BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan proses membantu manusia mengembangkan potensi diri, sehingga mampu menghadapi setiap perubahan yang terjadi. Dalam pengertian luas pendidikan dapat diartikan sebagai sebuah proses dengan metode-metode tertentu sehingga seseorang memperoleh pengetahuan, pemahaman dan cara bertingkahlaku yang sesuai kebutuhan. Pendidikan sains menekankan pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar siswa mampu menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pengembangan kemampuan siswa dalam bidang sains merupakan salah satu kunci keberhasilan peningkatan kemampuan menyesuaikan diri dengan perubahan dan memasuki dunia teknologi, termasuk teknologi informasi untuk kepentingan pribadi, sosial, ekonomi dan lingkungan (Depdiknas:2003).
Di Indonesia pendidikan sangat penting karena pembangunan pendidikan adalah bagian integral dari pembangunan nasional yang menentukan keberhasilan pembangunan disegala bidang. Dalam hal ini pemerintah berusaha meningkatkan mutu pendidikan Indonesia yang sesuai dengan undang-undang sistem pendidikan nasional No.20 Tahun 2003 pasal 3, dengan tujuan pendidikan nasional yaitu :
“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga yang demokratis serta bertanggung jawab”.
Dengan demikian tampak bahwa mutu pendidikan menjadi perhatian pemerintah. Untuk mencapai tujuan pendidikan nasional dilakukan berbagai cara misalnya pengembangan dan perbaikan kurikulum, sertifikasi guru, pengadaan buku penunjang, pelengkapan sarana prasarana dan pembenahan model pembelajaran yang efektif dan efisien.
1. Siswa, dengan segala karakteristiknya berusaha mengembangkan diri seoptimal mungkin melalui kegiatan belajar;
2. Tujuan, merupakan sesuatu yang diharapkan setelah adanya kegiatan belajar; 3. Guru/pendidik, selalu mengusahakan terciptanya situasi yang tepat sehingga
memungkinkan bagi terjadinya proses pengalaman belajar.
Pendidik seharusnya menyadari bahwa dalam proses pembelajaran, aturan–aturan menuntut pendidik untuk berfikir logis, rasional, kritis, cermat, efektif, efisien dan bersikap disiplin karena pendidikan tidak lepas dari masalah pembelajaran dan kegiatan belajar mengajar yang merupakan aktivitas paling penting untuk mencapai tujuan pendidikan. Kreatifitas pendidik adalah kemampuan menggunakan model pembelajaran agar kegiatan pembelajaran menjadi menyenangkan dan menarik. Selain kemampuan menggunakan model, pendidik harus mengetahui karakter peserta didik serta bagaimana menyampaikan ilmu dengan baik. Cara penyampaian ilmu yang tepat dan baik dapat meningkatkan motivasi siswa dalam pembelajaran yang dilaksanakan.
Peran guru sangat penting dalam pembelajaran, dalam pengajaran fisika suatu model pengajaran tertentu belum tentu cocok untuk setiap pokok bahasan, sehingga guru harus memilih model mengajar yang sesuai dengan pokok bahasan yang diajarkan. Masalah lain yang dihadapi guru fisika dalam melaksanakan pembelajaran adalah kesulitan siswa belajar fisika, kesulitan-kesulitan tersebut antara lain : kesulitan pemahaman konsep, pemecahan masalah, penalaran fisika, koneksi fisika dan komunikasi fisika. Kesulitan belajar fisika membuat siswa beranggapan bahwa fisika merupakan ilmu yang sulit dan memusingkan sehingga penguasaan konsep fisika siswa menjadi rendah. Dampak lainnya adalah dalam pembelajaran fisika sehari-hari tidak dapat dipungkiri bahwa ketika berada didalam ruangan kelas dan melakukan proses belajar mengajar tidak semua siswa dapat belajar dengan baik. Ada siswa yang memang memperhatikan guru dari awal hingga akhir pembelajaran namun banyak pula yang kurang serius bahkan tidak memperhatikan penjelasan guru. Seperti yang dinyatakan oleh Sudino Lim, Managing Director Inti Education Indonesia, :
fokus penuh pada ilmu yang disampaikan. Kurangnya interaksi antara guru dan siswa menjadi penyebab kurangnya kosentrasi siswa dan menyebabkan siswa tak selalu paham dengan materi yang disampaikan.”
( http:/www.tempointeraktif.com/hg/pendidikan)
Oleh karenanya guru harus berusaha mencipatakan suasana belajar yang menarik dan interaktif untuk merubah persepsi siswa dalam belajar fisika.
Berdasarkan pengumuman hasil UN SMA tahun 2011 di Sumatera Utara yang diperoleh dari imbalo.wordpress.com, sebanyak 116.918 peserta mengikuti Ujian Nasional SMA di Sumatera Utara, siswa yang lulus sebanyak 116.676 peserta atau mencapai 99,79%, sedangkan yang tidak lulus sebanyak 242 peserta atau 0,21%. Untuk program IPA, dari 62.331 peserta UN tingkat SMA/MA di Sumut, sebanyak 62.257 peserta lulus atau 99,88 %. Hal ini membuktikan bahwa pendidikan di Indonesia khususnya di Sumatera Utara semakin membaik. Namun masih harus ditingkatkan mengingat berbagai kontroversi yang terjadi setiap kali Ujian Nasional dilaksanakan.
Hasil observasi berupa pemberian angket yang dilakukan peneliti di SMA Laksamana Martadinata Medan diperoleh dari 48 siswa kelas XI IPA, diperoleh 56% menyatakan proses pembelajaran berlangsung dengan metode ceramah, mencatat dan mengerjakan soal. Kegiatan tanya jawab dan mengemukakan pendapat didepan kelas, diperoleh 34% tidak pernah memberikan pendapat didepan kelas. Kemudian berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu guru fisika di SMA Laksamana Martadinata Medan menyatakan nilai rata-rata kelas untuk pelajaran fisika masih rendah sekitar 55,0 yang masih dibawah KKM yaitu 61,0.
memotivasi, membangkitkan semangat, menarik dan tidak membosankan.
Salah satu model yang sesuai untuk pembelajaran fisika adalah model pembelajaran generatif. Model pembelajaran generatif adalah model yang mengacu kepada pemahaman dan pembelajaran yang mengharuskan siswa untuk membangun suatu konsepsi baru yang merupakan gabungan dari pengetahuan awal yang sudah dimiliki dengan informasi yang baru diterima. Model pembelajaran generatif pertama kali dikenalkan oleh Osborne dan Cosgrove (Sutarman,Swasono:2003) yang terdiri dari empat tahap yaitu :
1. Pendahuluan yang disebut eksplorasi 2. Pemfokusan
3. Tantangan atau tahap pengenalan konsep 4. Penerapan konsep.
(Wena:2009)
Berikut ini adalah penelitian-penelitian yang telah dilakukan lebih dahulu menggunakan model pembelajaran generatif :
Tabel 1.1 Penelitian terdahulu model pembelajaran generatif N
o
Judul Penelitian Nama Peneliti Hasil penelitian
1. Efek Model awal terhadap pemahaman konsep dan hasil belajar kimia siswa,
2) terdapat pengaruh
signifikan model
pembalajaran generatif vs
model pembelajaran
generatif terhadap pemahaman meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas II B terhadap model pembelajaran yang dilaksanakan adalah positip.
Hasil belajar keterampilan sains fisika siswa tinggi selama proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran generatif dapat dilihat pada aspek berada
Laksamana Martadinata Medan Tahun Ajaran 2011/2012.
Pada peneliti sebelumnya yaitu Nyoman Sudyana dan Anggar Tri Pamungkas mata pelajaran yang diteliti bukanlah fisika maka dari itu peneliti ingin menerapkan model ini pada mata pelejaran fisika untuk mengetahui pengaruhnya terhadap hasil belajar siswa, sedangkan Muhammad Rahmad yang menerapkan pembelajaran generatif pada mata pelajaran fisika hanya meneliti hasil belajar keterampilan sosial sains siswa saja. Dari uraian diatas tampak perbedaan antara peneltian-penelitian terdahulu dengan penelitian yang akan dilakukan.
Berdasarkan uraian diatas penulis memutuskan untuk melakukan penelitian dengan judul ”Penerapan Model Pembelajaran Generatif Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Fisika Siswa Pada Materi Pokok Elastisitas di Kelas XI SMA Laksamana Martadinata T.P 2011/2012”.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang sudah dipaparkan maka peneliti dapat mengidentifikasi beberapa masalah yang dapat diteliti yaitu :
a. Hasil belajar fisika siswa masih dibawah standar ketuntasan.
b. Model pembelajaran yang digunakan oleh guru monoton dan tidak sesuai dengan model pembelajaran terkini sehingga siswa kurang termotivasi dan tidak aktif dalam belajar.
