BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Pasar Modal
2.1.1.1 Pengertian Pasar Modal
Pasar modal mempunyai peranan yang strategis dalam
pembangunan nasional dan merupakan alternatif penghimpunan dana
selain sistem perbankan (pasar keuangan). Pengertian pasar modal
menurut Tandelilin (2001) adalah pertemuan antara pihak yang memiliki
kelebihan dana dengan pihak yang membutuhkan dana dengan cara
memperjualbelikan sekuritas. Dengan demikian, pasar modal menurut
Tandelilin bisa diartikan sebagai pasar untuk memperjualbelikan
sekuritas yang umumnya memiliki umur lebih dari satu tahun, seperti
saham dan obligasi.
Beberapa pakar juga mendefinisikan tentang pasar modal antara
lain yang dikemukakan oleh Usman dkk (1997) yang menyatakan bahwa
secara teoritis pasar modal (capital market) didefinisikan sebagai
perdagangan instrumen keuangan (sekuritas) jangka panjang, baik dalam
bentuk modal sendiri (stocks) maupun hutang (bonds), baik yang
diterbitkan oleh pemerintah (public authorities) maupun oleh perusahaan
dengan pasar keuangan (financial market) karena pasar modal
merupakan suatu konsep yang lebih sempit dari pasar keuangan.
Pasar modal didefinisikan sebagai suatu situasi dimana penjual
dan pembeli dapat melakukan negosiasi terhadap pertukaran suatu
komoditas atau kelompok komoditas, dan komoditas yang
diperjualbelikan di sini adalah modal (Ang, 1997). Pakar lainnya Patrick
dan Wai dalam Yuliati dkk (1996) menyatakan pasar modal dalam arti
sempit adalah pasar terorganisir (organized market) yang
memperdagangkan saham dan obligasi dengan menggunakan jasa
pialang/makelar, komisioner dan penjamin emisi (underwriter).
Berdasarkan UU RI No. 8 tahun 1995 (Undang-Undang tentang
Pasar Modal), Pasar Modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan
Penawaran Umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang
berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi
yang berkaitan dengan efek. Undang-undang ini menimbang bahwa
pasar modal mempunyai peranan yang sangat strategis dalam
pembangunan nasional sebagai salah satu sumber pembiayaan bagi dunia
usaha dan wahana investasi bagi masyarakat. Pasar modal agar dapat
semakin berkembang membutuhkan adanya suatu landasan hukum yang
kukuh untuk lebih menjamin kepastian hukum pihak-pihak yang
2.1.1.2 Tujuan Pasar Modal
Manfaat pasar modal bisa dirasakan baik oleh investor, emiten,
pemerintah maupun lembaga penunjang. Keberadaan pasar modal
nasional menurut Keppres No. 52 tahun 1976 bertujuan untuk:
1. Mempercepat proses perluasan pengikutsertan masyarakat dalam pemilikan saham perusahaan-perusahaan swasta, guna menuju pemerataan pendapatan masyarakat.
2. Lebih menggairahkan partisipasi masyarakat dalam pengerahan dan penghimpunan dana untuk digunakan secara produktif dalam pembiayaan pembangunan nasional.
2.1.1.3 Manfaat Pasar Modal
Menurut Yuliati, dkk (1996) fungsi pasar modal meliputi
sebagai berikut:
1. Bagi pemerintah (sektor pembangunan), pasar modal merupakan wahana untuk memobilisasi dana masyarakat (dalam negeri dan luar negeri), di mana dana tersebut tidak memiliki efek inflatoir
(meskipun tergolong sebagai dana murah). Kehadiran pasar modal juga selaras dengan azas demokrasi, yaitu meningkatkan peran serta masyarakat dalam pembangunan dan memeratakan hasil-hasil pembangunan. Melalui pasar modal, dana masyarakat akan dialokasikan ke sektor yang paling produktif dan efisien, sehingga akan mempercepat pertumbuhan ekonomi nasional.
