• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM PERTAMBANGA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM PERTAMBANGA"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM PERTAMBANGAN EMAS ILEGAL BAGI KELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP

DAN UPAYA PENANGGULANGANNYA

MAKALAH

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Lingkungan Yang diampu oleh: Ridwan Arifin, S.H., Ll.M

Oleh:

Taza Ratna Atika 8111416147

Desti Reka Hartiningrum 8111416167

ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM

(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya makalah yang berjudul “Penegakan Hukum Pidana dalam Pertambangan Emas Ilegal Bagi Kelestarian Lingkungan Hidup dan Upaya Penanggulangannya”. Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terima kasih atas dukungan moral dan materiil yang diberikan dalam penyusunan makalah ini.

Makalah ini membahas tentang masalah pertambangan emas ilegal meliputi berbagai peraturan perundang-undangan, peran pemerintah, dan upaya penanggulangannya terhadap pertambangan ilegal.

Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Kami berharap makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca.

Semarang, 07 Oktober 2017

(3)

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL... i

KATA PENGANTAR... ii

DAFTAR ISI... iii

DAFTAR TABEL... iv

DAFTAR PUTUSAN/KASUS... v

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang... 1

B. Rumusan Masalah... 2

C. Metode Penulisan... 2

BAB II PEMBAHASAN... 3

A. Peran Pemerintah terhadap Penegakan Hukum Pidana dalam Kasus Pertambangan Emas Ilegal di Indonesia... ...3

B. Upaya Penanggulangan Permasalahan Pertambangan Emas Ilegal di Indonesia... ...8

C. Analisis Hukum Putusan Kasus Pidana Mengenai Permasalahan Pertambangan Emas Ilegal... ...11

BAB III KESIMPULAN... ...14

(4)

DAFTAR TABEL

(5)

DAFTAR PUTUSAN/KASUS

(6)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hukum pertambangan tidak pernah terlepas dari bagian lingkungan hidup yang merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang wajib dilestarikan dan dikembangkan kemampuannya agar tetap menjadi sumber penunjang hidup bagi manusia dan makhluk hidup lainnya demi kelangsungan dan peningkatan kualitas hidup itu sendiri.

Dewasa ini, kejahatan lingkungan sering terjadi di sekeliling lingkungan kita, namun semua itu tidak kita sadari. Pengurasan sumber daya alam (natural resource depletion) diartikan sebagai pemanfaatan sumber daya alam secara tidak bijaksana sehingga sumber daya alam itu baik kualitas maupun kuantitasnya menjadi berkurang atau menurun dan pada akhirnya habis sama sekali.1 Khususnya masalah pertambangan ilegal.

Pertambangan merupakan usaha untuk menggali berbagai potensi-potensi yang terkandung dalam perut bumi.2

Indonesia merupakan negara yang kaya akan bahan galian (tambang). Bahan galian itu, meliputi emas, perak, tembaga, minyak dan gas bumi, batu bara, dan lain-lain. Bahan galian itu dikuasai oleh negara.3 Negara

menguasai secara penuh semua kekayaan yang terkandung di dalam bumi dan dipergunakan sebaik-baiknya untuk kemakmuran rakyat. Akan tetapi kenyataannya rakyat melakukan kegiatan penambangan dengan tidak memperhatikan aspek-aspek yang penting di dalamnya, seperti tidak memperhatikan akibat yang ditimbulkan atau pengaruh dengan adanya pertambangan tersebut, namun tidak menutup kemungkinan pertambangan juga dilakukan oleh perusahaan tambang yang telah memiliki izin resmi. Sistem pengelolaan pertambangan di Indonesia bersifat pluralistik, hal ini disebabkan beraneka ragam kontrak atau izin pertambangan yang berlaku saat ini. 4

1 Takdir Rahmadi, Hukum Lingkungan di Indonesia (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2014) hlm. 2.

2 Salim HS, Hukum Pertambangan di Indonesia (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2014) hlm. 7.

3 Ibid., hlm. 1.

(7)

Beberapa isu-isu penting permasalahan pada pertambangan adalah ketidakpastian kebijakan, penambangan liar, konflik dengan masyarakat lokal, konflik sektor pertambangan dengan sektor lainnya. Untuk itu, perlu adanya penindakan oleh segenap komponen bangsa, termasuk bidang penegakan hukum pidana. Perbuatan yang diancam dengan hukum pidana adalah perbuatan yang diancam yang secara mutlak harus memenuhi syarat formal, yaitu mencocokkan dengan rumusan undang-undang yang telah ditetapkan oleh Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan peraturan-peraturan lain yang berdimensi pidana dan memiliki unsur material yaitu bertentangan dengan cita-cita mengenai pergaulan masyarakat atau dengan kata pendek suatu sifat melawan hukum atau tindak pidana.5

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang diambil dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana peran pemerintah terhadap penegakan hukum pidana dalam kasus pertambangan emas ilegal di Indonesia?

