• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembangunan di Indonesia pada masa Orde (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pembangunan di Indonesia pada masa Orde (1)"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBANGUNAN DI INDONESIA PADA MASA ORDE BARU

M A K A L A H

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Demografi

Oleh:

Anan Bahrul Khoir

1121020005

FAKULTAS USHULUDDIN

JURUSAN PERBANDINGAN AGAMA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI

BANDUNG

2014

(2)

KATA PENGANTAR

Salam Sejahtera,

Puji Tuhan, Syukur Alhamdulillah Penyusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang Mahakasih, yang telah melimpahkan kasih kasihnya kepada kita semua, sehingga Penyusun dapat menyelesaikan makalah ini sesuai dengan waktunya. Tidak lupa, semoga salam dan pujian tetap tercurahkan kepada Nabi Kita, beserta keluarganya, para sahabatnya, hingga umatnya sampai akhir jaman nanti.

Penyusun ucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Penyusun tidak dapat menyebutkan-nya satu persatu, oleh karena keterbatasan waktu dan tempat.

Juga, Penyusun merasa bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, Penyusun memohon kritik dan saran membangun supaya dapat memperbaiki kekurangan dari makalah ini.

Akhirnya, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat, khususnya untuk Penyusun dan masyarakat pada umumnya.

Bandung, 18 Desember 2014

(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 3

C. Tujuan Masalah ... 3

BAB II PEMBAHASAN ... 4

A. Sejarah Mulainya Masa Orde Baru ... 4

B. Pelaksanaan Pembangunan Nasional pada Masa Orde Baru .. 5

C. Penyimpangan-penyimpangan pada Masa Orde Baru ... 13

BAB III PENUTUP ... 16

A. Kesimpulan ... 16

B. Saran ... 17

(4)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perencanaan pembangunan dimaksudkan sebagai suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia. Perencanaan pembangunan juga meliputi proses pengambilan keputusan dari sejumlah pilihan untuk mencapai suatu tujuan yang dikehendaki. Oleh karenanya, perencanaan pembangunan merupakan segala bentuk konsep dan dokumentasi yang menggambarkan bagaimana tujuan akan dicapai dan bagaimana sumber daya akan dialokasikan, penjadwalan dari proses pencapaian tujuan, hingga segala hal yang terkait dengan pencapaian tujuan.1

Usaha perencanaan pembangunan di Indonesia dimulai pada masa orde lama tepatnya pada tahun 1947 melalui Maklumat Pemerintah mengenai Pembangunan Negara 18 Agustus 1945. Usaha perencanaan pembangunan tersebut ditandai dengan dibentuknya Panitia Pemikir Siasat Ekonomi pada 4pril 1947 yang diketuai oleh Drs. Mohamamad Hatta. Panitia ini berhasil membuat dokumen

rencana yang bertajuk “Dasar Pokok dari pada Plan Mengatur Ekonomi Indonesia.” Dokumen inilah yang merupakan awal sejarah perencanaan pembangunan yang ada di Indonesia. Walaupun demikian, akibat keadaan politik yang belum stabil, dokumen tersebut tidak dapat di jalankan hingga harus di buat dokumen perencanaan yang lain seperti dokumen "Plan Produksi Tiga Tahun

Republik Indonesia’ dengan jangka waktu tahun 1948-1950. Perencanaan ini pun gagal karena Indonesia beralih menjadi Negara federal.2

1Muhammad Syukri Salleh, dkk, Islamisasi Pembangunan, (Medan: UMSU Press, 2014),

hlm. 107.

(5)

Perencanaan pembangunan di Indonesia memulai tahapan baru dengan dibentuknya Rencana Pembangunan Lima Tahun (RPLT) 1956-1960. Namun dokumen ini juga gagal dilaksanakan karena adanya gejolak keadaan politik yaitu dengan dikeluarkannya dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang mengembalikan konstitusi Negara kepada Undang-Undang Dasar 1945. Sebagai tindak lanjut dari dekrit Presiden ini adalah dibentuknya Dewan Perencana Nasional (Depernas) yang bertugas menyusun perencanaan pembangunan nasional. Depernas menghasilkan dokumen perencanaan yang disebut Rencana Pembangunan Semesta Berencana (Comprehensive National Development Plan) dengan jangka waktu 1961-1969. Melalui Penetapan Presiden Nomor 12 tahun 1963, Depernas akhirnya berubah menjadi Badan Perencana Pembangunan Nasional (Bappenas) hingga kini. Lahirnya Bappenas merupakan tonggak sejarah munculnya institusi perencanaan di Indonesia.3

Perencanaan pembangunan pada masa orde baru mengalami kemajuan yang sangat pesat. Bappenas ditugasi untuk membuat perencanaan pemulihan ekonomi yang tertuang dalam dokumen perencanaan yang disebut dengan Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita). Repelita pertama yang dimulai pada tahun 1969 hingga tahun 1973 dimuat dalam dokumen perencanaan yang dikenal dengan nama Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN4). Era Repelita ini berlangsung hingga Repelita VI yang berakhir pada tahun 1998 akibat adanya cobaan dalam bentuk krisis ekonomi yang melanda Indonesia.5

Hal itulah yang melatarbelakangi penulis untuk membuat makalah tentang pembangunan di Indonesia pada masa Orde Baru dengan judul “Pembangunan di Indonesia pada Masa Orde Baru.”

