Cet. 1, hlm. 11.
22Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Jakarta: Rajawali Pers, 2010, hlm. 281.
kewenangan legislatif dari lembaga perwakilan rakyat, sehingga harus ada
perintah atau pendelegasian kewenangan (legislative delegation of rule-making
power) kepada lembaga eksekutif untuk menentukan pengaturan lebih lanjut
tersebut24.Selain itu, fungsi legislatif juga menyangkut empat bentuk kegiatan, yaitu:25
1) prakarsa pembuatan undang-undang (legislative initiation);
2) pembahaan rancangan undang-undang (law making process);
3) persetujuan atas pengesahan rancangan undang-undang (law enactment
approval);
4) pemberian persetujuan pengikatan atau ratifikasi atau perjanjian atau
persetujuan internasional dan dokumen-dokumen hukum yang mengikat
lainnya (Binding decision making on international agreement and
treaties or other legal binding documents).
Politik hukum ada yang bersifat permanen atau jangka panjang dan ada yang
bersifat periodik. Yang bersifat permanen misalnya pemberlakuan prinsip
pengujian yudisial, ekonomi kerakyatan, keseimbangan antara kepastian hukum,
keadilan dan kemanfaatan, penggantian hukum – hukum peninggalan kolonial
dengan hukum – hukum nasional, penguasaan sumber daya alam oleh negara,
kemerdekaan kekuasaan kehakiman, dan sebagainya. Di sini terlihat bahwa
beberapa prinsip yang dimuat di dalam UUD sekaligus berlaku sebagai politik
hukum26. Ada pun yang bersifat periodik adalah politik hukum yang dibuat sesuai dengan perkembangan situasi yang dihadapi pada setiap periode tertentu baik
yang akan memberlakukan maupun yang akan mencabut, misalnya, pada periode
1973– 1978 ada politik hukum untuk melakuan kodifikasi dan unifikasi dalam
bidang – bidang hukum tertentu, pada periode 1983 – 1988 ada politik hukum
untuk membentuk Peradilan Tata Usaha Negara, dan pada periode 2004– 2009
24Ibid, hlm. 299 25Ibid, hlm. 301
ada lebih dari 250 rencana pembuatan UU yang dicantumkan di dalam Program
Legislasi Nasional (Prolegnas) dan pada saat ini Program Legislasi Nasional
(Prolegnas) periode 2015-201.
Prolegnas adalah daftar rencana UU yang akan dibentuk selama satu periode
pemerintahan untuk menjawab berbagai persoalan yang dihadapi pada periode
yang bersangkutan. Prolegnas ditetapkan oleh Ketua DPR berdasar kesepakatan
antara DPR dan Pemerintah. Prolegnas mempunyai dua fungsi yakni sebagai
potret tentang rencana materi tentang hukum – hukum (dalam arti undang –
undang) yang akan dibuat dan sebagai prosedur atau mekanisme pembuatan UU
itu sendiri. Mahkamah konstitusi (MK) dapat melakukan pengujian yudisial
(judicial review) baik secara materiil maupun secara formal untuk tingkat UU
terhadap UUD 1945; sedangkan pengujian peraturan perundang–undangan yang
tingkatnya di bawah UU terhadap peraturan perundang – undangan yang di
atasnya dilakukan oleh Mahkamah Agung (MA) baik secara materiil maupun
secara formal27.
Program Legislasi Nasional 2015-2019 (disingkat Prolegnas 2015-2019)
adalah instrumen perencanaan program pembentukan Undang-Undang yang
disusun secara terencana, terpadu, dan sistematis untuk periode 2015-2019.
Prolegnas 2015-2019 disusun oleh DPR Periode 2014-2019 dan Pemerintah.