2. Bagaimana upaya penanggulangan permasalahan pertambangan emas ilegal di Indonesia?

3. Bagaimana analisis hukum putusan kasus pidana mengenai permasalahan pertambangan emas ilegal?

C. Metode Penulisan

Untuk mendapatkan data dan informasi yang diperlukan, kami mempergunakan studi pustaka yaitu metode yang dilakukan dengan mempelajari dan mengumpulkan data atau referensi-referensi dan informasi dari pustaka yang berhubungan dalam pembahasan, baik berupa buku pelajaran hukum lingkungan dan hukum pertambangan, jurnal ilmiah edisi cetak maupun edisi online, artikel, dan media masa elektronik yang berjangkauan internasional yaitu internet.

5 Moeljatno, Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban dalam Hukum Pidana

(8)

BAB II PEMBAHASAN

A. Peran Pemerintah terhadap Penegakan Hukum Pidana dalam Kasus Pertambangan Emas Ilegal di Indonesia

Istilah hukum pertambangan merupakan terjemahan dari bahasa Inggris, yaitu minning law. Hukum pertambangan dalam Ensiklopedia Indonesia adalah hukum yang mengatur tentang penggalian atau pertambangan bijih-bijih dan mineral-mineral dalam tanah. Definisi ini hanya difokuskan pada aktifitas penggalian atau pertambangan bijih-bijih. Padahal untuk menggali bahan tambang diperlukan perusahaan atau badan hukum yang mengelolanya. Definisi lain dapat ditemukan dalam Blacklaw Dictionary yaitu hukum pertambangan adalah ketentuan khusus yang mengatur hak menambang (bagian dari tanah yang mengandung logam berharga di dalam tanah atau bebatuan) menurut aturan-aturan yang telah ditetapkan.

Definisi tersebut difokuskan pada hak masyarakat untuk melakukan kegiatan penyelidikan dan hak untuk melakukan kegiatan eksploitasi. Tetapi objek kajian hukum pertambangan tidak hanya mengatur hak penambang, tetapi juga mengatur kewajiban penambang kepada negara. Oleh karena itu, Salim HS mengartikan hukum pertambangan adalah keseluruhan kaidah hukum yang mengatur kewenangan negara dalam pengelolaan bahan galian (tambang) dan mengatur hubungan hukum antara negara dengan orang dan atau badan hukum dalam pengelolaan dan pemanfaatan bahan galian (tambang).6

Bahan galian berasal dari terjemahan bahasa Inggris yaitu mineral. Dalam Article 3 angka 1 Japanese Minning Law No. 289, 20 December, 1950 Latest Amendment In 1962 mengartikan mineral adalah bijih-bijih dari emas, perak, tembaga, timah, bismut, kaleng, logam putih, seng, besi, sulpida, khrom, mangan, tangstan, molibdenum, arsen, nikel, kobal, uranium, pospate, grafit, batu bara, batu bara mudah, minyak mentah, aspal gas alam, sulfur, batu tahu, barit, alunit, flor, asbes, batu gamping,

(9)

dolomit, silikon, peldpar, piropilet, talk, batu lempung, dan bijih tanah (bijih emas, bijih besi, timah di sungai, dan berbagai metal lainnya).

Bahan galian adalah unsur-unsur kimia, mineral-mineral, bijih-bijih, dan segala macam batuan termasuk batu-batu mulia yang merupakan endapan-endapan alam.7 Penggolongan bahan galian diatur dalam Pasal 3

UU No. 11 Tahun 1967, Pasal 1 PP No. 27 Tahun 1980 tentang Penggolongan Bahan Galian. Bahan galian dapat dibagi menjadi tiga golongan, yaitu:

