1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Wilayah suatu negara yang kita kenal seperti udara dan darat juga
lautan. Namun masalah kelautan atau wilayah laut tidak dimiliki oleh setiap
negara, hanya negara-negara tertentulah yang mempunyai wilayah laut yaitu
negara dimana wilayah daratnya berbatasan dengan laut.
Laut adakalanya merupakan batas suatu negara dengan negara lain
dengan titik batas yang ditentukan melalui ekstradisi bilateral atau
multilateral yang berarti pula merupakan batas kekuasaan suatu negara,
sejauh garis terluar batas wilayahnya.
Dalam perkembangan hukum internasional, batas kekuasaan yang
merupakan batas wilayah suatu negara sangat di pegang erat, pelanggaran
terhadap wilayah suatu negara dapat berakibat fatal bahkan dapat
menimbulkan kerenggangan hubungan dan apabila berlarut-larut akan
berakibat peperangan. Dengan batas wilayah dituntut hubungan yang baik
bagi setiap negara dan perjanjian-perjanjian yang diciptakan perlu ditaati agar
tidak merugikan kepentingan negara lain.1
Penentuan batas wilayah yang meliputi kelautan di dalam
pembuatannya selalu memperhatikan bentuk konsekuensi dan pertimbangan
lain sehingga kepentingannya sama-sama berjalan.
1
Dalam sejarah hukum internasional, selalu mengupayakan penetapan
batas laut terotorial yang berlaku secara universal dengan memberikan catatan
bagi negara-negara pantai dan pelintas. Semula batas laut teritorial suatu
negara ditentukan berdasarkan kebiasaan-kebiasaan yang berlaku dalam
praktek ketatanegaraan negara yang bersangkutan dengan memperhatikan
kepentingan negara lainnya.2
Penentuan batas laut demikian sangatlah subyektif dan tidak mustahil
hanya kepentingan sendirilah yang diutamakan sehingga di dalam penentuan
batasnya disesuaikan kepentingannya masing-masing. Bagi hukum
internasional banyak menimbulkan keresahan-keresahan khususnya bagi
negara pelintas, karena dalam penyelasaiannya tidak dapat diterapkan
ketentuan yang bersifat umum/universal.
Upaya yang dilakukan untuk membentuk dan melahirkan ketentuan
yang dapat diterapkan secara internasional terus dilakukan dengan melihat
penentuan batas wilayah laut masing-masing negara.3
Indonesia dengan bentuk geografisnya sebagai negara kepulauan yang
membentang beribu-ribu pulau dengan corak beraneka ragam dan cirinya
sendiri-sendiri, maka untuk menjaga keutuhan teritorial serta perlindungan
kekayaan alam perlu semua pulau/kepulauan harus berada dalam
keutuhan/kesatuan bulat. Berdasarkan pertimbangan itu, pemerintah
2
P. Joko Subagyo, Perkembangan Hukum Laut Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1985, hal.31
3
Indonesia menyatakan bahwa segala perairan di sekitar, di antara dan yang
menghubungkan pulau-pulau merupakan wilayah teritorial negara Indonesia.4
Kita melihat ke belakang tentang perkembangan wilayah laut Indonesia,
bahwa Negara Indonesia merdeka tanggal 18 Agustus 1945, sedangkan kalau
kita memperhatikan tentang peraturan yang mengatur mengenai wlayah laut
jauh sebelum Negara Indonesia merdeka, berkaitan dengan hak kepemilikan
wilayah laut banyak peraturan yang dikeluarkan tentang klaim wilayah laut
tentang jaraknya yang diukur dari wilayah darat dari suatu negara.
