• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUKUM PERDATA dalam pengatu (7)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "HUKUM PERDATA dalam pengatu (7)"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

HUKUM PERDATA

1.

PENGERTIAN HUKUM PERDATA

Hukum perdata ialah aturan-aturan hukum yang mengatur tingkah laku setiap orang terhadap orang lain yang berkaitan dengan hak dan kewajiban yang timbul dalam pergaulan masyarakat maupun pergaulan keluarga. Hukum perdata dibedakan menjadi dua, yaitu hukum perdata material dan hukum perdata formal. Hukum perdata material mengatur kepentingan-kepentingan perdata setiap subjek hukum. Hukum perdata formal mengatur bagaimana cara seseorang mempertahankan haknya apabila dilanggar oleh orang lain.

2.

KONDISI HUKUM PERDATA DI INDONESIA

Kondisi Hukum Perdata dewasa ini di Indonesia dapat dikatakan masih bersifat majemuk yaitu masih beraneka warna. Penyebab dari keaneka ragaman ini ada 2 faktor yaitu:

1. Faktor Ethnis disebabkan keaneka ragaman Hukum Adat Bangsa Indonesia, karena negara kita Indonesia ini terdiri dari berbagai suku bangsa.

2. Faktor Hostia Yuridis yang dapat kita lihat, yang pada pasal 163.I.S. yang membagi penduduk Indonesia dalam tiga Golongan, yaitu:

1. Golongan Eropa dan yang dipersamakan

2. Golongan Bumi Putera (pribumi / bangsa Indonesia asli) dan yang dipersamakan.

3. Golongan Timur Asing (bangsa Cina, India, Arab).

Pasal 131.I.S. yaitu mengatur hukum-hukum yang diberlakukan bagi masing-masing golongan yang tersebut dalam pasal 163 I.S. diatas.

Adapun hukum yang diberlakukan bagi masing-masing golongan yaitu:

1. Bagi golongan Eropa dan yang dipersamakan berlaku Hukum

Perdata dan Hukum Dagang Barat yang diselaraskan dengan Hukum Perdata dan Hukum Dagang di negeri Belanda berdasarkan azas konkordansi.

2. Bagi golongan Bumi Putera (Indonesia Asli) dan yang dipersamakan berlaku Hukum Adat mereka. Yaitu hukum yang sejak dahulu kala berlaku di kalangan rakyat, dimana sebagian besar Hukum Adat tersebut belum tertulis, tetapi hidup dalam tindakan-tindakan rakyat.

(2)

diri kepada Hukum Eropa Barat baik secara keseluruhan maupun untuk beberapa macam tindakan hukum tertentu saja.

Pedoman politik bagi pemerintah Hindia Belanda terhadap hukum di Indonesia ditulis dalam pasal 131 (I.S) (Indische Staatregeling) yang sebelumnya pasal 131 (I.S) yaitu pasal 75 RR (Regeringsreglement) yang pokok-pokoknya sebagai berikut:

1. Hukum Perdata dan Dagang (begitu pula Hukum Pidana beserta Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana harus diletakan dalam kitab Undang-undang yaitu di Kodifikasi).

2. Untuk golongan bangsa Eropa harus dianut perundang-undangan yang berlaku di negeri Belanda (sesuai azas Konkordansi).

3. Untuk golongan bangsa Indonesia Asli dan Timur Asing (yaitu Tionghoa, Arab, dan lainnya) jika ternyata bahwa kebutuhan kemasyarakatan mereka menghendakinya, dapatlah peraturan-peraturan untuk bangsa Eropa dinyatakan berlaku bagi mereka. 4. Orang Indonesia Asli dan orang Timur Asing, sepanjang mereka

belum ditundukkan di bawah suatu peraturan bersama denagn bangsa Eropa, diperbolehkan menundukkan diri pada hukum yang berlaku untuk bangsa Eropa. Penundukan ini boleh dilakukan baik secara umum maupun secara hanya mengenai perbuatan tertentu saja.

5. Sebelumnya hukum untuk bangsa Indonesai ditulis di dalam Undang-undang. Maka bagi mereka itu akan tetap berlaku hukum yang sekarang berlaku bagi mereka, yaitu Hukum Adat.

Disamping itu ada peraturan-peraturan yang secara khusus dibuat untuk bangsa Indonesia seperti:

– Ordonansi Perkawinan bangsa Indonesia Kristen (Staatsblad 1933 no7.4).

