Dinamika Pers dan Motif Pembredelan Majalah
Tempo Selama Pemerintahan Orde Baru
Mata pelajaran//tahun ajaran : Sejarah//2015/2016
Guru Pembimbing : Ibu. Annetha Novika Adnan, S.Sos.
Tim Penulis : Fellya Tiara A; W isnu P ramadhitya R.;
Ina Annisa P; Lukman Satrio A; M. Rheza N.A.;
Rizki Agung G.;
SMA NEGERI 2 BOGOR
PENDAHULUAN
Latar Belakang……….… 1 Rumusan Masalah………... 1 Pembahasan………. 2 PENUTUP
Kesimpulan……….. 6 DAFTAR PUSTAKA………….………. 7
DINAMIKA PERS DAN MOTIF PEMBREDELAN MAJALAH TEMPO SELAMA PEMERINTAHAN ORDE BARU
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Orde Baru sebagai pemerintahan terlama selama tigapuluhdua tahun setelah Indonesia merdeka telah menelurkan berbagai kebijakan-kebijakan yang berimbas terhadap kemajuan ekonomi dan pembangunan yang sukses kala itu secara pesat. Program Transmigrasi, Keluarga Berencana, Wajib sekolah Sembilan tahun,
Swasembada pangan, dan memerangi buta huruf pun sukses terlaksana tempo itu. Namun selama periode emas tersebut sebuah sistem juga tidaklah luput dari kutu-kutu penghisap darah rakyat yang hinggap di kepala pemerintahan, begitu banyak kecurangan terjadi di tubuh pemerintahan, merajalelanya korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), dan pun tidak tertinggal pembatasan bersuara dalam tubuh pers. Pada awal kebangkitan Orde Baru, pers mengalami masa bulan madu dengan penguasa. Tetapi belum genap sepuluh tahun pemerintahan Orde Baru, pemerintah melakukan pembredelan duabelas media massa yang disebabkan memuncaknya amarah Presiden Soeharto terhadap peristiwa Malari 15 Januari 1974.
Kebebasan pers pun akhirnya ternodai, menjadi salah satu yang dicurangi dan dicederai budi dan raganya. Banyak terjadi pembredelan media massa besar setelah peristiwa Malari 1974. Namun dari begitu banyaknya pembredelan media massa yang terjadi kala pemerintahan Presiden Soeharto, kasus pembredelan Majalah Tempo adalah yang paling menarik dan fenomenal untuk diperbincangkan sebab meskipun pada waktu itu Tempo dalam keadaan yang sangat sulit, namun mereka tetap berani, vokal, dan berjuang mempertahankan idealisme mereka melawan pemerintahan saat itu.
RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana dinamika pers selama pemerintahan Orde Baru?
2. Apa motif pemerintahan Presiden Soeharto dalam pembredelan Majalah Tempo?
PEMBAHASAN
Runtuh dan bergantinya rezim Order Lama ala Soekarno menjadi Orde Baru bukan berarti percaturan antara pers dengan pemerintah di Indonesia berhenti begitu saja. Roman politik berubah, kondisi pers pun berubah. Di bawah pimpinan baru Mayor Jendral Soeharto, pemerintah mengambil langkah awal dengan memberangus semua pers yang berhaluan komunis. Izin dicabut, kantor ditutup, wartawan-wartawannya ditangkap dan dipenjara. Bersih-bersih pers unsur “kiri” pun dilakukan pemerintah.
Begitu naik ke tampuk kekuasaan di awal pemberontakan 1 Oktober 1965, Mayor Jenderal Soeharto dan Orde Baru yang ia proklamirkan sendiri langsung membelenggu surat-surat kabar yang ada di negeri ini. Dalam upaya pemberantasan yang tak ada tandingannya di Negara ini, nyaris sepertiga dari seluruh surat kabar ditutup.
– David T. Hill (The Press in New Order)
Kehidupan pers pada awal Orde Baru ditandai dengan aturan yang “menjinakkan” pers, berlakunya UU No. 11 Tahun 1966 tentang Pokok-Pokok Pers. Pada Pasal 4 UU Pokok Pers ini dikatakan bahwa terhadap pers nasional tidak dikenakan sensor dan pembredelan. Selanjutnya Pasal 5 (1) berbunyi bahwa kebebasan pers sesuai dengan hak asasi warga negara dijamin. Di lain sisi undang-undang Pers tahun 1966 juga menyebutkan bahwa penerbitan surat kabar wajib memiliki dua izin yang berkaitan. Pertama adalah Surat Izin Terbit (SIT) yang dikeluarkan Departemen Penerangan. Sementara yang kedua adalah Surat Izin Cetak (SIC) yang diberikan oleh lembaga militer KOMKATIB. Pencabutan izin yang dilakukan oleh salah satu atau dua lembaga tersebut secara otomatis berarti pembredelan terhadap media yang bersangkutan.
