• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Remaja - Pengaruh Pola Makan terhadap Kejadian Anemia pada Remaja Putri di SMA Dharma Pancasila Medan Tahun 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Remaja - Pengaruh Pola Makan terhadap Kejadian Anemia pada Remaja Putri di SMA Dharma Pancasila Medan Tahun 2013"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Remaja

Remaja yang dalam bahasa aslinya disebut adolescene, berasal dari bahasa latin adolescere yang artinya tumbuh atau tumbuh untuk mencapai kematangan. Bangsa primitive dan orang-orang purbakala memandang masa puber dan masa remaja tidak berbeda dengan periode lain dengan rentang kehidupan. Anak dianggap dewasa apabila sudah mampu mengadakan reproduksi (Ali, 2011). Masa Remaja (adolescence) merupakan periode transisi perkembangan masa kanak-kanak dengan masa dewasa, yang melibatkan perubahan-perubahan biologis, kognitif dan sosio-emosional (Santrock, 2007). WHO menetapkan batas usia 10-20 tahun sebagai batasan usia remaja. Walaupun batasan tersebut didasarkan pada usia kesuburan (fertilitas) wanita, batasan ini berlaku juga untuk remaja pria dan WHO membagi kurun usia tersebut dalam 2 bagian yaitu remaja awal 10-14 tahun dan remaja akhir 15-20 tahun (Sarwono, 2000).

(2)

Masa remaja merupakan masa pertumbuhan dalam berbagai hal, baik mental, emosional, sosial dan politik (Gunarsa 2010). Kesempurnaan dan kematangan pertumbuhan fisik khususnya remaja putri merupakan salah satu penentu kesiapan fisik dalam menghadapi masa reproduksi. Perubahan juga terjadi bagi remaja putri yang setiap bulannya mengalami menstruasi di dalam darah yang dikeluarkan ±50 cc tiap bulannya, dan juga perubahan dalam perilaku konsumsi. Remaja yang masih dalam proses mencari identitas diri, seringkali mudah tergiur oleh moderinisasi dan teknologi yang mempengaruhi konsumsi makanan pada remaja yang tidak melihat makanan dari kandungan gizi tapi lebih condong ke arah trend dan moderinisasi.

(3)

Masalah lain gizi remaja yang berkaitan langsung dengan angka kematian Ibu (AKI) adalah anemia gizi. Data dari Direktorat Kesehatan Keluarga menunjukkan bahwa anemia menjadi faktor resiko terjadinya perdarahan tersebut dan hal itu diakibatkan karena anemia yang dideritanya sejak masih remaja (Gayuh, 2009). Kejadian hamil dan menikah diusia dini pada remaja putri baik yang direncanakan atau tidak direncanakan merupakan salah satu pemberi kontribusi terhadap kematian ibu. Kurangnya kesiapan secara mental dan fisik pada remaja putri akan memberi dampak pada keturunan yang akan dihasilkan. Tidak jarang remaja putri yang hamil pada usia muda mengalami masalah terhadap kesehatannya dan generasi yang akan dilahirkan. Kehamilan pada usia remaja berpotensi melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah (Hayati, 2010). Pada kehamilan yang tidak diinginkan, aborsi sering menjadi langkah yang dipilih. Hal ini dapat berdampak buruk pada masa depan remaja putri dan menjadi salah satu penyebab angka kematian ibu.

2.2 Anemia

2.2.1 Jenis Anemia

(4)

hemoglobin dan eritrosit lebih rendah daripada normal adalah 14-18gr % dan eritrosit 4,5%-5,5jt/mm3. Sedangkan pada wanita, hemoglobin normal adalah 12-16 gr% dengan erittrosit 3,5-4,5 jt/mm3. Di Indonesia sebagian besar anemia disebabkan oleh kekurangan zat besi (Fe) sehingga disebut anemia kekurangan zat besi atau anemia gizi besi (Hardinsyah dkk, 2007).