1. Bahan galian strategis (golongan A), yang terbagi menjadi 6 golongan: a. Minyak bumi, bitumen cair, lilin bumi, gas alam

b. Bitumen padat, aspal

c. Antrasit, batu bara, batu bara muda

d. Uranium, radium, thorium, dan bahan-bahan galian radioaktif lainnya

e. Nikel, kobal f. timah

2. Bahan galian vital (golongan B), yang terbagi menjadi 8 golongan: a. Besi, mangan, molibden, khrom, wolfram, vanadium, titan b. Bauksit, tembaga, timbal, seng

c. Emas, platina, perak, air raksa, intan d. Arsin, antimon, bismut

e. Ytrium, rtutrnium, cerium, dan logam-logam langka lainnya f. Berillium, korundum, zirkon, kristal warsa e. Pasir kwarsa, kaolin, feldspar, gips, bentonit

f. Batu apung, tras, absdian, perlit, tanah diatome, tanah serap g. Marmer, batu tulis

(10)

h. Batu kapur, dolomit, kalsit

i. Granit, andesit, basal, trakhit, tanah liat, tanah pasir (sepanjang tidak mengandung unsur mineral golongan a maupun b dalam jumlah berarti.8

Dari keempat belas macam golongan bahan itu, penggolongan yang mendapat perhatian yang sangat serius dari pemerintah dan masyarakat adalah penggolongan atas dasar nilai komersial. Golongan bahan galian yang mempunyai komersial yang tinggi adalah minyak dan gas bumi, emas, tembaga dan perak, serta batu bara karena mempunyai dampak positif untuk menentukan kebijaksanaan yang diperlukan dalam bentuk mengatur (regelen), mengurus (besturen), dan mengawasi (toezichthouden) penggunaan dan pemanfaatan sumber daya alam nasional.10

Rumusan penguasaan negara juga ditemukan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, yang berbunyi “Pengertian dikuasai oleh negara haruslah diartikan mencakup makna penguasaan oleh negara dalam arti luas yang bersumber dan diturunkan dari konsepsi kedaulatan rakyat Indonesia atas segala sumber kekayaan bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, termasuk pula di dalamnya pengertian kepemilikan publik oleh kolektivitas rakyat atas sumber-sumber kekayaan dimaksud. Rakyat secara kolektif itu dikonstruksikan UUD 1945 memberikan mandat kepada negara untuk mengadakan kebijakan (beleid) dan tindakan pengurusan (bestuursdaad), pengaturan (regelen daad), pengelolaan (beheersdaad), dan pengawasan (toezichthoudensdaad) untuk

8 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1980 tentang Penggolongan Bahan-Bahan Galian Pasal 1 (LN 1980 No. 47, TLN 3174)

(11)

tujuan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.11 Kewenangan negara dalam

putusan ini, meliputi:

a. membuat kebijakan (beleid) dan pengurusan (bestuursdaad); b. pengaturan (regelendaad);

c. pengelolaan (beheersdaad); dan

d. pengawasan (toezichthoudensdaad).12

Dalam hal kewenangan kebijakan negara demi tercapainya penegakan hukum, negara membuat beberapa peraturan nasional baik berupa undang-undang, peraturan pemerintah, maupun keputusan menteri yang mengatur tentang pertambangan antara lain, Undang-Undang No. 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, Peraturan Pemerintah No. 55 tahun 2010 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan dan Pengelolaan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 2012 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah No. 23 tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Selanjutnya beberapa isu-isu penting permasalahan pada pertambangan, adalah ketidakpastian kebijakan, penambangan liar, konflik dengan masyarakat lokal, konflik sektor pertambangan dengan sektor lainnya. Demikian juga pertambangan emas liar yang terjadi di Gunung Botak, Desa Dafa, Dusun Wamsaid, Kecamatan Waeapo, Kabupaten Buru, Provinsi Maluku dan beberapa lokasi lagi yang ada di Indonesia bahwa banyak yang melakukan penambangan tanpa izin sehingga mengakibatkan kerugian baik bagi masyarakat maupun negara.

Untuk pencapaian penegakan hukum terhadap masalah-masalah pertambangan khusunya pertambangan liar tentulah harus dilaksanakan oleh segenap komponen bangsa, termasuk bidang penegakan hukum pidana. Hukum dalam suatu masyakat bertujuan untuk menciptakan adanya suatu ketertiban dan keselarasan dalam berkehidupan. Hukum itu mempunyai sifat mengatur dan memaksa. Suatu peraturan hukum adalah untuk keperluan penghidupan masyarakat, mengutamakan kepentingan masyarakat, bukan untuk keperluan atau kepentingan perseorangan atau golongan, hukum juga menjaga hak-hak dan menentukan

(12)

kewajiban anggota masyarakatnya agar terciptanya suatu masyarakat yang teratur, adil, dan makmur.

