LAPORAN KARYA TULIS ILMIAH
PENGARUH KEARIFAN LOKAL PADA DESAIN RESORT MODERN DI KALIURANG
disusun oleh : Bondan Ramadhan Sendy
11512056
dosen pembimbing :
Ir. Ahmad Saifudin Mutaqi, M.T., IAI
PROGRAM STUDI ARSITEKTUR UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
i
ABSTRAK
PENGARUH KEARIFAN LOKAL PADA DESAIN RESORT MODERN DI KALIURANG
Oleh
BONDAN RAMADHANA SENDY 11512056
D.I. Yogyakarta merupakan salah satu destinasi wisata bagi wisatawan lokal maupun asing. Budaya di Daerah ini merupakan salah satu daya tarik wisata utama, dimana budaya adat jawa dapat berkembang berdampingan dengan perkembangan Kota yang modern. Sleman merupakan kabupaten di daerah D.I. Yogyakarta yang berkembang sangat pesat. Ditandai dengan naiknya harga tanah yang sangat cepat dalam beberapa tahun terakhir, kabupaten sleman banyak didirikan hotel dan apartemen sebagai bentuk peningkatan nilai guna lahan. Kaliurang, Sleman yang bertempat di kaki gunung merapi sebgai objek wisata banyak memiliki penginapan yang bervariasi dari segi kelas, fasilitas, bentuk, dan harga. Pentingnya adaptasi dari objek wisata yang bertujuan sebagai rekreasi diadaptasi oleh hotel & resort di Kaliurang. Hotel & Resort yang dibangun di kawasan Kaliurang yang memiliki kecenderungan untuk mengadaptasi kawasan sekitarnya akan dikaji pada penulisan ini. Pengkajian bangunan Resort modern ini akan ditelusuri lebih mendalam dengan mengambil sampel pada Resort yang memiliki klaim adanya unsur budaya dalam hal ini kearifan lokal. Seberapa jauh unsur kearifan yang diserap akan di telusuri menggunakan TCUSM (Technique Concept Utility Structure Material) sebagai parameter level tingkat penyerapan kearifan lokal sebagai bukti adanya unsur kearifan lokal yang aplikatif pada bangunan tersebut.
ii
ABSTRACT
LOCAL GENIUS IMPACT ON MODERN RESORT DESIGN AT KALIURANG
By
BONDAN RAMADHANA SENDY 11512056
D.I.Yogyakarta is a tour destination for local and foreign tourist. The Culture in this Province is the main attraction, where the local culture developing parallel within modern city development. Sleman is the region where the City development is growing very fast. Marked with the fast increased land prices in a few years, Sleman Region is Growing Hotels and Apartments as form of increasing value of the land. Kaliurang, Sleman placed in foot of mountain Merapi, as tourist destination have many kind of lodging variated by class, facility, form, and price. The Importances of adaption from this tourist destination for hotel and resort in Kaliurang so that could emphasize Kaliurang atmosphere. Hotel and Resort that have been built in this region will be reported in this article. Reportment of hotel and resort development will be traced deeply in this article with taking few sample of hotel and resort which have claimed for local culture element. How far Local Genius absorbed will analyzed using TCUSM (Technique Concept Utility Structure Material) as an evidence of local culture element application in the building.
iii
DAFTAR GAMBAR DAN ILUSTRASI ... viii
DAFTAR TABEL ... x
BAB I PENDAHULUAN ... 1
I.1. LATAR BELAKANG MASALAH ... 1
I.2. HIPOTESIS ... 2
I.3. TUJUAN ... 3
I.4. KELUARAN ... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4
II.1. DESAIN RESORT MODERN ... 4
II.2. POLA PEMAKNAAN RUMAH TRADISIONAL ... 6
II.3. METODE PEMAKNAAN ... 10
BAB III PEMBAHASAN ... 16
III.1. KALYANA RESORT ... 16
III.1.1. Promosi Website Kalyana Resort ... 16
III.1.2. Entrance ... 17
iv
III.1.4. Gubahan Massa & Lansekap ... 19
III.1.5. Fasilitas Rekreasi ... 20
III.2.3. Lobby & Recepsionist ... 25
III.2.4. Gubahan Massa & Lansekap ... 26
III.2.5. Fasilitas Rekreasi ... 27
III.3.3. Lobby & Recepsionist ... 32
III.3.4. Gubahan Massa & Lansekap ... 33
III.3.5. Fasilitas Rekreasi ... 35
III.4.3. Lobby dan Resepsionis ... 43
v
III.5.1. Media Promosi Omkara Resort ... 48
III.5.2. Entrance ... 49
III.5.3. Lobby & Recepsionist ... 50
III.5.4. Gubahan Massa & Lansekap ... 51
III.5.5. Fasilitas Rekreasi ... 52
III.5.6. Fasilitas Restoran ... 53
III.5.7. Guestroom ... 54
BAB IV KESIMPULAN ... 56
IV.1. BUKTI PENERAPAN KEARIFAN LOKAL ... 56
IV.1.1. Kearifan Lokal di Kalyana Resort ... 56
IV.1.2. Kearifan Lokal di The Cangkringan Resort ... 57
IV.1.3. Kearifan Lokal di Sambi Resort ... 59
IV.1.4. Kearifan Lokal di Kampung Labasan ... 60
IV.1.5. Kearifan Lokal di Omkara Resort ... 61
IV.2. PENERAPAN TCUSM PADA RESORT DI KALIURANG ... 63
IV.2.1. Teknik ... 63
IV.2.2. Konsep ... 64
IV.2.3. Utilitas ... 64
IV.2.4. Struktur ... 65
vi BAB V
REKOMENDASI ... 67
vii
DAFTAR LAMPIRAN
A. KALYANA RESORT ...
B. THE CANGKRINGAN ...
C. SAMBI RESORT ...
D. KAMPUNG LABASAN ...
viii
DAFTAR GAMBAR DAN ILUSTRASI
Gambar 1. Balok-balok pada saka guru. ... 8
Gambar 2. Pengaruh pelaku dan kuantitas produksi pada kerucut metode TCUSM ... 12
Gambar 3. Diagram penerapan TCUSM pada langgam dan pengaruhnya terhadap obyek ... 13
Gambar 4. Promosi Kalyana Resort pada laman fasilitas di website ... 16
Gambar 5. Entry area Kalyana Resort. ... 17
Gambar 6. Lobby & Resepsionis pada Kalyana Resort ... 18
Gambar 7. Lansekap Kalyana Resort ... 19
Gambar 8. Kolam renang di Kalyana Resort ... 20
Gambar 9. Fasilitas restoran pada Kalyana Resort ... 21
Gambar 10. Langgam interior guestroom Kalyana Resort. ... 22
Gambar 11. Laman muka website The Cangkringan ... 23
Gambar 12. Gapura sebagai penanda boulevard menuju area resort ... 24
Gambar 13. Eksterior bangunan lobby dan resepsionis ... 25
Gambar 14. Susunan batuan alami pada lansekap The Cangkringan Resort ... 26
Gambar 15. Bentuk kolam renang publik The Cangkringan resort ... 27
Gambar 16. Eksterior dan Interior salah satu bangunan resto ... 28
Gambar 16. Interior bangunan guestroom ... 29
Gambar 17. Laman muka website Sambi resort ... 31
Gambar 18. A. Akses utama menuju resort dari jalan raya B. Dari parkiran menuju lobby ... 32
ix
Gambar 20. Lansekap resort yang landai dengan susunan letak tanaman ... 34
Gambar 21. Alur sirkulasi yang dimanfaatkan menjadi sarana rekreasi pada resort ini ... 35
Gambar 22. Sarana rekreasi yang disediakan resort ini ... 36
Gambar 23. Massa bangunan yang digunakan sebagai sarana rekreasi ... 37
Gambar 24. Interior bangunan restoran ... 38
Gambar 25. Eksterior Guestroom ... 39
Gambar 26. Deskripsi pada laman utama website kampung labasan ... 41
Gambar 27. Akses utama menuju ke dalam resort ... 42
Gambar 28. Interior lobby dan resepsionis ... 43
Gambar 29. Massa yang dibangun di atas kolam buatan ... 44
Gambar 30. Lansekap sebagai sarana rekreasi pada resort ini ... 45
Gambar 31. Interior ruang makan pada restoran Kampung Labasan resort ... 46
Gambar 32. Gustroom yang dibangun di atas kolam buatan ... 47
Gambar 33. Deskripsi omkara resort pada laman about-us ... 49
Gambar 34. Entrance masuk area resort pada Omkara resort ... 49
Gambar 35. Suasana interior pada lobby dan resepsionis resort ... 50
Gambar 36. Sirkulasi pada lansekap resort ... 51
Gambar 37. Kolam dengan elemen lansekap berupa susunan candi yang dijadikan point of interest digunakan sebagai sarana rekreasi ... 52
Gambar 38. Bagian dalam restoran Omkara resort ... 53
x
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Matriks untuk mengidentifikasi kearifan lokal menggunakan breakdown
pada masing-masing bagian yang terdefinisikan ... 14
Tabel 2. Matriks nilai penerapan kearifan lokal pada Kalyana resort ... 57
Tabel 3. Matriks nilai penerapan kearifan lokal pada The Cangkringan resort ... 58
Tabel 4. Matriks nilai penerapan kearifan lokal pada Sambi resort ... 59
Tabel 5. Matriks nilai penerapan kearifan lokal pada Kampung Labasan resort ... 61
1
BAB I PENDAHULUAN
I.1.LATAR BELAKANG MASALAH
Dengan latar belakang yang sangat kompleks, Jogjakarta yang juga menjadi tujuan pariwisata di Indonesia memiliki daya Tarik tersendiri. Banyak destinasi wisata Selain perkotaan Jogjakarta itu sendiri, destinasi wisata yang baru-baru ini semakin banyak dibuka demi atraksi turisme baik wisatawan lokal maupun asing terdiri dari banyak pilihan mulai dari pantai, candi, gua, museum, pegunungan, dll.
