• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN - Redesain Permukiman Relokasi Masyarakat Gunung Sinabung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN - Redesain Permukiman Relokasi Masyarakat Gunung Sinabung"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan salah suatu negara yang sering kali terjadi bencana alam, mulai dari gempa bumi, tsunami, banjir, hingga gunung meletus. Bencana alam didefinisikan sebagai suatu bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor1. Memprediksi kedatangan bencana alam merupakan hal yang sangat sulit untuk dilakukan, walaupun sekarang banyak sekali teknologi tercanggih untuk mendeteksi keberadaan bencana alam, namun tidak semua bencana alam dapat dideteksi secara akurat, sehingga masyarakat yang hidup di daerah rawan bencana alam harus tetap selalu waspada dalam menghadapi bencana alam yang selalu menghantui kehidupan mereka.

Jika menilik dan mengkaitkan lebih mendalam antar jenis bencana dan letak geografis, Indonesia adalah salah satu negara yang terletak di wilayah Cincin Api Pasifik

atau Lingkaran Api Pasifik (Ring of Fire). Zona Ring of Fire adalah daerah yang sering mengalami gempa bumi dan letusan gunung berapi yang mengelilingi cekungan samudera pasifik. Daerah ini berbentuk seperti tapal kuda dan mencakup wilayah sepanjang 40.000 km. Daerah ini disebut juga sabuk gempa Pasifik 2. Oleh karena keberadaan Indonesia yang terletak di Ring of Fire mengakibatkan geografi Indonesia didominasi oleh gunung-gunung berapi, dimana gunung-gunung ini terbentuk akibat zona subduksi (penekukan yang terjadi akibat adanya benturan antarlempeng yang mengakibatkan terjadinya palung laut) antara lempeng Eurasia dan Lempeng Indo-Australia. Di Indonesia sendiri, ada beberapa gunung api yang sangat terkenal akibat letusannya yang dahsyat, seperti Gunung Krakatau yang

1Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana

(3)

berdampak secara global di tahun 1883 3, letusan supervulkan Danau Toba yang sangat melegenda yang diperkirakan terjadi 74.000 tahun yang lalu yang mengakibatkan terjadinya musim dingin vulkan selama enam tahun dan yang terakhir yang tidak kalah hebatnya adalah Gunung Tambora dengan letusan yang paling hebat yang pernah tercatat dalam sejarah pada tahun 1815.

Keberadaan Gunung Api yang mendominasi di beberapa daerah di Indonesia, negara yang terletak di area Ring of Fire, mengakibatkan aspek keamanan dan kenyamanan suatu permukiman di pedesaan (khususnya yang dekat terhadap gunung aktif) semakin menurun. Masyarakat selalu dihantui oleh bencana alam yang sulit diprediksi, bisa terjadi kapan saja sekehendak alam, dan mampu mengakibatkan kerugian yang sangat besar hingga memakan korban jiwa. Hunian masyarakat pedesaan yang letaknya berdekatan dengan gunung api merupakan sebuah permasalahan besar dan pekerjaan rumah bagi Kementrian Perumahan Rakyat Republik Indonesia, dimana Negara wajib menjamin hak bermukim masyarakat terhadap bencana alam yang mengancam dan/atau mengganggu kehidupan dan penghidupan, sehingga perlu memberikan kepastian hukum dalam merencanakan perumahan dan kawasan permukiman yang mempertimbangkan peningkatan sumber daya perkotaan atau perdesaan, mitigasi bencana, dan penyediaan atau peningkatan prasarana, sarana, dan utilitas umum 4. Mitigasi bencana perlu dilakukan dalam upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan masyarakat menghadapi ancaman bencana alam. Namun pada kenyataanya perencanaan permukiman di desa yang berdekat dengan gunung berapi masih luput dari perencanaan perumahan dan permukiman dengan aspek mitigasi bencana, sehingga tidak heran banyak sekali kerugian yang dirasakan oleh masyarakat pedesaan akibat bencana alam tersebut, dalam hal ini adalah gunung meletus. Berdasarakan Pasal 16 UU Nomor 10 tahun 2014, Peraturan Menteri Perumahan Rakyat

3 Winchester, Simon (2003). Krakatoa: The Day the World Exploded: 8 27, 1883

4

(4)

tentang Pedoman Mitigasi Bencana Gunung Meletus terhadap perumahan dan Kawasan Permukiman menyatakan bahwa :

a. perencanaan perumahan dan kawasan permukiman menghindari kawasan rawan bencana gunung meletus terutama yang masih aktif serta lokasi yang cenderung dialiri lava;

b. desain rumah serta sarana dan utilitas umum yang tahan terhadap beban dan bahaya akibat letusan gunung; dan

c. menyediakan lokasi evakuasi dan pengungsian prasarana jalan yang memadai menuju lokasi pengungsian, serta alat transportasi5.