Pada dasarnya, di dalam Undang-Undang No. 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dikenal juga jenis tindak pidana yang akan dijatuhkan kepada pelaku yang melakukan kejahatan di bidang pertambangan. Ada empat jenis tindak pidana di bidang pertambangan, yaitu:

a. pidana penjara; b. pidana denda;

c. pidana pemberatan; dan d. pidana tambahan.13

Pengaturan khusus mengenai sanksi pidana bagi kegiatan pertambangan yang berhubungan dengan lingkungan terdapat dalam Undang-Undang No. 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Penegakan hukum lingkungan kepidanaan di bidang pertambangan berupa pidana penjara dan denda atas tidak memiliki izin, pemberian informasi palsu dan penerapan pidana tambahan yang berupa perampasan barang yang digunakan dalam melakukan tindak pidana; perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana; dan/atau kewajiban membayar biaya yang timbul akibat tindak pidana. Ketentuan pidana pokok ini diatur dalam Pasal 158-162, pidana pemberatan dalam Pasal 163, dan ketentuan pidana tambahan diatur dalam Pasal 164 Undang-Undang No. 4 Tahun 2009.

(13)

terlarang/perbuatan pidana (actus reus) dan ada sikap batin jahat/tercela (mens rea).14

Sanksi pidana dapat dijatuhkan kepada orang perorangan, maupun pengurus dan badan hukum. Sanksi pidana yang dapat dijatuhkan kepada subyek hukum orang perorangan telah ditentukan dalam Pasal 158-162 Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Melakukan usaha pertambangan tanpa IUP, IPR atau IUPK. Tanpa adanya izin tersebut, maka orang yang melakukan usaha pertambangan tersebut dapat dikualifikasikan sebagai penambang tidak sah/penambang liar (illegal mining). Sesuai dengan UU Minerba Pasal 160 Ayat (1) dan (2), yaitu:

(1)Setiap orang yang melakukan eksplorasi tanpa memiliki IUP atau IUPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 atau Pasal 74 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah;

(2)Setiap orang yang mempunyai IUP Eksplorasi tetapi melakukan kegiatan operasi produksi dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dam denda paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).15

Sedangkan sanksi pidana penjara dan denda yang dapat dijatuhkan kepada pengurus badan hukum yang melakukan perbuatan pidana telah ditentukan dalam Pasal 158, Pasal 159, Pasal 160, Pasal 161, dan Pasal 162 Undang-Undang No. 4 Tahun 2009.16 Kelima Pasal itu berkaitan dengan

pelaksanaan kegiatan pertambangan yang dilakukan oleh pemegang IUP, IPR, atau IUPK tanpa izin dari pejabat yang berwenang. Sanksi pengurus badan hukum yang melakukan usaha pertambangan tanpa izin dari pejabat yang berwenang, yaitu:

(1) pidana penjaranya, minimal 1 tahun penjara dan maksimal 10 tahun penjara; dan

(2) sanksi dendanya, minimal Rp 100 juta dan maksimal Rp 10 miliar.

14 Hanafi, “Reformasi Sistem Pertanggungjawaban Pidana”, Jurnal Hukum: Ius Quia Iustum, Vol. 6, No. 11, 1999, hlm. 27.

15 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara Pasal 160 Ayat (1) dan (2) (LN 2009 No. 4, TLN 4959).

(14)

Atas dasar konstruksi pemikiran Joseph Goldstein, memberi disamping pengaruh penegak hukum itu sendiri. Oleh karena itu ada ruang dimana tidak dapat dilakukan penegakkan hukum (area of no enforcement).17

B. Upaya Penanggulangan Permasalahan Pertambangan Emas Ilegal di Indonesia

Pengelolaan dan permasalahan lingkungan hidup memerlukan suatu bentuk pengendalian yang terdiri atas 3 (tiga) tahap yaitu:

a. upaya preventif; b. upaya pre-emtif; c. upaya represif.18

Upaya preventif yang harus dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup agar tidak terjadi kegiatan yang menyebabkan kerusakan lingkungan hidup adalah penyuluhan (sosialisasi) bidang hukum kepada masyarakat dan para pelaku industri yang berpotensi menyebabkan kerusakan lingkungan hidup. Upaya pre-emtif yang di lakukan Dinas Lingkungan Hidup adalah bekerjasama dengan masyarakat serta Lembaga Swadaya Masyarakat yang berkaitan dengan masalah lingkungan. Upaya represif adalah upaya yang lebih menekankan kepada pemulihan kembali keadaan semula dengan cara identifikasi sumber kerusakan dan pertemuan dengan para penangggung jawab sumber kerusakan serta peningkatan kemampuan aparat hukum dalam menangani pengaduan kerusakan lingkungan hidup.

