BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1.
Kajian Teori
2.1.1. Evaluasi Pendidikan
Evaluasi berasal dari kata Evaluation yang diserap kedalam perbendaharaan istilah bahasa Indonesia dengan tujuan mempertahankan kata aslinya dengan sedikit penyesuaian lafal Indonesia menjadi “evaluasi”. Evaluasi (Arikunto dan Jabar, 2009: 2) adalah kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang bekerjanya proses kegiatan pembelajaran, yang selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk menentukan alternatif yang tepat dalam mengambil keputusan.
Dalam arti luas Mehrens & Lehman (1978: 5) mendefinisikan bahwa evaluasi adalah suatu proses merencanakan, memperoleh, dan menyediakan informasi yang sangat diperlukan untuk membuat alternatif-alternatif keputusan (Purwanto, 2009: 3).
atau data, berdasarkan data tersebut dicoba untuk membuat keputusan.
Evaluasi diartikan sebagai proses memberikan nilai terhadap sesuatu dengan menggunakan kriteria.
“Evaluation is to give value something with the criterion”
(Sujana, 2011: 213). Dalam menentukan nilai suatu objek dirujuk dan atau dibandingkan dengan kriteria yang ditentukan. Oleh sebab itu ada tiga ciri dalam kegiatan evaluasi yakni (a) ada objek yang dinilai, (b) ada kriteria yang dijadikan dasar dalam menentukan nilai dan, (c) ada perbandingan antara hasil penilaian dengan kriteria. Perbandingan bisa dalam bentuk persesuaian (congruence) atau dalam bentuk hubungan (continguence). Dalam panduan teknis pengembangan kultur sekolah (Depdiknas, 2010: 71) dinyatakan bahwa evaluasi adalah suatu proses yang sistematik dalam merencanakan, melakukan, dan memperoleh data atau informasi yang diperlukan untuk membuat keputusan.
memutuskan apakah program tersebut dapat diteruskan, masih perlu perbaikan lagi, atau harus diberhentikan. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Grounlund (Djaali dan Mulyono, 2008:1) bahwa evaluasi adalah suatu proses yang sistematis untuk menentukan atau membuat keputusan, sampai sejauh mana tujuan program telah tercapai. Yang selanjutnya ditegaskan oleh Djaali dan Puji Mulyono bahwa evaluasi adalah proses menilai sesuatu berdasarkan kriteria atau tujuan yang ditetapkan, yang selanjutnya diikuti dengan pengambilan keputusan atas objek yang dievaluasi. Evaluation is a process which determines the extent to which objectives have
been achieved (Cros, dalam Sukardi, 2010: 1). Dikatakan evaluasi merupakan proses yang menentukan kondisi, dimana suatu tujuan telah dapat dicapai.
Definisi di atas menerangkan secara langsung hubungan yang diperoleh dari tindakan evaluasi dengan tujuan yang diharapkan dari suatu kegiatan yang mengukur derajad, dimana suatu tujuan dapat dicapai. Sebenarnya evaluasi juga merupakan proses memberi arti, mendapatkan dan mengkomunikasikan suatu informasi bagi keperluan pengambil keputusan.
Program evaluation is a collection of methods, skills, and sensitivities necessary to determine whether a human service is needed and likely to be used, whether the service is sufficiently intensive to meet the unmet needs identified, whether the service is offered as planned, and whether the service does help people in need at a reasonable cost without unacceptable side effects.
Evaluasi program adalah kumpulan metode, keterampilan, dan kepekaan diperlukan untuk menentukan apakah suatu pelayanan manusia yang dibutuhkan dan mungkin untuk digunakan, apakah layanan ini cukup intensif untuk memenuhi kebutuhan yang tak terpenuhi diidentifikasi, apakah layanan ini ditawarkan seperti yang direncanakan, dan apakah layanan tersebut tidak membantu orang yang membutuhkan dengan biaya yang wajar tanpa efek samping tidak dapat diterima.
