• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kerjasama Militer Vietnam Amerika Seri

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Kerjasama Militer Vietnam Amerika Seri"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

Kerjasama Militer Vietnam Dengan Amerika Serikat Dalam

Konflik Klaim Laut Cina Selatan Tahun 2010-2014

OUTLINE SKRIPSI

Disusun Oleh :

Inne Rapa Napoh (151090085)

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

PROGRAM STUDI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” YOGYAKARTA

(2)

Kerjasama Militer Vietnam dengan Amerika Serikat dalam Konflik

Klaim Laut Cina Selatan tahun 2010-2014

A. Alasan Pemilihan Judul

Vietnam dan Amerika Serikat memiliki latar belakang kerjasama militer yang

menarik bila dikaji lebih jauh. Hal ini terkait dengan dinamika hubungan kedua negara

yang selalu mengalami perubahan. Perubahan ini diperlihatkan dengan pasang surut

hubungan keduan negara dari yang buruk kemudian terakhir membaik kembali.

Hubungan kedua negara dalam level military to military di antara kedua negara mulai

terjalin di tahun 2010.

Sejak tahun 1995 kedua negara mulai membina normalisasi hubungan diplomatik

setelah sempat mengalami perseteruan, khususnya sejak masalah perang Vietnam.

Sebagai lanjutan hubungan baik ini adalah terselenggarnya rangkaian kerjasama militer

yang melibatkan kedua negara. Puncak dari kerjasama militer yang telah terjalin di

antara kedua negara selama ini adalah terselenggaranya kunjungan kapal militer

Amerika Serikat USS McCain ke Vietnam pada tahun 2010 yang disertai dengan

serangkaian kegiatan bagi angkatan laut Amerika Serikat dan Vietnam adalah awal dari

kerjasama militer tersebut. 1

Kerjasama militer ini yang kemudian menjadi salah satu poin penting dari usaha

kedua negara menghadapi hegemoni Cina di dunia khususnya di kawasan Asia Tenggara

yang dianggap dapat mengganggu kestabilan kawasan. Vietnam dan Amerika Serikat

memandang bahwa harus ada distribusi kekuatan dalam rangka mengimbangi kekuatan

Cina dan aliansinya. Oleh karena itu, kedua negara merasa perlu untuk mengadakan

1Simon Sheldon, “U.S.-Southeast Asia Relations: Growing Enmeshment in Regional Affairs”,

Center for Strategic and International Security, 2010, hal. 12,

(3)

kerjasama militer ini. Distribusi kapabilitas yang diusahakan kedua negara diharapkan

dapat mewujudkan sistem keamanan internasional kawasan yang lebih adil dan

seimbang.

Sehubungan dengan hal tersebut, penulis tertarik untuk mengkaji langkah-langkah

yang ditempuh Vietnam dalam mengambil kebijakan membentuk kerjasama militer

dengan Amerika Serikat dalam Konflik Klaim LCS pada tahun 2010-2014. Serta

potensi apa saja yang mendukung Vietnam dalam membendung kekuatan Cina dalam

konflik LCS. Hingga kini, konflik tersebut belum mencapai penyelesaian yang jelas.

Terkait dengan agresifitas Cina yang semakin meningkat.

B. Latar Belakang Masalah

Perkembangan konflik klaim wilayah teritori di Laut Cina Selatan yang melibatkan

6 negara (Negara-negara pengklaim) yaitu 4 negara anggota ASEAN (Malaysia,

Philipina, Vietnam, Brunei) dengan Cina dan Taiwan sejak tahun 1974 hingga kini.

Menurut argumen masing-masing Negara yang menyatakan bahwa sebagian wilayah

Laut Cina Selatan adalah wilayah kedaulatan mereka tersebut menimbulkan konflik

yang terus menghantui hingga kini. Apabila konflik LCS terus berlanjut, maka tidak

menutup kemungkinan bahwa akan terjadi konflik terbuka yang melibatkan kekuatan

militer.

