• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Keterampilan Proses Sains Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Game Tournament (TGT) pada Siswa Sekolah Dasar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Keterampilan Proses Sains Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Game Tournament (TGT) pada Siswa Sekolah Dasar"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

5

IPA, ruang lingkup IPA, pembelajaran IPA di SD, model pembelajaran Team

Game Tournament (TGT) secara urut, langkah-langkah model pembelajaran

(TGT), komponen-komponen pembelajaran (TGT), kelebihan dan kekurangan

model pembelajaran Team Game Tournament (TGT), pengertian hasil belajar, dan

pengertian keterampilan proses sains.

2.1.1 Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan bagian dari Ilmu

Pengetahuan atau Sains yang semula berasal dari Bahasa Inggris „science‟. Kata „science‟ itu sendiri merupakan singkatan dari kata “natural science”. Natural artinya alamiah, berhubungan dengan alam, sedangkan science artinya adalah

pengetahuan. Jadi Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau science dapat disebut

sebagai ilmu yang mempelajari tentang alam atau peristiwa-peristiwa yang terjadi

di alam. Susanto (2012) Sains atau IPA ialah suatu usaha manusia dalam

memahami alam semesta melalui sebuah pengamatan yang tepat pada sasaran,

serta menggunakan prosedur, dan dijelaskan dengan penalaran-penalaran sehingga

mendapatkan sebuah kesimpulan.

Menurut Triyanto (2013) hakikat IPA adalah ilmu pengetahuan yang

mempelajari gejala-gejala melalui serangkaian proses ilmiah yang dibangun

dengan dasar sikap ilmiah dan menghasilkan produk ilmiah. Tiga komponen

penting dalam produk ilmiah adalah berupa konsep, prinsip dan teori yang berlaku

secara universal.

Menurut Asih dan Sulistyawati (2014) IPA merupakan rumpun ilmu,

memiliki karakteristik khusus yaitu mempelajari fenomena alam yang faktual

(factual), baik berupa kanyataan (reality) atau kejadian (events) dan hubungan

sebab-akibatnya. Berdasarkan pendapat-pendapat para ahli tersebut, pendidikan

IPA sangat bermanfaat karena memiliki karakteristik khusus sehingga siswa dapat

(2)

secara faktual dan nyata dengan hubungan sebab-akibatnya serta dapat

menumbuhkan rasa ingin tahu.

2.1.1.1 Tujuan Pembelajaran IPA

Tujuan pembelajaran IPA di Sekolah Dasar menurut Trianto (2012) antara

lain:

1. Memberikan pengehauan kedapa siswa tentang dunia tempat hidup dan

bagimana bersikap.

2. Menanamkan sikap hidup ilmiah.

3. Memberikan keterampilan untuk melakukan pengamatan.

4. Mendidik siswa untuk menangani, mengetahui cara kerja serta

menghargai para ilmuwan penemunya.

5. Menggunakan dan menerapkan metode ilmiah dalam memecahkan

permasalahan.

2.1.1.2 Ruang Lingkup IPA

Adapun ruang lingkup IPA di SD menurut BSNP (2006) meliputi

aspek-aspek sebagai berikut :

1. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan,

tumbuhan, dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan.

2. Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi : cair, padat, dan

gas.

3. Energi dan perubahannya meliputi : gaya, bunyi, panas, magnet,

listrik, cahaya, dan pesawat sederhana.

4. Bumi dan alam semesta meliputi : tata surya, dan benda-benda langit

lainnya.

2.1.1.3 Pembelajaran IPA di SD

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) didefinisikan sebagai kumpulan

pengetahuan yang tersusun secara terbimbing. Sejalan dengan kurikulum KTSP (Depdiknas, 2006) bahwa “IPA berhubungan dengan cara mencari tau tentang alam secara sistematis, sehingga bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan

(3)

membahas tentang fakta serta gejala alam. Fakta dan gejala alam tersebut

menjadikan pembelajaran IPA tidak hanya verbal tetapi juga faktual. Hal ini

menunjukkan bahwa, hakikat IPA sebagai proses diperlukan untuk mencipkan

pembelajaran IPA yang empirik dan faktual. Hakikat IPA sebagai proses

diwujudkan dengan melaksanakan pelajaran yang melatih keterampilan proses.