Program sebagai salah satu komponen perubahan terencana dalam pembangunan harus selalu diperbaharui sesuai kebutuhan masyarakat. Evaluasi program berfungsi untuk mengkaji atau menelaah program melalui komponen-komponennya. Komponen penting dalam suatu program adalah manusia sebagai sasaran program. Oleh karena itu dalam evaluasi program fokusnya mengkaji program dikaitkan dengan kebutuhan sasaran program.
perundang-undangan yang berlaku sebagai pijakan yang mengatur pelaksanaannya.
Sebagai panduan dalam evaluasi program, harus mengacu pada kriteria keberhasilan program sebagai metode pengukuran evaluasi implementasi. Pembahasan tentang evaluasi implementasi hal penting yang perlu diketahui adalah apakah program tersebut betul-betul diimplementasikan dengan tepat. Oleh karena itu pengumpulan data yang tidak perlu, pertanyaan-pertanyaan yang disusun dalam implementasi evaluasi ini menjadi sangat penting dan krusial.
program berupa dampak yang diperoleh dari proses tersebut.
Evaluasi yang diperlukan dalam rangka pengambilan keputusan, maka dikatakan bahwa evaluasi selalu berhubungan dengan pengambilan keputusan. Hasil evaluasi merupakan suatu landasan untuk menilai suatu program dan memutuskan apakah program dapat diteruskan atau perlu diperbaiki lagi. Untuk membuat keputusan tersebut, diperlukan informasi yang valid dan reliabel. Dari pernyataan dan berbagai definisi di atas dapat dipahami bahwa evaluasi merupakan suatu proses pengumpulan dan analisis data secara sistematis untuk menilai seberapa jauh program berjalan sesuai yang direncanakan, selanjutnya guna dijadikan dasar dalam pengambilan keputusan sesuai tujuan evaluasi yaitu untuk mengetahui efisiensi dan efektivitas suatu program, dengan membandingkan suatu kriteria yang ditentukan terhadap hasil yang dicapai.
langkah evaluasi, evaluator perlu memperjelas dirinya dengan apa tujuan program yang akan dievaluasi.
Dari uraian tersebut diatas, dapat dipahami bahwa tujuan evaluasi program adalah untuk meningkatkan efektivitas kegiatan dan untuk menilai/mengukur suatu program, kegiatan, proyek yang telah dilaksanakan dan untuk menentukan prioritas program yang akan dilaksanakan dimasa yang akan datang agar lebih efisien dan efektif. Suatu program tanpa adanya evaluasi, maka program-program tersebut tidak akan dapat dilihat efektivitasnya. Sehingga dengan demikian kebijakan baru sehubungan dengan program itu tidak akan didukung oleh data atau informasi. Karenanya evaluasi program bertujuan menyediakan data dan informasi serta rekomendasi bagi pengambil kebijakan (decision maker) untuk memutuskan apakah program akan dilanjutkan, diperbaiki, dihentikan.
mengumpulkan data/informasi terkait dengan keterlaksanaan sebuah kebijakan secara cermat, dengan cara mengetahui efektivitas dari masing-masing komponen yang ada di dalam kebijakan tersebut, guna dijadikan bahan pertimbangan dalam pengambilan sebuah keputusan lebih lanjut.
2.1.2. Komponen Evaluasi Model Input, Proses dan
Output
Penjelasan masing-masing dimensi dapat dijabarkan lebih jelas lagi seperti di bawah ini.
a. Input evaluation
Input evaluation pada dasarnya mempunyai tujuan untuk mengaitkan tujuan, konteks, input, dan proses dengan hasil program. Evaluasi ini juga untuk menentukan kesesuaian lingkungan dalam membantu pencapaian tujuan dan objektif program. Menurut Eko Putro Widyoko, evaluasi masukan (input evaluation) ini ialah untuk membantu mengatur keputusan, menentukan sumber-sumber yang ada, alternatif apa yang diambil, apa rencana dan strategi untuk mencapai tujuan, dan bagaimana prosedur kerja untuk mencapainya.
pelaksanaannya serta kelayakan/kelengkapan dari sarana dan prasarana pembelajaran.
Oleh Stufflebeam (dalam Arikunto, 2004), mengusulkan pertanyaan untuk proses antara lain sebagai berikut:
1) Apakah pelaksanaan program sesuai dengan jadwal.
2) Apakah yang terlibat dalam pelaksanaan program akan
sanggup menangani kegiatan selama program
berlangsung ?
