• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Pendukung Keputusan - Perbandingan Metode Analytical Hierarchy Process Dan Weighted Sum Model Pada Sistem Pendukung Keputusan Pemilihan Sepeda

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Pendukung Keputusan - Perbandingan Metode Analytical Hierarchy Process Dan Weighted Sum Model Pada Sistem Pendukung Keputusan Pemilihan Sepeda"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

(2)

Sistem pendukung keputusan adalah sebuah sistem yang efektif dalam membantu mengambil suatu keputusan yang kompleks, sistem ini menggunakan aturan – aturan pengambilan keputusan, model analisis, database yang komprehensif, dan pengetahuan dari pengambil keputusan itu sendiri (Janakiraman, V.S. & Sarukesi, K., 1999)

Suatu pengambilan keputusan adalah proses pemecahan masalah dengan menentukan pilihan dari beberapa alternatif untuk menetapkan suatu tindakan dalam mencapai tujuan yang diinginkan . Definisi ini mengandung substansi pokok di dalamnya, yaitu ada kebutuhan memcahkan masalah, ada proses, ada beberapa alternative yang dipilih, ada ketetapan hati memilih satu pilihan, dan ada tujuan pengambilan keputusan (Anzizhan, 2004).

Dewasa ini, pengambilan keputusan dirasa menjadi lebih sulit, Masalah yang semakin kompleks, kebutuhan akan pengambilan keputusan yang tepat dan cepat terus meningkat, sehingga dibutuhkan suatu sistem pendukung keputusan untuk membantu si pembuat keputusan dalam mengambil sebuah keputusan (Power, 2002).

2.1.1. Syarat Sistem Pendukung Keputusan

Menurut Bidgoli (1989), syarat dari sebuah sistem keputusan adalah : 1. Memerlukan perangkat keras;

2. Memerlukan perangkat lunak;

3. Memerlukan manusia (perancang dan pengguna);

4. Dirancang untuk mendukung sebuah pengambilan keputusan;

5. Harus dapat membantu pengambil keputusan pada setiap level keputusan; dan 6. Menekankan masalah tidak terstruktur dan semi terstruktur.

2.1.2. Arsitektur Sistem Pendukung Keputusan

Arsitektur Sistem Pendukung Keputusan (SPK) terdiri dari beberapa subsistem yang menentukan kapabilitas teknis Sistem Pendukung Keputusan Tersebut (Suryadi dan Ramdhani, 2002), yaitu :

1. Subsistem Manajemen basis data

(3)

Subsistem yang mengatur interasi antara data dan model keputusan yang ada pada sistem .

3. Subsistem Manajemen Dialog

Subsistem ini mengatur integrasi hubungan antara sistem dan pengguna .

Ketiga subsistem ini menjadi suatu Arsitektur SPK yang terdapat pada Gambar 2.1 sebagai berikut (Turban & Aronson, 2005) :

Gambar 2.1. Arsitektur Sistem Pendukung Keputusan

Arsitektur Sistem Pendukung Keputusan (SPK) sendiri terdiri dari fungsi-fungsi yang diperlukan pada sebuah SPK yaitu Dialog, Manajemen Database, dan Pemodelan.

2.1.3. Karakteristik Sistem Pendukung Keputusan

Menurut Marimin (2004), Sistem Pendukung Keputusan mempunyai empat karakteristik utama, yaitu :

1. SPK menggabungkan data dan model menjadi satu bagian

2. SPK dirancang untuk membantu para pengambil keputusan dalam proses pengambilan masalah yang bersifat semi structural

(4)

4. Teknik SPK dikembangkan untuk meningkatkan efektifitas dari pengambil keputusan .

2.1.4. Tahapan Proses Pengambilan Keputusan

Langkah – langkah yang diperlukan dalam proses pengambilan keputusan (Basyaib, 2006) adalah :

1. Intelijen

a. Pembentukan persepsi terhadap situasi yang dihadapi

Ialah mengenali situasi keputusan dan pendefenisian karakteristik utama yang ada pada situasi tersebut

b. Membangun model yang mewakili situasi

Sebuah model merupakan kendaraan yang membantu dalam mengestimasi hasil yang mungkin terjadi dari sebuah situasi keputusan

c. Penentuan ukuran kuantitatif terhadap biaya (disbenefits) dan manfaat yang paling tepat untuk situasi yang dihadapi

Sistem ukuran seragam yang akan digunakan dalam membandingkan alternatif langkah keputusan

2. Desain

Penentuan dengan spesifik alternatif yang dimiliki dengan mengenali dan merumuskan dengan jelas langkah – langkah yang mungkin dilakukan.