Namun, beberapa bencana gunung meletus yang telah terjadi selama 1,5 tahun di Gunung Sinabung, mengharuskan masyarakat untuk mengungsi di beberapa posko pengungsian selama 1,5 tahun pula. Beberapa desa yang terkena dampak yang sangat besar adalah desa Bekerah, desa Sukameriah, dan desa Simacem (radius 0-5 km), sehingga Pemerintah daerah dan Pusat mengharuskan masyarakat yang tinggal di desa tersebut harus direlokasi ke tempat yang lebih aman.

Pemerintah saat ini sudah menyediakan lokasi permukiman baru yaitu hutan siosar (jarak 27 km dari Gunung Sinabung dan sekarang bernama Perkampungan Siosar) yang cukup aman dan sudah dilakukan pembebasan lahan, bahkan lebih jauh lagi saat ini pemerintah sudah melakukan proses konstruksi hunian di lokasi tersebut. Namun proses konstruksi yang lambat membuat proses relokasi masyarakat juga terjadi sangat lambat, dan perencanaan yang tidak tepat sasaran (dalam hal kehidupan masyarakat di tempat yang baru), hingga menimbulkan konflik (umumnya masyarakat tidak mau direlokasi karena berbagai alasan, contohnya tidak ada area untuk bercocok tanam sebagai contoh kasus di Gunung Sinabung). Akan tetapi perencanaan permukiman yang bertitik tumpu pada Peraturan Pemerintah mengenai permukiman berbasis mitigasi bencana merupakan

5

(5)

undang-undang yang seharusnya sudah dilaksanakan demi kebaikan hidup masyarakat, namun pada kenyataannya, perencanaan yang terjadi sangatlah tidak tepat dan sangat lambat (dalam hal proses konstruksi), sehingga masyarakat enggan untuk direlokasi dan beberapa diantaranya terpaksa untuk hidup lebih lama di pengungsian, seperti halnya masyarakat yang tinggal di kaki Gunung Sinabung yang sudah menunggu untuk direlokasi lebih dari setengah tahun.

Jadi, perlu adanya suatu konsep desain yang baru, yang menjadi pembanding dari desain permukiman yang saat ini sudah terjadi di Perkampungan Siosar. Desain ini diharapkan mampu mengakomodasi regulasi pemerintah mengenai perencanaan Perumahan dan Kawasan Permukiman yang berbasis mitigasi bencana, namun tidak hanya memikirikan keselamatan masyarakat saja, melainkan juga proses pembangunan yang murah, mudah, cepat, dan penggunaan material yang efektif sehingga masyarakat dapat terlibat dalam proses konstruksi dan dapat direlokasi dengan secepatnya, kemudian

memperhatikan kehidupan baru masyarakat di tempat tinggal mereka yang baru,

karena “relokasi” bukan hanya tentang memindahkan masyarakat dari suatu tempat yang berbahaya ke ketempat yang lebih aman, namun lebih dari itu, relokasi juga memindahkan

“kehidupan” mereka yang lama ke tempat yang baru. Dan yang terakhir yang tidak kalah penting adalah tetap mempertahankan dan mempertajam beberapa aspek yang ada di desa mereka masing-masing yang akan diterapkan kembali pada tempat mereka

(6)

1.2. Maksud dan Tujuan

Berdasarkan penjelasan-penjelasan pada Latar Belakang, proyek ini direncanakan dan dikonsepkan dengan maksud sebagai konsep pembangunan permukiman pedesaan bagi masyarakat yang dahulu hidup di Gunung Sinabung. Berdasarkan maksud tersebut, maka tujuan dari proyek ini adalah :

1. Untuk menciptakan konsep rumah bagi masyarakat Gunung Sinabung yang sesuai dengan kebutuhan mereka yang begitu mendesak,

2. Untuk menciptakan konsep perancangan permukiman pedesaan bagi masyarakat Gunung Sinabung yang tetap mempertahankan aspek positif “kehidupan lama” mereka ke suatu tempat yang baru,

3. Untuk merancang permukiman pedesaan bagi masyarakat relokasi Gunung Sinabung yang sesuai dengan kebutuhan dasar masyarakat, yang dapat dibangun dengan teknologi sederhana, dapat dikelola dan dirawat secara mandiri oleh masyarakat setempat,

4. Untuk merancang permukiman pedesaan bagi masyarakat relokasi Gunung Sinabung yang berwawasan berkelanjutan dengan pemanfaatan potensi lokal dalam perencanaan permukiman pedesaan tersebut, seperti local material, local craftmanship, dan local wisdom.

(7)

1.3. Rumusan Masalah

Dari penelaahan Latar Belakang dan penelusuran maksud dan tujuan dari proyek ini, adapun permasalahan-permasalahan dari berbagai aspek yang menyangkut proyek ini adalah sebagai berikut :

Aspek Fisik :

1. Bagaimana mensinergikan tema yang diangkat yaitu Sustainable Modular House

dengan permukiman masyarakat relokasi Gunung Sinabung, sebagai solusi yang tepat dalam perencanaan permukiman masyarakat relokasi Gunung Sinabung tersebut.

2. Bagaimana cara mempertahankan aspek positif “kehidupan lama” mereka ke suatu tempat yang baru,

3. Bagaimana merancang permukiman masyarakat relokasi Gunung Sinabung serta fasilitas sosial dan umum yang mendasar sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang dulu tinggal Gunung Sinabung.