Untuk anak Sekolah Dasar, menurut Marjono (1996) dalam (Susanto,

2013) hal yang harus diutamakan adalah bagaimana mengembangkan rasa ingin

tahu dan daya berfikir kritis mereka terhadap suatu masalah.

Pembelajaran IPA merupakan suatu pembelajaran yang erat hubungannya

dengan peristiwa yang dialami sehari-hari oleh siswa, pembelajaran menyajikan

hal-hal nyata seperti pembelajaran IPA akan memberikan pemahaman yang baik

kepada siswa karena siswa mengalami langsung peristiwa tersebut. Sesuai dengan

hal itu pembelajaran IPA untuk dapat memberikan pengalaman langsung kepada

siswa ini dapat dilakukan dengan cara penggunaan beberapa model pembelajaran

memiliki karakteristik yang sesuai terhadap pembelajaran IPA.

Demikian dapat disimpulkan bahwa pembelajaran IPA di SD adalah

keterampilan proses pembelajaran untuk melatih siswa agar dapat menyelesaikan

penemuan atau masalah secara ilmiah untuk menghasilkan suatu produk IPA yaitu

konsep, fakta, dan teori-teori baru yang mereka temukan. Sehingga dapat

menciptakan kondisi pada saat pembelajaran IPA di SD yang bisa mendorong

siswa untuk aktif dan ingin tau. Untuk itu siswa perlu dibimbing dalam proses

berpikir agar siswa dapat menunjukkan bahwa, pembelajaran IPA sebagai proses

empirik dan faktual.

2.1.1.4 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang Diteliti

Kurikulum KTSP memuat beberapa hal yaitu standar kompetensi dan

kompetensi dasar, indikator. Peneliti menggunakan Standar Kompetensi 7 dan

Kompetensi Dasar 7.1 dan 7.2 sebagai acuan untuk melaksanakan penelitian Ilmu

Pengetahuan Alam (IPA) pada siswa kelas IV semester II di SDN Klero 02

Kecamatan Tengaran. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar diuraikan pada

(4)

Tabel 2.1

Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran IPA Kelas 4 Semester II KTSP 2006

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

1. Memahami gaya dapat mengubah gerak dan/atau bentuk suatu benda.

7.1 Menyimpulkan hasil percobaan bahwa gaya (dorongan dan tarikan) dapat mengubah gerak suatu benda.

7.2 Menyimpulkan hasil percobaan bahwa gaya (dorongan dan tarikan) dapat mengubah bentuk suatu benda.

2.1.2 Model Pembelajaran Team Game Tournament (TGT)

Teams Games Tournament (TGT) pada awalnya dikembangkan oleh

Davied Devries dan Keith Edward, metode pembelajaran pertama dari Johns

Hopkins. Dalam model ini kelas terbagi atas kelompok-kelompok kecil di

dalamnya beranggotakan 4 sampai 5 siswa yang berbeda-beda tingkat

kemampuan, jenis kelamin, dan latar belakang suku atau ras, kemudian

digabungkan dan bekerjasama dalam kelompok-kelompok kecil. Dalam kerja

kelompok guru memberikan lembar kerja siswa kepada setiap kelompok. Tugas

yang diberikan dikerjakan bersama dengan anggota kelompoknya. Pembelajaran

dalam Teams Games Tournament (TGT) hampir sama dengan STAD dalam setiap

hal kecuali satu, sebagai ganti kuis dan sistem skor perbaikan individu, TGT

menggunakan tournamen permainan akademik. Dalam turnament itu siswa

bertanding mewakili timnya dengan anggota tim lain yang setara dalam kinerja

akademik mereka yang lalu.

