• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Pelaksanaan Fungsi Pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Terhadap Kinerja Eksekutif di Kota Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Pelaksanaan Fungsi Pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Terhadap Kinerja Eksekutif di Kota Medan"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyelenggaraan pemerintahan Kabupaten/Kota di Indonesia bersifat otonom

(locale rechtgemeenschappen) yang pembentukannya ditetapkan berdasarkan

undang-undang. Pada daerah-daerah dan kota yang bersifat otonom tersebut diadakan

badan-badan perwakilan rakyat daerah seperti Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

(disingkat DPRD). Oleh karena itu, dalam melaksanakan tugas, fungsi, dan

kewenangan Pemerintah Daerah (disingkat Pemda) akan bersendi atas dasar

permusyawaratan.1

Dalam menjalankan roda pemerintahan sehari-hari, pemerintahan daerah

dilaksanakan oleh Kepala Daerah. Dalam melaksanakan politik pemerintahannya

Kepala Daerah bertanggung jawab kepada Presiden Cq Menteri Dalam Negeri,

namun dalam konsep demokrasi, pertanggungjawaban kinerja pemerintahan daerah

tidak cukup hanya kepada Presiden tetapi pelaksanakan tugas Kepala Daerah juga

bertanggung jawab kepada masyarakat melalui DPRD sebagai representatif rakyat.

Dasar hukum pembentukan pemerintahan daerah terdapat dalam Pasal 18 ayat

(3) UUD Tahun 1945 yang menyebutkan: ”Pemerintahan daerah provinsi, daerah

1

(2)

kabupaten, dan kota memiliki DPRD yang anggota-anggotanya dipilih melalui

pemilihan umum”.

Pasal 69 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

Pemerintahan Daerah (disingkat UUPD) menentukan Kepala Daerah wajib

menyampaikan laporan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, laporan keterangan

pertanggungjawaban, dan ringkasan laporan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah,

mencakup laporan kinerja instansi Pemerintah Daerah. Menurut Pasal 69 ayat (3)

UUPD, Bupati/Wali Kota menyampaikan laporan penyelenggaraan Pemerintahan

Daerah Kabupaten/Kota kepada Menteri melalui gubernur sebagai wakil Pemerintah

Pusat yang dilakukan 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun.

Pasal 71 ayat (2) UUPD, Kepala Daerah menyampaikan laporan keterangan

pertanggungjawaban kepada DPRD yang dilakukan 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun

paling lambat 3 (tiga) bulan setelah tahun anggaran berakhir. Pasal 72 UUPD, Kepala

Daerah juga harus menyampaikan ringkasan laporan penyelenggaraan Pemerintahan

Daerah kepada masyarakat bersamaan dengan penyampaian laporan penyelenggaraan

Pemerintahan Daerah.

Berdasarkan ketentuan tersebut dalam UUPD Kepala Daerah dalam

melaksanakan tugas dan wewenang mempunyai kewajiban menyampaikan rencana

strategis penyelenggaraan Pemerintahan Daerah di hadapan Rapat Paripurna DPRD.

Ketentuan ini menegaskan suatu kewajiban bagi Kepala Daerah untuk menyampaikan

(3)

Berdasarkan Pasal 1 ayat (4) UUPD, DPRD adalah lembaga perwakilan

rakyat daerah yang berkedudukan sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.

Kedudukan DPRD menurut ketentuan ini merupakan lembaga perwakilan rakyat

daerah dan berkedudukan sebagai unsur penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Ketentuan ini menegaskan bahwa DPRD merupakan salah satu unsur penting dalam

penyelenggaraan pemerintahan daerah. Di mana sesuai dengan fungsinya

sebagaimana ditentukan dalam Pasal 149 ayat (1) UUPD, DPRD memiliki fungsi

legislasi yaitu pembentukan Perda Kabupaten/Kota, anggaran, dan pengawasan.

Tujuan dari laporan dan pertanggungjawaban Kepala Daerah kepada DPRD

sesungguhnya untuk dapat dievaluasi dan mengontrol kinerja eksekutif tersebut

dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. DPRD dalam hal ini melaksanakan

fungsinya sebagai pengawas. Fungsi pengawasan tersebut dijalankan oleh anggota

DPRD sebagai wujud representasi rakyat di Kabupaten/Kota.

Dalam melaksanakan fungsi pengawasan anggota DPRD Kabupaten/Kota

melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah dan anggaran

pendapatan dan belanja daerah Kabupaten/Kota. Oleh karena itu, rencana strategis

Kepala Daerah dalam meningkatkan pembangunan di Kabupaten/Kota wajib

disampaikan kepada anggota DPRD melalui Rapat Paripurna DPRD bahkan anggota

DPRD dapat meminta laporan keterangan pertanggungjawaban bupati/walikota dalam

penyelenggaraan pemerintahan daerah Kabupaten/Kota.

Selanjutnya melalui Sidang Paripurna DPRD dapat memberikan persetujuan

(4)

membatalkan kebijakan rencana kerja tersebut jika dipandang tidak tepat berdasarkan

hak-hak anggota DPRD sebagaimana ditentukan dalam Pasal 371 ayat (1) UU Nomor

17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat,

Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UUMD3) melalui

hak interpelasi, angket dan menyatakan pendapat anggota DPRD Kabupaten/Kota.

Konsep yang terkandung dalam UUPD dan UUMD3 menghendaki konsep

kerjasama antara unsur-unsur di daerah khususnya di Kabupaten/Kota dalam

menciptakan pembangunan yang nyata dan bertanggung jawab berdasarkan prinsip

desentralisasi. Sinergi antara kedua undang-undang ini harus sejalan dalam

menciptakan pembangunan yang nyata dan bertanggung jawab.

Pentingnya mewujudkan lembaga DPRD untuk mengembangkan kehidupan

demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah, maka unsur DPRD secara

bersama-sama dengan pemerintah daerah harus mampu mengatur dan

menyelenggarakan urusan pemerintahan daerah demi kepentingan masyarakat di

daerah berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik

Indonesia.2

Tujuan pelaksanaan fungsi pengawasan anggota DPRD terhadap kinerja

eksekutif di daerah Kabupaten/Kota dalam rangka menjalankan desentralisasi

pembangunan ekonomi daerah agar tumbuh dan berkembang lebih baik serta otonom.

Desentralisasi menumbuhkan semangat daerah untuk membangun dan mengurangi

2

(5)

beban Pemerintah Pusat, meningkatkan partisipasi serta dukungan masyarakat dalam

pembangunan.3

Kota Medan merupakan salah satu daerah otonom yang dipimpin oleh seorang

Walikota. Dari ketentuan UUPD tersebut ditetapkan bahwa Kepala Daerah

berkewajiban untuk memberikan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah

kepada Pemerintah Menteri melalui gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat yang

dilakukan 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun (vide: Pasal 69 ayat 1 UUPD), dan

memberikan laporan keterangan pertanggungjawaban kepada DPRD (vide: Pasal 71

ayat 2 UUPD), serta menginformasikan laporan, penyelenggaraan pemerintahan

daerah kepada masyarakat (vide: Pasal 72 UUPD).

Laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah di tingkat Provinsi oleh

Gubernur disampaikan kepada Pemerintah melalui Menteri Dalam Negeri. Laporan

pertanggungjawaban ini disebut dengan Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan

Daerah (LPPD). Sedangkan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah di tingkat

Kabupaten/Kota oleh Bupati/Walikota disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri

melalui Gubernur. Untuk Laporan pertanggungjawaban ini disebut dengan LKPJ.4

3

Adrian Sutedi, Implikasi Hukum Atas Sumber Pembangunan Daerah Dalam Kerangka Otonomi Daerah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hal. 21.

Baik di tingkat provinsi maupun di tingkat Kabupaten/Kota, laporan tersebut

disampaikan masing-masing 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun.

4

(6)

Dalam LKPJ kinerja Wali Kota Medan pada tahun 2011 masih banyak hal-hal

yang belum dapat direalisasikan. Oleh karena itu dalam mensinergikan UUPD dan

UUMD3 dalam rangka menciptakan pembangunan yang nyata dan bertanggung

jawab di Kota Medan, maka anggota DPRD Kota Medan memberikan rekomendasi

atas LKPJ tersebut untuk akhir tahun 2011 agar hal-hal yang dirasa belum terealisasi

dapat dicapai di tahun 2012.

Banyak temuan-temuan oleh Panitia Khusus (Pansus) anggota DPRD yang

belum terlaksana dan sekaligus menghambat program pembangunan di Kota Medan.

Temuan itu antara lain tentang kebijakan (beschiking)5

Dalam LKPJ wali Kota Medan tersebut hanya disajikan laporan

pertangggungjawaban yang sifatnya hanya statis artinya tidak berubah dari

tahun-tahun yang lalu sehingga substansi dalam LKPJ tersebut sulit untuk diukur dengan

fakta yang ada. Sementara pada kenyataannya kondisi di Kota Medan masih terdapat

rawan banjir yang tidak teratasi dari tahun ke tahun, kawasan penyakit menular, tata pengelolaan keuangan daerah,

urusan kesehatan, masalah akte kelahiran, urusan kepegawaian, urusan sosial dan

ketenagakerjaan, urusan lingkungan hidup, urusan kependudukan dan catatan sipil,

tumpang tindih antar kegiatan SKPD, dan lain-lain.

5

(7)

kota yang tidak teratur, dan lain sebagainya, tetapi dalam LKPJ tersebut Kepala

Daerah (KD) tampaknya terlalu membesar-besarkan hal-hal yang sudah terealisasi.6 Tidak ketinggalan pula dalam struktur perekonomian masyarakat seperti

kontribusi masing-masing sektor industri, perdagangan, hotel, restauran, dan jasa-jasa

tidak disajikan secara jelas dan terang informasi tentang program. Padahal

masing-masing sektor ini memberikan kontribusi terbesar terhadap pembangunan Kota

Medan. Dalam LKPJ tidak dirinci secara detail target-target apa yang telah dijalankan

dan yang belum terealisasikan terhadap sektor-sektor dimaksud serta kontribusi

pendapatan.

7

Wali Kota Medan dalam pidatonya mengatakan penyelenggaraan

pemerintahan daerah selama tahun 2011 khususnya di bidang pengelolaan keuangan

daerah cukup berhasil dan menurutnya kondisi keuangan mendukung kebutuhan

pembiayaan Kota Medan. Pendapatan daerah tahun 2011 mencapai 88,95% (delapan

puluh delapan koma sembilan puluh lima persen) sekitar Rp.2,74 Trilyun (dua koma

6

Pemerintahan Kota Medan, “Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Akhir Tahun Anggaran 2011”, Pemerintah Kota Medan Tahun 2012. Antara lain: misalnya masalah yang menyangkut pembangunan di kota Medan yang belum dapat ditanggulangi Pemerintah kota Medan seperti masalah pengangguran dan kemiskinan. Tertib dan kenyamanan berlalu lintas di mana transportasi yang semakin bertambah tidak seimbang dengan sarana dan prasarana jalan yang memadai. Pasar tradisional belum efektif sebagai pasar yang standar misalnya banyaknya pasar tradisional yang berada di pinggir jalan bahkan menggunakan hampir separuh dari badan jalan. Kondisi ini juga diperparah dengan pedagang liar di pinggir jalan yang tidak tertata dengan baik dalam sebuah tempat yang disediakan. Alokasi anggaran daerah untuk pendidikan dan kesehatan masih jauh dari harapan sehingga masalahnya penyediaan sarana dan prasarana pendidikan dan kesehatan masih kurang memadai. Pengembangan UKMK masih membutuhkan perhatian serius bagi Pemerintah Daerah kota Medan untuk dapat menopang daya tahan perekonomian kota Medan. Peningkatan daya saing daerah pada era perdagangan bebas saat ini produk-produk lokal baik di pasar domestik maupun modern di kota Medan banyak dipengaruhi oleh produk-produk luar negeri sehingga menimbulkan daya saing yang kurang terhadap produk-produk lokal. Dan lain-lain.

7Ibid

(8)

tujuh puluh empat trilyun rupiah). Tidak disebutkan target pendapatan daerah di

tahun sebelumnya.8

WaliKota Medan juga mengatakan di sisi belanja daerah sudah dikelola

semakin efisien, efektif, dan ekonomis. Pertumbuhan ekonomi sebesar 7,9% (tujuh

koma sembilan persen), pendapatan perkapita menjadi Rp.43,9 juta (empat puluh tiga

koma sembilan juta rupiah) di tahun 2011.

9

Sesuai dengan fungsi yang diemban oleh anggota DPRD Kota Medan bahwa

salah satu fungsi anggota DPRD adalah melaksanakan fungsi pengawasan. Menurut

Pasal 69 ayat (1) UUMD3 ditentukan bahwa DPRD Kabupaten/Kota mempunyai

fungsi: legislasi, anggaran, dan pengawasan. Dalam rangka pelaksanaan fungsi

pengawasan tersebut anggota DPRD berperan sebagai wujud representasi hak-hak

rakyat. Melalui anggota DPRD Kota Medan masyarakat Kota Medan menyampaikan

segala aspirasinya terhadap kinerja eksekutif (Pemerintah Kota Medan) dalam

melaksanakan pembangunan.

Sesuai dengan perintah dalam Pasal 366 ayat (1) huruf h UUMD3 ditentukan

bahwa tugas dan wewenang DPRD Kabupaten/Kota adalah “meminta laporan

keterangan pertanggungjawaban bupati/walikota dalam penyelenggaraan

8

Naskah Pidato Wali Kota Medan Dalam Rangka Penyampaian Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Akhir Tahun Anggaran 2011 Kepada DPRD Kota Medan, hal. 8.