Kaliurang yang terletak di kaki gunung merapi merupakan salah satu destinasi wisata di Jogjakarta yang memiliki pesona tersendiri. Selain View merapi yang sangat bagus, Kaliurang memiliki tempat yang asri dan jauh dari kesibukan perkotaan. Resort dan Villa merupakan tujuan utama bagi wisatawan yang akan menginap di Kaliurang untuk merasakan hawa dingin kaki gunung merapi dan bersantai menghirup udara yang alami.
Resort di Kaliurang dibangun untuk mengakomodasi kebutuhan para wisatawan di Jogja yang ingin bersantai sejenak untuk menikmati suasana khas Kaliurang. Selain menghadirkan suasana alami, resort dan villa tersebut menjanjikan arsitektur khas jawa yang dapat dinikmati pengunjung untuk dapat merasakan kedekatan dengan kebudayaan setempat. Hal itu dilakukan untuk mengenal kebudayaan dan mendapatkan pengalaman baru saat menginjakkan kaki di resort dan villa di Jogjakarta.
2
dilakukan oleh pihak resort. Penerapan itu yang akan dikaji sebagai permasalahan utama sebagai kebenaran adanya klaim yang dimiliki oleh pihak resort.
Penerapan kearifan lokal dikaji melalui pemaknaan yang terkandung dalam elemen rancang bangun. Metode tertentu digunakan dalam pengkajian elemen rancang bangun. Metode tersebut kemudian akan dikaji menggunakan matriks berkenaan dengan ruang bangunan pada konteks resort di Kaliurang. Elemen ruang bangun tersebut berupa data tangible yang dilakukan pengkajian makna yang terkandung pada tiap elemen bangunan. Tiap data dalam matriks tersebut akan diperbandingkan antara resort dengan resort yang lain di Kaliurang.
Data yang didapatkan kemudian dirangkum menjadi penulisan yang dibahas secara deskriptif. Pembahasan dilakukan secara subjektif dengan persepsi pemaknaan penulis. Kesimpulan yang dituju adalah mendapatkan makna dan nilai yang terkandung dalam metode pemaknaan, yakni: Teknik, Konsep, Utilitas, Struktur, dan Material. Metode dan pemaknaan akan dibahas lebih lanjut pada bab berikutnya.
Harapan dari penulisan ini, selain mendapatkan informasi kebudayaan dengan metode tertentu, kearifan lokal dapat diterjemahkan ke dalam bentuk fisik dan mendapatkan benang merah terhadap kehadiran bentuk tersebut di bangunan Resort sehingga dapat menjadi preseden bagi perancangaan dengan konsep modern yang perlu mengadospi kearifan lokal setempat.
I.2.HIPOTESIS
3
I.3.TUJUAN
Membuktikan klaim penerapan kearifan lokal bangunan Resort di Kaliurang yang menjadi atraksi pariwisata. Pengaruh dengan bukti adanya klaim akan disimpulkan dalam matriks dengan metode pemaknaan.
I.4.KELUARAN
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. DESAIN RESORT MODERN
Hotel resort adalah suatu jenis akomodasi di daerah peristirahatan yang mempergunakan sebagian atau seluruh bangunan untuk menyediakan jasa penginapan, makan dan minum, sarana fasilitas pelengkap lainnya serta jasa bagi umum yang dapat mendukung dan memperlancar kegiatan istirahat para tamu yang bertujuan untuk berwisata/rekreasi di daerah tersebut, dan dikelola secara komersial. Hotel resort berbeda dengan hotel-hotel yang berada di pusat-pusat Kota (city hotel), yang terutama menekankan pentingnya suasana lingkungan interior, sedangkan hotel resort ini lebih mementingkan suasana lingkungan di sekitar lokasinya, baru kemudian menciptakan suasana yang menarik di dalam lingkungan hotel.1
Resort di Kaliurang mengusung desain yang mengacu pada lingkungan, karena peraturan bupati Sleman No.49 TAHUN 2012 yang mengharuskan bangunan memiliki KDB dengan kisaran 30-60% sehingga pemanfaatan lahan terbuka lebih maksimal di Kaliurang. Resort yang mengacu pada lingkungan juga akan mempengaruhi nilai atraksi yang lebih karena wisatawan yang datang bertujuan untuk melakukan rekreasi dimana konsep natural akan sangat menunjang.
Pengembangan resort di era sekarang dilakukan menggunakan teknik yang modern mengikuti perkembangan jaman. Efisiensi dilakukan pada pengembangan resort karena kepentingan ekonomis oleh pihak investor sehingga penggunaan material yang lebih murah tentu akan bertabrakan dengan konsep arsitektur lokal yang menggunakan material lokal (kayu, bambu, dan batu alam). Sehingga penerapan rancangan modern pada resort dengan konsep lokalitas pun seakan-akan menyatu dengan teknologi.
1 Puspita, Yanti. 2008. Perencanaan Hotel Resort di Kawasan Teluk Kendari.
5
Resort sebagai jasa akomodasi penginapan, juga harus memiliki nilai atraksi yang ditonjolkan. Atraksi tersebut merupakan jasa lain yang ditawarkan dari resort kepada pengunjung baik yang menginap maupun tidak, sehingga masyarakat umum masih dapat menggunakan fasilitas tersebut menurut dengan kebijakan dari pengelola.
Hal-hal yang akan dikaji pada penelitian ini adalah:
1. Entrance/Gate
Merupakan Icon dan penanda Wilayah untuk akses masuk ke dalam zona-zona resort. Secara nilai, Gate merupakan penanda sambutan akan kedatangan tamu secara arsitektural. Merupakan hal yang esensial bagi perancang untuk merancang entrance karena merupakan areal pertama (entry) untuk menuju ke area / zona-zona yang lain pada resort.
2. Ruang Penerima
Dalam konteks hotel dan resort, ruang penerima yang dimaksudkan adalah lobby & resepsionis. Ruang yang harus didatangi pengunjung saat ingin mendaftar check-in, check-out, atau menggunakan fasilitas yang disediakan oleh pihak Resort.
3. Gubahan Massa
Massa yang dimiliki hotel dan resort merupakan salah satu bentuk atraksi yang diadaptasi dengan layout dan pola bangunan yang membentuk ruang di dalam resort itu. Respon dari tapak, existing, dan view akan diamati pada bagian ini karena variasi massa pada resort merupakan explorasi yang berujung pada eksekusi konsep dan pembangunan resort itu sendiri.
4. Fasilitas Rekreasi
6
kota untuk mencari hal yang bernilai atraksi. Nilai atraksi yang dimiliki resort ini yang akan diamati pada bagian ini.
5. Fasilitas Restoran
Food and Beverages, sering disingkat FNB merupakan fasilitas lain yang disediakan oleh pengelola resort untuk menambah nilai atraksi pada resort. Menu yang disediakan dapat berganti-ganti sesuai kebutuhan dan keinginan pihak pengelola. Namun, dengan pembatasan pada elemen arsitektural, hal yang tidak bersangkut dengan kepentingan tersebut tidak akan dibahas pada bagian ini. Sehingga titik yang akan dibahas adalah elemen yang memiliki nilai lokal yang diterapkan pada fasilitas ini.
6. Guestroom
Tujuan pengguna resort selain untuk menggunakan fasilitas-fasilitas tersebut adalah menginap. Tujuan utama untuk menginap merupakan keharusan sebuah resort untuk menyiapkan akomodasi yang dibutuhkan penggunanya. Oleh karena itu, selain privasi yang dijanjikan, resort juga harus mengolah bagaimana guestroom memiliki nilai lebih dibanding guestroom pada resort lain. Hal ini yang menyebabkan eksplorasi perancangan dapat menerapkan elemen lokal dan kebutuhan pengguna sehingga mendapatkan keunikan pada tempat menginap mereka.
II.2. POLA PEMAKNAAN RUMAH TRADISIONAL
Kearifan lokal, terdiri dari dua kata yaitu kearifan (wisdom) atau kebijaksanaan dan lokal (local) atau setempat2 secara harfiah dapat memiliki arti nilai-nilai yang terkandung dalam lingkup tertentu. Mengutip H.G Quaritch Wales, ‘local genius’ yang di dalamnya terkandung makna sebagai ‘basic personality of
2 M. Echols, Jhon dan Hassan Shadzily. 1976. Kamus Inggris-Indonesia, (Jakarta: PT.
7
each culture’3 sehingga dapat disimpulkan bahwa personality adalah karakter dimana terkandung pada masing-masing kebudayaan. Berdasarkan definisi tersebut, Mira Zulia Suriastuti,dkk pada jurnalnya4 mengungkapkan bahwa local genius memiliki dasar:
1. Menunjukkan pandangan hidup dan sistem nilai dari masyarakat (orientation).
2. Menggambarkan tanggapan masyarakat terhadap dunia luar (perception). 3. Mewujudkan tingkah laku masyarakat sehari-hari (attitude dan pattern of
life).