Klasifikasi dari anemia disampaikan Kodiyat (2000), menggolongkan anemia menjadi dua tipe, yaitu anemia gizi dan anemia non-gizi. Anemia gizi disebabkan oleh kekurangan zat gizi yang diperlukan dalam pembentukan dan produksi sel-sel merah. Anemia gizi dibagi menjadi beberapa jenis yaitu:

1. Anemia pernisiosa merupakan anemia yang disebabkan defisiensi vitamin B12 dalam darah.

2. Anemia Defsiensi folat (asam folat) yang disebabkan defisiensi asam folat didalam darah.

3. Anemia defisisiensi besi adalah anemia yang disebabkan defisiensi besi di dalam darah.(Almatsier, 2009).

2.2.2 Anemia Gizi Besi

Menurut Reksodiputro (2006) anemia gizi besi adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya penyediaan besi untuk pembentukan sel darah merah. Cadangan besi yang berkurang bahkan tidak ada sama sekali mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang.

Gambaran klinis dari anemia gizi besi adalah :

(5)

2. Memperlihatkan gejala 5 L (Lesu, Lemah, Letih, Lelah, Lalai). Gejala lebih lanjut telapak tangan pucat, konjugtiva pucat dan daun telinga pucat juga semakin terlihat (Depkes, 2005)

Tabel 2.1 Batasan Anemia menurut WHO

Kelompok Batas Normal

Anak Balita 11 gr %

Anak Usia Sekolah 12 gr %

Wanita Dewasa 12 gr %

Laki – laki Dewasa 13 gr %

Ibu Hamil 11 gr %

Dalam supariasa 2008

2.2.3 Zat Mikro (Besi) dan Metabolismenya

Zat mikro (besi) adalah microelement yang essensial bagi tubuh. Zat ini terutama diperlukan dalam hemapobesis (pembentukan darah), yaitu dalam sintesa hemoglobin (Hb). Di samping itu berbagai jenis enzim memerlukan Fe sebagai faktor penggiat (Soediatomo, 2006). Zat besi merupakan bagian yang terpenting dalaam hemoglobin, mioglobin, dan enzim, namun zat gizi ini tergolong essensial sehingga harus disuplai dari makanan. Fungsi prinsip utama zat gizi besi dalam tubuh adalah terlihat dalam pengangkutan oksigen dan dari sari makanan dalam darah dan urat daging serta menstranfer electron (Akhmadi, 2008)

(6)

besi. Dalam sebuah melekul hemoglobin terdapat empat heme. Besi juga terdapat dalam sel-sel otot, khususnya dalam mioglobin.

Kebutuhan zat besi pada seseorang sangat bergantung pada usia dan jenis kelamin. Kebutuhan zat besi pada wanita lebih banyak daripada laki-laki karena mereka mengalami menstruasi setiap bulan. Wanita hamil, bayi dan ank-anak lebih beresiko untuk mengalami anemia zat besi daripada yang lainnya. Berikut kebutuhan zat besi yang terserap menurut umur pada wanita.

Tabel 2.2 Angka Kecukupan Besi yang Dianjurkan

Golongan Umur AKB (mg)

Wanita :

10 – 12 tahun 20

13 – 15 tahun 26

16 – 18 tahun 26

19 – 29 tahun 26

30 – 49 tahun 26

50 – 64 tahun 12

≥ 65 tahun 12

Sumber : Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi, 2004. Angka Kecukupan Besi Dalam Almatsier 2009

(7)

yaitu transferin dan feritin. Transferin mukosa mengangkut besi dari saluran cerna kedalam sel mukosa dan memindahkannya ke transferin reseptor yang ada didalam sel mukosa. Transferin mukosa kemudian kembali kedalam rongga saluran cerna untuk mengikat besi yang lain, sedangkan transferin reseptor mengangkut besi melalui darah ke semua jaringan tubuh.

Taraf absorpsi besi diatur oleh mukosa saluran cerna yang ditentukan oleh kebutuhan tubuh.Transferin mukosa yang dikeluarkan kedalam empedu berperan sebagai alat angkut yang bolak balik membawa besi kepermukaan sel usus halus untuk diikat oleh transferin reseptor dan kembali kesaluran cerna untuk mengangkut zat besi yang lain. Zat besi dari plasma sebagian harus dikirim ke sumsum tulang untuk pembentukan hemoglobin dan sebagian lagi diedarkan ke seluruh jaringan. Cadangan besi disimpan dalam bentuk ferritin dan hemosiderin di dalam hati dan limpa. Penyebaran besi dari sel mukosa ke sel–sel dalam tubuh berlangsung lebih lambat dari pada penerimaannya dari saluran cerna, bergantung pada simpanan besi dalam tubuh dan kandungan besi dalam bahan makanan.

