• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Prestasi Kerja - Pengaruh Kompensasi Finansial, Motivasi Kerja, Lingkungan Kerja Dan Gaya Kepemimpinan Terhadap Prestasi Kerja Pegawai Pada Rumah Sakit Bhayangkara Tk.Ii Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Prestasi Kerja - Pengaruh Kompensasi Finansial, Motivasi Kerja, Lingkungan Kerja Dan Gaya Kepemimpinan Terhadap Prestasi Kerja Pegawai Pada Rumah Sakit Bhayangkara Tk.Ii Medan"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori

2.1.1. Prestasi Kerja

Istilah prestasi kerja sering dikenal sebagai kinerja dan kerap kali diartikan sebagai output dari pekerjaan yang diselesaikan oleh karyawan/pekerja di suatu organisasi sebagai indikasi apakah tujuan, visi, misi, dan tujuan organisasi tersebut telah tercapai. Prestasi kerja yang baik tidak terjadi secara otomatis, melainkan timbul dari feedback penilaian yang baik oleh pihak organisasi, khususnya pihak manajemen. Berhasil atau tidaknya suatu organisasi dapat terlihat dari bagaimana prestasi/kinerja yang dihasilkan oleh para karyawannya. Ini disebabkan karena karyawan merupakan sumber daya yang penting dalam menjalankan aktivitas operasional organisasi. Menurut Wirawan (2009:5), kinerja adalah keluaran yang dihasilkan oleh fungsi-fungsi atau indikator-indikator pekerjaan atau suatu profesi dalam waktu tertentu. Mathis and Jackson (2002:78) memaparkan bahwa kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh karyawan. Kinerja karyawan adalah yang memengaruhi seberapa banyak mereka memberi kontribusi kepada organisasi yang antara lain termasuk kuantitas output, kualitas output, jangka waktu output¸ kehadiran di tempat kerja, dan sikap kooperatif.

(2)

pekerjaan mereka ketika dibandingkan dengan satu set standar, dan kemudian mengkomunikasikannya dengan para karyawan. Singkatnya, Mangkuprawira (2004:223) mengatakan bahwa penilaian kinerja merupakan proses yang dilakukan perusahaan dalam mengevaluasi kinerja pekerjaan seseorang. Apabila hal itu dikerjakan dengan benar, maka karyawan, penyelia, departemen SDM, dan perusahaan akan menguntungkan dengan jaminan bahwa upaya para individu karyawan mampu berkontribusi pada fokus strategik dalam perusahaan. Manfaat dari penilaian kinerja sebagai berikut:

a) Perbaikan kinerja

Umpan balik kinerja bermanfaat bagi karyawan, manajer, dan spesialis personal dalam bentuk kegiatan yang tepat untuk memperbaiki kinerja. b) Penyesuaian kompensasi

Penilaian kinerja membantu pengambil keputusan menentukan siapa yang seharusnya menerima peningkatan pembayaran dalam bentuk upah/gaji dan bonus.

c) Keputusan penempatan

Promosi, transfer, dan penurunan jabatan biasaya didasarkan pada kinerja masa lalu dan antisipatif, misalnya dalam bentuk penghargaan.

d) Kebutuhan pelatihan dan pengembangan

(3)

e) Perencanaan dan pengembangan karir

Umpan balik kinerja membantu proses pengambilan keputusan tentang karir spesifik karyawan.

f) Defisiensi proses penempatan staf

Baik buruknya kinerja berimplikasi dalam hal kekuatan dan kelemahan dalam prosedur penempatan staf di departemen SDM.

g) Ketidakakuratan informasi

Kinerja yang buruk dapat mengindikasikan kesalahan dalam informasi analisis pekerjaan, rencana SDM, atau hal lain dari sistem manajemen personal. Hal demikian akan mengarahkan pada ketidakakuratan dalam keputusan menyewa karyawan, pelatihan, dan keputusan konseling.

h) Kesalahan rancangan pekerjaan

Kinerja buruk mungkin sebuah gejala dari rancangan pekerjaan yang keliru. Lewat penilaian dapat di diagnosa kesalahan-kesalahan tersebut. i) Kesempatan kerja yang sama

Penilaian kinerja yang akurat yang secara aktual menghitung kaitannya dengan kinerja dapat menjamin bahwa keputusan penempatan internal bukanlah sesuatu yang bersifat diskriminasi.

j) Tantangan-tantangan eksternal

(4)

k) Umpan balik pada SDM

Kinerja yang baik dan buruk diseluruh organisasi mengindikasikan bagaimana sebaiknya fungsi departemen SDM diterapkan.

Apabila dilihat dari tolok ukur penilaiannya, Gomes (1995) menjelaskan bahwa terdapat 3 tipe kriteria yang digunakan untuk penilaian prestasi kerja tersebut antara lain:

1. Penilaian prestasi berdasarkan hasil (Result-Based performance Appraisal/evaluation)

Kriteria ini menjelaskan prestasi kerja berdasarkan pencapaian tujuan organisasi, atau mengukur tiap hasil akhir (end results). Para karyawan akan terfokus pada tujuan dan merasa lebih bertanggungjawab dalam pelaksanaan pencapaian tujuan tersebut. 2. Penilaian prestasi berdasarkan perilaku (Behaviour-Based

performance Appraisal/evaluation)

Kriteria ini mengukur sarana pencapaian sasaran, dan bukan hasil akhir. Karyawan dapat membedakan mana perilaku atau kinerja yang efektif dan yang tidak efektif.

3. Penilaian prestasi berdasarkan penilaian (Result-Based performance Appraisal/evaluation)

(5)

pekerjaan, kreatifitas, koorporasi, dapat dipercaya, inisiatif, dan kualitas individu.