2. Bagi dunia usaha, pasar modal merupakan alternatif untuk memperoleh dana segar, yaitu dengan go public. Alternatif ini dapat dimamfaatkan untuk memperbaiki struktur modal perusahaan (menghindari perusahaan dari debt to equity ratio
3. Bagi investor, pasar modal merupakan salah satu alat penyaluran dana (investasi), selain deposito berjangka dan tabungan (serta investasi pada aset riil). Kehadiran pasar modal akan memperbanyak pilihan investasi, sehingga kesempatan untuk memilih investasi yang sesuai dengan preferensi investor akan semakin besar.
2.1.1.4 Instrumen Pasar Modal
Yang dimaksud dengan instrumen pasar modal adalah semua
surat-surat berharga (marketable securities) yang diperdagangkan di
bursa efek. Dengan mengetahui instrumen apa saja yang tersedia di pasar
modal maka investor dalam melakukan investasi dengan senantiasa dapat
mengharapkan dan mendapatkan return yang memadai dan disertai
kesediaan menanggung risiko sampai sejumlah batas tertentu yang
mampu ditanggung dari masing-masing instrument. Bentuk instrument di
pasar modal dapat dibagi atas beberapa macam yakni (Samsul, 2006):
1. Saham biasa (common stock)
Saham adalah tanda bukti memiliki perusahaan di mana pemiliknya disebut juga sebagai pemegang saham (shareholder
atau stakeholder). Bukti bahwa seseorang atau suatu pihak dapat dianggap sebagai pemegang apabila mereka sudah tercatat sebagai pemegang saham dalam buku yang disebut Daftar Pemegang Saham (DPS). Manfaat yang diperoleh dari pemilikan saham adalah deviden (bagian dari keuntungan yang dibagikan kepada pemilik saham); capital gain (keuntungan yang diperoleh dari selisih positif harga beli dan harga jual saham), dan manfaat nonfinansial, yaitu mempunyai hak suara dalam aktivitas perusahaan.
2. Saham preferen (freferred stock)
dibagikan pada suatu tahun yang mengalami kerugian, tetapi akan dibayar pada tahun yang mengalami keuntungan, sehingga saham preferen ini akan menerima laba dua kali. Hak istimewa ini diberikan kepada pemegang saham preferen karena merekalah yang memasok dana ke perusahaan sewaktu mengalami kesulitan keuangan.
3. Obligasi (bonds)
Surat hutang ini adalah tanda bukti perusahaan memiliki utang jangka panjang kepada masyarakat yaitu diatas 3 tahun. Pihak yang membeli obligasi tersebut disebut pemegang obligasi (bondholder) dan pemegang obligasi akan menerima kupon sebagai pendapatan dari obligasi yang dibayarkan setiap 3 bulan atau 6 bulan sekali. Penerbit obligasi membayar bunga atas obligasi tersebut pada tanggal-tanggal yang telah ditentukan secara periodik (biasanya setiap 3 bulan atau 6 bulan sekali), dan pada akhirnya menebus nilai hutang tersebut pada saat jatuh tempo dengan mengembalikan jumlah pokok pinjaman ditambah bunga yang terutang.
4. Bukti right
Right merupakan surat berharga yang memberikan hak untuk membeli saham pada harga tertentu dalam jangka waktu tertentu dimana hak membeli ini dimiliki oleh pemegang saham lama. Harga tertentu di sini berarti harganya sudah ditetapkan di muka dan biasa disebut harga pelaksanaan atau harga tebusan (strike price atau exercise price). Pada umumnya, strike price dari bukti right berada di bawah harga pasar saat diterbitkan. Apabila pemegang saham lama yang menerima bukti right tidak mampu atau tidak berniat menukarkan bukti right dengan saham, maka bukti right tersebut dapat dijual di Bursa Efek melalui broker efek. Apabila pemegang bukti right lalai menukarkannya dengan saham dan waktu penukaran sudah kadaluarsa, maka bukti right tersebut tidak berharga lagi, atau pemegang bukti right akan menderita rugi sebesar harga beli right tersebut.
5. Warant
Namun pemegang warant masih dapat menunggu sampai harga saham mencapai tingkat tertinggi sepanjang waktu berlakunya belum kadaluwarsa. Apabila pemegang warant tidak ingin menebusnya, maka warant itu dapat dijual di bursa efek melalui broker efek.
