• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (4)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (4)"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

Disusun Untuk Memenuhi Tugas UAS

Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam

Dosen Pembimbing : MAHRUFAH HAYATI MT.Ssi,mcs

Oleh :

NAMA : ZULKARNAIN

NPM : 1557201015

PROG. STUDY : SISTEM INFORMASI

UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA LAMPUNG

Alamat : Jalan. Lintas Timur Kampus C

(2)

KATA PENGANTAR

Segala puji kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan hidayah-nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam sebagai tugas untuk pengambilan nilai pada Ujian Akhir Semester II.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan dengan adanya penyusunan tugas seperti ini, tugas yang kami laksanakan dapat tercatat dengan rapi dan dapat kita pelajari kembali pada kesempatan yang lain untuk kepentingan proses belajar.

Bersama ini kami juga menyampaikan terima kasih kepada bapak/ibu dosen mata kuliah ini, juga rekan-rekan mahasiswa. Semoga segala yang telah kita kerjakan merupakan bimbingan lurus Yang Maha Kuasa. Dalam penyusunan tugas ini tentu jauh dari sempurna, oleh karena itu segala kritik dan saran sangat kami harapkan demi perbaikan dan penyempurnaan tugas ini dan untuk pelajaran bagi kita semua dalam pembuatan tugas-tugas yang lain di masa mendatang.

(3)

DAFTAR ISI

HALAMAN DEPAN...i

KATA PENGANTAR...ii

DAFTAR ISI... iii

BAB IPENDAHULUAN 1.1 . Latar Belakang... 1

1.2 . Rumusan Masalah... 2

1.3. Tujuan Penelitian...2

1.4 Tujuan Penulisan... 2

1.5 Tujuan Metode Penulisan ... 2

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Konsep Ketuhanan... 3

2.2 Kemanusian Dan Ketuhanan... 3

2.3 Implementasi Iman Dan Takwa Dalam Kehidupan Moderen... 22

2.4 Ahklak Etika Dan Moral... 25

2.5 Konsep Pluralisme dan Pluralitas ... 37

2.6. Pengertian Agama dan Kebudayaan ... 43

2.7. Ruang Lingkup Agama Islam dan Ekonomi ... 50

2.8. Konsep Dasar Ekonomi Islam ... 64

BAB III PENUTUP Kesimpulan dan Saran ... 80

(4)

BAB I PENDAHULUAN

1.1.LATAR BELAKANG

Topik ini berisi pembahasan tentang masalah keimanan dan pengkajian kembali dalam masalah tersebut. Sebagian aspek keimanan mendapat perhatian dan pengkajian yang begitu intensif, sehingga mudah didapat di tengah masyarakat. Aspek yang akan dikaji dalam tulisan ini adalah aspek kejiwaan dan nilai. Aspek ini belum mendapat perhatian seperti perhatian terhadap aspek lainnya. Kecintaan kepada Allah, ikhlas beramal hanya karena Allah, serta mengabdikan diri dan tawakal sepenuhnya kepada-Nya, merupakan nilai keutamaan yang perlu diperhatikan dan harus diutamakan dalam menyempurnakan cabang-cabang keimanan.

Pendidikan modern telah mempengaruhi peserta didik dari berbagai arah dan pengaruhnya telah sedemikian rupa merasuki jiwa generasi penerus. Jika tidak pandai membina jiwa generasi mendatang, “dengan menanamkan nilai-nilai keimanan dalam nalar pikir dan akal budi mereka”, maka mereka tidak akan selamat dari pengaruh negatif pendidikan modern. Mungkin mereka merasa ada yang kurang dalam sisi spiritualitasnya dan berusaha menyempurnakan dari sumber-sumber lain. Bila ini terjadi, maka perlu segera diambil tindakan, agar pintu spiritualitas yang terbuka tidak diisi oleh ajaran lain yang bukan berasal dari ajaran spiritualitas Islam.

(5)

kebenaran akalnya. Sifat kesempurnaan ini merupakan karakter Islam, yaitu agama yang membangun kemurnian akidah atas dasar kejernihan akal dan membentuk pola pikir teologis yang menyerupai bidang-bidang ilmu eksakta, karena dalam segi akidah, Islam hanya menerima hal-hal yang menurut ukuran akal sehat dapat diterima sebagai ajaran akidah yang benar dan lurus..

1.2. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimanakah filsafat ketuhanan dalam Islam ?

2. Apakah pengertian, wujud, dan proses serta tanda tanda keimanan ? 3. Bagaimana Implementasi Iman dan Takwa dalam Kehidupan

Modern?

4. Bagaimanakah Akhlak Etika dan Moral dalam Islam? 5. Apa perbedaan konsep Pluralisme dan Pluralitas?

6. Bagaimana akar pemikiran Pluralisme dan Pluralitas dalam konstitusi dan kultur nasional?

7. Bagaimana penerapan Pluralisme dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia?

8. Pengertian Agama dan Kebudayaan yang ada di Indonesia.

9. Ruang lingkup Agama Islam berdasarkan sudut pandang ekonomi

1.3. TUJUAN PENELITIAN

1. Untuk memahami pengertian filsafat ketuhanan dalam islam.

2. Untuk mengetahui pengertian , wujud, dan proses serta tanda tanda keimanan.

3. Untuk memahami Implementasi Iman dan Takwa dalam Kehidupan Modern

(6)

5. Untuk memahami konsep Pluralisme

6. Untuk memahami pengertian Agama dan Kebudayaan yang ada di Indonesia.

7. Mengerti ruang lingkup Agama Islam berdasarkan sudut pandang ekonomi

1.4. TUJUAN PENULISAN

Adapun tujuan penulisan yaitu :

a) Untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam

b) Untuk mengenal lebih dalam tentang konsep ketuhanan dalam islam serta keimanan,ketakwaan,implementasi iman dan takwa dan yang terakhir memahami dan melaksanakan kewajiban ahlak etika dan moral manusia dalam kehidupan sehari-hari baik di lingkungan keluarga atau pun dalam lingkungan masyrarakat

c) Untuk memahami filsafat ketuhanan dalam islam

d) Untuk memahami bagaimana pemikiran manusia tentang tuhan e) Memahami perbedaan konsep Pluralisme dan Pluralitas.

f) Memahami akar pemikiran Pluralisme dan Pluralitas dalam konstitusi dan kultur nasional.

g) Memahami penerapan Pluralisme dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia

1.5 METODE PENULISAN

(7)
(8)

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Konsep Ketuhanan

2.1.1 Siapakah Tuhan Itu?

Firman Allah SWT, dalam Al-Quran dipakai untuk menyatakan berbagai obyek yang dibesarkan atau dipentingkan manusia, misalnya dalam QS 45 (Al-Jatsiiyah): 23, yaitu:

“Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya….?”

Dalam QS 28 (Al-Qashash):38, perkataan illahi dipakai oleh Fir’aun untuk dirinya sendiri:

“Dan Fir’aun berkata: Wahai pembesar kaumku, aku tidak mengetahui tuhan bagimu selain aku.”

Contoh ayat-ayat tersebut di atas menunjukkan bahwa perkataan ilah bisa mengandung arti berbagai benda, baik abstrak (nafsu atau keinginan pribadi maupun benda nyata (Fir’aun atau penguasa yang dipatuhi dan dipuja). Perkataan ilah dalam Al-Quran juga dipakai dalam bentuk tunggal (mufrad: ilaahun), ganda (mutsanna:ilaahaini), dan banyak (jama’:

aalihatun). Bertuhan nol atau atheisme tidak mungkin. Untuk dapat mengerti dengan definisi Tuhan atau Ilahi yang tepat, berdasarkan logika Al-Quran sebagai berikut:

Ibnu Taimiyah memberikan definisi al-ilah sebagai berikut:

(9)

dari padanya, dan menimbulkan ketenangan di saat mengingatnya dan terpaut cinta kepadanya (M.Imaduddin, 1989:56)

Atas dasar definisi ini, Tuhan itu bisa berbentuk apa saja, yang

dipentingkan manusia. Yang pasti, manusia tidak mungkin ateis, tidak mungkin tidak ber-Tuhan. Berdasarkan logika Al-Quran, setiap manusia pasti ada sesuatu yang dipertuhankannya. Dengan begitu, orang-orang komunis pada hakikatnya ber-Tuhan juga. Adapun Tuhan mereka ialah ideologi atau angan-angan (utopia) mereka.

Dalam ajaran Islam diajarkan kalimat “la ilaaha illa Allah”. Susunan kalimat tersebut dimulai dengan peniadaan, yaitu “tidak ada Tuhan”, kemudian baru diikuti dengan penegasan “melainkan Allah”. Hal itu berarti bahwa seorang muslim harus membersihkan diri dari segala macam Tuhan terlebih dahulu, sehingga yang ada dalam hatinya hanya ada satu Tuhan, yaitu Allah.

2.1.2 Sejarah Pemikiran Manusia Tentang Tuhan

1. Pemikiran Barat

(10)

Menurut paham ini, manusia sejak zaman primitif telah mengakui adanya kekuatan yang berpengaruh dalam kehidupan. Mula-mula sesuatu yang berpengaruh tersebut ditujukan pada benda. Setiap benda mempunyai pengaruh pada manusia, ada yang berpengaruh positif dan ada pula yang berpengaruh negatif. Kekuatan yang ada pada benda disebut dengan nama yang berbeda-beda, seperti mana (Melanesia), tuah (Melayu), dan

syakti (India). Mana adalah kekuatan gaib yang tidak dapat dilihat atau diindera dengan pancaindera. Oleh karena itu dianggap sebagai sesuatu yang misterius. Meskipun nama tidak dapat diindera, tetapi ia dapat dirasakan pengaruhnya.