Kedua negara super power yaitu Cina dan Amerika Serikat sedang bersaing dalam

memperebutkan pengaruh dan kekuasaan terbesar dalam dunia global. Cina tentunya

telah menyadari apabila terlibat perang dengan salah satu negara Pengklaim lainnya

(4)

Cina lebih memilih untuk tidak menghadapi salah satu anggota Negara Pengklaim

dalam konflik LCS dengan gegabah. Hal ini semakin didukung dengan adanya

kunjungan Menteri Luar Negeri AS, John Kerry ke Vietnam dan Filipina pada tanggal

14 Desember 2013, membawa kerjasama militer bagi ketiga Negara. Amerika Serikat

berjanji akan memberikan bantuan bagi Vietnam dan Filipina dalam kunjungan

tersebut.2

Kemungkinan kebijakan yang akan diambil Cina untuk konflik LCS adalah

mengedepankan kepentingan ekonominya. Terkait dengan konflik yang terjadi di

kawasan LCS yang melibatkan beberapa negara, salah satunya adalah Vietnam yang

dengan frontal dan tegas menentang pengaruh tindakan Cina yang agresif di kawasan

LCS. Maka Vietnam memutuskan untuk mengambil beberapa kebijakan untuk

membendung pengaruh Cina. Tentunya kebijakan tersebut berdasarkan perhitungan

efisien akan besarnya kepentingan Vietnam di kawasan LCS.

Kawasan Asia Pasifik mulai waspada dengan memanasnya konflik di kawasan

LCS. Pengaruh Cina yang besar dan tindakannya yang agresif telah menyulut api

konflik khususnya dalam bidang militer. Konflik militer skala kecil sering terjadi

khususnya dengan adanya tentangan keras dari Filipina dan Vietnam terhadap tindakan

Cina yang agresif di kawasan LCS. Sengketa teritorial di Laut Cina Selatan ini diawali

oleh klaim Cina atas Kepulauan Spratly dan Paracel pada tahun 1974 dan 1992.3 Hal ini

dipicu oleh Cina pertama kali mengeluarkan peta mamasukkan kepulauan Spratly,

Paracels dan Pratas. Pada tahun yang sama Cina mempertahankan keberadaan militer di

2“AS janjikan bantuan militer bagi Vietnam dan Filipina”,

http://www.dw.de/as-janjikan-bantuan-militer-bagi-vietnam-dan-filipina/a-17302649. Diakses 5 Maret 2014

(5)

kepulauan tersebut.4 Tentu saja klaim tersebut segera mendapat respon negara-negara

yang perbatasannya bersinggungan di Laut Cina Selatan, utamanya negara anggota

ASEAN (Association of Southeast Asian Nations). Adapun negara-negara tersebut,

antara lain Vietnam, Brunei Darussalam, Filipina, dan Malaysia.5

Di Laut Cina Selatan terdapat empat kepulauan, dan karang yaitu: Paracel, Spratly,

Pratas, dan kepulauan Maccalesfield. Meskipun sengketa teritorial di Laut Cina Selatan

tidak terbatas pada kedua gugusan kepulauan Spratly dan Paracel, (seperti perselisihan

mengenai Pulau Phu Quac di Teluk Thailand antara Kamboja dan Vietnam), namun

klaim multilateral Spratly dan Paracel lebih menonjol karena intensitas konfliknya.

Sejak klaim Cina atas kepulauan di Laut Cina Selatan pada tahun 1974, Cina

menganggap Laut Cina Selatan sebagai wilayah kedaulatan lautnya. Pada tahun 1974

ketika Cina menginvasi kepulauan Paracel (yang diklaim Vietnam). Pada tahun 1979,

Cina dan Vietnam berperang sengit di perbatasan dan angkatan laut kedua negara

bentrok di tahun 1988 yang menelan korban tenggelamnya kapal Vietnam.6

Pada tahun 1992, 1995, dan 1997, bersamaan dengan Filipina, Vietnam

mengganggap Kepulauan Spartly dan Paracel adalah bagian dari wilayah

kedaulatannya. Adanya konfrontasi Cina-Vietnam ketika terjadi eksplorasi minyak

dalam wilayah perairan International tahun 1994. Konflik terus meningkat di kawasan

Laut Cina Selatan. Seperti yang kita ketahui, kawasan LCS merupakan primadona bagi

beberapa negara karena kawasan tersebut memiliki aspek strategis yang bisa

mempengaruhi baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap kepentingan suatu

4Ibid, hal. 32

5 David Arase“China’s Militant Tactics in the South China Sea”, East Asia Forum,

http://www.eastasiaforum.org/2011/06/29/china-s-militant-tactics-in-the-south-china-sea, diakses tanggal 5 Maret 2014