Penyusunan Prolegnas di lingkungan DPR dilakukan dengan mempertimbangkan
usulan dari fraksi, komisi, anggota DPR, DPD, dan/atau masyarakat28. Dasar hukum untuk melakukan kegiatan Prolegnas ini adalah sebagaimana disebutkan
dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan mengatakan bahwa, Program Legislasi Nasional yang
selanjutnya disebut Prolegnas adalah instrumen perencanaan program
pembentukan Undang-Undang yang disusun secara terencana, terpadu, dan
27Ibid, hlm. 3
sistematis. Pada pasal 16 “Perencanaan penyusunan Undang-Undang dilakukan
dalam Prolegnas”.
Pada pasal 18 Undang-Undang No.12 Tahun 2011 penyusunan daftar
Rancangan Undang-Undang didasarkan atas:
1) perintah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945;
2) perintah Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;.
3) perintah Undang-Undang lainnya;
4) sistem perencanaan pembangunan nasional;
5) rencana pembangunan jangka panjang nasional;
6) rencana pembangunan jangka menengah;
7) rencana kerja pemerintah dan rencana strategis DPR; dan
8) aspirasi dan kebutuhan hukum masyarakat.
Penyusunan Prolegnas antara DPR dan Pemerintah dikoordinasikan oleh DPR
melalui alat kelengkapan DPR yang khusus menangani bidang legislasi.
Penyusunan Prolegnas di lingkungan DPR dikoordinasikan oleh alat kelengkapan
DPR yang khusus menangani bidang legislasi. Penyusunan Prolegnas di lingkungan
DPR dilakukan dengan mempertimbangkan usulan dari fraksi, komisi, anggota
DPR, DPD, dan/atau masyarakat.
Aturan-aturan yang terdapat di dalam Undang-undang Nomor 22 Tentang Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan belumlah dapat dikatakan efektif dalam meningkatkan
keamanan dan keselamatan. Masih banyak pelanggaran-pelanggaran yang
dilakukan oleh masyarakat. Perlu adanya sosialisasi, sosialisasi akan lebih efektif
jika dilakukan pada saat anak usia dini karena di usia dini, anak cenderung lebih
mudah menerima dan dapat menanamkan rasa kedisiplinan. Tingginya pelanggaran
lalu lintas baik yang berhasil ditindak oleh aparat penegak hukum maupun
pelanggaran yang secara kasat mata masih mewarnai kehidupan lalu lintas
sehari-hari diharapkan dapat ditekan (diminimalisir) melalui langkah-langkah penegakan
lainnya dalam bentuk giat pendidikan masyarakat lalu lintas dan langkah-langkah
rekayasa lalu lintas.
Pengesahan UU No. 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Keberadaannya tidak sepi dari gugatan masyarakat seperti tukang ojek, sopir taksi
dan elemen masyarakat, mereka tumpah ruah dijalanan dan mengeluh di setiap
pembicaraan. Ketika berhadapan dengan polisi di jalan umum, tidak ada kata dari
mereka selain keluhan-keluhan. Mereka merasa diperas ditengah pendapatan
mereka yang sangat minimalis. Gugatan masyarakat di atas, ternyata berelasi
dengan cacatnya politik hukum UU No. 22 tahun 2009 yang tidak taat terhadap asas
pembuatan Undang-Undang sebagaimana diatur dalam UU No. 12 tahun 2011.
Pembuatan UU No. 22 tahun 2009 tidak memenuhi asas keterbukaan, tujuan yang
jelas, kedayagunaan, dapat dilaksanakan, serta muatannya yang menghilangkan
asas pengayoman, kemanusiaan, keadilan, keseimbangan, keserasian dan kepastian
hukum. Indikator-indikator asas tersebut tidak nampak dalam pembuatan UU No.
22 tahun 2009 sehingga pasca pengesahannya cukup banyak elemen masyarakat
yang terpukul dan melakukan demonstrasi.