1.3 Batasan Masalah
Permasalahan dalam penelitian ini dibatasi pada :
a. Model pembelajaran yang digunakan adalah model pembelajaran generatif. b. Materi pembelajaran dibatasi pada Materi Pokok Elastisitas
1.4 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah yang diteliti, masalah penelitian dirumuskan sebagai berikut :
a. Bagaimana hasil belajar siswa kelas XI IPA SMA Laksamana Martadinata yang diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran generatif dalam materi pokok elastisitas?
b. Bagaimana hasil belajar siswa kelas XI IPA SMA Laksamana Martadinata yang diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran konvensional dalam materi pokok elastisitas?
c. Bagaimana perbedaan hasil belajar siswa kelas XI IPA SMA Laksamana Martadinata antara pembelajaran yang menerapkan model generatif dengan model konvensional pada materi pokok elastisitas?
1.5 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk :
a. Mengetahui hasil belajar siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran generatif dengan model konvensional pada materi pokok elastisitas.
b. Mengetahui aktivitas siswa dalam kegiatan pembelajaran dengan diterapkan model pembelajaran generatif dengan model konvensional pada materi pokok elastisitas.
c. Mengetahui pengaruh model pembelajaran generatif dan konvensional terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran fisika khususnya materi pokok elastisitas.
1.6 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah :
a. Sebagai informasi model pembelajaran yang sedang berkembang pada saat ini.
b. Menjadikan model generatif sebagai alternatif pemilihan model pembelajaran yang cocok untuk mata pelajaran fisika.
c. Bagi peneliti, sebagai pengalaman dan ilmu baru dalam pembelajaran fisika. d. Bagi peneliti lain sebagai bahan referensi untuk melakukan penelitian lebih
lanjut tentang model pembelajaran generatif. 1.7 Asumsi Dasar (Anggapan Dasar)
a. Pemahaman siswa tentang materi pokok Elastisitas sebelum kegiatan pembelajaran homogen.
b. Pembelajaran akan lebih efektif jika pembelajaran merupakan suatu proses yang aktif.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kerangka Teoritis
2.1.1 Pengertian Belajar
Dalam kehidupan, manusia selalu belajar tentang hal-hal baru yang terjadi. Proses belajar tidak dibatasi sekat apapun dan dilakukan dengan banyak cara. Belajar merupakan proses mencari ilmu untuk mengubah diri secara baik dan benar, sesuai tindakan keilmuan yang dicapai. Banyak ahli yang menjelaskan mengenai hakikat belajar. Hal ini diperlukan agar tidak terjadi salah pengertian terhadap arti belajar, beberapa pengertian belajar adalah sebagai berikut :
Cronbach dalam bukunya Education Psychology menyatakan bahwa :
“learning is shown by change in behavior as a result of experience”. Cronbach
berpendapat belajar yang sebaik-baiknya adalah dengan mengalami dan dalam mengalaminya pelajar menggunakan panca inderanya. (Suryabaratha:2008)
Harold Spears menyatakan bahwa : learning is to observe, to read, to
imitated, to try something themselves, to listen, to follow direction. Belajar adalah
mengobservasi, membaca, meniru, melakukan percobaan sendiri, mendengarkan, dengan mengikuti petunjuk. (Suryabaratha:2008)
James O. Wittaker merumuskan belajar sebagai proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman. (Asmani : 2009:20). Geoch menyatakan “learning is chage is performance as a result of practice” (Belajar adalah perubahan penampilan sebagai hasil dari praktik). (Asmani:2009)
Thorndike menyatakan bahwa belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon, stimulus yaitu apa saja yang dapat merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran dan perasaan. Sedangkan respon yaitu reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar yang dapat berupa pikiran, perasaan, dan tindakan. (Budiningsih:2004)
Robert M. Gagne memberikan dua definisi belajar yaitu :
Belajar ialah suatu proses untuk memperoleh motivasi dalam pengetahuan,keterampilan, kebiasaan dan tingkah laku.
Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman
(learning is defined as the modification or strengthening of behavior through
experiencing). (Hamalik : 2009)
Kesimpulan dari definisi–definisi diatas adalah :
1. Belajar membawa perubahan (dalam arti behavior changes, aktual maupun potensial).
2. Perubahan yang terjadi pada pokoknya adalah didapatkannya pengalaman dan kemampuan baru.
3. Perubahan yang terjadi adalah karena usaha.
Secara umum belajar merupakan proses pemahaman yang dialami individu dalam suatu usaha mendapatkan pengalaman yang berlangsung secara kontinu dan menghasilkan penambahan pengetahuan atau kemahiran serta perubahan tingkah laku pada individu tersebut yang bertahan dalam jangka waktu lama.
2.1.2 Hasil Belajar
Dalam mengajar, seorang guru harus selalu sudah mengetahui tujuan-tujuan yang harus dicapai dalam mengajarkan suatu pokok bahasan. Hasil belajar merupakan perwujudan dari tujuan-tujuan interaksi belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru tindak belajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Dari sisi siswa hasil belajar merupakan puncak proses belajar yang merupakan bukti dari apa yang telah dilakukan. Menurut Dymiati dan Mujiono dampak pelajaran adalah hasil yang dapat diukur seperti tertuang dalam raport angka dalam ijazah atau kemampuan meloncat setelah latihan.
Bukti seseorang telah belajar adalah terjadinya perubahan tingkahlaku, tingkah laku terdiri dari sejumlah aspek. Hasil belajar akan tampak dari setiap perubahan aspek-aspek tersebut. Adapun aspek-aspek itu adalah: 1.Pengetahuan; 2.Pengertian; 3.Kebiasaan; 4.Keterampilan; 5.Apresiasi; 6.Emosional; 7.Hubungan sosial; 8.Jasmani; 9.Budi pekerti; 10.Sikap. Jika seseorang telah menjalani proses belajar maka terlihat perubahan dalam salah satu atau beberapa aspek tingkah laku tersebut. (Hamalik:2001).
mengemukakan lima macam kemampuan manusia yang merupakan hasil belajar dengan berbagai macam kondisi belajar (sistem lingkungan belajar) untuk pencapaiannya yang disebut “The Damains Of Learning”. Kelima macam kemampuan hasil belajar tersebut adalah :
1. Keterampilan intelektual (yang merupakan hasil belajar terpenting dari sistem lingkungan skolastik);
2. Strategi kognitif, mengatur “cara belajar” dan berpikir seseorang di dalam arti seluas-luasnya, termasuk kemampuan memecahkan masalah.
3. Informasi verbal, pengetahuan dalam arti informasi dan fakta. Kemampuan ini umumnya dikenal dan tidak jarang;
4. Keterampilan motorik yang diperoleh disekolah, antara lain keterampilan menulis, mengetik, menggunakan jangka dan sebagainya;
5. Sikap dan nilai, berhubungan dengan arah serta intensitas emosional yang dimiliki seseorang, sebagaimana dapat disimpulkan dari kecenderungannya bertingkah laku terhadap orang, barang atau kejadian.
(Daryanto:2010)
Kelima macam hasil belajar tersebut mensyaratkan kondisi-kondisi tertentu yang harus direncanakan oleh guru sehingga dalam pencapaian tujuan pembelajaran dapat ditentukan strategi pembelajaran yang tepat. Berdasarkan teori Taksonomi Bloom hasil belajar dalam rangka studi dicapai melalui tiga kategori ranah. Perinciannya adalah sebagai berikut:
1. Ranah Kognitif
Berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari 6 aspek yaitu: pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan penilaian.
2. Ranah Afektif
Berkenaan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif meliputi lima jenjang kemampuan yaitu menerima, menjawab atau reaksi, menilai, organisasi dan karakterisasi dengan suatu nilai atau kompleks nilai.
3. Ranah Psikomotor
Meliputi keterampilan motorik, manipulasi benda-benda, koordinasi
(Wilis:1991)
Tipe hasil belajar kognitif lebih dominan daripada afektif dan psikomotor karena lebih menonjol, namun hasil belajar psikomotor dan afektif juga harus menjadi bagian dari hasil penilaian dalam proses pembelajaran di sekolah.
Menurut pandangan konstruktivisme keberhasilan belajar bukan bergantung lingkungan atau kondisi belajar melainkan juga pada pengetahuan awal siswa. Pengetahuan itu tidak dapat dipindahkan secara utuh dari pikiran guru ke siswa, namun secara aktif dibangun oleh siswa sendiri melalui pengalaman nyata, sesuai dengan apa yang dilakukan oleh Piaget yaitu belajar merupakan proses adaptasi terhadap lingkungan yang melibatkan asimilasi, yaitu proses bergabungnya stimulus kedalam struktur kognitif. Bila stimulus baru tersebut masuk kedalam struktur kognitif diasimilasikan, maka akan terjadi proses adaptasi yang disebut kesinambungan dan struktur kognitif menjadi bertambah.