Sistem penilaian pada dasarnya membutuhkan standar kinerja guna menjadi tolok ukur yang ideal mengenai seberapa jauh keberhasilan suatu pekerjaan telah tercapai. Agar efektif, standar kinerja perlu disepakati bersama terkait dengan hasil yang ingin dicapai organisasi tersebut. idealnya, hal itu tercantum dalam catatan standar kinerja yang memaparkan penjelasan terkait standar ini sebelum penilaian dilakukan. Ini digunakan agar terciptanya akuntabilitas para karyawan, penyelia, dan manajemen puncak dalam organisasi tersebut. Mathis and Jackson (2002:80) menjabarkan standar kinerja adalah tingkat-tingkat kinerja yang diharapkan dan merupakan bahan perbandingan atau tujuan/target—tergantung dari pendekatan yang di ambil. Standar kinerja/prestasi kerja yang realistis, terukur, dan mudah dipahami menguntungkan baik bagi organisasi maupun karyawan.

2.1.2 Kompensasi Finansial

Kompensasi merupakan pengeluaran bagi perusahaan. Pada umumnya perusahaan memberikan kompensasi kepada para karyawannya guna mendapatkan imbal balik yang positif dari kinerja yang dihasilkan karyawannya. Oleh karena itu, kompensasi dapat diartikan sebagai alat penukar dari prestasi kerja yang hasilkan karyawan untuk meningkatkan produktivitas perusahaan.

(6)

a. Drs Malayu S. P Hasibuan

Kompensasi adalah semua pendapatan yang berbentuk uang, barang langsung atau tidak langsung yang diterima karyawan sebagai imbalan atas balas jasa yang diberikan kepada perusahaan.

b. William B. Wether dan Keith Davis

Compensation is what employee receive in exchange of their work. Whether hourly wages or periodic salaries, the personnel department usually designs and administers employee compensation. (Kompensasi adalah apa yang pekerja terima sebagai balasan dari pekerjaan yang diberikan, baik upah per jam ataupun gaji periodik di desain dan dikelola oleh bagian personalia).

c. Edwin B. Flippo

Wages is defined as the adequate and equitable renumeration of personnel for their constribution to organizational objectives. (Upah didefinisikan sebagai balas jasa yang adil dan layak diberikan kepada para pekerja atas jasa-jasanya dalam mencapai tujuan organisasi).

d. Andrew F. Sikula

A compensation is anything that constitutes or is regarded as an equivalent or recompense. (Kompensasi adalah segala sesuatu yang dikonstitusikan atau dianggap sebagai suatu balas jasa atau ekuivalen).

e. R. Wayne Mondy

(7)

f. Robert L. Malthis dan John H.. Jackson

Kompensasi adalah faktor penting yang memengaruhi bagaimana dan mengapa orang-orang bekerja pada suatu organisasi dan bukan pada organisasi yang lainnya.

Pemberian kompensasi ini biasanya ditujukan untuk kepentingan organisasi/perusahaan, karyawan, masyarakat, dan pemerintah. Pada umumnya, pemberian kompensasi didasarkan pada prinsip adil dan wajar dengan mempertimbangkan hal-hal penting lainnya seperti undang-undang perburuhan. Peterson dan Plowman dalam Hasibuan (2010) mengatakan bahwa orang mau bekerja karena hal-hal berikut:

1. The desire lo live, artinya keinginan untuk hidup merupakan keinginan utama dari setiap orang. Manusia bekerja untuk dapat makan dan melanjutkan hidup.

2. The desire for possession, artinya keinginan untuk memiliki sesuatu merupakan keinginan manusia yang kedua dan ini salah satu sebab mengapa manusia mau bekerja.

3. The desire for power, artinya keinginan akan kekuasaan merupakan keinginan selangkah di atas keinginan untuk memiliki, mendorong orang mau bekerja.

(8)

Ada beberapa tujuan perusahaan atau organisasi terkait pemberian kompensasi yang diberikan kepada para karyawannya. Hasibuan (2010) memaparkannya sebagai berikut:

a) Ikatan Kerja Sama

Dengan pemberian kompensasi, terjalinlah ikatan kerja sama formal antara pemberi kerja dengan para pekerjanya. Karyawan harus mengerjakan tugasnya, sedangkan pemberi kerja wajib membayar kompensasi sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati.

b) Kepuasan Kerja

Dengan balas jasa, karyawan akan dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan fisik, status sosial, dan egoistiknya sehingga memperoleh kepuasan kerja dari jabatannya.

c) Pengadaan Efektif

Jika program kompensasi ditetapkan cukup besar, pengadaan karyawan yang qualified untuk perusahaan akan lebih mudah.

d) Motivasi

Jika balas jasa yang diberikan cukup besar, manajer akan mudah memotivasi bawahannya.

e) Stabilitas Karyawan

(9)

f) Disiplin

Dengan pemberian balas jasa yang cukup besar maka disiplin karyawan semakin baik.

g) Pengaruh Serikat Buruh

Dengan program kompensasi yang baik pengaruh serikat buruh dapat dihindarkan dan karyawan akan berkonsentrasi pada pekerjaannya.

h) Pengaruh Pemerintah

Jika program kompensasi sesuai dengan undang-undang perburuhan yang berlaku seperti upah minumun, maka intervensi pemerintah dapat dihindari.