Hal ini sebenarnya dengan dikeluarkannya peraturan di bidang kelautan
secara universal, secara yuridis telah memberikan kepastian kepada negara
yang memiliki wilayah laut dan begitu juga memberikan keuntungan kepada
negara tetangga kita khususnya dan umumnya masyarakat internasional tentu
dalam melakukan klaim terhadap wilayah hukum laut tersebut tidak
bertentangan dengan hukum internasional dan di balik pengukuran atau klaim
terhadap wilayah laut yang diukur dari wilayah daratan tersebut secara nyata
telah melakukan perluasan terhadap wilayah.5
Selanjutnya dalam perkembangannya pemerintah Indonesia mmbuat
suatu peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan wilayah perairan
Indonesia, yaitu pemerintah Indonesia membuat Undang-Undang No. 4/PRP
Tahun 1960 tentang Wilayah Perairan Indonesia, di dalam undang-undang
tersebut dalam Pasal 1 ayat 2 yang berbunyi sebagai berikut :
4
Ibid, hal 4 5
“Laut wilayah Indonesia adalah lajur laut sebesar dua belas mil laut yang garis luarnya diukur tegak lurus atau garis dasar atau titik pada garis dasar yang terdiri dari garis-garis lurus yang menghubungkan titik-titik terluar pada garis air rendah daripada pulau-pulau atau bagian pulau-puau yang terluar wilayah Indonesia dengan ketentuan bahwa jika ada selat yang lebarnya melebihi 24 mil laut dan negara Indonesia tidak merupakan satu-satunya negara tapi, maka garis batas laut wilayah Indonesia ditarik pada tengah selat.”
Dalam hal berlakunya secara internasional tentang hak klaim terhadap
wilayah laut teritorial baru puncaknya pada tahun 1982 telah disepakati
bahwa lebar laut teritorial suatu negara 12 mil dengan adanya Konvensi
Hukum Laut tahun 1982 (United nations convention On the Law of the Sea
1982), dalam konvensi hukum laut ini negara Indonesia telah melakukan
ratrifikasi melalui Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang
Pengesahan United Nations Convention on the Law of the Sea. Dengan
adanya klaim terhadap wilayah laut sampai 12 mil laut teritorial tersebut
memberikan perluasan terhadap wilayah negara khusunya negara Indonesia,
dan negara-negara lain pada umumnya.
Pada zaman modern ini dengan dikeluarkannya berbagai peraturan
tentang kelautan untuk mengukur jarak laut dari wilayah darat yang
diberlakukan secara universal dan secara yuridis yang telah memberikan
kepastian hukum yang dianut oleh hukum internasional dan secara faktual
dapat merupakan perluasan wilayah kekuasaannya.
Di dalam praktiknya Negara Indonesia banyak sekali mengeluarkan
kebijakan salah satunya dengan membuat peraturan perundang-undangan
yang berlaku di darat. Dalam konteks hubungannya dengan masyarakat
1985 tentang Pengesahan Konvensi PBB tentang Hukum Laut (United
Nations Convention on the Law of the Sea-Unclos 1982), di dalam tataran
praktiknya Negara Indonesia telah melakukan implementasi dari konvensi
tersebut kedalam peraturan perundangan nasional, artinya
undang-undang yang di buat oleh Negara Indonesia telah sejalan sesuai dengan apa
yang ada dalam ketentuan-ketentuan Konvensi Hukum Laut.
Dalam perjalanannya Negara Indonesia mengalami 3 (tiga) momen
yang menjadi pilar dalam memperkukuh keberadaan Indonesia menjadi suatu
negara yang merdeka dan negara yang didasarkan atas kepulaun sehingga
diakui oleh dunia, yaitu :
1. Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928 yang menyatakan
kesatuan kejiwaan kebangsaan Indonesia.
2. Proklamasi Kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945 yang
menyatakan bahwa rakyat Indonesia telah menjadi satu bangsa yang
ingin hidup dalam satu kesatuan kenegaraan; dan
3. Deklarasi Djuanda 13 Desember 1957 yang menyatakan bahwa
Indonesia mulai memperjuangkan kesatuan kewilayahan dan pengakuan
secara De Jure yang tertuang dalam Konvensi Perserikatan Bangsa
Bangsa tentang Hukum Laut tahun 1982 (United Nation Convention on
the Law of the Sea /UNCLOS 1982) dan yang di ratifikasi oleh Indonesia
melalui Undang-Undang Nomor 17 tahun 1985.
