• Tidak ada hasil yang ditemukan

analisis perilaku pada TB paru (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "analisis perilaku pada TB paru (1)"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II TINJAUAN TEORI A. Pengertian

Tuberculosis paru adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis.Kuman batang aerobik dan tahan asam ini, dapat merupakan organisme pathogen maupun saprofit. Ada beberapa mikroorganisme pathogen tetapi hanya strain dovin dan manusia yang patogenik terhadap manusia. Basil tuberkel ini berukuran 0,3x 2 sampai 4 mm, ukuran ini lebih kecil daripada sel darah merah (Price,2012).

Tuberculosis paru adalah penyakit infeksi yang disebakan oleh bakteri Mycobacterium Tuberculosis, yang biasanya ditularkan dari orang ke orang melalui nuklei droplet lewat udara (Nettina,2002).

Tuberculosisparu adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis atau basil tuberkel yang tahan asam. Bila seseorang belum pernah terpapar pada tuberculosis, menghirup banyak basil tuberkel kedalam alveoli maka terjadilah infeksi tuberculosis (Tambayong,2000).

(2)

biasanya ditularkan melalui inhalasi percikan ludah (droplet), dari satu individu ke individu lainnya, dan membentuk kolonisasi di bronkiolus atau alveolus (Corwin,2009).

B. Etiologi

Tuberculosis paru merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh basil Mycobacterium Tuberculosis tipe humanus, sejenis kuman berbentuk batang dengan panjang 1-4/um dan tebal 0,3-0,6/um. Struktur kuman ini terdiri atas lipid(lemak) yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam sehingga disebut Bakteri Tahan Asam (BTA) dan juga lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisik. Kuman ini juga dapat tahan berada di udara kering dan keadaan dingin karena sifatnya yang dormant, yaitu dapat bangkit kembali dan menjadi lebih aktif.Selain itu, kuman ini bersifat aerob (Ardiansyah, 2012).

Faktor-faktor yang menyebabkan seseorang dapat terinfeksi Mycobacterium Tuberculosis adalah

1. Usia

(3)

2. Jenis kelamin

Angka kematian dan kesakitan lebih banyak terjadi pada anak perempuan pada masa akhir kanak-kanak dan remaja.

3. Herediter

Daya tahan tubuh seseorang diturunkan secara genetic.

4. Keadaan stres

Situasi yang penuh stres menyebabkan kurangnya asupan nutrisi sehingga daya tahan tubuh menurun.

5. Anak yang mendapatkan terapi kortikosteroid

Kemungkinan mudah terinfeksi karena daya tahan tubuh anak ditekan oleh kortikosteroid (Astuti, 2010).

C. Manifestasi Klinis

Tanda-tanda klinis dari tuberculosis adalah terdapatnya keluhan-keluhan berupa

(4)

2. Sputum mukoid atau purulent

3. Nyeri dada

4. Hemoptisis

5. Dispnea

6. Demam dan berkeringat terutama pada malam hari

7. Berat badan berkurang

8. Anoreksia

9. Malaise

10. Ronki basah di apeks paru.

11. Wheezing (mengi) yang terlokalisir.

(5)

Pada tuberculosis postprimer terdapat gejala penurunan berat badan, keringat dingin pada malam hari, temperatur subfebris, batuk berdahak lebih dari dua minggu, sesak napas, hemoptisis akibat dari terluka nya pembuluh dara disekitar bronkus, sehingga menyebabkan bercak-bercak darah pada sputum, sampai kebatuk darah yang masif. Tuberculosis postprimer dapat menyebar ke berbagai organ sehingga menimbulkan gejala-gejala sperti meningitis, tuberculosis milier, peritonitis dengan fenomena papan catur, tuberculosis ginjal, sendi, dan tubekulosis pada kelenjar limfe dileher yakni berupa skrofuloderma (Rab, 2010).

D. Patofisiologi

Tempat masuk kuman Mycobacterium tuberculosis adalah saluran pernapasan, saluran pencernaan, dan luka terbuka pada kulit.Kebanyakan infeksi tuberculosis paru terjadi melalui udara yaitu melalui inhalansi droplet yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi.