(8)

Faktor yang berpengaruh terhadap absorbsi besi besi antara lain:

1. Bentuk Besi, di dalam makanan berpengaruh terhadap penyerapannya. Besi heme, yang merupakan bagian dari hemoglobin dan mioglobin yang terdapat pada daging hewan dapat diserap dua kali lipat daripada zat besi non- heme. 2. Asam organik, seperti vitamin C sangat membantu penyerapan besi non-heme

dengan merubah bentuk ferri menjadi bentuk ferro, dimana bentuk ferro lebih mudah diserap. Vitamin C juga membentuk gugus besi askorbat yang tetap larut pada PH lebih tinggi dalam duodenum.

3. Asam fitat, mengikat besi sehingga mempersulit penyerapannya.

4. Tanin, yang merupakan polifenol dan terdapat di dalam teh, kopi dan beberapa jenis sayuran yang menghambat absorbsi besi.

5. Tingkat keasaman lambung meningkatkan daya larut besi sehingga menghalangi absorbsi besi.

6. Faktor intrinsik di dalam lambung membantu penyerapan besi, diduga karena hema mempunyai struktur yang sama dengan vitamin B12.

7. Kebutuhan tubuh, bila tubuh kekurangan besi atau kebutuhan meningkat pada masa pertumbuhan, absorbs non-heme dapat meningkat sampai sepuluh kali, sedangkan besi heme dua kali (Almatsier, 2009).

(9)

pangan asal hewani (heme) lebih mudah diserap daripada zat besi pangan asal nabati (non-heme). Kecukupan Fe tidak hanya dipenuhi dari konsumsi makanan sumber zat besi, tetapi dipengaruhi oleh absorbsi besi dalam tubuh itu sendiri.

2.2.4 Penyebab Anemia Gizi Besi

Menurut Depkes (2000), penyebab anemia gizi besi atau FE dalam tubuh. Karena pola konsumsi masyarakat Indonesia, terutam Wanita kurang mengkonsumsi sumber makanan hewani yang merupakan sumber heme yang daya serapnya > 15%. Anemia juga disebabkan karena terjadinya peningkatan kebutuhan oleh tubuh terutama pada remaja, ibu hamil, dan karena adanya penyakit kronis. Penyebab lainnya kerena perdarahan yang disebabkan oleh cacing terutama cacing tambang, malaria, haid yang berlebihan dan perdarahan pada saat melahirkan (Wijiastuti,2006). Pada umumnya anemia sering terjadi pada wanita dan remaja putri dibanding dengan pria, hal tersebut dikarenakan oleh:

1. Wanita dan remaja putri pada umumnya lebih sering mengkonsumsi makanan nabati yang kandungan zat besinya sedikit dibandingkan dengan makanan hewani, sehingga kebutuhan tubuh akan zat besi tidak terpenuhi

2. Remaja putri biasanya lebih ingin tampil lansing, sehingga membatasi asupan makanan

3. Setiap hari manusia kehilangan zat besi 0,6 mg di ekstraksi, khususnya melalui feses

(10)

Penyebab anemia gizi besi pada remaja putri dapat juga terjadi karena asupan besi yang tidak cukup, adanya gangguan absorbsi besi, kehilangan darah yang menetap, penyakit dan kebutuhan meningkat, yaitu sebagai berikut:

1. Asupan zat besi yang tidak cukup

Pada masa remaja, yang merupakan masa penting dalam pertumbuhan. Apabila, makanan yang dikonsumsi tidak mengandung zat besi dalam jumlah cukup, maka kebutuhan tubuh terhadap zat besi tidak terpenuhi, ini dikarenakan rendahnya kualitas dan kuantitas zat besi pada makanan yang kita konsumsi. Kurangnya konsumsi sayuran dan buah-buahaan serta lauk pauk akan meningkatnya resiko terjadinya anemia zat besi.