(6)

negara atau kawasan tertentu dari negara pengklaim.7 Hingga kini kawasan Laut Cina

Selatan terus melahirkan konflik yang terus memakan korban diantara Vietnam dan

Cina dimana kedua negara tersebut hingga kini belum bisa berdamai dan mencapai titik

temu dalam permasalahan wilayah teritorial. Kedua negara merasa memiliki hak dalam

klaim kawasan Laut Cina Selatan namun agresifitas militer yang ditingkatkan Cina

dalam konflik tersebut membuat Vietnam semakin merasa terancam dan berupaya

mencari jalan keluar dan membentuk kerjasama militer dengan Amerika Serikat yang

juga memiliki kepentingan dari hubungan kerjasama tersebut.

C. Rumusan Masalah

Mengapa Vietnam mengutamakan kerjasama militer dengan Amerika Serikat dalam

menghadapi Cina dalam konflik klaim Laut Cina Selatan?

D. Kerangka Dasar Pemikiran

Sebuah negara tidak pernah lepas dari politik luar negeri yang meliputi semua

kebijakan yang diambil oleh negara tersebut dalam sistematika hubungan internasional.

Kebijakan tersebut yang akan menjadi jembatan penghubung pemerintahan antar suatu

negara dengan negara lainnya melalui jalur diplomasi. Salah satu faktor yang

mempengaruhi kebijakan luar negeri suatu negara adalah perubahan struktur

internasional, oleh karena itu negara harus menyesuaikan kembali kebijaksanaan luar

negerinya. Patrich J. Mc Gowen berpendapat bahwa suatu negara akan mengadakan

7 Ratna Analisa, “Konflik Laut Cina Selatan”, ASEAN Political-Security Community, hal. 2,

(7)

penyesuaian-penyesuaian di dalam kebijakan luar negerinya terhadap lingkungan

dimana negara tersebut berada demi kelangsungan hidup negara tersebut. 8

Hal ini dipaparkan dalam fenomena pendekatan teori aliansi. Menurut Kenneth N.

Waltz, sistem internasional adalah anarkis.9 Artinya, dalam sistem internasional tidak

ada hukum atau pemerintahan yang mengatur negara-negara sebagai unit dalam sistem

tersebut. Oleh karena itu, setiap negara berpacu untuk mengamankan dirinya sendiri

dari ancaman negara lain. Jika negara itu lemah, maka ia dalam bahaya karena setiap

negara berlomba-lomba memenuhi kepentingan nasionalnya. Sementara sumber daya

yang tersedia di alam ini sangat terbatas, setiap negara akan melakukan apapun demi

terjaminnya kepentingan dan keamanannnya termasuk perang. Kondisi demikian

mendorong negara-negara untuk selalu menciptakan perimbangan kekuatan.

Negara-negara melakukan perimbangan dengan dua cara, yaitu aliansi dan koalisi.10

Kamus hubungan internasional menjabarkan pengertian aliansi yaitu :

Aliansi merupakan perjanjian untuk saling mendukung secara militer jika salah satu

negara penandatangan perjanjian diserang olehnegara lain; selain itu aliansi ditujukan

untuk memajukan kepentingan bersama di antaranegara anggota. Aliansi dapat bersifat

bilateral maupun multilateral, rahasia atau terbuka,sederhana atau sangat terorganisasi,

dapat berjangka lama atau pendek, serta dapat dikendalikan untuk mencegah atau

memenangkan sebuah perang. Sistem keseimbangan kekuatan cenderung

mendorongnya pakta militer untuk mengimbangi perubahan dalam keseimbangan

8 K. J. Holsti, Politik Internasional Suatu Kerangka Analisis, terjemahan Binacipta, Bandung. 1987, hal. 14.

9 (Waltz, 1979: 93)

(8)

kekuatan. Piagam PBB mengakui hak untuk membela diri secara kolektif yang

tercantum dalam pasal 51.11 Selanjutnya mengenai aliansi, Plano dan Olton juga

mengatakan bahwa aliansi didasarkan pada pengaturan Pola Kekuasaan, yaitu: Cara

dalam mengatur dan mempergunakan power yang dipacu untuk memaksimalkan

kelangsungan hidup dan mencapai kepentingan nasional dalam persaingan dengan

negaralain. Pola power mencakup karakteristik respon yang dimiliki manakala power

negara lain menunjukkan ancaman potensial atau aktual terhadap kelangsungan hidup

bangsa dan negara di dalam sistem internasional. Pola power meliputi:

1. Militerisme atau upaya untuk meyakini kekuatan sendiri.

2. Aliansi atau konfigurasi power dari sekelompok negara yang diarahkan

untuk menghadapi kelompok negara lainnya

3. Keamanan kolektif atau sebuah sistem power universal yang dikukuhkan

melalui semboyan“one for all, all for one”

4. World government atau sebuah tatanan kerjasama federasi, atau sebuah

pemerintahan dunia yang didominasi oleh sebuah pemerintahan yang kuat.12

Kesepakatan yang terbentuk dalam sebuah aliansi merupakan implikasi dari adanya

berbagai faktor keamanan yang mempengaruhi kedua negara, seperti adanya dilema

keamanan yang menghambat negara-negara dalam proses pertolongan-diri. Aliansi

dalam penerapannya digunakan untuk menangkal penyerang, melindungi suatu negara

dalam sebuah perang atau untuk melaksanakan aksi militer untuk melawan musuh.13

11 (Plano dan Olton, 1999:137)

12 (Plano dan Olton,1999:10)

(9)

Hadirnya Amerika Serikat di kawasan ini dimaksudkan untuk mengantisipasi

hegemoni suatu negara di kawasan ini. Satu negara yang dikhawatirkan adalah China

melihat dari kemajuan militer China yang signifikan. Dan juga peran China yang

semakin menguat dalam setiap eskalasi konflik dengan negara-negara sekitar seperti

sengketa Laut Cina Selatan. Amerika Serikat melihat China sebagai ancaman terbesar

langkah geopolitik Amerika Serikat dengan beraliansi dengan Vietnam dan Filipina

adalah sebuah langkah jangka panjang untuk lebih menyeimbangi kekuatan China di

kawasan. Negara akan beraliansi jika dihadapkan pada ancaman atau dominasi dari negara lain yang kuat/lebih kuat untuk melakukan perimbangan kekuatan. Menurut

Walt, ada dua alasan negara membentuk aliansi. Pertama, untuk menghentikan negara

lain yang berpotensi menjadi kekuatan hegemon. Kedua, untuk memperluas atau

memperdalam pengaruh atas negara lain yang lebih lemah yang tergabung dalam

aliansi, karena negara-negara anggota yang lemah itu lebih membutuhkan perlindungan

daripada yang kuat.14 Sedangkan, bandwagoning adalah koalisi yang dilihat dari

perspektif negara lemah. Dalam sistem internasional yang anarkis, negara yang berada

di dekat atau di antara superpower “mengekor” kepada salah satu negara superpower

tersebut agar kepentingan dan keamanan nasionalnya terjamin. Walt menjelaskan

bahwa, ada dua motif negara melakukan bandwagoning. Pertama, sebagai strategi

memperoleh keamanan. Negara lemah berkoalisi dengan superpower untuk

menghindari serangan dari superpower tersebut. Kedua, sebagai strategi kemenangan.

Negara menjalin koalisi dengan negara lain yang kekuatannya lebih dominan agar

(10)

mendapatkan bantuan dalam melawan negara lain baik berupa territorial maupun

pengaruh.

Dalam memandang kerjasama teori aliansi memandang negara sebagai salah

satu aktor dalam dunia arena persaingan dimana kepentingan diri sendiri memimpin.

Semua negara harus lebih memberi perhatian pada keuntungan dari perjanjian

internasional dan usaha kerjasamanya. Kerjasama menyandarkan diri pada pencarian

secara luas dari kepentingan dan nilai, yang mana bisa digambarkan sebagai interpretasi

kognitif dari lingkungan, sehingga memberi kesan bahwa nilai-nilai yang sama dari

masyarakat membuat bentuk rezim lebih sederhana dan sebaliknya nilai-nilai yang

berbeda membuat pembentuka institusi lebih sulit.

Kerjasama adalah mungkin ketika dua kekuatan yang berstatus quo saling

berhadapan satu sama lain dalam dilema keamanan. Ketika adanya persamaan

keinginan dari dua atau lebih negara dalam menyikapi situasi dari lingkungan yang

sedang terjadi sebagai reaksi untuk melingungi kepentingan dan keamanannya maka

kerjasama dianjurkan dalam teori aliansi. Meskipun begitu, tidak bisa diingkari bahwa

keuntungan yang didapat dari kerjasama tersebut harus maksimal sehingga terwujud

suatu kestabilan. Salah satu bentuk kerjasama tersebut adalah kerjasama hegemoni.