4. Mewarisi pola kehidupan masyarakat (life style).
Nilai-nilai yang terkandung pada local genius berupa fisik maupun non-fisik pun diwariskan secara turun temurun karena dianggap memiliki dampak positif. Pada bentuk non-fisik, kearifan lokal seringkali diaplikasikan pada manifestasi, gaya hidup, sikap, dsb. Pada bentuk fisik aplikasi pada kerajinan, karya seni, produk, arsitektur, dsb. Pada pengkajian ini akan lebih mengacu pada nilai-nilai fisik yang terkandung secara arsitektural pada bangunan namun tidak menutup kemungkinan adanya hal-hal non-fisik yang memiliki keterkaitan dengan keberadaan bangunan tersebut. Salah satu bentuk kearifan lokal pada arsitektur adalah nilai yang terkandung pada rumah tradisional jawa.
Rumah tradisional jawa disebut juga dengan Joglo. Memiliki atap berbentuk limasan, Joglo merupakan bangunan semi-permanen terdiri atas cluster layout ruang yang diberi nama sesuai dengan fungsinya, misal: pendapa adalah ruang tanpa sekat yang digunakan sebagai ruang berkumpul warga dusun/desa. Atap bangunan disangga oleh tiang yang dinamakan Saka dimana bagian atap yang lebih tinggi disangga oleh tiang yang dinamakan Saka Guru dimana balok-balok
3 H.G Quaritch Wales, 1948. “The Making of Greater India: A Study in South-East Asia
Culture Change”. Journal of the Royal Asiatic Sociaty.
4
8
pada saka guru merupakan balok-balok yang bertumpang antara satu dengan yang lainnya.
Gambar 1. Balok-balok pada saka guru.
(Sumber: http://jogjareview.net/seni/rumah-joglo-sisi-fungsional-dan-spiritual-arsitektur-jawa/attachment/konstruksi-tumpang-sari-joglo/)
Tipologi rumah tradisional di pulau jawa rata-rata sama, namun pada rumah tinggal banyak joglo-joglo yang sudah dimodifikasi sehingga menyerupai rumah modern dengan dinding, tiang, dan balok plester. Hal ini membuktikan bahwa struktur rumah tradisional di jawa dapat dimodifikasi untuk diaplikasikan dengan bentuk yang lebih modern.5 Merupakan sifat adaptif yang berupa penerapan pada bangunan rumah tradisional Jawa untuk memenuhi kebutuhannya, dimana pada jaman dengan teknologi yang lebih modern, kebutuhan pada manusia pun semakin kompleks. Nilai-nilai yang terkandung pada rumah tradisional jawa pun melebur secara konseptual dan menyesuaikan dengan kebutuhan.
Revianto B. Santosa mengutip Rassers yang mengikuti Emille Durkheim pada penekanan peranan ritual dalam merekonstruksi keadaan awal masyarakat Jawa. Durkheim mengasumsikan bahwa masyarakat dibagi berdasarkan gender
5 Santosa, Revianto Budi, 2000. Omah: Membaca Makna Rumah Jawa.
9
menjadi 2 bagian. Pembagian tersebut menurut Rassers, menunjukkan asal muasal rumah yang pada satu sisi sebagai “kuil lelaki” tempat ritual dilakukan. Sisi lainnya merupakan ranah perempuan dimana lebih bersifat duniawi dan terlepas dari upacara-upacara ritual yang khidmat.6 Zonasi ruang tersebut tidak terlepas dari peranan pria dan wanita dengan peran domestik pada bangunan tersebut.
Menurut Revianto B. Santosa pada bukunya Omah (2000, hal.25), Rassers yang tidak pernah mengunjungi Jawa hanya menitik-beratkan secara penuh pada laporan-laporan dan studi orang lain. Lain halnya dengan Rassers, Josef Prijotomo pada buku Ideas and Forms of Javanese Architecture (1984) ia menggunakan model semiotik untuk membedakan antara “kandungan” dan “ekspresi” yang ia sejajarkan dengan “gagasan” dan “bentuk”. Sebagaimana seorang strukturalis dia menunjukkan bagaimana “gagasan melahirkan bentuk” dan “bentuk mengkomunikasikan ide”. Dari kutipan Josef Prijotomo tersebut, dapat ditarik kesimpulan dari ide-ide rumah jawa yang ada sekarang adalah manifestasi dari bentuk yang berawal dari gagasan masyarakat Jawa. Sehingga penelitian terhadap kearifan lokal terutama pada bentuk dan gagasan dapat ditelusuri melalui identifikasi ide-ide yang ada pada bangunan yng berkonsep Tradisional, khususnya dalam hal ini Jawa.
Revianto mengamati Rumah yang setidaknya telah berumur 50 Tahun di Yogyakarta demi mendapatkan data-data kontemporer mengenai kebudayaan yang berlangsung demi memahami spasialitas dari Omah (2000). Dalam pengamatannya Revianto melakukan identifikasi atas beberapa spasial Omah (bahasa jawa: rumah). Terlepas dari subjektivitas penulis, nilai yang diangkat pada kandungan omah memiliki beberapa titik yang dikaji, contohnya: fungsi ruang, layout ruang, peranan ruang, dan nilai ruang terhadap kehidupan. Tidak berbatas pada poin tersebut, seubjektivitas Revianto B. Santosa pada penilaian Omah, dapat ditangkap dengan cerita-cerita yang diberikan pada tiap ruangan yang dikaji.
6 Santosa, Revianto Budi, 2000. Omah: Membaca Makna Rumah Jawa.
10
Nilai kedomestikan yang dikaji oleh Revianto dalam mengkaji Omah, merupakan dualitas fungsi yang berbanding lurus. Hal-hal simbolis terkait nilai kedomestikan dikaitkan dengan penggunaan ruang (utilitas) dalam menerjemahkan makna ruang. Secara simbolis penggunaan ruang dapat mencerminkan keterkaitannya dengan strata sosial dan gender domestik, terlihat dengan konstruksi pembagian ruang pada Omah. Hal tersebut merupakan nilai-nilai hierarki yang terkandung secara nyawa (intangible).
Pengkajian ruang yang dilakukan oleh Revianto, merupakan pemaknaan dari setiap ruang yang ia amati. Pengamatan ruang yang dilakukan merupan subjektivitas dari persepsi tiap individu yang mengamati. Bukan tidak berdasar, namun pakem-pakem tradisional yang dipaparkan oleh buku Omah merupakan acuan dari penulisan tersebut dengan subjektivitas persepsi penulis. Sehingga perbedaan persepsi yang ditemukan agar disikapi secara objektif secara pemaknaan pada acuan kebudayaan tradisional masyarakat Jawa.
II.3. METODE PEMAKNAAN
TCUSM adalah singkatan dari Techinque-Concept-Utility-Structure-Material7 merupakan alat yang dikembangkan oleh Adhi Nugraha pada jurnalnya yang digunakan oleh seniman, pengrajin, desainer, dan pelajar seni/desain untuk melakukan transformasi bentuk tradisional menjadi bentuk baru. TCUSM merupakan sejumlah aspek pada rancangan yang harus dipertimbangkan pada objek-objek modern dengan unsur tradisional. Menurut Alver:1992, tradisi telah menjadi sebuah propanda untuk melawan kebudayaan terhadap kebudayaan yang dominan (globalisasi). Dimana memberi nyawa baru pada tradisi menjadi tujuan nasional; dan pada komunitas lokal ada keinginan kuat untuk menyatakan identitas/karakternya. Adhi Nugraha menyatakan bahwa TCUSM dapat membantu memfasilitasi seniman dan praktisi lainnya sebagai sebuah alat pandu untuk permasalahan budaya tradisional
7 Adhi Nugraha. 2010, Transforming Tradition For Sustainability Through ‘TCUSM’
11
TCUSM terdiri dari 5 fundamental yang terbagi menjadi 2 kateogri fisik-teknis & abstrak dimana kategori-kategori ini dapat menjadi alat yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi suatu produk arsitektural. Kategori fisik-teknis terdiri dari 4 hal, yaitu: material, teknik, utilitas, dan struktur ditambah kategori abstrak yaitu konsep.
1. Teknik
Terdiri dari jenis pengetahuan tradisional dalam produksi. Teknik pembuatan, teknologi, cara, proses, keterampilan akan dibahas pada poin ini.
2. Konsep
Merupakan faktor tersembunyi yang berada diluar batas fisik dan bentuk. Faktor ini bersifat kualitatif yang meliputi adat istiadat, kepercayaan, karakteristik, perasaan, emosi, nilai, ideologi, spiritual, dan kebudayaan.
3. Utilitas
Meliputi fungsionalitas dan penggunaan produk.
4. Struktur
Meliputi kelangsungan dan fisik properti pada obyek. Dimana ukuran,
gestalt, rupa, dan bentuk adalah hal yang akan dikaji. 5. Material
Meliputi segala macam kebutuhan material yang digunakan dalam proses pembentukan produk yang dalam konteks ini adalah bangunan. Identifikasi kearifan lokal terhadap proses pembuatan produk adalah hal utama yang akan dikaji. Material harus spesifik, jelas, dan dapat dirasakan oleh indera perasa.
