BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Masalah
Perkebunan merupakan aktivitas budi daya tanaman tertentu pada lahan
yang luas. Tanaman tertentu adalah tanaman semusim dan atau tanaman
tahunan yang jenis pengelolaannya ditetapkan sebagai tanaman perkebunan
(UU No. 18 Tahun 2004). Perkebunan ditujukan untuk menghasilkan
komoditas pertanian dalam jumlah yang besar. Biasanya, aktivitas perkebunan
disertai dengan industri pengolahan hasil perkebunan yang sengaja dibangun di
area perkebunan. Komoditas yang dihasilkan diolah dan dikemas terlebih
dahulu sebelum dijual ke konsumen.
Indonesia telah lama dikenal sebagai penghasil berbagai komoditas
perkebunan.Saat ini Indonesia menjadi penghasil sejumlah komoditas
perkebunan, di antaranya kelapa sawit, cengkih, tebu, teh, tembakau, kopi,
kelapa, pala, vanili, karet, lada, dan cokelat.Sebagai salah satu penghasil
komoditas perkebunan terbesar di dunia, tidak dapat dipungkiri lagi bahwa
banyak masyarakat Indonesia yang menggantungkan hidupnya terhadap
perkebunan. Selain bertanggung jawab terhadap hajat hidup orang banyak,
perkebunan memiliki peranan yang sentral dan strategis dalam pembangunan
nasional, terutama dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat, penerimaan
devisa Negara, penyediaan lapangan pekerjaan, perolehan nilai tambah dan
daya saing, pemenuhan konsumsi dalam negeri, bahan baku industri dalam
Perkebunan yang ada di Indonesia dapat dibedakan menjadi perkebunan
besar dan perkebunan rakyat. Perkebunan besar adalah perkebunan yang
dikelola oleh perusahaan milik Negara maupun perusahaan swasta yang
berbadan hukum.Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang
perkebunan terdiri atas 15 perusahaan yang tersebar hampir di seluruh wilayah
di Indonesia.
Di Provinsi Sumatera Utara sendiri terdapat beberapa BUMN yang
bergerak di bidang perkebunan seperti PT. Perkebunan Nusantara II (Persero),
PT. Perkebunan Nusantara III (Persero), dan PT. Perkebunan Nusantara IV
(Persero). Yang menjadi perhatian peneliti dalam penelitian ini adalah PT.
Perkebunan Nusantara IV (PTPN IV) yang berkantor pusat di Medan. PTPN IV
memiliki perkebunan unit usaha yang tersebar hampir di seluruh wilayah
sumatera utara. Salah satu unit perkebunan PTPN IV yang akan disoroti dalam
penelitian ini yang terdapat di Kabupaten Simalungun, Kecamatan Jawa Maraja
Bah Jambi yaitu Perkebunan Unit Usaha Bah Jambi.
PTPN IV Unit Usaha Bah jambi bergerak dibidang Usaha Perkebunan
dan Pengolahan Kelapa Sawit yang menghasilkan Minyak (CPO), inti sawit
(PK) dan pembibitan kelapa sawit. Sebagai Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) tentunya PTPN IV Unit Usaha Bah Jambi memiliki fungsi dalam
meningkatkan kesejahteraan rakyat. Banyak masyarakat di Bah Jambi yang
menggantungkan hidup mereka kepada PTPN IV Unit Usaha Bah Jambi, baik
secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung maksudnya
masyarakat melakukan kegiatan industri untuk PTPN Unit Usaha Bah jambi,
sebagai buruh harian lepas perkebunan. Sedangkan secara tidak langsung
maksudnya kelompok masyarakat yang bekerja diluar sektor industri
perkebunan namun tetap memiliki kaitan dengan keberadaan perkebunan,
seperti pedagang di sekitar PTPN IV unit Bah Jambi yang berkontribusi dalam
memenuhi kebutuhan-kebutuhan masyarakat disana.