Kerjasama ini terjadi ketika ada sebuah negara pemimpin dalam sistem dunia yang

memiliki kekuatan ekonomi dan militer yang besar dan ketika negara pemimpin ini

menciptakan sebuah aliansi. Negara hegemoni memegang peranan kekuatan utama

(11)

memberikan keuntungan dalam memberikan keamanan dan stabilitas keamanan bagi

negara-negara yang tergabung dalam aliansi.

Suatu negara yang memiliki kekuatan besar dapat memicu peningkatan kekuatan

bagi negara lain dalam rangka menghindari diri dari ancaman negara besar tersebut atau

negara besar lainnya. Di sini, hegemoni dipandang sebagai pemicu munculnya

kekuatan-kekuatan baru yang saling berkompetisi untuk meningkatkan kapabilitas

militer karena adanya tekanan atau ancaman dari negara hegemoni tersebut. Hal ini bisa

kita lihat pada situasi konflik Laut Cina Selatan dimana Cina selaku negara hegemoni

telah memberikan ancaman bagi negara-negara pengklaim lainnya dengan terus

menerus menunjukkan agresifitas militernya. Amerika Serikat selaku negara dengan

kekuatan besar lainnya dipandang mampu mengimbangi kekuatan Cina dan merupakan

negara aliansi pendukung yang sangat diandalkan oleh negara kecil seperti Vietnam

dalam konflik kawasan tersebut. Amerika Serikat juga memiliki kepentingan dalam

mempertahankan stabilitas kawasan hegemoni globalnya dengan menanamkan beberapa

jaringan kekuatan militernya melalui pembentukan aliansi militer pada setiap kawasan.

Dalam pembentukan suatu aliansi tentunya membutuhkan suatu kerjasama yang

dianggap dapat saling menguntungkan untuk setiap negara yang tergabung di dalamnya.

Faktor tersebut mempengaruhi setiap negara yang terkait untuk membentuk suatu

hubungan kerjasama yang melingkupi dukungan kekuatan militer.

Dari latar belakang di atas penulis mengangkat teori aliansi sebagai dasar dari

kerangka pemikiran atau sebagai teori dasar dalam penelitian untuk menganalisis alasan

(12)

agresifitas Cina dalam konflik Laut Cina Selatan. Melihat faktor sudut pandang dari

setiap negara yang terkait

E. Hipotesa

Kerjasama militer yang dilakukan Vietnam dan Amerika Serikat bertujuan untuk

mempengaruhi distribusi kapabilitas kekuatan strategis global maupun di kawasan Asia

Tenggara dan Asia Pasifik khususnya untuk membendung dominasi kekuatan militer

Cina dalam konflik Laut Cina Selatan saat ini yang dipandang oleh Amerika Serikat

mengalami ketidakstabilan.

F. Metode Penelitian

Dalam menganalisa permasalahan di atas, penulis menggunakan konsep kerjasama

militer dan hegemoni menurut pandangan teori aliansi. Teori aliansi berpendapat bahwa

Hubungan Internasional tidak lepas dari negara sebagai aktor sistem internasional yang

membentuk interaksi berdasarkan kepentingan nasionalnya, yaitu memandang efek dari

sistem internasional yang anarkis dan menuntut setiap negara untuk melakukan

beberapa penyesuaian. Teori ini lebih memfokuskan kepada pola kebiasaan

negara-negara yang berbeda dan beberapa faktor yang mempengaruhinya terutama pada konsep

kerjasama militer. Teori aliansi mencari tujuan utama aksi tindakan negara-negara

tersebut dalam panggung politik internasional. Kerjasama militer tersebut terdiri dari

(13)

menggunakan konsep dan dukungan dari variabel-variabel tersebut, penulis mencoba

menganalisa tujuan dari terwujudnya kerjasama militer antara kedua negara dan

kemungkinan yang terjadi akibat adanya kerjasama militer tersebut pada sistem

internasional khususnya kawasan Asia Tenggara dan Asia Pasifik. Penulis juga

menggunakan limitasi waktu yaitu proses kerjasama militer Vietnam dan Amerika

Serikat sejak tahun 2010 hingga tahun 2014.