9 Ibid

(9)

pemerintahan daerah Kabupaten/Kota”. Dalam hal ini LKPJ dimaksud adalah LKPJ

Pemerintah Kota Medan untuk tahun 2011.

Pasal 71 ayat (2) UUPD, Kepala Daerah menyampaikan laporan keterangan

pertanggungjawaban kepada DPRD yang dilakukan 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun

paling lambat 3 (tiga) bulan setelah tahun anggaran berakhir. Laporan keterangan

pertanggungjawaban Kepala Daerah kepada DPRD ini disebut dengan LKPJ, yang

menegaskan Kepala Daerah berkewajiban untuk memberikan laporan

penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada Pemerintah, dan memberikan LKPJ

kepada DPRD, serta menginformasikan laporan, penyelenggaraan pemerintahan

daerah kepada masyarakat.

Tugas dan wewenang DPRD Kabupaten/Kota ditentukan pula dalam Pasal

154 ayat (1) huruf h UUPD, yaitu meminta laporan keterangan pertanggungjawaban

bupati/wali kota dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kabupaten/kota. Tugas

dan wewenang DPRD meminta laporan keterangan pertanggungjawaban Kepala

Daerah ini melalui LKPJ Kepala Daerah kepada DPRD sebagai representasi rakyat.

Dalam konteks ini sebagai wujud penyelenggaraan pemerintahan dari rakyat, untuk

rakyat, dan oleh rakyat.

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas terkait berbagai masalah yang

terdapat dalam LKPJ Wali Kota Medan dalam rangka pembangunan Kota Medan

sehingga menarik untuk dilakukan penelitian terhadap fungsi pengaturan,

pelaksanaan pengawasan, dan hambatan-hambatan serta upaya yang dilakukan oleh

(10)

”Pelaksanaan Fungsi Pengawasan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Terhadap Kinerja Eksekutif di Kota Medan” sebagai judul dalam tesis ini.

B. Perumusan Masalah

Permasalahan yang yang menjadi fokus pembahasan dalam penelitian ini

dirumuskan sebagaimana berikut:

1. Bagaimanakah pengaturan fungsi pengawasan anggota Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah menurut peraturan perundang-undangan di bidang

pemerintahan daerah?

2. Bagaimanakah pelaksanaan fungsi pengawasan anggota Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah Kota Medan terhadap kinerja eksekutif di Kota Medan tahun

2011 dijalankan?

3. Apa tindakan anggota DPRD Kota Medan untuk melakukan fungsi

pengawasan dalam meningkatkan kinerja Pemerintah Kota Medan?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dalam rangka melakukan penelitian terhadap ketiga permasalahan di

atas, adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaturan fungsi pengawasan anggota

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menurut peraturan perundang-undangan di

(11)

2. Untuk mengetahui dan menganalisis pelaksanaan fungsi pengawasan anggota

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Medan terhadap kinerja eksekutif di

Kota Medan tahun 2011 dijalankan.

3. Untuk mengetahui dan menganalisis tindakan anggota DPRD Kota Medan

untuk melakukan fungsi pengawasan dalam meningkatkan kinerja Pemerintah

Kota Medan.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini memberikan beberapa manfaat yang berguna baik manfaat

secara teoritis maupun secara praktis antara lain:

1. Secara teoritis penelitian ini bermanfaat bagi pihak akademisi sebagai bahan

kajian penelitian dan pengkajian lebih lanjut serta bermanfaat bagi masyarakat

khususnya masyarakat Kota Medan sebagai unsur yang secara langsung turut

merasakan kinerja pembangunan yang dilaksanakan oleh Pemerintahan

Daerah Kota Medan.

2. Secara praktis penelitian ini bermanfaat bagi lembaga-lembaga pemerintahan

dan swasta untuk bahan kajian lebih lanjut seperti terhadap segenap unsur

Pemerintahan Daerah Kota Medan dan terhadap anggota DPRD Kota Medan

(12)

E. Keaslian Penelitian

Penelitian ini memiliki keaslian dan tidak dilakukan plagiat dari hasil karya

penelitian pihak lain. Sebelumnya telah dilakukan pemeriksaan terhadap judul dan

permasalahan dari tesis-tesis yang ada baik di Perpustakaan Universitas Sumatera

Utara khususnya di Program Studi Magister Ilmu Hukum maupun dilakukan

penelusuran di situs-situs resmi perguruan tinggi lainnya melalui internet dan

diperoleh judul tesis tentang:

1. Pengawasan DPRD Terhadap Implementasi Peraturan Daerah dan Peraturan

Bupati di Kabupaten Serdang Bedagai, oleh: Nurdin Sipayung. Penelitian

mengkonsentrasikan kajiannya pada Pengawasan DPRD terhadap Perda dan

Peraturan Bupati di Kabupaten Serdang Bedagai.

2. Pengawasan Terhadap Kinerja Eksekutif Daerah Provinsi Nanggroe Aceh

Darussalam (Dalam Perspektif UU No.8 Tahun 2001 Tentang Otonomi

Khusus Bagi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam), oleh: TM Zuhri, NIM:

017005065. Penelitian ini mengkonsentrasikan kajiannya terhadap

pengawasan kinerja eksekuti di NAD sesuai dengan UU No.8 Tahun 2001

Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

3. Kedudukan Hukum Eksekutif Daerah dan Legislatif Daerah Dalam

Pembuatan Peraturan Daerah (Studi di DPRD Kota Medan), oleh: Abel

Zekonia Trilegenda, NIM: 087005071. Penelitian ini mengkonsentrasikan

kajiannya terhadap kedudukan antara Pemerintah Daerah Kota Medan dengan

(13)

Berdasarkan ketiga karya ilmiah di atas tidak satupun yang memiliki

kesamaan dengan judul dan permasalahan dalam tesis ini sebab konsentrasi kajian

dalam tesis ini adalah penelitian terhadap fungsi pengaturan, pelaksanaan

pengawasan, dan hambatan-hambatan serta upaya yang dilakukan oleh anggota

DPRD Kota Medan dalam melaksanakan fungsi pengawasan anggota DPRD terhadap

kinerja eksekutif di Kota Medan.

Oleh sebab itu terhadap judul dan permasalahan dalam tesis ini tidak

mengandung unsur kesamaan atau plagiat dari hasil karya ilmiah pihak lain, baik dari

sisi judul, permasalahan maupun dalam substansinya. Sehingga dapat dikatakan

bahwa penelitian ini baru pertama kali dilakukan dan sesuai dengan asas-asas

keilmuan yang harus dijunjung tinggi antara lain kejujuran, rasional, objektif,

terbuka, serta sesuai dengan implikasi etis dari prosedur menemukan kebenaran

ilmiah secara bertanggung jawab.