3) Apakah sarana dan prasarana yang disediakan
dimanfaatkan secara maksimal?
4) Hambatan-hambatan apa saja yang dijumpai selama
pelaksanaan program?
Proses dalam penelitian ini adalah pelaksanaan dan rincian aktivitas pelaksanaan supervisi kepala sekolah, serta peran guru terhadap siswa yang mengikuti kegiatan pembelajaran.
b. Process evaluation
Oleh Stufflebeam (dalam Arikunto, 2004), mengusulkan pertanyaan untuk proses antara lain sebagai berikut:
1. Apakah pelaksanaan program sesuai dengan jadwal.
2. Apakah yang terlibat dalam pelaksanaan program akan
sanggup menangani kegiatan selama program berlangsung? 3. Apakah sarana dan prasarana yang disediakan dimanfaatkan
secara maksimal?
4. Hambatan-hambatan apa saja yang dijumpai selama
pelaksanaan program?
Proses dalam penelitian ini adalah pelaksanaan dan rincian aktivitas pelaksanaan supervisi kepala sekolah, serta peran guru terhadap siswa yang mengikuti kegiatan pembelajaran.
c. Outputs evaluation
Outputs evaluation merupakan hasil dari suatu proses yang merupakan tujuan dari keberadaan sistem.
Output pembelajaran meliputi penilaian terhadap kecakapan akademik, kecakapan personal dan kecakapan sosial.
Adapun gambaran evaluasi penelitian ini sebagai berikut:
Gambar 2. Pendekatan Analisis Input-Proses-Output Sumber: LAN
(2004: 248)
Input : Kualifikasi Kepala Sekolah, Guru, Sarana Prasarana
Proses : Perencanaan, pengorganisasian, pengawasan dan pengarahan
Output : Hasil belajar peserta didik
Input adalah segala sesuatu yang harus tersedia karena dibutuhkan untuk berlangsungnya proses yang berupa sumber daya dan perangkat lunak serta harapan-harapan sebagai pemandu bagi berlangsungnya proses. Input sumber daya meliputi sumber daya manusia (kepala sekolah, guru termasuk guru BP, karyawan dan siswa) dan sumber daya selebihnya (peralatan, perlengkapan, uang, bahan, dan sebagainya).
Proses merupakan berubahnya sesuatu menjadi sesuatu yang lain. Dalam pendidikan berskala mikro (tingkat sekolah), proses yang dimaksud adalah proses pengambilan keputusan, proses pengelolaan kelembagaan, proses pengelolaan program, proses belajar mengajar, dan monitoring dan evaluasi, dengan catatan bahwa proses belajar mengajar memiliki tingkat kepentingan tertinggi dibandingkan dengan proses-proses lainnya.
dari kualitas, efektifitas, produktivitas, efisiensi, inovasi, kualitas kehidupan kerja, dan moral kerjanya.
2.1.3. Pengertian Kepala Sekolah
Pengertian kepala sekolah menurut Wahjosumidjo (2002: 83), bahwa Kepala dapat diartikan „Ketua‟ atau „Pemimpin„ dalam suatu organisasi atau sebuah lembaga. Sedangkan sekolah adalah sebuah lembaga dimana menjadi tempat menerima dan memberi pelajaran. Dengan demikian secara sederhana kepala sekolah dapat didefinisikan sebagai: “Seorang tenaga fungsional guru yang diberi tugas untuk memimpin suatu sekolah dimana diselenggarakan proses belajar mengajar, atau tempat dimana terjadi interaksi antara guru yang memberi
pelajaran dan murid yang menerima pelajaran”.
Kepala Sekolah harus bekerjasama dengan para guru yang dipimpinnya, dengan orang tua murid atau komite sekolah serta pihak pemerintah setempat (Daryanto 2006: 80).