(6)

Basil tuberkel mencapai permukaan alveoli biasanya diinhalasi sebagai unit yang terdiri dari satu sampi tiga basil; gumpalan basil yang lebih besar cenderung tertahan disaluran hidung dan cabang besar bronkus dan tidak menyebabkan penyakit.Setelah berada dalam ruang alveolus, biasanya dibagian bawah lobus atas paru atau dibagian atas lobus bawah, basil tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan.Leukosit polimorfonuklear tampak pada tempat tersebut dan memfagosit bakteri namun tidak membunuh organisme tersebut.Sesudah hari-hari pertama, leukosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi, dan timbul pneumonia akut. Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada sisa yang tertinggal, atau proses dapat berjalan terus dan bakteri terus difagosit atau berkembang biak dalam sel. Basil juga menyebar melalui saluran getah bening menuju ke kelenjar gentah bening regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian besar bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid, yang dikelilingi oleh limfosit. Reaksi ini biasanya membutuhkan waktu 10-20 hari(Price, 2012).

(7)

Lesi primer paru disebut focus ghon dan gabungan terserangnya kelenjar getah bening regional dan lesi primer disebut kompleks ghon. Kompleks ghon yang mengalami perkapuran ini dapat dilihat pada orang sehat yang kebetulan menjalani pemeriksaan radiogram rutin. Namun kebanyakan infeksi tuberculosis paru tidak terlihat secara klinis atau dengan radiografi (Price, 2012).

Respon lain yang dapat terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan, yaitu bahan cair lepas kedalam bronkus yang berhubungan dan menimbulkan kavitas. Bahan tubercular yang dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk kedalam percabangan trakeobronkhial. Proses ini dapat berulang kembali dibagian lain diparu, atau basil dapat terbawa sampai kelaring, telinga tengah atau usus (Price, 2012).

(8)
(9)

E. Komplikasi

Penyakit Tuberculosis bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan komplikasi. Komplikasi tersebut terbagi atas :

1. Komplikasi dini

a. Pleurtis

b. Efusi pleura

c. Emfisema

d. Laringitis

2. Komplikasi lanjut

a. Obstruksi jalan napas

(10)

d. Karsinoma paru

e. Sindrom gagal napas

(Ardiansyah, 2012)

F. Penatalaksanaan

1. Medis

a. Isoniazid

Adalah obat anti tuberculosis yang sangat efektif saat ini, bersifat bakterisid dan sangat efektif terhadap kuman dalam keadaan metabolik aktif (kuman yang sedang berkembang), dan bersifat bakteriostatik terhadap kuman yang diam. Obat ini efektif pada intrasel dan ekstrasel kuman, dapat berdifusi kedalam seluruh jaringan dan cairan tubuh termasuk CSS, cairan pleura, cairan asites, jaringan kaseosa, dan memiliki angka reaksi simpang yang sangat rendah. Isonozaid diberikan secara oral. Dosis harian yang biasa diberikan adalah 5-15mg/KgBB/hari, maksimal 300mg/hari, dan dalam bentuk sirup 100mg/5 ml.

(11)

terjadi. Efek samping yang jarang terjadi antara lain adalah pellagra, anemia hemolitik.

b. Rifampisin

Rifampisin bersifat bakterisid pada intrasel dan ekstrasel, dapat memasuki semua jaringan, dan dapat membunuh kuman semidorman yang tidak dapat dibunuh oleh isonozaid.Rifampisin diabsorbsi dengan baik melalui sister gastrointestinal pada saat perut kosong.Rifampisin diberikan dalam bentuk oral dengan dosis 10-20mg/KgBB/hari, dengan dosis satu kali pemberian dalam 1 hari.Jika diberikan bersamaan dengan isonozaid, dosis rifampisin tidak melebihi 15mg/KgBB/hari.

Efek samping rifampisin lebih sering terjadi dari pada isonoziad. Efek yang kurang menyenangkan bagi pasien adalah perubahan warna urine, ludah, keringat, sputum, dan air mata, menjadi warna oranye kemerahan.Selain itu, efek samping rifampisin adalah gangguan gastrointestinal (muntah dan mual), dan hepatotoksik (ikterus/hepatitis). Rifampisin juga dapat dapat menyababkan tromositopenia, dan menyebabkan kontrasepsi oral menjadi tidak efektif.

(12)

Pirazinamid adalah derivate dari nikotinamid, berpenetrasi baik pada jaringan dan cairan tubuh dan diabsorbsi dengan baik pada saluran pencernaan.Pemberian pirazinamid secara oral sesuai dosis 15-30 mg/KKgBB/hari dengan dosis maksimal 2 gram/hari. Penggunaan pirazinamid aman bagi anak.

d. Etambutol

Etambutol jarang diberikan pada anak karena potensi toksisitasnya pada mata. Obat ini memiliki aktivitas bakteriostatik tetapi dapat bersifat bakterisid, jika diberikan dengan dosis tinggi dengan terapi intermiten.Rekomendasi WHO yang terakhir mengenai pelaksanaan Tubercuosis anak, etambutol dianjurkan pengguanaan nya pada anak dengan dosis 15-25mg/KgBB/hari.Etambutol dapat diberikan pada anak dengan TB berat dan kecurigaan TB resisten-obat jika obat lainnya tidak tersedia atau tidak dapat digunakan.

e. Streptomisin

(13)

fase intensif meningitis TB. Streptomisin diberikan secara intramuscular dengan dosis 15-40 mg/KgBB/hari, maksimal 1 gram/hari.