Pada akhir tahun 2014 Indonesia menetapkan pengaturan tentang
Kelautan. Pengaturan ini merupakan pengaturan pertama yang di bentuk
mengenai kelautan di Indonesia. Pengaturan yang disahkan pada Oktober
2014 ini tidak lepas juga dengan ketentuan Hukum Laut Internasional.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dapat maka permasalahan yang akan
di bahas adalah :
1. Bagaimana pengaturan tentang batas wilayah laut berdasarkan
Undang-Undang No 32 Tahun 2014 Tentang kelautan?
2. Bagaimana relevansi Undang-Undang No 32 Tahun 2014 tentang
Kelautan dengan United Nations Convention on the Law of the Sea
1982 ?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
1. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengaturan tentang batas wilayah laut di dalam
Undang-Undang No 32 Tahun 2014
2. Untuk mengetahui adanya relevansi antara Undang-Undang No 32
Tahun 2014 Tentang Kelautan dengan United Nations Convention
on teh Law of the Sea 1982
2. Manfaat Penulisan
a. Teoritis
Menambah dan memperluas khasanah ilmu hukum, khususnya
hukum internasional mengenai permasalahan pengaturan nasional
tentang batas wilayah di dalam Undang-Undang No.32 Tahun 2014
Tentang Kelautan dengan United Nations Convention on teh Law
of the Sea 1982.
b. Praktis
Menambah informasi mengenai realisasi pengaturan nasional
tentang batas wilayah laut di dalam Undang-Undang No.32 Tahun
2014 relevansinya dengan United Nation Convention on the Law of
the Sea.
D. Keaslian Penulisan
Sehubungan dengan keaslian judul skripsi ini pada dasrnya penulis
melakukakn pemeriksaan pada Perpustakaan Fakulas Hukum Universitas
Sumatera Utara untuk membuktikan bahwa judul skripsi ini belum pernah
ditulis sebagai skripsi sebelumnya oleh pihak lain. Dengan demikian, skripsi
ini masih asli serta dapat dipertanggungjawabkan penulis baik secara moral
maupun secara akademik karena diperoleh melalui pemikiran, referensi
E. Tinjauan Kepustakaan
Dalam tujuan kepustakaan, penulis mencoba untuk mengemukakan
beberapa ketentuan-ketentuan dan batasan batasan yang akan menjadi sorotan
dalam mengadakan studi kepustakaan. Hal ini akan berguna bagi penulis
untuk membantu melihat ruang lingkup skripsi agar tetap berada di dalam
topik yang diangkat dalam permasalahan yang telah disimpulkan.
Laut adalah ruang perairan di muka bumi yang menghubngan daratan
dengan daratan dan bentuk-bentuk alamiah lainnya, yang merupakan kesatuan
geografis dan ekologis beserta segenap unsur terkait serta yang batas dan
sistemnya ditentukan oleh peraturan perundang-undangan dan hukum
internasional.
Kepulauan adalah suatu gugusan pulau, termasuk bagian pulau dan
perairan di antara pulau-pulau tersebut dan lain-lain wujud alamiah yang
hubungannya satu sama lain demikian erat sehingga pulau-pulau, perairan,
dan wujud alamiah lainnya itu merupakan satu kesatuan geografis, ekonomi,
pertahanan, dan keamanan serta politik yang hakiki atau yang secara historis
dianggap sebagai demikian.
Negara kepulauan adalah negara yang seluruhnya terdiri atas satu atau
lebih kepulauan dan dapat mencakup pulau-pulau lain.
F. Metode Penulisan
Penelitian merupakan suatu sarana pokok dalam mengembangkan ilmu
bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metedologis,
dan konsisten. Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang
didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu dengan jalan
menganalisanya. Suatu metode merupakan cara kerja atau tata kerja untuk
dapat memahami objek yang menjadi sasaran dari ilmu pengetahuan yang
bersangkutan. Dengan demikian metode penelitian adalah upaya ilmiah untuk
memahami dan memecahkan suatu permasalahan berdasarkan metode
tertentu.