3

Ibid., hlm. 108.

4GBHN adalah dokumen perencanaan yang memuat arah dan tujuan pembangunan selama

lima tahun. GBHN merupakan hasil keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang harus dijalankan oleh presiden.

5Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia pada tahun 1998 sebenarnya merupakan hasil

(6)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan faktor-faktor yang melatarbelakangi tersebut di atas, maka penulis dapat merumuskan beberapa masalah pokok yang berhubungan dengan arah penulisan makalah ini. Untuk itu, dapatlah penulis merunut masalah yang menjadi perhatian dalam makalah ini sebagai berikut:

1. Bagaimana sejarah terbentuknya masa Orde Baru di Indonesia?

2. Bagaimana pelaksanaan pembangunan di Indonesia pada masa Orde Baru? 3. Apa saja penyimpangan-penyimpangan pada masa Orde Baru?

C. Tujuan Masalah

Sesuai pernyataan-pernyataan seperti dalam rumusan masalah, maka penelitian ini bertujuan untuk:

1. Untuk mengetahui sejarah terbentuknya masa Orde Baru di Indonesia.

2. Untuk mengetahui pelaksanaan pembangunan di Indonesia pada masa Orde Baru.

(7)

BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah Mulainya Masa Orde Baru

Orde Baru adalah suatu istilah yang umum digunakan untuk menamai suatu tatanan pemerintahan negara (rezim politik) Republik Indonesia yang berkuasa sejak tahun 1966 hingga Mei 1998. Istilah ini muncul untuk membedakan dengan rezim politik sebelumnya. Dengan dipakai dan disepakatinya penggunaan istilah

ini maka secara otomatis rezim sebelumnya dinamai “Orde Lama.”6 Terdapat perbedaan yang sangat prinsipil dan fundamental di samping terdapat kesamaan pada kedua orde ini. Perbedaannya yang paling mencolok adalah visi politik dan strategi pencapaiannya dalam memegang tampuk kekuasaan negara. Faktor penyebab yang utama adalah tantangan situasi sosial politik dan tekad kepemimpinan yang berbeda.7

Menurut catatan sejarah, tonggak awal lahirnya Orde Baru adalah saat diserahkannya Surat Perintah 11 Maret 1996 (Supersemar8) yang ditandatangani oleh Presiden Soekarno di Istana Bogor kepada Letjen. Soeharto, Menteri/Panglima Angkatan Darat, yang kemudian menjadi Presiden RI. Alasannya adalah karena ia adalah kunci legitimasi yang sangat menentukan. Sekalipun Soeharto belum menjabat sebagai presiden, namun dengan keluarnya surat perintah tersebut yang menyatakan bahwa Soeharto memiliki kekuasaan

6Maka, penamaan Orde Lama tidak ada dasar pijakannya kecuali hanya karena accident of

history saja.

7

Marzuki Wahid dan Rumadi, Fiqh Madzhab Negara: Kritik atas Politik Hukum Islam di

Indonesia, (Yogyakarta: LKiS, 2001), hlm. 58-59.

8 Supersemar digunakan oleh Soeharto untuk menghalakan segala bentuk tindakannya

dengan tidak mengindahkan intruksi Soekarno. Ia mencopot 15 orang menteri Kabinet Dwikora Yang Disempurnakan yang telah bekerja dengan Soekarno dalam waktu yang lama. Tampak sekali jika Soeharto menggunakan Supersemar yang sebenarnya adalah perintah Presiden (executive

(8)

untuk mengambil segala tindakan yang dianggap perlu merupakan pesan implisit bahwa kekuasaan negara dilimpahkan kepada Soeharto. Oleh sebab itu, Supersemar menjadi titik tolak dimulainya Orde Baru di mana Soeharto naik menjadi pejabat presiden yang kedua. Ia diangkat menjadi pejabat presiden pada Sidang Istimewa MPRS tahun 1967 dengan TAP MPRS No. XXXIII/MPRS/1967, namun resmi menjadi presiden RI secara definitif pada tanggal 26 Maret 1968 pada Sidang Umum IV MPRS dengan TAP MPRS No. XLIV/MPRS/1968 tentang pengangkatan pengemban TAP MPRS No. IX/MPRS/1966 menjadi presiden untuk 5 tahun yang akan datang.9

Setelah posisi Supersemar kuat, baik secar apolitik maupun hukum, MPRS dalam sidang istimewanya pada tahun 1967 mencabut mandat kepresidenan

Soekarno karena dianggap tidak mampu mempertanggungjawabkan “Tragedi

Nasiona” pemberontakan G30S/PKI melalui TAP MPRS No.