Streptomisin sangat baik melewati selaput otak yang meradang, tetapi tidak dapat melewati selaput otak yang tidak meradang. Streptomisin berdifusi dengan baik pada jaringan dan cairan pleura, dan diekskresi melalui ginjal. Streptomisin dapat menembus plasenta, sehinnga perlu berhati-hati dalam menentukan dosis pada wanita hamil karena dapat merusak saraf pendengaran janin.Toksisitas utama streptomisin trejadi pada nervus kranial VIII yang mengganggu keseimbangan dan pendengaran, dengan gejala berupa telinga berdengung dan pusing.

(Raharjo, 2008)

Tablet obat anti tuberculosis pada anak

Nama obat Dosis harian

(14)

Berat badan (KG) 2 bulan tiap hari

RHZ (75/150/150 mg) 4 bulan tiap hariRH (75/50 mg)

5-9 1 tablet 1 tablet

10-14 2 tablet 2 tablet

15-19 3 tablet 3 tablet

20-32 4 tablet 4 tablet

a. Bila BB≥ 33 kg dosis disesuaikan denga table pertama (perhatikan dosis maksimal

b. Bila BB≤ 5 kg sebaiknya dirujuk ke rumah sakit c. Obat tiak boleh diberikn dengan dosis tablet

d. OAT KDT dapat diberikan dengan cara ditelan secara utuh atau digerus sesaat sebelum minum

Dosis OAT kombipak untuk anak

Jenis obat BB < 10 kg BB10-19 kg BB 20-32 kg

Isoniasid 50 mg 100 mg 200 mg

Rifampisin 75 mg 150 mg 300 mg

pirasinamid 150 mg 300 mg 600 mg

2. Perawatan

a. Anjurkan untuk istirahat sering dan hindari aktivitas berlebihan.

b. Berikan suplemen oksigen sesuai ketentuan

1) Lakukan tindakan-tindakan pencegahan infeksi:

(15)

2) Beri tahu semua staf dan pengujung agar menggunakan masker jika melakukan kontak dengan pasien.

c. Ajarkan pasien tindakan-tindakan untuk mengendalalikan penyebaran infeksi melalui sekret.

d. Tekankan pentingnya makan makanan yang mengandung gizi untuk meningkatkan penyembuhan dan memperbaiki pertahanan tubuh terhadap infeksi.

e. Berikan makanan sedikit tapi sering dan suplemen cairan selam periode simtomatik.

f. Motivasi untuk patuh terhadap pengobatan tindak lanjut.

(Nettina, 2002)

G. Pemeriksaan penunjang

1. Uji tuberculin

(16)

Secara umum, hasil uji tuberculin dengan diameter indurasi ≥10mm dinyatakan positif tanpa menghiraukan penyebabnya. Hasil positif ini sebagian besar disebabkan oleh infeksi TB alamiah, tetapi masih mungkin disebabkan oleh imunisasi Bacille Calmette-Guerin(BCG), atau infeksi M. Atipik.Bacille Calmette-Guerin yang merupakan infeksi TB buatan.

Pada anak balita yang telah mendapat BCG, diameter indurasi 10-14mm dinyatakan tuberculin positif, kemungkinan besar karena infeksi TB alamiah, tetapi masih mungkin disebabkan oleh BCG nya. Akan tetapi, bila ukuran indurasi ≥ 15 mm, hasil positif ini sangat mungkin karena infeksi TB alamiah.Jika membaca hasil tuberculin pada anak berusia lebih dari 5 tahun, factor BCG dapat diabaikan.

Uji tuberculin negatif dapat dijumpai pada tiga keadaan yaitu tidak ada infeksi TB, dalam masa inkubasi infeksi TB, anergi.Anergi merupakan keadaan dimana penekanan system imun oleh berbagai keadaan, sehingga tubuh tidak memberikan reaksi terhadap tuberculin.