12
Dalam penggunaannya, alat ini diperlukan identifikasi atas faktor-faktor tradisi lokal yang berkembang. Faktor-faktor yang secara spesifik harus dijelaskan melalui poin-poin sebelumnya. Pada (Gambar 2) dijelaskan mengenai kerucut yang mempengaruhi kualitas dan kuantitas produk terhadap pelaku/perancang dimana semakin ke atas, semakin sedikit jumlah yang diproduksi, semakin kebawah, semakin banyak jumlah yang diproduksi. Dalam hal ini, obyek resort mendapat posisi teratas karena tidak diproduksi masal dan memiliki karakteristik tersendiri di setiap produk (bersifat terbatas).
Gambar 2. Pengaruh pelaku dan kuantitas produksi pada kerucut metode TCUSM
(sumber: Adhi Nugraha. 2010, Transforming Tradition For Sustainability Through ‘TCUSM’ Tool. SYNNYT/ORIGINS Vol.3 p.20-36.)
13
Gambar 3 berikut menjelaskan tentang kategori-kategori pada langgam yang berbeda akan menghasilkan Obyek yang baru. Proses ini dapat digunakan untuk merencanakan dan merancang suatu benda. Pada karya tulis ilmiah ini, proses tersebut akan dibalik dari obyek menuju ke langgam di atasnya. Proses tersebut merupakan ekstraksi bentuk fisik / riil suatu produk untuk pengidentifikasian langgam yang dianut. Dengan cara tersebut, maka identifikasi produk dapat dengan valid menunjukkan proses yang digunakan untuk merancang produk sebagai studi maupun referensi.
Gambar 3. Diagram penerapan TCUSM pada langgam dan pengaruhnya terhadap obyek
(sumber: Adhi Nugraha. 2010, Transforming Tradition For Sustainability Through ‘TCUSM’ Tool. SYNNYT/ORIGINS Vol.3 p.20-36.)
14
mengidentifikasi pengaruh kearifan lokal pada bagian-bagian bangunan yang telah didefinisikan pada baris di tabel berikut.
Nama
Tabel 1. Matriks untuk mengidentifikasi kearifan lokal menggunakan breakdown pada masing-masing bagian yang terdefinisikan
15
16
BAB III PEMBAHASAN
III.1. KALYANA RESORT
Kalyana resort memiliki alamat di Jl. Kaliurang Km 22 Dusun Banteng, Hargobinangun, D.I. Yogyakarta. Memasuki gang perumahan warga, ternyata Kalyana resort dikelilingi dengan pemandangan yang menarik berupa lembah dan memiliki vista merapi di kejauhan. Sering digunakan untuk acara pesta, Kalyana sudah memiliki paket-paket tertentu untuk mengakomodasikanya. Informasi terhadap Kalyana dapat diakses melalui www.kalyanaresort.com.
III.1.1.Promosi Website Kalyana Resort
Laman web Kalyana resort memiliki informasi yang memuat akomodasi, fasilitas, galeri, dan reservasi. Kalyana sekilas tidak menonjolkan sisi kearifan local pada halaman muka. Promosi yang terdapat pada halaman muka hanya menunjukkan arah pada paket-paket yang tersedia di Kalyana. Di Halaman fasilitas, terdapat hal-hal yang lebih detail mengenai Kalyana. Di halaman ini terdapat fasilitas-fasilitas yang disediakan. Klaim mengenai kearifan local yang disediakan oleh kalyana terlihat di laman ini.
Gambar 4. Promosi Kalyana Resort pada laman fasilitas di website
17
Pada gambar 4 terlihat di laman fasilitas, Kalyana resort menonjolkan sisi bangunan tradisionalnya pada Dining Hall & Pendopo Gazebo yang keduanya berupa bangunan tradisional jawa. Klaim Kalyana resort melalui gambar merupakan promosi yang dilakukan untuk menarik pengunjung dengan sisi budaya setempat.
III.1.2.Entrance
Gambar 5. Entry area Kalyana Resort.
(sumber: Dokumentasi pribadi tahun 2015)
18
modern dengan lantai keramik berukuran 60x60cm. seiring ingin menambahkan kesan tradisional, elemen-elemen dekorasi pun mendukung dengan pemanfaatan material lokal seperti kayu dan gerabah, juga dekorasi seperti lampu jawa antik yang dimodifikasi menggunakan bohlam lampu. Respon terhadap lingkungan juga semakin tampak dengan taman-taman buatan dan kolam yang juga digunakan sebagai penegasan zona pada bangunan ini.
III.1.3.Lobby & Recepsionist
Merupakan bangunan indoor untuk kantor, lobby yang disediakan pada bangunan ini merupakan semi outdoor merupakan ruang berupa teras yang disediakan bagi tamu untuk menunggu proses persiapan untuk in dan check-out. Sebagai respon terhadap iklim tropis berupa atap limasan8 yang lazim digunakan di iklim tropis, natural dan santai adalah kesan yang kuat pada bagian ini, seperti di beranda rumah.
Gambar 6. Lobby & Resepsionis pada Kalyana Resort
19
(sumber: Dokumentasi pribadi tahun 2015)
Resepsionis pun dibuat menggunakan material lokal, seperti kayu dan batuan alam untuk lebih menguatkan sisi tradisional pada bangunan ini. Kolom-kolom bundar khas bangunan indische yang merupakan adaptasi elemen bangun eropa pada bangunan tradisional jawa mengesankan hal yang sama ketika saya berada di Kotabaru, Jogjakarta.
III.1.4.Gubahan Massa & Lansekap
Gambar 7. Lansekap Kalyana Resort
(sumber: Dokumentasi pribadi tahun 2015)
20
rapi dengan alur sirkulasi dengan penataan tanaman pelindung sebagai shading saat berjalan melintasi lansekap karena iklim tropis yang didapati di tapak resort ini.
III.1.5.Fasilitas Rekreasi
Lapangan yang luas menjadi orientasi massa bangunan guestroom. Grading-grading kemiringan kontur pada tapak yang dipertahankan secara natural, terintegrasi dengan kolam renang & pendopo pada spot-spot tertentu untuk merespon vista yang menarik.
Gambar 8. Kolam renang di Kalyana Resort
(sumber: Dokumentasi pribadi tahun 2015)
21
yang dibuat tersebut mengikuti kontur dan terkesan alami untuk pengunjung lebih dapat menikmati suasana alami dari lansekap dan massa-massa bangunan.
III.1.6.Fasilitas Restoran
Gambar 9. Fasilitas restoran pada Kalyana Resort
(sumber: dokumentasi pribadi tahun 2015)
22
dengan kontur yang cukup ekstrim. Rangka atap terekspose dengan rapi ditambah dengan elemen dekorasi antik lampu khas jawa dengan ukiran-ukiran pada balok-balok penyangga atap pada kolom utama.
III.1.7.Guestroom
Guestroom terdiri dari beberapa Cluster yang menyesuaikan dengan kelas dan fasilitas. Ketersediaan kamar dengan range yang memudahkan bagi pengunjung untuk menentukan pilihan menyesuaikan dengan budget dan kebutuhannya.
Gambar 10. Langgam interior guestroom Kalyana Resort.
23
Sepintas, tampilan indische terlihat pada bangunan ini, namun bentuk adaptasi atap dan permainan batu alam pada dinding, memudarkan kesan tersebut. Detail-detail pada bangunan ini pun menunjukkan style yang cenderung modern tampak pada gambar 5, daripada kesan etnik khas jawa yang ditampilkan pada bangunan-bangunan sebelumnya (Entrance, Lobby, dan Resto). Yang dapat diperhatikan dari ruangan tamu ini adalah elemen pada pintu, jendela, dan furniture yang memiliki kandungan material lokal yaitu kayu menegaskan bahwa permainan interior signifikan untuk menunjukkan penerapan kearifan lokal pada bangunan.
III.2. THE CANGKRINGAN
Beralamat di Jl. Raya Merapi Golf, Desa Umbulharjo, Cangkringan, D.I. Yogyakarta merupakan resort yang dibangun dekat dengan lapangan golf di Kaliurang. Terletak di kaki gunung merapi, The Cangkringan memiliki udara yang sejuk. Terdapat 16 villa individu di resort ini yang juga dilengkapi dengan faasilitas privat, contohnya kolam renang & ruang santai. Secara umum, resort ini cocok bagi anda yang menginginkan akomodasi untuk tujuan liburan maupun bisnis.
III.2.1.Promosi
Promosi The Cangkringan dapat diakses melalui website www.cangkringan.com. Di laman utama, kesan bisa langsung terlihat. Kesan kearifan local berupa kebudayaan local yang diterapkan di bangunan menjadi point of interest yang digunakan pada media promosi ini.
24
(sumber: Dokumentasi pribadi tahun 2015)
Terlihat pada gambar 11, The Cangkringan menonjolkan elemen bangunan khas candi yang digunakan sebagai gapura untuk menarik minat pengunjung website. Sisi kearifan lokal berupa elemen bangunan candi yang digunakan merupakan klaim yang digunakan sebagai point of interest bagi pengunjung yang hendak mencari informasi melalui media promosi ini.