Menurut Slavin (2008) dalam pembelajaran kooperatif tipe TGT (Team

Game Tournament) menggunakan turnamen akademik. Siswa berkompetisi

sebagai wakil dari kelompoknya melawan anggota dari kelompok yang mencapai

hasil atau presentasi serupa pada waktu lalu. Anggota dalam satu kelompok akan

saling membantu dalam mempersiapkan diri untuk bermain dengan mempelajari

lembar kegiatan dan menjelaskan masalah-masalah satu sama lain dan

(5)

2.1.2.1 Langkah-Langkah Model Pembelajaran Team Game Tournament

(TGT)

Ada banyak ahli yang mengemukakan bagaimana langkah-langkah

pembelajaran model TGT namun peneliti akan menggunakan langkah-langkah

atau sintak dari (Sutirman, 2013:34) yang mempunyai 4 komponen utama yaitu

presentasi materi, pembentukan kelompok, game turnamen, dan penghargaan

kelompok. Adapun penjabaran dari 4 komponen tersebut dapat kita lihat di bawah

ini.

1. Presentasi Materi

Sebagaimana pada pembelajaran langsung lainnya, pada awal pembelajaran

guru hendaknya memberikan motivasi, apersepsi, dan menyampaikan tujuan

pembelajaran. Kemudian guru menyampaikan materi pelajaran yang sesuai

dengan indikator kompetensi yang harus dikuasai oleh siswa. Penyampaian

materi dapat secara langsung melalui ceramah oleh guru, dapat pula dengan

paket media pembelajaran audiovisual yang berisi materi yang sesuai.

2. Pembentukan Kelompok

Materi telah disampaikan oleh guru di depan kelas dan selanjutnya dibentuk

kelompok-kelompok siswa. Kelompok terdiri dari empat sampai lima orang

yang bersifat heterogen dalam hal presentasi belajar, jenis kelamin, suku,

maupun lainnya. Setiap kelompok diberi lembar kerja atau materi dan tugas

lainnya untuk mendiskusikan dan dikerjakan oleh kelompok. Melalui

kelompok ini harus dipastikan bahwa semua anggota kelompok

sungguh-sungguh belajar agar nantinya dapat mengerjakan soal dengan baik. Anggota

kelompok satu sama lain dapat saling memberi pemahaman tentang materi

yang dipelajarainya.

Kesuksesan setiap anggota kelompok akan menjadi faktor keberhasilan

kelompok.

(6)

Setelah siswa belajar dan berdiskusi dalam kelompok, selanjutnya

dilakukan permainan lomba (turnamen) yang bersifat akademik untuk

mengukur penguasaan materi oleh siswa. Permainan yang dilakukan

adalah semacam lomba cerdas cermat, dengan peserta perwakilan dari

setiap kelompok. Soal dapat diberikan dalam bentuk pertanyaan lisan atau

dalam bentuk kartu soal yang dipilih secara acak.

Teknis pelaksanaan permainan turnamen ini dimulai dengan guru

merangkin siswa dalam setiap kelompok. Selanjutnya menyiapkan meja

turnamen sebanyak jumlah anggota dalam kelompok. Jika tiap kelompok

beranggotakan empat orang, maka disiapkan empat meja. Meja pertama

diisi oleh siswa dengan rangking pertama di setiap kelompok, meja kedua

diisi oleh siswa dengan rangking kedua, meja ketiga diisi oleh siswa

dengan rangking ketiga di setiap kelompok, dan meja keempat diisi oleh

siswa dengan rangking keempat di setiap kelompok.

b. Penghargaan Kelompok

Skor anggota kelompok rata-rata menjadi skor kelompok. Individu dan

kelompok yang mencapai kriteria skor tertentu mendapat penghargaan. Kelompok yang mendapat skor ≥45 mendapat julukan Super Team, rata-rata skor 40-45 mendapat julukan Great Team, dan rata-rata skor 30-40

mendapat julukan Good Team.