Remaja yang belum sepenuhnya matang baik secara fisik, kognitif, dan masih dalam masa pencarian identitas diri, cepat dipengaruhi lingkungan. Keinginan memiliki tubuh yang langsing, membuat remaja membatasi makan. Aktifvitas remaja yang padat menyebabkan mereka makan di luar rumah atau hanya makan makanan ringan, yang sedikit mengandung zat besi, selain itu dapat menggangu atau menghilangkan nafsu makan (Djaeni, 2008)

2. Defisiensi Asam Folat

(11)

megaloblastik dan gangguan darah lainnya, peradangan lidah (glositis) dan gangguan saluran cerna (Almatsier, 2009)

3. Gangguan absorbsi

Zat besi yang berasal dari makanan dan masuk kedalam tubuh diperlukan proses absorbsi. Proses tersebut dipengaruhi oleh jenis makanan, dimana zat besi terdapat. (Husaini dalam Yenni, 2003) menyatakan bahwa terdapat faktor yang mempermudah absorbs besi dan faktor yang menghambat absorbsi besi. Absorbsi zat besi dapat lebih ditingkatkan dengan pemberian vitamin C, hal ini dikarenakan karena faktor reduksi dari vitamin C. Zat besi diangkut melalui dinding usus dalam senyawa dengan asam amino atau dengan vitamin C. Karena itu, sayuran segar dan buah-buahan baik dikonsumsi untuk mencegah anemia. Hal ini dikarenakan bukan bahan makanannya yang mengandung gizi besi, tetapi karena kandungan vitamin C yang mempermudah absorbsi zat besi. Vitamin C dapat meningkatkan absorbsi zat besi non heme samapai 4 kali lipat. Tidak hanya vitamin C saja yang dapat mempermudah absorbi zat besi, protein juga ikut mempermudah absorbsi zat besi. Kadang faktor yang menentukan absorbsi pada umumnya lebih penting dari jumlah zat besi dalam makanan.

(12)

Kafein didalam kopi juga juga dapat menurunkan absorbsi zat besi. Kafein merupakan Kristal Xantin putih, pahit, dan larut dalam air. Efek negative kopi antara lain; menggangu absorbsi besi, menyebabkan anemia defisiensi besi, ulkus peptikum, esophagitis erosif, gastroesophageal refluks, meningkatkan resiko osteoporosis. Konsumsi teh dan kopi satu jam setelah makan akan menurunkan absorbsi dari zat besi sampai 40% untuk kopi dan 85% untuk teh, karena terdapat zat polyphenol

seperti tannin yang terdapat dalam teh (Bothwell, 1992).

Pada penelitian yang dilakukan olah Muhilal dan Sulaeman (2004), didapat absorbsi zat besi besi turun sampai 2% oleh karena konsumsi teh, sedangkan absorbsi tanpa konsumsi teh hanya diabsorbsi sekitar 12%. Penelitian yang dilakukan Yuliansari (2007) menyatakan ada pengaruh mengkonsumsi minuman berkafein terhadap kejadian anemia.

4. Kehilangan darah (Zat Besi)

Perdarahan atau kehilangan darah dapat menyebabkan anemia yang disebabkan oleh: a. Perdarahan saluran cerna yang lambat karena polip, neoplasma, gastritis, varises

(13)

darah merah yang mengandung sedikit hemoglobin yang menimbulkan keadaan anemia (Iskandar Asep , 2009)

b. Kecacingan (terutama cacing tambang). Infeksi cacing tambang menyebabkan perdarahan pada dinding usus, akibatnya sebagian darah akan hilang dan akan dikeluarkan dari tubuh bersama tinja. Setiap hari satu ekor cacing tambang akan menghisap 0,03 sampai 0,15 ml darah dan terjadi terus-menerus sehingga kita akan kehilangan darah setiap harinya, hal ini yang menyebabkan anemia.

c. Penyakit (Sindrom Malabsorbsi)

Penyakit yang dapat mempengaruhi terjadinya anemia seperti gastritis, ulkus peptikum dan diare (Guyton, 1999)

d. Kebutuhan tubuh terhadap zat besi yang meningkat

(14)

2.2.5 Protein

Protein adalah molekul yang terdiri atas rantai-rantai panjang asam amino yang terikat satu sama lain dalam ikatan peptida. Protein mempunyai fungsi membangun serta memelihara sel-sel dalam jaringan tubuh dan sintesis porfirin nukleus hemoglobin. Bahan makanan hewani merupakan sumber protein yang baik karena memiliki susunan asam amino yang paling sesuai untuk kebutuhan manusia dibandingkan dengan sumber protein dari bahan makanan nabati (Almatsier, 2009).

