BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
Air merupakan sumber daya alam yang diperlukan untuk hajat hidup orang
banyak, bahkan oleh semua makhluk hidup. Oleh karena itu, sumber daya air harus
dilindungi agar tetap dimanfaatkan dengan baik oleh manusia serta makhluk hidup
yang lain. Pemanfaatan air untuk berbagai kepentingan harus dilakukan secara
bijaksana, dengan memperhitungkan kepentingan generasi sekarang maupun generasi
mendatang. Aspek penghematan dan pelestarian sumber daya air harus ditanamkan
pada segenap pengguna air (Effendi, 2003).
Air sangat penting bagi kehidupan manusia. Manusia akan lebih cepat
meninggal karena kekurangan air daripada kekurangan makanan. Dalam tubuh
manusia itu sendiri sebagian besar terdiri dari air. Tubuh orang dewasa, sekitar 55-60
% berat badan terdiri dari air, untuk anak-anak sekitar 65%, dan untuk bayi sekitar
80%.
Kebutuhan manusia akan air sangat kompleks antara lain untuk minum,
masak, mandi, mencuci (bermacam-macam cucian), dan sebagainya. Menurut
perhitungan WHO di negara-negara maju, setiap orang memerlukan air antara 60-120
liter per hari. Sedangkan di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, setiap
orang memerlukan air antara 30-60 liter per hari (Notoatmodjo, 2003).
Air yang kita pergunakan setiap hari tidak lepas dari pengaruh pencemaran
beberapa bahan anorganik (garam,asam,logam), serta beberapa bahan kimia lainnya
sudah banyak ditemukan dalam air yang kita pergunakan. Air yang sudah tercemar
tersebut, disamping terasa tidak enak kalau diminum juga dapat menyebabkan
gangguan kesehatan terhadap orang yang meminumnya. Air sering tercemar oleh
bahan anorganik antara lain logam berat yang berbahaya. Beberapa jenis logam berat
seperti merkuri (Hg), cadmium (Cd), timbal (Pb), arsen (As) dan beberapa lainnya
merupakan logam yang dapat terakumulasi di dalam tubuh, sehingga dapat
menyebabkan keracunan akut maupun kronis pada makhluk hidup (Darmono, 2001).
Pencemaran oleh logam berat yang paling terkenal yaitu keracunan merkuri
yang menyebabkan cacat bawaan pada bayi yang dikenal sebagai penyakit Minamata.
Keracunan ini menyebabkan 111 orang menjadi cacat dan 43 orang diantaranya
meninggal. Penderita adalah masyarakat nelayan yang tinggal di kota pesisir
Minamata di pulau Kyushu. Keracunan itu berlangsung selama tujuh tahun, yaitu dari
tahun 1953-1960, disebabkan pabrik plastik yang membuang air raksa ke dalam
perairan. Ikan di Minamata mengandung merkuri antara 27-102 ppm berat kering.
Selain penderita keracunan tersebut, terdapat 19 bayi yang lahir cacat (Soemirat,
2009).
Banyak logam berat, baik yang bersifat toksik maupun essensial terlarut
dalam air dan mencemari air tawar maupun air laut. Sumber pencemaran ini banyak
berasal dari pertambangan, peleburan logam, dan jenis industri lainnya. Usaha
pertambangan, oleh sebagian masyarakat sering dianggap sebagai penyebab
kecil, pengolahan bijih dilakukan dengan proses amalgamasi, dimana merkuri (Hg)
digunakan sebagai pengikat emas (Darmono, 2001).
Logam berat merkuri (Hg) sangat berbahaya bagi ekosistem perairan. Logam
berat yang masuk ke dalam lingkungan perairan akan mengalami pengendapan,
pengenceran, dan dispersi, kemudian diserap oleh organisme yang hidup di perairan
tersebut. Merkuri yang terdapat di perairan akan di ubah menjadi metil merkuri oleh
bakteri tertentu, proses ini disebut biometilasi.
Salah satu penyebab pencemaran lingkungan oleh merkuri adalah
pembuangan sisa hasil pengolahan (tailing) pengolahan emas yang diolah secara
amalgamasi. Pada proses amalgamasi emas, merkuri dapat terlepas ke lingkungan
dalam tahap pencucian dan penggarangan/pendulangan. Pada proses pencucian,
limbah yang umumnya masih mengandung merkuri dibuang langsung ke badan air.
Hal ini disebabkan merkuri tersebut tercampur/terpecah menjadi butiran-butiran halus
yang sifatnya sukar dipisahkan pada proses penggilingan yang dilakukan bersamaan
dengan proses amalgamasi, sehingga pada proses pencucian merkuri dalam ampas
terbawa masuk ke sungai (Widowati, 2008).
Pertambangan rakyat atau sering dikenal sebagai penambangan tradisional
sudah lama berkembang di Indonesia. Sebelum ada perusahaan-perusahaan besar
yang berskala nasional atau internasional melakukan usaha pertambangan,
penambangan tradisional sudah lama tumbuh dan berkembang di Indonesia.
Penambangan tradisional, belakangan ini sering disorot oleh beberapa pihak,
negatif pada lingkungan. Penggunaan merkuri oleh para penambang emas tradisional
telah mengakibatkan menumpuknya kandungan merkuri di badan sungai yang jauh
melampaui ambang batas (Departemen Kehakiman, 1995).