Dalam rangka mengoptimalkan upaya penanggulangan aktivitas penambangan emas ilegal, maka dapat dilakukan langkah-langkah melalui penerapan upaya penal meliputi penerapan sanksi pidana terhadap

pihak-17Lutfi Zaini Khakim, “Model Revitalisasi Lahan Dampak Pertambangan Pasir Besi (Perspektif Implementasi Perda Kabupaten Cilacap Nomor 17 Tahun 2010)”, Pandecta: Research Law Journal, Vol. 9, No. 1, Januari 2014, hlm. 116-117.

(15)

pihak yang terlibat dalam aktivitas penambangan emas ilegal sesuai dengan ketentuan yang termaktub dalam peraturan perundang-undangan maupun non penal dengan mendorong pemerintah untuk meningkatkan upaya pembinaan, pengawasan dan pengendalian pengelolaan kegiatan usaha pertambangan serta mengubah pola pikir masyarakat dalam melaksanakan aktivitas penambangan melalui program kemitraan usaha dengan perusahaan pemegang izin usaha pertambangan, sehingga mampu mendorong terlaksananya good mining practice yang berwawasan lingkungan hidup. Goodland menjelaskan makna dari kelestarian lingkungan, yaitu:19

Environmental sustainability as the maintenance of natural capital. It implies the unimpaired maintenance of human life support systems. The need for environmental sustainability has arisen due to the recognition that, there are unborn generations who will depend on the environment. Therefore, if the present abuse of the environment is not checked that will lead to biophysical degradation. The move for environmental sustainability is urgent, due to the deterioration of global life support systems.

Dari pernyataan tersebut dapat dipahami bahwa kelestarian lingkungan sebagai pemeliharaan modal alam yang menyiratkan pemeliharaan lingkungan merupakan sistem pendukung kehidupan manusia. Kebutuhan akan kelestarian lingkungan muncul karena adanya pengakuan bahwa ada generasi yang belum lahir yang kelak akan bergantung pada lingkungan. Karena itu, jika saat ini kelestarian lingkungan diabaikan maka akan menyebabkan degradasi biofisik. Pendapat lain mengenai 4 faktor yang dapat berdampak pada lingkungan karena penambangan emas diungkapkan oleh Ashton dkk, yaitu:20

Four factors impact on the environment, as a result of gold mining operations. These are the;

- type of rock ore being mined,

- the type of mining operation and scale of operations,

19 R Goodland, “The Concept of Environmental Sustainability”, Annual Review of Ecology and Systematic, Vol. 26, No. 1, November 1995, hlm. 3.

(16)

- the efficiency and effectiveness of the environmental management system put in place,

- the sensitivity of the receiving environment.

4 faktor tersebut adalah jenis bijih batu yang ditambang, jenis operasi penambangan dan skala operasi, efisiensi dan efektivitas manajemen

lingkungan yang diberlakukan, dan sensitivitas lingkungan penerima.

Kegiatan penanggulangan dalam pengelolaan dan perlidungan lingkungan hidup juga dapat dilakukan dengan cara pemberian informasi peringatan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup kepada masyarakat; pengisolasian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup; penghentian sumber pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup; cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Terhadap kegiatan penanggulangan yang dilakukan oleh pihak pemerintah daerah di Provinsi Maluku Utara, berikut adalah pandangan para responden.21

Tabel 2.1

Pandangan Responden tentang Kegiatan Penanggulangan Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup di Provinsi

Maluku Utara

Sumber: Data Primer yang telah diolah, 2010.