(15)

Tabel 2.3 Angka Kecukupan protein yang dianjurkan

Golongan Umur AKP (gram)

Wanita :

10-12 tahun 50

13-15 tahun 57

16-18 tahun 55

19-29 tahun 50

30-49 tahun 50

50-64 tahun 50

≥ 65 50

Sumber : Widyakarya Nasional Pangan Dan Gizi, 2004 ( dalam Almatsier, 2009)

2.2.6 Asam Folat

Asam folat merupakan vitamin yang digolongkan dalam vitamin larut air. Asam folat memiliki bentuk aktif berupa cincin pteridin yang terkait dengan asam amino benzoat dan asam glutamate. Asam folat dapat larut dalam garam natrium, asam folat terdapat dalam makanan dalam bentuk tereduksi yang sifatnya stabil dan mudah direduksi. Kebutuhan asam folat pada manusia sekitar 50 µg, tetapi kebutuhan asam folat akan meningkat pada keadaan tertentu.

2.2.7 Fungsi Asam Folat

(16)

tanpa lemak, biji-bijian, gandum, kacang-kacangan dan buah jeruk. Vitamin C yang ada didalam buah jeruk menghambat kerusakan Asam Folat (Almatsier, 2009).

Tabel 2.4 Angka Kecukupan Folat yang dianjurkan Golongan Umur AKF (µg) Wanita :

10-12 tahun 300

13-15 tahun 400

16-18 tahun 400

19-29 tahun 400

30-49 tahun 400

50-64 tahun 400

≥ 65 tahun 400

Sumber : Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi, 2004 (dalam Almatsier 2009)

2.2.8 Vitamin C

(17)

Kolagen merupakan senyawa protein yang mempengaruhi integritas struktur sel disemua jaringan ikat, seperti pada tulang rawan, matriks tulang, dentin gigi, membran kapiler, kulit dan tendon (urat otot). Oleh karena itu dapat dikatakan pula bahwa Vitamin C berperan dalam penyembuhan luka, patah tulang, perdarahan dibawah kulit dan perdarahan gusi. Selain itu Vitamin C juga dapat berfungsi untuk mmeningkatkan daya tahan tubuh terhadap infeksi, Kanker dan Penyakit Jantung.

Tabel 2.5 Angka Kecukupan Vitamin C yang dianjurkan

Golongan Umur AKC (mg)

Wanita :

10-12 tahun 50

13-15 tahun 65

16-18 tahun 75

19-29 tahun 75

30-49 tahun 75

50-64 tahun 75

≥ 65 tahun 75

Sumber : Widyakarya Nasional Pangan Dan Gizi, 2004 ( dalam Almatsier, 2009)

2.2.9 Hubungan Asam folat dan Anemia

(18)

remaja putri yang anemia. Berdasarkan penelitian Mulyawati, 2003 di Jakarta diketahui ada peningkatan kadar Hb dan serum feritin setelah diberikan suplementasi zat besi dan asam folat pada pekerja yang anemia.

2.2.10 Akibat Anemia

Gejala yang ditumbulkan anemia yaitu lemah, letih, pusing, kurang nfsu makan, menurunnya kebugaran tubuh, menurunnya kemampuan kerja, dan menurunnya kekebalan tubuh. Pada masa remaja dapat menurunkan konsentrasi dan belajar (Almatsier, 2009). Menurut Kusumawati (2005) tingginya anemia pada remaja ini akan berdampak pada prestasi belajar siswa karena anemia pada remaja akan menyebabkan daya konsentrasi menurun sehinggamengakibatkan menurunnya prestasi belajar. Anemia gizi pada balita dan anak akan berdampak pada peningkatan kesakitan dan kematian, perkembangan otak, fisik, motorik, mental dan kecerdasan juga terhambat (Aliefin,2005)