Dari beberapa pendapat diatas disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan hasil yang diperoleh siswa setelah menerima suatu pengetahuan yang berupa angka/nilai, perubahan sikap/tingkah laku dan keterampilan yang dipengaruhi banyak faktor sehingga untuk mencapai hasil pembelajaran yang maksimal harus digunakan model pembelajaran yang tepat.
2.1.3 Ruang lingkup pembelajaran
2.1.3.1 Fisika, Fisika Sekolah, dan Pembelajaran Fisika a. Definisi Fisika
Kata Fisika bersal dari bahasa Yunani “Physic” yang berarti “alam” atau “hal ikhwal alam” sedangkan fisika (dalam bahasa inggris “Physic”) ialah ilmu yang mempelajari aspek-aspek alam yang dipahami dengan dasar-dasar pengertian terhadap prinsip-prinsip dan hukum-hukum elementernya.
ketahui tentang dunia fisika dan tentang prinsip-prinsip yang mengatur prilakunya telah dipelajari melalui pengamatan-pengamatan terhadap gejala alam. Tanpa kecuali gejala-gejala itu selalu mengikuti atau memahami sekumpulan prinsip umum tertentu yang disebut hukum-hukum fisika.
Adapun pengertian fisika dari ensiklopedia bebas dunia internet “wikipedia.org” yang berbunyi fisika adalah ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan penemuan dan pemahaman mendasar hukum-hukum yang menggerakkan materi, energi, ruang dan waktu.
Bedasarkan beberapa definisi diatas disimpulkan bahwa fisika merupakan ilmu alam yang berupa prinsip–prinsip dari gejala alam dan merupakan penemuan dan pemahaman mendasar tentang hukum–hukum yang menggerakkan materi energi, ruang, dan waktu.
b. Fisika Sekolah
c. Pembelajaran fisika
Bagi kaum konstruktivis, belajar adalah suatu proses organik untuk menemukan sesuatu, bukan suatu proses mekanik untuk mengumpulkan fakta. Belajar itu suatu perkembangan pemikiran dengan membuat kerangka pengertian yang berbeda. Pelajar harus punya pengalaman dengan membuat hipotesis, mengetes hipotesis, memanipulasi objek, memecahkan persoalan, mencari jawaban, menggambarkan, meneliti, berdialog, mengadakan refleksi, mengungkapkan pertanyaan, mengekspresikan gagasan dan lain-lain untuk membentuk konstruksi baru. Pelajar harus membentuk pengetahuan mereka sendiri dan guru membantu sebagai mediator dalam proses pembentukan itu. Belajar yang berarti terjadi melalui refleksi, pemecahan konflik pengertian, dan dalam proses memperbaharui tingkat pemikiran yang tidak lengkap (Suparno:1997).
Suparno mengatakan bahwa kaum konstruktivis menyatakan bahwa belajar merupakan proses aktif pelajar mengkonstruksi arti baik teks, dialog, pengalaman fisis dan lain-lain. Belajar juga merupakan proses mengasimilasikan dan menghubungkan pengalaman atau bahan yang dipelajari dengan pengertian yang sudah dipunyai seseorang sehingga pengertiannya dikembangkan. Proses tersebut mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1. Belajar berarti membentuk makna. Makna diciptakan oleh siswa dari apa yang mereka lihat, dengar, rasakan dan alami. Konstruksi arti itu dipengaruhi oleh pengertian yang telah dimiliki sebelumnya.
2. Konstruksi arti adalah proses yang terus-menerus. Setiap kali berhadapan dengan fenomena atau persoalan yang baru, diadakan rekonstruksi baik secara kuat maupun lemah.
3. Belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan fakta, melainkan suatu pengembangan pemikiran dengan membuat pengertian yang baru. Belajar bukanlah hasil perkembangan, melainkan merupakan perkembangan itu sendiri, suatu perkembangan yang menuntut penemuan dan pengaturan kembali pemikiran seseorang.
keraguan yang merangsang pemikiran lebih lanjut. Situasi ketidakseimbangan (disequilibrium) adalah situasi yang baik untuk mengacu belajar.
5. Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman belajar dengan dunia fisik dan lingkungannya.
(Suparno:1997).
Dari uraian di atas didefinisikan bahwa ciri-ciri kegiatan belajar merupakan sesuatu yang menghasilkan perubahan-perubahan tingkah laku, keterampilan dan sikap pada diri individu yang belajar. Perubahan ini tidak harus segera tampak setelah proses pembelajaran, tetapi akan tampak pada kesempatan yang akan datang. Perubahan yang terjadi disebabkan oleh adanya suatu usaha yang disengaja.
Dalam belajar fisika fakta konsep dan prinsip-prinsip fakta tidak diterima secara prosedural tanpa pemahaman dan penalaran. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari seseorang guru ke siswa. Siswa sendiri yang harus mengartikan yang telah diajarkan dengan menyesuaikan terhadap pengalaman-pengalaman mereka. Pengetahuan atau pengertian dibentuk oleh siswa secara aktif, bukan hanya diterima secara pasif dari guru mereka.
Berdasarkan keterangan yang ada pembelajaran fisika adalah Untuk meningkatkan hasil dan proses pembelajaran fisika diperlukan metode pengajaran yang sesuai dengan karakter siswa dan materi fisika. Pendekatan dan metode ini juga harus dapat menampilkan hakekat fisika sebagai proses ilmiah, sikap ilmiah serta produk ilmiah.
2.1.4 Model Pembelajaran
Penggunaan model dalam kegiatan pembelajaran perlu karena mempermudah proses pembelajaran sehingga mencapai hasil yang optimal. Tanpa model yang jelas pembelajaran tidak akan terarah sehingga tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan sulit tercapai secara optimal.
Secara khusus model pembelajaran sangat berguna bagi guru dan siswa. Bagi guru, model dijadikan pedoman atau acuan bertindak yang sistematis dalam pelaksanaan pembelajaran, bagi siswa–siswa penggunaan model mempermudah dalam mempercepat memahami isi pembelajaran), karena setiap model pembelajaran dirancang untuk mempermudah proses belajar siswa.
Jadi secara keseluruhan model pembelajaran berfungsi untuk peningkatan hasil belajar siswa. Model berawal dari suatu strategi yang memberikan tahapan– tahapan bagi suatu model pembelajaran. Kozna secara umum menjelaskan bahwa strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai setiap kegiatan yang dipilih, yaitu yang dapat memberikan fasilitas atau bantuan kepada peserta didik menuju tercapainya tujuan pembelajaran tertentu.
Dick dan Carey menyebutkan bahwa terdapat 5 komponen strategi pembelajaran yaitu :
1. Kegiatan Pembelajaran Pendahuluan
Kegiatan ini memegang peranan yang paling penting karena merupakan bagian dari keseluruhan pembelajaran, pada bagian ini guru diharapkan dapat menarik minat peserta didik atas materi yang akan disampaikan. Kegiatan pendahuluan yang disampaikan dengan menarik akan meningkatkan motivasi belajar siswa. Secara spesifik, kegiatan pembelajaran pendahuluan dapat dilakukan melalui cara-cara berikut :
a. Jelaskan tujuan pembelajaran khusus yang diharapkan dapat dicapai oleh semua peserta didik diakhir kegiatan pembelajaran.
b. Lakukan apersepsi, berupa kegiatan yang merupakan jembatan antara kegiatan lama dengan pengetahuan baru yang akan dipelajari.
2. Penyampaian Informasi
informasi adalah sebagai berikut: a. Urutan penyampaian
Urutan penyampaian materi harus menggunakan pola yang tepat. Urutan penyampaian materi yang sistematis akan memudahkan peserta didik cepat memahami apa yang ingin disampaikan oleh gurunya.
b. Ruang lingkup materi yang disampaikan
Besar kecil ruang lingkup materi yang disampaikan sangat bergantung pada karakteristik peserta didik dan jenis materi yang dipelajari. Umumnya ruang lingkup materi sudah tergambar pada saat penentuan tujuan pembelajaran. Hal yang perlu diperhatikan oleh guru dalam memperkirakan besar kecilnya materi adalah penerapan teori Gestalt. Teori tersebut menyebutkan bahwa bagian-bagian kecil merupakan suatu kesatuan yang bermakna apabila dipelajari secara keseluruhan, dan keseluruhan tidaklah berarti tanpa bagian-bagian kecil tersebut. c. Materi yang akan disampaikan
Materi umumnya merupakan gabungan antara jenis materi yang berbentuk pengetahuan (fakta dan informasi yang terperinci), keterampilan (langkah-langkah, prosedur, keadaan dan syarat-syarat tertentu), dan sikap (berisi pendapat, ide, saran atau tanggapan)( Kemp:1997). Pengetahuan awal guru tentang jenis materi yang disampaikan sangat penting agar diperoleh strategi pembelajaran yang sesuai.