Penambangan emas tradisional belakangan ini sedang marak di Kabupaten
Mandailing Natal. Beberapa tempat dijadikan tempat berdirinya penambangan emas
tradisional. Proses pengolahan emas dilakukan dengan mengikuti tahapan antara lain
penggalian batuan, pengolahan, dan pembuangan limbah. Dalam pengolahannya,
penambangan emas ini menggunakan merkuri (Hg). Menurut penelitian sebelumnya
di Desa Muara Botung Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal tahun
2005 oleh Marah Rusli, ditemukan sampel air sungai positif mengandung merkuri
mencapai 0,1176 mg/L, padahal menurut standar baku mutu sesuai dengan
Permenkes Republik Indonesia No: 416/MENKES/PER/IX/1990 tentang
syarat-syarat dan pengawasan kualitas air, standar kandungan merkuri di dalam air yang
aman adalah 0,001 mg/L.
Penambangan emas tradisional juga sedang marak berdiri di Kecamatan Huta
Bargot Kabupaten Mandailing Natal, salah satunya di Desa Simalagi. Penambangan
emas tradisional di Desa Simalagi Kecamatan Huta Bargot ini mulai berkembang
sejak pertengahan tahun 2010. Penambangan emas ini juga menggunakan merkuri
(Hg) dalam prosesnya. Merkuri (Hg) tersebut berbentuk cair dan di campur dengan
batu-batuan di dalam suatu wadah tabung yang diameternya 50 cm dan panjang 1
meter dan pengolahannya menggunakan mesin dengan kekuatan arus listrik untuk
Merkuri (Hg) memikili dampak negatif terhadap kesehatan apabila
dikonsumsi. Dampak yang ditimbulkan merkuri (Hg) terhadap kesehatan ditandai
dengan perasaan mual pada lambung dan rasa ingin muntah, terasa gemetaran pada
anggota badan seperti lengan dan kaki, dan terasa peka pada kulit yang tidak ditutupi.
Dan dalam jangka waktu yang lama, merkuri (Hg) dapat mengakibatkan radang gusi
(gingivitis), gangguan terhadap sistem saraf, tremor (gemetaran) ringan dan
parkinsonisme yang juga disertai dengan tremor pada fungsi otot sadar (Palar, 2008).
Adanya penambangan emas tradisional di Desa Simalagi ini memberi
lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar dan meningkatkan perekonomian
masyarakat setempat. Namun disamping memberi dampak positif berupa
meningkatnya perekonomian, penambangan emas tradisional juga memberi dampak
negatif, yaitu diperkirakan tercemarnya sumber air minum dan air bersih di Desa
Simalagi karena penambangan emas tradisional tersebut terletak di sekitar
pemukiman masyarakat dan di sepanjang aliran sungai Simalagi.
Berdasarkan hal tersebut peneliti ingin melakukan penelitian kadar merkuri
(Hg), serta menganalisa tingkat pencemaran merkuri (Hg) pada air sumur masyarakat
dan pada aliran sungai Simalagi di Desa Simalagi Kecamatan Huta Bargot Kabupaten
1.2. Perumusan Masalah
Perumusan masalah adalah belum diketahuinya kadar merkuri (Hg) pada air
sumur masyarakat dan air Sungai Simalagi akibat penambangan emas tradisional di
Desa Simalagi Kecamatan Huta Bargot Kabupaten Mandailing Natal.
1.3.Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui kandungan merkuri (Hg) pada air sumur masyarakat dan
air Sungai Simalagi akibat penambangan emas tradisional di Desa Simalagi
Kecamatan Huta Bargot Kabupaten Mandailing Natal.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui kadar merkuri (Hg) pada air sumur masyarakat Desa
Simalagi Kecamatan Huta Bargot Kabupaten Mandailing Natal.
2. Untuk mengetahui kadar merkuri (Hg) pada air Sungai Simalagi
3. Untuk mengetahui keluhan kesehatan pada masyarakat Desa Simalagi
Kecamatan Huta Bargot Kabupaten Mandailing Natal yang menggunakan air
sumur dan air sungai Simalagi sebagai keperluan hidup sehari-hari.
4. Untuk mengetahui proses pengolahan penambangan emas tradisional
1.4. Manfaat Penelitian
1. Sebagai informasi pencemaran merkuri (Hg) pada air sumur masyarakat
Desa Simalagi Kecamatan Huta Bargot Kabupaten Mandailing Natal.
2. Sebagai informasi kepada masyarakat yang tinggal di Desa Simalagi
Kecamatan Huta Bargot Kabupaten Mandailing Natal dalam pemanfaatan air
3. Sebagai informasi kepada pengusaha penambang emas tradisional dalam
penanggulangan limbah cair hasil penambangan emas tradisional tersebut.
4. Dapat memberikan masukan bagi pihak Pemerintah Kabupaten Mandailing
Natal dalam hal meminimalisir dampak dari pengoperasian mesin galundung
penambangan emas tradisional, agar air sumur masyarakat dan air sungai
Simalagi tidak tercemar akibat kegiatan penambangan emas tradisional