D. Kesimpulan
Politik hukum adalah legal policy atau arah hukum yang akan diberlakukan
oleh negara untuk mencapai tujuan negara yang bentuknya dapat berupa
pembuatan hukum baru dan penggantian hukum lama. Dalam arti seperti ini
politik hukum harus berpijak pada tujuan negara dan sistem hukum yang berlaku
di negara yang bersangkutann yang dalam konteks Indonesia tujuan dan sistem
itu terkandung di dalam pembukaan UUD 1945, khususnya Pancasila, yang
melahirkan kaidah-kaidah penuntun hukum. Program legislasi nasional
(Prolegnas) dapat disebut sebagai contoh tentang politik hukum, tetapi ia hanya
bagian dari ilmu politik hukum. Lalu lintas dan Angkutan Jalan diatur pada
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009, bahwa Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
sebagai bagian dari sistem transportasi nasional harus dikembangkan potensi dan
perannya untuk mewujudkan keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran
ekonomi dan pengembangan wilayah. Keamanan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
adalah suatu keadaan terbebasnya setiap orang, barang, dan/atau Kendaraan dari
gangguan perbuatan melawan hukum, dan/atau rasa takut dalam berlalu lintas.
Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah suatu keadaan terhindarnya
setiap orang dari risiko kecelakaan selama berlalu lintas yang disebabkan oleh
manusia, Kendaraan, Jalan, dan/atau lingkungan. Dalam rangka peningkatan
keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan, Menteri Perhubungan melakukan
pembinaan di bidang lalu lintas dan angkutan jalan melalui Peraturan Menteri
Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 26 Tahun 2015 Tentang Standar
Keselamatan Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan. Adapun konsep strategis yang
diwujudkan ke dalam program-program. Program-program tersebut mengandung
strategi tentang pendidikan masyarakat tentang lalu lintas jalan dan peraturan lalu
lintas, Pemahaman terhadap visi dan misi penegak hukum di bidang lalu lintas,
peningkatan kualitas aparat hukum di bidang lalu lintas, peningkatan sarana dan
prasarana, mendayagunakan teknologi, manajemen dan rekayasa lalu lintas.
Urgensi berarti keharusan yang mendesak, hal yang sangat penting .
Dilihat dari segi berkerjanya aturan hukum dapat dibedakan menjadi dua yaitu
hukum yang bersifat memaksa dan hukum yang bersifat mengatur. Disahkannya
Undang– Undang Nomor 22 Tahun 2009 terhitung mulai tanggal 22 juni 2009
merupakan awal perubahan sistem dalam pengaturan lalu lintas dan penerapan
sanksi atas pelanggaran lalu lintas. Politik hukum ada yang dibuat sesuai dengan
perkembangan situasi yang dihadapi pada setiap periode tertentu baik yang akan
memberlakukan maupun yang akan mencabut. Prolegnas adalah daftar rencana
UU yang akan dibentuk selama satu periode pemerintahan untuk menjawab
berbagai persoalan yang dihadapi pada periode yang bersangkutan. Dasar hukum
untuk melakukan kegiatan Prolegnas ini adalah sebagaimana disebutkan dalam
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan. Aturan-aturan yang terdapat di dalam Undang-undang
Nomor 22 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan belumlah dapat dikatakan
efektif dalam meningkatkan keamanan dan keselamatan. Masih banyak
hukum UU No. 22 tahun 2009 yang tidak taat terhadap asas pembuatan
Undang-Undang sebagaimana diatur dalam UU No. 12 tahun 2011. Pembuatan UU No.
22 tahun 2009 tidak memenuhi asas keterbukaan, tujuan yang jelas,
kedayagunaan, dapat dilaksanakan, serta muatannya yang menghilangkan asas
pengayoman, kemanusiaan, keadilan, keseimbangan, keserasian dan kepastian
hukum.