Tabel 2.2

Contoh Kriteria Penentuan Penghargaan Kelompok Skor Kelompok Kriteria Penghargaan

30-40 Tim Baik (Good Team)

(7)

Gambar 2.1 Model Pembelajaran TGT

Sumber : Slavin (1995: 168)

2.1.2.2Kelebihan Model TGT

1) Dalam kelas kooperatif siswa memiliki kebebasan untuk berinteraksi dan

menggunakan pendapatnya.

2) Rasa percaya diri siswa menjadi lebih tinggi.

3) Perilaku mengganggu terhadap siswa lain menjadi lebih kecil.

4) Motivasi belajar siswa bertambah.

5) Meningkatkan budi pekerti, kepekaan, toleransi anatar siswa dengan siswa

dan antara siswa dengan guru.

2.1.2.3Kekurangan Model TGT

a) Sering menjadi kegiatan pembelajaran tidak semua siswa ikut serta

menyumbangkan pendapat.

b) Kekurangan waktu untuk proses pembelajaran.

(8)

2.1.3 Pengertian Keterampilan Proses Sains

Keterampilan proses adalah keterampilan yang diperoleh dari latihan

kemampuan-kemampuan mental, fisik, dan sosial yang mendasar sebagai

penggerak kemampuan-kemampuan yang lebih tinggi. Menurut Rustaman (2003),

keterampilan proses adalah keterampilan yang melibatkan aspek kognitif atau

intelektual, manual dan sosial. Keterampilan kognitif terlibat karena dengan

melakukan keterampilan proses siswa menggunakan pikirannya. Keterampilan

manual jelas terlibat dalam keterampilan proses karena mereka melibatkan

penggunaan alat dan bahan, pengukuran, penyusunan atau perakitan alat.

Keterampilan sosial juga terlibat dalam keterampilan proses karena mereka

berinteraksi dengan sesamanya dalam melaksanakan kegiatan belajar-mengajar,

misalnya mendiskusikan hasil pengamatan. Keterampilan proses perlu

dikembangkan melalui pengalaman-pengalaman langsung sebagai pengalaman

belajar. Melalui pengalaman langsung, seseorang dapat lebih menghayati proses

atau kegiatan yang sedang dilakukan.

Pembelajaran sains yang dilakukan guru akan melatih banyak keterapilan

kepada siswa yaitu berupa keterampilan proses sains (KPS). Hal ini sesuai dengan

pendapat Sutiadi (2013) bahwa keterampilan proses sains merupakan

keterampilan terarah yang dapat digunakan untuk menentukan konsep tertentu dan

mengembangkan konsep yang telah ada sebelumnya serta digunakan untuk

menyangkal sebuah penemuan.

Jadi, keterampilan proses sains (KPS) merupakan strategi siswa untuk

memperoleh pengetahuan melalui pembelajaran melalui kemampuan mental,

fisik, dan sosial. Keterampilan proses ini menekankan pada bagaimana siswa

belajar, bagaimana siswa mengelola perolehannya, sehingga dipahami dan dapat

dipakai sebagai bekal untuk memenuhi kebutuhan dalam kehidupannya.

Beberapa keterampilan proses sains dan indikator menurut Rustaman (2005,

86-87) dijabarkan dalam Tabel 2.3

(9)