F. Kerangka Teori dan Landasan Konsepsional 1. Kerangka Teori

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori pembagian kekuasaan

(distribution of power) bukan pemisahaan kekuasaan (separation of power). Teori ini

pertama kali dikemukakan oleh Montesquieu yang disebut dengan teori trias politika.

Asas mula teori ini berasal dari Negara Perancis yang membedakan kekuasaan dan

tanggung jawab berkaitan dengan pemerintahan terdiri dari: kekuasaan legislatif,

(14)

bersifat mandiri antara satu sama lainnya tetapi tidak terlepas dari sistim kontrol

antara kekuasaan tersebut.10

Pembagian kekuasaan yang terdiri dari legislatif, eksekutif, dan yudikatif

tersebut bertujuan untuk mencegah tindakan penyelewenangan kekuasaan dari setiap

bidang karena kekuasaan masing-masing bebas (merdeka) melaksanakan

tugas-tugasnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Itu

sebabnya walaupun dibagi-bagi dalam tiga bentuk kekuasaan tetapi ketiga kekuasaan

tersebut tidak dispisahkan tetap saling dilakukan sistim kontrol antar lembaga.11

Pembagian ketiga kekuasaan tersebut masing-masing memiliki tugas dan

fungsi pokok, di mana untuk kekuasaan legislatif melaksanakan tugas sebagai

regulator (pembentuk undang-undang) dan melaksanakan fungsi pengawasan

terhadap kinerja eksekutif. Untuk kekuasaan eksekutif melaksanakan tugas

penyelenggaraan urusan pemerintahan baik di tingkat pusat maupun di provinsi,

Kabupaten/Kota. Sedangkan kekuasaan yudikatif melaksanakan tugas dan fungsi

sebagai lembaga kekuasaan kehakiman dalam rangka memeriksa, mengadili, dan

memutus perkara-perkara.

Hal

ini membawa konsekuensi di antara pembagian tersebut yaitu dimungkinkan adanya

kerja sama antar lintas lembaga.

10

Sarman dan Muhammad Taufik Makarao, Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia, (Jakarta: Rineka Cipta, 2012), hal. 12.

11Ibid

(15)

Menurut Aristoteles bahwa hukum memegang kedaulatan tertinggi, hukum

tidak akan dapat digantikan oleh karena kekuasaan belaka.12 Sesuai dengan filosofi lahirnya teori trias politika Montesquieu lahir di Eropa Barat sebagai reaksi dari

kekuasaan raja yang absolut di tangan satu orang. Ide trias politika ini dimaksudkan

agar adanya jaminan terhadap hak-hak asasi manusia.13

Menurut Philipus M. Hadjon, penyalahgunaan wewenang dalam konsep

hukum administrasi selalu diparalelkan dengan konsep detournement de pouvoir.

dalam hal ini, Pemerintah melakukan penyalahgunaan kewenangan untuk

mewujudkan tujuan lain, selain yang telah ditentukan di dalam perundang-undangan

yang berlaku.

Trias politika merupakan

konsep pembagian kekuasaan yang berfungsi untuk mencegah timbulnya sebuah

kekuasaan yang absolut yang pada akhirnya akan berujung pada penyalahgunaan

kekuasaan dan kesewenang-wenangan penguasa.

14

Penyalahgunaan wewenang terjadi penggunaan wewenang tidak sebagaimana

mestinya. Dalam hal ini pejabat menggunakan wewenangnya untuk tujuan lain yang

menyimpang dari tujuan yang telah diberikan kepada pemegang wewenang itu.

12

J.H. Rapar, Filsafat Politik Plato, Aristoteles, Augustinus, Machiavelli, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2001), hal. 182-183.

13

Moh. Kusnardi dan Hermaily Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, (Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia dan CV. Sinar Bakti, 1983), hal. 140.

14

(16)

Selanjutnya Hadjon mengatakan, terjadinya penyalahgunaan wewenang bukan karena

suatu kealpaan melainkan dilakukan secara sadar dan disengaja atas dasar interest

pribadi yang negatif untuk mengalihkan tujuan yang telah diberikan kepada

pemegang wewenang itu.15

Konsep dalam teori trias politika sebagai penentangan dari kesewenangan

penguasa dari Montesquieu membagi kekuasaan antara kekuasaan legislatif yang

memiliki kekuasaan untuk membuat undang-undang, eksekutif yang yang memiliki

kekuasaan untuk melaksanakan undang-undang dan yudikatif untuk mengadili atas

pelanggaran undang-undang.16 Franz Magnis Suseno, mengatakan, ”Pemisahan kekuasaan perlu untuk mencegah jangan sampai seseorang, badan, atau jawatan

menjadi terlalu kuat dan menghancurkan kebebasan masyarakat”.17

Pada prinsipnya pengawasan terhadap pemerintah bertujuan untuk

mengembangkan kehidupan demokrasi, menjamin keterwakilan rakyat dan daerah

dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya serta mengembangkan mekanisme

check and balances antara lembaga legislatif daerah (DPRD) dan eksekutif daerah

(pemerintah daerah/KD) demi mewujudkan keadilan dan kesejahteraan rakyat. Mirza

Nasution menyebutkan, check and balances erat kaitannya dengan asas trias politika

yang bermakna pembagian kekuasaan secara horizontal.18

15Ibid

., hal. 22.

16

Tokoh-tokoh yang mengusung konsep trias politika diantaranya Montesquieu (Perancis) dan John Locke (Inggris).

17

Franz Magnis Suseno dalam Hotma P. Sibuea, Asas Negara Hukum, Peraturan Kebijakan, Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik, (Jakarta: Erlangga, 2010), hal. 109.

18

(17)

Montesquieu sama sekali tidak bermaksud untuk mengemukakan ajaran

kekuasaan negara yang bersifat mutlak. Ide pembagian kekuasaan yang diajarkan

Montesquieu merupakan gambaran mengenai cara yang dapat ditempuh oleh negara

untuk mewujudkan tujuannya yaitu memberikan kebaikan tertinggi kepada warga

negaranya berdasarkan asas kedaulatan rakyat.19

Montesquieu juga tidak bermaksud untuk memisahkan kekuasaan negara

melainkan hanya untuk membaginya dalam tiga kekuasaan sebagai antisipasi

penyelahgunaan wewenang absolut. Pemisahaan kekuasaan mengandung makna

kekuasaan negara itu terpisah-pisah dalam beberapa bagian baik mengenai orangnya

maupun mengenai fungsinya. Sedangkan dalam konteks pembagian kekuasaan hanya

kekuasaannya yang dibagi dalam beberapa bagian yang mengandung konsekuensi

tetap dimungkinkannya kerja sama antara ketiga kekuasaan.20

Dalam UUD 1945 terdapat pembagian kekuasaan yang terdiri dari legislatif,

eksekutif, dan yudikatif. UUD 1945 sebagai konstitusi Negara Republik Indonesia

harus menjadi sumber dasar menjalankan kekuasaan agar pembangunan nasional

terarah pada pemenuhan kepentingan, kebaikan, dan kesejahteraan umum. Konstitusi

sebagai sumber kekuasaan, hukum tidak hanya memiliki kedaulatan dan kewibawaan

tertinggi, tetapi juga harus menjadi dasar dan landasan kehidupan bernegara.