Animisme

Masyarakat primitif pun mempercayai adanya peran roh dalam hidupnya. Setiap benda yang dianggap benda baik, mempunyai roh. Oleh masyarakat primitif, roh dipercayai sebagai sesuatu yang aktif sekalipun bendanya telah mati. Oleh karena itu, roh dianggap sebagai sesuatu yang selalu hidup, mempunyai rasa senang, rasa tidak senang apabila kebutuhannya dipenuhi. Menurut kepercayaan ini, agar manusia tidak terkena efek negatif dari roh-roh tersebut, manusia harus menyediakan kebutuhan roh. Saji-sajian yang sesuai dengan saran dukun adalah salah satu usaha untuk memenuhi kebutuhan roh.

Politeisme

(11)

bertanggung jawab terhadap cahaya, ada yangmembidangi masalah air, ada yang membidangi angin dan lain sebagainya.

Henoteisme

Politeisme tidak memberikan kepuasan terutama terhadap kaum cendekiawan. Oleh karena itu dari dewa-dewa yang diakui diadakan seleksi, karena tidak mungkin mempunyai kekuatan yang sama. Lama-kelamaan kepercayaan manusia meningkat menjadi lebih definitif (tertentu). Satu bangsa hanya mengakui satu dewa yang disebut dengan Tuhan, namun manusia masih mengakui Tuhan (Ilah) bangsa lain. Kepercayaan satu Tuhan untuk satu bangsa disebut dengan henoteisme (Tuhan Tingkat Nasional).

Monoteisme

Kepercayaan dalam bentuk henoteisme melangkah menjadi monoteisme. Dalam monoteisme hanya mengakui satu Tuhan untuk seluruh bangsa dan bersifat internasional. Bentuk monoteisme ditinjau dari filsafat Ketuhanan terbagi dalam tiga paham, yaitu: deisme, panteisme, dan teisme.

Evolusionisme

(12)

kepercayaan pada wujud yang Agung dan sifat-sifat yang khas terhadap Tuhan mereka, yang tidak mereka berikan kepada wujud yang lain.

Dengan lahirnya pendapat Andrew Lang, maka berangsur-angsur golongan evolusionisme menjadi reda dan sebaliknya sarjana-sarjana agama terutama di Eropa Barat mulai menantang evolusionisme dan memperkenalkan teori baru untuk memahami sejarah agama. Mereka menyatakan bahwa ide tentang Tuhan tidak datang secara evolusi, tetapi dengan relevansi atau wahyu. Kesimpulan tersebut diambil berdasarkan pada penyelidikan bermacam-macam kepercayaan yang dimiliki oleh kebanyakan masyarakat primitif. Dalam penyelidikan didapatkan bukti-bukti bahwa asal-usul kepercayaan masyarakat primitif adalah monoteisme dan monoteisme adalah berasal dari ajaran wahyu Tuhan (Zaglul Yusuf, 1993:26-27).

2. Pemikiran Umat Islam

a. Mu’tazilah

Yang merupakan kaum rasionalis di kalangan muslim, serta menekankan pemakaian akal pikiran dalam memahami semua ajaran dan keimanan dalam Islam. Orang islam yang berbuat dosa besar, tidak kafir dan tidak mukmin. Ia berada di antara posisi mukmin dan kafir (manzilah bainal manzilatain).

(13)

b. Qodariah

Yang berpendapat bahwa manusia mempunyai kebebasan dalam berkehendak dan berbuat. Manusia sendiri yang menghendaki apakah ia akan kafir atau mukmin dan hal itu yang menyebabkan manusia harus bertanggung jawab atas perbuatannya.

c. Jabariah

Yang merupakan pecahan dari Murji’ah berteori bahwa manusia tidak mempunyai kemerdekaan dalam berkehendak dan berbuat. Semua tingkah laku manusia ditentukan dan dipaksa oleh Tuhan.

d. Asy’ariyah dan Maturidiyah

(14)

2.1.3 TUHAN MENURUT AGAMA-AGAMA DI BUMI

Pengkajian manusia tentang Tuhan, yang hanya didasarkan atas pengamatan dan pengalaman serta pemikiran manusia, tidak akan pernah benar. Sebab Tuhan merupakan sesuatu yang ghaib, sehingga informasi tentang Tuhan yang hanya berasal dari manusia biarpun dinyatakan sebagai hasil renungan maupun pemikiran rasional, tidak akan benar. Informasi tentang asal-usul kepercayaan terhadap Tuhan antara lain tertera dalam:

1. QS 21 (Al-Anbiya): 92, “Sesungguhnya agama yang diturunkan Allah adalah satu, yaitu agama Tauhid. Oleh karena itu seharusnya manusia menganut satu agama, tetapi mereka telah berpecah belah. Mereka akan kembali kepada Allah dan Allah akan menghakimi mereka.

Ayat tersebut di atas memberi petunjuk kepada manusia bahwa sebenarnya tidak ada perbedaan konsep tentang ajaran ketuhanan sejak zaman dahulu hingga sekarang. Melalui Rasul-rasul-Nya, Allah memperkenalkan dirinya melalui ajaran-Nya, yang dibawa para Rasul, Adam sebagai Rasul pertama dan Muhammad sebagai terakhir.

2. QS 5 (Al-Maidah):72, “Al-Masih berkata: “Hai Bani Israil sembahlah Allah Tuhaku dan Tuhanmu. Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti mengharamkan kepadanya syurga, dan tempat mereka adalah neraka.

3. QS 112 (Al-Ikhlas): 1-4, “Katakanlah, Dia-lah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung pada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia.”

(15)

suatu pendapat yang keliru, jika nama Allah diterjemahkan dengan kata “Tuhan”, karena dianggap sebagai isim musytaq.

Keesaan Allah adalah mutlak. Ia tidak dapat didampingi atau disejajarkan dengan yang lain. Sebagai umat Islam, yang mengikrarkan kalimat syahadat La ilaaha illa Allah harus menempatkan Allah sebagai prioritas utama dalam setiap tindakan dan ucapannya.

Konsepsi kalimat La ilaaha illa Allah yang bersumber dari al-quran memberi petunjuk bahwa manusia mempunyai kecenderungan untuk mencari Tuhan.

2.1.4 PEMBUKTIAN TENTANG ADANYA TUHAN

Metode Pembuktian Ilmiah

Tantangan zaman modern terhadap agama terletak dalam masalah metode pembuktian. Metode ini mengenal hakikat melalui percobaan dan pengamatan, sedang akidah agama berhubungan dengan alam di luar indera, yang tidak mungkin dilakukan percobaan (agama didasarkan pada analogi dan induksi). Hal inilah yang menyebabkan menurut metode ini agama batal, sebab agama tidak mempunyai landasan ilmiah.

Sebenarnya sebagian ilmu modern juga batal, sebab juga tidak mempunyai landasan ilmiah. Metode baru tidak mengingkari wujud sesuatu, walaupun belum diuji secara empiris. Di samping itu metode ini juga tidak menolak analogi antara sesuatu yang tidak terlihat dengan sesuatu yang telah diamati secara empiris. Hal ini disebut dengan “analogi ilmiah” dan dianggap sama dengan percobaan empiris.

(16)

pengamatan merupakan hal-hal yang tidak punya jalan untuk mengobservasi. Orang yang mempelajari ilmu pengetahuan modern berpendapat bahwa kebanyakan pandangan pengetahuan modern, hanya merupakan interpretasi terhadap pengamatan dan pandangan tersebut belum dicoba secara empiris. Oleh karena itu banyak sarjana percaya padanya hakikat yang tidak dapat diindera secara langsung. Sarjana mana pun tidak mampu melangkah lebih jauh tanpa berpegang pada kata-kata seperti: “Gaya” (force), “Energy”, “alam” (nature), dan “hukum alam”. Padahal tidak ada seorang sarjana pun yang mengenal apa itu: “Gaya, energi, alam, dan hukum alam”. Sarjana tersebut tidak mampu memberikan penjelasan terhadap kata-kata tersebut secara sempurna, sama seperti ahli teologi yang tidak mampu memberikan penjelasan tentang sifat Tuhan. Keduanya percaya sesuai dengan bidangnya pada sebab-sebab yang tidak diketahui.

Dengan demikian tidak berarti bahwa agama adalah “iman kepada yang ghaib” dan ilmu pengetahuan adalah percaya kepada “pengamatan ilmiah”. Sebab, baik agama maupun ilmu pengetahuan kedua-duanya berlandaskan pada keimanan pada yang ghaib. Hanya saja ruang lingkup agama yang sebenarnya adalah ruang lingkup “penentuan hakikat” terakhir dan asli, sedang ruang lingkup ilmu pengetahuan terbatas pada pembahasan ciri-ciri luar saja. Kalau ilmu pengtahuan memasuki bidang penentuan hakikat, yang sebenarnya adalah bidang agama, berarti ilmu pengetahuan telah menempuh jalan iman kepada yang ghaib. Oleh sebab itu harus ditempuh bidang lain.

Keberadaan Alam Membuktikan Adanya Tuhan

(17)

percaya pula bahwa alam ini “ada”. Dengan dasar itu dan dengan kepercayaan inilah dijalani setiap bentuk kegiatan ilmiah dan kehidupan.

Jika percaya tentang eksistensi alam, maka secara logika harus percaya tentang adanya Pencipta Alam. Pernyataan yang mengatakan: <<Percaya adanya makhluk, tetapi menolak adanya Khaliq>> adalah suatu pernyataan yang tidak benar. Belum pernah diketahui adanya sesuatu yang berasal dari tidak ada tanpa diciptakan. Segala sesuatu bagaimanapun ukurannya, pasti ada penyebabnya. Oleh karena itu bagaimana akan percaya bahwa alam semesta yang demikian luasnya, ada dengan sendirinya tanpa pencipta?