3. Pilihan

a. Evaluasi manfaat dan biaya (disbenefits) dari semua langkah alternatif.

Ialah penilaian akibat penerapan setiap langkah alternatif dengan menggunakan ukuran biaya dan manfaat.

b. Menetapkan kriteria dalam memilih langkah terbaik

Adalah penetapan peraturan dengan mengaitkan hasil dengan tujuan pembuatan keputusan.

c. Penyelesaian situasi keputusan

(5)

AHP dikembangkan oleh Thomas Saaty sekitar tahun 1970an. AHP merupakan sistem pembuat keputusan dengan menggunakan model matematis. AHP membantu dalam menentukan prioritas dari beberapa kriteria dengan melakukan analisis perbandigan berpasangan dari masing-masing kriteria (Triantaphyllou, 2000).

AHP merupakan suatu pendekatan praktis unutk memecahkan masalah keputusan kompleks yang meliputi perbandingan alternative.AHP juga memungkinkan pengambilan keputusan dengan menyajikan hubungan hierarki antara aktor, atribut, karakteristik dan alternatif dalam lingkungan pengambilan keputusan. Dengan begitu masalah kompleks yang tidak terstruktur dipecahkan dalam kelompoknya (Marimin, 2004).

2.2.1. Prinsip AHP

Prinsip kerja AHP adalah penyederhanaan suatu persoalan kompleks yang tidak terstruktur, stratejik, dan dinamik menjadi bagian-bagiannya, serta menata dalam suatu hierarki. Kemudian tingkat kepentingan suatu variabel tersebut secara relatif dibandingkan dengan variabel lainnya, seperti pada Gambar 2.2 berikut (Kusumadewi dkk, 2005).

Gambar 2.2 Struktur Hirarki AHP

Adapun langkah-langkah dari metode AHP adalah sebagai berikut (Suryadi dan Ramdhani, 2002) :

1. Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan 2. Membuat struktur hierarki yang diawali dengan tujuan utama.

(6)

4. Melakukan perbandingan berpasangan sehingga diperoleh jumlah penilaian seluruhnya sebanyak n x [(n-1)/2] buah, dengan n adalah banyaknya elemen yang dibandingkan .

5. Menghitung nilai Eigen dan menguji konsistensinya, jika tidak konsisten makan pengambilan data diulangi.

6. Mengulangi langkah 3,4, dan 5 untuuk seluruh tingkat hierarki.

7. Menghitung vektor Eigen dari setiap matriks perbandingan berpasangan, yang merupakan bobot setiap elemen untuk penentuan prioritas elemen elemen pada tingkat hierarki terendah sampai mencapai tujuan.

8. Memeriksa konsistensi hierarki, yang diukur dalam AHP adalah rasio konsistensi dengan melihat indeks konsistensi.

Perbandingan berpasangan sering digunakan untuk menentukan kepentingan relatif dari elemen-elemen dan kriteria-kriteria yang ada. Perbandingan berpasangan tersebut diulang untuk semua elemen dalam tiap tingkat. Elemen dengan bobot paling tinggi adalah pilihan keputusan yang layak dipertimbangkan untuk diambil.

Untuk setiap kriteria dan alternatif, kita harus melakukan perbandingan berpasangan yaitu membandingkan setiap elemen dengan elemen lainnya pada setiap tingkat hierarki secara berpasangan sehingga didapat nilai tingkat kepentingan elemen dalam bentuk pendapat kualitatif. Untuk mengkuantifikasi pendapat kualitatif tersebut digunakan skala penilaian sehingga akan diperoleh nilai pendapat dalam bentuk angka (kuantitatif). Untuk berbagai permasalahan, skala 1 sampai dengan 9 merupakan skala yang terbaik dalam mengkualifikasikan pendapat, yaitu berdasarkan akurasinya berdasarkan nilai RMS (Root Mean Square) dan MAD (Median Absolute Deviation). Nilai dan definisi pendapat kualitatif dalam skala perbandingan Saaty pada Tabel 2.1 berikut (Saaty, 1993):