Dalam konstitusi negara Republik Indonesia terkandung norma dasar dalam

Pasal 1 ayat (2) UUD Tahun 1945 menegaskan kedaulatan berada di tangan rakyat

19

Hotma P. Sibuea, Op. cit, hal. 16.

20

(18)

dan dilaksanakan melalui undang-undang. Untuk mewujudkan tujuan demi

kepentingan, kebaikan, dan kesejahteraan bagi warga negara Indonesia inilah maka

kedaulatan tertinggi berada di tangan rakyat.

Desentralisasi bukan berarti kebebasan atau kemerdekaan (onafhankelijkheid)

di daerah melainkan kemandirian (zelfstandigheid). Kemandirian dalam ikatan negara

kesatuan, karena itu diperlukan pengawasan untuk mengendalikan agar desentralisasi

tidak bergeser semacam menjadi kemerdekaan daerah walaupun sekedar untuk urusan

pemerintahan.21

Menurut teori desentralisasi, harus diadakan penyerahan wewenang

pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus

urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Penyelenggaraan desentralisasi mensyaratkan pembagian urusan pemerintahan antara

Pemerintah dengan daerah otonom.

Pembagian urusan pemerintahan tersebut didasarkan pada pemikiran bahwa

selalu terdapat berbagai urusan pemerintahan yang sepenuhnya/tetap menjadi

kewenangan Pemerintah. Urusan pemerintahan tersebut menyangkut terjaminnya

kelangsungan hidup bangsa dan negara secara keseluruhan.

Teori desentralisasi tidak mengharuskan semua urusan diserahi atau dilimpahi

kepada institusi atau lembaga atau dari pejabat tertentu di daerah. Indonesia dalam

negara kesatuan, konsep desentralisasi tidak boleh dilaksanakan secara total (total

21

(19)

decentralization). Tidak pernah terdapat suatu urusan pemerintahan apapun di negara

kesatuan yang sepenuhnya diselenggarakan secara desentralisasi.22

Pemerintah lokal administratif (local state government) itulah sebagai

pemerintah wilayah, terbentuk sebagai konsekuensi dari desentralisasi. Pemerintah

lokal administratif hanya menyelenggarakan perintah-perintah atau petunjuk-petunjuk

dari pemerintah pusat dalam kedudukannya sebagai wakil pemerintah pusat.

Pemerintah lokal administratif dibentuk karena penyelenggaraan semua urusan

pemerintahan negara tidak dapat dilakukan sendiri oleh pemerintah pusat.

Konsekuensi dari pemerintah lokal administratif, maka tugas-tugas pemerintah daerah

hanya terbatas pada tugas-tugas yang diberikan oleh pemerintah pusat.23

Sedangkan urusan Kepala Daerah yang lain dilaksanakan oleh pemerintah

lokal yang mengurus rumah tangga sendiri (local self government) sebagai

konsekuensi dari desentralisasi dan tetap dalam ikatan NKRI. Hal ini dilaksanakan

dalam rangka penyelenggaraan urusan pemerintahan yang bersifat khusus pada

daerah-daerah tertentu di mana Kepala Daerah diberi urusan untuk mengurusi

kepentingan daerahnya sendiri.24

Posisi DPRD dalam sistim ketatanegaraan secara hosizontal menjalankan

kekuasaan legislatif sebagai konsep dari teori desentralisasi. Posisi ini sehubungan

pula dengan penyelenggaraan otonomi daerah di mana pemerintah daerah perlu

22

Mirza Nasution, Op. cit., hal. 264.

23

S.H. Sarundjang, Arus Balik Kekuasaan Pusat ke Daerah, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2002), hal. 28.

24Ibid

(20)

diawasi oleh dewan legislatif sebagai amanat UUD Tahun 1945. Pengawasan

terhadap pemerintah daerah tersebut sehubungan dengan tugas pemerintah daerah

dalam mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi

dan tugas pembantuan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat

melalui peningkatan, pelayanan, pemberdayaan, dan peran, serta masyarakat, serta

peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi,

pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan suatu daerah dalam sistem

Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pasal 18 ayat (3) UUD Tahun 1945 menegaskan norma yang mengatur

pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki DPRD yang

anggotanya dipilih melalui pemilihan umum. Hal ini berarti berdasarkan asas

desentralisasi, maka setiap daerah otonom memiliki DPRD yang bertugas sebagai

representatif asas kedaulatan berada di tangan rakyat.

Segala bentuk pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan di daerah dikontrol dan

diawasi oleh rakyat melalui dewan perwakilannya yaitu DPRD. Dalam konteks ini

Kepala Daerah dan anggota DPRD secara bersama-sama berperan penting dalam

pelaksanaan otonomi daerah. Kepala Daerah bertanggung jawab terhadap semua

kinerja yang dilakukan di daerah sedangkan DPRD bertanggung jawab untuk

melaksanakan pengawasan terhadap kinerja Kepala Daerah.25

Jika dikaitkan dengan norma yang terkandung di dalam Pasal 1 ayat (2) UUD

25

(21)

1945 yang mengandung asas kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan

menurut Undang-Undang Dasar, maka pelaksanaan fungsi pengawasan DPRD

terhadap kinerja pemerintah (eksekutif) merupakan wujud dari kedaulatan berada di

tangan rakyat dalam konsep negara demokrasi.

DPRD sebagai lembaga legislatif harus mampu menjalankan fungsi

kontrolnya secara efektif (effective representative system).26 Teori pengawasan menurut Stoner dan Freeman: “Controlling is the process of assuring that actual

activities conform to planed activities”. Berdasarkan hal itu, dapat dikatakan bahwa

secara umum pengawasan merupakan proses untuk menjamin suatu kegiatan sesuai

dengan rencana kegiatan.27

Kemudian Koontz, berpendapat: “Controlling is measurement and correction

of performance in order to make sure that enterprisen objectivies and the plans

devised to attain them are being accomplished”. Menurut pendangan ini, pengawasan

dimaksud merupakan suatu cara untuk melakukan pengukuran dan tindakan atas

kinerja yang berguna untuk meyakinkan organisasi secara objektif dan merencanakan

suatu cara dalam mencapai tujuan organisasi.

28

Sehingga secara sederhana dapat dikatakan bahwa pengawasan dilaksanakan

agar visi, misi, dan tujuan organisasi tercapai dengan lancar tanpa ada penyimpangan

atau segala usaha dan kegiatan untuk mengetahui serta menilai kenyataan yang

sebenarnya mengenai pelaksanaan tugas dan kegiatan apakah sesuai dengan yang

26

Bismar Nasution, “Peranan Birokrasi....Loc. cit.

27

Sadu Wasistiono dan Yonatan Wiyoso, Loc. cit.