Metode penelitian hukum ini terdiri dari dua macam yaitu :
1. Metode yuridis normatif yaitu penelitian yang dilakukan atas
norma-norma hukm yang berlaku, yang norma-norma-norma-norma tersebut berasal dari
peraturan hukum yang diundangkan maupun hukum yang diakui.
2. Metode studi kepustakaan (Library Research) yaitu penelitian yang
dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka.
Penulisan skripsi ini menggunakan metode penelitian hukum normatif
karena dalam penelitian ini penulis memperoleh data dengan membaca,
mempelajari, mentransfer dari buku-buku, konvensi-konvensi dan sebagainya
yang menurut penulis ada hubunngannya dengan Pengaturan Nasional
Tentang Batas Wilayah Laut dalam Undang-Undang No.32 Tahun 2014
Tentang Kelautan Relevansinya dengan UNCLOS 1982.
Adapun bahan yang penulis gunakan sesuai dengan ketentuan bahan
1. Bahan hukum primer yaitu perjanjian internasional yang dihasilkan dari
Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut yang ke
tiga (UNCLOS III) yang ditanda tangan pada 10 Desember 1982 di
Montego Bay, Jamaica. Berlaku pada tanggal 16 November 1994 dan
peraturan Nasional Undang-Undang No. 32 Tahun 2014 Tentang
Kelautan yang ditanda tangani pada tanggal 16 Oktober 2014 di Jakarta,
Indonesia.
2. Bahan hukum sekunder yaitu berupa tulisan-tulisan, pendapat sarjana,
dan pendapat para ahi yang memberikan penjelasan terhadap bahan
hukum primer.
3. Bahan hukum tersier yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan
terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum skunder, seperti
kamus-kamus hukum.
G. Sistematika
Dalam penulisan skripsi ini, penulis membaginya dalam beberapa bab,
yang masing-masing bab diuraikan masalah tersendiri, akan tetapi dalam satu
kaitan yang saling menunjang dan tidak terlepas antara satu bab dengan bab
lainnya, sehingga secara sistematis akan menggambarkan keseluruhan isi
yang akan menunjang tercapainya sasaran penulisan skripsi ini.
Bab I : Pendahuluan
Pada bab ini penulis memaparkan hal-hal yang bersifat umum serta
hal-hal yang menyangkut teknis pelaksanaan untuk permasalahan,
tujuan penulisan, metode pengumpulan data dan sistematika
penulisan.penyelesaian penulisan skripsi ini. Dalam hal ini dimulai
dari mengemukakan alasan pemilihan judul.
Bab II : Pengaturan Tentang Batas Wilayah Laut
Dalam bab ini membahas tentang Indonesia sebagai Negara
Kepulauan, dan pengaturan mengenai batas wilayah yuridiksi laut
Indonesia.
Bab III : Relevansi Undang-Undang No.32 Tahun 2014 dengan United
Nation Convention on the Law of the Sea 1982.
Bab ini merupakan bab terpenting dalam penulisan skripsi ini,
karena disinilah pembahsan diuraikan dalam penulisan ini. Pada
bab ini di bahas hubungan Undang-Undang N0.32 Tahun 2014
dengan UNCLOS 1982 mengenai batas wilayah berupa laut
teritorial, negara kepulauan, laut lepas. Dan membahas peranan
Undang-Undang N0. 32 Tahun 2014 dan UNCLOS 1982 mengenai
batas kawasan Internasional.
Bab IV : Kesimpulan dan Saran
Bab ini merupakan bagian terakhir dalam penulisan skripsi ini,
yang memuat kesimpulan yang merangkum keseluruhan dari
sarana-sarana untuk menyempurnakan pelaksanaan Undang-Undang No.