III.2.2.Entrance
Gapura sebagai penanda gerbang masuk ke areal resort ini mudah ditemukan karena langsung berada di pinggir jalan. Gapura terbuat dari susunan batu dengan khas arsitektur nusantara, menyerupai candi yang dibelah menjadi dua dengan jalan masuk kendaraan lurus menuju dropoff area.
Gambar 12. Gapura sebagai penanda boulevard menuju area resort
(Sumber: Dokumentasi pribadi tahun 2015)
25
yang terbuat dari susunan batu yang semakin menegaskan konsep candi yang diterapkan pada bangunan ini. Tangga ke atas menuju ke lobby dengan adanya leveling, mendapat kesan hirarki menuju ke area yang berbeda.
III.2.3.Lobby & Recepsionist
Lobby merupakan Joglo dengan gebyog yang dimanfaatkan sebagai dinding. Gebyog tersebut telah dimodifikasi dengan kaca sehingga cahaya dapat memasuki ruangan lobby. Furniture yang digunakan pada ruang ini tergolong furniture antik yang menggunakan material lokal yaitu kayu dengan finishing yang modern.
Gambar 13. Eksterior bangunan lobby dan resepsionis
(Sumber: Dokumentasi pribadi tahun 2015)
26
lobby terdapat di keempat sisi ruangan tersebut, sehingga penekanan adanya jalur yang sibuk karena alur sirkulasi yang bersilang pada lobby ini sangat jelas terlihat. Ke empat pintu yang melambangkan keempat unsur mata angin9 itu juga sebagai arah menuju zona-zona area pada resort ini. Ke arah utara untuk tempat menginap dan fasilitas spa, arah timur untuk tempat menginap, arah selatan untuk area drop off, arah barat untuk fasilitas rekreasi dan restoran, sehingga lobby dan resepsionis dijadikan sebagai patokan untuk menuju dari area 1 ke yang lain.
III.2.4.Gubahan Massa & Lansekap
Menuju keluar ke arah barat, menyusuri jalan setapak yang dikelilingi tumbuhan-tumbuhan yang rimbun dan melewati jembatan kecil yang terbuat dari kayu, terdapat hamparan luas lapangan rumput. Bentuk lapangan rumput masih berkontur dengan sedikit teknik cut and fill yang dimanfaatkan. Jalan setapak berupa susunan batuan merupakan penegasan alur sirkulasi pada jalur-jalur yang mengikuti kontur yang bertujuan sebagai atraksi pada lansekap buatan ini. Pohon-pohon yang rimbun membatasi area ini dengan tanaman-tanaman ornamental yang menghiasi sekelilingnya. Perkerasan pada beberapa area merupakan penegasan area zona bangunan seperti pada resto dan ruang serbaguna yang dimiliki resort ini.
Gambar 14. Susunan batuan alami pada lansekap The Cangkringan Resort
(Sumber: Dokumentasi pribadi tahun 2015)
9 dalam buku Omah (2000): Revianto B. Santosa halaman 78 menjelaskan tentang
27
Cluster-cluster bangunan sebagai massa terletak berjauhan dan berjalan menuju antara satu bangunan ke bangunan yang lain merupakan sensasi tersendiri untuk menikmati lansekap dengan berbagai elemen dekorasinya pada resort ini. Massa memiliki bebrapa orientasi seperti kolam renang pada zona publik ini sebagai fasilitas rekreasi yang dimiliki.
III.2.5.Fasilitas Rekreasi
Kolam renang tidak berbentuk geometris, melainkan berbentuk oval sebagai penegasan adanya kontur disekililingnya. Kolam renang dengan sisi-sisi kolam yang terlihat keluar dari tanah dihiasi dengan masonry batuan alam yang menambah kesan etnik pada fasilitas rekreasi ini.
Gambar 15. Bentuk kolam renang publik The Cangkringan resort
(Sumber: Dokumentasi pribadi tahun 2015)
28
tapak pada resort ini. Taman-taman buatan dinikmati sambil bersantai pada spot-spot yang tersedia dengan konsep semi-outdoor. Fasilitas rekreasi terintegrasi dengan resto pada resort ini, sehingga pemanfaatan elemen-elemen natural dapat dikembangkan sejalan dengan kedekatan zona pada resto dan fasilitas rekreasi.
III.2.6.Fasilitas Restoran
Fasilitas restoran yang dimiliki resort ini bervariasi, namun masih terletak pada satu zona. Variasi resto ini didasarkan pada kebutuhan penggunanya, yaitu: makan bersama, resto prasmanan, dan meeting room. Seiring dengan jenis pengguna yang memiliki tujuan berbeda-beda, 3 jenis resto ini pun juga dapat digunakan sesuai dengan keinginan dan kebutuhan pengguna. Apabila pengguna resto tidak mencukupi diadakan di resto pertama dan kedua, maka meeting room pun berubah fungsi untuk tempat diadakan makan bersama. Kesamaan ketiga restoran tersebut adalah sama-sama berupa rumah joglo dengan bukaan kaca pada selubung dinding bangunannya.
Gambar 16. Eksterior dan Interior salah satu bangunan resto
29
Kaca-kaca tersebut berfungsi juga sebagai jendela untuk memperlancar sirkulasi udara yang masuk ruangan merupakan bentuk respon terhadap iklim tropis yang dimiliki bangunan ini. Resto yang kedua karena memiliki 2 gubahan massa sekaligus. Massa yang pertama adalah bangunan joglo tertutup dengan bukaan jendela yang lebar untuk menambah pencahayaan alami masuk ke dalam bangunan. Massa yang kedua, merupakan bangunan semi permanen outdoor tempat diadakannya makan prasmanan. Bangunan outdoor tersebut terintegrasi langsung dengan fasilitas rekreasi yang dimiliki resort ini. Batuan alami menjadi lantai pada bangunan ini memiliki ukuran yang lebar dengan tatanan yang apik. Semua resto selain memiliki bentuk bangunan yang mirip, furniture yang digunakan pun sama. Kayu adalah material yang mayoritas digunakan sebagai bahan material furniture resto. Lemari-lemari antik pun ditaruh sebagai dekorasi etnik di dalam resto indoor ditambah dengan dekorasi-dekorasi khas jawa yang menarik.
III.2.7.Guestroom
Gambar 16. Interior bangunan guestroom
30
Guestroom terpisah dengan zona servis dan publik, terletak di utara dan timur lobby merupakan zona privat. Memiliki langgam modern minimalis letak kearifan lokal ada pada permainan interiornya. Detil-detil elemen bangunan yang digunakan seperti baluster, pintu, dan jendela menggunakan kayu ditambah lantai parket yang menambah kesan etnik dapat dilihat pada gambar 16. Furniture yang digunakan menggunakan kayu sebagai material utama ditambah dengan dekorasi-dekorasi khas jawa lengkap dengan ukiran-ukirannya.
III.3. SAMBI RESORT
Sambi resort beralamat di Jl. Kaliurang Km. 19.2, Desa Wisata Sambi, Sleman, D.I.Yogyakarta. terletak 15 Km dari pusat kota, Resort ini berdekatan dengan Lingkungan yang terawat dengan baik serta lokasi yang berdekatan dengan Ledok Sambi Outbond Ecopark dan Lapangan Golf Merapi. Fasilitas yang disediakan resort ini adalah kolam renang (luar ruangan), spa, pijat, dan kolam renang anak. Sambi Resort, Spa & Resto merupakan akomodasi serbaguna untuk anda yang ingin berwisata di Yogyakarta.
III.3.1.Promosi
31
Gambar 17. Laman muka website Sambi resort
(Sumber: Dokumentasi pribadi tahun 2015)
Terdapat dekorasi berupa ornament pada atap gazebo yang dipakai di atap bangunan tersebut10. Gambar yang menunjukkan indikasi adanya kearifan lokal pada bangunan tersebut merupakan point of interest pada media promosi yang sambi resort gunakan untuk menarik perhatian pengunjung. Melalui gambar tersebut, pengunjung website dapat menarik kesimpulan adanya unsur budaya yang kental pada resort tersebut.
III.3.2.Entrance
Sign dari jalan utama menuju ke resort ini cukup jelas dengan papan rambu penunjuk mengantarkan pada gerbang utama. Parkiran yang luas dengan perkerasan susunan batuan yang dicorpun masih menampakkan teksture yang dimiliki batu alam tersebut. Sekeliling parkiran terdapat pagar batu bata ekspose ditambah semak-semak yang rapi dengan tinggi 1-1,5 meter menegaskan kawasan ini.
32
Gambar 18. A. Akses utama menuju resort dari jalan raya B. Dari parkiran menuju lobby
(Sumber: Dokumentasi pribadi tahun 2015)
Tanaman ornamental palm menghiasi area entrance namun dengan luasnya lapangan parkir kurang rimbunnya tanaman palm mengakibatkan area ini panas karena dampak iklim tropis pada resort ini. Bersebelahan dengan areal parkir terdapat bangunan pendopo yang berfungsi sebagai resepsionis dan lobby.