(17)

tahun 2009 telah dilaksananakan oleh pihak dan instansi terkait. 21 responden atau 21% responden menyatakan bahwa kegiatan pengendalian dalam pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup di Provinsi Maluku Utara kurang optimal. Alasan para responden adalah sampai saat ini telah terjadi beberapa kerusakan lingkungan hidup di beberapa daerah di Maluku Utara, tetapi belum ada upaya pemerintah untuk melakukan penutupan terhadap pihak pelaku perusakan lingkungan hidup. 68 responden atau 68% responden menyatakan bahwa pemanaatan dalam pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup di Provinsi Maluku Utara tidak berjalan optimal. Seluruh responden yang menyatakan tidak optimal berasal dari kalangan masyarakat. Alasan responden adalah dalam tahap penanggulangan, pihak pemerintah daerah tidak melakukan satu pun dari ketiga upaya yang disebutkan dalam Undang-Undang No. 32 tahun 2009.

Selain itu, upaya penanggulangan terhadap pertambangan emas ilegal di Indonesia juga bisa dilakukan melalui jalan penutupan pertambangan liar tersebut. Seperti upaya penutupan yang telah dilakukan oleh pemerintah daerah kabupaten Buru Provinsi Maluku. Upaya penutupan lokasi pertambangan liar ini dapat dilihat dari surat Bupati Kabupaten Buru kepada Ketua persekutuan adat dataran Waeapo masyarakat adat petuanan kayeli serta kepada Hinolong Baman. Surat Bupati Buru kepada Hinolong/Ketua Persekutuan Adat Dataran Waeapo Nomor 047/23 Tanggal 21 Februari 2013 Perihal Pemberitahuan Penghentian Pungutan dan Penutupan Lokasi Tambang, dan Surat Bupati Buru kepada Hinolong/Ketua Persekutuan Adat Dataran Waeapo Nomor 047/24 Tanggal 22 Februari 2013.22 Dengan dikeluarkan surat Bupati ini

diharapkan dapat menutup dan menghentikan usaha pertambangan liar ini namun sampai saat ini kegiatan usaha tersebut masih dijalankan dan pungutan biaya masuk maupun pungutan premanisme masih ditemukan di lokasi Gunung Botak atau Leabumi. Hal ini dikarenakan kurang tegasnya pemerintah dalam penegakan hukum yang berlaku.

(18)

C. Analisis Hukum Putusan Kasus Pidana Mengenai Permasalahan Pertambangan Emas Ilegal

Kasus Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) A. Peristiwa

Seseorang bernama Guswandra melakukan kesepakatan dengan Asril untuk melakukan penambangan emas tanpa izin. Dalam kesepakatan ini, Guswandra bersedia menyediakan alat berat berupa escavator, sementara Asril menyediakan lokasi yaitu di Sawah Gadang Jorong Rantau Jambu Kenagarian Koto Tuo, Kecamatan IV Nagari, Kabupaten Sijunjung serta menyediakan alat penambang lainnya dan tenaga kerja. Setelah kesepakatan, kemudian Guswandra meminjam alat escavator pada Jhon Reflita yang merupakan pemilik CV Bara Mitra Kencana yang bergerak di bidang sewa-menyewa alat berat. Sementara Asril menyediakan tenaga kerja sebanyak 4 orang, yaitu Yolan, Yos, Restu, Yandi dan alat lain berupa mesin dompeng, box/kotak untuk menampung tanah, dan karpet untuk menyaring tanah. Kemudian pada hari Sabtu tanggal 28-30 September 2013 , Guswandra bersama Asril memerintahkan pekerja dan operator alat beratnya untuk melakukan penambangan emas tanpa izin.

Namun kemudian, pada 01 Oktober 2013, Elwis, Lovan, dan Zulhandi yang merupakan anggota Kapolres melakukan razia penertiban Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) melakukan pengamanan escavator, box/kotak, serta karpet yang disembunyikan tidak jauh dari lokasi penambangan emas milik Guswandra. Sehingga pada hari kamis tanggal 07 November 2013, Guswandra ditangkap dengan dugaan melakukan penambangan emas tanpa izin.

B. Dakwaan PU

Di persidangan, terdakwa Guswandra didakwa oleh penuntut umum dengan dakwaan umum dengan dakwaan tunggal, yaitu: Pasal 158 Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

C. Putusan Pengadilan Negeri

(19)

02/Pid.B/2014/PN.SWL tanggal 13 Januari 2014 dengan pertimbangan dakwaan yang terbukti, dan amar putusan selengkapnya sebagai berikut:

1. Menyatakan terdakwa GUSWANDRA Pgl. AGUS Bin SAIDI telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Secara bersama-sama melakukan usaha penambangan tanpa Izin Usaha Pertambangan (IUP)”;