3. Partisipasi peserta didik
4. Tes
Serangkaian tes digunakan oleh guru untuk mengetahui (a) apakah tujuan pembelajaran khusus sudah tercapai atau belum; dan (b) apakah pengetahuan sikap dan keterampilan telah benar-benar dimiliki oleh peserta didik atau belum. Pelaksanaan tes biasanya dilakukan diakhir kegiatan pembelajaran setelah peserta didik melalui berbagai proses pembelajaran, penyampaian informasi, latihan atau praktik.
5. Kegiatan lanjutan
Kegiatan ini dilakukan setelah siswa melalui tes, bertujuan untuk menindaklanjuti tingkat kemampuan yang telah dimiliki siswa. Dalam kenyataannya, setiap kali setelah tes dilakukan selalu saja terdapat peserta didik yang berhasil dengan bagus atau diatas rata-rata, (a) hanya menguasai sebagian atau cenderung di rata-rata tingkat penguasaan yang diharapkan dapat dicapai, (b) peserta didik seharusnya menerima tindak lanjut yang berdeda sebagai konsekuensi dari hasil belajar yang bervariasi.
Tiap komponen strategi pembelajaran memiliki pengaruh terhadap komponen selanjutnya, oleh karena itu pelaksanaan secara sistematis dan keseluruhan memberikan dampak positif terhadap strategi pembelajaran yang diterapkan.
2.1.5 Model Pembelajaran Generatif (Generative Learning)
pembelajaran menurut teori konstruktivitik adalah suatu proses pembelajaran yang mengkondisikan siswa untuk melakukan proses aktif membangunkonsep baru, pengertian baru dan pengetahuan baru berdasarkan data. Proses pembelajaran harus dikelola sedemikian rupa sehingga mampu mendorong siswa mengorganisasi pengalamannya sendiri menjadi pengetahuan yang bermakna (Komarudin:2009).
Von Garlserfeld mengemukakan bahwa ada beberapa kemampuan yang diperlukan dalam proses mengkonstruksi pengetahuan yaitu:
1. Kemampuan mengingat dan mengungkapkan kembali pengalaman.
2. Kemampuan menbandingkan dan mengambil keputusan akan kesamaan dan perbedaan.
3. Kemampuan untuk lebih menyukai suatu pengalaman yang satu dari pada lainnya.
(Budiningsih:2004).
Selaras dengan teori belajar konstruktivistik, model belajar generatif adalah model pembelajaran yang menekankan pada pengintegrasian secara aktif pengetahuan baru dengan menggunakan pengetahuan yang sudah dimiliki siswa sebelumnya. Pengetahuan baru itu akan diuji dengan cara menggunakannya dalam menjawab persoalan atau gejala yang terkait. Jika pengetahuan baru itu berhasil menjawab permasalahan yang dihadapi, maka pengetahuan baru itu akan disimpan dalam memori jangka panjang.(Katu:1995)
2.1.5.1 Landasan Teoritik dan Empirik Pembelajaran Generatif
Wittrock adalah pencetus teori pembelajaran generatif, dalam teorinya Wittrock menekankan salah satu asumsi yang sangat signifikan dan dasar : “Pelajar bukan penerima pasif informasi, melainkan dia adalah peserta aktif dalam proses belajar, bekerja untuk membangun pemahaman yang bermakna menjadi informasi yang ditemukan di lingkungan”. Selanjutnya Wittrock juga menyatakan, "Meskipun seorang siswa tidak dapat memahami kalimat-kalimat yang diucapkan kepadanya oleh gurunya, sangat mungkin bahwa seorang siswa dapat memahami kalimat tersebut dengan bahasanya sendiri".(Grabowski:2002).
pembelajaran generatif sebagai model pelajaran yang fungsional dalam menyampaikan instruksi untuk membangun pemikiran berdasarkan pengetahuan melalui proses otak dan pengamatan kognitif terhadap suatu pengertian, motivasi, perhatian, pengetahuan dan perpindahan.
Pembelajaran generatif memiliki landasan teoritik yang berdasar pada teori–teori belajar konstruktivis mengenai belajar dan pembelajaran. Butir–butir penting dari pandangan belajar menurut teori konstruktivis diantaranya adalah : a. Menekankan bahwa perubahan kognitif hanya bisa terjadi jika
konsepsi-konsepsi yang telah dipahami sebelumnya diolah melalui suatu proses ketidakseimbangan dalam upaya memahami informasi-informasi baru.
b. Seseorang belajar jika dia bekerja dalam zona perkembangan terdekat, yaitu daerah perkembangan sedikit di atas tingkat perkembangannya saat ini. Seseorang belajar konsep paling baik apabila konsep itu berada dalam zona tersebut. Seseorang bekerja pada zona perkembangan terdekatnya jika mereka terlibat dalam tugas yang tidak dapat mereka selesaikan sendiri, tetapi dapat menyelesaikannya jika dibantu sedikit dari teman sebaya atau orang dewasa. c. Penekanan pada prinsip Scaffolding, yaitu pemberian dukungan tahap demi
tahap untuk belajar dan pemecahan masalah. Dukungan itu sifatnya lebih terstruktur pada tahap awal, dan kemudian secara bertahap mengalihkan tanggung jawab belajar tersebut kepada siswa untuk bekerja atas arahan dari mereka sendiri. Jadi, siswa sebaiknya langsung saja diberikan tugas kompleks, sulit, dan realistik kemudian dibantu menyelesaikan tugas kompleks tersebut dengan menerapkan scaffolding.
d. Lebih menekankan pada pengajaran top-down daripada bottom-up. Top-down
berarti siswa langsung mulai dari masalah-masalah kompleks, utuh, dan autentik untuk dipecahkan. Dalam proses pemecahan masalah tersebut siswa mempelajari keterampilan-keterampilan dasar yang diperlukan untuk memecahkan masalah kompleks tadi dengan bantuan guru atau teman sebaya yang lebih mampu.
operasi mental atau kerja otak atas informasi tersebut untuk membuat informasi itu masuk ke dalam pemahaman mereka.
f. Menganut visi siswa ideal, yaitu seorang siswa yang dapat memiliki kemampuan pengaturan diri sendiri dalam belajar.
g. Menganggap bahwa jika seseorang memiliki strategi belajar yang efektif dan motivasi, serta tekun menerapkan strategi itu sampai suatu tugas terselesaikan demi kepuasan mereka sendiri, maka kemungkinan sekali mereka adalah pelajar yang efektif dan memiliki motivasi abadi dalam belajar.
2.1.5.2 Langkah Pembelajaran Model Generatif a. Eksplorasi
Tahap pertama yaitu tahap eksplorasi atau pendahuluan. Pada tahap eksplorasi guru membimbing siswa untuk melakukan eksplorasi pengetahuan, ide, dan konsepsi awal yang diperoleh dari pengalaman sehari-harinya atau pembelajaran pada tingkat kelas sebelumnya. Untuk mendorong siswa agar mampu melakukan eksplorasi, guru dapat memberikan stimulus berupa beberapa aktivitas atau tugas seperti member pertanyaan, demonstrasi dan penelusuran terhadap suatu permasalahan yang dapat menunjukkan data atau fakta yang terkait dengan konsepsi yang akan dipelajari.
Dalam gejala, data, dan fakta yang didemonstrasikan sebaiknya dapat merangsang siswa untuk berpikir kritis, mengkaji fakta, data, gejala, serta memusatkan pikiran terhadap permasalahan yang akan dipecahkan. Sehingga menumbuhkan rasa ingin tahu pada siswa. Melalui aktifitas demonstrasi atau penulusuran, siswa didorong untuk mengamati gejala atau fakta. Pada akhirnya diharapkan muncul pertanyaan pada diri siswa. Pada langkah berikutnya guru mengajak dan mendorong siswa untuk berdiskusi tentang fakta atau gejala yang baru diselidiki atau diamati. Guru harus mengarahkan proses diskusi guna mengidentifikasi konsepsi siswa yang selanjutnya dapat dikembangkan menjadi rumusan, dugaan, atau hipotesis.
yang salah. Apabila konsepsi siswa salah maka dikatakan terjadi salah konsep
(misconception). Namun, guru sebaiknya tidak memberikan makna, menyalahkan
atau membenarkan terhadap konsepsi siswa. b. Pemfokusan
Tahap kedua yaitu tahap pemfokusan atau pengenalan konsep atau intervensi. Pada tahap pemfokusan siswa melakukan pengujian hipotesis melalui kegiatan laboratorium atau dalam model pembelajaran lain. Pada tahap ini guru bertugas sebagai fasilitator yang menyangkut kebutuhan sumber, memberi bimbingan dan arahan, dengan demikian para siswa dapat melakukan proses sains. Tugas–tugas pembelajaran hendaknya memberi peluang dan merangsang siswa untuk menguji hipotesis dengan cara sendiri. Tugas–tugas pembelajaran yang disusun guru hendaknya tidak seratus persen merupakan petunjuk atau langkah-langkah kerja, tetapi tugas-tugas haruslah memberikan kemungkinan siswa untuk beraktivitas sesuai caranya sendiri atau cara yang diinginkannya. Penyelesaian tugas-tugas dilakukan secara berkelompok sehingga dapat berlatih untuk meningkatkan sikap seperti seorang ilmuan. Misalnya, pada aspek kerja sama dengan sesama teman sejawat, membantu dalam kerja kelompok, menghargai pendapat teman, tukar pengalaman (sharing idea), dan keberanian bertanya. c. Tantangan
Tahap ketiga yaitu tantangan. Setelah siswa memperoleh data selanjutnya menyimpulkan dan menulis dalam lembar kerja. Para siswa diminta mempresentasikan temuan melalui diskusi kelas. Melalui diskusi kelas akan terjadi prsoses tukar pengalaman diantara siswa.