Sebagai institusi yang memiliki peranan besar terhadap hajat besar
orang banyak, telah terbentuk masyarakat yang kompleks di PTPN IV Unit
Usaha Bah Jambi karena sangat terbiasa dengan sistem pembagian kerja yang
sangat kental dengan nuansa feodalisme. Selain itu masyarakat perkebunan
memiliki keunikan tersendiri dan berbeda dengan masyarakat perkotaan
maupun masyarakat perdesaan. Salah satu permasalahan yang muncul pada
masyarakat perkebunan disana dan yang juga disoroti oleh peneliti ialah
permasalahan gender atau bias gender yang secara umum menempatkan
perempuan sebagai pihak yang dirugikan.
Istilah gender sudah cukup banyak digunakan, namun bagi masyarakat
awam istilah tersebut masih dirasakan asing. Agar menghasilkan pemahaman
yang tepat maka pemahaman istilah gender penting untuk disandingkan dengan
istilah seks (jenis kelamin). Istilah seks dan gender memiliki arti pembedaan
perempuan dan laki-laki, namun acuannya berbeda. Istilah seks mengacu
kepada perbedaaan biologis atau bawaan sejak lahir sedangkan istilah gender
mengacu kepada konstruksi sosial tentang peran, tugas dan kedudukan antara
perempuan dan laki-laki (Relawati, 2011:3).
Adanya gender telah melahirkan perbedaan peran, tanggung jawab,
sebenarnya tidak menjadi masalah apabila dilakukan secara adil dan
menguntungkan kedua jenis kelamin. Namun faktanya, selama ini masih
banyak ketimpangan terhadap salah satu jenis kelamin. Perempuan adalah
pihak yang paling banyak dirugikan dan diperlakukan lebih rendah.
Permasalahan gender yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah
permasalahan sosio-kultural dan kaitannya dengan ketidakadilan gender yang
terjadi pada masyarakat perkebunan di PTPN Unit Usaha Bah Jambi. Peneliti
membatasi kajian kepada buruh perempuan pembibitan kelapa sawit yang ada
disana sebagai objek penelitian. Hal tersebut dilakukan karena keterbatasan
peneliti yang tidak mampu menjangkau seluruh masyarakat PTPN IV Unit
Usaha Bah Jambi secara menyeluruh. Selain itu buruh perempuan pembibitan
adalah komunitas yang menurut observasi peneliti telah mengalami
ketidakadilan gender karena sistem masyarakat yang tidak peka gender. Lebih
jauh peneliti melihat adanya ketidakadilan yang dialami buruh perempuan
pembibitan seperti beban ganda, subordinasi, marginalisasi, dan stereotip.
Bentuk ketidakadilan yang lain yaitu kekerasan belum dapat dilihat secara
kasat mata. Maka dari itu peneliti memfokuskan diri terhadap buruh
pembibitan sebagai objek dari penelitian yang akan dilakukan.
Pembibitan Kelapa Sawit PTPN IV Unit Usaha Bah Jambi adalah
sektor yang bekerja dalam kegiatan yang meliputi penyamian bibit kelapa sawit
mulai dari kecambah sampai dengan bibit siap tanam yang dilakukan pada
areal seluas 38 Ha. Tujuan dari sektor ini adalah memenuhi kebutuhan bibit
baik untuk kebutuhan kebun PTPN IV maupun kebun lain yang seinduk
Areal pembibitan dipimpin oleh seorang asisten kepala yang
berkoordinasi dengan mandor kemudian mandor mengarahkan para Buruh
Harian Lepas (BHL) untuk mengerjakan lahan. Mayoritas BHL yang
dipekerjakan disini adalah para perempuan. Adanya stereotip tentang sifat
perempuan yang penurut dan lebih mudah untuk dikomando daripada laki-laki
merupakan asumsi awal peneliti yang mengakibatkan permpuan paling banyak
perempuan mengisi sektor ini untuk tujuan efektifitas dalam pencapaian target
produksi.