Tabel 2.1. Skala Penilaian Perbandingan Berpasangan Saaty: Intensitas

Kepentingan

Keterangan

1 Kedua elemen sama pentingnya

(7)

Nilai-nilai perbandingan kriteria kemudian diolah untuk menentukan peringkat kriteria dari seluruh kriteria yang ada. Baik kriteria kualitatif maupun kriteria kuantitatif, dapat dibandingkan dengan penilaian yang telah ditentukan untuk menghasilkan bobot dan prioritas.

Adapun kelebihan AHP dibandingkan dengan metode lainnya adalah (Marimin, 2004):

1. Struktur yang berhierarki, sebagai konsekuensi dari kriteria yang dipilih, sampai pada subkriteria yang paling dalam.

2. Memperhitungkan validitas sampai dengan batas toleransi inkonsistensi berbagai kriteria dan alternatif yang dipilih oleh para pengambil keputusan.

3. Memperhitungkan daya tahan atau ketahanan output analisis sensitivitas pengambil keputusan.

2.2.2 Perhitungan Metode AHP

Pada dasarnya formulasi matematis pada model AHP dilakukan dengan menggunakan suatu matriks, misalkan dalam suatu subsistem operasi terdapat n elemen operasi, yaitu elemen-elemen , , …, , maka hasil perbandingan secara berpasangan elemen-elemen operasi tersebut akan membentuk matriks perbandingan seperti pada Tabel 2.2. Perbandingan berpasangan dimulai dari tingkat hierarki paling tinggi, dimana suatu kriteria digunakan sebagai dasar pembuatan perbandingan.

Tabel 2.2 Matriks Perbandingan Berpasangan

5 Elemen yang satu lebih penting daripada yang lainnya

7 Satu elemen jelas lebih mutlak penting daripada elemen lainnya 9 Satu elemen mutlak penting daripada elemen lainnya

(8)

… … … … …

Setelah matriks diisi dengan nilai perbandingan selanjutnya dilakukan suatu pembobotan dan penjumlahan untuk menghasilkan satu bilangan tunggal yang menunjukkan prioritas setiap kriteria, berikut merupakan langkah-langkah dalam mencari bobot elemen dengan metode AHP :

1. Normalisasi matriks

Proses pembobotan dilakukan berdasarkan matriks perbandingan berpasangan yang merupakan perbandingan kriteria i terhadap kriteria j, berikut merupakan proses normalisasi matriks perbandingan berpasangan:

a) Bobot setiap kolom j dijumlahkan menjadi total kolom, total dari setiap kolom itu dilambangkan dengan .

……….(1)

Dimana :

Nilai total penjumlahan bobot per kolom Nilai bobot sub faktor baris ke i kolom ke j

b) Bagi setiap kriteria dalam matriks dengan jumlah nilai total di kolom kriteria tersebut. Hasil dari pembagian tersebut dilambangkan dengan .

………..(2)

(9)

Hasil pembagian bobot baris ke-i kolom ke-j dengan jumlah tiap kolom ke-j Nilai total penjumlahan bobot per kolom

Nilai bobot sub faktor baris ke i kolom ke j

2. Perhitungan Nilai Eigen

Nilai Eigen adalah nilai yang menunjukkan bobot kepentingan suatu kriteria atau alternatif terhadap kriteria atau alternatif lainnya dalam suatu struktur hirarki. Menentukan prioritas relative dari setiap faktor dengan merata-ratakan bobot yang sudah dinormalisasikan dari setiap baris, dengan lambing .