28Ibid

(22)

semestinya atau tidak, apakah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan atau

terjadi penyimpangan.

Dengan adanya adanya wewenang pengawasan bagi DPRD terhadap

pemerintah daerah pada prinsip masyarakat terlindungi dari

ketidaksewenang-wenangan penguasa (pemerintah) khususnya pemerintah daerah. Hadjon mengatakan,

perlindungan hukum preventif sebenarnya menghendaki “mencegah sengketa lebih

baik daripada menyelesaikan sengketa”. Beliau juga mengakui bahwa perlindungan

hukum dalam hukum administratif di Indonesia belum memadai dalam hal upaya

preventif.29

Pengawasan dapat memberikan umpan balik kepada pemerintah itu sendiri.

Pengawasan harus memberikan informasi sedini mungkin, sebagai bagian dari sistim

peringatan dini bagi pemerintah daerah. Sistim pengawasan melekat pada setiap

fungsi yang dilakukan manajemen artinya pada saat melaksanakan fungsi

perencanaan seorang manajer dan yang mempunyai fungsi pengawasan sudah harus

melaksanakan fungsi pengawasan demikian juga pada fungsi manajemen lainnya.30 Berdasarkan teori pengawasan tersebut di atas, dapat dipahami bahwa

pengawasan dari anggota DPRD memiliki arti penting bagi pemerintah daerah,

karena akan memberikan umpan balik (feed back) untuk perbaikan pengelolaan

pembangunan, sehingga tidak keluar dari jalur-jalur dan prosedur/tahapan serta tujuan

otonomi daerah yang telah ditetapkan dalam undang-undang. Sementara bagi

29

Philipus M. Hadjon, Tatiek Sri Djatmiati, GH Addink, dan JBJM Ten Berge, Op. cit., hal. 8-9.

30Ibid

(23)

pelaksana, pengawasan merupakan aktivitas untuk memberikan kontribusi dalam

proses pembangunan daerah agar aktivitas pengelolaan daerah dapat mencapai tujuan

dan sasaran secara efektif dan efisien.

Upaya untuk mewujudkan pengawasan ini mendorong birokrasi pemerintahan

yang baik (good governance) yang ditekankan pada Pemerintah khususnya

pemerintah daerah harus menjadi pemimpin yang berprinsip dan berpijak pada

transparansi dan tanggung jawab melaksanakan kebijaksanaan dan program.

Pemerintah harus pula mengedepankan kemauan politik untuk menjaga tata kelola

pemerintahannya selalu bersih.31

Kinerja tanpa pengawasan berpotensi membuat kekuasaan tidak terkontrol,

akibatnya akan membuat kekuasaan melakukan praktik-praktik korupsi. Bismar

menegaskan seharusnya diadakan pembaharuan pemerintahan (reinventing

government) dalam sistem politik. Pembaharuan dimaksud untuk melakukan

restrukturisasi organisasi dengan mengubah tujuan-tujuan yang salah dalam distribusi

kekuasaan.

32

Pengawasan DPRD bertujuan untuk mengembangkan kehidupan demokrasi,

menjamin keterwakilan rakyat dan daerah dalam melaksanakan tugas dan

kewenangannya serta mengembangkan mekanisme check and balances antara

31

Sofyan Nasution, “Upaya Mendorong Birokrasi Pemerintah Berlandaskan Prinsip-Prinsip Good Governance”, Makalah yang disampaikan pada Seminar tentang Diseminasi Policy Paper, diadakan oleh Komisi Hukum Nasional Republik Indonesia, tanggal 1-2 Oktober 2003, Medan, Sumatera Utara, hal. 1-2.

32

(24)

lembaga legislatif daerah (DPRD) dan eksekutif daerah (pemerintah daerah/KD) demi

mewujudkan keadilan dan kesejahteraan rakyat.33

Menurut Philipus M. Hadjon, sehubungan dengan makna desentralisasi,

bukan berarti kebebasan atau kemerdekaan (onafhankelijkheid) di daerah melainkan

kemandirian (zelfstandigheid), oleh karena itu, diperlukan pengawasan untuk

mengendalikan agar desentralisasi tidak bergeser semacam menjadi kemerdekaan

pemerintahan daerah.34

Pengawasan sangat penting dilakukan terhadap pelaksanaan kinerja

pemerintah daerah karena tugas dan wewenang pemerintah sehubungan dengan

pelayanan publik yang berarti menyangkut hak-hak sosial (social right) yang harus

diterima masyarakat dari pemerintah seperti hak-hak untuk mendapatkan pendidikan,

hak memperoleh kenyamanan, keamanan, hak untuk mendapatkan pekerjaan yang

layak bagi kemanusiaan, jaminan hukum yang adil, perlakuan yang sama di hadapan

hukum, jaminan sosial, dan lain-lain.

35

Dalam mewujudkan hak-hak rakyat tersebut tidak dapat hanya sekedar diakui

tetapi perlu duwujudkan melalui peran serta DPRD untuk melakukan pengawasan

terhadap kinerja pemerintah daerah, maka muncullah sistim otonomi daerah. Sistim

otonomi daerah memberikan hak, wewenang, dan kewajiban kepada daerah otonom

untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan

33

Mirza Nasution, Op. cit., hal. 169.

34

Philipus M. Hadjon, R. Sri Soemantri Martosoewignjo, Sjachran Basah, Bagir Manan, HM. Laica Marzuki, JBJM. Ten Berge, PJJ. Van Buuren, dan FAM. Stroink, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2008), hal. 212.

35

(25)

masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dalam

melaksanakan kekuasaan pemerintahan dikenal asas desentralisasi dan dekonsentrasi.

Dekonsentrasi adalah pelimpahan sebahagian dari kewenangan pemerintah

pusat kepada alat-alat pemerintahannya yang ada di daerah.36 Sedangkan desentraslisasi merupakan pendistribusian kekuasaan Pemerintah pusat ke

daerah-daerah.37 Desentralisasi inilah yang pada akhirnya menjadi asas dalam penyelenggaraan negara yang mengenal istilah daerah otonom sehingga dikenal

dengan dengan konsep ini terbentuk lah Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.38

Pasal 1 ayat (8) UU No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah

(UUPD), ditentukan bahwa yang dimaksud dengan desentralisasi adalah penyerahan

Urusan Pemerintahan oleh Pemerintah Pusat kepada daerah otonom berdasarkan asas

otonomi. Menurut undang-undang ini kekuasaan Pemerintah Pusat didistribusikan

kepada Wilayah Provinsi dan daerah-daerah Kabupaten/Kota dalam hal mengurusi

sendiri daerah-daerah tersebut.