XXXII/MPRS/1967. Ketetapan ini sekaligus mengangkat Jenderal Soeharto sebagai pejabat presiden. Setahun kemudian melalui TAP MPRS No. XLIV/MPRS/1968 Jenderal Soeharto ditetapkan sebagai presiden definitif, Presiden RI kedua setelah Presiden Soekarno.10

B. Pelaksanaan Pembangunan Nasional

Pada tanggal 12 Maret 1967, Soeharto diangkat menjadi Presiden Republik Indonesia oleh parlemen sementara (MPRS).11 MPRS merupakan pengganti Dewan Konstituante yang telah bubar. Anggota-anggota MPRS ditunjuk dan diangkat oleh Presiden yang terdiri dari anggota-anggota DPR ditambah dengan utusan-utusan daerah dan golongan. MPRS dibentuk berdasarkan Penetapan Presiden No. 2 Tahun 1959 dan juga pemenuhan dari dekrit presiden 5 Juli 195912. Anggota MPRS harus memenuhi syarat, antara lain: setuju kembali kepada UUD 1945, setia kepada perjuangan RI, dan setuju dengan Manifesto

9Ibid., hlm. 59. 10Ibid.

11 Nana Supriatna, Sejarah: untuk Kelas XII Sekolah Menengah Atas Program Ilmu

Pengetahuan Alam, (Bandung: Grafindo Media Pratama, 2007), Jil. 3, hlm. 14.

12

(9)

Politik. Keanggotaan MPRS menurut Penpres No. 2 Tahun 1959 terdiri atas: 261 orang anggota DPR; 94 orang utusan daerah; dan 200 orang golongan karya. Sedangkan tugas MPRS adalah menetapkan GBHN.13

Selanjutnya, pada 22 Februari 1967 bertempat di Gedung Merdeka Jakarta dilakukan penyerahan kekuasaan dari Presiden Soekarno kepada Jenderal Soeharto yang menandai berakhirnya masa kekuasaan pemerintah Orde Lama. Berakhirnya kekuasaan Orde Lama di bawah Presiden Soekarno menandai dimulainya masa kekuasaan pemerintah Orde Baru di bawah Presiden Soeharto. Waktu itu peran pemerintah terhadap kehidupan masyarakat demikian kuat. Menguatnya peran dan dominasi pemerintah Orde Baru di bawah Presiden Soeharto tampak jelas dari kegiatan-kegiatan kenegaraan.14

Pada 27 Maret 1968, MPRS dalam sidangnya mengangkat Jenderal Soeharto (pengemban Supersemar) menjadi Presiden Republik Indonesia menggantikan Presiden Soekarno. Sejak saat itu, Jenderal Soeharto secara resmi memangku jabatan sebagai Presiden Republik Indonesia yang kedua. Tiga bulan setelah dilantik, pada 6 Juni 1968 Presiden Soeharto mengumumkan pembentukan Kabinet Pembangunan dan membubarkan Kabinet Ampera.15

Presiden Soeharto memulai Orde Baru dalam dunia politik Indonesia dengan mengubah kebijakan luar dan dalam negeri Indonesia secara drastis. Orde Baru memilih perbaikan dan perkembangan ekonomi sebagai tujuan utamanya dan menempuh kebijakannya melalui struktur administratif yang didominasi militer, namun dengan nasehat dari ahli ekonomi didikan Barat. DPR dan MPR tidak berfungsi secara efektif. Anggotanya bahkan seringkali dipilih dari kalangan militer. Hal ini mengakibatkan aspirasi rakyat sering kurang didengar oleh pusat. Pembagian pendapatan asli daerah juga kurang adil karena 70% dari pendapatan

13Ratna Sukmayani, dkk., Ilmu Pengetahuan Sosial 3: untuk SMP/MTs Kelas IX, (Jakarta:

Pusat Perbukuan, 2008), hlm. 69; Marwati Djoened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto dan Sartono Kartodirdjo, Sejarah Nasional Indonesia: Zaman Jepang dan Zaman Republik Indonesia, (Jakarta: PT. Balai Pustaka, 2008), Jil. 6, hlm. 420.

14Supriatna, loc.cit.