– Organisasi tentang Maskapai Andil Indonesia (IMA) Staatsblad 1939 no 570 berhubungan denag no 717).

Dan ada pula peraturan-peraturan yang berlaku bagi semua golongan warga negara, yaitu:

– Undang-undang Hak Pengarang (Auteurswet tahun 1912)

– Peraturan Umum tentang Koperasi (Staatsblad 1933 no 108)

(3)

– Ordonansi tentang pengangkutan di udara (Staatsblad 1938 no 98).

3. JELASKAN SEJARAH DARI KITAB UNDANG – UNDANG

HUKUM PERDATA

Sebelum mengenal terlebih dahulu tentang sejarah hukum perdata, alangkah baiknya mengenal terlebih dahulu apa itu hukum perdata. Hukum perdata adalah aturan-aturan hukum yang mengatur tingkah laku setiap orang terhadap orang lain yang berkaitan dengan hak dan kewajiban yang timbul dalam pergaulan masyarakat maupun

pergaulan keluarga. Menurut seorang pakar hukum Internasional yaitu H. F. A Vollmar mengatakan bahwa hukum perdata adalah aturan-aturan atau norma-norma yang memberikan pembatasan dan oleh karenanya memberikan perlindungan pada kepentingan - kepentingan perseorangan dalam perbandingan yang tepat antara kepentingan yang satu dengan kepentingan yang lain dari orang - orang dalam suatu masyarakat tertentu terutama yang mengenai hubungan keluarga dan hubungan lalu lintas.[1] Hukum perdata dibedakan

menjadi dua, yaitu hukum perdata material dan hukum perdata formal. Hukum perdata material mengatur kepentingan-kepentingan perdata setiap subjek hukum. Hukum perdata formal mengatur bagaimana cara seseorang mempertahankan haknya apabila dilanggar oleh orang lain. Secara Umum, kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH

Perdata) yang dikenal dengan istilah Bugerlijk Wetboek (BW) adalah kodifikasi hukum perdata yang disusun di negeri Belanda. Penyusunan tersebut sangat dipengaruhi oleh Hukum Perdata Prancis (Code

Napoleon). Code Napoleon sendiri disusun berdasarkan hukum Romawi (Corpus Juris Civilis) yang pada waktu itu dianggap sebagai hukum yang paling sempurna. KUH Perdata (BW) berhasil disusun oleh sebuah panitia yang diketuai oleh Mr. J.M. Kemper dan sebagian besar

bersumber dari Code Napoleon dan bagian yang lain serta kodifisikasi KUH Perdata selesai pada 5 Juli 1830, namun diberlakukan di negeri Belanda pada 1 Oktober 1838. pada tahun itu diberlakukan juga KUH Dagang (WVK). Pada tanggal 31 Oktober 1837 Scholten van Oud

(4)

tersebut juga belum berhasil. Akhirnya dibentuk panitia baru yang diketuai Mr. C.J. scholten van Oud Haarlem lagi, tatapi anggotanya diganti, yaitu Mr. J. Schneither dan Mr. J. Van Nes. Akhirnya panitia inilah yang berhasil mengkodifikasi KUH Perdata Indonesia

berdasarkan asas konkordasi yang sempit. Artinya KUH Perdata

Belanda banyak menjiwai KUH Perdata Indonesia karena KUH Perdata Belanda dicontoh dalam kodifikasi KUH Perdata Indonesia. Kodifikasi KUH Perdata (BW) Indonesia diumumkan pada 30 April 1847 melalui Statsblad No. 23, dan mulai berlaku pada 1 Januari 1848. kiranya perlu dicatat bahwa dalam menghasilkan kodifikasi KUH Perdata (BW)

Indonesia ini Scholten dan kawan-kawannya berkonsultasi dengan J. Van de Vinne, Directueur Lands Middelen en Nomein. Oleh karenanya, ia juga turut berhasa dalam kodifikasi tersebut.[2] Disamping itu, sejarah mengenai perkembangan hukum perdata yang berkembang di Indonesia bahwa hukum perdata tertulis yang berlaku di Indonesia merupakan produk hukum perdata Belanda yang di berlakukan asas Korkondansi yaitu hukum yang berlaku di negeri jajahan (Belanda) yang sama dengan ketentuan yang berlaku di negeri penjajah. Secara makrosubtansial, perubahan – perubahan yang terjadi pada hukum perdata Indonesia:Pertama, pada mulanya hukumperdata Indonesia merupakan ketentuan- ketentuan pemerintahan Hindia-Belanda yang di berlakukan di Indonesia (Algemene Bepalingen van