Dalam tahap ini siswa berlatih untuk berani mengeluarkan ide, kritik, berdebat, menghargai pendapat teman, dan mengahargai adaya perbedaaan diantara pendapat teman. Pada saat diskusi, guru berperan sebagai moderator dan
fasilitator agar jalannya diskusi dapat terarah. Diharapkan pada akhir diskusi siswa memperoleh kesimpulan dan pemantapan konsep yang benar. Pada tahap ini terjadi proses kognitif, yaitu terjadinya proses mental yang disebut asimilasi dan akomodasi. Terjadi asimilasi apabila konsepsi siswa sesuai dengan konsep benar menurut data eksperimen, terjadi proses akomodasi konsepsi siswa cocok dengan data empiris.
latihan soal. Latihan soal dimaksudkan agar siswa memahami secara mantap konsep tersebut. Pemberian soal latihan dimulai dari yang paling mudah kemudian menuju yang sukar. (Sutarman dan Swasono:2003)
Dengan soal-soal yang tingkat kesukarannya rendah, sebagian besar siswa akan mampu menyelesaikan dengan benar, hal ini akhirnya dapat menumbuhkan motivasi belajar siswa. Sebaliknya, jika langsung diberikan soal yang tingkat kesukarannya tinggi maka sebagian besar siswa akan mampu menyelesaikannya dengan benar maka akan dapat menurunkan motivasi belajar siswa.
d. Penerapan
Tahap keempat adalah tahap penerapan. Pada tahap ini, siswa diajak untuk dapat memecahkan masalah dengan menggunakan konsep barunya atau konsep benar dalam situasi baru berkaitan dengan hal-hal praktis dalam kehidupan sehari-hari. Pemberian tugas rumah atau tugas proyek yang dikerjakan siswa diluar jam pertemuan merupakan bentuk penerapan yang baik untuk dilakukan (Sutarman dan Swasono : 2003).
Secara operasional kegiatan guru dan siswa selama proses pembelajaran generatif dapat dijabarkan sebagai berikut :
Tabel 2.1 Penerapan model pembelajaran generatif di kelas No
.
Langkah Pembelajaran
Kegiatan Guru Kegiatan Siswa 1. Pendahuluan Memberikan aktivitas
melalui demonstrasi /
menguraikan ide
siswa. juga forum kelasmelalui diskusi.
3. Tantangan Mengarahkan dan memfasilitasi agar
Adapun kekurangan dan kelebihan dari model generatif ini antara lain :
No. Kelebihan Kekurangan
1. Pembelajaran Generatif memberikan peluang kepada siswa untuk belajar secara kooperatif.
Dikawatirkan akan terjadi salah konsep. setelah siswa melakukan presentasi, sehingga siswa bisa memahami materi
2. Meningkatkan aktivitas belajar siswa, diantaranya dengan bertukar pikiran dengan siswa yang lainnya, menjawab pertanyaan dari guru, serta berani tampil untuk mempresentasikan hipotesisnya. 3. Pembelajaran Generatif cocok untuk
meningkatkan keterampilan proses. 4. Merangsang rasa ingin tahu siswa.
5. Konsep yang dipelajari siswa akan masuk
ke memori jangka panjang. Membutuhkan waktu yangrelatif lama 2.1.6 Pembelajaran Konvensional
Dalam proses belajar mengajar peran guru sangat penting karena keberhasilan siswa menyerap pelajaran yang diberikan sangat tergantung terahadap bagaimana cara guru menyampaikan pelajaran. Sejak lama telah banyak model yang dikembangkan berdasarkan teori para ahli, namun dari sekian banyak model, maka model pembelajaran yang masih berlaku dan paling banyak digunakan adalah model pembelajaran konvensional. Pembelajaran konvensional yang dimaksud secara umum adalah pembelajaran dengan menggunakan metode yang biasa dilakukan oleh guru yaitu memberi materi melalui ceramah, latihan soal kemudian pemberian tugas. Dalam kenyataannya secara keseluruhan model pembelajaran konvensional sudah kurang layak digunakan dalam pembelajaran saat ini, namun disetiap pembelajaran model ini harus digunakan paling tidak pada awal pembelajaran sebelum guru masuk kepada model pembelajaran yang akan digunakan.
dijalankan dalam sejarah Pendidikan ialah cara mengajar dengan ceramah. Sejak duhulu guru dalam usaha menularkan pengetahuannya pada siswa, ialah secara lisan atau ceramah. Pembelajaran konvensional yang dimaksud adalah pembelajaran yang biasa dilakukan oleh para guru. Bahwa, pembelajaran konvensional (tradisional) pada umumnya memiliki kekhasan tertentu, misalnya lebih mengutamakan hapalan daripada pengertian, menekankan kepada keterampilan berhitung, mengutamakan hasil daripada proses, dan pengajaran berpusat pada guru.
Burrowes (2003) menyampaikan bahwa pembelajaran konvensional menekankan pada resitasi konten, tanpa memberikan waktu yang cukup kepada siswa untuk merefleksi materi-materi yang dipresentasikan, menghubungkannya dengan pengetahuan sebelumnya, atau mengaplikasikannya kepada situasi kehidupan nyata. Lebih lanjut dinyatakan bahwa pembelajaran konvensional memiliki ciri-ciri, yaitu:
1. Pembelajaran berpusat pada guru, 2. Terjadi passive learning,
3. Interaksi di antara siswa kurang,
4. Tidak ada kelompok-kelompok kooperatif, dan 5. Penilaian bersifat sporadis.
Menurut Brooks & Brooks penyelenggaraan pembelajaran konvensional lebih menekankan kepada tujuan pembelajaran berupa penambahan pengetahuan, sehingga belajar dilihat sebagai proses “meniru” dan siswa dituntut untuk dapat mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari melalui kuis atau tes terstandar.
(http://edukasi.kompasiana.com//pendekatan-pembelajaran-konvensional/)
banyak didominasi gurunya sebagai “pen-transfer” ilmu, sementara siswa lebih pasif sebagai “penerima” ilmu.
Institute of Computer Technology (2006:10) menyebut pembelajaran
konvensional dengan istilah “Pengajaran tradisional”. Dijelaskannya bahwa pengajaran tradisional yang berpusat pada guru adalah perilaku pengajaran yang paling umum yang diterapkan di sekolah-sekolah di seluruh dunia. Pengajaran model ini dipandang efektif, terutama untuk:
a. Berbagi informasi yang tidak mudah ditemukan di tempat lain. b. Menyampaikan informasi dengan cepat.
c. Membangkitkan minat akan informasi.
d. Mengajari siswa yang cara belajar terbaiknya dengan mendengarkan.
Namun demikian pendekatan pembelajaran tersebut mempunyai beberapa kelemahan sebagai berikut:
a. Tidak semua siswa memiliki cara belajar terbaik dengan mendengarkan. b. Sering terjadi kesulitan untuk menjaga agar siswa tetap tertarik dengan apa
yang dipelajari.
c. Pendekatan tersebut cenderung tidak memerlukan pemikiran yang kritis. d. Pendekatan tersebut mengasumsikan bahwa cara belajar siswa itu sama dan
tidak bersifat pribadi.
(http://sunartombs.wordpress.com/2009/03/02)
2.1.7 Materi Pokok 2.1.7.1 Elastisitas
2.1.7.2 Elastisitas Zat Padat
Pada dasarnya semua benda yang ada di alam semesta mengalami perubahan bentuk apabila diberikan gaya. Benda tersebut akan mengalami perubahan dalam ukuran atau bentuk atau keduanya. Baja yang paling keras sekalipun akan berubah bentuk jika dipengaruhi oleh gaya yang cukup besar. Mungkin saja setelah gaya dihilangkan, bentuk benda akan kembali kebentuk semula, namun ada yang bersifat permanen artinya tetap pada bentuk yang baru. Untuk mengetahui lebih lanjut berikut akan dibahas tentang elastisitas pada zat padat dan hal-hal yang terkait didalamnya.