2. Uji interferon

(17)

darah dengan Early Sacretory Antigenic Target-6(ESAT-6) dan Cultur Filtrate Protein-10.Kedua adalah pemeriksaan Enzyme- Linked Immuno Spot. Prinsip yang digunakan adalah merangsang limfosit T dengan antigen tertentu, diantaranya dengan antigen dari kuman TB.

3. Radiologi

Secara umum, gambaran radiologis yang sugestif TB adalah sebagai berikut

a. Pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal dengan/tanpa infiltrate.

b. Konsolidasi segmen/lobar.

c. Milier

d. Kalsifikasi dengan infiltrat.

e. Atelektasis.

f. Kavitas.

g. Efusi pleura.

h. Tuberculoma.

(18)

Beberapa pemeriksaan serologi yang ada diantaranya adalah PAP TB, Mycodot, Immuno chromatographic test (ICT), dan lain-lain.Akan tetapi, hingga saat ini belum ada satupun pemeriksaan serologis yang dapat memenuhi harapan.Semua pemeriksaan tersebut umumnya masih dalam taraf penelitian namun belum untuk pemakaian klinis praktis.

5. Mikrobiologi

Pemeriksaan mikrobiologi yang dilakukan terdiri dari tiga macam, yaitu pemeriksaan mikroskopis asupan langsung untuk menemukan BTA, pemeriksaan biakan kuman M. tuberculosis dan pemeriksaan PCR.

Pemeriksaan diatas sulit dilakukan untuk anak karena sulitnya mendapatkan specimen berupa sputum.Sebagai gantinya, dilakukan pemeriksaan bilas lambung 3 hari berturut-turut, minimal 2 hari.

(Raharjo,2008)

(19)

Proses keperawatan adalah suatu metode identifikasi masalah dan pemecahan masalah yang menggambarkan apa yang sebenannya dilakukan perawat. Model lima-langkah yang diterima sebagai proses keperawatan adalah : pengkajian, diagnosa, perencanaan implementasi dan evaluasi.

1. Pengkajian

Pada dasarnya, tujuan pengkajian adalah mengumpulkan data objektif dan subjektif dari klien.Adapun data yang terkumpul mencakup informasi klien, keluarga, masyarakat, lingkungan, atau budaya. Hal-hal yang perlu diperhatikan selama pengkajian adalah sebagai berikut :

a. Memahami secara keseluruhan situasi yang sedang dihadapi oleh klien dengan cara memperhatikan kondisi fisik, psikologi, emosi, sosiokultural, dan spiritual yang bisa mempengaruhi status kesehatannya.

b. Mengumpulkan semua infomasi yang bersangkutan dengan masa lalu dan saat ini, bahkan sesuatu yang berpotensi menjadi masalah bagi klien, guna membuat suatu basis data yang lengkap. Data yang terkumpul berasal dari perawat dan klien selama berinteraksi serta sumber yang lain.

(20)

d. Sumber informasi sekunder meliputi anggota keluarga, orang yang berperan penting, dan catatan kesehatan klien.

(Deswani, 2009)

Adapun metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah sebagai berikut :

a. Melakukan wawancara

b. Riwayat kesehatan/keperawatan c. Pemeriksaan fisik

d. Mengumpulkan data penunjang hasil pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan diagnostik, serta catatan kesehatan (rekam medik)

(Deswani, 2009).

Menurut Doenges (2012), pengkajian pada kasus TB paru adalah sebagai berikut a. Aktivitas/istirahat

Gejala : Kelelahan umum dan kelemahan, nafas pendek karena kerja, kesulitan tidur pada malam hari atau demam malam hari, menggigil dan/berkeringat, mimpi buruk.

Tanda : Takikardia, takipnea/dispnea pada kerja, kelelahan otot, nyeri, dan sesak (tahap lanjut).

(21)

Gejala : Adanya/faktor stres lama, masalah keuangan, rumah, perasaan tak berdaya/tak ada harapan.

Tanda : Menyangkal (khususnya selama tahap dini), ansietas, ketakutan, mudah terangsang.

c. Makanan/cairan

Gejala : Kehilangan nafsu makan, tidak dapat mencerna, penurunan berat badan.

Tanda : Turgor kulit buruk, kering/kulit bersisik, kehilangan otot/hilang lemak subkutan.

d. Nyeri/kenyamanan

Gejala : Nyeri dada meningkat karena batuk berulang.

Tanda : Berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi, gelisah.

(22)

Gejala : Batuk produktif atau tak produktif, napas pendek, riwayat tuberkulosis/terpajan pada individu terinfeksi.