2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa GUSWANDRA Pgl. AGUS Bin SAIDI dengan pidana penjara selama 8 (delapan) bulan dan denda sebesar Rp. 3.000.000,- (tiga juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 2 (dua) bulan;

3. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani oleh terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang telah dijatuhkan;

4. Menetapkan terdakwa tetap berada dalam tahanan; 5. Menetapkan barang bukti berupa:

- 1 (satu) unit alat berat berupa excavator merk Hitachi warna orange; type/jenis ZX 210 MGF No. AUK 2-0077931;

“Dikembalikan kepada pemiliknya saksi Jhon Reflita;

- Emas urai yang dibungkus dengan kain warna hitam yang diikat karet dengan berat bersih 7,77 (tujuh koma tujuh puluh tujuh) gram;

“Dirampas untuk Negara”

(20)

10 tahun, untuk pidana kurungan paling lama 1 tahun, dan untuk pidana denda paling banyak 10 miliar. Selain itu, pemberatan ancaman pidana bagi badan hukum berupa pemberatan 1/3 kali dari ketentuan maksimum pidana denda yang dijatuhkan. Namun demikian, sistem denda sulit diimplementasikan dalam praktik dan bersifat imperatif karena UU Minerba tidak mengatur mengenai aturan pelaksanaan pidana. misalnya seperti kasus di atas, hakim menjatuhkan pidana denda 3 juta, tetapi karena tidak mau atau tidak mampu membayarnya, maka pidana denda tersebut dapat diganti dengan pidana kurungan selama 2 bulan. Oleh karena UU tersebut tidak mengatur jika denda tidak dibayar oleh pelaku, maka yang berlaku sesuai dengan hubungan antara ketentuan umum Buku I KUHP mulai Pasal 1 sampai 85 dengan perundang-undangan pidana di luar KUHP, adalah Pasal 30 KUHP, yakni pidana kurungan pengganti denda paling lama 6 bulan, sebanyak-banyaknya 8 bulan. Contoh kasus lain yang terjadi pada putusan kasus Nomor 112/Pid.B/2012/PN.MR, pada kasus ini terdakwa dijatuhi pidana penjara 6 bulan, ditambah denda 2 juta, dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 2 bulan. Dalam putusan lain Nomor 55/Pid.B/2014/PN Bko, terdakwa I dan terdakwa II dijatuhi pidana masing-masing selama 1 tahun dan terdakwa III pidana penjara 8 bulan dengan denda masing-masing 500 ribu dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan masing-masing 1 bulan.

Dengan logika seperti ini, maka pelaku usaha lebih memilih kurungan daripada harus membayar denda. Tidak diaturnya aturan pelaksanaan pidana juga mengandung masalah apabila yang dinyatakan bersalah adalah badan hukum. Karena tidak mungkin perusahaan dijatuhi pidana kurungan untuk mengganti pidana denda. Ketentuan pidana di atas sekalipun diorientasikan pada jaminan perlindungan hak atas rasa aman tetapi justru dilanggar oleh negara karena membuat regulasi terkait entitas bisnis pertambangan yang tidak dapat dilaksanakan.23

(21)

BAB III KESIMPULAN

1. Di Indonesia, negara diberi kewenangan untuk menguasai sumber daya mineral dan batubara. Kewenangan negara dalam Putusan Mahkamah Konstitusi meliputi membuat kebijakan (beleid) dan pengurusan (bestuursdaad); pengaturan (regelendaad); pengelolaan (beheersdaad); dan pengawasan (toezichthoudensdaad). Dalam hal kewenangan demi tercapainya penegakan hukum, negara membuat beberapa peraturan nasional baik berupa UU, peraturan pemerintah, maupun keputusan menteri yang mengatur tentang pertambangan. Untuk pencapaian penegakan hukum terhadap masalah-masalah pertambangan khusunya pertambangan liar harus dilaksanakan oleh segenap komponen bangsa, termasuk bidang penegakan hukum pidana. Pengaturan khusus mengenai sanksi pidana bagi kegiatan pertambangan yang berhubungan dengan lingkungan terdapat dalam Undang-Undang No. 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

2. Pengelolaan dan permasalahan lingkungan hidup memerlukan suatu bentuk pengendalian yang terdiri atas 3 (tiga) tahap yaitu: upaya preventif; upaya pre-emtif; dan upaya represif. Dalam rangka mengoptimalkan upaya penanggulangan aktivitas penambangan emas ilegal, maka dapat dilakukan melalui penerapan upaya penal meliputi penerapan sanksi pidana terhadap pihak-pihak yang terlibat dalam aktivitas penambangan emas ilegal sesuai dengan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan maupun non penal dengan mendorong pemerintah untuk meningkatkan upaya pembinaan, pengawasan dan pengendalian pengelolaan kegiatan usaha pertambangan serta mengubah pola pikir masyarakat dalam melaksanakan aktivitas penambangan melalui program kemitraan usaha dengan perusahaan pemegang izin usaha pertambangan, sehingga mampu mendorong terlaksananya good mining practice yang berwawasan lingkungan hidup.