E. Rekomendasi
Dalam rangka peningkatan keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan,
Menteri Perhubungan perlu melakukan pembinaan di bidang lalu lintas dan
angkutan jalan melalui Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia
Nomor PM 26 Tahun 2015 Tentang Standar Keselamatan Lalu Lintas Dan
Angkutan Jalan. Dalam proses penegakan hukum yang dilakukan oleh aparat
penegak hukum dihadapkan pada beberapa permasalahan seperti kurangnya
sumber daya, terbatasnya dukungan anggaran,kurangnya keterpaduan dan adanya
visi unsur penegak hukum yang berbeda-beda. Maka perlu adanya konsep
strategis yang diwujudkan ke dalam program-program. Program-program
tersebut mengandung strategi tentang pendidikan masyarakat tentang lalu lintas
jalan dan peraturan lalu lintas, Pemahaman terhadap visi dan misi penegak hukum
di bidang lalu lintas, peningkatan kualitas aparat hukum di bidang lalu lintas,
peningkatan sarana dan prasarana, mendayagunakan teknologi, manajemen dan
rekayasa lalu lintas.
Para pembentuk hukum dituntut untuk memenuhi beberapa syarat yaitu
pembentuk hukum harus memiliki kemampuan intelektualitas (intellectual
ability), pembentuk hukum harus memiliki sikap integritas (integrity), pembentuk
hukum harus memiliki pandangan jauh ke depan tentang kehidupan sosial dan
masalah-masalah hukum (social judicial outlook). Perlu adanya sosialisasi,
sosialisasi akan lebih efektif jika dilakukan pada saat anak usia dini karena di usia
dini, anak cenderung lebih mudah menerima dan dapat menanamkan rasa
aparat penegak hukum maupun pelanggaran yang secara kasat mata masih
mewarnai kehidupan lalu lintas sehari-hari diharapkan dapat ditekan
(diminimalisir) melalui langkah-langkah penegakan hukum baik dalam bentuk
preventif maupun represif, tegas serta diimbangi upaya lainnya dalam bentuk giat
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Abdul Gani Abdullah, Pengantar Kompilasi Hukum Islam dalam Tata Hukum
Indonesia, Jakarta: Gema Insani Press, Cet. 1, 1994.
Arif Budiarto dan Mahmudah, Rekayasa Lalu Lintas, Surakarta : UNS Press, 2007.
Arifin Tahir, Kebijakan Publik dan Transparansi penyelenggara Pemerintah
Daerah, Bandung : Alfabeta, 2014.
Bintan Regen Saragih, Politik Hukum, Bandung: CV. Utomo, 2006.
Deddy Mulyadi, Studi Kebijakan Publik dan Pelayanan Publik, Bandung: Alfabeta,
2014.
E. Utrecht, Pengantar Dalam Hukum Indonesia, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,
1983.
H. Ishaq, Dasar-Dasar Ilmu Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, 2012.
Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Jakarta: Rajawali Pers,
2010.
Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,
2008.
Moh. Mahfud MD, Membangun Politik Hukum, Menegakkan Konstitusi, Jakarta:
Rajawali Pers, 2012.
Moh. Mahfud MD, Politik Hukum di Indonesia, Jakarta: Rajawali Pers, 2009.
Sjachran Basah, Tiga Tulisan Tentang Tulisan Hukum, Bandung: Armico, 1986.
Soerjono Soekanto, Kesadaran Hukum dan Kepatuhan Hukum, Jakarta: Rajawali
Sumarno dan T. Subarsyah, Dinamika Politik Hukum Indonesia, Bandung :
Pasundan Law Faculty Alumnus Press, 1999.
Sunaryati Hartono, Mencari Bentuk dan sistem Hukum Perjanjian Nasional Kita,
Bandung: Alumni, , Cet. 2, 1974.
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 26 Tahun 2015
Tentang Standar Keselamatan Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan
SUMBER LAIN
https://id.wikipedia.org/wiki/Keamanan
https://id.wikipedia.org/wiki/Keselamatan
https://id.wikipedia.org/wiki/Program_Legislasi_Nasional_2015%E2%80%93201
9