Tanda : Peningkatan frekuensi pernapasan (penyakit luas atau fibrosis parenkim paru dan pleural), perkusi pekak dan penurunan vermitus (cairan atau penebalan pleural), bunyi napas : menurun/tak ada, krekels tercatat di atas apeks paru selama inspirasi cepat setelah batuk pendek (krekels posttussic), karakteristik sputum: hijau/purulent, mukoid/kuning, atau bercak darah, deviasi trakeal (penyebaran bronkogenik).

f. Keamanan

Gejala : Adanya kondisi penekanan imun, contoh AIDS, kanker, tes HIV postif.

Tanda : Demam rendah atau sakit panas akut.

g. Interaksi sosial

Gejala : Perasaan asolasi/penolakan karena penyakit menular, perubahan pola biasa dalam tanggung jawab atau perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran.

(23)

Gejala : Riwayat keluarga TB, ketidak mampuan umum/status kesehatan buruk, gagal untuk membaik/kambuhnya TB, tidak berpartisipasi dalam terapi.

Rencana pemulangan : memerlukan bantuan dalam terapi obat dan perawatan diri serta pemeliharaan/perawatan rumah.

2. Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah proses menganalisis data subjektif dan objektif yang telah diperoleh pada tahap pengkajian untuk menegakan diagnosa keperawatan. Diagnosa keperawatan melibatkan proses berpikir kompleks tentang data yang dikumpulkan dari klien, keluarga, rekam medis, dan pemberi pelayanan kesehatan yang lain (Deswani, 2009).

Diagnosa keperawatan adalah cara mengidentifikasi, memfokuskan dan mengatasi kebutuhan spesifik pasien serta respon terhadap masalah aktual dan resiko tinggi (Doenges, 2012).

(24)

Peraturan dalam menulis diagnosa keperawatan (Rusmiati, 2010) adalah sebagai berikut :

a. Diagnosa aktual

Komponen diagnosa aktual terdiri dari tiga bagian yaitu:

PES (Problem + Etiologi + Tanda dan gejala) atau PRS (Problem + faktor yang berhubungan + tanda dan gejala)

Contoh :

Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi yang kurang berhubungan dengan intake yang tidak adekuat yang ditandai dengan klien mengatakan tidak nafsu makan, porsi yang disiapkan tidak habis.

b. Diagnosa resiko

Komponen diagnosa resiko terdiri dari dua bagian yaitu:

PE (Problem + Etiologi) atau PR (Problem + Faktor yang berhubungan)

c. Diagnosa kemungkinan

Komponen diagnosa kemungkinan terdiri dari dua bagian yaitu :

(25)

Contoh :

Kemungkinan konstipasi b/d bed rest.

d. Diagnosa sindrom

Komponen diagnosa sindrom terdiri dari satu bagian yaitu :

P (problem)

Contoh :

Kurang perawatan diri : makan.

e. Diagnosa sejahtera

Komponen diagnosa sindrom terdiri dari satu atau dua bagian yaitu :

P (probelm) atau PE (Problem + Etiologi)

Contoh :

(26)

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada kasus Tuberculosis yaitu :

a. Infeksi, resiko, (penyebaran/aktivitas ulang) berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat, penurunan kerja silia/statis sekret.

b. Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekret kental, kelemahan, upaya batuk buruk.

c. Kerusakan pertukaran gas, resiko tinggi berhubungan dengan penurunan permukaan efektif paru, atelektasis, kerusakan membrane alveolar-kapiler.

d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kelemahan, sering batuk/produksi sputum; dispnea.

e. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi, aturan tindakan, dan pencegahan.

3. Rencana Keperawatan

(27)

Dalam intervensi terdapat kriteria hasil. Berikut ini adalah prinsip-prinsip yang digunakan dalam membuat kriteria hasil :

a. Berorientasi pada klien

b. Mempunyai makna tunggal

Setiap pernyataan kriteria hasil harus bersifat spesifik dan hanya memiliki satu makna.

c. Dapat diukur

d. Mempunyai batasan waktu

e. Saling menguntungkan

f. Realistis dan dapat dicapai

Intervensi keperawatan adalah preskripsi untuk perilaku spesifik yang diharapkan dari klien dan/atau tindakan yang harus dilakukan oleh perawat.Tindakan/intervensi keperawatan dipilih untuk membantu klien dalam mencapai hasil klien yang diharapkan dan tujuan pemulangan (Doenges, 2012).

(28)

Tujuan :

 Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan resiko penyebaran infeksi.

 Menunjukan teknik/melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang aman.