Malthis dan Jackson (2002) menjelaskan imbalan balas jasa dapat berbentuk internal dan eksternal. Imbalan Internal antara lain pujian yang didapatkan untuk penyelesaian suatu proyek atau berhasil memenuhi beberapa tujuan kinerja. Imbalan eksternal bersifat terukur, memiliki bentuk imbalan moneter maupun non-moneter. Dengan Kompensasi tidak langsung berupa tunjangan untuk karyawan, sedangkan jenis kompensasi bersifat langsung, imbalan moneter diberikan oleh pengusaha berupa:

 Gaji pokok : kompensasi dasar yang diterima oleh karyawan sebagai

gaji/upah.

 Gaji Variabel : kompensasi yang berhubungan langsung dengan

(10)

Gambar 2.1 Komponen Program Kompensasi

Sumber: Malthis, Robert L dan John H. Jackson, 2002, Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi 1, Salemba Empat, Jakarta.

Terdapat dua filosofi kompensasi yang mendasar, yang dapat dilihat sebagai titik berlawanan dari suatu garis lurus.

a. Orientasi Kelayakan

Filosofi kelayakan dapat dilihat di banyak organisasi yang secara tradisional telah memberikan kenaikan otomatis kepada karyawannya setiap tahun. Biasanya kenaikan gaji merujuk pada kenaikan biaya hidup. b. Orientasi Kinerja

Jika filosofi orientasi kinerja ini diikuti, tidak seorangpun yang dijamin akan mendapatkan kompensasi dengan hanya menambahkan satu tahun

K O M P E N S A S I

A. GAJI POKOK 1. Upah 2. Gaji

B. GAJI VARIABEL 1. Bonus 2. Insentif 3. Kepemilikan

saham

TUNJANGAN

1. Asuransi Kesehatan 2. Liburan Pengganti 3. Dana Pensiun 4. Kompensasi Pekerja

(11)

lagi dalam melayani perusahaan. Malahan, gaji dan insentif didasarkan pada perbedaan kinerja di antara seluruh karyawan. Karyawan yang berkinerja baik akan mendapatkan kenaikan kompensasi yang lebih besar.

Gambar 2.2 Garis Lurus dari Filosofi kompensasi

Sumber: Malthis, Robert L dan John H. Jackson, 2002, Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi 1, Salemba Empat, Jakarta.

Menurut Hasibuan (2010) terdapat dua metode kompensasi yaitu: 1. Metode Tunggal

Suatu metode yang dalam penetapan gaji pokok hanya didasarkan atas ijasah terakhir dari pendidikan formal yang dimiliki karyawan. Misalnya pegawai negeri sipil ijasah formal S-1, maka golongannya adalah III-A dan gaji pokoknya adalah gaji pokok III-A.

2. Metode Jamak

Suatu metode yang dalam gaji pokok didasarkan atas beberapa pertimbangan seperti ijasah, sifat pekerjaan, pendidikan informal, bahkan hubungan keluarga

Kelayakan……….………Kinerja

a. Berdasarkan senioritas a. Tidak ada kenaikan untuk lama kerja b. Kenaikan seluruh posisi b. tidak ada kenaikan untuk masa kerja

yang lebih lama untuk yang berkinerja buruk.

c. Skala kenaikan yang dijamin c. Struktur gaji yang disesuaikan dengan pasar.

(12)

ikut menentukan besarnya gaji pokok seseorang. Jadi, standar gaji pokok yang pasti tidak ada. Ini terdapat pada perusahaan-perusahaan swasta yang didalamnya masih sering terdapat diskriminasi.

Lebih lanjut lagi, Hasibuan (2010) memaparkan mengenai sistem dan kebijaksanaan kompensasi yaitu:

1. Sistem Kompensasi

Sistem pembayaran kompensasi yang umum diterapkan ada tiga (3) antara lain:

a. Sistem Waktu

Dalam sistem waktu, besarnya kompensasi ditetapkan berdasarkan standar waktu seperti jam, minggu, atau bulan. Administrasi pengupahan sistem waktu relatif mudah serta dapat diterapkan kepada karyawan tetap maupun pekerja harian.

Misalnya, joko pekerja harian, upahnya perhari sebersar Rp70.000,00. Jika bekerja selama 6 hari, maka upahnya sama dengan 6 x Rp70.000,00 = Rp420.000,00. Victor Harianja, SH karyawan tetap gajinya per bulan Rp6.000.000,00. Jadi setiap bulannya Victor menerima gaji sebesar Rp6.000.000,00.

(13)

b. Sistem Hasil (output)

Dalam sistem hasil, besarnya kompensasi/upah ditetapkan atas kesatuan unit yang dihasilkan pekerja seperti per potong, meter, liter, dan kilogram. Misalnya, perusahaan Genting Merah menetapkan upah per genting Rp1.000,00. Jika Ali dapat mengerjakan 500 genting maka kompensasi yang diterimanya = 500 genting x Rp1.000,00= Rp500.000,00.

Kebaikan sistem hasil memberikan kesempatan kepada karyawan yang bekerja bersungguh-sungguh serta berprestasi baik akan memperoleh balas jasa yang lebih besar. Kelemahan sistem hasil adalah kualitas barang yang dihasilkan kurang baik dan karyawan yang kurang mampu akan mendapat balas jasanya kecil, sehingga kurang manusiawi.

c. Sistem Borongan

Sistem borongan adalah suatu cara pengupahan yang penetapan besarnya jasa didasarkan atas volume pekerjaan dan lama mengerjakannya, penetapan besarnya balas jasa berdasarkan sistem borongan cukup rumit, lama mengerjakannya, serta banyak alat yang diperlukan untuk menyelesaikannya.