Dari pengertian kepemimpinan dan kepala sekolah yang telah dikemukakan di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa kepemimpinan kepala sekolah adalah kemampuan seorang tenaga fungsional guru yang diberi tugas untuk memimpin suatu sekolah, untuk menggerakkan segala sumber yang ada pada suatu sekolah sehingga dapat didayagunakan secara maksimal untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Kepemimpinan kepala sekolah merupakan salah satu kekuatan efektif dalam pengelolaan sekolah yang berperan dan bertanggung jawab dalam menghadapi perubahan, hal tersebut dibuktikan yaitu dengan perilaku kepala sekolah yang mampu memprakarsai pemikiran baru di dalam proses interaksi di lingkungan sekolah dengan melakukan perubahan atau penyesuaian tujuan, sasaran, konfigurasi, prosedur, input, proses atau output dari suatu sekolah sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman. Esensi dari kepala sekolah adalah kepemimpinan pengajaran.
Selain itu, pengetahuan tentang teori kepemimpinan merupakan bantuan yang besar di dalam meningkatkan efektivitas sekolah.
Adapun menurut Permendiknas, 2007 tentang kualifikasi pendidikan kepala sekolah sebagai berikut:
Kualifikasi Umum Kepala Sekolah/Madrasah adalah sebagai berikut:
a. Memiliki kualifikasi akademik sarjana (S1) atau diploma empat (D-IV) kependidikan atau nonkependidikan pada perguruan tinggi yang terakreditasi;
b. Pada waktu diangkat sebagai kepala sekolah berusia setinggi-tingginya 56 tahun;
c. Memiliki pengalaman mengajar sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun menurut jenjang sekolah masing-masing, kecuali di Taman Kanak-kanak /Raudhatul Athfal (TK/RA) memiliki pengalaman mengajar sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun di TK/RA; dan
d. Memiliki pangkat serendah-rendahnya III/c bagi
pegawai negeri sipil (PNS) dan bagi non-PNS
disetarakan dengan kepangkatan yang dikeluarkan oleh yayasan atau lembaga yang berwenang.
e. Kepala Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI)
adalah sebagai berikut: 1) Berstatus sebagai guru SD/MI;2) Memiliki sertifikat pendidik sebagai guru SD/MI; dan 3) Memiliki sertifikat kepala SD/MI yang diterbitkan oleh lembaga yang ditetapkan Pemerintah.
Menurut Pidarta (2004: 294) manajer yang diinginkan ialah manajer yang memiliki ciri sebagai berikut:
a. Memiliki dan mengemban sikap apositif terhadap
lembaga pendidikan dan pekerjaan manajer
b. Memiliki dan mengembangkan pengetahuan termasuk
beberapa ilmu pendukung pekerjaan manajer
c. Memiliki dan mengembangkan keterampilan konsep
e. Memiliki dan mengembangkan keterampilan ateknik
f. Memiliki dan mengembangkan seni
Sedangkan menurut Wahjosumidjo (2002: 272) bahwa, efektivitas sekolah akan tercapai apabila kepala sekolah selalu memperhatikan dan melaksanakan:
a. Sekolah harus secara terus-menerus menyesuaikan
dengan kondisi internal dan eksternal yang mutakhir
b. Mampu mengkoordinasikan dan memapersatukan
usaha seluruh sumber daya manusia kearah
pencapaian tujuan
c. Perilaku sumber daya manusia ke arah pencapaian tujuan dapat dipengaruhi secara positif apabila kepala
sekolah mampu melalukan pendekatan secara
manusiawi
d. Sumber daya manusia merupakan satuan komponen
penting dari keseluruhan perencanaan organisasi
e. Dalam rangka pengelolaan kepala sekolah harus
mampu menegakkan hubungan yang serasi antara tujuan sekolah dengan perilaku sumber daya manusia yang ada
f. Dalam meningkatkan efektivitas dan efisiensi sekolah, fungsi sumber daya manusia harus ditumbuhkan sebagai satu kesatuan utama.
2.1.4. Manajerial Kepala Sekolah
a. Kompetensi Manajerial
Kepala sekolah harus memiliki beberapa kompetensi. Dalam Permendiknas RS No 13 Tahun 2007 tentang standar kompetensi yang harus dimiliki oleh kepala sekolah, diantaranya adalah: kompetensi kepribadian, manajerial kewirausahaan, supervisi dan sosial.
Berkaitan dengan kepala sekolah sebagai manajer, kompetensi yang harus dimiliki adalah kompetensi manajerial. Kompetensi manajerial adalah kemampuan atau keahlian kepala sekolah dalam merencanakan, mengelola memimpin dan mengembangkan sumber daya sekolah dan melakukan monitoring, mengevaluasi serta melakukan pelaporan program kegiatan sekolah dengan prosedur yang tepat.