Pasal 1 ayat (9) UU No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah

(UUPD), dekonsentrasi adalah pelimpahan sebagian urusan pemerintahan yang

menjadi kewenangan Pemerintah Pusat kepada gubernur sebagai wakil Pemerintah

Pusat, kepada instansi vertikal di wilayah tertentu, dan/atau kepada gubernur dan

bupati/wali kota sebagai penanggung jawab urusan pemerintahan umum. Menurut

36

Faisal Akbar, Pemerintahan Daerah dan Sumber-Sumber Pendapatan Asli Daerah, (Jakarta: Sofmedia, 2009), hal. 8.

37Ibid

., hal. 38.

38Ibid

(26)

undang-undang ini sebahagian yang menjadi wewenang Pemerintah pusat

dilimpahkan kepada gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat dan/atau kepada

bupati/wali kota.

Penyelenggaraan desentralisasi mensyaratkan pembagian urusan

pemerintahan antara Pemerintah dengan daerah otonom. Pembagian urusan

pemerintahan tersebut didasarkan pada pemikiran bahwa selalu terdapat berbagai

urusan pemerintahan yang sepenuhnya/tetap menjadi kewenangan Pemerintah.

Urusan pemerintahan tersebut menyangkut terjaminnya kelangsungan hidup bangsa

dan negara secara keseluruhan.

Sebagaimana fungsi dewan legislatif DPRD memiliki fungsi legislasi, fungsi

anggaran, dan fungsi pengawasan. Fungsi legislasi DPRD dilaksanakan sebagai

perwujudan DPRD selaku pemegang kekuasaan membentuk Perda di daerah. Fungsi

anggaran dilaksanakan untuk membahas dan memberikan persetujuan atau tidak

memberikan persetujuan terhadap rancangan peraturan daerah tentang APBD yang

diajukan oleh Kepala Daerah Kabupaten/Kota. Sedangkan fungsi pengawasan

dilaksanakan melalui pengawasan atas pelaksanaan undang-undang pemerintahan

daerah dan APBD.

Taufiqurrohman Syahuri menegaskan dengan adanya konstitusi berfungsi

membatasi kekuasaan organ-organ negara yang mengatur susunan oganisasi

pemerintahan, menetapkan badan-badan negara dan cara kerja badan-badan tersebut,

(27)

pelaksanaan pemerintahan.39

Dalam konteks penyelenggaran pemerintahan daerah asas pemerintahan yang

baik berfungsi untuk mewujudkan cita hukum otonomi daerah. Asas pemerintahan

yang baik tidak hanya ditujukan kepada pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan

pemerintah daerah Kabupaten/Kota. Menurut Bismar Nasution, dalam mengupayakan

pemerintahan yang baik perlu didukung oleh suara hati berbagai kalangan untuk

menerapkannya, seperti lembaga legislatif, eksekutif dan yudikatif.

Dengan demikian secara politis, pemberian kewenangan

untuk mengurusi urusan di daerah tidak diserahkan demikian saja kepada pemerintah

daerah tetapi melibatkan peran DPRD untuk melaksanakan fungsi pengawasan

terhadap kinerja pemerintahan daerah dalam rangka mewujudkan pembangunan

daerah otonom.

40

Konsep dasar pengawasan DPRD meliputi pemahaman tentang arti penting

pengawasan yang efektif, ruang lingkup dan proses pengawasan. Pengawasan

merupakan salah satu fungsi manajemen yang meliputi perencanaan,

pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan (Planning, Organizing, Actuating,

dan Controlling atau disingkat POAC) untuk menjamin pelaksanaan kegiatan sesuai

39

Taufiqurrohman Syahuri, Tafsir Konstitusi Berbagai Aspek Hukum, (Jakarta: Kencana, 2011), hal. 65.

40

(28)

dengan kebijakan dan rencana yang telah ditetapkan serta memastikan tujuan dapat

tercapai secara efektif dan efisien.41

Peran serta DPRD dalam melakukan pengawasan sangat diharapkan. Setelah

berlakunya UUPD dan UUMD3, diletakkan dasar penyelenggaraan otonomi daerah

yang diperlukan pengawasan dari legislatif khususnya pengawasan DPRD terhadap

kinerja Kepala Daerah Kabupaten/Kota dalam menjalankan tugas-tugas Pemerintah

di daerah.

Sikap yang menutup diri atau menyimpan informasi yang seharusnya wajib

disampaikan kepada publik bertentangan dengan prinsip tarnsparansi ini.

Bidang-bidang yang menjadi urusan pemerintah daerah sebagaimana yang diperintahkan

dalam UUPD harus dilaksanakan secara transparan kepada rakyat melalui laporan

pertanggungjawabannya di hadapan anggota DPRD.

Pelaksanaan prinsip tanggung jawab merupakan kunci suatu keberhasilan

dalam mengemban amanah. Tanggung jawab masing-masing jajaran birokrat dalam

pelaksanaan pembangunan daerah, tidak terlepas dari tanggung jawab sebagai Kepala

Daerah. Oleh karenanya Kepala Daerah dan jajaran pemerintahan harus sama-sama

bertanggung jawab di hadapan anggota DPRD atas kinerja yang dilakukan jika hasil

yang diperoleh tidak sesuai dengan rencana. Prinsip pertanggungjawaban

41

(29)

mengharuskan pemerintahan daerah selalu patuh terhadap ketentuan

perundang-undangan yang berlaku berkaitan dengan pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan.42 Dalam menjalankan prinsip-prinsip pemerintahan yang baik perlu didukung

dengan moralitas penyelenggara negara baik Kepala Daerah maupun jajarannya.

H.L.A. Hart dengan sangat simpatik menyebutkan, “hukum harus mengandung aspek

internal yang terdiri dari moral dan ketentuan sosial”. Penyelenggaraan pemerintah

daerah pada dasarnya berpedoman pada pola pikir hukum yang bermuatan moral.

Pentingnya moralitas penyelenggara negara menunjukkan bahwa budaya hukum

(legal culture) yang dianut tidak hanya memandang hukum an sich atau hukum

adalah hukum. Pandangan hukum an sich dalam konteks pranata hukum yang

didasarkan pada teori hukum untuk mencari pola pranata hukum yang tepat dan

efektif.

43

2. Landasan Konsepsional

Landasan konsepsional dalam penelitian ini digunakan untuk memperoleh

dasar konseptual, bertujuan untuk menghindari pemahaman dan penafsiran yang

berbeda serta memberikan pedoman dan arahan yang sama, antara lain:

a. Pemerintahan Daerah (Pemda) adalah Pemerintahan Daerah Kota Medan

sebagaimana ditentukan dalam UU No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

Daerah.

b. Eksekutif adalah Pemerintah Daerah Kota Medan.

42Ibid

.