6. Indeks saham dan indeks obligasi
Indeks ini adalah angka indeks yang diperdagangkan untuk tujuan spekulasi dan lindung nilai (hedging). Perdagangan yang dilakukan tidak memerlukan penyerahan barang secara fisik, melainkan hanya perhitungan untung rugi dari selisih antara harga beli dan harga jual. Mekanisme perdagangan produk
derivative ini dilakukan secara future dan option sehingga berbeda dengan saham, obligasi, bukti right, maupun warant
karena indeks saham dan indeks obligasi ini diperdagangkan secara berjangka.
2.1.2 Saham Sebagai Pilihan Investasi
Saham adalah sekuritas yang paling banyak diperdagangkan di Bursa
Efek. Saham (stock atau share) dapat diartikan sebagai tanda penyertaan atau
pemilikan seseorang atau suatu perusahaan atau perseroan terbatas dengan
mamfaat yang dapat diperoleh berupa :
1. Deviden, merupakan bagian dari keuntungan perusahaan yang dibagikan
kepada pemilik saham;
2. Capital gain, merupakan keuntungan yang diperoleh dari selisih jual
dengan harga belinya;
3. Manfaat non finansial antara lain berupa konsekuensi atas kepemilikan
saham berupa kekuasaan, kebanggan dan khususnya hak suara dalam
Saham berwujud selembar kertas yang menerangkan bahwa pemilik
kertas tersebut adalah pemilik perusahaan yang menerbitkan surat berharga
tersebut. Porsi kepemilikan yang ditentukan oleh seberapa besar penyertaan
yang ditanamkan investor di dalam perusahaan tersebut (Husnan, 1998).
Saham diperjualbelikan pada bursa efek, yaitu tempat yang dipergunakan untuk
memperdagangkan efek sesudah pasar perdana (initial public offer).
Saham memiliki tiga macam nilai yaitu nilai nominal, nilai efektif dan
nilai intrinsik (Situmorang, 2008) yang dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Nilai nominal, yaitu nilai yang tercantum dalam saham tersebut;
2. Nilai efektif, yaitu nilai yang tercantum dalam kurs resmi kalau saham
tersebut diperdagangkan di bursa;
3. Nilai intrinsik, yaitu nilai ekonomis saham.
Saham merupakan surat berharga yang paling popular dan dikenal luas di
masyarakat. Ditinjau dari segi kemampuan dalam hak tagih atau klaim, maka
saham terbagi atas (Situmorang, 2008) :
1. Saham biasa (common stock), yaitu saham yang menempatkan pemiliknya pada posisi paling junior dalam pembagian dividen dan hak atas harta kekayaan perusahaan apabila perusahaan tersebut dilikuidasi setelah perusahaan melunasi kewajiban hutangnya.
2.1.3 Earning per Share (EPS)
Rasio earning per share merupakan salah satu indikator yang paling
umum dipakai untuk menilai perusahaan oleh kepentingan umum (public
interest). Rasio earning per share digunakan untuk menunjukkan berapa besar
keuntungan (return) yang diperoleh investor atau pemegang saham dalam
setiap lembar saham (Darmadji, 2001, dalam Astutik, 2005). Earning per share
merupakan perbandingan antara laba bersih dengan jumlah saham beredar.
Dampak yang signifikan yang didapat dari perhitungan EPS terhadap harga
saham akan sangat berperan penting dalam pengambilan keputusan (decision
making) oleh investor.