Berdasarkan uraian tersebut diatas, seorang manajer atau kepala sekolah pada hakikatnya adalah seorang perencana, organisor, pemimpin dan pengendali. Sedangkan menurut Wahjosumidjo (2004: 96) agar kepala sekolah secara efektaif dapat melaksanakan fungsinya sebagai manajer, kepala sekolah harus memahami dan mampaua mewujudkannya kedalam tindakan atau perilaku nilai yang terkandung didalam ketiga kompetensi atau keterampilan sebagai berikut:
1. Techinikal Skill
2. Human Skill
b. Dimensi Kompetensi Manajerial
Dibawah ini adalah salah satu dimensi kompetensi manajerial harus dimiliki oleh kepala sekolah yaitu mengelola guru dan staf dalam rangka pendayagunaan sumber daya manusia secara optimal.
Dalam arti yang tradisional, konsep pengelolaan tenaga pendidik dan kependidikan terbatas pada urusan manajemen operatif, seperti mengelola data tenaga pendidik dan kependidikan, penilaian kinerja yang bersifat mekanistik, kenaikan pangkat dan gaji secara otomatis. Perhatian kepada SDM pada masa kini amencakup aspek yang berkaitan dengan keamanan dan kenyamanan tenaga pendidik dan kependidikan (fisik, emosional dan sosial) yang akan berpengaruh signifikan terhadap cara –cara mereka bertugas dan dengan sendirinya berpengaruh terhadap produktifitas mereka.
dan benar agar apa yang diharapkan tercapai, yaitu tersedianya tenaga kependidikan yang diperlukan dengan kualifikasi dan kemampuan yang sesuai serta dapat melaksanakan pekerjaannya dengan baik dan berkualitas. Pada penelitian ini manajerial kepala sekolah meliputi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengontrolan.
1) Perencanaan
Menurut Siagian (2000: 41) perencanaan pada dasarnya merupakan pengambilan keputusan sekarang tentang hal –hal yang akan dikerjakan dimasa depan. Berarti bahwa apabila berbicara tentang perencanaan SDM, yang menjadi focus perhatian adalah langkah tertentu yang diambil oleh manajemen guna lebih baik menjamin bahwa organisasi tersedia tenaga kerja yang tepat untuk menduduki berbagai kedudukan, jabatan yang tepat, kesemuanya dalam rangka pencapaian tujuan dan berbagai sasaran yang telah dan akan ditetapkan. Untuk itu perencanaan pegawai juga harus dikelola dengan benar, dalam dunia pendidikan guru juga harus dikelola dan dimanaj dengan benar agar tujuan pendidikan dapat tercapai.
memberikan jawaban kepada enam pertanyaan berikut, yaitu:
a. Tindakan apa yang harus dikerjakan?
b. Apakah sebabnya tindakan itu harus dikerjakan?
c. Dimanakah tindakan itu harus dilaksanakan?
d. Kapankah tindakan itu dilaksanakan?
e. Siapakah yang akan mengerjakan tindakan itu?
f. Bagaimanakah cara mengerjakan tindakan itu?
Dari jawaban-jawaban pertanyaan di atas, sesuatu rencana harus memuat hal-hal sebagai berikut:
a. Penjelasan dari perincian kegiatan-kegiatan yang
dibutuhkan.
b. Penjelasan mengapa kegiatan ini harus dikerjakan dan mengapa tujuan yang ditentukan itu harus dicapai. c. Penjelasan tentang kondisi fisik setiap kegiatan yang
harus dikerjakan sehingga tersedia fasilitas-fasilitas yang dibutuhkan untuk mengerjakan pekerjaan itu. d. Penjelasan mengenai waktu dimulainya pekerjaan dan
diselesaikannya pekerjaan.
e. Penjelasan tentang para petugas yang akan
mengerjakan pekerjaannya.
f. Penjelasan tentang teknik mengerjakan pekerjaan.