(14)

2. Kebijaksanaan Kompensasi

Kebijaksanaan kompensasi, baik besarnya, susunannya, maupunwaktu pembayarannya dapat mendorong gairah kerja dan keinginan karyawan untuk mencapai prestasi kerja yang optimal sehingga membantu terwujudnya sasaran perusahaan. Besarnya kompensasi harus ditetapkan berdasarkan analisis pekerjaan, uraian pekerjaan, spesifikasi pekerjaan, posisi jabatan, konsistensi eksternal, serta berpedoman kepada keadilan dan undang-undang perburuhan. Dengan kebijaksanaan ini, diharapkan akan terbina kerja sama yang serasi dan memberikan kepuasan bagi semua pihak.

Misalnya, susunan kompensasi ditetapkan untuk kompensasi langsung sebesar 60% dari pendapatan sedangkan kompensasi tidak langsung sebesar 40% dari pendapatannya akan dapat memperbaiki kehadiran karyawan.

3. Waktu Pembayaran Kompensasi

Kompensasi harus dibayarkan tepat pada waktunya, jangan sampai terjadi penundaan, supaya kepercayaan karyawan terhadap bonafiditas perusahaan semakin besar, ketenagan, dan konsentrasi kerja akan lebih baik. Jika pembayaran kompensasi tidak tepat pada waktunya akan mengakibatkan disiplin, moral, gairah kerja karyawan menurun, bahkan turn-over karyawan semakin besar.

(15)

Kompensasi yang diberikan oleh perusahaan kepada para karyawannya selalu dipengaruhi oleh faktor-faktor yang mendukung. Berikut terdapat 10 hal yang memengaruhi besarnya kompensasi yang diberikan:

a. Penawaran dan penerimaan tenaga kerja b. Kemampuan dan kesediaan perusahaan c. Serikat buruh atau organisasi karyawan d. Produktivitas kerja karyawan

e. Pemerintah dengan undang-undang dan Keppresnya f. Biaya hidup/cost of living

g. Posisi jabatan karyawan

h. Pendidikan dan pengalaman karyawan i. Kondisi perekonomian nasional j. Jenis dan sifat pekerjaan

Dengan adanya teori-teori pendukung di atas, maka penulis menarik suatu hipotesis dalam penelitian ini yaitu:

H1 : Kompensasi Finansial berpengaruh secara signifikan terhadap Prestasi Kerja Pegawai pada Rumah Sakit Bhayangkara Tk.II Medan.

2.1.3 Motivasi Kerja

(16)

behave in certain ways. Motivasi dimulai ketika seseorang menyadari bahwa dirinya memiliki kebutuhan atau kesenjangan atas kebutuhan tertentu, katakanlah pendapatan yang minim. Akibat dari pendapatan yang minim tersebut, orang tersebut melakukan tindakan pencarian jalan keluar untuk memperoleh pendapatan yang lebih baik, maka seseorang tersebut berpikir untuk mendapatkan pekerjaan alternatif lainnya, ataupun berkerja lebih giat lagi sebagai upaya mendapatkan penghasilan yang lebih memadai.

Bernard Berelson dan Gary A. Steiner dalam Siswanto (2008:119) mendefenisikan motivasi sebagai all those inner striving conditions variously described as wishes, desires, needs, drives, and the like. Motivasi dapat diartikan sebagai keadaan kejiwaan dan sikap mental manusia yang memberikan energi, mendorong kegiatan (moves), dan mengarah atau menyalurkan perilaku ke arah mencapai kebutuhan yang memberi kepuasan atau mengurangi ketidakseimbangan. Secara singkat di satu pihak pasif, motivasi tampak sebagai kebutuhan sekaligus sebagai pendorong yang dapat menggerakkan semua potensi, baik karyawan maupun sumber daya lainnya. Di lain pihak dari segi aktif, motivasi tampak sebagai suatu usaha positif dalam menggerakkan daya dan potensi karyawan agar secara produktif berhasil mencapai tujuan.

(17)

yang dianggap menjadi motivator yang lebih kuat dari perilaku. Maslow juga menekankan bahwa makin tinggi tingkat kebutuhan, makin tidak penting individu tersebut untuk mempertahankan hidup (survival) dan makin lama pemenuhannya dapat ditunda. Selanjutnya, Maslow mengajukan bahwa ada lima kelompok kebutuhan, yaitu:

a. Kebutuhan fisiologis (physiological needs) yaitu kebutuhan seseorang akan makanan, minuman, tempat berteduh, seks, dan kebutuhan fisik lainnya.

b. Kebutuhan Keamanan (safety needs) yaitu kebutuhan seseorang akan keamanan dan perlingdungan dari kejahatan fisik dan emosional, serta jaminan bahwa kebutuhan fisik akan terus dipenuhi.

c. Kebutuhan Sosial (social needs) yaitu kebutuhan seseorang akan kasih sayang, rasa memiliki, penerimaan, dan persahabatan.

d. Kebutuhan Penghargaan (esteem needs) yaitu kebutuhan seseorang akan faktor-faktor penghargaan internal, seperti harga diri, otonomi, dam prestasi, seta penghargaan eksternal, seperti status, pengakuan, dan perhatian.

e. Kebutuhan Aktualisasi Diri (self-actualization needs) yaitu kebutuhan seseorang akan pertumbuhan, pencapaian potensi seseorang, dan pemenuhan diri.