Selain itu para buruh perempuan pembibitan kelapa sawit ini memiliki
peran ganda yaitu sebagai seorang ibu dan istri dalam keluarganya dan
perannya sebagai pekerja dalam menopang kegiatan industri perkebunan yang
secara langsung berakibat kepada beban ganda yang dijalaninya. Selanjutnya
peneliti melihat bahwa meskipun para perempuan sudah bekerja sebagai buruh
harian lepas perkebunan, namun urusan rumah tangga seperti; memasak,
mencuci, membereskan rumah dan membesarkan anak masih tetap menjadi
tanggung jawab perempuan. Mereka biasanya melakukan semua tugas rumah
tangga sebelum melakukan aktifitasnya sebagian buruh pembibitan kelapa
sawit. Pada umumnya mereka tidak menggunakan jasa pembantu rumah tangga
karena kondisi ekonomi yang pas-pasan. Kondisi tersebut didukung oleh upah
rendah yang diterima para perempuan pembibitan kelapa sawit. Rendahnya
upah diakibatkan oleh tidak adanya posisi tawar mereka terhadap perkebunan.
Adanya anggapan sebagai pencari nafkah tambahan membuat para
buruh perempuan penyiram bibit kelapa sawit bersedia diupah rendah asal
tanggung jawab atas rumah tangga membuat perempuan terbatas memilih jenis
pekerjaan. Jenis pekerjaan sebagai buruh penyiram bibit kelapa sawit dianggap
cocok karena tidak terlalu memakan waktu mereka sehingga mereka dapat juga
menyelesaikan pekerjaan rumah tangga.Meskipun perempuan telah
menghabiskan waktu untuk ikut mencari nafkah, laki-laki tetap dianggap
sebagai pencari nafkah yang utama sehingga sudah sepantasnya perempuan
memperoleh upah yang lebih rendah (Partini dalam Kusumawati, 2012:158).
Marx juga mengatakan bahwa perempuan termarginalisasi dan tersubordinasi
di dalam pekerjaan yang tidak memiliki nilai pengakuan dan diupah rendah.
Perempuan mengandung anak sehingga harus mengutamakan pekerjaan rumah
tangganya. Salah satu jenis pekerjaan yang kemudian dipilih perempuan dan
sesuai dengan kondisi masyarakat tersebut adalah sebagai buruh lepas yang
tidak memiliki orientasi terhadap kesejahteraan.
Fakta bahwa perempuan telah mendapatkan akses ke ruang publik tentu
saja merupakan salah satu kemenangan gerakan perempuan dan kemenangan
feminisme liberal dan sosiologi feminis (Ritzer & Goodman, 2011:422).
Namun keterlibatan perempuan dalam dunia pekerjaan sering tidak
diperhitungkan. Hingga sekarang ini perempuan masih mengalami diskriminasi
dan berbgai ketidakadilan akibat bias gender.
Diskriminasi dan ketidakadilan tersebut antara lain termanifestasi dalam
bentuk marginalisasi, subordinasi, stereotip, dan beban kerja ganda. Kurang
diperhatikannya posisi perempuan dalam dunia pekerjaan merupakan salah satu
manifestasi ketidakadilan gender. Dimana Subordinasi dalam dunia kerja yang
pekerja perempuan. Dengan tingkat pendidikan yang sama, pekerja perempuan
hanya menerima upah sekitar 50% - 80% dari upah yang diterima laki-laki.
Selain itu banyak perempuan yang bekerja pada pekerjaan marginal sebagai
buruh lepas atau pekerja di dalam rumah tangga tanpa memperoleh jaminan
sosial dari pihak yang mempekerjakannya (Wibowo, 2011:38).