(10)

asli daerah tiap provinsi tiap tahunnya harus disetor kepada pusat sehingga melebarkan jurang pembangunan antara pusat dan daerah.16

Adapun tugas pokok Kabinet Pembangunan sebagaimana tercantum dalam Tap MPRS No. X1I/MPRS/I968 adalah sebagai berikut:

1. Menciptakan stabilitas politik dan ekonomi sebagai syarat mutlak keberhasilan pelaksanaan Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) dan Pemilihan Umum (Pemilu).

2. Menyusun dan melaksanakan Repelita pertama.

3. Melaksanakan pemilihan umum selambat-lambatnya pada 5 Juli 1971.

4. Mengembalikan ketertiban dan keamanan masyarakat dengan mengikis habis sisa-sisa Gerakan 30 September dan setiap rongrongan, penyelewengan, serta pengkhianatan terhadap Pancasila dan UUD 1945.

5. Melanjutkan penyempurnaan dan pembersihan menyeluruh aparatur negara, baik di tingkat pusat maupun daerah.17

Tugas pokok Kabinet Pembangunan kemudian dikenal dengan nama Pancakrida Kabinet Pembangunan I. Pelantikan menteri-menteri Kabinet

Pembangunan Pertama dilaksanakan pada 19 Juni 1968 di Istana Negara Jakarta. Dalam Kabinet Pembangunan Pertama tersebut duduk 5 menteri negara dan 18 menteri yang memimpin departemen.18

Pada November 1968, Presiden Soeharto memimpin langsung rapat Paripurna Kabinet Pembangunan Pertama. Pemerintah mempunyai rencana pembangunan yang dikelompokkan berdasarkan jangka waktu seperti berikut:

1. Rencana untuk pembangunan jangka panjang dengan periode 25 tahun (PJP). 2. Rencana pembangunan jangka menengah dengan periode 5 tahun (Repelita). 3. Rencana jangka pendek tahunan yang tertuang dalam RAPBN.19

Masalah pokok yang dibahas selanjutnya adalah laporan Ketua Bappenas Prof. Dr. Widjojo Nitisastro tentang persiapan penyusunan Program Pembangunan

16

Prawoto, Seri IPS Sejarah: SMP Kelas IX, (Jakarta: Penerbit Yudhistira, 2006), hlm. 116.

17Supriatna, loc.cit.

18Ibid.

(11)

Jangka Panjang Pertama (PPJP tahap I) yang akan dimulai 1 April 1969 sampai 31 Maret 1994. Sementara PJP tahap II direncanakan mulai dari 1 April 1994 sampai dengan 31 Maret 2019. Di bawah ini merupakan tujuan Pelita pada PJP tahap I.20

1. Repelita I (1969-1974) bertujuan memenuhi kebutuhan dasar dan infrastruktur dengan penekanan pada bidang pertanian.

2. Repelita II (1974-1979) bertujuan meningkatkan pembangunan di pulau-pulau selain Jawa, Bali, dan Madura, di antaranya melalui transmigrasi.

3. Repelita III (1979-1984) menekankan bidang industri padat karya untuk meningkatkan ekspor.

4. Repelita IV (1984-1989) bertujuan menciptakan lapangan kerja baru dan industri.

5. Repelita V (1989-1994) menekankan bidang transportasi, komunikasi, dan pendidikan.21

Dengan meningkatkan bidang industri dan pertanian secara bertahap seperti tersebut di atas, akan terpenuhilah kebutuhan pokok rakyat dan akan tercapailah struktur ekonomi yang seimbang, ialah struktur ekonomi dengan titik berat kekuatan industri yang didukung oleh bidang pertanian yang kuat, setelah dilampaui Pembangunan Lima Tahun yang Kelima atau yang Keenam yang akan menjadi landasan bidang ekonomi untuk mencapai tujuan nasional, ialah masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila.22

Berikut ini adalah pembangunan nasional yang disusun dalam Program Pembangunan Jangka Panjang Pertama (PPJP I).

1. Pelita I

Pada 1 April 1969 dimulailah pelaksanaan Pelita I (1969-1974). Pada Pelita 1 ini, Orde Baru menyelesaikan fase stabilitas dan rehabilitasi sehingga dapat menciptakan keadaan yang stabil. Selama beberapa tahun, sebelum Orde Baru

20

Ibid.

21Ibid.

22Soetrisno, Kapita Selekta Ekonomi Indonesia: Suatu Studi, (Yogyakarta: Andi Offset,

(12)

keadaan ekonomi mengalami kemerosotan. Pada 1955-1960 laju inflansi rata-rata 25% per tahun, dalam perioJe 1960-1965 harga-harga meningkat dengan laju rata-rata 226% per tahun, dan pada 1966 laju inflansi mencapai puncaknya, yaitu 650% setahun. Kemerosotan ekonomi tersebut terjadi di segala bidang akibat kepentingan ekonomi dikorbankan demi kepentingan politik.