(18)

energi, arah, dan ketekunan. Elemen energi adalah ukuran dari intensitas atau dorongan. Usaha tingkat tinggi perlu diarahkan pada cara yang dapat membantu organisasi mencapai tujuannya. Karyawan harus terus di dorong dalam memberikan usaha yang mencapai tujuan tersebut. Dapat disimpulkan bahwa meningkatkan motivasi kerja karyawan menjadi perhatian penting organisasi dan para penyelia agar terus mencari jalan keluar. Berikut ada 10 hal yang harus di perhatikan para penyelia dan organisasi terkait dengan pemberian motivasi kepada karyawan:

a) Mengakui perbedaan individu

Hampir setiap teori kontemporer mengakui bahwa karyawan tidak identik. Mereka berbeda dalam kebutuhan, sikap, kepribadiaan, dan variabel individu penting lainnya.

b) Mencocokkan orang dengan pekerjaan

Penelitian menunjukkan bahwa motivasi mendapat pengaruh dari pekerjaan yang dilakukan seseorang. Perlu diingat bahwa tidak semua orang termotivasi oleh pekerjaan dengan otonomi, variasi, dan tanggung jawab yang tinggi. c) Gunakan tujuan

(19)

d) Pastikan bahwa tujuan itu diyakini dapat dicapai

Para manajer atau penyelia harus memastikan bahwa para karyawan merasa yakin jika usaha yang meningkat dapat menghasilkan pencapaian tujuan kinerja.

e) Imbalan berdasarkan individu

Para manajer atau penyelia harus mengetahui kondisi karyawan guna membedakan imbalan yang akan dikendalikan, seperti gaji, promosi, bonus, tunjangan, pengakuan, otonomi, dan partisipasi.

f) Kaitkan imbalan dengan kinerja/prestasi kerja

Para manajer atau penyelia harus mencari cara untuk meningkatkan visibilitas imbalan, membuat mereka berpotensi untuk lebih termotivasi.

g) Memeriksa sistem untuk keadilan

Perlu ingat bahwa keadilan seseorang merupakan ketidakadilan seorang lainnya, sehingga sistem imbalan yang ideal sebaiknya mempertimbangkan input secara berbeda untuk mendapatkan imbalan yang tepat untuk setiap pekerjaan.

h) Gunakan pengakuan

Akui kekuatan pengakuan. Itu merupakan imbalan karena sebagian besar karyawan menganggapnya berharga.

i) Tujuan perhatian dan kepedulian terhadap karyawan organisasi

(20)

j) Jangan abaikan uang (materi).

Peningkatan alokasi gaji berbasis kinerja, bonus bagian pekerjaan, dan insentif lain penting dalam menentukan motivasi karyawan.

Dalam praktiknya, kebanyakan perusahaan mendesain motivasi dari bentuk tradisional ke bentuk yang lebih modern. Perbedaan yang terdapat antara satu perusahaan dengan perusahaan lain biasanya terletak pada selera, budaya organisasi, tekanan, dan sebagainya. Siswanto (2008) memaparkan ada empat (4) bentuk pemotivasian karyawan yaitu:

1. Kompensasi Bentuk Uang

Pemberian kompensasi bentuk uang sebagai motivasi kerja para karyawan memiliki dua pengaruh perilaku. Keanggotaan adalah pengaruh yang paling luas, yaitu memengaruhi karyawan pada semua tingkat pendapatan. Pengaruh kedua adalah negatif, dari sudut pandang perusahaan, dan cenderung terbatas hanya pada karyawan yang pendapatannya tidak lebih dari tingkat standar kehidupan yang layak dan cenderung menganggap kompensasi bentuk uang sebagai tidak seimbang.

2. Pengarahan dan Pengendalian

(21)

dan pengukuran hasil kerja. Pengarahan dan pengendalian jelas perlu untuk mendapatkan kinerja yang terpercaya dan terkoordinasi. Dengan demikian, tujuan motivasi kerja para karyawan dapat terwujud.

3. Penetapan Pola Kerja yang Efektif

Pada umumnya, reakasi terhadap kebosanan kerja menimbulkan hambatan yang berarti bagi keluaran produktivitas kerja, karena manajemen menyadari bahwa masalahnya bersumber pada cara pengaturan pekerjaan, mereka menanggapinya dengan berbagai teknik yang efektif dan kurang efektif. Pola kerja yang kurang sesuai dengan tindakan dan komposisi diakui sebagai masalah yang berat. Hal ini bisa menjadi lebih negatif karena karyawan makin lama lebih muda dan berpendidikan lebih tinggi daripada dasawarsa sebelumnya.

4. Kebajikan

Kebajikan dapat didefenisikan sebagai suatu tindakan yang di ambil dengan sengaja oleh manajemen untuk memengaruhi sikap atau perasaan para karyawan. Dengan kata lain, kebajikan adalah usaha untuk membuat karyawan bahagia. Pada perusahaan yang besar, kebajikan mengambil bentuk yang sesuai dengan kelayakan dan kesopanan yang dihadapkan dari manajemen sumber daya manusia (SDM) dalam hubungan mereka dengan karyawan. Sementara itu kegiatan yang lebih formal seperti seremonial dan berwisata cenderung berkurang.

(22)

perilaku tertentu. Motivation is the set of forces that cause people to behave in certain ways. Motivasi seseorang dimulai ketika seseorang tersebut menyadari bahwa dirinya memiliki kebutuhan atau kesenjangan atas kebutuhan tertentu, katakanlah pendapatan yang minim. Oleh karena itu, orang tersebut berusaha mencari pekerjaan lain ataupun bekerja lebih keras lagi sebagai bentuk perilaku memenuhi kebutuhan akan pendapatan yang memadai.