Intervensi

1) Kaji patologi penyakit (aktif/fase tak aktif; diseminasi infeksi melalui bronkus untuk membatasi jaringan atau melalui aliran darah/sistem limfatik) dan potensial penyebaran infeksi melalui droplet udara selama batuk, bersin, meludah, bicara, tertawa, menyanyi.

Rasional : membantu pasien menyadari/menerima perlunya mematuhi program pengobatan untuk mencagah pengaktifan berulang/komplikasi. Pemahaman bagaiman penyakit disebarkan dan kesadaran kemungkinan transmisi membantu pasien/orang terdekat untuk mengambil langkah untuk mencegah infeksi ke orang lain.

(29)

Rasional : orang-orang yang terpajan ini perlu program terapi obat untuk mencegah penyebaran/terjadinya infeksi.

3) Anjurkan pasien untuk batuk/bersin dan mengeluarkan pada tisu dan menghindari meludah. Kaji pembuangan tisu sekali pakai dan teknik mencuci tangan yang tepat. Dorong untuk mengulangi demonstrasi.

Rasional : perilaku yang diperlukan untuk mencegah penyabaran infeksi.

4) Awasi suhu sesuai indikasi

Rasional : reaksi demam indikator adanya infeksi lanjut.

5) Tekankan pentingnya untuk tidak menghentikan terapi obat.

Rasional : periode singkat berakhir 2-3 hari setelah kemoterapi awal, tetapi pada adanya rongga atau penyakit luas sedang, resiko penyebaran infeksi dapat berlanjut sampai 3 bulan.

b. Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekret kental, kelemahan, upaya batuk buruk.

(30)

 Mengeluarkan sekret tanpa bantuan

Intervensi :

1) Kaji fungsi pernapsan, bunti napas, kecepatan, irama dan kedalama dan penggunaan otot aksesor.

Rasional : penurunan bunyi napas dapat menunjukan atelataksis, ronki, mengi menunjukan akumulasi sekret/ketidakmampuan membersihkan jalan napas yang dapat menimbulkan penggunaan otot aksesori pernapasan dan peningkatan kerja pernapasan.

2) Catat kemampuan untuk mengeluarkan mukosa/batuk efektif; catat karakter, jumlah sputum, adanya hemoptisis.

Rasional : pengeluaran sulit bila sekret tebal. Sputum berdarah kental atau darah cerah diakibatkan oleh kerusakan paru atau luka bronkhial dan dapat memerlukan evaluasi/intervensi lanjut.

3) Berikan pasien posisi semi atau fowler tinggi. Bantu pasien untuk batuk dan latihan napas dalam.

(31)

area ateletaksis dan meningkatkan gerakan sekret kedalam jalan napas besar untuk dikeluarkan.

4) Pertahankan masukan cairan sedikitnya 2500 ml/hari kecuali kontra indikasi.

Rasional : pemasukan tinggi cairan membantu untuk mengencerkan sekret, membuatnya mudah dikeluarkan.

5) Kolaborasi : berikan obat-obatan sesuai indikasi.

Rasional : agen mukolitik menurunkan kekentalan dan perlengketan sekret paru untuk memudahkan pembersihan.

c. Kerusakan pertukaran gas, resiko tinggi berhubungan dengan penurunan permukaan efektif paru, atelektasis, kerusakan membrane alveolar-kapiler.

Tujuan :

 Melaporkan tak adanya/penurunan dispnea.

 Bebas dari gejala distress pernapasan.

Intervensi :

(32)

Rasional : TB paru menyebabkan efek luas pada paru dari bagian kecil bronkopneumonia sampai inflamasi difus luas, nekrosis, effusi pleura, dan fibrosis luas. Efek pernapasan dapat dari ringan sampai dispnea berat sampai distress pernapasan.

2) Evaluasi perubahan pada tingkat kesadaran. Catat sianosis dan/atau perubahan pada warna kulit, termasuk membrane mukosa dan kuku.

Rasional : akumulasi sekret/pengaruh jalan napas dapat mengganggu oksigenasi organ vital dan jaringan.

3) Tunjukan/dorong bernapas bibir selama ekshalasi, khusunya untuk pasien dengan fibrosis atau kerusakan parenkim paru.

Rasional : membuat tahan melawan udara luar, untuk mencegah kolaps/penyempitan jalan napas, sehingga membantu menyebarkan udara melalui paru dan menghilangkan/menurunkan napas pendek.

4) Tingkatkan tirah baring/batasi aktivitas dan bantu aktivitas perawatan diri sesuai dengan keperluan.

Rasional : menurunkan konsumsi oksigen/kebutuhan selama periode penurunan pernapasan dapat menurunkan beratnya gejala.