Wetgeving/AB).Sesuai dengan stbll.No.23 tanggal 30 April 1847 yang terdiri dari 36 pasal. Kedua, dengan konkordansi pada tahun 1848 di undangkan KUH perdata (BW) oleh pemerintah Belanda.Di samping BW berlaku juga KUHD (WvK) yang di atur dalam stbl.1847 No.23. Dalam Perspektif sejarah,hukum perdata yang berlaku di Indonesia terbagi dalam dua periode, yaitu periode sebelum Indonesia merdeka dan periode setelah Indonesia Merdeka. Pertama, Sebelum Indonesia merdeka sebagaimana negara jajahan, maka hukum yang berlaku di Indonesia adalah hukum bangsa penjajah. Hal yang sama dengan hukum perdata. Hukum perdata yang di berlakukan bangsa belanda untuk Indonesia mengalami adopsi dan penjalanan sejarah yang sangat panjang. Pada mulanya hukum perdata belanda di rancang oleh suatu panitia yang di bentuk tahun 1814 yang di ketuai oleh Mr.J.M Kempers (1776 – 1824).Tahun 1816,Kempers menyampaikan rencana kode hukum tersebut pada pemerintah Belanda di dasarkan pada hukum Belanda kuno dan di beri nama Ontwerp Kempers.

(5)

sebagian besar berorientasikan pada code civil Perancis.Code civil Perancis sendiri meresepsi hukum romawi,Corpus Civilis dari

Justinianus.Dengan demikian hukum perdata belanda merupakan kombinasi dari hukum Kebiasaan/hukum Belanda kuno dan Code Civil Perancis.Tahun 1838,Kodifikasi hukum perdata Belanda Di tetapkan dengan stbl.838.[3] Pada tahun 1848,kodifikasi hukum perdata

belanda di berlakukan di Indonesia dengan stbl.1848.Dan Tujuh tahun kemudian,Hukum perdata di Indonesia kembali di pertegas lagi dengan stbl.1919. Kedua, Setelah Indonesia merdeka, hukum Perdata yang berlaku di Indonesia di dasarkan pada pasal II aturan peralihan UUD 1945, yang pada pokoknya menentukan bahwa segala peraturan di nyatakan masih berlaku sebelum di adakan peraturan baru menurut UUD termasuk di dalamnya hukum perdata Belanda yang berlaku di Indonesia. Hal ini untuk mencegah terjadinya kekosongan hukum (rechtvacuum) di bidang hukum perdata. Namun, secara keseluruhan hukum perdata Indonesia dalam perjalanan sejarahnya mengalami beberapa proses pertumbuhan atau perubahan yang mana perubahan tersebut di sesuaikan dengan kondisi bangsa Indonesia sendiri.

4. JELASKAN APA YANG DIMAKSUD DENGAN :

A. HUKUM ORANG , PERORANGAN, HUKUM PRIBADI

Hukum orang adalah hukum yang memuat tentang peraturan-peraturan tentang diri manusia sebagi subyek dalam hukum,

peraturan perihal kecakapan untuk memiliki hak-hak dan kecakapan untuk bertindak sendiri melaksanakan haknya itu serta hal-hal yang mempengaruhi kecakapan-kecakapan itu.

B.

HUKUM KELUARGA

Keseluruhan ketentuan atau aturan – aturan yang mengenai

hubungan hukum yang bersangkutan dengan kekeluargaan sedarah dan kekeluargaan karena perkawinan.

C. HUKUM KEKAYAAN

(6)

D. HUKUM WARIS

Hukum yang mengatur peninggalan harta seseorang yang telah meninggal dunia diberikan kepada yang berhak, seperti keluarga dan masyarakat yang lebih berhak.

HUKUM PIDANA

1. PENGERTIAN HUKUM PIDANA

Keseluruhan dari peraturan – peraturan yang menentukan

perbuatan apa yang dilarang dan termasuk ke dalam tindak pidana, serta menentukan hukuman apa yang dapat dijatuhkan terhadap yang melakukannya.

2.

SISTEM HUKUMAN DALAM HUKUM PIDANA

(7)

dapat dikenakan kepada seseorang pelaku tindak pidana terdiri dari :

a. Hukuman Pokok (hoofd straffen ).