Dibandingkan dengan zat cair, zat padat memiliki struktur lebih keras dan lebih berat disebabkan karena molekul-molekul zat padat tersusun rapat sehingga ikatan diantara mereka relatif kuat. Inilah yang menyebabkan zat padat sukar untuk dipecahkan. Setiap gaya yang diberikan akan diberikan gaya reaksi oleh gaya tarik menarik antar molekul zat padat tersebut. Perubahan tergantung pada pengaturan dan ikatan atom dalam materi.
Ketika mendengar kata elastis, pada umumnya akan langsung terlintas benda-benda misalnya karet yang mengendur apabila ditarik, busur panah yang melengkung jika diberi tarikan dan kembali kebentuk semula apabila tarikan tersebut dilepaskan, atau sebuah pegas yang jika ujungnya digantungi sebuah beban akan bertambah panjang dan kembali kebentuk semula apabila beban dilepaskan. Karet, busur panah, dan pegas adalah contoh benda-benda elastis.
Gambar 2.1. Benda-benda yang bersifat elastis
Tidak semua benda/bahan dapat kembali ke bentuk awalnya ketika kekuatan deformasi diterapkan dan kemudian dihapus. Bahan yang tidak melanjutkan bentuk aslinya setelah gaya dihapus dikatakan inelastis atau bersifat plasti. Plastisin, tanah liat, dan dempul adalah bahan inelastis/plastis.
Gambar 2.2. Benda-benda yang bersifat plastis
Untuk lebih jelasnya, lakukanlah percobaan sebagai berikut. Susunlah pegas pada mistar seperti gambar.3 diatas. Aturlah mistar sehingga posisi jarum penunjuk pada pegas tetap mengarah ke angka nol pada mistar. Gantungkan beban F pada ujung pegas x. Lakukan kegiatan ini berulang-ulang dengan menambah berat beban F dan amati pertambahan panjang pegas x. Berdasarkan percobaan yang dilakukan akan didapatkan grafik hubungan antara gaya dan pertambahan panjang pegas sebagai berikut :
Gaya F
C Keterangan :
B A : Batas linearitas
Daerah plastis B : Batas elastisitas A Daerah C : Titik patah
elastis
0 Pertambahan Panjang x
Gambar 2.4. Grafik antara gaya dan pertambahan panjang pegas.
Berdasarkan grafik diatas dapat kita analisis pada bagian-bagian tertentu. Garis lurus OA menunjukkan bahwa gaya F sebanding dengan pertambahan panjang x. Setelah gaya F diperbesar lagi, sehingga melampaui titik A ternyata garis tidak lurus lagi. Hal ini menyatakan bahwa batas linearitas pegas sudah terlampaui, namun pegas masih bisa kembali kebentuk semula. Bila gaya F
diperbesar lagi hingga melewati titik B, ternyata setelah gaya F dihilangkan pegas tidak bisa kembali kebentuk semula. Jadi dalam hal ini batas elastisitas telah terlampaui. Pegas tidak lagi bersifat elastis namun bersifat plastis. Jika gaya F
diperbesar terus, pada suatu saat yaitu dititik C, pegas akan patah. Oleh karena itu grafik antara O sampai B, yaitu daerah dimana pegas masih bersifat elastis disebut daerah elastis. Sedangkan grafik antara B dan C, yaitu daerah dimana pegas bersifat plastis disebut daerah plastis. Titik pada daerah plastis yang membatasi antara daerah linear dan daerah non linear disebut batas linearitas, sedangkan titik yang membatasi antara daerah elastis dan daerah plastis disebut batas elastisitas. Titik dimana pegas tidak mampu lagi menahan gaya disebut titik patah.
2.1.7.3 Tegangan dan Regangan
Pada dasaranya perubahan bentuk pada zat padat dibedakan menjadi tiga jenis berdasarkan arah dan pertambahan panjangnya, yaitu : rentangan, mampatan dan geseran. Ketiga jenis perubahan itu ditunjukkan pada gambar dibawah ini :
Gambar 2.5. Regangan
Gambar 2.6. Mampatan
Gambar 2.7. Geseran
A
disebut tegangan rentang atau tegangan tarik. Tegangan yang terjadi pada mampatan disebut tegangan mampat, sedangkan tegangan yangterjadi pada geseran disebut tegangan geser. Pada tabel dibawah ini akan disajikan besar ketiga jenis tegangan pada berbagai jenis bahan.
Tabel 2.2 Besar macam-macam tegangan untuk berbagai jenis bahan
Bahan Tegangan
rentang(N/m2) Teganganmampat (N/m2) Tegangan geser(N/m2)
Besi 170 x 106 550 x 106 170 x 106
Baja 500 x 106 500 x 106 250 x 106
Kuningan 250 x 106 250 x 106 200 x 106
Aluminium 200 x 106 200 x 106 200 x106
Beton 2 x 106 20 x 106 2 x106
Batu-bata - 35 x 106
-Marmer - 80 x 106
-Granit 40 x 106 170 x 106
-Kayu (pinus) 500 x 106 35 x 106 5 x 106
Nilon 170 x 106 -
-Besaran lain yang berhubungan dengan perubahan bentuk zat padat adalah regangan. Regangan menggambarkan hasil perubahan bentuk benda. Ketika tegangan dan regangan cukup kecil, maka kedua besaran tersebut akan sebanding dan konstanta perbandingannya disebut sebagai modulus elastisitas, yang dapat dirumuskan sebagai berikut :
Modulus Elastisitas = Tegangan / Regangan …………...(1)
Tegangan
Regangan Perilaku elastis yang paling
sederhana untuk dipahami adalah rentangan yang terjadi pada batang, tali, atau kawat ketika ujungnya
ditarik. Gambar diatas menunjukkan sebuah batang yang luas penampangnya A
ditarik dengan gaya F pada kedua ujungnya. Kita mengatakan bahwa batang berada dalam tegangan. Tegangan kita definisikan sebagai perbandingan besar gaya F dan luas penampang A,
Tegangan = Luas penampangGaya , atau σ=FA …………... (2) Dalam SI, tegangan memiliki satuan Nm-2 atau Pa (pascal). Gambar disamping menunjukkan batang yang memiliki panjang mula-mula Lo dan mengalami rentangan menjadi Lo+∆ L , ketika gaya F yang besarnya sama dan arahnya berlawanan diterapkan pada ujung-ujungnya. Pertambahan panjang yang terjadi tidak hanya pada ujungnya, tetapi pada setiap bagian batang merentang dengan perbandingan sama. Regangan didefinisikan sebagai perbandingan antara pertambahan panjang
∆ L dengan panjang mula-mula Lo , Regangan = Pertambahan panjang
Panjang mula−mula , atau e=
∆ L
Lo ………
(3)
Karena regangan tanpa satuan, maka modulus young mempunyai satuan yang sama dengan satuan tegangan yaitu Nm-2 atau Pa (pascal). Nilai Modulus Young untuk beberapa bahan terdaftar dalam table berikut :
Table 2.3 Nilai Modulus Young
Bahan Modulus Young< Y,E Modulus Bulk , B 1012 dyne
Semakin besar nilai Y berarti semakin sulit suatu benda untuk merentang dalam pengaruh gaya yang sama sebagai contoh nilai Y baja jauh lebih besar dari nilai Y alumunium sehingga baja lebih sulit merentang daripada alumunium bila pada masing-masing benda diterapkan gaya yang besarnya masing-masing sama.
Dengan mensubtitusikan tegangan σ=F
A dan regangan e= ∆ L
Lo kedalam
persamaan E=σ
ε , dapat diperoleh, hubungan antara gaya tarik F dan modulus
2.1.7.4 Hukum Hooke
Hooke menyatakan hubungan antara gaya F yang meregangkan ppegas dan pertambahan panjang pegas x pada daerah elastis pegas. Pada daerah elastis linear, F sebanding dengan x. Hal ini dinyatakan dalam bentuk persamaan :
F=k . x
………(7) Keterangan :
F = gaya yang dikerjakan pada pegas (N)
x = pertambahan panjang pegas (m)
k = konstanta pegas (N/m).
Pada waktu pegas ditarik dengan gaya F, pegas mengadakan gaya yang besarnya sama dengan gaya yang menarik, tetapi arahnya berlawanan (Faksi =
-Freaksi). Jika gaya ini kita sebut dengan gaya pegas Fp , yang besarnya sebanding dengan pertambahan panjang pegas x, sehingga untuk Fp dapat dirumuskan sebagai :
Fp=−k . x ………(8)
Kedua persamaan diatas secara umum dapat dinyatakan dalam kalimat yang disebut Hukum Hooke.
“Pada daerah elastisitas benda gaya yang bekerja pada benda
sebanding dengan pertambahan panjang benda.”