Pentingnya rasio earning per share ini dalam pengambilan keputusan
oleh investor terletak pada kenyataan bahwa hal ini sangat berkaitan dengan
kinerja internal perusahaan dan citra publik di pasar, tercermin melalui rasio
pasar saham internal (Monica, dkk, 2009). Dengan kata lain, setiap investor
pasar saham akan memulai analisis yang diperlukan untuk pengambilan
keputusan mulai dari EPS Walaupun rasio EPS ini dijadikan dasar petunjuk
untuk menggambarkan seberapa besar keuntungan yang diperoleh investor atau
pemegang saham, tetapi hal ini dalam praktiknya dari kebijakan pihak
manajemen atau / dan pihak direksi perusahaan tidak semua keuntungannya itu
dapat dibagikan. Karena ada sebagian keuntungan yang diperoleh tersebut akan
Besarnya earning per share suatu perusahaan dapat diketahui dari
informasi laporan keuangan yang diterbitkan perusahaan. Meskipun beberapa
perusahaan tidak mencantumkan rasio EPS di dalam laporan keuangannya,
tetapi besarnya EPS dapat kita hitung berdasarkan informasi laporan neraca
dan laporan laba rugi perusahaan. Menurut Tandelilin (2001), rumus untuk
menghitung EPS suatu perusahaan adalah sebagai berikut:
EPS =
2.1.4 Price Earning Ratio (PER)
Price Earning Ratio (PER) atau disebut juga earning multiplier
merupakan metode penilaian yang relatif umum sering digunakan di negara
maju dan negara berkembang. Price earning ratio merupakan suatu
perbandingan antara harga pasar suatu saham (market price) dengan earning
per share (EPS) dari saham yang bersangkutan. Menurut Tandelilin (2001),
informasi PER mengindikasikan besarnya rupiah yang harus dibayarkan
investor untuk memperoleh satu rupiah earning perusahaan. Dengan kata lain,
PER menunjukkan besarnya harga setiap satu rupiah earning perusahaan.
Kegunaan dari PER ini adalah untuk melihat bagaimana pasar
menghargai kinerja saham suatu perusahaan terhadap kinerja perusahaan yang
dicerminkan oleh EPS-nya (Ang, 1997). Dalam penggunaan PER biasanya
dibandingkan dengan pasar secara keseluruhan. Jika ia lebih optimistik
terhadap prospek pertumbuhan perusahaan, maka ia akan membeli saham dan
jika sebaliknya maka ia akan menjual sahamnya (Agus, 2001, dalam Inayah,
2007).
Menurut Ang (1997), Penilaian PER dapat dirumuskan sebagai berikut :
PER =
2.1.5 Debt to Equity Ratio (DER)
Debt to Equity Ratio (DER) merupakan salah satu dari beberapa
indikator rasio keuangan yang sangat penting dalam pasar keuangan / pasar
modal karena rasio ini mengukur bagaimana kinerja perusahaan yang dilihat
dari aspek leverage atau utang perusahaan. Debt to equity ratio digunakan
utnuk mengukur kinerja perusahaan dalam menutup sebagian ataupun seluruh
utang yang dimilikinya dengan dana yang berasal dari total modal perusahaan.
Debt to equity rasio adalah rasio yang membandingkan antara total utang
(baik utang jangka pendek maupun utang jangka panjang) dengan total modal
sendiri (total shareholder’s equity). Yang dimaksud dengan total modal sendiri
adalah total modal saham yang disetor dan laba yang ditahan yang dimiliki
oleh perusahaan. Semakin rendah DER akan semakin tinggi kemampuan
perusahaan untuk membayar seluruh kewajibannya. Semakin besar proporsi
semakin besar pula jumlah kewajibannya. Secara matematis Debt to Equity
Ratio (DER) dapat diformulasikan sebagai berikut (Ang, 1997) :
DER =
2.1.6 Volume Perdagangan Saham
Volume perdagangan adalah banyaknya jumlah lembar saham suatu
emiten yang diperdagangkan di pasar modal pada periode tertentu dengan
tingkat harga yang disepakati oleh pihak penjual dan pembeli saham melalui
perantara perdagangan saham (pialang saham). Volume perdagangan saham
merupakan salah satu indikator yang sangat penting dalam aspek analisis
teknikal pada penilaian harga saham. Volume perdagangan juga mencerminkan
kekuatan interaksi tarik menarik antara permintaan dan penawaran sebagai
tanda perubahan menguat dan melemahnya pasar.
Dengan naiknya volume perdagangan maka keadaan pasar dapat
dikatakan menguat, demikian pula sebaliknya (Ang, 1997). Dengan adanya
peningkatan volume perdagangan saham maka semakin besar pula peningkatan
terhadap harga saham sehingga dapat mempengaruhi peningkatan pertumbuhan
laba perusahaan yang akan meningkatkan return yang akan diterima investor.