Beberapa pendekatan mengenai motivasi yang dikemukan Stoner, Freeman, dan Gilbert, sebagaimana dikutip Sule dan Saefullah (2010), paling tidak ada 3 pendekatan yang telah dikenal dalam dunia manajemen yaitu:

a. Pendekatan Tradisional

Pendekatan ini memandang bahwa pada dasarnya manajer memiliki kinerja yang lebih baik dari pekerja, dan para pekerja hanya akan menunjukkan kinerja yang baik sekiranya diiming-imingi dengan kompensasi berupa uang.

b. Pendekatan Relasi Manusia

(23)

c. Pendekatan Sumber Daya Manusia

Menurut pendekatan ini, manajer perlu menyadari bahwa pada dasarnya manusia dapat dikategorikan dalam 2 (dua) karakter yaitu tipe X dan tipe Y. Sumber daya tipe X memiliki kecenderungan sebagai orang yang malas untuk bekerja dan hanya akan bekerja jika dipaksa untuk bekerja. Para manajer harus memaksa dan menyuruh para pekerja tipe X ini agar mau bekerja. Paksaan ini dapat berupa aturan yang ketat, pemberian insentif, dan sebagainya. Sumber daya tipe Y memiliki kecenderungan yang bertolak belakang dengan pekerja tipe X. Pekerja tipe Y cenderung menyukai pekerjaan dan bersifat aktif dalam setiap pekerjaan. Para pekerja tipe Y ini akan sangat berinisiatif, kreatif, dan sangat menyukai berbagai tantangan dalam pekerjaan. Para manajer perlu menciptakan suasana atau iklim kerja yang baik agar setiap pekerja dapat bekembang.

Dengan adanya teori-teori pendukung di atas, maka penulis menarik suatu hipotesis dalam penelitian ini yaitu:

H2 : Motivasi kerja berpengaruh secara signifikan terhadap Prestasi Kerja Pegawai pada Rumah Sakit Bhayangkara Tk.II Medan.

2.1.4 Lingkungan Kerja

(24)

Pada dasarnya, seseorang akan merasa lebih semangat dalam bekerja dan lebih termotivasi, apabila seseorang tersebut bekerja pada kondisi lingkungan yang sesuai dengan pribadinya. Jelaslah, apabila perusahaan mengharapkan prestasi kerja yang baik pada karyawannya, maka harusnya perusahaan tersebut menciptakan kondisi lingkungan kerja yang baik pula. Iklim kerja membawa pengaruh untuk jangka panjang. Dalam jangka pendek, kerap kali karyawan baru mempertahankan kondisi lingkungan sebagaimana adanya, akan tetapi lambat laun ini akan membawa dampak tersendiri dalam pencapaian kinerja yang dihasilkan karyawan. Tanggung jawab dalam menciptakan iklim dan lingkungan kerja yang baik tidak hanya berlaku bagi para penyelia, tetapi juga para karyawan. Ada dua (2) kelompok lingkungan kerja yaitu lingkungan kerja fisik dan lingkungan kerja nonfisik. Pada peneltian ini, penulis lebih memfokuskan pada lingkungan kerja fisik. Komarudin dalam Analisa (2011) mengatakan lingkungan kerja fisik adalah keseluruhan atau setiap aspek dari gejala fisik dan sosial-kultural yang mengelilingi atau mempengaruhi individu. Menurut Alex S. Nitisemito dalam Taufik (2013) lingkungan kerja fisik adalah segala sesuatu yang ada di sekitar para pekerja yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang dibebankan, misalnya penerangan, suhu udara, ruang gerak, keamanan, kebersihan, musik dan lain-lain. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi antara lain:

1) Kebersihan

(25)

kebersihan lingkungan kerja. Dengan adanya lingkungan yang bersih karyawan akan merasa senang sehingga kinerja karyawan akan meningkat. 2) Penerangan dalan ruang kerja

Di dalam ruangan kerja karyawan dibutuhkan udara yang cukup, dimana dengan adanya pertukaran udara yang cukup, akan menyebabkan kesegaran fisik dari karyawan tersebut. Suhu udara yang terlalu panas akan menurunkan semangat kerja karyawan di dalam melaksanakan pekerjaan.

3) Sirkulasi udara

Di dalam ruangan kerja karyawan dibutuhkan udara yang cukup, dimana dengan adanya pertukaran udara yang cukup, akan menyebabkan kesegaran fisik dari karyawan tersebut. Suhu udara yang terlalu panas akan menurunkan semangat kerja karyawan di dalam melaksanakan pekerjaan.

4) Kebisingan

(26)

5) Pewarnaan ruang kerja

Masalah warna dapat berpengaruh terhadap karyawan didalam melaksanakan pekerjaan, akan tetapi banyak perusahaan yang kurang memperhatikan masalah warna. Dengan demikian pengaturan hendaknya memberi manfaat, sehingga dapat meningkatkan semangat kerja karyawan. Pewarnaan pada dinding ruang kerja hendaknya mempergunakan warna yang lembut.

Dengan adanya teori-teori pendukung di atas, maka lahirlah suatu hipotesis berikutnya dalam penelitian ini yaitu:

H3 : Lingkungan Kerja berpengaruh secara signifikan terhadap Prestasi Kerja Pegawai pada Rumah Sakit Bhayangkara Tk.II Medan.

2.1.5 Gaya Kepemimpinan

(27)

ada implementasi dari pengetahuan akan motif para karyawannya. Pada dasarnya gaya kepemimpinan merupakan implementasi penyelia dari pemahaman akan berbagai motivasi karyawan dalam bekerja. Esensi utama dari kepemimpinan adalah bagaimana para penyelia mengarahkan dan memotivasi para karyawan agar dapat menghasilkan kinerja yang baik untuk operasional perusahaan tersebut. Apabila para menyelia mampu merealisasikan proses pengarahan dan pemotivasian tersebut dengan baik, maka gaya kepemimpinan adalah salah satu hal yang penting diimplementasikan guna peningkatan kinerja karyawan bahkan perusahaan.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kepemimpinan merupakan proses dalam mengarahkan dan memengaruhi para anggota dalam berbagai aktivitas yang harus dilakukan. Pihak yang terkait dalam menjalankan kepemimpinan disebut pemimpin. Pemimpin adalah seseorang yang mampu memengaruhi orang lain dan memiliki otoritas manajerial. Sebagaimana diketahui bahwa terdapat empat fungsi manajemen, dan salah satunya adalah pengarahan. Oleh sebab itulah, para penyelia seharusnya mampu memimpin dan menjadi pemimpin.