Tabel 2.3

Keterampilan Proses Sains dan Indikatornya

No KPS Indikator

1 Mengamati (observasi)  Menggunakan sebanyak mungkin indera

 Mengumpulkan/ menggunakan fakta yang relevan

2 Mengelompokkan (klasifikasi)  Mencacat setiap pengamatan secara terpisah

 Mencari perbedaan dan persamaan

 Mengontraskan ciri-ciri

 Membandingkan

 Mencari dasar pengelompokan atau penggolongan

 Menguhubungkan hasil-hasil pengamatan

3 Menafsirkan (interpretasi)  Menghubungkan hasil-hasil pengamatan

 Menemukan pola dalam suatu seri pengamatan

 Menyimpulkan

4 Meramalkan (prediksi)  Menggunakan pola-pola hasil pengamatan

 Mengemukakan apa yang mungkin terjadi pada

keadaan yang belum diamati

5 Mengajukan pertanyaan  Bertanya apa, bagaimana dan mengapa

 Bertanya untuk meminta penjelasan

 Mengajukan pertanyaan yang berlatar belakang

hipotesis

6 Berhipotesis  Mengetahui bahwa ada lebih dari satu

kemungkinan penjelasan dari suatu kejadian

 Menyadari bahwa suatu penjelasan perlu diuji

kebenarannya dengan memperoleh bukti lebih banyak atau melakukan cara pemecahan masalah

7 Merencanakan percobaan/

penelitian

 Menentukan alat/ bahan/ sumber yang digunakan

 Menentukan variabel/ faktor penentu

 Menentukan apa yang akan diukur, diamati,

dicacat

 Menentukan apa yang dilaksanakan berupa

langkah kerja

8 Menggunakan alat/ bahan  Memakai alat/ bahan

 Mengetahui alasan mengapa menggunakan alat/

bahan

 Mengetahui bagaimana menggunakan alat/ bahan

9 Menerapkan konsep  Menggunakan konsep yang telah dipelajari pada

situasi baru

 Menggunakan konsep pada pengalaman baru

untuk menjelaskan apa yang sedang terjadi

10 Berkomunikasi  Mengubah bentuk penyajian

 Memberikan/ menggambarkan data empiris hasil

percobaan atau pengamatan dengan grafik atau tabel atau diagram

 Menyusun dan menyampaikan laporan secara

sistematis

 Menjelaskan hasil percobaan atau penelitian

 Membaca grafik atau diagram

 Mendiskusikan hasil kegiatan suatu masalah atau suatu peristiwa

(10)

2.2 Kajian Hasil Penelitian yang relevan

Penelitian tentang model pembelajaran Team Game Tournament (TGT)

sebelumnya pernah diuji atau diteliti oleh beberapa orang. Penelitaian ini relevan

dengan penelitian. Penelitian Tindakan Kelas oleh Dewi Indrajati yang berjudul “Upaya meningkatkan hasil belajar IPA tentang bumi dan alam semesta melalui model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) bagi kelas

5 di SD Negeri Jogosuran 68 Kecamatan Pasarkliwon Surakarta Semester II Tahun Pelajaran 2012/2013”. Peningkatan hasil belajar dilihat dari persentase ketuntasan pra siklus sebesar 36,4% dengan siswa yang tuntas sebanyak 16, pada

siklus I sebesar 68,18% dengan siswa yang tuntas sebanyak 30, dan pada siklus II

sebesar 93,18% dengan siswa yang tuntas sebanyak 41. Jumlah siswa di kelas 5

secara keseluruhan sebanyak 44 siswa.

Kemudian jurnal dari Tri Wahyuni tahun 2012/2013 yang berjudul “Penerapan Model Kooperatif Tipe TGT Dalam Peningkatan Pembelajaran IPA Kelas IV SD Negeri I Giritirto Kecamatan Karanggayam Tahun Ajaran 2012/2013”. Hasil penelitiannya adalah setelah diadakan game/tournament siswa selalu diberikan penghargaan atau hadiah sehingga siswa lebih semangat untuk

belajar. Pada saat evaluasi, secara otomatis pada diri siswa telah ditanamkan

untuk giat belajar sehingga memperoleh hasil yang terbaik. Maka dengan

menggunakan model kooperatif tipe TGT pada pembelajaran IPS siswa kelas IV

SD Negeri I Giritirto, mengalami peningkatan hasil belajar dari siklus I ke siklus

II. Peningkatan ini telah mencapai indikator keberhasilan yang telah ditetapkan

oleh peneliti yaitu 85% siswa harus tuntas dalam belajar.