(33)

Rasional : penurunan kandungan oksigen (PaO2) dan/atau saturasi atau

peningkatan PaCO2 menunjukan kebutuhan untuk

intervensi/perubahan program terapi.

d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kelemahan, sering batuk/produksi sputum; dispnea.

Tujuan :

 Menunjukan berat badan meningkat mencapai tujuan.

 Melakukan perubahan pola hidup untuk meningktkan berat badan yang tepat.

Intervensi

1) Catat status nutrisi pasien pada penerimaan, catat turgor kulit, berat badan dan derajat kekurangan berat badan, intgritas mukosa oral, kempuan/ketidakmampuan menelan, adanya tonus usus, riwayat mual/muntah atau diare.

Rasional : berguna dalam menginditifikasi derajat/luasnya masalah dan pilihan intervensi yang tepat.

(34)

Rasional : membantu dalam mengidentifikasi kebutuhan/kekuatan khusus. Pertimbangan kinginan individu dapat memperbaiki masukan diet.

3) Awasi masukan/pengeluaran dan berat badan secara periodik.

Rasional : berguna dalam mengukur keeektifan nutrisi dan dukungan cairan.

4) Dorong dan berikan periode istirahat sering.

Rasional : membantu menghemat energi khususnya bila kebutuhan metabolik meningkat saat demam.

5) Dorong orang terdekat untuk membawa makanan dari rumah dan untuk membagi dengan pasien kecuali kontraindikasi.

Rasional : membantu lingkungan sosial lebuh normal selama makan dan membantu memenuhi kebutuhan personal dan kultural.

6) Kolaborasi : rujuk ke ahli diet untuk menentukan komposisi diet.

(35)

e. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi, aturan tindakan, dan pencegahan.

Tujuan :

 Menyatakan pemahaman proses penyakit/prognosis dan kebutuhan pengobatan.

Intervensi

1) Kaji kemampuan pasien untuk belajar, contoh tingkat takut, masalah, kelemahan, tingkat partisipasi, lingkungan terbaik dimana pasien dapat belajar.

Rasional : belajar tergantung pada emosi dan kesiapan fisik dan tingkat pada tahapan individu.

2) Idetifikasi gejala yang harus dilaporkan ke perawat.

Rasional : dapat menunjukan kemampuan atau pengaktifan ulang penyakit atau efek obat yanag memerlukan evaluasi lanjut.

(36)

Rasional : informasi tertulis menurunkan hambatan pasien utnuk mengingat sejumlah besar informasi. Pengulangan menguatkan belajar.

4) Jelaskan dosis obat, frekuensi pemberian, kerja yang diharapkan, dan alasan pengobatan lama. Kaji potensial interaksi dengan obat/substansi lain.

Rasional : meningkatkan kerjasama dalam program pengobatan dan mencegah penghentian obat sesuai perbaikan kondisi pasien.

4. Implementasi

Implementasi adalah tahap ketika perawat mengaplikasikan rencana asuhan keperawatan ke dalam bentuk intervensi keperawatan guna membantu klien mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Asmadi, 2008).

5. Evaluasi

(37)

asuhan keperawatan, respon klien yang normal terhadap tindakan keperawatan, dan pengetahuan tentang, konsep keperawatan (Deswani, 2011).

Adapun tujuan melakukan pencatatan hasil evaluasi adalah sebagai berikut:

a. Menilai pencapaian kriteria hasil dan tujuan.

b. Mengidentifikasi variabel-variabel yang mempengaruhi pencapaian tujuan.

c. Membuat keputusan apakah rencana asuhan keperawatan diteruskan atau dihentikan.

d. Melanjutkan, memodifikasi, atau mengakhiri rencana.

Evaluasi dibagi menjadi 2 jenis yaitu sebagai berikut : a. Evaluasi formatif

(38)

Menggambarkan rekapitulasi dari observasi dan analisis status kesehatan klien dalam satu periode.Evaluasi sumatif menjelaskan perkembangan kondisi dengan menilai apakah hasil yang diharapkan telah dicapai.

Berikut ini tipe-tipe evaluasi yang dilakukan dalam suatu proses keperawatan:

a. Evalusi tujuan

Fokus pada hasil, tujuan keperawatan (mana tujuan yang tercapai), dan tingkat kepuasan klien terhadap asuhan keperawatan yang diberikan.

b. Evaluasi proses

Fokus pada bagaimana proses asuhan keperawatan diberikan. Apakah pengkajian dengan baik, apakah intervensi dilakukan secara konsisten, dan apakah tujuan telah dicapai.

c. Evaluasi struktur

Fokus pada persiapan lingkungan dimana asuhan keperawatan diberikan (peralatan, lingkungan, pola staf, dan komunikasi).