Pembuktian Adanya Tuhan dengan Pendekatan Fisika

Sampai abad ke-19 pendapat yang mengatakan bahwa alam menciptakan dirinya sendiri (alam bersifat azali) masih banyak pengikutnya. Tetapi setelah ditemukan “hukum kedua termodinamika” (Second law of Thermodynamics), pernyataan ini telah kehilangan landasan berpijak. Hukum tersebut yang dikenal dengan hukum keterbatasan energi atau teori pembatasan perubahan energi panas membuktikan bahwa adanya alam tidak mungkin bersifat azali. Hukum tersebut menerangkan bahwa energi panas selalu berpindah dari keadaan panas beralih menjadi tidak panas. Sedang kebalikannya tidak mungkin, yakni energi panas tidak mungkin berubah dari keadaan yang tidak panas menjadi panas. Perubahan energi panas dikendalikan oleh keseimbangan antara “energi yang ada” dengan “energi yang tidak ada”.

(18)

Pembuktian Adanya Tuhan Dengan Pendekatan Astronomi

Benda alam yang paling dekat dengan bumi adalah bulan, yang jaraknya dari bumi sekitar 240.000 mil, yang bergerak mengelilingi bumi dan menyelesaikan setiap edarannya selama dua puluh sembilan hari sekali. Demikian pula bumi yang terletak 93.000.000.000 mil dari matahari berputar pada porosnya dengan kecepatan seribu mil per jam dan menempuh garis edarnya sepanjang 190.000.000 mil setiap setahun sekali. Di samping bumi terdapat gugus sembilan planet tata surya, termasuk bumi, yang mengelilingi matahari dengan kecepatan luar biasa.

Logika manusia dengan memperhatikan sistem yang luar biasa dan organisasi yang teliti, akan berkesimpulan bahwa mustahil semuanya ini terjadi dengan sendirinya, bahkan akan menyimpulkan bahwa di balik semuanya itu ada kekuatan maha besar yang membuat dan mengendalikan sistem yang luar biasa tersebut, kekuatan maha besar tersebut adalah Tuhan.

2.2 KEIMANAN DAN KETAKWAAN

2.2.1 PENGERTIAN IMAN

(19)

Dalam surah al-Baqarah ayat 165 dikatakan bahwa orang yang beriman adalah orang yang amat sangat cinta kepada Allah (asyaddu hubban lillah). Oleh karena itu beriman kepada Allah berarti amat sangat rindu terhadap ajaran Allah, yaitu Al-Quran menurut Sunnah Rasul. Hal itu karena apa yang dikehendaki Allah, menjadi kehendak orang yang beriman, sehingga dapat menimbulkan tekad untuk mengorbankan segalanya dan kalau perlu mempertaruhkan nyawa.

Dalam hadits diriwayatkan Ibnu Majah Atthabrani, iman didefinisikan dengan keyakinan dalam hati, diikrarkan dengan lisan, dan diwujudkan dengan amal perbuatan (Al-Immaanu ‘aqdun bil qalbi waigraarun billisaani wa’amalun bil arkaan). Dengan demikian, iman merupakan kesatuan atau keselarasan antara hati, ucapan, dan laku perbuatan, serta dapat juga dikatakan sebagai pandangan dan sikap hidup atau gaya hidup.

2.2.2 WUJUD IMAN

Akidah Islam adalah bagian yang paling pokok dalam agama Islam. Ia merupakan keyakinan yang menjadi dasar dari segala sesuatu tindakan atau amal. Seseorang dipandang sebagai muslim atau bukan muslim tergantung pada akidahnya. Apabila ia berakidah Islam, maka segala sesuatu yang dilakukannya akan bernilai sebagai amaliah seorang muslim atau amal saleh. Apabila tidak beraqidah, maka segala amalnya tidak memiliki arti apa-apa, kendatipun perbuatan yang dilakukan bernilai dalam pendengaran manusia.

(20)

2.2.3 PROSES TERBENTUKNYA IMAN

Spermatozoa dan ovum yang diproduksi dan dipertemukan atas dasar ketentuan yang digariskan ajaran Allah, merupakan benih yang baik. Allah menginginkan agar makanan yang dimakan berasal dari rezeki yang

halalanthayyiban. Pandangan dan sikap hidup seorang ibu yang sedang hamil mempengaruhi psikis yang dikandungnya. Ibu yang mengandung tidak lepas dari pengaruh suami, maka secara tidak langsung pandangan dan sikap hidup suami juga berpengaruh secara psikologis terhadap bayi yang sedang dikandung. Oleh karena jika seseorang menginginkan anaknya kelak menjadi mukmin yang muttaqin, maka isteri hendaknya berpandangan dan bersikap sesuai dengan yang dikehendaki Allah.

Benih iman yang dibawa sejak dalam kandungan memerlukan pemupukan yang berkesinambungan. Benih yang unggul apabila tidak disertai pemeliharaan yang intensif, besar kemungkinan menjadi punah. Demikian pula halnya dengan benih iman. Berbagai pengaruh terhadap seseorang akan mengarahkan iman/kepribadian seseorang, baik yang datang dari lingkungan keluarga, masyarakat, pendidikan, maupun lingkungan termasuk benda-benda mati seperti cuaca, tanah, air, dan lingkungan flora serta fauna.

(21)

samping proses pengenalan, proses pembiasaan juga perlu diperhatikan, karena tanpa pembiasaan, seseorang bisa saja semula benci berubah menjadi senang. Seorang anak harus dibiasakan untuk melaksanakan apa yang diperintahkan Allah dan menjauhi hal-hal yang dilarang-Nya, agar kelak setelah dewasa menjadi senang dan terampil dalam melaksanakan ajaran-ajaran Allah. Berbuat sesuatu secara fisik adalah satu bentuk tingkah laku yang mudah dilihat dan diukur. Tetapi tingkah laku tidak terdiri atas perbuatan yang tampak saja. Bahkan secara tidak langsung itu adakalanya cukup sulit menarik kesimpulan yang teliti. Di dalam tulisan ini dipergunakan istilah tingkah laku dalam arti luas dan dikaitkan dengan nilai-nilai hidup, yakni seperangkat nilai yang diterima oleh manusia sebagai nilai yang penting dalam kehidupan, yaitu iman. Yang dituju adalah tingkah laku yang merupakan perwujudan nilai-nilai hidup tertentu, yang disebut tingkah laku terpola. Dalam keadaan tertentu, sifat, arah, dan intensitas tingkah laku dapat dipengaruhi melalui campur tangan secara langsung, yakni dalam bentuk intervensi terhadap interaksi yang terjadi. Dalam hal ini dijelaskan beberap prinsip dengan mengemukakan implikasi metodologinya, yaitu:

1. Prinsip Pembinaan Berkesinambungan

(22)

2. Prinsip Internalisasi Dan Individuasi

Suatu nilai hidup antara lain iman dapat lebih mantap terjelma dalam bentuk tingkah laku tertentu, apabila anak didik diberi kesempatan untuk menghayatinya melalui suatu peristiwa internalisasi (yakni usaha menerima nilai sebagai bagian dari sikap mentalnya) dan individuasi

(yakni menempatkan nilai serasi dengan sifat kepribadiannya). Melalui pengalaman penghayatan pribadi, ia bergerak menuju satu penjelmaan dan perwujudan nilai dalam diri manusia secara lebih wajar dan “amaliah”, dibandingkan bilamana nilai itu langsung diperkenalkan dalam bentuk “utuh”, yakni bilamana nilai tersebut langsung ditanamkan kepada anak didik sebagai suatu produk akhir semata-mata. Prinsip ini menekankan pentingnya mempelajari iman sebagai proses (internalisasi dan individuasi). Implikasi metodologinya ialah bahwa pendekatan untuk membentuk tingkah laku yang mewujudkan nilai-nilai iman tidak dapat hanya mengutamakan nilai-nilai itu dalam bentuk jadi, tetapi juga harus mementingkan proses dan cara pengenalan nilai hidup tersebut. Dari sudut anak didik, hal ini bahwa seyogianya anak didik mendapat kesempatan sebaik-baiknya mengalami proses tersebut sebagai peristiwa pengalaman pribadi, agar melalui pengalaman-pengalaman itu terjadi kristalisasi nilai iman.

3. Prinsip Sosialisasi

(23)

perlu mengutamakan penilaian dalam kaitan kehidupan interaksi sosial (proses sosialisasi) orang tersebut. Pada tingkat akhir harus terjadi proses sosialisasi tingkah laku, sebagai kelengkapan proses individuasi, karena nilai iman yang diwujudkan ke dalam tingkah laku selalu mempunyai dimensi sosial.

4. Prinsip Konsistensi Dan Koherensi

Nilai iman lebih mudah tumbuh terakselerasi, apabila sejak semula ditangani secara konsisten, yaitu secara tetap dan konsekuen, serta secara koheren, yaitu tanpa mengandung pertentangan antara nilai yang satu dengan nilai lainnya. Implikasi metodologinya adalah bahwa usaha yang dikembangkan untuk mempercepat tumbuhnya tingkah laku yang mewujudkan nilai iman hendaknya selalu konsisten dan koheren. Alasannya, caranya dan konsekuensinya dapat dihayati dalam sifat dan bentuk yang jelas dan terpola serta tidak berubah-ubah tanpa arah. Pendekatan demikian berarti bahwa setiap langkah yang terdahulu akan mendukung serta memperkuat langkah-langkah berikutnya. Apabila pendekatan yang konsisten dan koheren sudah tampat, maka dapat diharapkan bahwa proses pembentukan tingkah laku dapat berlangsung lebih lancar dan lebih cepat, karena kerangka pola tingkah laku sudah tercipta.