……….(3)

Dimana :

Nilai total penjumlahan bobot per kolom

Hasil pembagian bobot baris ke-i kolom ke- j dengan jumlah tiap kolom ke-j Jumlah Sub factor

3. Perhitungan rasio konsistensi

Rasio konsistensi (CR) adalah perbandingan Indeks Konsistensi (CI) dengan nilai acak Saaty (RI), nilai CR dihitung untuk mengukur tingkat kekonsistenan dari sebuah matrik perbandingan berpasangan. Perhitungan rasio konsistensi dilakukan dengan mengikuti langkah-langkah berikut (Suryadi dan Ramdhani, 2002):

a) mengalikan matriks dengan prioritas bersesuaian b) menjumlahkan hasil perkalian per baris

c) hasil langkah b dibagi jumlah elemen, akan di dapat d) menghitung indeks konsistensi (CI) dengan rumus :

……….(4) Dimana :

(10)

e) maka rasio konsistensi (CR) dapat dihitung dengan rumus : ……….(5)

Dimana :

CR : Rasio Konsistensi CI : Indeks Konsistensi RI : Indeks Acak Saaty

Nilai RI didasarkan pada nilai indeks acak Saaty pada Tabel 2.3, dan matriks perbandingan berpasangan dapat diterima jika nilai rasio konsistensi (CR) :

Tabel 2.3 Skala Indeks Acak(RI) Saaty Jumlah

Elemen 1 2 3 4 5 6 7 8 9

10

RI 0.00 0.00 0.58 0.90 1.12 1.24 1.32 1.41 1.45 1.49

Untuk lebih jelasnya diberikan contoh sebagai berikut. Johnny ingin membeli sebuah Sepeda MTB, dan ia telah mempunyai 3 pilihan sepeda yang akan ia pilih yaitu, MTB A, MTB B, MTB C, dan ia juga telah mengidentifikasikan 3 kriteria utama sebagai perbandingan pemilihan sepeda tersebut yaitu, Harga, Model dan Merek. Hal pertama yang dilakukannya adalah membuat matriks perbandingan berpasangan terhadap masing-masing kriteria tersebut berdasarkan indeks skala perbandingan berpasangan Saaty, yaitu berikut pada Tabel 2.4 :

Tabel 2.4. Perbandingan Berpasangan Kriteria

KRITERIA HARGA MODEL MEREK

HARGA 1 5 4

MODEL 1/5 1 ½

MEREK 1/4 2 1

(11)

Setelah membuat perbandingan berpasangan dari krteria maka Johnny melakukan normalisasi terhadap matriks perbandingan berpasangan yang ada pada Tabel 2.5 sebagai berikut:

Tabel 2.5. Normalisasi Matriks

KRITERIA HARGA MODEL MEREK

HARGA 20/29 5/8 8/11

MODEL 4/29 1/8 1/11

MEREK 5/29 2/8 2/11

Selanjutnya dengan persamaan rumus (2) tiap-tiap elemen matriks perbandingan berpasangan dibagi dengan total nilai masing-masing kolom yang dihasilkan pada rumus(1) kemudian dijumlahkan dan dirata-ratakan dengan menggunakan rumus(3) yang dapat dilihat pada Tabel 2.6 berikut.

Tabel 2.6. Nilai Eigen Vector (Bobot)

KRITERIA HARGA MODEL MEREK Bobot

HARGA 0.6896 0.5556 0.7272 0.6574

MODEL 0.1379 0.1111 0.0909 0.1133

MEREK 0.1724 0.2500 0.1818 0.2014

1.4500 8.0000 5.5000 1.000

Selanjutnya menghitung rasio konsistensi daripada bobot( dengan rumus (5), (6) dan (7) :

maka kemudian hitung CI dengan rumus (6),

(12)

Nilai CR < 0.1, maka matrik perbandingan untuk kriteria dapat diterima.

Selanjutnya berdasarkan kriteria-kriteria tadi, maka akan ditentukan mana alternatif terbaik dari sepeda-sepeda tersebut, berdasarkan kriteria harga, johnny membuat perbandingan harga sepeda tersebut berdasarkan skala penilaian perbandingan Saaty, yaitu sebagai berikut:

Tabel 2.7. Perbandingan Berpasangan Alternatif Kriteria Harga

Setelah membuat perbandingan berpasangan, selanjutnya matriks pada Tabel 2.7 dinormalisasi seperti pada Tabel 2.8 berikut :

Tabel 2.8. Normalisasi matriks perbandingan berpasangan

HARGA MTB A MTB B MTB C

MTB A ¼ ¼ 1/4

MTB B 2/4 ½ 2/4

MTB C ¼ ¼ 1/4

Selanjutnya dengan persamaan rumus (2) tiap-tiap elemen matriks perbandingan berpasangan dibagi dengan total nilai masing-masing kolom yang dihasilkan pada rumus(1) kemudian dijumlahkan dan dirata-ratakan dengan menggunakan rumus(3) untuk mendapatkan nilai bobotnya(nilai eigen( ), seperti pada Tabel 2.9 berikut:

HARGA MTB A MTB B MTB C

MTB A 1 1/2 1

MTB B 2 1 2

MTB C 1 1/2 1

(13)

Tabel 2.9. Nilai Eigen Vector (Bobot) alternatif dengan kriteria harga

HARGA MTB A MTB B MTB C Bobot

MTB A 0.25 0.25 0.25 0.25

MTB B 0.50 0.50 0.50 0.50

MTB C 0.25 0.25 0.25 0.25

4 2 4 1.00

Selanjutnya menghitung rasio konsistensi daripada bobot( dengan rumus (5) , (6) dan (7) :

maka kemudian hitung CI dengan rumus (6),

maka rasio konsistensi (CR) dapat dihitung dengan rumus(7) :

Jika nilai rasio konsistensi (CR) = 0 , maka bobot tersebut sangatlah konsisten .

Selanjutnya dilakukan perbandingan berpasangan lagi untuk kriteria model, maka berdasarkan kriteria model perbandingan untuk alternatif seperti pada Tabel 2.10 berikut:

Tabel 2.10. Matriks perbandingan berpasangan alternatif kriteria model

MODEL MTB A MTB B MTB C

MTB A 1 1 1/2

MTB B 1 1 1/3

MTB C 2 3 1

(14)

Setelah membuat perbandingan berpasangan, selanjutnya matriks pada tabel 2.10 dinormalisasi seperti pada Tabel 2.11 berikut :

Tabel 2.11. Normalisasi Matrik Perbandingan Berpasangan

MODEL MTB A MTB B MTB C

MTB A 1/4 1/5 3/11

MTB B 1/4 1/5 2/11

MTB C 2/4 3/5 6/11

Selanjutnya dengan persamaan rumus (2) tiap-tiap elemen matriks perbandingan berpasangan dibagi dengan total nilai masing-masing kolom yang dihasilkan pada rumus (1) kemudian dijumlahkan dan dirata-ratakan dengan menggunakan rumus (3) seperti pada Tabel 2.12 berikut :

Tabel 2.12. Nilai Eigen Vector (Bobot) alternatif dengan Kriteria Model

Model MTB A MTB B MTB C Bobot

MTB A 0.25 0.20 0.27 0.24

MTB B 0.25 0.20 0.18 0.21

MTB C 0.50 0.60 0.54 0.55

4 5 1.83 1.00

Selanjutnya menghitung rasio konsistensi daripada bobot( dengan rumus (5) , (6) dan (7) :

maka kemudian hitung CI dengan rumus (6),

maka rasio konsistensi (CR) dapat dihitung dengan rumus(7) :

Selanjutnya dilakukan perbandingan berpasangan lagi untuk kriteria merek, maka berdasarkan kriteria merek perbandingan untuk alternatif adalah seperti pada Tabel 2.13 berikut:

(15)

Setelah membuat perbandingan berpasangan, selanjutnya matriks pada tabel 2.13 dinormalisasi seperti pada Tabel 2.14 berikut :

Tabel 2.14. Normalisasi Matriks Perbandingan Berpasangan

MEREK MTB A MTB B MTB C

MTB A ½ 1/2 ½

MTB B ¼ 1/4 ¼

MTB C ¼ 1/4 ¼

Selanjutnya dengan persamaan rumus (2) tiap-tiap elemen matriks perbandingan berpasangan dibagi dengan total nilai masing-masing kolom yang dihasilkan pada rumus(1) kemudian dijumlahkan dan dirata-ratakan dengan menggunakan rumus(3) seperti terdapat pada Tabel 2.15 berikut :

Tabel 2.15. Perhitungan Perbandingan Berpasangan dengan Kriteria Merek

MEREK MTB A MTB B MTB C

MTB A 0.50 0.50 0.50 0.50

MTB B 0.25 0.25 0.25 0.25

MTB C 0.25 0.25 0.25 0.25

2 4 4 1.00

Selanjutnya menghitung rasio konsistensi daripada bobot( dengan rumus (5) , (6) dan (7) :

Maka kemudian hitung CI dengan rumus (6),

Maka rasio konsistensi (CR) dapat dihitung dengan rumus(7) :

MEREK MTB A MTB B MTB C

MTB A 1 2 2

MTB B ½ 1 1

MTB C ½ 1 1

(16)

= 0

Kemudian satukan semua bobot untuk masing-masing kriteria terhadap alternative dalam satu tabel sehingga dapat diperoleh bobot akhir dari alternatif tersebut, seperti pada Tabel 2.16 berikut.