2.2.11 Pencegahan Anemia

Upaya-upaya untuk mencegah anemia menurut Depkes (2012), antara lain sebagai berikut:

1. Makan-makanan yang banyak mengandung zat besi dari bahan hewani (daging, ikan, ayam, hati, dan telur), dari bahan nabati (sayuran yang berwarbna hijau tua, kacang-kacangan dan tempe)

2. Banyak makan makanan sumber vitamin C yang bermanfaat untuk peningkatan penyerapan zat besi, misalnya jambu, jeruk, tomat dan nanas

(19)

Menurut DeMaeyer (1995) dalam Depkes (2012), pencegahan adanya kurang zat gizi besi dapat dilakukan dengan tiga pendekatan dasar yaitu sebagai berikut:

1. Memperkaya makanan pokok dengan zat besi. Zat besi dapat membantu pembentukan hemoglobin (sel darah merah) yang baru.

2. Pemberian suplemen tablet zat besi. Pada saat ini pemerintah mempunyai Program Penanggulangan Anemia Gizi Besi (PPAGB) pada remaja puteri, untuk mencegah dan menaggulangi masalah anemia gizi besi melalui suplementasi zat besi.

3. Memberikan pendidikan kesehatan tentang pola makan sehat. Kehadiran makanan siap saji dapat mempengaruhi pola makan remaja . makanan siap saji umumnya rendah besi, kalsium, riboflavin, vitamin A dan asam folat. Makanan siap saji mengandung lemak jenuh, kolesterol, dan natrium yang tinggi.

2.3 Pola Makan

(20)

makanan dan mengosumsinya sebagai terhadap reaksi pengaruh–pengaruh fisiologi, psikologi, budaya dan sosial (Sulistyoningsih, 2010).

Ada tiga faktor yang menentukan pola konsumsi pangan yaitu:

1. Kondisi ekosistem yang mencangkup penyediaan bahan makanan alamiah Pada saat sekarang ini, bahkan sebagian besar pola konsumsi pangan manusia mengandung bahan makanan nabati sebagai mayoritas, dan bahan makanan hewani dikonsumsi dalam jumlah relative sedikit. Bagian bahan makanan hewani dikonsumsi dalam relative sedikit. Bagian bahan makanan hewani, bila kondisi kemakmuran ekonomi bertambah maju

2. Kondisi ekonomi yang menentukan daya beli

Dalam rangka penganekaragaman pola konsumsi pangan, ialah bahwa daya beli sanggup membeli bahan makanan yang mencukupi baik kuantitas maupun kualitasnya.

3. Konsep kesehatan gizi

Faktor konseptual dan pengetahuan umum maupun pengetahuan kesehatan dan gizi merupakan faktor ketiga yang menonjolm dalam mempengaruhi komposisi dan pola konsumsi pangan (Suhardjo, 1989)

Pola makan dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain adalah kebiasaan, kesenangan, budaya, agama, taraf ekonomi, lingkungan alam dan sebagainya. Sejak dahulu makanan selain untuk pertumbuhan, memenuhi rasa lapar juga sebagai lambing kemakmuran, kekuasaan dan persahabatan.

(21)

1. Memberikan bahan untuk membangun dan memelihara tubuh disamping memperbaiki bagian tubuh disamping memperbaiki bagian tubuh yang rusak 2. Memberikan energi (tenaga) yang dibutuhkan untuk kebutuhan bergerak dan

bekerja

3. Memberikan rasa kenyang yang berpengaruh terhadap ketentraman berarti mempunyai dampak positif terhadap kesehatan. Dengan demikian, kecukupan akan makanan mempunyai arti boilogis dan psikologis

2.3.1 Pola Makan Remaja

Makanan merupakan kebutuhan bagi hidup manusia, makanan yang dikonsumsi beragam jenis dengan berbagai cara pengolahannya. Pada masyarakat dikenal pola makan dan kebiasaan makan dimana seseorang/sekelompok orang tinggal. Salah satu fungsi utama makanan adalah memberikan energi. Energi itu tidak hanya diperlukan untuk aktivitas atau kegiatan berat tetapi juga untuk berfungsinya organ-organ tubuh. Jumlah energi yang dicerna dari makanan diukur dalam kalori dan kebutuhan kalori harian seorang seorang akan bergantung pada usia, jenis kelamin, tingkat kegiatan, laju metabolisme dan iklim dimana seorang tinggal (Sediaoetama, 2006).