Pada masa Orde Baru, kemerosotan ekonomi dapat dikendalikan. Pada 1976, laju inflansi dapat ditekan menjadi 120%, atau seperlima dari tahun sebelumnya. Pada 1968, inflasi dapat ditekan lagi menjadi 85%. Berdasarkan hasil-hasil yang telah dicapai, kemudian dimulailah pelaksanaan Pelita I 1969. Adapun titik berat Pelita I adalah pada sektor pertanian dan industri yang mendukung sektor pertanian.

Adapun sasaran Pelita I, yaitu meningkatkan pangan, sandang, perbaikan prasarana, perumahan rakyat, perluasan lapangan kerja, dan kesejahteraan rohani. Pelaksanaan Repelita I termasuk pembiayaannya

Pada masa Orde Baru, kemerosotan ekonomi dapat dikendalikan. Pada 1976, laju inflansi dapat ditekan menjadi 120%, atau seperlima dari tahun sebelumnya. Pada 1968, inflasi dapat ditekan lagi menjadi 85%. Berdasarkan hasil-hasil yang telah dicapai, kemudian dimulailah pelaksanaan Pelita I 1969. Adapun titik berat Pelita I adalah pada sektor pertanian dan industri yang mendukung sektor pertanian.

Adapun sasaran Pelita I, yaitu meningkatkan pangan, sandang, perbaikan prasarana, perumahan rakyat, perluasan lapangan kerja, dan kesejahteraan rohani. Pelaksanaan Repelita I termasuk pembiayaannya selalu disetujui oleh DPR dengan membuat undang-undang sesuai ketentuan UUD 1945.23

2. Pelita II

Pelita I berakhir pada 31 Maret 1974, yang telah meletakkan dasar- dasar yang kuat bagi pelaksanaan Pelita II. MPR hasil Pemilu 1971 secara aklamasi memilih dan mengangkat kembali Jenderal Soeharto sebagai presiden RI. Selain itu, MPR

(13)

hasil pemilu 1971 berhasil pula menyusun GBHN melaui Tap MPR RI No. IV/MPRS/1973.

Dalam GBHN 1973 terdapat rumusan Pelita II, yaitu:

a. Tersedianya bahan pangan dan sangan yang cukup dan terjangkau oleh daya beli masyarakat;

b. Tersedianya bahan-bahan bangunan perumahan terutama bagi kepentingan masyarakat;

c. Perbaikan dan peningkatan prasarana;

d. Peningkatan kesejahteraan rakyat secara merata; dan e. Memperluas kesempatan kerja.

Untuk melaksanakan Pelita II, Presiden Soeharto kemudian membentuk Kabinet Pembangunan II. Program kerja Kabinet Pembangunan II disebut Sapta Krida Kabinet Pembangunan II, yang meliputi:

a. Meningkatkan stabilitas politik; b. Meningkatkan stabilitias keamanan;

c. Melanjutkan Pelita I dan melaksanakan Pelita II; d. Meningkatkan kesejahteraan rakyat; dan

e. Melaksanakan Pemilihan Umum.24

3. Pelita III

Pada 31 Maret 1979, Pelita III mulai dilaksanakan. Titik berat pembangunan pada Pelita III adalah pembangunan sektor pertanian menuju swasembada pangan yang mengolah bahan baku menjadi bahan jadi.

Sasaran pokok Pelita III diarahkan pada Trilogi Pembangunan dan delapan jalur pemerataan.

a. Trilogi Pembangunan mencakup:

1) Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia;

2) Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi;

(14)

3) Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis. b. Delapan jalur pemerataan mencakup:

1) Pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok, yaitu sandang, pangan, dan perumahan bagi rakyat banyak;

2) Pemerataan kesempatan memperoleh pelayanan pendidikan dan kesehatan;

3) Pemerataan pembagian pendapatan;

4) Pemerataan memperoleh kesempatan kerja; 5) Pemerataan memperoleh kesempatan berusaha;

6) Pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan khususnya bagi generasi muda dan kaum wanita;

7) Pemerataan penyebaran pembangunan di seluruh wilayah indonesia; 8) Pemerataan memperoleh keadilan.