1. Hukuman mati

Contoh : Kejahatan yang dapat mengancam Negara, pembunuhan terhadap oang tertentu, harta benda dan disertai unsur/factor, pembajakan laut/sungai/pantai.

2. Hukuman penjara

Menempatkan terpidana dalam suatu tempat dimana terpidana tidak bisa bebas untuk keluar masuk dan diwajibkan untuk tunduk dan taat menjalankan semua peraturan dan tata tertib yang berlaku. Hukuman penjara min. 1 hari dan max. 15 tahun (Pasal 12 ayat 2)

3. Hukuman kurungan

Dapat dilaksanakan dengen batasan palilng sedikit 1 hari dan paling lama 1 tahun.

4. Hukuman denda

b. Hukuman Tambahan (Bijkomende staffen)

1. Pencabutan beberapa hak tertentu 2. Perampasan barang-barang tertentu 3. Pengumuman putusan hakim.

3. ASAS ASAS BERLAKUNYA HUKUM PIDANA

1. Asas Legalitas, tidak ada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam Peraturan Perundang-Undangan yang telah ada sebelum perbuatan itu dilakukan (Pasal 1 Ayat (1) KUHP). Jika sesudah perbuatan dilakukan ada perubahan dalam Peraturan Perundang-Undangan, maka yang dipakai adalah aturan yang paling ringan sanksinya bagi terdakwa (Pasal 1 Ayat (2) KUHP).

2. Asas Tiada Pidana Tanpa Kesalahan, Untuk menjatuhkan pidana kepada orang yang telah melakukan tindak pidana, harus dilakukan bilamana ada unsur kesalahan pada diri orang tersebut.

3. Asas teritorial, artinya ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku atas semua peristiwa pidana yang terjadi di daerah yang menjadi wilayah teritorial Negara Kesatuan Republik Indonesia, termasuk pula kapal berbendera Indonesia, pesawat terbang Indonesia, dan gedung kedutaan dan konsul Indonesia di negara asing.

(8)

5. Asas nasionalitas pasif, artinya ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku bagi semua tindak pidana yang merugikan kepentingan negara

.

UNDANG – UNDANG HUKUM PERKAWINAN DI

INDONESAIA

1. Perkawinan dalam UU RI No. 1 Tahun 1974

Di Indonesia masalah perkawinan diatur dalam UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974, yang mulai diundangkan pada tanggal 2 januari 1974. Undang-undang tersebut dibuat dengan mempertimbangkan bahwa falsafah Negara Republik Indonesia adalah Pancasila, maka perlu dibuat undang-undang perkawinan yang berlaku bagi semua warga negara . Bagi umat islam di Indonesia, undang-undang tersebut meskipun tidak sama persis dengan hukum pernikahaan di dalam fikih islam, namun dalam pembuatannya telah di cermati secara mendalam sehingga tidak bertentangan dengan hokum islam.

Untuk kelancaran pelaksanaan undang-undang perkawinan tersebut

pemerintah telah mengeluarkan peraturan Pemerintah Republik Indonesia No .9 tahun 1975. Peraturan pemerintah tersebut terdiri atas 10 bab dan 49 pasal yang ditetapkan di Jakarta pada April 1975. Dengan adanya undang-undang perkawinan No. 1 Tahun 1974 dan peraturan Pemerintah No. 9 tahun 1975, diharapkan masalah-masalah yang berhubungan dengan perkawinan di Indonesia akan dapat teratasi.

Undang-undang Republik Indonesia No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan terdiri dari 14 Bab dan terbagi dalam 67 pasal. Isi masing-masing bab itu secara garis besarnya sebagai berikut :

a. Bab I Dasar Perkawinan Berisi ketentuan mengenai :

1) Pengertian dan tujuan perkawinan ; 2) Sahnya perkawinan;

3) Pencatat perkawinan;

4) Asas monogami dalam perkawinan.

b. Bab II Syarat- syarat Perkawinan Berisi ketentuan-ketentuan :

1) Persetujuan kedua mempelai; 2) Izin kedua orang tua;

3) Pengecualian persetujuan kedua calon mempelai dan izin kedua orang tua;

(9)

6) Jangka waktu tunggu;

7) Tata cara pelaksanaan perkawinan.

c. Bab III Pencegahan Perkawinan Berisi tentang :

1) Pencegahan perkawinan; 2) Penolakan perkawinan.