III.3.3.Lobby & Recepsionist
Gambar 19. A. Undak-undakan menuju bangunan Lobby B. Resepsionis
33
Kesan etnik ketika memasuki lobby didapatkan dari bangunan tradisional dengan elemen anyaman bambu dan material furniture yang digunakan. Lobby seakan-akan sebagai teras tempat menunggu dan resepsionis dari bangunan permanen yang terletak dibelakangnya yang berfungsi sebagai kantor. Anyaman bambu menutupi rangka-rangka atap yang biasanya diekspos pada bangunan tradisional pendopo. Terdapat stand gerobak angkringan di sudut ruangan sebagai media promosi dan suvenir yang disediakan pihak pengelola. Lobby ini memiliki ubin khas tegel kunci yang diproduksi oleh produsen lokal di Jogjakarta. Susunan batu alam menghiasi meja resepsionis dengan aksen kayu solid pada furniture lengkap dengan ukiran-ukiran khas jawa. Dekorasi seperti patung, lampu pun mengingatkan saya pada rumah jawa di pedesaan. Jarak untuk masuk ke area dalam resort melewati parkiran sehingga sirkulasi tidak mengalir seperti resort lainnya yang direview sehingga hirarki tidak lurus tetapi acak. Jalan menurun tangga dan ramp mengantarkan pada zona dalam resort.
III.3.4.Gubahan Massa & Lansekap
34
Gambar 20. Lansekap resort yang landai dengan susunan letak tanaman
(Sumber: http://sambiresort.com/gallery.html, tahun 2015)
35 III.3.5.Fasilitas Rekreasi
Gambar 21. Alur sirkulasi yang dimanfaatkan menjadi sarana rekreasi pada resort ini
(Sumber: Dokumentasi pribadi tahun 2015)
36
Gambar 22. Sarana rekreasi yang disediakan resort ini
(Sumber: Dokumentasi pribadi tahun 2015)
37
Gambar 23. Massa bangunan yang digunakan sebagai sarana rekreasi
(Sumber: Dokumentasi pribadi tahun 2015)
38
namun terasa kurang asri. Jauh dari fasilitas rekreasi, terdapat area servis dengan fasilitas restoran.
III.3.6.Fasilitas Restoran
Restoran merupapan bangunan yang diidrikan menggunakan struktur utama dengan material bambu. Merupakan salah satu bentuk bangunan vernacular khas nusantara, bangunan ini tidak memiliki selubung adalah bangunan semi-outdoor. Pertisi dinding yang digunakan untuk memisahkan bagian resto dengan dapur adalah kayu dengan ukiran-ukiran detail khas jawa.
Gambar 24. Interior bangunan restoran
(Sumber: Dokumentasi pribadi tahun 2015)
39
bangunan utama merupakan shelter dengan meja makan berkapasitas 8 orang terletak langsung di pinggir sawah yang dimanfaatkan sebagai panorama untuk menambah suasana natural di fasilitas resto ini. Fasilitas yang digunakan sebagai pendukung fasilitas penginapan ini terletak tidak jauh dari cluster bangunan penginapan.
III.3.7.Guestroom
Bangunan yang didirikan sebagai tempat menginap memiliki antara 2-4 kamar pada setiap cluster bangunan. Dari luar bangunan mandiri ini, tampak sangat asri dengan minimnya perkerasan di depan bangunan, hanya memiliki teras kecil sebagai beranda. Dikelilingi dengan tanaman-tanaman semak dan tanaman dekoratif lainnya, merupakan perpaduan dengan susunan material batu pada jalur setapak menuju ke bangunan dengan kamar penginapan.
Gambar 25. Eksterior Guestroom
(Sumber: Dokumentasi pribadi tahun 2015)
40
dinding dari anyaman bambu. Anyaman bambu yang diterapkan dibentuk panel-panel khusus sehingga teknik tradisional menyatu dengan sistem bangunan modern. Elemen arsitektural lainnya seperti pintu dan jendela menggunakan menggunakan material kayu yang menghasilkan kesan etnis yang kuat pada bangunan. Interior pada bangunan penginapan merupakan furniture modern, sehingga kesan akulturasi antara eksterior tradisional dan interior modern pun mendapatkan kombinasi yang cantik.
III.4. KAMPUNG LABASAN
Lokasi resort ini berada di Jl. Kaliurang Km. 17 Dusun Paraksari, Desa Pakembinangun, Kecamatan Pakem Sleman D.I. Yogyakarta, berada di 300 m disebelah Barat pasar Pakem. Resort ini terletak di jalur perlintasan Candi Borobudur, Kawasan Wisata Kaliurang, Lava Tour dan Candi Prambanan. Sesuai dengan namanya, Kampung Labasan merupakan resort bertemakan kampung dengan dengan konsep bernilai budaya tradisional. Informasi mengenai kampung labasan bisa didapatkan di kampunglabasan.com.
III.4.1.Promosi
41
Gambar 26. Deskripsi pada laman utama website kampung labasan
(Sumber: http://kampunglabasan.com/ tahun 2015)
42 III.4.2.Entrance
Terletak di dalam perkampungan di Jl. Pakem-turi, memiliki jalan yang sempit yang hanya dapat dilewati 1 mobil, resort ini memiliki parkiran yang memanfaatkan lahan kebun kosong di seberang entrance.
Gambar 27. Akses utama menuju ke dalam resort
(Sumber: Dokumentasi pribadi tahun 2015)
43 III.4.3.Lobby dan Resepsionis
Gambar 28. Interior lobby dan resepsionis
(Sumber: Dokumentasi pribadi tahun 2015)
Lobby berupa bangunan joglo yang terbuka yang dikelilingi tanaman yang rimbun sehingga sejuk. Memasuki bangunan tersebut harus melalui 2 anak tangga, menjadikan adanya leveling pada bangunan ini11. Melihat tipikal bangunan lainnya, pondasi umpak menjadi penyokong utama bangunan ini. Tidak ada coffee table khas lobby pada resort dan hotel kebanyakan, namun terdapat dining-table panjang dengan material kayu sehingga kesan santai pada lobby seakan-akan menyatu seperti bertamu ke rumah orang dan langsung ke ruang makan untuk menghilangkan kesan formalitas yang kaku. Secara struktur, bangunan dengan
11 Pada buku Omah (2000): Revianto B. Santosa, gambar 2.3. hal.54 aksonomestri
44
struktur kayu ini diekspose menunjukkan kesan kejujuran yang apa adanya seperti di kampung sesuai dengan nama resort ini.mengusung tema kampung, lobby memiliki elemen dekorasi seperti lampu yang dimiliki rumah jawa tradisional yang antik, ditambah dengan lemari berisi gerabah-gerabah peralatan yang lumrah digunakan pada masyarakat tradisional jawa. Dari lobby melalui jalan setapak yang mengantarkan kami menuju ke dalam area resort.
III.4.4.Gubahan Massa dan Lansekap
Lahan yang tidak luas didapati dengan cluster-cluster bangunan fasilitas menginap di resort ini. Bangunan-bangunan tersebut terletak di atas kolam buatan yang dinding-dinding kolam tersebut disusun menggunakan material alam yaitu batuan yang dicor menggunakan teknik modern namun tidak diplester memperlihatkan teksur batu yang alami.
Gambar 29. Massa yang dibangun di atas kolam buatan
45
Kolam tersebut dibuat dengan memperhitungkan kontur sehingga menciptakan aliran air yang dinamis dan mengalir searah dengan irigasi pengairan sawah secara alami. Kedekatan antara cluster yang satu dengan yang lain menambah kesan sempit pada resort ini menambah kesan kehangatan seperti yang ada pada kampung masyarakat jawa. Di utara cluster zona privat, terdapat lapangan yang digunakan sebagai tempat outbound bagi pengunjung. Lapangan yang memanjang dan dikelilingi tanaman semak dan pohon menegaskan batasan zona ini. Di batas antara zona rekreasi tersebut dengan zona privat terdapat bangunan semi permanen berupa shelter.
III.4.5.Fasilitas Rekreasi
Bangunan berupa shelter merupakan fasilitas yang dimiliki oleh resort ini untuk pengunjung menghabiskan waktu luang dengan bersantai. Dapat diakses dari alur sirkulasi pada taman di resort ini yang dikelilingi nuansa lansekap pada taman yang sempit, namun masih terkesan natural.
Gambar 30. Lansekap sebagai sarana rekreasi pada resort ini
46
Taman- taman dengan nuansa tropis yang sangat kental merupakan respon atas iklim tropis pada resort ini. Taman-taman kecil ini membalut pinggiran kolam-kolam yang memiliki bentuk dinamis. Lahan yang tidak begitu luas menjadikan resort ini memiliki massa yang berdekatan antara satu massa dengan yang lain, sehingga memanfaatkan elemen lansekap bangunan ini sebagai fasilitas rekreasi. Atraksi resort yang dimiliki resort ini tidak hanya fasilitas rekreasi, namun juga resto.
III.4.6.Fasilitas Restoran
Resto pada resort ini berbentuk rumah limasan dengan modifikasi lantai panggung. Memiliki struktur kayu yang solid dan ditopang 4 kolom utama, atap yang dimiliki bangunan ini megah bertahta ornamen-ornamen di pinggiran dan puncaknya. Baluster setengah dinding yang tidak masif mengelilingi sekitar bangunan ini. Struktur rangka atap terekspose demi menunjukkan identitas lokal jawa yang ingin ditampilkan.
Gambar 31. Interior ruang makan pada restoran Kampung Labasan resort
47
Balok-balok kayu dihiasi dekorasi antik lampu jawa yang sudah dimodifikasi menggunakan bohlam. Memiliki furniture kayu solid yang secara umum diproduksi di jawa, dengan ukuran yang besar berkapasitas 8-10 orang, kapasitas pengunjung 60 orang memperlihatkan tipikal pengunjung yang datang di resort ini. Dekorasi-dekorasi gerabah yang ditampilkan sejalan dengan tema kampung yang diusung resort ini semakin menunjukkan identitas lokal yang ingin dikenalkan kepada pengunjung. Tema kampung yang diusung juga diterapkan pada bangunan-bangunan lain yaitu tempat menginap.