Untuk melaksanakan Pelita III, Presiden Soeharto yang kembali terpilih menjadi Presiden RI untuk kedua kalinya oleh MPR hasil Pemilu membentuk Kabinet Pembangunan III. Kabinet ini dilantik secara resmi pada 31 Maret 1978. Program kerja Kabinet Pembangunan III, disebut Sapui Krida Kabinet Pembangunan III, yang meliputi:

a. Menciptakan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dengan memeratakan hasil pembangunan;

b. Melaksanakan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi; c. Memelihara stabilitas keamanan yang mantap;

d. Menciptakan aparatur negara yang bersih dan berwibawa;

e. Membina persatuan dan kesatuan bangsa yang kukuh dan di¬landasi oleh penghayatan dan pengamalan Pancasila;

f. Melaksanakan pemilihan umum yang langsung, umum, bebas, dan rahasia; g. Mengembangkan politik luar negeri yang bebas aktif untuk diabdikan kepada

kepentingan nasional.25

(15)

4. Pelita IV

Repelita III berakhir pada 31 Maret 1989 yang dilanjutkan dengan pelaksanaan Pelita IV yang dimulai l April 1989. Untuk ketiga kalinya Jenderal Soeharto terpilih dan diangkat kembali oleh MPR hasil Pemilu. Untuk melaksanakan Pelita IV, Presiden Soeharto membentuk Kabinet Pembangunan IV. Titik berat Pelita IV adalah pembangunan sektor pertanian untuk melanjutkan usaha-usaha menuju swasembada pangan dan meningkatkan industri yang dapat menghasilkan mesin- mesin sendiri, baik untuk mesin-mesin industri ringan maupun industri berat.

Sasaran pokok Pelita IV yaitu sebagai berikut.

a. Bidang politik, yaitu berusaha memasyarakatkan P4 (Pedoman, Penghayatan, dan Pengamalan Pancasila).

b. Bidang pendidikan, menekankan pada pemerataan kesempatan belajar dan meningkatkan mutu pendidikan.

c. Bidang Keluarga Berencana (KB), menekankan pada pengen¬dalian laju pertumbuhan penduduk yang dapat menimbulkan masalah nasional.26

5. Pelita V

Pelita IV berakhir pada 31 Maret 1994 yang dilanjutkan oleh pelaksanaan Pelita V yang dimulai 1 April 1994. Pelita V ini merupakan Pelita terakhir dari keseluruhan Program Pembangunan Jangka Panjang Pertama (PPJP I). Pelita V merupakan masa tinggal landas untuk memasuki Program Pembangunan Jangka Panjang Kedua (PPJP II), yang akan dimulai pada Pelita VI pada 1 April 1999.

Titik berat Pelita V adalah meningkatkan sektor pertanian untuk memantapkan swasembada pangan dan meningkatkan produksi hasil pertanian lainnya serta sektor industri, khususnya industri yang menghasilkan harang untuk ekspor, industri yang banyak tenaga kerja, industri pengolahan hasil pertanian, dan industri yang dapat menghasilkan mesin-mesin industri menuju terwujudnya struktur ekonomi yang seimbang antara industri dengan pertanian, haik dari segi nilai tambah maupun dari segi penyerapan tenaga kerja.

(16)

6. Pelita VI

Pelita V berakhir pada 31 Maret 1999 yang dilanjutkan oleh pelaksanaan Pelita VI yang dimulai pada 1 April 1999. Pada akhir Pelita V diharapkan akan mampu menciptakan landasan yang kukuh untuk mengawali pelaksanaan Pelita VI dan memasuki proses tinggal landas menuju pelaksanaan Program Pembangunan Jangka Panjang Kedua (PPJP II). Titik berat Pelita VI diarahkan pada pembangunan sektor-sektor ekonomi dengan keterkaitan antara industri dan pertanian serta hidang pembangunan lainnya dan peningkatan kualitas sumber daya manusia.

Namun, pelaksanaan PPJP II tidak berjalan lancar akibat krisis ekonomi dan moneter melanda Indonesia. Inflasi yang tinggi akibat krisis ekonomi menyebabkan terjadi gejolak sosial politik yang mengarah pada penentangan terhadap kebijakan pemerintah Orde Baru. Kenaikan tarif BBM pada 1997 merupakan awal gerakan pengkoreksian massa rakyat dan mahasiswa terhadap pemerintah Orde Baru. Sejak saat itu terjadilah gelombang demonstrasi, kerusuhan, penjarahan, dan pembakaran di ibu kota Jakarta yang kemudian penjarahan, dan pembakaran di ibu kota Jakarta yang kemudian menyebar ke seluruh wilayah di tanah air.27

Jika dilihat dari uraian Pelita I sampai VI dapat disimpulkan bahwa setiap Repelita dalam Pembangunan Jangka Panjang Tahap I yang menjadi perhatian khusus adalah sektor pertanian. Pembangunan nasional Indonesia dari Repeliti ke Repelita berikutnya terus mengalami peningkatan keberhasilan pembangunan. Hal ini dapat dilihat dari fakta empiris, bahwa pendapatan per kapita bangsa Indonesia terus meningkat (pada tahun 1997 pendapatan per kapita Indonesia sebesar US$ 1.110 atau sekitar empat kali lipat pendapatan per kapita pada tahun 1967) dan masyarakat miskin terus mengalami penurunan hingga tahun 1996 (pada tahun 1965 angka kemiskinan Indonesia sebesar 60% jumlah penduduk pada tahun 1965; hingga tahun 1996 angka kemiskinan turun sebesar 16%).28

27Ibid., hlm. 18.