Aspek Lingkungan, Sosial, Psikologi, Budaya, dan Ekonomi

1. Lingkungan baru yang akan dijadikan kawasan permukiman pedesaan yang baru secara mendasar dapat merubah perilaku dan kebiasaan masyarakat.

(8)

1.4. Lingkup / Batasan Proyek

Permasalahan perancangan dan perencanaan Permukiman Relokasi Masyarakat Gunung Sinabung mempunyai lingkup dan pembahasan yang sangat luas, agar dapat ditangani dengan jelas, dalam pembahasan dan perencanaan ini diadakannya batasan-batasanan berikut:

1. Lokasi yang digunakan untuk merelokasi masyarakat Gunung Sinabung adalah lokasi yang digunakan pemerintah saat ini untuk merelokasi masyarakat Gunung Sinabung. Sehingga analisa keamanan lokasi, analisa pergerakan angin yang berimbas pada pergerakan asap gunung, analisa kesuburan tanah, analisa struktur tanah, keberadaan air bersih dan lainnya tidak menjadi bahasan penulis, karena lokasi site yang ditentukan saat ini sudah memenuhi standar kelayakan untuk sebuah permukiman

2. Luasan lahan yang dipakai merupakan luasan yang tidak mengacu pada lahan yang diberikan pemerintah yaitu sekitar 1120 Ha. Lahan yang digunakan pada perancangan ini digunakan secukupnya sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

3. Aspek Perkebunan masyarakat tidak terlalu dibahas pada perancangan ini

4. Seluruh masyarakat (laki-laki dewasa) dianggap dapat berpartisipasi dalam pembangunan

5. Besaran ruang yang digunakan pada segala bentuk perancangan ini berdasarkan kebutuhan dasar penghuni, asumsi atau standar umum yang dipakai.

6. Untuk permasalahan di ketiga desa, penganalisaan data dilakukan secara analisa grafis, asumsi, dan juga wawancara terhadap pihak yang dianggap cukup mengerti akan permasalahn di ketiga desa. Hal ini dikarenakan tiga desa tersebut merupakan zona merah (bahaya) dimana penulis tidak dapat melakukan survey secara langsung.

(9)

1.5. Pendekatan Perancangan

Pendekatan yang ada dalam perancangan ini menggunakan berbagai metoda sebagai berikut:

a. Studi Literatur

Metoda yang digunakan dengan cara mempelajari permasalahan yang ada pada perancangan dengan menggunakan pemecahan masalah, pengambilan teori, penggunaan data berdasarkan referensi-referensi yang dianggap relevan, kontekstual, dan mendukung dalam proses perancangan.

b. Studi Banding

Metoda yang digunakan untuk melakukan perbandingan terhadap pendekatan masalah, pendekatan pemecahan masalah, dan perbandingan kasus yang memiliki kesamaan isu ataupun tema yang diambil dari berbagai sumber seperti buku, internet, majalah, dan lainnya.

c. Survey Lapangan

Metoda menganalisis dan survey lapangan secara langsung

d. Wawancara

Metoda diskusi dengan beberapa pihak yang terlibat dalam proses pembangunan rumah di hutan siosar

e. Analisis Grafis

(10)

1.6. Kerangka Berfikir

Gambar 1. 1. Diagram Kerangka Berfikir

Gambar

Gambar 1. 1. Diagram Kerangka Berfikir

Referensi

Dokumen terkait

Jika diamati dalam konteks masyarakat Indonesia kedudukan serta fungsi Pancasila dan UUD 1945 bagi umat Islam Indonesia, sekalipun tidak dapat disamakan, sebenarnya dapat

Hasil analisis data menunjukkan bahwa sebagian besar responden mengalami anemia normal dengan pola konsumsi tablet Fe yang baik sebanyak 23 orang (57,5%).. Sedikitnya responden

Ringkasan adalah cara menyajikan karangan asli dalam bentuk singkat. Walaupun singkat, ringkasan harus tetap mempertahankan urutan isi serta sudut pandang pengarang asli.

Namun dari hasil perhitungan uji verifikasi ditemukan beberapa perioda yang melebihi kapasiats gudang maka dilakukan perhitungan dengan menggunakan pengali Lagrange

Tabel tersebut menunjukkan bahwa pada saluran pemasaran 4, farmer’s share (bagian yang.. Artinya, melalui saluran pemasaran ini, hanya sekitar 40,63% dari harga yang

Latar belakang, sekolah memiliki tanggung jawab yang besar untuk membantu siswa agar berhasil dalam belajar, untuk itu sekolah hendaknya memberikan bantuan kepada siswa

Untuk menjawab tujuan penelitian pertama yaitu apakah EVMS sudah diterapkan oleh perusahaan pelaksana jasa konstruksi di kota Manado sebagai alat pemantau dan

Faktor-faktor yang menjadi pertimbangan pemilihan Perguruan Tinggi Swasta adalah kualitas pengajar, prospek lulusan, pilihan jurusan yang beragam dan tersedia, fasilitas