5. Prinsip Integrasi

(24)

yang berhubungan dengan nilai iman yang dipelajari. Implikasi metodologinya ialah agar nilai iman hendaknya dapat dipelajari seseorang tidak sebagai ilmu dan keterampilan tingkah laku yang terpisah-pisah, tetapi melalui pendekatan yang integratif, dalam kaitan problematik kehidupan yang nyata.

2.2.4 TANDA-TANDA ORANG BERIMAN

Al-Qur’an menjelaskan tanda-tanda orang yang beriman sebagai berikut: 1. Jika disebut nama Allah, maka hatinya bergetar dan berusaha agar

ilmu Allah tidak lepas dari syaraf memorinya, serta jika dibacakan ayat al-Qur’an, maka bergejolak hatinya untuk segera melaksanakannya (al-Anfal: 2). Dia akan memahami ayat yang tidak dia pahami.

2. Senantiasa tawakal, yaitu bekerja keras berdasarkan kerangka ilmu Allah, diiringi dengan doa, yaitu harapan untuk tetap hidup dengan ajaran Allah menurut Sunnah Rasul (Ali Imran: 120, al-Maidah: 12,

al-Anfal: 2, at-Taubah: 52, Ibrahim: 11, Mujadalah: 10, dan at-Taghabun:13).

3. Menghindari perkataan yang tidak bermanfaat dan menjaga kehormatan (al-Mukminun: 3,5). Perkataan yang bermanfaat atau yang baik adalah yang berstandar ilmu Allah, yaitu al-Qur’an menurut Sunnah Rasulullah.

(25)

Akidah Islam sebagai keyakinan membentuk perilaku bahkan mempengaruhi kehidupan seorang muslim. Abu A’la Maudadi menyebutkan tanda orang beriman sebagai berikut:

1. Menjauhkan diri dari pandangan yang sempit dan picik.

2. Mempunyai kepercayaan terhadap diri sendiri dan tahu harga diri 3. Mempunyai sifat rendah hati dan khidmat

4. Senantiasa jujur dan adil

2.2.5 KORELASI KEIMANAN DAN KETAKWAAN

Keimanan pada keesaan Allah yang dikenal dengan istilah tauhid dibagi menjadi dua, yaitu tauhid teoritis dan tauhid praktis. Tauhid teoritis adalah tauhid yang membahas tentang keesaan Zat, keesaan Sifat, dan keesaaan Perbuatan Tuhan. Pembahasan keesaan Zat, Sifat, dan Perbuatan Tuhan berkaitan dengan kepercayaan, pengetahuan, persepsi, dan pemikiran atau konsep tentang Tuhan. Konsekuensi logis tauhid teoritis adalah pengakuan yang ikhlas bahwa Allah adalah satu-satunya Wujud Mutlak, yang menjadi sumber semua wujud.

(26)

2.3 Implementasi Iman Dan Takwa Dalam Kehidupan Modern

2.3.1 Problematika, Tantangan, dan Resiko dalam Kehidupan Modern

Di antara problematika dalam kehidupan modern adalah masalah sosial-budaya yang sudah established, sehingga sulit sekali memperbaikinya.

Berbicara tentang masalah sosial budaya berarti berbicara tentang masalah alam pikiran dan realitas hidup masyarakat. Alam pikiran bangsa Indonesia adalah majemuk (pluralistik), sehingga pergaulan hidupnya selalu dipenuhi oleh konflik baik sesama orang Islam maupun orang Islam dengan non-Islam.

Adopsi modernisme (werternisme), kendatipun tidak secara total, yang dilakukan bangsa Indonesia selama ini, telah menempatkan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang semi naturalis. Di sisi lain, diadopsinya idealisme juga telah menjadikan bangsa Indonesia menjadi pengkhayal. Adanya tarik menarik antara kekuatan idealisme dan naturalisme menjadikan bangsa Indonesia bersikap tidak menentu. Oleh karena itu, kehidupannya selalu terombang-ambing oleh isme-isme tersebut.

Secara ekonomi bangsa Indonesia semakin tambah terpuruk. Hal ini karena diadopsinya sistem kapitalisme dan melahirkan korupsi besar-besaran. Sedangkan di bidang politik, selalu muncul konflik di antara partai dan semakin jauhnya anggota parlemen.

(27)

Persoalan itu muncul, karena wawasan ilmunya salah, sedang ilmu merupakan roh yang menggerakkan dan mewarnai budaya. Hal itu menjadi tantangan yang amat berat dan dapat menimbulkan tekanan kejiwaan, karena kalau masuk dalam kehidupan seperti itu, maka akan melahirkan risiko yang besar.

Untuk membebaskan bangsa Indonesia dari berbagai persoalan di atas, perlu diadakan revolusi pandangan. Dalam kaitan ini, iman dan taqwa yang dapat berperan menyelesaikan problema dan tantangan kehidupan modern tersebut.

2.3.2 Peran Iman Dan Takwa Dalam Menjawa Problema Dan Tantangan Kehidupan Modern

Pengaruh iman terhadap kehidupan manusia sangat besar. Berikut ini dikemukakan beberapa pokok manfaat dan pengaruh iman pada kehidupan manusia.

1. Iman melenyapkan kepercayaan pada kekuasaan benda

Orang yang beriman hanya percaya pada kekuatan dan kekuasaan Allah. Kalau Allah hendak memberikan pertolongan, maka tidak ada satu kekuatanpun yang dapat mencegahnya. Sebaliknya, jika Allah hendak menimpakan bencana, maka tidak ada satu kekuatanpun yang sanggup menahan dan mencegahnya. Kepercayaan dan keyakinan demikian menghilangkan sifat mendewa-dewakan manusia yang kebetulan sedang memegang kekuasaan, menghilangkan kepercayaan pada kesaktian benda-benda kramat, mengikis kepercayaan pada khurat, takhyul, jampi-jampi dan sebagainya. Pegangan orang yang beriman adalah firman Allah surat al-Fatihah ayat 1-7 .

(28)

Takut menghadapi maut menyebabkan manusia menjadi pengecut. Banyak di antara manusia yang tidak berani mengemukakan kebenaran, karena takut menghadapi resiko. Orang yang beriman yakin sepenuhnya bahwa kematian di tangan Allah. Pegangan orang beriman mengenai soal hidup dan mati adalah firman Allah dalam QS 4 (al-Nisa’):78:

Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh

3. Iman menanamkan sikap “self help” dalam kehidupan .

Rezeki atau mata pencaharian memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. Banyak orang yang melepaskan pendiriannya, karena kepentingan penghidupannya. Kadang-kadang manusia tidak segan-segan melepaskan prinsip, menjual kehormatan, bermuka dua, menjilat, dan memperbudak diri, karena kepentingan materi. Pegangan orang beriman dalam hal ini ialah firman Allah dalam QS 11 (Hud):6:

Dan tidak ada satu binatang melatapun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata. (lauh mahfud)“.

Iman memberikan katentraman jiwa.

2.4 Pengertian Ahlak Etika Dan Moral

2.4.1 Pengertian Ahlak

Ada dua pendekatan yang dapat digunakan untuk mendefinisikan akhlak, yaitu pendekatan linguistic (kebahasaan), dan pendekatan terminologik

(29)

Dari sudut kebahasaan, akhlak berasal dari bahasa arab, yaitu isim mashdar (bentuk infinitive) dari kata al-akhlaqa, yukhliqu, ikhlaqan, sesuai timbangan (wazan) tsulasi majid af'ala, yuf'ilu if'alan yang berarti al-sajiyah

(perangai), at-thobi'ah (kelakuan, tabiat, watak dasar), al-adat (kebiasaan, kelaziman), al-maru'ah (peradaban yang baik) dan al-din (agama).

Untuk menjelaskan pengertian akhlak dari segi istilah, kita dapat merujuk kepada berbagai pendapat para pakar di bidang ini. Ibnu Miskawaih (w. 421 H/1030 M).

Sementara itu, Imam Al-Ghazali (1015-1111 M) yang selanjutnya dikenal sebagai hujjatul Islam (pembela Islam), karena kepiawaiannya dalam membela Islam dari berbagai paham yang dianggap menyesatkan, dengan agak lebih luas dari Ibn Miskawaih, mengatakan akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan dengan gambling dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.

Ciri-Ciri Perbuatan Akhlak:

1) Tertanam kuat dalam jiwa seseorang sehingga telah menjadi kepribadiannya.

2) Dilakukan dengan mudah tanpa pemikiran.

3) Timbul dari dalam diri orang yang mengerjakannya tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar.

4) Dilakukan dengan sungguh-sungguh. 5) Dilakukan dengan ikhlas.

Macam-Macam Akhlak

(30)

a) Beribadah kepada Allah, yaitu melaksanakan perintah Allah untuk menyembahNya sesuai dengan perintah-Nya. Seorang muslim beribadah membuktikanketundukkan terhadap perintah Allah.

b) Berzikir kepada Allah, yaitu mengingat Allah dalam berbagai situasi dan kondisi,baik diucapkan dengan mulut maupun dalam hati. Berzikir kepada Allah melahirkan ketenangan dan ketentraman hati.

c) Berdo’a kepada Allah, yaitu memohon apa saja kepada Allah. Do’a merupakan inti ibadah, karena ia merupakan pengakuan akan keterbatasan dan ketidakmampuan manusia, sekaligus pengakuan akan kemahakuasaan Allah terhadap segala sesuatu

d) Tawakal kepada Allah, yaitu berserah diri sepenuhnya kepada Allah dan menunggu hasil pekerjaan atau menanti akibat dari suatu keadaan.

e) Tawaduk kepada Allah, yaitu rendah hati di hadapan Allah. Mengakui bahwa dirinya rendah dan hina di hadapan Allah Yang Maha Kuasa, oleh karena itu tidak layak kalau hidup dengan angkuh dan sombong, tidak mau memaafkan orang lain, dan pamrih dalam melaksanakan ibadah kepada Allah.