28Daud Aris Tanudirjo, dkk., Indonesia dalam Arus Sejarah: Orde Baru dan Reformasi,

(17)

Karena keberhasilannya dalam bidang pembangunan dan perekonomian

tersebut, pada tahun 1993 Indonesia digolongkan sebagai salah satu “ekonomi

Asia yang berkinerja tinggi” (high-performing Asian economies, HPAEs) oleh

Bank Dunia dalam bukunya yang terkenal, The East Asian Miracle (Keajaiban Asia Timur). Bank Dunia menyebut Indonesia sebagai “negara industri baru”

(newly industralised countries).29

C. Penyimpangan-penyimpangan pada Masa Orde Baru

Orde Baru yang pada awalnya bertujuan untuk melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen, ternyata banyak melakukan penyimpangan-penyimpangan seperti berikut:

1. Pembantaian rakyat

Pembantaian yang terjadi misalnya pembunuhan oknum PKI, peristiwa Tanjung Priok, Daerah Operasi Militer (DOM) di Aceh, dan kasus Trisakti.30 2. Penggusuran

Motif penggusuran adalah pengambilalihan hak tanah rakyat, antara lain menjadi pabrik, pangkalan militer, dan waduk. Contoh dari penggusuran Orde Baru adalah peristiwa Kedung Ombo dan penggusuran di Pulau Bintan.31

3. Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme

Pada Orde Baru, kebijakan ekonomi yang dijalankan lebih banyak memberi fasilitas kepada kelompok-kelompok tertentu. Khususnya kelompok yang dapat memberikan timbal balik yang besar dan kelompok yang berafiliasi dengan kekuasaan. Contoh praktek korupsi yang terjadi adalah Yayasan DAKAB dan Supersemar, penyelundupan minyak di Pertamina, Freeport di Papua.32

4. Kasus-kasus lain

29

Abdullah dan Lapian, ibid.

30Prawoto, op.cit., hlm. 116.

(18)

Selain beberapa kualifikasi kasus tersebut di atas masih banyak terjadi kasus lainnya, yaitu antara lain pembredelan media masa (Tempo, Detik, Editor, dll), penculikan aktivis mahasiswa, dan aktivis buruh.33

Selama masa pemerintahan Soeharto, terjadi pengeksploitasian sumber daya alam secara besar-besaran yang menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang besar namun tidak merata di Indonesia. Selain kasus korupsi, kolusi, monopoli, dan penggusuran, kebijakan yang sifatnya rasial adalah larangan berekspresi bagi warga Tionghoa. Sejak tahun 1967. warga keturunan dianggap sebagai warga negara asing di Indonesia dan kedudukannya berada di bawah warga pribumi, yang secara tidak langsung menghapus hak-hak azasi mereka. Kesenian barongsai, perayaan hari raya Imlek, dan pemakaian bahasa Mandarin dianjurkan tidak ditonjolkan secara terbuka. Satu-satunya surat kabar berbahasa Mandarin yang diizinkan terbit adalah Harian Indonesia yang sebagian artikelnya ditulis dalam bahasa Indonesia. Diizinkannya harian tersebut terbit karena harian ini dikelola oleh ABRI. Kebijakan yang paling menyulitkan warga Tionghoa adalah agama tradisional Tionghoa dilarang. Akibatnya agama Konghucu kehilangan pengakuan pemerintah. Pemerintah Orde Baru berdalih bahwa warga Tionghoa yang populasinya ketika itu kurang lebih 5 juta dari keseluruhan rakyat Indonesia dikhawatirkan akan menyebarkan pengaruh komunisme di tanah air. Padahal, kenyataan berkata bahwa kebanyakan dari mereka berprofesi sebagai pedagang yang bertolak belakang dengan ajaran komunisme. Orang Tionghoa dijauhkan dari kehidupan politik praktis. Sebagian lagi memilih untuk menghindari dunia politik karena khawatir akan keselamatan dirinya.34

(19)

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah mengkaji dan membahas pembangunan di Indonesia pada masa Orde Baru, penulis dapat menarik catatan sesuai dengan rumusan masalah sebagai kesimpulan.

Proses pembangunan di Indonesia sekalipun telah dimulai pada masa Soekarno atau pada masa Orde Lama, namun perkembangan dan kemajuan dalam bidang pembangunan di Indonesia sangat besar jasanya pada masa Soeharto atau pada masa Orde Baru.