` Untuk mendukung dan melengkapi analisa tersebut, penulis mengumpulkan data

yang diperlukan dengan menggunakan metode studi kepustakaan (library research).

Data diperoleh dari berbagai buku/literature, dokumen, jurnal, artikel, kliping maupun

informasi dari media cetak lainnya yang relevan dengan masalah yang penulis amati,

selain itu penulis juga menggunakan teknologi internet dalam mencari data yang

sekiranya lebih lengkap dan akurat.

G. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah penulis ingin memaparkan tujuan dari hubungan

kerjasama militer yang dilakukan oleh Vietnam dan Amerika Serikat sejak tahun

2010-2014 serta pengaruhnya terhadap sistem keamanan kawasan konflik Laut Cina Selatan

yang sedang berlangsung hingga kini.

Selain itu, penulis ingin memberikan sumbangan dengan harapan penelitian yang

(14)

H. Jangkauan Penelitian

Penulisan ini akan menganalisis tujuan diadakannya kerjasama militer antara

Vietnam dan Amerika Serikat, dan penelitian akan dimulai ketika Vietnam dan Amerika

Serikat mulai membuat kesepakatan kerjasama militer yang telah terjalin di antara

kedua negara selama ini adalah terselenggaranya Kunjungan kapal Amerika Serikat

USS McCain ke Vietnam pada tahun 2010 yang disertai dengan serangkaian kegiatan

bagi angkatan laut Vietnam dan Amerika Serikat merupakan tanda awal mula terjalinnya

kerjasama antara kedua negara. Hal tersebut menjadi menarik karena itu merupakan kali

pertama bagi Vietnam dan Amerika Serikat mengadakan kerjasama di level

military-to-military, sejak normalisasi hubungan diplomatik pada tahun 1995.15 Puncak kerjasama

di bidang militer ini yaitu penghapusan embargo penjualan senjata militer terhadap

Vietnam pada tanggal 3 Oktober 2014 yang lalu.16 Salah satu poin penting dari

pembahasan ini adalah kerjasama militer diantara kedua negara yang mencakup

penjualan senjata, alih teknologi militer serta pemulihan hubungan diplomatik diantara

kedua negara yang meningkat drastis di semua bidang khususnya bidang militer.

Mengingat semakin besarnya pengaruh Cina dalam konflik klaim Laut Cina Selatan.

I. Sistematika Penulisan

15Simon Sheldon, “U.S.-Southeast Asia Relations: Growing Enmeshment in Regional Affairs”, Center for Strategic and International Security, 2010, hal. 12,

http://csis.org/files/publication/1003qus_seasia.pdf diakses pada 28 Oktober 2014 16 “AS Cabut Embargo Penjualan Senjata ke Vietnam”

(15)

Sistem penulisan yang akan dipergunakan terdiri dari beberapa bagian penulisan, yaitu :

Bab I : Pendahuluan, yang terdiri dari alasan pemilihan judul, latar belakang masalah,

rumusan masalah, kerangka dasar pemikiran, hipotesa, metode penelitian,

jangkauan penelitian dan sistematika penulisan

Bab II : Akan membahas tentang dinamika hubungan Vietnam dan Amerika Serikat dari

masa perselisihan perang, kemudian mengadakan normalisasi hubungan

diplomatik dan pada akhirnya mulai membentuk kerjasama di berbagai bidang

khususnya pada bidang militer. Dimana hubungan kerjasama bisa terjalin

diantara kedua negara yang pada awalnya berperang hingga muncul keinginan

dari masing-masing negara untuk memperbaiki hubungan mereka dan kini

dapat membina kerjasama militer.

Bab III: Berisi mengenai situasi keamanan, konflik dan distribusi kapabilitas militer di

kawasan Asia Tenggara dan Asia Pasifik serta adanya Konflik Klaim Laut

Cina Selatan yang mendorong keduanya melakukan kerjasama militer.

Bab IV: Akan membahas tentang tujuan dari kerjasama militer Vietnam dan Amerika

Serikat

Bab V : Berisi kesimpulan

Daftar Pustaka

(16)

Hobson, J. M., The State and International Relations, Cambridge University

Press, Cambridge, 2000.

Holsti, K. J., Politik Internasional Suatu Kerangka Analisis, terjemahan

Binacipta, Bandung, 1987.