2. Akhlak kepada diri sendiri

(31)

b) Syukur, yaitu sikap berterima kasih atas pemberian nikmat Allah yang tidak bisa terhitung banyaknya. Syukur diungkapkan dalam bentuk ucapan dan perbuatan. Syukur dengan ucapan adalah memuji Allah dengan bacaan alhamdulillah, sedangkan syukur dengan perbuatan dilakukan dengan menggunakan dan memanfaatkan nikmat Allah sesuai dengan aturan-Nya.

c) Tawaduk, yaitu rendah hati, selalu menghargai siapa saja yang dihadapinya, orang tua, muda, kaya atau miskin. Sikap tawaduk melahirkan ketenangan jiwa, menjauhkan dari sifat iri dan dengki yang menyiksa diri sendiri dan tidak menyenangkan orang lain.

3. Akhlak kepada keluarga

Akhlak terhadap keluarga adalah mengembangkann kasih sayang di antara anggota keluarga yang diungkapkan dalam bentuk komunikasi. Akhlak kepada ibu bapak adalah berbuat baik kepada keduanya dengan ucapan dan perbuatan. Berbuat baik kepada ibu bapak dibuktikan dalam bentuk-bentuk perbuatan antara lain :

a) Menyayangi dan mencintai ibu bapak sebagai bentuk terima kasih dengan cara bertutur kata sopan dan lemah lembut

b) Mentaati perintah

c) Meringankan beban, serta

d) Menyantuni mereka jika sudah tua dan tidak mampu lagi berusaha.

Ahlak Terbagi Menjadi 2 Yaitu:

a. Akhlak terpuji (Mahmudah)

Husnuzan

(32)

Allah dan rasul nya wajib, wujud husnuzan kepada Allah dan Rasul-Nya antara lain:

- Meyakini dengan sepenuh hati bahwa semua perintah Allah dan Rasul Nya Adalah untuk kebaikan manusia.

- Meyakini dengan sepenuh hati bahwa semua larangan agama pasti berakibat buruk.

Tawaduk

Tawaduk berarti rendah hati. Orang yang tawaduk berarti orang yang merendahkan diri dalam pergaulan. Lawan kata tawaduk adalah takabur.

Tasamu

Artinya sikap tenggang rasa, saling menghormati dan saling menghargai sesama manusia.

Ta’awun

Ta’awun berarti tolong menolong, gotong royong, bantu membantu dengan sesama manusia.

b. Akhlak tercela (Mazmumah)

1) Hasad

Artinya iri hati, dengki. Iri berarti merasa kurang senang atau cemburu melihat orang lain beruntung..

2) Dendam

Dendam yaitu keinginan keras yang terkandung dalam hati untuk membalas kejahatan.

3) Gibah dan Fitnah

(33)

dibicarakan itu tidak benar, berarti pembicaraan itu disebut fitnah.

4) Namimah

Adu domba atau namimah, yakni menceritakan sikap atau perbuatan seseorang yang belum tentu benar kepada orang lain dengan maksud terjadi perselisihan antara keduanya

2.4.2 ETIKA

Etika adalah suatu ajaran yang berbicara tentang baik dan buruknya yang menjadi ukuran baik buruknya atau dengan istilah lain ajaran tenatang kebaikan dan keburukan, yang menyangkut peri kehidupan manusia dalam hubungannya dengan Tuhan, sesama manusia, dan alam.

Dari segi etimologi, etika berasal dari bahasa Yunani,ethos yang berarti watak kesusilaan atau adat. Dalam kamus umum bahasa Indonesia, etika diartikan ilmu pengetahuan tentang azaz-azaz akhlak (moral). Dari pengertian kebahasaan ini terlihat bahwa etika berhubungan dengan upaya menentukan tingkah laku manusia.

Adapun arti etika dari segi istilah, telah dikemukakan para ahli dengan ungkapan yang berbeda-beda sesuai dengan sudut pandangnya. Menurut para ulama’ etika adalah ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia di dalam perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang seharusnya diperbuat.

(34)

1. Obyektivisme

Berpandangan bahwa nilai kebaikan suatu tindakan bersifat obyektif, terletak pada substansi tindakan itu sendiri. Faham ini melahirkan apa yang disebut faham rasionalisme dalam etika. Suatu tindakan disebut baik, kata faham ini, bukan karena kita senang melakukannya, atau karena sejalan dengan kehendak masyarakat, melainkan semata keputusan rasionalisme universal yang mendesak kita untuk berbuat begitu.

2. Subyektivisme

Berpandangan bahwa suatu tindakan disebut baik manakala sejalan dengan kehendak atau pertimbangan subyek tertentu. Subyek disini bisa saja berupa subyektifisme kolektif, yaitu masyarakat, atau bisa saja subyek Tuhan.

A. Etika Dibagi Atas Dua Macam

1. Etika deskriptif

Etika yang berbicara mengenai suatu fakta yaitu tentang nilai dan pola perilaku manusia terkait dengan situasi dan realitas yang membudaya dalam kehidupan masyarakat.

2. Etika Normatif

(35)

Etika dalam keseharian sering dipandang sama denga etiket, padahal sebenarnya etika dan etiket merupakan dua hal yang berbeda. Dimana etiket adalah suatu perbuatan yang harus dilakukan. Sementa etika sendiri menegaskan bahwa suatu perbuatan boleh atau tidak. Etiket juga terbatas pada pergaulan. Di sisi yang lain etika tidak bergantung pada hadir tidaknya orang lain. Etiket itu sendiri bernilairelative atau tidak sama antara satu orang dengan orang lain. Sementa itu etika bernilaiabsolute atau tidak tergantung dengan apapun. Etiket memandang manusia dipandang dari segi lahiriah. Sementara itu etika manusia secara utuh.

Dengan ciri-ciri yang demikian itu, maka etika lebih merupakan ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan upaya menentukan perbuatan yang dilakukan manusia untuk dikatakan baik atau buruk. Dengan kata lain etika adalah aturan atau pola tingkah laku yang dihasilkan oleh akal manusia.

B. Etika Memiliki Peranan Atau Fungsi Diantaranya Yaitu:

1. Dengan etika seseorang atau kelompok dapat menegemukakan penilaian tentang perilaku manusia

2. Menjadi alat kontrol atau menjadi rambu-rambu bagi seseorang atau kelompok dalam melakukan suatu tindakan atau aktivitasnya sebagai mahasiswa.

C. Etika Dalam Penerapan Kehidupan Sehari-hari

1. Etika bergaul dengan orang lain

(36)

b) Jaga dan perhatikanlah kondisi orang, kenalilah karakter dan akhlaq mereka, lalu pergaulilah mereka, masing-masing menurut apa yang sepantasnya.

2. Etika bertamu

a) Untuk orang yang mengundang:

- Jangan hanya mengundang orang-orang kaya untuk jamuan dengan mengabaikan orang-orang fakir.

- Jangan anda membebani tamu untuk membantumu, karena hal ini bertentangan dengan kewibawaan.

b) Bagi tamu:

- Hendaknya tidak membedakan antara undangan orang fakir dengan undangan orang yang kaya, karena tidak memenuhi undangan orang faqir itu merupakan pukulan (cambuk) terhadap perasaannya.

- Jangan tidak hadir sekalipun karena sedang berpuasa, tetapi hadirlah pada waktunya.

3. Etika makan dan minum

a) Berupaya untuk mencari makanan yang halal.

(37)

c) Hendaklah kamu puas dan rela dengan makanan dan minuman yang ada, dan jangan sekali-kali mencelanya.

4. Etika berbicara

a) Hendaknya pembicaran selalu di dalam kebaikan..

b) Menghindari perdebatan dan saling membantah, sekali-pun kamu berada di fihak yang benar dan menjauhi perkataan dusta sekalipun bercanda.

c) Tenang dalam berbicara dan tidak tergesa-gesa. d) Menghindari perkataan jorok (keji).

5. Etika bertetangga

a) Menghormati tetangga dan berprilaku baik terhadap mereka.

b) Bangunan yang kita bangun jangan mengganggu tetangga kita, tidak membuat mereka tertutup dari sinar mata hari atau udara, dan kita tidak boleh melampaui batasnya, apakah merusak atau mengubah miliknya, karena hal tersebut menyakiti perasaannya.

6. Etika pergaulan suami istri

a) Merayu istri dan bercanda dengannya di saat santai berduaan. b) Meletakkan tangan di kepala istri dan mendo`akannya.

c) Disunnahkan bagi kedua mempelai melakukan shalat dua raka`at bersama, karena hal tersebut dinukil dari kaum salaf.

7. Etika menjenguk orang sakit

a) Untuk orang yang berkunjung (menjenguk):

(38)

b) Untuk orang yang sakit:

- Hendaknya segera bertobat dan bersungguh-sungguh beramal shalih. - Berbaik sangka kepada Allah, dan selalu mengingat bahwa ia

sesungguhnya adalah makhluk yang lemah di antara makhluk Allah lainnya, dan bahwa sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta'ala tidak membutuhkan untuk menyiksanya dan tidak mem-butuhkan ketaatannya.

2.4.3 MORAL

A. Pengertian Moral

Adapun arti moral dari segi bahasa berasal dari bahasa latin, mores yaitu jamak dari kata mos yang berarti adat kebiasaan. Di dalam kamus umum bahasa Indonesia dikatan bahwa moral adalah pennetuan baik buruk terhadap perbuatan dan kelakuan.