Selain subordinasi dan marginalisasi yang dialami perempuan dalam
dunia pekerjaan, Kewajiban yang di emban perempuan yang bekerja tentunya
juga sangat besar. Dimana ia harus berada di dalam sektor domestik dan sektor
publik secara bersamaan. Umumnya waktu yang dipakai untuk
kegiatan-kegiatan rumah tangga sangat besar atau padat sekali. Bahkan fakta lain
mengungkapkan bahwa wanita hanya mempunyai waktu untuk istirahat yang
jauh lebih sedikit daripada pria. Beban yang berat tersebut kemudian
memunculkan permasalahan prioritas diantara kedua peran yang sedang
diembannya, baik sebagai ibu rumah tangga yang baik maupun pekerja yang
baik di sektor publik. Kedua peran tersebut sama-sama membutuhkan waktu,
pikiran, tenaga dan perhatian, sehingga apabila ada salah satu peran yang
dilakukan dengan baik, maka secara otomatis peran yang lainnya akan
terabaikan sehingga muncullah konflik peran. Permasalahan ini utamanya
timbul pada perempuan yang bekerja adalah ibu yang memiliki anak-anak yang
masih membutuhkan pengasuhan fisik maupun moril (Ihromi, 1990).
Berdasarkan observasi yang dilakukan peneliti, peneliti melihat bahwa
sebagian perempuan yang melakukan mobilisasi dari wilayah domestiknya
untuk bekerja di jaman yang serba sulit seperti sekarang, terutama pada
kemudian memutuskan untuk bekerja di wilayah publik sebagai pencari nafkah.
Kemiskinan dan masih kurangnya pendapatan suami adalah faktor yang
mempengaruhi para ibu bersedia bekerja sebagai buruh penyiram bibit kelapa
sawit sebagai upaya untuk pemenuhan kebutuhan ekonomi keluarganya.
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, peneliti bermaksud
mengadakan penelitian dengan judul ”Manifestasi Ketidakadilan Gender pada
masyarakat Perkebunan (Studi Deskriptif pada Buruh Pembibitan Kelapa Sawit
di PTPN IV Unit Usaha Bah Jambi).”
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka yang menjadi rumusan
permasalahan dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimanakah kehidupan para buruh perempuan pembibitan kelapa sawit
PTPN IV Unit Usaha Bah Jambi?
2. Bagaimanakah bentuk ketidakadilan gender pada masyarakat perkebunan
yang dialami oleh buruh perempuan pembibitan kelapa sawit di PTPN IV
Unit Usaha Bah Jambi?
1.3 Tujuan Penelitian
Bermula dari 2 pokok masalah yang telah diformulasikan di atas, maka
yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah :
1. Mendeskripsikan kehidupan buruh perempuan pembibitan PTPN IV Unit
Usaha Bah Jambi.
2. Mengidentifikasi dan menginterpretasikan bentuk-bentuk ketidakadilan
gender yang dialami objek penelitian yaitu buruh perempuan pembibitan
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan
manfaat sebagai berikut :
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini memiliki manfaat secara teoritis yaitu untuk memberikan
informasi sebagai bahan kajian dan memperkaya hasil penelitian dalam bidang
gender dan sosiologi perkebunan terutama yang berkaitan dengan peran ganda
perempuan di perkebunan yang nantinya dapat digunakan sebagai salah satu
referensi untuk penelitian selanjutnya.
2. Manfaat praktis
Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat
sebagai bahan masukan bagi pemerintah maupun masyarakat dalam upaya
memahami fenomena sosial mengenai kehidupan buruh perempuan
perkebunan dalam menjalankan peran gandanya.
1.5 Definisi Konsep
Definisi konsep merupakan sejumlah pengertian atau ciri-ciri yang
berkaitan dengan berbagai peristiwa, obyek, kondisi, situasi dan hal-hal sejenis.