Dengan naiknya harga saham, maka akan terjadi capital gain yang
meningkatkan return saham. Begitu juga sebaliknya. Penurunan volume
menurunnya return saham yang diterima. Volume perdagangan dalam
penelitian ini dapat dinyatakan dalam rumus sebagai berikut :
TV =
2.1.7 Return Saham
Return dari suatu investasi adalah merupakan suatu indikator yang sangat
penting untuk investor karena return inilah mengapa para investor ingin
menanamkan modalnya dalam suatu investasi. Pengukuran terhadap return
yang dapat direalisasikan (realized return) diperlukan oleh investor untuk
menilai seberapa baik mereka mendapatkan keuntungan dari investasi yang
dilakukan atau seberapa baik manajer dapat mengolah investasi yang telah
dilakukan oleh investor tersebut.
Menurut Jones (2000) mengatakan bahwa “return is yield dan capital
gain (loss)”. Menurut Ang (1997) mengatakan bahwa return saham adalah
tingkat keuntungan yang dinikmati oleh investor atas suatu investasi yang
dilakukan. Return saham memungkinkan investor untuk membandingkan
keuntungan aktual (realized return) dan keuntungan yang diharapkan (expected
return) yang disediakan oleh berbagai saham pada tingkatan pengembalian
dan tingkat resiko yang diinginkan. Tujuan investor dalam berinvestasi adalah
melupakan faktor risiko yang dihadapinya (Annisa, 2011). Menurut Jones
(2000), komponen suatu return terdiri dari dua jenis yaitu:
1. Yield adalah penerimaan kas periodik dari suatu investasi. Yield untuk saham adalah dividen.
2. Capital gain atau capital loss yaitu keuntungan yang diterima karena adanya selisih antara harga jual dan harga beli suatu instrumen investasi, yang berarti bahwa instrumen investasi harus diperdagangkan di pasar.
Adapun tidak selamanya perusahaan membagikan dividen kas (yield)
secara periodik kepada pemegang sahamnya, maka return saham dapat
dihitung dengan menggunakan rumus (Jogiyanto, 2000, dalam Gian, 2011)
sebagai berikut:
Rt = (
)
Dimana:
Rt = Return saham pada hari ke t
Pt = Harga penutupan saham pada hari ke t
Pt-1 = Harga penutupan saham pada hari ke t-1
2.2 Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu yang berkaitan dengan beberapa faktor fundamental dan
faktor teknikal yang dihubungkan dengan variabel return saham telah dilakukan oleh
beberapa peneliti. Hasil-hasil penelitian yang berkaitan dengan faktor fundamental,
faktor teknikal dan return saham yang digunakan sebagai dasar acuan adalah sebagai
Dyah Ayu Savitri (2012) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis
Pengaruh ROA, NPM, EPS dan PER terhadap Return Saham”. Penelitian ini
menganalisis bagaimana pengaruh kinerja keuangan perusahaan yang berfokus pada
ROA, NPM, EPS, dan PER terhadap return saham pada perusahaan manufaktur
sektor Food and Beverages. Metode penelitian yang dilakukan adalah menggunakan
analisis regresi berganda, uji hipotesis yaitu koefisien determinan, uji F, dan uji t.
Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa untuk variable ROA tidak
mempunyai pengaruh positif dan tidak signifikan terhadap return saham, sedangkan
pada NPM terdapat positif dan tidak signifikan terhadap return saham, dan EPS dan
PER mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap return saham
perusahaan manufaktur sektor Food and Beverages.
Inayah (2007) dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Price Earning
Ratio, Volume Penjualan Produk, dan Tingkat Suku Bunga SBI Terhadap Return
Saham Perusahaan yang Bergerak di Bidang Finansial di Bursa Efek Jakarta”.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh price earning ratio, volume
penjualan produk dan tingkat suku bunga SBI terhadap return saham perusahaan
finansial secara parsial dan yang terdaftar di bursa efek jakarta. Metode penelitian
yang dilakukan adalah menggunakan analisis regresi berganda, uji asumsi klasik, uji
t, uji f. Dan uji ketepatan perkiraan (goodness of fit test). Dari hasil analisis diperoleh
hasil berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa untuk Dari hasil analisis
return saham; 2) dari hasil uji t diketahui bahwa PER dan volume penjualan produk
memberikan pengaruh yang positif terhadap return saham.; 3) dari hasil uji R2
diketahui bahwa variabel PER, volume penjualan produk dan suku bunga SBI
memberikan pengaruhnya sebesar 27,3% terhadap return saham.