Selanjutnya moral dalam arti istilah adalah suatu istilah yang digunakan untuk menentukan batas-batas dari sifat, perangai, kehendak, pendapat atau perbuatan yang secara layak dapat dikatakan benar, salah, baik atau buruk.

Berdasarkan kutipan tersebut diatas, dapat dipahami bahwa moral adalah istilah yang digunakan untuk memberikan batasan terhadap aktifitas manusia dengan nilai (ketentuan) baik atau buruk, benar atau salah.

(39)

Dengan demikian tolak ukur yang digunakan dalam moral untuk mengukur tingkah laku manusia adalah adat istiadat, kebiasaan dan lainnya yang berlaku di masyarakat.

B. Perbedaan Antara Etika dan Moral

Etika dan moral sama artinya tetapi dalam pemakaian sehari-hari ada sedikit perbedaan. Moral atau moralitas dipakai untuk perbuatan yang sedang dinilai, sedangkan etika dipakai untuk pengkajian system nilai yang ada.

Kesadaran moral serta pula hubungannya dengan hati nurani yang dalam bahasa asing disebut conscience, conscientia, gewissen, geweten, dan bahasa arab disebut dengan qalb, fu'a d. Dalam kesadaran moral mencakup tiga hal, yaitu:

1. Perasaan wajib atau keharusan untuk melakukan tindakan yang bermoral.

2. Kesadaran moral dapat juga berwujud rasional dan objektif, yaitu suatu perbuatan yang secara umumk dapat diterima oleh

masyarakat.

(40)

yang demikian akan dengan mudah dapat melakukan suatu perbuatan tanpa harus ada dorongan atau paksaan dari luar.

2.5. Konsep Pluralisme dan Pluralitas

A. Perbedaan Pluralisme dan Pluralitas

Di zaman modern ini, berbagai masalah muncul tidak hanya muncul akibat dari arus global saja, namun juga muncul dari kultur nasional yang notabene memiliki tingkat keberagaman yang amat kompleks. Pluralisme berpijak pada pemikiran bahwa semua agama adalah baik, seorang pemeluk agama tidak boleh meyakini bahwa agamanya adalah yang terbaik, tapi harus meyakini bahwa semua Agama adalah yang terbaik, yang mereka katakan sebagai kesetaraan agama. Pada hal alasan seseorang memeluk agama, adalah adanya keyakinan bahwa agama yang dipeluk adalah yang terbaik. Menurut faham pluralisme hubungan antara manusia dengan tuhannya adalah masalah individu masing-masing semata yang tidak perlu dibawa keluar dalam kehidupan agar tidak berbenturan kepentingan dengan penganut Agama lainya. Ini sama dengan penggebirian terhadap keyakinan beragama.

(41)

Para tokoh agama sudah menyadari sepenuhnya bahwa tidak ada agama yang tidak mengakui bahwa agamanya adalah yang paling baik dan paling benar. Karena keyakinan itulah yang melatar-belakangi seseorang untuk beragama. Yang dituntut oleh Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika , adalah agar umat beragama dalam melaksanakan Agamanya tidak melanggar kapentingan umat agama yang lain. Yang sekarang kita kenal dengan toleransi umat beragama.

Inilah penjabaran Pasal 29 UUD 45

(1) Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.

(2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.

Sedangkan untuk menghindari pergesekan antar umat beragama dengan bermunculannya agama baru yang dimungkinkan adalah agama yang tidak sesuai dengan Pancasila dan cenderung akan mengganggu agama yang telah ada , dipandang perlu adanya Undang-undang yang mengatur tentang itu. Maka disusunlah satu Penetapan Presiden (Penpres) No.1/PNPS/1965 junto Undang-undang No.5/1969 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan Penodaan agama. Dalam penjelasannya pasal demi pasal dijelaskan bahwa Agama-agama yang dianut oleh sebagian besar penduduk Indonesia adalah: Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu.

(42)

Pluralisme

AGAMA

POLITIK

Dari kedua pemaparan diatas dapat kita simpulkan bahwa terdapat distorsi makna dari kedua istilah tersebut. Pluralisme di satu sisi menjunjung tinggi kebenaran yang bersifat relatif, sehingga tampak bahwa kebenaran agama tersebut menjadi bias. Sedang pluralitas adalah keberagaman, sehingga menuntut adanya kesadaran untuk tidak menggangu ajaran agama lain. Keduanya dengan jelas memiliki 2 makna yang saling bertolak belakang. Namun sayang pengertian kedua istilah ini tidak begitu dipahami oleh kondisi masyarakat kita yang apatis dan anomali. Padahal apabila pemaknaan kedua istilah ini dapat digunakan secara tepat, niscaya tidak akan timbul gesekan-gesekan antar umat beragama seperti di Poso, Sulawesi Tengah yang pada akhirnya berujung pada vandalisme.

B. Tinjauan Teoritis Pluralisme di Indonesia

Pluralisme selain sebagai paham tentang ajaran kemanusiaan, ternyata memiliki sisi lain di dalamnya. Menjadi sarana politik adalah bentuk lain dalam penggunaan paham ini oleh para elit politik. Dengan

mengatasnamakan toleransi antar umat beragama, kegiatan-kegiatan yang bersifat pluralisme menjadi sarana politik untuk memperkuat citra diri seorang tokoh dalam sebuah negara.

Salah satu teori yang dikeluarkan oleh S.N. Dubey mengenai pluralisme :

“Pluralisme bisa dikatakan salah satu reaksi dari konsep Hegelian tentang Negara, dimana Negara diangkat dari puncak mistikal laksana Tuhan yang memiliki dunia ini dan menobatkan legal para penguasa yang bermoral tinggi.”

Teori pluralisme lain oleh Dr. J. Neville Figgis: “masyarakat bukanlah individual tumpukan pasir yang berelasi hanya melalui Negara, akan tetapi sebuah pendakian hirarki suatu kelompok hingga terbentuk.”

(43)

Dari bagan diatas analisis pertama adalah pluralisme tidak hanya menjadi perdebatan masyarakat saja, namun sudah menjadi komoditi politik para elit politik. Banyak hal yang menyebabkan hal ini bisa terjadi, salah satu yang paling penting karena pluralisme merupakan suatu pemikiran yang menyentuh langsung dengan ranah keagamaan. Kultur masyarakat Indonesia sangatlah sensitif dengan hal-hal yang berbau keagamaan. Dengan pertimbangan inilah, pluralisme kemudian dijadikan sebagai komiditi dalam mencitrakan seorang tokoh.

(44)

dimilikinya sebagai Presiden, Gus Dur mencoba untuk mengharmonikan perbedaan yang ada di negara ini. suatu langkah solutif yang bijak sekaligus suatu langkah politis yang baik untuk mencitrakan diri

C. Penerapan Pluralisme Dalam Kehidupan Berbangsa Dan

Bernegara Di Indonesia

Kondisi masyarakat Indonesia yang amat beragam dari mulai jenis suku, ras, agama hingga perbedaan pemikiran yang amat kental seharusnya mampu diharmonikan oleh pemerintah menjadi suatu lukisan abstrak yang indah. Keadaan perekonomian bangsa yang masih jalan ditempat dan terkesan lamban membuat hampir 80% rakyat Indonesia tidak memiliki pendidikan yang baik. Lingkaran setan yang terjadi ini harusnya harus dibenahi oleh pemerintah dengan langkah yang tegas dan adil.

Kehidupan pluralisme pada hakikatnya memerlukan rasa menerima keragaman budaya yang amat tinggi. Tidak hanya toleransi yang dibutuhkan dalam kehidupan pluralisme, memahami dan mengerti perbedaan itu sendiri seharusnya menjadi awal dalam menjalani

hubungan dengan komunitas yang berbeda baik secara budaya maupun secara politis. Tak perlu banyak wacana dalam menghadapi perbedaan yang ada. Yang amat diperlukan adalah kesadaran setiap individu bahwa negara ini tersusun dengan komposisi kebudayaan yang berbeda.

Pemerintah selaku organisasi tertinggi di negara ini selayaknya juga bisa mengakomodir setiap kepentingan seluruh masyarakat. Dengan

mengakomodir kepentingan ini diharapkan mampu menghindarkan masyarakat dari konflik yang bersifat sensitivitas kedaerahan atau

(45)

mayoritas dan diskriminatif. Dengan kondisi seperti ini, tampaknya

pluralisme akan mulai memudar dan digantikan dengan nilai-nilai totaliter.

I 2.6. Pengertian Agama dan Kebudayaan

A. Pengertian Agama dan Kebudayaan

Kata agama berasal dari bahasa sansekerta yaitu berasal dari

kata a(tidak) dan gama (kacau), yang bila digabungkan menjadi sesuatu yang tidak kacau. Dan agama ini bertujuan untuk memelihara atau

mengatur hubungan seseorang atau sekelompok orang terhadap realitas tertinggi yaitu Tuhan, sesama manusia dan alam sekitarnya. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata agama berarti prinsip kepercayaan kepada Tuhan.[1] Agama diucapkan oleh orang barat

dengan religios (bahasa latin), religion ( bahasa Inggris, Perancis, Jerman ) dan religie ( bahasa Belanda ). Istilah ini bukanya tidak mengandung arti yang dalam melainkan mempunyai latarbelakang pengertian yang mendalam daripada pengertian “Agama” yang telah disebutkan diatas. Berikut ini adalah penjelasan dari nama-nama lain dari agama yang ada di atas :

a. Religie (religion) menurut pujangga kristen, Saint Augustinus, berasal dari kata re dan eligare yang berarti memilih kembali dari jalan yang sesat ke jalan Tuhan.

(46)

c. Religie berasal dari re dan ligere yang berarti membaca berulang-ulang bacaan-bacaan suci, dengan maksud agar jiwa si pembaca terpengaruh oleh kesuciannya. Demikian pendapat dari Cicero.