43Ibid

(30)

c. Legislatif adalah DPRD Kota Medan.

d. Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) adalah Laporan Keterangan

Pertanggungjawaban Pemerintahan Kota Medan untuk tahun 2011.

e. Kota adalah Kota Medan sebagai daerah khusus kota.

f. Wali kota adalah Wali Kota Medan.

g. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) adalah DPRD sebagaimana

dimaksud dalam UUD 1945, UUPD, dan UUMD3 yang dalam hal ini anggota

DPRD tersebut adalah anggota DPRD Kota Medan.

h. Fungsi Pengawasan adalah fungsi pengawasan anggota DPRD Kota Medan

terhadap kinerja Pemerintahan Daerah Kota Medan.

i. Kinerja Eksekutif adalah pelaksanaan peran, fungsi, tugas, dan wewenang

Pemerintah Daerah Kota Medan sesuai dengan ketentuan

perundang-undangan yang berlaku.

j. Otonomi Daerah adalah prinsip yang memberikan otonomi seluas-luasnya

terhadap hak-hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom Kota Medan

untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan

masyarakat Kota Medan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.44 k. Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat

hukum di Kota Medan yang mempunyai batas-batas wilayah dan berwenang

mengatur serta mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat

44

(31)

Kota Medan menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam

sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

G. Metode Penelitian

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif yaitu penelitian yang

mengacu pada teori-teori, doktrin-doktrin, norma-norma, asas-asas (prinsip-prinsip),

kaidah-kaidah yang terdapat dalam perundang-undangan di bidang pelaksanaan

otonomi daerah. Sifat penelitian ini adalah deskriptif analitis yaitu menggambarkan

atau mendeskripsikan fakta-fakta45

2. Sumber Data

terkait dengan pelaksanaan fungsi pengawasan

DPRD terhadap kinerja Pemerintah Kota Medan secara analitis dan sistematis.

Sebagai data dalam penelitian ini digunakan data sekunder yang

meliputi:

a. Bahan hukum primer yaitu: UUD Tahun 1945, UU Nomor 23 Tahun 2014

tentang Pemerintah Daerah (UUPD) yang telah direvisi melalui Peraturan

Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2014

tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

Pemerintahan Daerah. UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis

Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan

45

(32)

Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UUMD3), Peraturan

Pemerintah Nomor 16 Tahun 2010 Tentang Pedoman Penyusunan Peraturan

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tentang Tata Tertib Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah, dan Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Medan

Nomor 171/7940/KEP-DPRD/2010 Tentang Tata Tertib Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah, LKPJ Kepala Daerah Tahun 2011.

b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang memberikan penjelasan dan

ulasan-ulasan terhadap bahan hukum primer, yang terdiri dari: buku-buku, makalah,

majalah, jurnal ilmiah, artikel, artikel bebas dari internet, dan surat kabar,

bahkan dokumen pribadi atau pendapat dari para pakar hukum yang relevan

dengan objek penelitian ini.

c. Bahan hukum tersier yaitu bahan hukum penunjang yang memberi petunjuk

dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder

yang dapat berupa Kamus Umum Bahasa Indonesia dan Kamus Bahasa

Hukum serta Kamus Bahasa Inggris.

Selain digunakan data sekunder di atas, juga digunakan data primer yang

diperoleh melalui wawancara dengan anggota DPRD Kota Medan. Informan dipilih

secara acak dari para anggota DPRD khususnya Komisi A yang bertugas

melaksanakan fungsi pengawasan terhadap kinerja Pemerintah Daerah. Mekanisme

wawancara dilakukan secara mendalam kepada para informan untuk menjelaskan

persoalan-persoalan dalam pelaksanaan pengawasan. Wawancara tersebut dilakukan

(33)

Tujuan wawancara ini dilakukan adalah untuk memperkuat argumentasi-argumentasi

normatif dalam penelitian ini.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan melalui studi pustaka (library research)

di perpustakaan dan studi dokumen-dokumen di Kantor Pemerintah Daerah Kota

Medan serta di Kantor DPRD Kota Medan terhadap bahan-bahan hukum tertulis yang

relevan, termasuk LKPJ Kepala Daerah pada tahun 2011.

Baik terhadap bahan hukum primer, sekunder, maupun tertier, dapat diperoleh

melalui membaca referensi, melihat, mendengar melalui seminar,

pertemuan-pertemuan ilmiah, rapat, laporan pertanggungjawaban Kepala Daerah Kota Medan,

serta mendownload data melalui internet. Data yang diperoleh kemudian dipilah-pilah

guna memperoleh data yang sesuai dengan permasalahan dalam penelitian ini.

4. Analisis Data

Analisis data dilakukan secara kualitatif yakni menganalisis data berdasarkan

seberapa jauh data dikumpulkan dikaitkan dengan norma ketentuan

perundang-udangan yang berlaku sehubungan dengan permasalahan dalam penelitian ini bukan

diungkapkan berdasarkan banyaknya data yang dikumpulkan (kuantitas).

Menganalisis data berdasarkan teori-teori yang digunakan, asas-asas, norma-norma,

kaidah-kaidah, doktrin-doktrin di bidang otonomi daerah yang terpenting dan relevan

dengan permasalahan di atas. Kemudian memberikan argumentasi-argumentasi

yuridis atas hasil penelitian yang telah dilakukan, penilaian benar atau salah atau apa

(34)

Analisis dikaitkan dengan teori yang digunakan dengan cara menghubungkan

teori pembagian kekuasaan dan teori efektivitas di atas dengan permasalahan yang

diteliti melalui analisis yang tajam dan mendalam. Data yang dianalisis diungkapkan

secara deduktif46 dalam bentuk uraian secara sistematis sehingga dapat menjelaskan hubungan antar pelaksanaan fungsi pengawasan anggota DPRD Kota Medan terhadap

kinerja eksekutif di Kota Medan sebagaimana dirumuskan dalam permasalahan di

atas dapat dijawab dengan baik.

46

Referensi

Dokumen terkait

Pada tanggal 31 Desember 2012, semua aset dan liabilitas Grup telah dicatat menurut nilai wajar nya, kecuali untuk utang bank yang memiliki beberapa pinjaman dengan suku bunga

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, saran yang dapat diberikan bagi manajemen perusahaan agar lebih memperhatikan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan penerapan pendekatan quantum learning lebih

Menjadi Program Studi yang terkemuka, pelopor pembaharuan pemikiran dalam konsep pelayanan kesehatan, pengembangan keilmuan di bidang kedokteran, serta dapat menghasilkan dokter

Selain memastikan diagnosis dan membina komunikasi dengan para ahli, orangtua anak autis hendaknya juga memperkaya pengetahuan tentang autisme, terutama pengetahuan mengenai terapi

Berdasarkan aturan dalam pelelangan umum dengan pascakualifikasi, maka panitia pengadaan diharuskan melakukan pembuktian kualifikasi terhadap data-data kualifikasi

Peran Unit Pelaksana Teknis Teknologi Informasi dan Komunikasi (UPTTIK) Penyelenggaraan Pelayanan oleh Unit Kerja yang sekarang menjadi berbasis Teknologi

Sebagaimana diungkapkan oleh guru (Abdul) sebagai berikut: “Kepala madrasah dalam memimpin beliau itu tidak otoriter (sesuka hati), hanya mengeluarkan perintah