d. Bab IV Batalnya Perkawinan

Berisi ketentuan tentang dapat dibatalkannya suatu perkawinan, pihak yang dapat mengajukan pembatalan dan ketentuan-ketentuan lain yang berkenan dengan perkawinan.

e. Bab V Perjanjian Perkawinan

Berisi ketentuan tentang dapat diadakannya perjanjian tertulis pada waktu atau sebelum perkawinan oleh kedua belah pihak , atas

persetujuan bersama, dan mengenai pengesahan, mulai berlakunya , serta kemungkinan perubahan perjanjian tersebut.

f. Bab VI Hak dan Kewajiban Suami Istri

Berisi ketentuan tentang hak dan kewajiban suami istri, baik sendiri-sendiri atau bersama-sam.

g. Bab VII Harta Benda dalam Perkawinan

Berisi ketentuan tentang harta benda bawaan masing-masing. h. Bab VIII Putusnya Perkawinan dan Akibatnya

Berisi ketentuan putusnya perkawinan dan sebab-sebabnya. i. Bab IX Kedudukan Anak

Berisi ketentuan tentang kedudukan anak yang sah dan anak yang dilahirkan di luar pernikahan.

j. Bab X Hak dan Kewajiban Antara Orangtua dan Anak

Berisi ketentuan tentang hak dan kewajiban orang tua serta hak dan kewajiban anak .

k. Bab XI Perwalian

Berisi ketentuan mengenai perwalian bagi anak yang belum mencapai umur 18 tahun dan tidak berada di bawah kekuasaan orang tuanya. l. Bab XII Ketwntuan-ketentuan Lain,

m. Bab XIII Ketentuan peralihan, n. Bab XVI Ketentuan Penutup.

2. Perkawinan dalam Kompilasi Hukum Islam di Indonesia

Kompilasi hukum di Indonesia berarti ‘Buku Kumpulan-kumpulan hukum islam”. Usaha untuk mengadakan kompilasi hukum islam telah dilakukan oleh pemerintah Indonesia dan penyebarannya berdasarkan Intruksi Pemerintah RI No. 1 tahun 1991 dan ditindaklanjuti dengan keputusan Mentri Agama No. 154 tahun 1991.

Kompilasi hukum islam di Indonesia telah menjadi semacam “fikih

keindonesiaan” yang diperlukan sebagai pedoman dalam bidang hukum material bagi para hakim di lingkungan peradilan agama, sehingga

(10)

Buku I tentang Perkawinan Buku II tentang Kewarisan Buku III tentang Pewakafan

Dalam buku I terdapat 19 bab dan 170 pasal, dan setiap pasalnya diuraikan secara jelas menurut keperluan hukum.

Bab-bab tersebut yaitu :

BAB I : Ketentuan Umum (1 pasal)

BAB II : Dasar-dasar Perkawinan (19 pasal) BAB III : Pemenangan (3 pasal)

BAB IV : Rukun dan Syarat Perkawinan (16 pasal) BAB V : Mahar (9 pasal)

BAB VI : Larangan Perkawinan (7 pasal) BAB VII : Perjanjian Perkawinan (8 pasal) BAB VIII : Kawin Hamil (2 pasal)

BAB IX : Beristri lebih dari satu (5 pasal) BAB X : Pencegahan Perkawinan (10 pasal) BAB XI : Batalnya Perkawinan (7 pasal)

BAB XII : Hak dan kewajiban suami istri (8 pasal)

BAB XIII : Harta kekayaan dalam perkawinan ( 12 pasal) BAB XIV : Pemeliharaan anak ( 9 pasal)

BAB XV : Perwalian(6 pasal)

BAB XVI : Putusnya perkawinan (36 pasal) BAB XVII : Akibat putus perkawinan (14 pasal) BAB XVIII : Rujuk (7 pasal)

BAB XIX : Masa berkabung (1 pasal)

Setiap pasal dari bab-bab tersebut telah di jelaskan menurut keperluan hukumnya. Misalnya, kamu dapat menyimak aturan pencatatan

perkawinan dan cara perceraian yang ditulis dalam Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, yaitu :

a. Pencatat perkawinan

Pencatat perkawinan diatur dalam pasal-pasal seperti berikut ini :

Pasal 4

Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum Islam sesuai dengan pasal 2 ayat(1)Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan.

Perkawinan adalah sah , apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu.