Tabel 2.16. Nilai Akhir dari Masing-masing Alternatif

BOBOT KRITERIA MTB A MTB B MTB C

HARGA 0.66 0.25 0.24 0.50

MODEL 0.11 0.50 0.21 0.25

MEREK 0.20 0.25 0.55 0.25

Final Score

0.27 0.29 0.42

Maka berdasarkan Tabel 2.16 dapat disimpulkan bahwa Sepeda MTB C menempati posisi teratas dengan bobot 0.42, kemudian MTB B dengan bobot 0.29 dan terakhir MTB A dengan bobot 0.27.

2.3. Weighted Sum Model (WSM)

Weighted sum model adalah salah satu model yang paling umum dan banyak digunakan untuk memodelkan permasalahan MADM. WSM mengurutkan semua kandidat berdasarkan atribut yang telah ternormalisasi (Triantaphyllou, 2000).

Normalisasi atribut dilakukan guna menjamin perbandingan antar atribut yang akan digunakan. Jika tidak demikian, maka atribut - atribut yang memiliki nilai yang tinggi akan membuat ketidakseimbangan pada nilai keseluruhan yang akan diperoleh.

Bentuk umum dari nilai alternatif pada Weighted Sum Model untuk permasalahan satu dimensi dapat dinyatakan sebagai berikut :

Dimana :

(17)

n = jumlah data

p = nilai akhir alternatif

Langkah langkah untuk memperoleh nilai WSM dari alternatif yang ada adalah : 1. Masukkan data seluruh alternatif

2. Masukkan nilai bobot dari setiap kriteria 3. Hitung dengan rumus (5).

4. Nilai WSM dari setiap alternatif akan diketahui.

Untuk lebih jelasnya diberikan contoh sebagai berikut. Terdapat sebuah permasalahan dalam memilih alternatif yang terbaik antara A1, A2, dan A3. Sedangkan kriteria yang menentukan proses pemilihan adalah C1, C2, C3 dan C4. Nilai bobot kriteria dan nilai kriteria dari masing-masing alternatif disajikan dalam Tabel 2.17 berikut.

Tabel 2.17.Tabel Contoh Nilai WSM

C1 C2 C3 C4

Alternatif 0.1 0.3 0.4 0.2

A1 20 15 10 10

A2 15 20 10 15

A3 10 20 15 20

Berdasarkan tabel tersebut dapat kita ketahui nilai bobot yang diberikan pada kriteria C1 adalah 0.1 atau 10 %, nilai bobot pada kriteria C2 adalah 0.3 atau 30 %, nilai bobot pada kriteria C3 adalah 0.4 atau 40 % dan nilai bobot pada kriteria C4 adalah 0.2 atau setara dengan 20 %.Selanjutnya untuk menghitung nilai WSM dari setiap alternatif digunakan rumus (5) sehingga:

Untuk alternatif A1, maka nilai WSM yang diperoleh adalah :

Untuk alternatif A2, maka nilai WSM yang diperoleh adalah :

(18)

Berdasarkan perhitungan diatas, maka alternatif A3 lah yang paling baik, dikarenakan nilai WSM dari alternatif A3 merupakan nilai yang tertinggi dari semua alternatif yang ada.