Meskipun tanda-tanda otoritarianisme Orde Baru pun muncul sejak awal, dekade awal Orde Baru menunjukan bahwa antara pers dan pemerintah cukuplah erat. Jatuhnya Soekarno dari tampuk kepemimpinan absolut memberikan euphoria kebersamaan. Keleluasaan kepada pers yang anti komunis pun diberikan. Tetapi hubungan ini mulai renggang, puncaknya terjadi pada tanggal 15 Januari 1974 ketika Perdana Menteri Jepang Tanaka berkunjung ke negeri ini. Peristiwa itu terkenal dengan nama Peristiwa Malari (Malapetaka Limabelas Januari).
DINAMIKA PERS DAN MOTIF PEMBREDELAN MAJALAH TEMPO SELAMA PEMERINTAHAN ORDE BARU
Setelah peristiwa Malari, wajah asli Orde Baru terlihat jelas. Duabelas penerbitan yaitu Indonesia Raya, Harian Kami, Mahasiswa Indonesia, Nusantara, Abadi, The Jakarta Times, Mingguan Senang, Pemuda Indonesia, Ekspres,
Pedoman, Suluh Berita, dan Indonesia Pos dibredel. Semuanya dilarang terbit sampai batas waktu yang tidak ditentukan. Pers di Indonesia tiarap, tunduk terhadap aturan-aturan rezim.
Sensor ketat rezim memaksa pers mengambil pilihan-pilihan pragmatis agar bisa bertahan hidup. Ditambah dengan booming minyak di akhir 1970an yang memicu pembangunan di berbagai bidang, salah satunya adalah industri pers yang mulai ikut menanjak.
Investasi dalam media menjadi diminati banyak orang. Era awal konglomerasi media di mana banyak media hanya dikuasai oleh segelintir pengusaha saja. Keberhasilan para pengusaha dalam melakukan konglomerasi media ini merupakan keberanian dalam menerjemahkan situasi politik serta memanfaatkan peluang bisnis.
Fenomena konglomerasi media tersebut terus berkembang. Dalam situasi tersebut, di mana informasi hanya berkutat di segelintir pengusaha, ketakutan mengenai monopoli informasi patutlah untuk diapungkan, Di satu sisi, kondisi pers begitu ketat diawasi oleh pemerintah. Besar kemungkinan monopoli informasi tersebut terjadi dan menguntungkan pihak tertentu, salah satunya pemerintah.
Maka ketika pemerintahan Orde Baru dapat mengontrol informasi, pemerintah juga dapat mengkontruksi realitas di masyarakat. Ketika sebuah peristiwa telah diterima oleh masyarakat awam, maka kekuasaan pun didapatkan.
Dalam kondisi pers yang serba ketat, makin menjamurnya industrialisasi media, dan semakin melanggengnya kekuasaan rezim, muncullah kemudian apa yang disebut oleh David T. Hill sebagai Pers Pinggiran atau bisa juga disebut Pers Alternatif. Berawal dari bentuk ketidakpuasaan masyarakat atas keterbatasan informasi dan berkembang menjadi bentuk perlawanan terhadap rezim.
Tigapuluhdua tahun kekuasaan rezim otoriter yang menjuluki dirinya dengan Demokrasi Pancasila. Tigapuluhdua tahun pula susah payah media pers Indonesia berjuang dan bertahan dengan idealismenya.
Majalah Tempo, dengan pentolannya Goenawan Mohamad, merupakan salah satu majalah mingguan yang “senang” mengkritik pemerintahan Orde Baru dan merupakan salah satu media yang tetap bertahan pada idealisme pers yang
mereka telah bangun. Terbit perdana pada bulan April 1971 dengan berita utama mengenai cedera parah yang dialami Minarni, pemain badminton andalan Indonesia di Asean Games Bangkok, Thailand.
Pembredelan pun akhirnya menghampiri Tempo untuk pertama kalinya pada bulan April 1982. Tempo dibredel oleh Departemen Penerangan melalui surat yang dikeluarkan oleh Ali Moertopo selaku Menteri Penerangan pada era 80-an.
Tempo meniru Time? Benar Tempo meniru waktu, selalu tepat, selalu baru.
- Tempo, Terbitan 26 Juni 1971
Diduga, pembredelan tersebut terjadi karena Tempo meliput dan dianggap terlalu tajam mengkritik rezim Orde Baru dan kampanye partai Golkar di Lapangan Banteng, Jakarta, yang berakhir rusuh. Seorang Presiden Soeharto, yang notabene sebagai motor partai Golkar, tidak suka dengan berita tersebut. Saat itu tengah dilangsungkan kampanye dan prosesi Pemilihan Umum.