Penelitian yang dilakukan oleh Yunita Nurmalasari tahun 2015 dengan judul “Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Dengan Model Kooperatif Tipe TGT di Kelas IV SDN Paraksari”. Hasil penelitiannya yaitu menjelaskan bahwa aktivitas siswa dalam pembelajaran matematika dengan model kooperatif tipe TGT,

persentase aktivitas rata-rata kelas yang diperoleh pada siklus I yaitu 66,38% dan

berada pada kategori baik. Pada siklus II, persentase aktivitas rata-rata kelas

(11)

Persentase tersebut sudah memenuhi kriteri keberhasilan yang ditetapkan yaitu

sebesar 80%.hal tersebut menunjukkan bahwa pembelajaran yang telah dilakukan

yaitu pembelajaran dengan model kooperatif tipe TGT pada pelajaran matematika

materi simetri dan pencerminan bangun datar di kelas IV SDN Paraksari dapat

meningkatkan aktivitas belajara siswa. Oleh karena itu, model ini dapat dikatan

berhasil.

Dari beberapa penelitian di atas diketahui bahwa model Team Game

Tournament (TGT) dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Dengan demikian

berbeda dengan peneliti sebelumnya, pada penelitian ini mata pelajaran yang

digunakan adalah IPA tentang Gaya Peneliti ini melakukan secara tindakan kelas

(PTK) pada siswa kelas IV dengan menggunakan model TGT yang diharapkan

dapat meningkatkan keterampilan proses sains dan hasil belajar di SDN Klero 02

(12)

2.3 Kerangka Berpikir

Kerangka pikir Model Pembelajaran Team Game Tournamen (TGT) dapat

digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2.2

Kerangka Pikir Penelitian

2.4 Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kerangka berfikir yang telah diuraikan, dapat diajukan

hipotesis tindakan sebagai berikut, diduga melalui penggunaan Model

Pembelajaran Kooperatif tipe Team Games Tournament (TGT) dapat

meningkatkan keterampilan proses sains kelas IV di SDN Klero 02 Kecamatan

Gambar

Tabel 2.1
Tabel 2.2 Contoh Kriteria Penentuan Penghargaan Kelompok
Gambar 2.1 Model Pembelajaran TGT
Tabel 2.3
+2

Referensi

Dokumen terkait

Nilai Adjusted R Square yang didapat dari hasil pengujian Koefisien Determinan (R 2 ) terhadap kepuasan pelanggan sebesar 0,398 menjelaskan bahwa 39,8% kepuasan pelanggan

[r]

Berdasarkan hasil penelitian dapat dikemukakan beberapa saran sebagai berikut: (1) hendaknya guru dapat menggunakan aplikasi spreadsheet dalam pembelajaran lebih

Buku yang menguraikan terkait bagaimana lahirnya anggota Parlemen yang aspiratif, dengan menggunakan kajian mulai dari mekanisme rekrutmen anggota Partai

Pada hari ini, Senin tanggal Tiga Puluh bulan Maret tahun Dua Ribu Lima Belas, kami Kelompok Kerja (Pokja) Pekerjaan Konstruksi Dana Alokasi Khusus (DAK) Dinas Pekerjaan Umum,

sampel dalam penelitian ini adalah metode times series design , yaitu desain penelitian yang bermaksud untuk mengetahui kestabilan dan. kejelasan suatu keadaan yang

Pembahasan tentang proses pembangunan tidak dapat dan tidak boleh jauh dari besar dan mendesaknya berbagai masalah yang mengancam masyarakat

Meskipun sebagian dari kenaikan ini disebabkan oleh meningkatnya nilai mata uang dolar, namun dengan rendah atau hampir tidak adanya komponen impor di sektor pertanian, maka