Untuk menghindari salah pengertian atas makna konsep-konsep yang dijadikan
obyek dalam penelitian ini maka harus ada pembatasan makna-makna konsep
yang akan diteliti. Definisi konsep adalah pengertian yang terbatas dari suatu
Adapun definisi konsep yang digunakan untuk membatasi penelitian ini
adalah :
1. Perkebunan
Perkebunan merupakan aktivitas budi daya tanaman tertentu pada
lahan yang luas. Tanaman tertentu adalah tanaman semusim dan atau
tanaman tahunan yang jenis pengelolaannya ditetapkan sebagai tanaman
perkebunan (UU No. 18 Tahun 2004). Perkebunan ditujukan untuk
menghasilkan komoditas pertanian dalam jumlah yang besar. Biasanya,
aktivitas perkebunan disertai dengan industri pengolahan hasil perkebunan
yang sengaja dibangun di area perkebunan. Komoditas yang dihasilkan
diolah dan dikemas terlebih dahulu sebelum dijual ke konsumen.
2. Gender
Konsep Gender dalam penelitian ini digunakan untuk menjelaskan
perbedaan peran, fungsi, status dan tanggungjawab yang melekat pada
laki-laki dan perempuan sebagai hasil dari bentukan (konstruksi) sosial budaya
yang dikenal melalui proses sosialisasi dari anak-anak sampai dewasa. Oleh
sebab itu gender dapat diubah dan disesuaikan.
3. Ketidakadilan gender
Inequality gender (Ketidakadilan gender) adalah ketidakadilan yang
dialami buruh perempuan penyiram bibit kelapa sawit karena adanya
perbedaan gender. Ketidakadilan gender dalam penelitian ini mencakup 5
4. Marginalisasi
Marginalisasi adalah proses peminggiran atau pemiskinan buruh
pennyiram bibit kelapa sawit yang disebabkan karena adanya perbedaan
gender. Marginalisasi kemudian menempatkan mereka pada
pekerjaan-pekerjaan yang tidak memiliki nilai prestise.
5. Subordinasi
Subordinasi adalah anggapan bahwa perempuan tidak memiliki
posisi tawar yang tinggi wilayah publik (pekerjaan). Subordinasi ini
disebabkan oleh stereotip yang melekat pada diri perempuan. Subordinasi
dalam penelitian ini kemudian menyebabkan buruh perempuan pembibitan
kelapa sawit diupah rendah.
6. Beban Kerja Ganda
Beban kerja ganda adalah pemenuhan atas dua peran sekaligus.
Peran yang dimaksud adalah peran perempuan di dalam rumah tangga dan
pekerjaannya. Beban kerja ganda dalam penelitian ini dialami oleh buruh
penyiram bibit kelapa sawit yang harus tampil sempurna untuk
pekerjaannya sebagai buruh perkebunan dan untuk rumah tangganya
sehingga menyita waktu senggang dan instirahat serta membutuhkan tenaga
dan pikiran yang sangat berat.
7. Stereotip
Stereotip adalah pelebelan terhadap suatu kelompok tertentu yang
selalu berakibat merugikan pihak lain dan menimbulkan ketidakadilan.
Stereotip gender telah memberikan pelebelan negatif terhadap perempuan.
manusia yang kuat, rasional, jantan, berani, dan perkasa. Sedangkan
perempuan adalah mahluk yang lembut, cantik, emosional dan keibuan.
8. Kekerasan
Kekerasan adalah tindakan merugikan yang dirasakan perempuan
karena adanya perbedaan gender. Kekerasan yang terjadi dapat berupa
kekerasan fisik maupun non fisik. Jika diperhatikan bahwa kekerasan yang
terjadi pada perempuan adalah disebabkan oleh keyakinan gender.
9. Buruh Perempuan Pembibitan Kelapa Sawit
Buruh perempuan pembibitan kelapa sawit adalah perempuan yang
bekerja untuk PTPN IV Bah Jambi pada sektor pembibitan kelapa sawit dan