Agama ini muncul dari perasaan ketakjuban manusia terhadap realitas alam yang ada. Seperti air yang bisa melepaskan dahaga seseorang, namun terkadang bisa membawa malapetaka seperti banjir, angin yang memberikan kesejukan, namun terkadang mendatangkan kerusakan seperti angin topan atau tornado, kemudian mereka percaya bahwa ada suatu kekuatan tertentu. Mereka mencoba untuk mencari keselamatan dari ketidakseimbangan yang mereka rasakan, yang dapat mendatangkan keselamatan bagi mereka. Jadi, secara umum, agama adalah upaya manusia untuk mengenal dan menyembah Ilahi yang dipercayai dapat memberi keselamatan serta kesejahteraan hidup dan kehidupan kepada manusia. Upaya tersebut dilakukan dengan berbagai ritual secara pribadi dan bersama yang ditujukan kepada kekuatan besar yang mereka

percayai sebagai Tuhan.

Kemudian mengenai pengertian budaya atau kebudayaan menurut Koentjara Ningrat[3] ialah berasal dari bahasa Sansekerta

yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan.

(47)

Bahkan ahli Antropogi melihat kebudayaan sebagai tata hidup, way of life, dan kelakuan.

Menurut Ki Hadjar Dewantoro Kebudayaan adalah "sesuatu" yang berkembang secara kontinyu, konvergen, dan konsentris. Jadi Kebudayaan bukanlah sesuatu yang statis, baku atau mutlak.

Kebudayaan berkembang seiring dengan perkembangan evolusi batin maupun fisik manusia secara kolektif. Jadi dapat dikatakan secara singkat bahwa kebudayaan adalah hasil cipta, rasa, karsa manusia yang

dilakukan dalam keseharian.

B. Alasan Agama-Bukan Wahyu Merupakan Bagian dari

Kebudayaan

Agama budaya atau bisa disebut dengan agama ardhi (bumi) adalah produk akal. Ajaran-ajaranya dihasilkan oleh pemikiran akal. Sumber dalam agama budaya ini adalah masyarakat,ia tidak memiliki kitab suci, yang mengandung dan mengajarkan doktrin. Tetapi sekalipun agama memiliki kitab suci, yang ditulis oleh orang yang dipandang dan menganggap dirinya berwenanang atas agama itu, kitab suci itu mengalami perubahan dalam perjalanan sejarahnya.

Adapun ciri-cirinya yaitu:

1) Tumbuh secara evolusi dalam masyarakat penganutnya, tidak dipasstikan waktu tertentu kelahiranya.

2) Tidak disampaikan oleh utusan Tuhan, tetapi oleh pendeta atau mungkin oleh para filosof.

3) Umumya tidak memiliki kitab suci, kalaupun ada, kitabnya mengalami perubahan dalam perjalanan sejarah agama.

(48)

5) Konsep ketuhananya: dinamisme, animisme, poiteisme, paling tinggi monoteisme nisbi.

6) Kebeneran prinsip-prinsip ajaranya tidak universal, yaitu tidak berlaku bagi setiap manusia, masa, dan keadaan.

Dari pengertian diatas kemudian kita akan menjelaskan mengapa agama yang bukan wahyu merupakan bagian dari kebudayaan dan sebaliknya.

Dengan akalnya, manusia berkelana dan berpetualang mencari tuhannya. Dalam perjalanan itulah akal menemukan dinamo (yang membentuk kepercayaan dinamisme), menemukan anime (yang membentuk

kepercayaan animisme). Dari animisme akal melanjutkan jalanya kepada politeisme. Politeisme masih tidak memuaskanya. Melalui henoteisme, akal mengarah dengan tenaganya sendiri kepada monoteisme.

Konsep dinamisme, animisme, politeisme, adalah kufur, yaitu mengingkari Tuhan yang maha Esa. Usaha akal mencari konsep ketuhanan diberi petunjuk oleh wahyu melalui nabi dan rosul, sehingga membawa akal kepada monoteisme. Tetapi konsepsi-konsepsi ketuhanan yang satu yang diajarkan oleh nabi dan rosul itu, dipembelakanganya, oleh turunan

berikutnya dirusakan oleh pemikiran akal, sehingga terjadilah syirik.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan ada dua macam evolusi konsepsi ketuhanan, yang membawa dua jenis sejarah agama. Yang pertama konsepsi akal, yang kedua naqal. Konsepsi akal membentuk agama, yang diistilahkan dengan agama budaya, sedangkan konsep naqal diistilahkan dengan agama langit.[6]

(49)

1) Hubungan manusia dengan manusia, antara manusia dan masyarakat (sosial).

2) Hubungan manusia dengan benda (ekonomi). 3) Hubungan manusia dengan kekuasaan (politik).

4) Hubungan manusia dengan alam kerja (ilmu dan teknik). 5) Hubungan manusia dengan ciptaan bentuk-bentuk yang

menyenangkan (seni).

6) Hubungan manusia dengan hakikat dan nilai-nilai (filsafat).

7) Hubungan manusia dengan yang kudus khususnya (khususnya yang diistilahkan agama).

Agama itu tumbuh dalam kehidupan manusia. Kehidupan diisi oleh

kebudayaan. Maka agama adalah sebagian dari pada kebudayaan, seperi pula sosial, ekonomi, politik, ilmu dan teknik, seni dan filsafat. Agama ini disebut oleh ilmu : natural religion, agama alam.

Berdasarkan data-data yang dapat di teliti atau diamati, agama itu timbul dalam kebudayaan maka antropologi memasukan agama kedalam kebudayaan sebagai salah satu curtural universalnya.

Menurut Clifford Geertz seorang tokoh terkemuka didalam antropologi Inggris, mengatakan bahwa agama adalah sistem budaya. Apa artinya Geerts mengatakan seperti itu? Geerts memberikan jawabanya didalam suatu kalimat tunggal yang penuh berisi. Agama adalah:

1). Sebuah sistem simbol yang berperan;

2). Membangun suasana hati dan motivasi yang kuat, pervasif dan tahan lama didalam diri manusia dengan cara;

3). Merumuskan konsepsi tatanan kehidupan yang umum; dan

(50)

Yang pertama dimaksud oleh Geerts dengan “sistem simbol” adalah segala sesuatu yang membawa dan menyampaikan suatu ide kepada orang: suatu objek seperti roda dua orang budha, suatu peristiwa seperti penyaliban, suatu ritual seperti bar mitzwah, atau sekedar tindakan tapa kata, seperti gerak isyarat kasihan atau kerendahan hati.

Kedua, ketika dikatakan bahwa simbol-simbol ini “Membangun suasana hati dan motivasi yang kuat, pervasif, dan tahan lama”. Motivasi memiliki tujuan, dan ia di bimbing oleh serangkaian nilai yang abadi apa yang memiliki arti bagi orang, apa yang mereka anggap baik dan benar. Disini motivasinya adalah peran moral, perkara memilih yang baik diatas yang jahat bagi dirinya. Orang-orang Yahudi ingin melihat Jerusalem dan kaum Muslimin pergi ke Mekkah, semua ini juga menetapkan sesuatu agar dapat mencapai tujuan mereka, yakni untuk mendapatkan pengalaman yang secara moral di dalam suatu tempat yang sakral didalam tradisi mereka.

Ketiga, konsep tentang tatanan kehidupan yang umum, Geertz sekedar bermaksud bahwa agama mencoba untuk memberi penjelasan yang puncak tentang dunia. Maksudnya adalah untuk memberi suatu arti yang mutlak, suatu tujuan peranan yang besar pada dunia.

Keempat dan kelima “membungkus konsepsi-konsepsi ini dengann suatu aura faktualitas semacam itu sehingga suasana hati dan motivasi tampak realistik secara unik”.

C. Alasan Agama Samawi Bukan Merupakan Bagian dari

Kebudayaan

(51)

dan wahyu yang Allah turunkan itu tidak lansung diturunkan kepada masyarakat, akan tetapi melalui Rasul atau utusan Allah.

Adapun ciri-cirinya yaitu:

1) Secara pasti dapat ditentukan lahirnya, dan bukan tumbuh dari masyarakat, melinkan diturunkan kepada masyarakat.

2) Disampaikan oleh manusia yang dipilih Allah sebagai utusan-Nya. Utusan itu bukan menciptakan agama, melainkan menyampaikanya. 3) Memiliki kitab suci yang bersih dari campur tangan manusia.

4) Ajaranya serba tetap, walaupun tafsiranya dapat berubah sesuai dengan kecerdasan dan kepekaan manusia.

5) Konsep ketuhananya adalah: Monotheisme mutlak (Tauhid). 6) Kebeneranya adalah universal yaitu berlaku bagi setiap manusia,

masa, dan keadaan.

Dari ciri-ciri tersebut dapat dikatakan bahwa agama samawi bukanlah hasil pemikiran ataupun diambil dari kebudayaan manusia, melainkan murni ajaran dari Tuhan yang bersifat mutlak. Oleh karenanya lingkup kebudayaan ataupun yang lain tidak boleh mengatasnamakan bahwa ajaran samawi itu berasal dari mereka.

D. Hubungan Antara Agama dengan Kebudayaan

(52)

Meskipun tidak dapat disamakan, agama dan kebudayaan dapat saling mempengaruhi. Agama mempengaruhi sistem kepercayaan serta praktik-praktik kehidupan. Sebaliknya kebudayaan pun dapat mempengaruhi agama, khususnya dalam hal bagaimana agama diinterprestasikan atau bagaimana ritual-ritualnya harus dipraktikkan. Tidak ada agama yang bebas budaya dan apa yang disebut Sang –Illahi tidak akan mendapatkan makna manusiawi yang tegas tanpa mediasi budaya, dalam masyarakat Indonesia saling mempengarui antara agama dan kebudayaan sangat terasa. Praktik inkulturasi dalam upacara keagamaan hampir umum dalam semua agama.