2) Pengorganisasian
Pengorganisasian sebagai proses membagi kerja kedalam tugas-tugas yang lebih kecil, pembebanan tugas itu kepada orang yang sesuai dengan kemampuannya dan mengalokasikan sumber daya serta mengkoordinasikannya dalam rangka efektivitas pencapaian tujuan organisasi
baik akan membantu terwujudnya tujuan secara efektif.
3) Pengarahan
Sesudah rencana dibuat, organisasi dibentuk dan disusun personalianya, langkah berikutnya adalah menugaskan karyawan untuk bergerak menuju tujuan yang ditentukan. Pengarahan merupakan kegiatan penggerakan pengendali semua sumber dalam usaha pencapaian sasaran. Merupakan penyatuan dari semua usaha dan penciptaan kerjasama, sehingga tujuan dapat dicapai dengan lancar dan efisien. Pengarahan dilakukan pimpinan dengan menugaskan bawahan agar mengerjakan semua tugasnya dengan baik. Fungsi pengarahan secara sederhana adalah membuat atau mendapatkan para guru melakukan apa yang diinginkan harus mereka lakukan. Fungsi ini melibatkan kualitas, gaya dan kekuasaan pemimpin serta kegiatan kepemimpinan seperti komunikasi, motivasi dan disiplin. Berkaitan dengan pendidikan berupa pemberitahuan apa yang dilakukan bidang studi apa yang dipegang, pengenalan kurikulum, pengenalan pada dewan guru pengenalan terhadap siswa dan masyarakat.
4) Pengawasan
dilaksanakan, menilainya, dan bila perlu mengoreksi dengan maksud supaya pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan rencana semula (Manullang, 2006: 173). Pengawasan adalah yang berhubungan dengan pemantauan, pengamatan, pembinaan dan pengarahan yang dilakukan oleh pimpinan lembaga pedidikan.
Suatu Sistem pengawasan harus mengandung prinsip-prinsip berikut:
a. Dapat mereflektir sifat-sifat dan kebutuhan-kebutuhan dari kegiatan-kegiatan yang harus diawasi.
b. Dapat dengan segera melaporkan
penyimpangan-penyimpangan. c. Fleksibel.
d. Dapat mereflektir pola organisasi. e. Ekonomis.
f. Dapat dimengerti.
g. Dapat menjamin diadakannya tindakan korektif
Aspek Manajerial Kepala Sekolah
Tabel 2.1 Aspek Penilaian Kinerja Kepala Sekolah
No. Komponen
1.1. Merencanakan program supervisi
1.2. Melaksanakan program supervisi
1.3. Menindaklanjuti program supervisi
3. Kewirausahaan
2.2. Mengelola program pembelajaran
2.3. Mengelola kesiswaan
2.4. Mengelola sarana dan prasarana
2.5. Mengelola personal sekolah
2.6. Mengelola keuangan sekolah
2.7. Mengelola hubungan sekolah dan masyarakat
2.8. Mengelola administrasi sekolah
2.9. Mengelola sistem informasi sekolah
2.10. Mengevaluasi program sekolah
2.11. Meminpin sekolah
3.1. Mengembangkan usaha sekolah
3.2. Membudayakan perilakuwirausaha
2. Komitmen
terhadap
tugas
1. Kepribadian 1.1 Jujur dalam melaksanakan tugas
1.2 Terbuka dalam melaksanakantugas
1.3 Bertanggung jawab dalam bertugas
2. Sosial 2.1. Menjalin hubungan dgn pihak lain
2.2. Memberikan bantuan kepada pihak lain
3. Hasil Kerja 1. Prestasi siswa
2. Prestasi guru
3. Prestasi
sekolah
1.1. Prestasi akademik siswa
1.2. Prestasi non-akademik siswa
2.1. Prestasi akademik guru
2.2. Prestasi non-akademik guru
3.1. Kelebihan dari sekolah lain
3.2. Penghargaan yang diterima Sekolah
Namun dalam penelitian di SDN Gelangan 6 Magelang ini Kepala Sekolah lebih terfokus pada standar proses dan standar kompetensi lulusan. Pada standar proses manajerial kepala sekolah berisi tentang perencanaan yang dilakukan kepala sekolah dalam meningkatkan atau menilai
2.2.