(22)
(23)

DAFTAR PUSTAKA A. UNDANG-UNDANG

Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Penggolongan Bahan-Bahan Galian, PP No. 27 Tahun 1980, LN No.47 Tahun 1980, TLN No. 3174.

_______, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 002/PUU-I/2003.

_______, Undang-Undang tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan,

UU No. 11 Tahun 1967, LN No. 22 Tahun 1967, TLN No. 2831.

_______, Undang-Undang tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, UU No. 4 Tahun 2009, LN No.4 Tahun 2009, TLN No. 4959.

B. BUKU

Ali, Mahrus dan Ayu Izza Elvany. Hukum Pidana Lingkungan “Sistem Pemidanaan Berbasis Konservasi Lingkungan Hidup”. Yogyakarta: UII Press, 2014.

Moeljatno, Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban dalam Hukum Pidana.

Yogyakarta: Bina Aksara, 1983

Rahmadi, Takdir. Hukum Lingkungan di Indonesia. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2014.

Ruray, Syaiul Bahri. Tanggung Jawab Hukum Pemerintah Daerah Dalam Pengelolaan & Pelestarian Fungsi Lingkungan Hidup. Bandung: PT Alumni, 2012.

Saleng, Abrar. Hukum Pertambangan. Yogyakarta: UII Press, 2004.

Salim HS, Hukum Pertambangan di Indonesia. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2014.

__________, Hukum Pertambangan Mineral & Batubara. Jakarta: Sinar Grafika, 2014.

C. JURNAL

Goodland, R. “The Concept of Environmental Sustainability”, A.nual Review of Ecology and Systematic. Vol. 26 No. 1, November 1995. hlm. 1-24. Hanafi. “Reformasi Sistem Pertanggungjawaban Pidana”. Jurnal Hukum: Ius

Quia Iustum. Vol. 6 No. 11, 1999. hlm. 26-43.

(24)

2010)”. Pandecta: Research Law Journal. Vol. 9 No. 1, Januari 2014, hlm. 113-119.

Tuaputy, U Selvi, E Intan Kumala Puti, dan Z Anna. “Eksternalitas Pertambangan Emas Rakyat di Kabupaten Buru Maluku”. JAREE: Jurnal Ekonomi Pertanian, Sumberdaya Dan Lingkungan. Vol.1 No.1 , April 2014, hlm. 71-86.

Gambar

Tabel 2.1 menunjukkan bahwa ada 11 responden atau 11% responden

Referensi

Dokumen terkait

pembangunan ekonomi yang amat ambisius yang pernah mereka lakukan, dan sekaligus merupakan kekeliruan yang amat besar. Pada tahun 1970-an, pemerintah Brazil merencanakan membangun

Ditinjau dari data penelitian menggunakan uji Tukey di atas diperoleh Q hitung = 3,9983 lebih besar dari pada Q tabel = 3,63 ( Q hitung = 3,9983 > Q tabel = 3,63 )

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui komponen dan tipe pasang surut, menganalisis perkembangan kedudukan rerata muka air laut serta memetakan dan menghitung luas

Hasil nilai kekuatan tarik tertinggi pada pengujian tarik didapatkan pada proses tempering dengan temperatur 300°C dengan holding time selama 30 menit yaitu sebesar

Pertumbuhan tanaman melon di lahan tailing pasir mengalami penghambatan, dimana tinggi tanaman yang paling tinggi ± 41-45 cm (Gambar 1 dan Gambar 2), dan pertumbuhan diameter

[r]

LAPORAN PENELITIAN PEMAKAIAN SARANA MULTIMEDIA SEBAGAI ..... ADLN Perpustakaan

Hasil penelitian menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara abnormal return , periode Sebelum dan Sesudah Pemilu Presiden 9 Juli 2014 atas Saham