Pasal 5

1) Agar terjamin ketertiban perkawinan bagi masyarakat Islam setiap perkawinan harus dicatat.

2) Pencatatan perkawinan tersebut apada ayat (1), dilakukan oleh Pegawai Pencatat Nikah

(11)

Undang-undang No.32 Tahun 1954. Pasal 6

1) Untuk memenuhi ketentuan dalam pasal 5, seyiap perkawinan harus dilangsungkan dihadapan dan di bawah pengawasan Pegawai Pencatat Nikah.

2) Perkawinan yang dilakukan di luar pengawasan Pegawai Pencatat Nikah tidak mempunyai kekuatan Hukum.

Pasal 7

(1) Perkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh Pegawai Pencatat Nikah.

Pasal 15

(1) Untuk kemaslahatan keluarga dan rumah tangga, perkawinan hanya boleh dilakukan calon mempelai yang telah mencapai umur yang

ditetapkan dalam pasal 7 Undang-undangNo.1 tahun 1974 yakni calon suami kurangnya berumur 19 tahun dan calon isteri sekurang-kurangnya berumur 16 tahun.

(2) Bagi calon mempelai yang bgelum mencapai umur 21 tahun harus mendapati izin sebagaimana yang diatur dalam pasal 6 ayat (2),(3),(4) dan (5) UU No.1 Tahun 1974.

b. Tata cara perceraian

Perceraian diatur sebagai berikut :

Pasal 129

Seorang suami yang akan menjatuhkan talak kepada isterinya

mengajukan permohonan baik lisan maupun tertulis kepada Pengadilan Agama yang mewilayahi tempat tinggal isteri disertai dengan alasan serta meminta agar diadakan sidang untuk keperluan itu.

Pasal 130

Pengadilan Agama dapat mengabulkan atau menolak permohonan tersebut, dan terhadap keputusan tersebut dapat diminta upaya hukum banding dan kasasi

Pasal 131

1) Pengadilan agama yang bersangkutan mempelajari permohonan

(12)

2) Setelah Pengadilan Agama tidak berhasil menashati kedua belah pihak danternyata cukup alasanuntuk menjatuhkan talak serta yang

bersangkutan tidak mungkin lagihidup rukun dalamrumahtangga, pengadilan Agama menjatuhkan keputusannya tentang izin bagi suami untukmengikrarkan talak.

3) Setelah keputusannya mempunyai kekeutan hukum tetap suami mengikrarkan talaknya disepan sidang Pengadilan Agama, dihadiri oleh isteri atau kuasanya.

4) Bila suami tidak mengucapkan ikrar talak dalam tempo 6 (enam) bulah terhitung sejak putusan Pengadilan Agama tentang izin ikrar talak baginya mempunyai kekuatanhukum yang tetap maka hak suami untuk

mengikrarkan talak gugur dan ikatan perkawinan yant tetap utuh.

Referensi

Dokumen terkait

Masalah dalam penelitian ini adalah rendahnya hasil belajar siswa khususnya pada mata pelajaran IPS sebagai alternative tindakan yang dilakukan untuk meningkatkan hasil

Dari hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemanfaatan sisa panen tanaman pisang sebagai pengganti rumput dalam pakan komplit berbentuk pelet terhadap pertambahan

Kehidupan manusia dalam masyarakat tidak terlepas akan adanya interaksi sosial antar sesamanya. Pada dasarnya manusia sesuai dengan fitrhnya merupakan makhluk sosial

Kesimpulan yang diambil dari ayat yang mulia dan hadis-hadis yang disebutkan di atas, dan hadis-hadis lain yang senada bahwa apabila matahari telah terbit dari barat maka iman

dapat mengetahui cara pemisahan golongan V... Teori dasar II. Reagensia harus dipakai dalam suasana netral atau sedikit basa. Senyawa-senyawa ini harus dihilangkan sebelum memulai

Partikel per dalam bilangan pecahan yang ditulis dengan huruf dituliskan serangkai dengan kata yang mengikutinya. Singkatan ialah bentuk singkat yang terdiri atas satu huruf

Dari semua ordo dalam kelas Polypodiophyta, ordo Polypodiales mempunyai bentuk dan susunan sori yang sangat beragam seperti berbentuk garis pada tepi daun,

Dalam penelitian ini, pengkategorian otomatis artikel ilmiah dilakukan dengan menggunakan kernel graph yang diterapkan pada graph bipartite antara dokumen artikel