III.4.7.Guestroom
Guestroom sebagai fasilitas utama pengunjung untuk menginap, memiliki tema kampung yang sangat kental. Tiap bangunan memiliki khas adat rumah kampung mulai dari khas badui, jineman, kudus, dan melayu. Beberapa dari bangunan tersebut dibangun di atas kolam ikan dengan pondasi umpak khas masyarakat kampung jawa sehingga memungkinkan struktur dibangun di atasnya.
Gambar 32. Gustroom yang dibangun di atas kolam buatan
48
Material kayu yang digunakan pada masing-masing bangunan ini merupakan deformasi rumah kampung dengan adat tertentu memiliki nilai kearifan lokal yang sangat tinggi. Di dalam ruang tamu, suasana kampung terasa sangat kental dengan interior-interior yang mendukung tema kampung. Tangga khas tradisional masyarakat jawa, furniture-furniture bernilai antik, namun masih memiliki fasilitas modern yang memadai sesuai dengan kebutuhan pengunjung.
III.5. OMKARA RESORT
Omkara resort terletak di Dusun Ngepas Lor, Desa Donoharjo, Kecamatan Ngaglik, Sleman, D.I. Yogyakarta. Omkara resort menawarkan ketenangan bagi pengunjung yang menginap karena terletak jauh dari perkotaan dengan lingkungan yang masih alami. Dibangun di atas tanah seluas 6 hektar, Omkara resort berdiri di atas sekeliling pedesaan. Lahan yang terpotong sungai dijadikan daya tarik khas tersendiri bagi Omkara resort sebagai orientasi massa bangunan omkara resort. Informasi lebih detail mengenai Omkara resort dapat diakses melalui website omkararesort.com.
III.5.1.Media Promosi Omkara Resort
49
Gambar 33. Deskripsi omkara resort pada laman about-us
(sumber: http://omkararesort.com/about-om-kara-retreat-vacation-villa/)
III.5.2.Entrance
Jalan setapak yang dilalui untuk menuju resort ini dari jalan utama dengan kebun di kanan dan kirinya menandakan Omkara resort terletak jauh dari pusat kota. Terletak di areal persawahan dan perkebunan, perkerasan beton yang hanya dapat dilalui 1 mobil mengantarkan pengunjung menuju perkiran resort ini.
Gambar 34. Entrance masuk area resort pada Omkara resort
50
Sekeliling area entrance ditumbuhi tanaman bambu dengan dinding susunan batu alam yang digunakan sebagai pembatas area. Jalan setapak menuju ke area resort pun terbentuk dai susunan batu alam. Dengan existing sungai pada tapak, jembatan yang menghubungkan alur sirkulasi terbuat dari struktur kayu untuk menghubungkan jalan setapak menuju area resort. Sebelum menuju ke area resort, pengunjung mengunjungi lobby untuk mendaftar di resepsionis.
III.5.3.Lobby & Recepsionist
Lobby & Resepsionis merupakan bangunan tradisional Limas dengan selubung gebyog sebagai dinding yang digunakan. Bangunan yang berstruktur kayu ini tidak mendapatkan perlakuan finishing khusus namun menambah kesan alami kayu solid yang digunakan. Rangka atap dieskpose untuk menunjukkan sisi kejujuran yang ada pada bangunan ini. Keramik digunakan sebagai lantai untuk memudahkan perawatan area lobby dan menonjolkan sedikit sisi modernitas pada bangunan ini.
Gambar 35. Suasana interior pada lobby dan resepsionis resort
51
Lobby langsung berhadapan dengan meja dengan komputer yang digunakan sebagai resepsionis. Furniture yang digunakan sama seperti bentuk kursi dan meja jawa tempo dulu. Dari area lobby, pengunjung dapat mengikuti jalan setapak menuju area dalam resort.
III.5.4.Gubahan Massa & Lansekap
Undak-undakan pada resort merupakan teknik yang diterapkan pada tapak resort yang berkontur dalam merespon kontur existing tapak. Cluster-cluster bangunan dibangun dengan memperhatikan zona-zona ruang, orientasi tapak, dan vista yang dimanfaatkan pada resort untuk menambah nilai atraksi resort. Tanaman tropis yang rimbun menambah sejuk nuansa resort yang sangat alami.
Gambar 36. Sirkulasi pada lansekap resort
(Sumber: Dokumentasi pribadi tahun 2015)
52
tetap mempertahankan sisi alaminya. Tektonika susunan batuan alam merupakan perpaduan alami pada perancangan lansekap, ditambah dekorasi-dekorasi taman bernuansa etnik yang dimiliki. Dengan memanfaatkan perancangan lansekap yang baik, dekat dengan alam adalah salah satu point utama saat melewati jalur sirkulasi yang memotong cluster massa bangunan resort ini.
III.5.5.Fasilitas Rekreasi
Gambar 37. Kolam dengan elemen lansekap berupa susunan candi yang dijadikan point of interest digunakan sebagai sarana rekreasi
(Sumber: Dokumentasi pribadi tahun 2015)
53
berbatasan langsung dengan sungai di sisi memanjang kolam renang. Dikelilingi pepohonan yang tinggi sebagai shading menghalangi matahari langsung pada site ini, area di sekeliling kolam renang merupakan perkerasan dengan batu alam sebagai material utama penyusunnya. Nuansa tropis yang sangat terasa di area kolam renang merupakan integrasi antara nilai lokal tradisional budaya jawa dengan struktur modern kolam renang yang dibangun. Pemandangan kolam renang dapat dinikmati dari resto yang berada di atas grading level kontur kolam renang.
III.5.6.Fasilitas Restoran
Gambar 38. Bagian dalam restoran Omkara resort
(Sumber: Dokumentasi pribadi tahun 2015)
54
menghindari sinar matahari. Dikelilingi dengan vista yang asri, ruang servis yang terletak tidak jauh dari area privat ruang menginap menjadi point yang menarik untuk dikunjungi bagi pengunjung.
III.5.7.Guestroom
Ruang inap resort ini merupakan perpaduan teknik antara modern dan lokal. Dinding plester dipadukan dengan struktur rangka kayu dengan teknik sambungan tradisional. Dinding yang menjorok kedalam menjadikan sisi bangunan memiliki ruang serupa teras untuk menghindari jatuhnya sinar matahari secara langsung pada dinding bangunan dinilai teknik untuk merespon iklim tropis.
Gambar 39. Eksterior pada massa bangunan guestroom
(Sumber: http://omkararesort.com/photo-gallery/)
Dinding luar kayu berupa gebyog dengan modifikasi pada kaca mengekspos taman-taman lansekap di sekelilingnya12 merupakan integrasi konsep alami yang dirasakan di dalam bangunan. Furniture menggunakan material lokal
12 Pada buku Omah (2000): Revianto B. Santosa, ilustrasi renovasi yang dilakukan
55
56
BAB IV KESIMPULAN
IV.1. BUKTI PENERAPAN KEARIFAN LOKAL
Implementasi nilai-nilai kearifan lokal melalui lima kategori TCUSM pada bangunan yang valid telah membuktikan bentuk kearifan lokal yang diterapkan pada entrance, entry room (lobby & recepsionist), gubahan massa, fasilitas rekreasi, fasilitas restoran, dan guestroom. Dari lima resort di Kaliurang yang dianalisis semuanya memiliki nilai-nilai kearifan lokal yang diterapkan.
IV.1.1.Kearifan Lokal di Kalyana Resort
Kalyana
Tinggi Tinggi Rendah Tinggi Tinggi
Ruang Penerima (Lobby & Recepsionist)
Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah
Gubahan
Massa Rendah Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi
Fasilitas
57 Fasilitas
Restoran Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi
Guestroom /
Ruang inap Rendah Rendah Tinggi Tinggi Rendah
NILAI 2 5 4 5 4
Tabel 2. Matriks nilai penerapan kearifan lokal pada Kalyana resort
Kalyana resort menyerap nilai-nilai kearifan lokal yang baik. Dari total 30 aspek yang dinilai, kalyana mencapai nilai 20. Terlihat dari gabungan antara indische dan langgam tradisional yang diterapkan pada massa bangunan. Langgam arsitektur indische-tradisional yang diterapkan didukung melalui ekspose material-material lokal yang digunakan. Kontur yang dipertahankan meminimalkan cut and fill pada lansekap bangunan. Jalur sirkulasi pun merupakan dampak dari kontur yang dipertahankan sehingga memiliki jalur yang mengikuti kontur. Alur-alur sirkulasi yang diterapkanpun berimplikasi dengan zonasi-zonasi publik, service, dan privat secara alami. Zonasi tersebut membentuk suasana formal dan santai. Sisi site yang memiliki atraksi berupa view yang bagus pun dijadikan orientasi pada rancangan tapak resort ini.