Perencanaan pembangunan yang tersusun rapi dan diatur dalam GBHN menjadikan pembangunan pada masa Orde Baru sebagai prioritas utama di Indonesia. Pembangunan menjadi fokus pemerintah bersama masyarakat Indone-sia sehingga dampaknya dapat dirasakan bersama. Perkembangan-perkembangan setiap tahunnya membuat pemerintah berhasil melaksanakan pembangunan di Indonesia.

Keseriusan pemerintah dalam pembanguan nasional dituangkan Presiden Soeharto ke dalam rencana pembangunan nasional yang dibagi ke dalam beberapa jangka waktu, yaitu: Pembangunan Jangka Panjang (PJP), Pembangunan Jangka Menengah periode lima tahunan (Repelita), dan Pembangunan Jangka Pendek yang tertuang dalam RAPBN.

(20)

Kehebatan dan keberhasilan pemerintah Indonesia pada masa Orde Baru dalam berbagai bidang khususnya pembangunan di Indonesia tidak serta merta terhindar dari penyimpangan-penyimpangan. Penyimpangan tersebut dilandasi oleh beberapa faktor, baik internal pemerintah maupun eksternal. Penyimpangan seperti penggusuran, penangkapan, dan sebagainya membuktikan bahwa Soeharto melakukan beberapa praktek penyimpangan kekuasaan.

Sekalipun demikian, masyarakat Indonesia patut bersyukur dengan hasil jerih payah Soeharto dalam melaksanakan dan mengembangkan pembangunan nasional di Indonesia.

B. Saran

(21)

DAFTAR PUSTAKA

Poesponegoro, Marwati Djoened, Notosusanto, Nugroho dan Kartodirdjo, Sartono. 2008.

Sejarah Nasional Indonesia: Zaman Jepang dan Zaman Republik Indonesia.

Jilid 6. Jakarta: PT. Balai Pustaka. Prawoto. 2006.

Seri IPS Sejarah: SMP Kelas IX. Jakarta: Penerbit Yudhistira.

Salleh, Muhammad Syukri, dkk. 2014.

Islamisasi Pembangunan. Medan: UMSU Press.

Soetrisno. 1992.

Kapita Selekta Ekonomi Indonesia: Suatu Studi. Edisi 2. Yogyakarta: Andi

Offset.

Sukmayani, Ratna, dkk. 2008.

Ilmu Pengetahuan Sosial 3: untuk SMP/MTs Kelas IX. Jakarta: Pusat

Perbukuan.

Supriatna, Nana. 2007.

Sejarah: untuk Kelas XII Sekolah Menengah Atas Program Ilmu

Pengetahuan Alam. Jilid 3. Bandung: Grafindo Media Pratama.

Tanudirjo, Daud Aris. 2011.

Indonesia dalam Arus Sejarah: Orde Baru dan Reformasi. Jilid 8. Jakarta:

Ichtiar Baru van Hoeve.

Wahid, Marzuki dan Rumadi. 2001.

Fiqh Madzhab Negara: Kritik atas Politik Hukum Islam di Indonesia.

(22)

Wardaya, Baskara T. 2009.

Membongkar Supersemar!: dari CIA hingga Kudeta Merangkak Melawan

Referensi

Dokumen terkait

Bahwa benar selanjutnya setelah situasi aman Saksi-III dan Saksi-IV menyusul Saksi-I dan Saksi-II yang telah berangkat ke Puskesmas dan disana Saksi-I, Saksi-II, dan

Jika kecepatan kapal itu tetap 18 km/jam, maka berapa kecepatan awal peluru jika harus mengenai sasaran di titik puncak lintasannya.. Sebuah mobil dengan massa 1500 kg menaiki

1) CGS-CIMB berhak menggunakan efek dalam Rekening Efek Nasabah untuk digunakan sebagai jaminan atas kredit Bank atau Lembaga Keuangan lainnya sebagai penggantian untuk

Total phenolicic content of the six seeded pummelo cultivars were 1.24 to 2.28 mg GAE ml -1 , Banyuwangi cultivar had the highest total phenolic content followed

Kelompok kontrol didapatkan nilai signifikan p = 0,642 maka tidak ada perbedaan status fungsi kognitif (memori) lansia yang bermakna antara sebelum dan sesudah pemberian

Terdapat perbe- daan yang nyata (P<0,05) pada panjang kepala, panjang midpiece, dan panjang ekor utama antara anoa dewasa (A) dan anoa muda (B) pada pewarnaan W (Tabel 4),

|jejakseribupena.com, Soal dan Solusi Simak UI Matematika IPA, 2015 7.. tak hingga

Aplikasi ini diharapkan dapat membantu penelitian terdahulu yaitu “Aplikasi Transliterator dan Tanslator Bahasa Indonesia ke Bahasa Korea dan Bahasa Korea