Penelitian Relevan
kinerja kepala sekolah mungkin telah dipengaruhi oleh variasi keterampilan teknis, keterampilan sosial, keterampilan konseptual, dan skills. Oleh karena itu manajerial, keterampilan teknis, keterampilan sosial, keterampilan konseptual, dan keterampilan manajerial harus dimasukkan ke dalam pertimbangan dalam mengelola kinerja kepala sekolah dari Sekolah Dasar Negeri di Jakarta Pusat.
Terdapat persamaan dan perbedaan penelitian sekarang dengan penelitian yang dilakukan oleh Sopan Andrianto (2010). Persamaannya adalah kedua penelitian ini sama-sama melihat kinerja kepala sekolah. Perbedaannya jika penelitian yang dilakukan oleh Sopan Andrianto (2010) adalah kinerja kepala sekolah atau manejerial kepala sekolah dipengaruhi oleh keterampilan teknis, keterampilan sosial, keterampilan konseptual, dan manajerial skills. Sedangkan penelitian sekarang adalah untuk melihat evaluasi manajerial kepala sekolah dilihat dalam aspek input, proses dan output dengan batasan pada kinerja guru dan kelulusan siswa.
I Ketut Darmada dkk (2013), yang berjudul
“Kontribusi Kompetensi Manajerial Kepala Sekolah, Iklim Kerja dan Motivasi Kerja terhadap Kinerja Guru SMP Negeri Se Kecamatan Mendoyo Kabupaten
Jembrana.” Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
kerja dan motivasi kerja terhadap kinerja guru pada SMP Negeri Se Kecamatan Mendoyo Kabupaten Jembrana. Penelitian ini merupakan penelitian Expost Facto. Instrumen pengumpulan data yaitu menggunakan kuesioner. Penentuan responden menggunakan sampel random sampling yaitu pengambilan sampel secara acak dari seluruh anggota populasi menjadi responden penelitian yakni berjumlah 40 orang guru. Analisis data menggunakan Rumus Product Moment dari Pearson, Korelasi Parsial dan, korelasi ganda. Hasil analisis data diperoleh beberapa temuan sebagai berikut : Pertama: terdapat kontribusi yang signifikan antara Kompetensi Manajerial Kepala Sekolah (X1) terhadap kinerja guru (Y) dengan persamaan garis regresi Y, Kedua: terdapat kontribusi yang signifikan antara iklim kerja (X2) terhadap kinerja guru (Y) dengan persamaan garis regresi Y, Ketiga: terdapat kontribusi yang signifikan antara motivasi kerja guru (X3) terhadap kinerja guru (Y) dengan persamaan garis regresi Y, dan Keempat: terdapat kontribusi yang signifikan antara manajerial kepala sekolah (X1), iklim kerja (X2), motivasi kerja guru (X3) terhadap kinerja guru (Y) dengan persamaan garis regresi Y.
ini sama-sama meneliti tentang manajerial kepala sekolah. Namun perbedaannya jika penelitian srkarang merupakan penelitian kualitatif tentang evaluasi manajerial kepala sekolah dalam input, proses dan output sedangkan penelitian yang dilakukan oleh I Ketut Darmada dkk (2013) merupakan penelitian kuantitatif untuk mengukur kompetensi manajerial kepala sekolah dilihat dari iklim kerja, motivasi kerja guru terhadap kinerja guru.
Atep Yogaswara (2010), yang berjudul “Kontribusi
Manajerial Kepala Sekolah dan Sistem Informasi
Kepegawaian terhadap Kinerja Mengajar Guru.”
bersama-sama terhadap kinerja mengajar guru pada kategori sedang (65,30%).
Terdapat persamaan dan perbedaan penelitian sekarang dengan penelitian yang dilakukan oleh Atep Yogaswara (2010). Persamaannya kedua penelitian ini sama-sama mengukur kemampuan manajerial kepala sekolah. Perbedaannya jika penelitian yang dilakukan oleh Atep Yogaswara (2010) pengukurannya dilakukan secara perhitungan atau kuantitatif berdasarkan kinerja mengajar guru. Sedangkan penelitian sekarang merupakan evaluasi manajerial kepala sekolah yang dilakukan secara input, proses dan output dilihat dari kinerja mengajar guru serta tingkat kelulusan siswa.