Mila Christanty (2009) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Pengaruh
Faktor Fundamental dan Economic Value Added (EVA) terhadap Return Saham
(studi pada saham perusahaan yang tercatat aktif dalam LQ 45 di BEI periode
2003-2007)”. Penelitian ini bertujuan untuk untuk menganalisis pengaruh faktor
fundamental dan economic value added terhadap return saham. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa adanya peningkatan return saham dalam perusahaan yang
masuk daftar penelitian dengan asumsi variabel return on asset, price earning ratio,
quick asset to inventory, debt to equity ratio, net profit margin, earning per share
dan economic value added tidak mengalami perubahan. Untuk variabel ROA dan
QAI tidak mempunyai pengaruh positif signifikan terhadap return saham pada
perusahaan yang terdaftar dalam LQ45, sedangkan PER, NPM, EPS dan EVA
mempunyai pengaruh positif signifikan terhadap return saham sedangkan variabel
der menpunyai pengaruh negatif signifikan terhadap return saham pada perusahaan
yang terdaftar dalam LQ 45 dI BEI.
Lu’luil Maknun (2010) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Pengaruh
Frekuensi Perdagangan, Volume Perdagangan, Kapitalisasi Pasar, dan Trading Day
Terhadap Return Saham pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bei periode
variabel frekuensi perdagangan berpengaruh negatif signifikan terhadap return
saham, variabel volume perdagangan dan kapitalisasi pasar berpengaruh positif
signifikan terhadap return saham dan variabel trading day berpengaruh negatif tidak
signifikan terhadap return saham.
Andreas Fery (2005) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Pengaruh
Return On Asset (ROA), Price Earning Ratio (PER), Quick Asset To Inventory (QAI),
Debt To Equity Ratio (DER), terhadap Return Saham (Studi Empiris pada industri
Manufaktur yang listed di BEJ periode 1999-2003)”. Metode penelitian yang
dilakukan adalah menggunakan analisis regresi berganda, uji hipotesis yaitu
koefisien determinan, uji F, dan uji T. Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa untuk variable ROA PER dan DER secara parsial signifikan terhadap return
saham, sedangkan pada QAI tidak signifikan terhadap return saham. Sementara
secara bersama-sama (ROA, PER, DER dan QAI) terbukti signifikan berpengaruh
terhadap return saham di BEJ.
Dheny Wahyu Fuadi (2009) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis
Pengaruh Suku Bunga, Volume Perdagangan dan Kurs terhadap Return Saham
Sektor Properti yang Listed di Bei (Studi Kasus Pada Saham Sektor Properti yang
Listed di Bei Periode 2003-2007)”. Metode penelitian yang dilakukan adalah
menggunakan regresi linier berganda untuk memperoleh gambaran yang menyeluruh
mengenai hubungan antara vaiabel satu dengan yang lain. Berdasarkan hasil
hasil positif namun tidak signifikan terhadap return saham dan kurs menunjukkan
pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap return saham.
Anisa Ika (2011) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Pengaruh
Earning per Share (EPS), Return On Equity (ROE), dan Debt to Equity Ratio (DER)
terhadap Return Saham pada Perusahaan-Perusahaan dalam Jakarta Islamic Index
(JII) periode tahun 2005-2007”. Metode penelitian yang dilakukan adalah
menggunakan regresi linier berganda untuk memperoleh gambaran yang menyeluruh
mengenai hubungan antara vaiabel satu dengan yang lain. Hasil penelitian ini secara
parsial menunjukkan hanya variabel return on equity (ROE) yang berpengaruh
positif terhadap return saham. Sedangkan variabel earning per share (EPS) dan debt
to equity ratio (DER) tidak berpengaruh terhadap return saham. Hasil penelitian
secara simultan menunjukkan bahwa earning per share (EPS), return on equity
(ROE) dan debt to equity ratio (DER) memberikan pengaruh positif terhadap return
saham.
Anggun Amelia (2012) dalam penelitiannya yang berjudul : “Analisis
Pengaruh ROA, EPS, NPM, DER dan PBV Terhadap Return Saham pada industri
Real Estate and Property yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2007-2009”.
Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel Debt to Equity Ratio
(DER) dan Price to Book Value (PBV) secara parsial signifikan berpengaruh
terhadap return saham perusahaan Real estate and Property di BEI periode
2007-2009 pada level of significance kurang dari 5% (masing-masing sebesar 2,3% dan
return saham perusahaan Real estate and Property di BEI pada level kurang dari 5% positif dan signifikan terhadap return saham penjualan berpengaruh signifikan terhadap
return saham;
2) dari hasil uji-t: PER dan volume penjualan produk berpengaruh positif terhadap return saham;
3) dari hasil uji R2: PER, volume penjualan produk dan suku bunga SBI memberikan pengaruhnya sebesar 27,3% terhadap return saham. pengaruh positif signifikan terhadap return
saham sedangkan variabel der menpunyai pengaruh negatif signifikan terhadap
return saham
5. Andreas
Untuk variable ROA PER dan DER secara parsial signifikan terhadap return saham, sedangkan pada QAI tidak signifikan terhadap return saham. Sementara secara bersama-sama (ROA, PER, DER dan QAI) terbukti signifikan berpengaruh terhadap return saham di BEJ. signifikan berpengaruh terhadap return
saham. Sedangkan secara bersama-sama terbukti signifikan berpengaruh terhadap
return saham perusahaan Real estate and Property di BEI pada level kurang dari 5% (2,9%).
Variabel earning per share (EPS) dan debt to equity ratio (DER) tidak berpengaruh terhadap return saham secara parsial. Hasil penelitian secara simultan menunjukkan bahwa earning per share (EPS), return on equity (ROE) dan debt to equity ratio
2.3 Kerangka Konseptual Dan Hipotesis 2.3.1 Kerangka Konseptual
Berdasarkan telaah teori dan hasil penelitian terdahulu maka hubungan
antara pengaruh EPS, PER, DER, dan Volume Perdagangan Saham terhadap
return saham dapat digambarkan dalam model penelitian pada Gambar 3.1.
2.3.2 Hubungan Earning Per Share (EPS) Terhadap Return Saham
Earning Per Share (EPS) merupakan perbandingan antara laba bersih
setelah pajak pada satu tahun buku dengan jumlah saham yang diterbitkan
(Ang, 1997). Semakin tinggi nilai EPS tentu saja menyebabkan semakin besar
laba dan kemungkinan peningkatan jumlah deviden yang diterima pemegang
saham. Oleh karena itu, informasi EPS merupak informasi yang dianggap
paling fundamental dan bermanfaat bagi para investor karena informasi EPS ini
dapat menggambarkan prospek earning perusahaan di masa yang akan datang.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Irmansyah (2006), terdapat
keterkaitan antara return saham dan earnings per share (EPS). Hasil yang
diperoleh menunjukkan bahwa variabel earnings per share (EPS) memberikan
hubungan yang nyata dengan return saham, dan dapat dilihat pengaruhnya
sangat signifikan dan positif terhadap return saham. Hal ini didukung oleh
penelitian yang dilakukan oleh Christanty (2009) dan Savitri (2012)
menyatakan bahwa variabel EPS berpengaruh signifikan dan positif terhadap
return saham. Penelitian oleh Astutik (2005) yang menyatakan bahwa variabel
EPS berpengaruh secara signifikan terhadap return saham.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan hipotesis 1 yang dikemukakan
H1 : Ada pengaruh Earning per Share (EPS) yang signifikan dan positif terhadap return saham pada perusahaan-perusahaan dalam kategori indeks LQ45
2.3.3 Hubungan Price Earning Ratio (PER) Terhadap Return Saham
Price earning ratio merupakan suatu perbandingan antara harga pasar
suatu saham (market price) dengan earning per share (EPS) dari saham yang
bersangkutan. Dengan meningkatnya PER berarti harga saham tersebut di pasar
modal semakin meningkat, sehingga return saham juga meningkat. PER juga
dapat diartikan sebagai indikator kepercayaan pasar terhadap prospek
pertumbuhan perusahaan (Sartono, 2001, dalam Christanty, 2009) . Semakin
tinggi PER maka perusahaan dinilai semakin baik oleh investor. Sebaliknya,
jika PER semakin rendah perusahaan tersebut dinilai semakin jelek kinerjanya
oleh investor. Kemudian dapat dikemukakan bahwa PER berpengaruh positif
terhadap return saham.