(22)

Perkembangan dari seorang anak menjadi dewasa pasti melalui fase remaja. Pada fase ini fisik seseorang terus berkembang, demikian pula aspek sosial maupun psikologisnya. Perubahan ini membuat seorang remaja mengalami banyak ragam gaya hidup, perilaku, tidak terkecuali pengalaman dalam menentukan makanan apa yang akan dikonsumsi. Hal terakhir inilah yang akan berpengaruh pada keadaan gizi seorang remaja (Proverawati A, 2010).

Pola makan individu dalam keluarga memiliki proses yang mengahasilkan kebiasaan makan yang terjadi sejak dini sampai dewasa dan akan berlangsung selama hidupnya. Kebiasaan makanan adalah tingkah laku atau kelompok manusia dalam memenuhi kebutuhannya akan makan yang meliputi sikap, kepercayaan dan pemilihan makanan (Khumaidi, 2000).

Faktor-faktor yang mempengaruhi kebiasaan makan, menurut Khumaidi (2000) ada 2 faktor utama yang mempengaruhi kebiasaan makan manusia yaitu:

1. Faktor Ekstrinsik yang merupakan faktor yang berasal dari luar diri manusia, yang terdiri dari lingkungan alam, lingkungan ekonomi, lingkungan sosial, lingkungan budaya, dan agama

2. Faktor Intrinsik, merupakan faktor yang ada didalam diri manusia yang terdiri dari asosiasi emosional, keadaan jasmani dan kejiwaan yang sedang sakit, penilaian lebih terhadap mutu makanan dan pengetahuan gizi.

(23)

remaja agar selalu sehat bukan hanya untuk saat itu tetapi juga menunjang kesehatan seumur hidupnya adalah mengkonsumsi makanan yang bergizi. Pada masa pertumbuhan tubuh remaja sangat membutuhkan protein, vitamin dan mineral. Jika remaja cukup makan, maka remaja tersebut tidak akan sakit. Ada jenis-jenis makanan tertentu yang sangat penting bagi gadis remaja. Ketika ia mulai mendapat menstruasi, tipa bulan ada sejumlah darah yang keluar. Remaja putri tersebut akan menghadapi resiko anemia atau kurang darah. Darah haid harus diganti dengan memakan buah-buahan yang mengandung zat besi dan kalsium untuk tulangnya kuat.

Perubahan gaya hidup pada remaja memiliki pengaruh signifikan terhadap kebiasaan makan mareka. Mereka menjadi lebih aktif, lebih banyak makan diluar rumah dan lebih banyak pengaruh dalam memilih makanan yang akan dimakannya. Mereka juga lebih suka mencoba-coba makanan baru, salah satunya adalah fast food.

Pola makan remaja yang perlu dicermati adalah tentang frekwensi makan, jenis makanan dan jumlah makan. Jumlah atau porsi merupakan suatu ukuran maupun takaran makanan yang dikonsumsi pada tiap kali makan.

2.3.2 Pengaruh Zat Gizi terhadap Menstruasi pada Remaja Putri

(24)

pertumbuhan, fungsi organ tubuh termasuk organ reproduksi yang berdampak pada gangguan haid. Pada remaja putri yang melakukan diet vegetarian biasanyaakan cenderung sering mengalami gangguan menstruasi dibandingkan dengan remaja putri yang tidak melakukan diet vegetarian. Dengan mengkonsumsi daging dan ikan ternyata dapat menstabilkan kadar hormon yang terjadi selama masa menstruasi sehingga dapat mengurangi keluhan selama menstruasi berupa perut terasa sakit dan kram. Pada masa menstruasi remaja putri lebih dianjurkan untuk mengkonsumsi ikan, daging, sayuran daun hijau, kacang-kacangan dan sereal, dan membatasi makanan berlemak tinggi, alkohol, kopi dan makanan yang mengandung tinggi gula (Erna Francin, 2004).