Tapi akhirnya Tempo diperbolehkan terbit kembali pada bulan Juni 1982 setelah menandatangani semacam "janji" di atas kertas segel dengan Ali Moertopo; Menteri Penerangan.
Setelah satu dekade terlewati, kejadian pun terulang kembali. 21 Juni 1994, Tempo kembali dibredel. Tidak sendirian, majalah Editor dan majalah yang sedang berkembang: DeTik ikut dibredel oleh pemerintah, melalui Menteri Penerangan; Harmoko. Penyebabnya adalah berita Tempo terkait ihwal pembelian kapal-kapal bekas dari Jerman Timur. Tempo dinilai terlalu keras mengkritik pemerintahan Presiden Soeharto dan Wakilnya Habibie kala itu. Namun, diduga penyebab dasarnya adalah karena Presiden Soeharto tidak suka Tempo dari dulu dan berita mengenai Wakil Presiden Habibie hanyalah alasan untuk pembenaran. Majalah Tempo pun akhirnya vakum dari dunia pers Indonesia.
Reformasi Mei 1998: Soeharto Terbenam, Tempo Bersinar
Kekuasaan manusia tidak ada yang benar-benar absolut. Setelah tigapuluhdua tahun berada dalam kondisi yang terkekang, rezim Orde Baru pun runtuh. Berhentinya Presiden Soeharto merupakan tanggapan atas keiinginan rakyat untuk mereformasi bangsa Indonesia. Reformasi pada 21 Mei 1998
DINAMIKA PERS DAN MOTIF PEMBREDELAN MAJALAH TEMPO SELAMA PEMERINTAHAN ORDE BARU
memberikan angin segar bagi bangsa Indonesia, terutama dunia pers Indonesia. Presiden Habibie, melalui Menteri Penerangan Yunus Yosfiah mencabut sejumlah peraturan yang menjadi alat kontrol pers di Indonesia dan pula mencabut perihal pembredelan Tempo dan media pers lainnya. Regulasi baru pun dibentuk, diterbitkannya UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers yang menjamin kebebasan pers di Indonesia secara utuh.
Era reformasi muncul sebagai pahlawan baru pengusung kebebasan pers. Namun, agar kebebasan pers itu bisa dinikmati oleh media dan publik pada umumnya, kebebasan pers itu tidak hanya cukup termuat dalam peraturan perundang-undangan. Kebebasan pers itu juga perlu dipahami dan diyakini oleh warga masyarakat. Agar kebebasan yang dicita-citakan dapat terlaksana dengan baik dan berjalan sesuai dengan rule of law.
PENUTUP
KESIMPULAN
1. Kehidupan Pers di Indonesia selama masa Orde Baru memang begitu dinamis. Pasang-surut terjadi selama tigapuluhdua tahun. Berawal dari lahirnya rezim Orde Baru, lalu Peristiwa Malari 1974, Pembredelan berbagai penerbit, Industrialisasi Media Massa, dan tumbuhnya Pers Alternatif di Indonesia. Namun, kondisi tersebut tidaklah membuat pers di Indonesia berhenti tumbuh; “rumput dicabut pun tumbuh lagi” merupakan penggambaran yang tepat untuk kondisi saat itu.
2. Majalah Tempo merupakan media massa yang paling aktif dan kritis terhadap kebijakan pemerintahan Orde Baru. Dua kali dibredel, dua kali vakum. Pembredelan ini disebabkan sifat anti-kritik pemerintahan Orde Baru dan ketidaksukaan Presiden Soeharto terhadap majalah Tempo yang begitu kritis terhadap kebijakan pemerintah.
DINAMIKA PERS DAN MOTIF PEMBREDELAN MAJALAH TEMPO SELAMA PEMERINTAHAN ORDE BARU
DAFTAR PUSTAKA
Wiryawan, Hari. 2007. Dasar-dasar Hukum Media. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hill, David T. 2011. Pers di Masa Orde Baru. Indonesia: Yayasan Pustaka Obor. Waluyo, Djoko. 2014. Dinamika Pers di Masa Orde Baru. Jakarta: Pusat Penelitian
dan Pengembangan Aplikasi Informatika dan Informasi dan Komunikasi Publik.
Tempo Media Group, Sejarah TEMPO, www.korporat.tempo.co/tentang/sejarah Haryanto, Ignatius. 2013. 19 Tahun Pembredelan Majalah Tempo,
http://www.tempo.co/read/kolom/2013/06/21/755/19-Tahun-Pembredelan-Majalah-Tempo
Khairuddin, Fachrul. 2011. Sejarah Majalah Tempo: Konflik dan Pembredelan*, http://www.kompasiana.com/fachrulkhairuddin/sejarah-majalah-tempo-konflik-dan-pembredelan_5500651a813311a019fa768d
*Artikel diperbarui 26 Juni 2015 09:53:09.