Keohane, Robert, After Hegemony : Cooperation and Discord in the World

Political Economy, Princeton University Press. 1984.

Mearsheimer, John J., The Tragedy of Great Power Politics, Norton, New York, 2001.

Mingst, Karen A., Essentials of International Relation, W.W. Norton &

Company, New York, 2008.

Waltz, Kenneth, Man, The State and War: A Theoretical Analysis, Columbia

University Press, 1959.

b. Website

Clausewitz, Carl von, “The Nature of War”,

http://www.clausewitz.com/readings/OnWar1873. Diakses tanggal 5 Maret 2014

Goh, Evelyn, “Meeting the China Challenge: The U.S. in Southeast Asian Regional Security Strategies”, East-West Center, Washington, 2005, hal. 31

http://www.eastwestcenter.org/publications/meeting-china-challenge-us-southeast-asian-regional-security-strategies, diakses tanggal 25 Desember 2014

Arase, David, “China’s Militant Tactics in the South China Sea”, East Asia Forum 2011, http://www.eastasiaforum.org/2011/06/29/china-s-militant-tactics-in-the-south-china-sea. Diakses tanggal 5 Maret 2014.

Sheldon, Simon, “U.S.-Southeast Asia Relations: Growing Enmeshment in Regional Affairs”, dalam Center for Strategic and International Security, 2010,

http://csis.org/files/publication/1003qus_seasia.pdf. Diakses 20 November 2014

(17)

“Konflik Laut Cina Selatan – Cina Dipandang Lebih Agresif”, http://www.seputar-edaulatan.China. Diakses tanggal 5 Maret 2014

“Potensi Konflik Bersenjata Laut Cina Selatan”,

http://www.dw.de/potensi-konflik-bersenjata-laut-cina-selatan/a-16124135.

Diakses tanggal 5 Maret 2014

“Anggaran Dana Militer Cina”,

http://apdforum.com/id/article/rmiap/articles/online/features/2012/08/16/china-island-city Diakses tanggal 5 Maret 2014

“Potensi Konflik Bersenjata atas Klaim Laut Cina Selatan”,

http://jaringnews.com/internasional/asia/19388/klaim-atas-laut-china-selatan-berpotensi-konflik-bersenjata. Diakses tanggal 5 Maret 2014

“Konflik Vietnam dan Cina dalam Laut Cina Selatan”,

http://apdforum.com/id/article/rmiap/articles/online/features/2013/10/31/vietnam -china-trade. Diakses tanggal 5 Maret 2014

“AS janjikan bantuan militer bagi Vietnam dan Filipina”,

http://www.dw.de/as-janjikan-bantuan-militer-bagi-vietnam-dan-filipina/a-17302649. Diakses 5 Maret 2014

“Vietnam dan Amerika mendorong kerjasama di semua bidang”,

Referensi

Dokumen terkait

Sangat terampill, jika menunjukkan adanya usaha untuk menerapkan konsep/prinsip dan strategi pemecahan masalah yang relevan yang berkaitan dengan gambar teknik

(2) Dalam hal bakal Calon Wali Nagariyang memenuhi persyaratan tetap kurang dari 2 (dua) orang setelah perpanjangan waktu pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat

If the bond is up gr aded , the bond should in cr ease in v alue... in

Dikatakan uniform karena dengan fungsi ini semua nama_pengenal mempunyai peluang yang sama untuk dipetakan ke setiap bucket.. ƒ Untuk mengatasi hal ini chaining hash table

Sembilan Jaya Farm Sukabumi sudah memenuhi standar yaitu dilakukan upaya untuk mengurangi penyebaran penyakit diantaranya dengan : (1) Penyemprotan terhadap staff,

 Menyedari pelbagai peranan wanita dalam keluarga, masyarakat, ekonomi dan politik negara, kerajaan mengakui bahawa strategi- strategi yang khusus perlu dibentuk bagi

Menurut Kuntowijoyo (Abdurrahman 2007, hlm 73), “ Interpretasi sejarah atau yang biasa disebut juga dengan analisis sejarah merupakan tahap dimana peneliti melakukan

PERBEDAAN MOTIVASI BELAJAR SISWA ANTARA YANG MENGGUNAKAN METODE ACTIVE LEARNING DENGAN YANG MENGGUNAKAN METODE CERAMAH BERVARIASI PADA MATA PELAJARAN AKUNTANSI KELAS X DI SMK PGRI