Beberapa bukti yang meneliti antara PER dengan harga atau return
saham telah banyak dilakukan oleh para peneliti terdahulu Kusumo (2005),
menemukan bukti bahwa price earning ratio (PER) mempengaruhi return
saham. Bukti empiris tersebut juga didukung oleh Christanty (2009), Savitri
(2012) menemukan bahwa PER signifikan berhubungan dan positif terhadap
H2 : Ada pengaruh Price Earning Ratio (PER) yang signifikan dan positif terhadap return saham pada perusahaan-perusahaan dalam kategori indeks LQ45
2.3.4 Hubungan Debt to Equity Ratio (DER) Terhadap Return Saham
Debt to Equity Ratio (DER) mencerminkan bagaimana kemampuan
perusahaan dalam memenuhi seluruh kewajiban (liabilities) perusahaan dengan
mengaitkannya pada seluruh ekuitas pemiliknya. Semakin tinggi DER
menunjukkan komposisi total utang (baik utang jangka pendek maupun utang
jangka panjang) semakin besar dibandingkan dengan total modal sendiri,
sehingga berdampak semakin besar beban yang akan ditanggung perusahaan
terhadap pihak luar (kreditor).
Meningkatnya beban yang ditanggung perusahaan terhadap kreditor
menunjukkan sumber modal perusahaan sangat bergantung pada pihak luar,
sehingga dalam hal ini akan berdampak kepada minat investor dalam
menanamkan modalnya akan semakin berkutang di dalam perusahaan tersebut.
Menurunnya minat investor berdampak pada penurunan harga saham
perusahaan, sehingga return saham semakin menurun (Ang,1997).
Berdasarkan pernyataan-pernyataan di atas, maka hipotesis kedua
H3 : Terdapat pengaruh debt to equity ratio (DER) yang signifikan dan negatif terhadap return saham pada perusahaan-perusahaan dalam
kategori indeks LQ45.
2.3.5 Hubungan Volume Perdagangan Saham Terhadap Return Saham
Volume perdagangan adalah banyaknya jumlah lembar saham suatu
emiten yang diperdagangkan di pasar modal pada periode tertentu dengan
tingkat harga yang disepakati oleh pihak penjual dan pembeli saham melalui
pialang saham. Investor dapat melihat aktivitas perdagangan saham melalui
indikator aktivitas volume perdagangan (trading volume activity). Kegiatan
perdagangan dalam volume yang sangat tinggi di suatu bursa akan ditafsirkan
sebagai tanda pasar akan membaik (bullish). Peningkatan volume perdagangan
dibarengi dengan peningkatan harga merupakan gejala yang makin kuat akan
kondisi bullish (Husnan, 1998). Banyak penelitian dilakukan di negara maju
yang meneliti hubungan antara harga saham dengan volume perdagangan
saham.
Beberapa penelitian tentang hubungan pengaruh volume perdagangan
terhadap return diantaranya diketahui dalam Fuadi (2009) mengatakan volume
perdagangan menunjukkan hasil positif namun tidak signifikan terhadap return
saham. Maryanne (2009) mengatakan variabel yang berpengaruh positif
terhadap return saham. Berdasarkan pernyataan-pernyataan di atas, maka
hipotesis kedua penelitian ini adalah :
H4 : Terdapat pengaruh volume perdagangan saham yang signifikan dan positif terhadap return saham pada perusahaan-perusahaan dalam
kategori indeks LQ45.
2.3.6 Hubungan Variabel Earning per Share, Price Earning Ratio, Debt to Equity Ratio, Volume Perdagangan Saham Secara Simultan terhadap Return Saham
Menurut beberapa kesimpulan sementara yang telah disebutkan
sebelumnya tentang hubungan variabel earning per share, price earning
ratio, debt to equity ratio dan volume perdagangan saham yang
mempengaruhi return saham maka peneliti mengasumsi bahwa secara
simultan variabel EPS, PER, DER dan volume perdagangan saham
berpengaruh terhadap return saham pada perusahaan LQ45.