IV.1.2.Kearifan Lokal di The Cangkringan Resort
The
58 Ruang
Penerima (Lobby & Recepsionist)
Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi
Gubahan
Massa Tinggi Rendah Tinggi Tinggi Rendah
Fasilitas
Rekreasi Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi
Fasilitas
Restoran Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Rendah
Guestroom /
Ruang inap Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah
NILAI 5 3 5 4 3
Tabel 3. Matriks nilai penerapan kearifan lokal pada The Cangkringan resort
59 IV.1.3.Kearifan Lokal di Sambi Resort
Sambi
Rendah Rendah Rendah Rendah Tinggi
Ruang Penerima (Lobby & Recepsionist)
Tinggi Tinggi Rendah Tinggi Tinggi
Gubahan
Massa Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Rendah
Fasilitas
Rekreasi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi
Fasilitas
Restoran Tinggi Tinggi Tinggi Rendah Tinggi
Guestroom /
Ruang inap Tinggi Tinggi Rendah Rendah Tinggi
NILAI 5 5 3 3 5
Tabel 4. Matriks nilai penerapan kearifan lokal pada Sambi resort
60
yang digunakan, yaitu bambu. Hampir seluruh bangunan di resort ini memiliki elemen bambu yang dimanfaatkan tidak hanya sebagai struktur, juga sebagai dinding, baluster, maupun dekorasi non-arsitektural. Selain material, rancangan tapak pada resort ini sangat menarik dikarenakan existing site yang curam sehingga tapak dirancang menggunakan teknik terasering. Tapak terasering yang digunakan pada resort ini juga membentuk panorama sebagai atraksi yang khas pada resort ini. Alur sirkulasi dan layout massa bangunanpun mengikuti alur kontur terasering pada tapak.
IV.1.4.Kearifan Lokal di Kampung Labasan
Kampung
Rendah Rendah Rendah Tinggi Rendah
Ruang Penerima (Lobby & Recepsionist)
Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi
Gubahan
Massa Tinggi Tinggi Rendah Tinggi Rendah
Fasilitas
Rekreasi Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi
Fasilitas
61 Guestroom /
Ruang inap Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi
NILAI 5 4 4 5 4
Tabel 5. Matriks nilai penerapan kearifan lokal pada Kampung Labasan resort
Total nilai penerapan kearifan lokal pada Kampung Labasan adalah 22 dari 30 aspek yang dinilai. Kampung Labasan memiliki penerapan kearifan lokal yang baik. Merupakan resort dengan luas yang paling kecil dibanding resort lainnya, namun memiliki kapasitas serapan kearifan lokal yang tidak kalah tinggi. Sesuai dengan namanya, resort ini mengusung tema kampung. Cluster-cluster massa pada resort ini memiliki jarak yang berdekatan implikasi dari luasan site dan efisiensi lahan. Pohon-pohon pada lansekap cukup rimbun sehingga area resort menjadi teduh, merupakan respon terhadap iklim tropis. Beberapa bangunan guestroom yang dimiliki resort ini dibangun di atas kolam buatan asimetris sehingga menimbulkan kesan alami. Dibangun di atas pondasi umpak, sekilas dari luar tampak seperti rumah panggung. Kolam dibawah bangunan pun memiliki dampak passive cooling yang sangat terasa terutama pada siang hari dengan iklim tropis. Dekorasi pada bangunan pun sesuai dengan langgam kampung yang diusung. Perabotan-perabotan khas kampung seperti tembikar, lampu teplok pun dijadikan dekorasi.
IV.1.5.Kearifan Lokal di Omkara Resort
62 Entrance,
Gate / Gerbang
Rendah Tinggi Tinggi Tinggi rendah
Ruang Penerima (Lobby & Recepsionist)
Tinggi Rendah Rendah Tinggi Tinggi
Gubahan
Massa Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi
Fasilitas
Rekreasi Tinggi Tinggi Tinggi Rendah Rendah
Fasilitas
Restoran Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Rendah
Guestroom /
Ruang inap Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi
NILAI 5 4 5 4 3
Tabel 6. Matriks nilai penerapan kearifan lokal pada Omkara resort
63
untuk menambah kesan natural. Bangunan pada resort ini pun dibangun dengan mayoritas material modern, tembok finishing yang dipadukan dengan material lokal sebagai aksen tradisional pada massa bangunan. Sungai yang dijadikan orientasi massa bangunan, ditambah tata elemen lansekap tropis semakin mendukung konsep kedekatan dengan alam yang diusung sebagai tema pada resort ini.
IV.2. PENERAPAN TCUSM PADA RESORT DI KALIURANG
Identitas sudah sepatutnya dipertahankan pada perancangan bergantung kepada konteks tempat dan kebudayaan. Di Jogjakarta dimana wisatawan yang datang mengagumi kebudayaannya, tentu saja budaya menjadi salah satu atraksi pariwisata. Penginapan jenis resort yang terdapat di Kaliurang -salah satu tujuan wisata alam- memiliki urgensi yang tinggi untuk menonjolkan sisi kearifan lokal kebudayaan tradisional. Klaim yang dimiliki resort ini dapat disimpulkan melalui metode kajian pemaknaan.
Teknik, konsep, utilitas, struktur, dan material yang digunakan pada kelima resort memiliki kesamaan, namun berbeda dalam hal eksplorasi, teknis dan eksekusi desain. Perbedaan tersebutlah yang membuat masing-masing resort memiliki karakteristik kearifan lokal yang unik dan menjadi daya tarik.
IV.2.1.Teknik
Teknik merupakan skill, teknik produksi, peralatan dan kemampuan yang digunakan untuk meraih tujuan dalam hal ini kearifan lokal. Analisis yang diraih memiliki banyak kombinasi antara struktur dan material yang digunakan.
1. Teknik penataan layout ruang tapak berupa cluster, dan respon kontur tapak berupa cut and fill (terasering).
2. Susunan tektonika pada elemen ruang, masonry batuan vulkanis. 3. Detail sambungan pada material lokal kayu dan bambu.
64
5. Detail-detail ukiran dan ornamen yang digunakan.
IV.2.2.Konsep
Konsep dalam konteks ini adalah dengan menunjukkan nilai-nilai yang tidak dapat dinilai langsung secara fisik. Merupakan implikasi dari adanya wujud fisik yang kemudian menunjukkan nilai-nilai, pantuan, adat dan kepercayaan yang terkandung pada elemen rancang bangun pada resort.
1. Hierarki yang digunakan pada area dan leveling untuk pembatasan zona ruang.
2. Elemen berupa tanda-tanda kebudayaan seperti ornamen, dekorasi dan bentuk bangunan yang merujuk pada kebudayaan tradisional.
3. Langgam arsitektur jawa yang diterapkan.
4. Pemisahan nuansa formal, non-formal / santai, dan privat. 5. Sinergi antara natural-alami, fisik bangunan dan jiwa-raga.
IV.2.3.Utilitas
Garis besar utilitas merupakan fungsi dan kegunaan yang mendukung kebutuhan pengguna. Tuntutan kebutuhan terutama pengaruh gaya hidup modern, sisi pola fungsi dan kegunaan yang diterapkan secara tradisional tidak tidak terlalu mencolok. Kombinasi dari teknik dan struktur yang mendukung konsep digunakan untuk mendukung fungsi bangunan demi memenuhi kebutuhan.
1. Bangunan semi outdoor dan bukaan merupakan respon terhadap iklim tropis yang lembab menjadi jawaban atas fungsi termal.
65
3. Carving tapak pada kontur dan penerapan terasering dapat membentuk alur sirkulasi yang tidak kaku sehingga berkesan alami.
4. Leveling pada beberapa area bangunan berfungsi untuk menghadirkan hierarki pada bangunan dan zona pada tapak.
5. Cluster-cluster yang berfungsi sebagai pemisah ruang dan konsep yang diterapkan pada resort.
IV.2.4.Struktur
Struktur arsitektur jawa memiliki bentuk yang mendukung fungsi bangunan. Penerapan konsep tersebut pada resort ini dapat menjadi pertimbangan untuk menambah kehadiran kearifan lokal pada resort. Kecenderungan arsitektur vernakular dapat dilihat dari bentuk yang mengacu pada adat dan kebudayaan tradisional masyarakat jawa yaitu:
1. Penerapan bentuk joglo dan candi pada bangunan. 2. Terasering pada tapak.
3. Gubahan massa semi outdoor untuk merespon iklim, view dan tapak. 4. Detail-detail ornamen yang diterapkan.
5. Cluster-cluster pada zonasi ruang tapak.
6. Shelter yang merepresentasikan gubuk yang memiliki konsep santai / non-formal.
IV.2.5.Material
66 1. Tektonika pada masonry batuan alam.
2. Kayu sebagai struktur utama rumah tradisional jawa.
3. Bambu yang merupakan material lokal yang mudah didapat. 4. Tegel kunci sebagai lantai yang diproduksi di Jogjakarta. 5. Furniture dan dekorasi handmade.
67
BAB V REKOMENDASI
Kebudayaan patut untuk dipelajari dan diterapkan oleh kita sebagai generasi muda memperdalam ilmu dan menyikapi dengan kebijaksanaan sebagai bentuk identitas bangsa. Kearifan lokal sudah sepantasnya disikapi dengan pemikiran progresif dan tidak menutup adanya akulturasi dengan budaya modern seiring dengan kemajuan teknologi. Budaya dan gaya hidup modern boleh kita terima. Lebih mengacu kepada nilai yang terkandung, nilai-nilai kearifan lokal dapat kita pertahankan sebagai bentuk identitas dan nilai-nilai lokal.