2.3.3 Pola Makan 1. Frekuensi Makan

Frekuensi makan adalah jumlah keseringan makan dalam sehari-hari baik kualitatif dan kuantitatif. Secara alamiah makanan diolah dalam tubuh melalui alat-alat pencernaan mulai dari mulut samapi usus halus. Lama makanan dalam lambung tergantung sifat dan jenis makanan. Umumnya lambung kosong antara 3-4 jam. Maka jadwal makan akan menyesuaikan dengan kosongnya lambung. Porsi makan pagi tidak perlu sebanyak porsi makan siang dan makan malam secukupnya saja. Menu sarapan yang baik harus mengandung karbohidrat, protein dan lemak, serta cukup air untuk mempermudah pencernaan makanan dan penyerapan zat gizi.

2. Jenis Makanan

(25)

variasi makanan merupakan salah satu cara untuk menghilangkan rasa bosan. Sehingga mengurangi selera makan. Menyususn hidangan sehat memerlukan keterampilan dan pengetahuan gizi. Variasi menu yang tersusun oleh kombinasi bahan makanan yang diperhitungkan dengan tepat akan memberikan hidangan sehat baik secara kualitas maupun kuantitas.

3. Tujuan makan

(26)

2.4 Landasan Teori

Asupan zat gizi kurang/ tidak cukup

(27)

2.5. Kerangka Konsep

Variabel Independent Variabel Dependent

Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian

Variabel independen dalam penelitian ini adalah pola makan. Pola makan adalah cara atau perilaku yang ditempuh seseorang atau sekelompok orang (remaja putri) dalam memilih, menggunakan bahan makanan dalam konsumsi pangan setiap hari yang meliputi jumlah zat gizi (Asupan protein, asam folat, Fe dan vitamin C), jenis sumber zat gizi dan frekuensi konsumsi zat gizi yang nantinya akan mempengaruhi asupan zat gizi (protein, asam folat, Fe dan vitamin C) yang dibutuhkan oleh remaja putri, dimana asupan zat gizi ini mempengaruhi kejadian anemia. Semakin baik asupan zat gizi pada pola makan remaja akan mengurangi resiko terjadinya anemia pada remaja putri. Pada pola makan remaja putri yang menjadi penghambat penyerapan zat besi dan asam folat adalah polifenol yang terdapat pada teh (tanin) dan kopi (kafein). Variabel dependen pada penelitian ini adalah anemia, yang diukur dengan melihat kadar hemoglobin dalam darah remaja putri secara langsung.

Anemia Pola makan :

- Asupan Protein - Asupan Fe

- Asupan Asam Folat - Asupan Vitamin C

Gambar

Tabel 2.1 Batasan Anemia  menurut WHO
Tabel 2.2  Angka Kecukupan Besi yang Dianjurkan
Tabel 2.3 Angka Kecukupan protein yang dianjurkan
Tabel 2.4  Angka Kecukupan Folat yang dianjurkan
+3

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian terhadap tingkat kesukaan donat ubi jalar yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa perlakuan penambahan surimi lele dumbo pada donat ubi

 Semua teman-teman seperjuangan ku dalam menyelesaikan pendidikan D3 jurusan teknik Elektro program studi teknik Listrik Angkatan 2011 khususnya kelas 6ELA, serta seluruh

Analisis terhadap model daya saing daerah membawa implikasi dibutuhkannya strategi dan kebijakan pembangunan daerah berbasis penumbuhan daya saing yang berproses secara dinamis

tersebut maka penulis tertarik untuk meneliti tentang “ Faktor Penghambat Kenaikan Pangkat Pegawai Negeri Sipil (PNS) Jabatan Fungsional Guru (study kasus guru SMP

Berdasarkan hasil analisis regresi data pengaruh Pendapatan Pengaruh Investasi PMA, PMDN, APBD dan Tenaga Kerja Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten / Kota Di

Hasil dari pemeriksaan spirometri nilai FEV1, FVC maupun FEV1/FVC penderita asma terkontrol sebagian yang telah mendapatkan terapi kombinasi inhalasi kortikosteroid dan

atau masyarakat, tidak terkecuali bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah mereka berhak mendapatkan haknya sebagai konsumen. Kabupaten Bekasi yang mayoritas penduduknya

Daging dapat berasal dari berbagai jenis hewan ternak atau ikan. Daging didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk dari hasil pengolahan jaringan