(28)

kelompok. Berdasarkan batasan tersebut, terdapat tiga (3) implikasi yang perlu diperhatikan lebih lanjut antara lain:

1. Kepemimpinan harus melibatkan bawahan

2. Kepemimpinan mencakup distribusi otoritas yang tidak mungkin seimbang di antara manajer dengan bawahan.

3. Di samping secara legal mampu memberikan para bawahan berupa perintah atau pengarahan, manajer juga dapat memengaruhi bawahan dengan berbagai gaya kepemimpinan.

Sebagai konsekuensi dari batasan kepemimpinan tersebut di atas, maka Sule dan Saefullah (2010) membagi dua gaya kepemimpinan pada umumnya yaitu:

a. Gaya kepemimpinan yang berorientasi pada pekerjaan (task-oriented or job style)

Gaya kepemimpinan ini cenderung memberikan fokus pada pekerjaan dan prosedur yang harus dilakukan dalam pekerjaan. Pemimpin yang menganut gaya ini menilai bahwa kepentingan organisasi harus lebih didahulukan dari kepentingan individu.

b. Gaya kepemimpinan yang berorientasi pada pegawai (employee-oriented style)

(29)

Untuk lebih mengetahui bagaimana pandangan para peneliti dan ahli dalam mengulas gaya kepemimpinan yang terjadi, berikut beberapa hasil penelitian yang penulis kutip dari beberapa sumber:

1. Teori Sifat (Trait Theories)

Teori ini dicetuskan oleh S.A. Kirkpatrick dan E.A. Locke sebagaimana dikutip dalam Robbins dan Coulter (2009:148), terdapat tujuh sifat/gaya kepemimpinan yaitu:

a. Penggerak (drive)

Pemimpin menunjukkan tingkat usaha yang tinggi, memiliki ekspektasi yang besar dalam keberhasilan, ambisius, energik, tidak kenal lelah, dan inisiatif.

b. Hasrat untuk memimpin (desire to lead)

Pemimpin memiliki hasrat yang kuat untuk memengaruhi dan memimpin orang lain serta bertanggung jawab.

c. Kejujuran dan integritas (honesty and integrity)

Pemimpin membangun hubungan yang terpercaya dengan pengikutnya dengan cara jujur dan tidak berkhianat, serta menjaga konsistensi antara perkataan dan perbuatan.

d. Kepercayaan diri (self confidence)

(30)

e. Kecerdasan (intelligence)

Pemimpin harus cukup cerdas agar dapat mengumpulkan, menyatukan, dan menafsirkan banyak informasi, dapat menciptakan visi, memecahkan masalah, dan mengambil keputusan yang baik.

f. Pengetahuan yang relevan mengenai pekerjaan (job-relevant knowledge) Pemimpin yang efektif memiliki pengetahuan tingkat tinggi mengenai perusahaan, industri, dan permasalahan teknis.

g. Extraversion

Pemimpin adalah orang yang energik dan penuh semangat, suka bergaul, tegas, dan jarang sekali berdiam atau menarik diri.

2. Teori Managerial Grid

Teori ini dicetuskan oleh Robert Blake dan Jane Mouton sebagaimana yang penulis kutip dalam Sule dan Saefullah (2010), menjelaskan bahwa terdapat lima gaya kepemimpinan dalam organisasi yaitu:

a. Manajemen yang lemah (Improvished Management)

Gaya kepemimpinan ini memiliki karakteristik yang rendah sekali upaya yang yang dilakukan baik untuk melakukan pekerjaan maupun membangun tim atau relasi sosial.

b. Manajemen Tugas (Authority Compliance)

(31)

c. Middle of the Road Management

Gaya kepemimpinan seperti ini cukup seimbang dan cukup baik pada orang-orang maupun pekerjaan. Gaya kepemimpinan seperti ini biasanya merupakan gaya kepemimpinan yang umumnya dimiliki semua orang. d. Country Club Management

Gaya kepemimpinan ini memiliki perhatian yang tinggi pada orang-orang namun rendah terhadap pekerjaan. Pemimpin yang bergaya seperti ini cocok untuk organisasi yang tidak menekankan pada pekerjaan, tetapi lebih membangun relasi.

e. Manajemen Tim (Team Management)

Pada gaya kepemimpinan ini, manajer memiliki perhatian yang tinggi kepada pekerjaan sekaligus orang-orang. Tidak mudah untuk memiliki gaya kepemimpinan ini dan cukup sedikit pemimpin yang menerapkan gaya ini kepada para bawahannya.