2.1.7.5 Tetapan Gaya Benda Elastis
Kita telah mengetahui hubungan antara gaya tarik F dan modulus elastis
E yang dinyatakan dengan persamaan :
F
A=E
∆ L
Lo ……… (9)
Dengan mengolah persamaan diatas sehingga hanya gaya tarik F yang berada diruas kiri, kita identikkan persamaan tersebut dengan Hukum Hooke dari persamaan :
………(10)
(Ingat x = ), maka
………..(11)
Maka akan diperoleh rumus umum tetapan gaya benda elastis
………(12)
2.1.7.6 Konstanta Gaya Pegas Gabungan
Pembahasan mengenai konstanta gaya pegas gabungan dibagi atas berapa susunan pegas yaitu susunan seri dan paralel serta kombinasi keduanya. Perhatikan susunan seri dari dua buah pegas yang memiliki konstanta gaya k1 dan
k2 seperti tampak pada gambar dibawah ini.
Menurut Hukum Hooke pertambahan panjang pegas pertama akibat gaya
F adalah , sedangkan pertambahan panjang pegas kedua akibat
gaya F adalah . Pertambahan panjang total y sama dengan jumlah masing-masing pertambahan panjang pegas, sehingga diperoleh :
………(13)
Secara umum, n buah pegas yang disusun seri memiliki konstanta gaya pegas pengganti ks yang memenuhi hubungan :
……..(14)
Perhatikan susunan paralel dari dua buah pegas yang memiliki konstanta gaya k1 dan k2 seperti pada gambar dibawah ini. Pegas pertama akan merasakan gaya sebesar F1 dan pegas kedua merasakan gaya sebesar F2, dimana F1 + F2 = F .
, Pertambahan panjang pegas kedua adalah
, sehingga , Mengingat, F1 + F2 = F maka, . Ketika pegas disusun paralel, maka pertambahan panjang masing-masing pegas sama yaitu . Oleh karena itu persamaan diatas dapat dituliskan menjadi :
………….(15)
Secara umum, untuk n pegas yang disusun paralel, konstanta gaya pegas pengganti adalah :
2.1.7.7 Energi Potensial Elastis Pegas
Sebuah benda diletakkan pada ujung bebas sebuah pegas. Jika pegas ditarik kemudian kita lepaskan, benda yang semula diam akan bergerak. Ini berarti bahwa benda memiliki energi kinetik. Dari manakah energi kinetik ini berasal? Karena benda dihubungkan keujung pegas, tentu saja energi kinetik benda berasal dari energi yang tersimpan dalam pegas. Energi yang tersimpan dalam benda karena benda mengalami perubahan kedudukan disebut energi potensial. Karena pegas adalah benda elastis. Maka energi yang tersimpan dalam pegas ini disebut energi potensial elastis pegas atau energi potensial pegas.
Telah anda ketahui bahwa grafik gaya tarik terhadap pertambahan panjang pegas (grafik F–Δx) untuk gaya tarik F yang tidak melampaui batas elastisitas pegas adalah berbentuk garis lurus melalui titik asal 0. Seperti ditunjukkan pada gambar dibawah ini
F
Luas = energi potensial pegas untuk pertambahan panjang
O x
Gambar 2.12. Grafik F- dari sebuah pegas. Energi potensial pegas sama dengan segitiga yang diarsir
Untuk menarik pegas hingga pegas memiliki energi potensial tertentu diperlukan usaha. Usaha dapat dihitung dari luas daerah di bawah grafik gaya terhadap perpindahan benda. Dengan demikian energi potensial EP sama dengan luas segitiga yang diarsir pada gambar
EP = luas grafik dibawah F- Δx = luas segitiga
Karena alas segitiga adalah Δx dan tingginya adalah F maka rumus energi potensial pegas EP adalah :
Mengingat bahwa untuk batas elastis pegas yang tak dilampaui berlaku
2.2 Kerangka Konseptual
Pada saat ini guru–guru khususnya pada mata pelajaran fisika masih menggunakan model pembelajaran konvensional yang menitikberatkan pembelajaran pada metode ceramah. Jika ditinjau dari hasil belajar siswa pada mata pelajaran fisika yang masih rendah maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran konvensional tidak efektif.
Peneliti menawarkan model pembelajaran generatif dimana siswa diharapkan memiliki pegetahuan, kemampuan serta keterampilan untuk mengkonstruksi/membangun pengetahuan secara mandiri. Dengan pengetahuan awal yang telah dimiliki sebelumnya dan menghubungkannya dengan konsep yang dipelajari, akhirnya siswa mampu mengkonstruksi pengetahuan baru dan di harapkan hasil belajar siswa lebih baik dari penerapan model konvensional.
Perbedaan aktivitas siswa pada model pembelajaran konvensional dan model pembelajaran generatif dapat dilihat dari 2 bagan berikut :
Gambar 2.13. Bagan Perbedaan Model Pembelajaran Generatif dan Konvensional KarakteristikPembelajaran konvensional :
1. Pembelajaran berjalan membosankan, siswa hanya aktif membuat catatan
2. Pengetahuan yang diperoleh melalui ceramah cepat terlupakan
3. Ceramah menyebabkan pembelajaran siswa hanya sekedar menghafal apa yang didapat tanpa menimbulkan pengertian tersendiri dari siswa.
Pembelajaran Generatif
Karakteristik pembelajaran Generatif :
2.3 Hipotesis Penelitian
Hipotesis Penelitian ini adalah :
H0 : Tidak ada peningkatan hasil belajar siswa dengan menggunakan model pembelajaran generatif pada materi pokok elastisitas di kelas XI SMA Laksamana Martadinata T.P 2011/2012.
BAB III
METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di kelas XI SMA Laksamana Matadinata Medan Tahun Ajaran 2011/2012 .Waktu penelitian pada tanggal 3–14 Pebruari 2012. 3.2 Populasi dan Sampel
3.2.1 Populasi Penelitian
Populasi penelitian adalah seluruh siswa kelas XI IPA SMA Laksamana Martadinata Tahun Ajaran 2011/2012 sebanyak 2 kelas setara.
3.2.2 Sampel Penelitian
Sampel dalam penelitian ini 43 siswa masing-masing dari 2 kelas yang ditentukan dengan teknik stratified sample. Satu kelas yaitu kelas XI IPA 1 sebagai kelas eksperimen menggunakan model pembelajaran generatif dan satu kelas kontrol yaitu kelas XI IPA 2 menggunakan model pembelajaran konvensional.
3.3 Variabel Penelitian
Dalam penelitian digunakan dua jenis variabel penelitian, yaitu variabel bebas dan variabel terikat.
a. Sebagai variabel bebas adalah pembelajaran generatif
b. Sebagai variabel terikat adalah hasil belajar siswa pada materi Elastisitas. 3.4 Jenis dan Desain Penelitian
3.4.1 Jenis Penelitian
Penelitian merupakan penelitian quasi eksperimen, yaitu penelitian dimaksudkan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan akibat pengaruh dari sesuatu yang dikenakan pada siswa sebagai subjek penelitian. Pengaruh yang dimaksudkan adalah peningkatan hasil belajar siswa dengan model pembelajaran yang telah ditentukan dapat dilihat dari hasil jawaban siswa pada tes hasil belajar. 3.4.2 Desain Penelitian
Tabel 3.1 Rancangan Penelitian
Kelas Pretes Perlakuan Postes
Eksperimen X 1 S X 2
Kontrol X 1 O X 2
Keterangan :
X 1 = Pemberian pretes. X 2 = Pemberian postes.
S = Perlakuan dengan model pembelajaran generatif O = Perlakuan dengan model pembelajaran konvensional.
3.5. Prosedur penelitian
Tahapan – tahap pelaksanaan penelitian adalah: 1. Tahap persiapan
Kegiatan yang dilakukan meliputi :
a. Membuat surat persetujuan dosen pembimbing.
b. Menentukan masalah, judul, lokasi, dan waktu penelitian.
c. Menentukan populasi dan sampel.
d. Melakukan studi pendahuluan ke sekolah
e. Menyusun dan mengembangkan perangkat
pembelajaran serta instrumen penelitian. 2. Tahap pelaksanaan
Kegiatan yang dilakukan meliputi :
a. Memvalidkan tes / instrumen penelitian.
b. Menentukan kelas sampel dan kelas kontrol dari populasi yang ada.
c. Memberikan test awal pada kedua kelas untuk melihat kemampuan awal siswa.
d. Melakukan uji normalitas dan homogenitas data tes awal.
e. Membagi kelompok belajar siswa untuk siswa di kelas eksperimen.
Pembelajaran generatif Pembelajaran konvensional (Metode ceramah)
)
Kelas eksperimen Kelas kontrol
Tes Akhir
Analisa Data
Kesimpulan Tabulasi data
Selesai
Kelas eksperimen Kelas kontrol
Sampel Populasi
Tes awal
Normalitas dan Homogenitas data Mulai
g. Memberikan tes akhir pada siswa setelah pembelajaran. 3. Analisis data dan kesimpulan
Gambar 3.1 Skema Rancangan Penelitian 3.6 Teknik Pengumpulan Data
3.6.1 Pretes
Sebelum melakukan kegiatan pembelajaran, dilaksanakan tes awal untuk mengetahui tingkat kemampuan siswa dalam materi elastisitas pada kelas kontrol dan kelas eksperimen .