(39)

b. Mengeluarkan secret tanpa bantuan

c. Menunjukan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan napas

d. Melaporkan tidak adanya/penurunan dispnea

e. Bebas dari gejala distress pernapasan

f. Menunjukan berat badan meningkat

g. Memperbaiki pola hidup

h. Menyatakan pemahaman proses penyakit

i. Melakukan perubahan untuk menurunkan resiko pengaktifan ulang TB Metode-metode penulisan hasil evaluasi sebagai berikut :

a. SOAP

(40)

O= objektif: data objektif terdiri atas informasi yang dapat diamati atau diukur. Misalnya, hasil pemeriksaan fisik, hasil laboratorium, observasi, atau hasil pemeriksaan radiologi.

A= assessment: tenaga kesehatan yang menulis catatan SOAP menggunakan data subjekif dan objektif serta merumuskan kesimpulan. Pengkajian merupakan penafsiran tentang kondisi klien dan tingkat perkembangan.

P= planning: perencanaan bergantung pada pengkajian situasi yang dilakukan oleh tenaga kesehatan. Rencana dapat meliputi instuksi khusus untuk mengatasi masalah klien, pengumpulan data tambahan tentang masalah klien, pendidikan bagi individu atau keluarga, dan tujuan asuhan. Rencana yang terdapat dalam catatan SOAP dibandingkan dengan rencana yang ada pada catatan terdahulu, kemudian dibuat revisi, memodifikasi, atau meneruskan usulan tindakan yang lalu

(41)

sudah dikembangkan menuju kearah implementasi dan evaluasi (Zaidin, 2010).

c. SOAPIER

S= subjektif : pernyataan atau keluhan pasien yang relevan.

O= objektif : data yang di observasi yang relevan dengan diagnosa keperawatan yang dievaluasi lalu bandingkan dengan kriteria hasil yang diharapkan.

A= analisis : kesimpulan berdasarkan data objektif dan atau subjektif.

P= planning : apa yang dilakukan tarhadap masalah.

I= implementation : bagaimana dilakukan.

E= evaluation : respon pasien terhadap tindakan keperawatan.

R= revised: apakah rencana keperawatan akan diubah.

(42)

D(data)= berisi tentang data subjekif dan objektif yang mendukung dokumentasi focus.

A(action)=merupakan tindakan keperawatan yang segera atau yang akan dilakukan berdasarkan pengkajian/evaluasi keadaan klien. R(response)= menyediakan keadaan respon klien terhadap tindakan medis

atau keperawatan.

6. Dokumentasi

Dokumentasi adalah sesuatu yang ditulis atau dicetak, kemudian diandalkan sebagai catatan bukti bagi orang yang berwenang, dan merupakan bagian dari praktik professional. Fungsi dari dokumentasi adalah sebagai berikut :

a. Penunjang pelaksanaan mutu asuhan keperawatan.

b. Sebagai bukti akuntabilitas tentang apa yang telah dilakukan oleh seorang perawat kepada pasiennya.

c. Bukti secara professional, legal, dan dapat dipertanggung jawabkan.

Referensi

Dokumen terkait

Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang

Terhadap syarat-syarat ini, al-Farabi tidak menunujukkan keberatannya, akan tetapi ia menekankan suatu syarat lain yang dianggapnya lebih penting dari semua itu ialah

Hasil dari audit IS adalah tersusunnya dokumen laporan audit yang terkait pada keamanan teknologi informasi yang digunakan di ling- kungan organisasi tersebut.. 1.2

Cara menghitung tingkat kontribusi pajak hotel terhadap Pendapatan Asli Daerah adalah membandingkan tingkat realisasi pajak hotel dengan realisasi Pendapatan Asli Daerah, berikut

Sedangkan pada metode Alkalimetri digunakan Oksalat sebagai larutan baku primer, dan NaOH sebahai larutan baku sekunder untuk menentukan konsentrasi dari HCl yaitu

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh manajemen persediaan terhadap kinerja perusahaan dan menguji pengaruh strategi bersaing terhadap hubungan antara

Diplomasi kebudayaan merupakan salah satu cara pelaksanaan diplomasi dengan menggunakan pendekatan kebudayaan, yang antara lain berarti mencoba untuk meningkatkan

Karena harga merupakan faktor yang sangat berpengaruh dalam kepuasan anggota sebagi pelanggan dan menjadi alasan untuk menentukan dimana ia akan membeli barang kebutuhannya,