3. Teori Kepemimpinan Situasi Hersey dan Blanchard

Paul Helsey dan Ken Blanchard sebagaimana dikutip dalam Robbins dan Coulter (2009) melangkah lebih maju dengan mempertimbangkan tugas dan perilaku lalu menggabungkannya menjadi empat gaya kepemimpinan yaitu: a. Telling (pekerjaan tinggi – relasi rendah)

Pemimpin menentukan peranan karyawan dan mengatur apa, kapan, bagaimana, dan dimana karyawan melaksanakan tugasnya.

b. Selling (pekerjaan tinggi – relasi tinggi)

(32)

c. Participating (pekerjaan rendah – relasi tinggi)

Bersama-sama membuat keputusan, dimana pemimpin meiliki peranan sebagai fasilitator dan komunikator.

d. Delegating (pekerjaan rendah – relasi rendah)

Pemimpin kurang memberikan pengarahan dan dukungan. 4. Teori Jalan Tujuan (Path Goal Theory)

Model ini diperkenalkan oleh Martin G. Evans dan Robert J. House sebagaimana dikutip dalam Robbins dan Coulter (2010) yang mengatakan paling tidak ada 4 gaya kepemimpinan berdasarkan jalan tujuan yaitu:

a. Pemimpin Direktif, yaitu pemimpin yang cenderung untuk menentukan langsung apa yang harus dilakukan oleh bawahan dan apa yang diharapkan oleh pemimpin. Pemimpin seperti ini langsung memberikan arah dan panduan, serta memberikan jadwal kerja yang spesifik.

b. Pemimpin Suportif, yaitu pemimpin yang cenderung bersahabat dan mudah diajak berdialog oleh siapapun, memberikan perhatian penuh pada kesejahteraan bawahan, serta memperlakukan anggota secara setara. c. Pemimpin Partisipatif, yaitu pemimpin yang cenderung untuk memberikan

konsultasi kepada bawahan, mengakomodasikan berbagai masukan, serta melibatkan bawahan dalam pengambilan keputusan.

(33)

5. Teori Kepemimpinan Transformatif – Transaksi a. Kepemimpinan Karismatik

Kepemimpinan karismatik dikatakan paling tepat ketika pekerjaan bawahan memiliki tujuan ideologis atau lingkungannya menimbulkan tekanan dan ketidakpastian yang tinggi, atau ketika sebuah perusahaan baru memulai bisnis, ataupun sedang menghadapi suatu krisis. Pemimpin yang karismatik memiliki visi, mampu mengartikulasikan visi tersebut, sensitif terhadap keadaan lingkungan dan kebutuhan karyawan, dan perilaku yang luar biasa.

b. Kepemimpinan Visioner

Kepemimpinan ini mampu menciptakan dan mengartikulasikan visi masa depan yang realistis, dapat dipercaya, dan menarik sehingga dapat memperbaiki situasi saat ini.

c. Kepemimpinan Tim

(34)

Dengan adanya teori-teori pendukung di atas, maka lahirlah suatu hipotesis berikutnya dalam penelitian ini yaitu:

H4 : Gaya Kepemimpinan berpengaruh secara signifikan terhadap Prestasi Kerja Pegawai pada Rumah Sakit Bhayangkara Tk.II Medan.

Secara simultan, maka lahirlah suatu hipotesis terakhir dalam penelitian ini yaitu: H5 : Kompensasi finansial, motivasi kerja, lingkungan kerja dan gaya kepemimpinan berpengaruh secara simultan terhadap prestasi kerja pegawai pada Rumah Sakit Bhayangkara Tk.II Medan

2.2 Penelitian Terdahulu

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

Peneliti Judul Variabel

Penelitian Hasil Penelitian Lucky

Wulan Analisa (2011)

(35)

karyawan, dan karyawan (Studi kasus pada PT PLN Persero Distribusi Jawa Timur Ap dan J.

How to Boost Employee Performance: Investigating the Influence of

Transformational Leadership and Work Environment in a Pakistani Perspective

(36)

Gede pada PT Maharani Prema Sakti Denpasar.

(37)

terhadap kinerja karyawan.

2.3 Kerangka Konseptual

Berdasarkan tinjauan landasan teori dan penelitian terdahulu, maka penulis membuat suatu kerangka pemikiran dalam penelitan ini, seperti yang disajikan dalam gambar berikut ini:

H1 H1

H2

H3 H4 H5

H5

Gambar 2.3 Kerangka Konseptual

Prestasi Kerja Pegawai Rumah Sakit Bhayangkara Tk.II Medan

(Y) Motivasi Kerja (X2)

Gambar

Gambar 2.1 Komponen Program Kompensasi
Gambar 2.2 Garis Lurus dari Filosofi kompensasi
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
Gambar 2.3 Kerangka Konseptual

Referensi

Dokumen terkait

Masalah yang akan diungkap dalam penelitian ini adalah bagaimana tingkat kebersyukuran, tingkat kebermaknaan hidup, dan hubungan antara kebersyukuran dengan kebermaknaan

Pembaruan hukum Islam berarti gerakan ijtihad menetapkan hukum yang mampu men- jawab permasalahan dan perkembangan baru yang ditimbulkan oleh kemajuan ilmu penge- tahuan dan

Manifestasi klinis berupa refleks bersin yang tidak terlalu sering tetapi dalam seperti pada penyakit sistem pernapasan seperti bronkitis dan TB paru dapat

positif.Hal ini menunjukkan bahwa dengan peningkatan yang terjadi pada price to book value maka dapat dilihat bahwa perusahaan memiliki kinerja yangbaik untuk mengupayakan peningkatan

Ada hubungan antara obesitas dengan harga diri pada siswi remaja putri. MA/Mua’llimat Muhammadiyah Yogyakarta, dengan

b. Dengan menggunakan jangka, lukislah dua buah lingkaran kongruen dengan titik pusat A dan B serta berjari-jari sama dengan tali busur AB.. Tentukan titik potong dari kedua

keseimbangan moneter di Indonesia, bank Islam juga dapat ikut berperan dengan melakukan investasi dalam pasar uang syariah dengan menggunakan instrumen pasar uang

Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan jawaban dari pertanyaan (a) Bagaimana analisis kelayakan bisnis distribusi produk minuman CheckHup oleh PT Dagang Jaya