3.6.2 Postes
Setelah materi elastisitas diajarkan kepada siswa maka dilaksanakan postes untuk mengetahui hasil belajar siswa pada kelas kontrol dan eksperimen . 3.7 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah tes hasil belajar siswa berjumlah lima belas soal dalam bentuk pilihan berganda dengan lima pilihan (option). Sebelum dilakukan penelitian, tes yang telah disusun terlebih dahulu diuji validitasnya. Tes dituangkan dalam bentuk tabel spesifikasi tes hasil belajar berikut:
Tabel 3.2. Tabel Spesifikasi Tes Hasil Belajar Pada Materi Pokok Elastisitas N
2. Tegangan dan regangan 2,3 4,5 4
3. Hukum Hooke 6,7,
lobang akan terjadi tepat ditengah kotak yang disediakan. Tetapi apabila pilihannya salah, maka lobang yang terjadi berada di luar lingkaran.
Dimana skor jawaban yang benar bernilai 1, dan skor jawaban yang salah bernilai nol. Setelah dilakukan penskoran, tahapan selanjutnya adalah penilaian dengan menggunakan rumus:
Nilai
=
Jumlah soal yangbenar
Jumlahsoal
×
100
Dalam penyusunan tes digunakan validitas isi untuk menyesuaikan soal-soal tes dengan berpedoman pada kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) dengan materi pokok elastisitas.
3.7.1 Uji Coba Instrumen Penelitian
Sebelum dilakukan penelitian, tes yang telah disusun terlebih dahulu diuji validitasnya dengan menggunakan validitas isi.
3.7.1.1 Validitas Isi
Validitas isi adalah derajat di mana sebuah tes mengukur cakupan substansi yang ingin diukur. Sebuah tes dikatakan memiliki validitas isi apabila mengukur tujuan khusus tertentu yang sejajar dengan materi atau isi pelajaran yang diberikan. Instrumen yang telah disusun kemudian divaliditaskan kepada ahli yaitu dosen atau guru. Jumlah seluruh spesifikasi butir soal sebelum divalidkan adalah sebanyak 15 soal.
Ketiga validator diminta untuk mengamati secara cermat semua item dalam tes yang hendak divalidasi dan mengoreksi item-item yang telah dibuat. Dan pada akhir perbaikan mereka juga diminta untuk memberikan pertimbangan tentang bagaimana suatu tes tersebut menggambarkan cakupan isi yang hendak diukur.
3.7.2 Lembar Observasi
3.7.3 Instrumen 2 Ranah Psikomotorik Siswa (Aktivitas)
Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data keaktifan siswa adalah dengan melakukan pengamatan terhadap siswa pada saat melakukan kegiatan pembelajaran.
Tabel 3.3. Tabel hasil observasi Aktivitas Belajar Siswa dalam Kelompok
No
Nilai % = Jumlah skor yang diperoleh
Skor maksimum x 100% 3.8. Teknik Analisis Data
Pemilihan teknik analisis data interval ditentukan penyebaran datanya. Yang dimaksud dengan penyebaran data adalah bagaimana data tersebut tersebar antara nilai paling tinggi dengan nilai paling rendah, serta variabilitas di dalamnya. Karena itu pengujian normalitas sampel harus dilakukan.
N = Jumlah siswa
∑
X
i = Jumlah nilai siswa3.8.2. Menentukan Simpangan Baku
S=
√
N∑
Xi2−(ΣXi)2
N(N−1) (Sudjana,
2005 : 94)
3.8.3. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk melihat apakah sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Untuk menguji, digunakan Uji Liliefors Menurut Sudjana (2005:466), langkah-langkah yang dilakukan untuk pengujian adalah sebagai berikut:
a. Data X1, X2, X3,……,Xn dijadikan bilangan baku, Z1, Z2, Z3,……,Zn
dengan menggunakan rumus Zi= Xi− ¯X
s dimana: Xi = Responden X1, X2,…..,Xn
X
¯
= Rata-rata perhitungan S = Simpangan bakub. Menghitung peluang F(Zi) = T (Z<Zi)
c. Menghitung proporsi Z1, Z2, Z3,……,Zn yang lebih kecil atau sama dengan Zi. Jika proporsi ini dinyatakan oleh S (Zi) maka
S(Zi)=banyaknya Z1, Z2, Z3,.. .. .. . .Zn yang≤Zi
N
d. Menghitung selisih F (Zi)-S (Zi) yang diambil harga mutlaknya.
e. Mengambil harga mutlak yang paling besar dari selisih itu dan disebut Lo. Hipotesis normalitas diterima jika harga Lo < Li tabel untuk uji Lilliefors dengan taraf nyata α = 0,05 dan sebaliknya ditolak.
3.8.4. Uji Homogenitas
Untuk uji homogenitas digunakan hipotesis :
H1 : S12≠S22 atau kedua populasi tidak mempunyai varians yang sama
Untuk mengetahui apakah data dari kelas eksperimen dan kelas kontrol homogen atau tidak maka digunakan uji homogenitas dengan rumus:
F=S1
2
S22 (Sudjana, 2002:249)
Keterangan :
S12 = Varians terbesar
S22 = Varians terkecil
Kriteria pengujian hipotesis terima Ho jika F(1−α)(n1−1) < F < F(1/2α)(n1-1)(n2-1) dimana F(1/2α)(n1-1)(n2-1) diperoleh dari daftar distribusi F dengan dk pembilang = n dan dk penyebut = n pada taraf nyata α = 0,1.
Dimana :
n
1 = ukuran sampel kelas eksperimen
n
2 = ukuran sampel kelas kontrolJika pengolahan data menunjukkan bahwa Fhitung<Ftabel maka H0 diterima, dapat diambil kesimpulan bahwa kedua sampel mempunyai varians yang homogen. Jika pengolahan data menunjukkan bahwa Fhitung > Ftabel, maka H0 ditolak dan terima Ha, dapat diambil kesimpulan bahwa kedua sampel tidak mempunyai varians yang homogen.
3.8.5. Uji Hipotesis
Pengujian hipotesis dilakukan dengan dua cara yaitu : a. Uji kemampuan awal/pretes siswa (uji t dua pihak)
Uji t dua pihak digunakan untuk mengetahui kesamaan kemampuan awal siswa pada kedua kelompok sampel.
Hipotesis yang diuji berbentuk :
Ho : μ1=μ2 : kelas eksperimen dan kelas kontrol mempunyai kemampuan awal
H1 : μ1≠μ2 : kelas eksperimen dan kelas kontrol mempunyai kemampuan awal yang berbeda.
Bila data penelitian berdistribusi normal dan homogen maka untuk menguji hipotesis menggunakan uji beda dengan rumus :
thitung =
X1−X2
S
√
(
1 n2)
+(
1
n2
)
(Sudjana 1992:239) Tetapi jika kedua kelas tidak homogen, maka digunakan :
t,= X1−X2
S
√
S12
n1+
S22
n2 (Sudjana
1992:241)
Di mana S adalah varians gabungan yang dihitung dengan rumus yang dikemukakan oeh Sudjana ( 2002 : 239 ) :
S
2=(n1−1)S21+(n2−1)S22
n1+n2−2
Dengan t = distribusi t
x
1=
nilai rata – rata kelas eksperimenx
2=
nilai rata – rata kelas kontrol n 1 = ukuran kelas eksperimenn 2 = ukuran kelas kontrol S 12 = varians kelas eksperimen
S 22 = varians kelas kontrol
Kriteria pengujian adalah : Menurut Sudjana (2002 :239),terima Ho jika –
t
1−1/2α<
t
<
t
1−1/2α dimana t1−1/2α didapat dari daftar distribusi t dengan dk = ( n1+ n2 - 2) dan peluang (1
−
1
/
2
α
) danα
=
0
,
05
. Untukb. Uji Kemampuan Postest (Uji t satu pihak)
Uji t satu pihak digunakan untuk mengetahui pengaruh dari suatu perlakuan yaitu model pembelajaran generatif terhadap hasil belajar siswa.
Hipotesis yang diujikan adalah :
H0: μ1=μ2 : Pengaruh model pembelajaran generatif tidak lebih baik terhadap hasil belajar siswa daripada Pembelajaran Konvensional pada materi pokok elastisitas.
H1: μ1≠μ2 : Pengaruh model pembelajaran generatif lebih baik terhadap
hasil belajar siswa daripada Pembelajaran Konvensional pada materi pokok elastisitas
Kriteria pengujian yang berlaku ialah : terima Ho jika thitung< t1- α , dimana t1- α di dapatdari daftar distribusi t dengan dk = (n1 + n2 – 2) dan peluang (t1 - α ) dan α =0,05. jika t mempunyai harga-harga lain H0 di tolak.
3.8.6 Persentase Peningkatan Hasil Belajar