2.4.Pengujian Akurasi

Pengujian dilakukan dengan membandingkan hasil rekomendasi dari Sistem dengan hasil pilihan dari pengguna (Decision Maker). Nilai akurasi dihitung dengan menggunakan rumus akurasi (Powers,2011), yaitu :

Akurasi = ( TN + TP) / N Dimana :

N = TN + FP + FN + TP Keterangan:

True Negative (TN) : jumlah prediksi negatif yang benar False Positive (FP) : jumlah prediksi positif yang benar False Negative (FN) : jumlah prediksi negatif yang salah True Positive (TP) : jumlah prediksi positif yang salah

2.5.Penelitian yang Relevan

Adapun penelitian-penelitian yang relevan terhadap penelitian ini adalah:

1. Johanes Sinaga (2010), membuat penelitian yang berjudul Penerapan Analytical Hierarchy Process (AHP) Dalam Pemilihan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Sebagai Tempat Kerja Mahasiswa Universitas Sumatera Utara (USU). Hasil penelitian yang diperoleh adalah sebuah sistem pendukung keputusan untuk menentukan prioritas perusahaan BUMN yang diminati mahasiswa USU sebagai tempat bekerja.

(19)

3. S Sutikno (2010), membuat penelitian yang berjudul Sistem Pendukung Keputusan Metode AHP Untuk Pemilihan Siswa Dalam Mengikuti Olimpiade Sains di Sekolah Menengah Atas. Hasil penelitian yang diperoleh adalah aplikasi sistem pendukung keputusan untuk pemilihan siswa dalam mengikuti olimpiade sains.

4. Dita Monita (2013), membuat penelitian yang berjudul Sistem Pendukung Keputusan Penerima Langsung Tunai dengan Menggunakan Metode Analytical Hierarchy Process. Hasil Penelitian yang diperoleh adalah aplikasi sistem pendukung keputusan untuk pemilihann penerima langsung tunai. 5. Dalu Nuzul Kirom (2012), membuat penelitian yang berjudul Sistem Informasi

Manajemen Beasiswa ITS Berbasis Sistem Pendukung Keputusan Menggunakan Analytical Hierarchy Process. Hasil penelitian yang diperoleh adalah aplikasi sistem informasi berbasis sistem pendukung keputusan manajemen beasiswa ITS.

6. M Fajrul Falah (2014), membuat penelitian Sistem Pendukung Keputusan Pemilihan Siswa Berprestasi dengan Metode Simple Additive Weighting dan Weighted Sum Model (Studi Kasus : MIN Tanjung Sari Medan Selayang). Hasil penelitian yang diperoleh adalah aplikasi sistem pendukung keputusan pemilihan siswa berprestasi dengan menggunakan metode Simple Additive Weighting dan Weighted Sum Model.

Gambar

Gambar 2.1. Arsitektur Sistem Pendukung Keputusan
Gambar 2.2 Struktur Hirarki AHP
Tabel 2.1. Skala Penilaian Perbandingan Berpasangan Saaty:
Tabel 2.2. Perbandingan berpasangan dimulai dari tingkat hierarki paling tinggi,
+7

Referensi

Dokumen terkait

No Peneliti Judul penelitian Metode Hasil Persamaan dan Perbedaan beberapa Hotel di Medan 4 Wijaya Mukti Sri Utari Universita s Muhamm adiyah Surakarta 2012 Pengaruh

Beberapa kasus perang produk iklan sering kali kita temui di televisi salah satu contoh adalah perang produk iklan provider seluler antara XL dan Telkomsel pada

Nilai koefisien jalur dari user satisfaction ke individual impact sebesar 0,980 yang menunjukkan bahwa kualitas system berpengaruh positif terhadap kepuasan

Hasil analisis kualitatif ( Gambar 4 ) menyatakan bahwa, dari empat sumur yang digunakan sebagai input pengolahan data seismik terdapat dua sumur yang

Wahyu Widhiana menyatakan bahwa &#34;Kompilasi Hukum Islam adalah sekumpulan materi Hukum Islam yang ditulis pasal demi pasal, berjumlah 229 pasal, terdiri dari

Modul Unit Kompetensi ini merupakan modul pemelajaran dengan tujuan mem-persiapkan seorang teknisi tenaga pelaksana pemeliharaan mekanik mesin Industri yang

menunjukkan bahwa di kedua kelas yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol terjadi peningkatan keterampilan berpikir kritis siswa dari keadaan awal tetapi dalam hal

Unit kompetensi ini harus diujikan secara konsisten pada seluruh elemen kompetensi dan dilaksanakan pada situasi pekerjaan yang sebenarnya di tempat kerja atau di