Agama yang digerakkan budaya timbul dari proses interaksi manusia dengan kitab yang diyakini sebagai hasil daya kreatif pemeluk suatu agama tapi dikondisikan oleh konteks hidup pelakunya, yaitu faktor geografis, budaya dan beberapa kondisi yang objektif. Budaya agama tersebut akan terus tumbuh dan berkembang sejalan dengan

perkembangan kesejarahan dalam kondisi objektif dari kehidupan penganutnya.

Hubungan kebudayaan dan agama tidak saling merusak, kuduanya justru saling mendukung dan mempengruhi. Ada paradigma yang mengatakan bahwa ” Manusia yang beragma pasti berbudaya tetapi manusia yang berbudaya belum tentu beragama”.

Jadi agama dan kebudayaan sebenarnya tidak pernah bertentangan karena kebudayaan bukanlah sesuatu yang mati, tapi berkembang terus mengikuti perkembangan jaman. Demikian pula agama, selalu bisa berkembang di berbagai kebudayaan dan peradaban dunia.

(53)

2.7.1. Pengertian Agama Islam

a. Secara Etimologi

Berdasarkan ilmu bahasa (Etimologi) kata ”Islam” berasal dari bahasa Arab, yaitu kata salima yang berarti selamat, sentosa dan damai. Dari kata itu terbentuk kata aslama, yuslimu, islaman, yang berarti juga

menyerahkan diri, tunduk, paruh, dan taat. Sedangkan muslim yaitu orang yang telah menyatakan dirinya taat, menyerahkan diri, patuh, dan tunduk kepada Allah SWT.

b. Secara Terminologi

Secara istilah (terminologi), Islam berarti suatu nama bagi agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan Allah kepada manusia melalui seorang rasul. Ajaran-ajaran yang dibawa oleh Islam merupakan ajaran manusia mengenai berbagai segi dari kehidupan manusia. Islam merupakan ajaran yang lengkap , menyeluruh dan sempurna yang mengatur tata cara kehidupan seorang muslim baik ketika beribadah maupun ketika berinteraksi dengan lingkungannya.

Islam juga merupakan agama yang dibawa oleh Nabi Adam, Nabi Ibrahim, Nabi Ya’kub, Nabi Musa, Nabi Sulaiman, Nabi Isa as. Dan nabi-nabi lainnya.

Agama-agama selain Islam umumnya diberi nama yang dihubungkan dengan manusia yang mendirikan atau yang menyampaikan agama itu atau dengan tempat lahir agama bersangkutan seperti agama Budha (Budhism), agama Kristen (Christianity), atau agama Yahudi (Judaism). Nama agama yang disampaikan oleh Nabi Muhammad ini tidak

dihubungkan dengan nama orang yang menyampaikan wahyu itu kepada manusia atau nama tempat agama itu mula-mula tumbuh dan

(54)

diwahyukan kepada Rasul-rasul-Nya untuk diajarkankan kepada manusia. Dibawa secara berantai (estafet) dari satu generasi ke generasi

selanjutnya dari satu angkatan ke angkatan berikutnya. Islam adalah rahmat, hidayat, dan petunjuk bagi manusia dan merupakan manifestasi dari sifat rahman dan rahim Allah swt

Oleh karena itu penamaan Muhamedanism untuk agama Islam dan Mohammedan untuk orang-orang Islam yang telah dilakukan berabad- abad oleh orang Barat, terutama oleh para orientalis adalah salah.

Kesalahan ini disebabkan karena para penulis Barat menyamakan agama Islam dengan agama-agama lain, misalnya dengan Chrisianity yang diajarkan oleh Jesus Kristus atau Budhism yang diajarkan oleh Budha Gautama dan lain-lain.

Di dalam bahasa islam tidak ada kata yang semakna dengan kata sekuler. Sekulerisme adalah paham yang percaya Tuhan tetapi hokum-hukum Tuhan dan syariat agama tidak boleh dipergunakan untuk mengatur hidup dan kehidupan manusia dalam masyarakat. Hal itu sangat bertentangan dengan ajaran agama Islam yang mengajarkan suatu jalan hidup yang menyeluruh tidak mengecualikan apapun juga (SH. Nasr 1981 : 14).

Memahami ajaran Islam dengan sebaik-baiknya, merupakan komitmen umat Islam terhadap Islam. Komitmen tersebut intinya terdapat dalam QS. Al-Asr(103) yang berbunyi :

(55)

3. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya menta’ati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.

Berdasarkan dari surat Al-Asr di atas ada 5 (lima) komitmen atau kerikatan seorang muslim dan muslimat terhadap Islam. Komitmen tersebut adalah : a. Meyakini, mengimani kebebaran agama Islam seyakin-yakinnya. b. Mempelajari, mengilmui ajaran Islam secara baik dan benar.

c. Mengamalkan ajaran Islam dalam kehidupan pribadi, keluarga dan masyarakat.

d. Mendakwahkan, menyebarkan ajaran Islam secara bijaksana disertai argumentasi yang meyakinkan dengan bahasa yang baik dan,

e. Sabar dalam berIslam, dalam meyakini mempelajari, mengamalkan dan mendakwahkan agama Islam.

Berhubungan dengan sekulerisme, dalam segala bentuknya tersebut di atas perlu ditegaskan bahwa Negara Republik Indonesia bukanlah negara sekuler dan bukan pula negara agama yaitu negara yang didasarkan agama tertentu. Negara Republik Indonesia menurut Pasal 29 ayat 1 UUD 1945 adalah negara yang berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa. Ketuhanan Yang Maha Esa adalah sila pertama dan terutama Pancasila.

2.7.2. Ruang Lingkup Agama Islam

a. Din berarti “agama” Al-Fath : 28

اددديهرشع هرلنعلٱبر ىـفعكعوع ‌‌ۦهرلنركخ نريدنرلٱ ىلععع ۥ هخرعهرصظيخلر قنرحعصلٱ نريدروع ىـدعهخصلٱبر ۥ هخلعوسخرع لعسعصرأع ىىذرلنعٱ وعهخ

Artinya :

(56)

b. Din berarti “ibadah” surat Al-Mukminun : 14

اقدصلخع هخــنعصأشعنأع منعثخ اددمصحلع معــظععرصلٱ انعصوسعكعفع اددمــظععر ةعغعصضمخصلٱ انعصقلعخعفع ددةغعصضمخ ةعقعلعععصلٱ انعصقلعخعفع ددةقعلععع ةعفعصطننخلٱ انعصقلعخع منعثخ نعيقرلرــخعصلٱ نخسعصحأع هخلنعلٱ كعرعابعتعفع ‌‌رعخعاءع Artinya :

Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang [berbentuk] lain. Maka Maha Sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik.

c. Din berarti “kekuatan” surat Luqman 32

دخحعصجيع امعوع ‌‌دددصرتعصقمنخ مهخصنمرفع رنربعصلٱ ىلعإر صمهخٮـجنعنع امنعلعفع نعيدنرلٱ هخلع نعيصرلرصخمخ هعلنعلٱ ااوخععدع لرلعظنخلٱكع د دجصومنع مہخيعشرغع اذعإروع درروفخكع درراتنعخع لنخكخ النعإر انعترــيعاـعـبر Artinya :

Dan apabila mereka dilamun ombak yang besar seperti gunung, mereka menyeru Allah dengan memurnikan keta’atan kepada-Nya maka tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai di daratan, lalu sebagian mereka tetap menempuh jalan yang lurus [2]. Dan tidak ada yang mengingkari ayat-ayat Kami selain orang-orang yang tidak setia lagi ingkar.

AL-BAQARAH 102

نعومخلعصعيع ااونخاكع صولنع ‌‌ددرصيخع هرلنعلٱ درنعر صنمنر ددةبعوثخمعلع ااصوقعتنعٱوع ااونخمعاءع صمهخننعأع صولعوع Sesungguhnya kalau mereka beriman dan bertakwa, [niscaya mereka akan mendapat pahala], dan sesungguhnya pahala dari sisi Allah adalah lebih baik, kalau mereka mengetahui.

Referensi

Dokumen terkait

Sekolah yang baik dan ideal sebagai tempat memperoleh segala ilmu pengetahuan dan berbagai norma serta etika yang dapat menjadi dasar manusia menuju terciptanya

Islam tidak membebaskan manusia dari bertanggung jawab sebagai anggota masyarakat, dia merupakan bagian yang integral sehingga harus tunduk pada norma-norma yang berlaku

Etika dalam pengertian luas adalah keseluruhan norma dan penilaian yang dipergunakan masyarakat untuk mengetahui bagaimana manusia seharusnya menjalankan

Moral/akhlak merupakan nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan sekelompok orang dalam mengatur tingkah lakunya. Moral berkenaan dengan suatu kegiatan

Jadi, dalam pengertian ini, etika dan moralitas sama-sama memiliki arti sistem nilai tentang bagaimana manusia harus hidup baik sebagai manusia yang telah

Sebagai khalifah, manusia diberi tangung jawab pengelolaan alam semesta untuk kesejahteraan umat manusia, karena alam semesta memang diciptakan Tuhan untuk manusia. Sebagai wakil

Setiap manusia diciptakan oleh Allah harus tunduk kepada hukum yang telah ditentukan oleh pencipta manusia yang disebut dengan kaidah hukum ibadah dan juga

bukan hanya beramal ,masih banyak kegiatan ibadah yang setiap hari senantiasa kita jalani sebagai umat manusia yang beragama islam., karena semakin menipis ilmu pengetahuan tentang