BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teori Kepatuhan (Compliance Theory)
Kepatuhan berasal dari kata patuh. Menurut KBBI (1995;1013), patuh berarti suka menurut perintah, taat kepada perintah atau aturan dan berdisiplin. Kepatuhan berarti bersifat patuh, ketaatan, tunduk, patuh pada ajaran dan aturan.
Tuntutan akan kepatuhan terhadap penyampaian SPT Masa PPN tepat pada waktunya dan diatur oleh Ketentuan Umum Tata Cara Perpajakan di Indonesia.
Dalam tata cara perpajakan diatur batas waktu penyampaian SPT Masa. Penyampaian SPT yang harus tepat waktu tentu sesuai dengan teori kepatuhan.
Ada dua macam kepatuhan pajak, antara lain sebagai berikut.
1. Kepatuhan Formal, yaitu suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi kewajiban perpajakannya secara formal sesuai dengan ketentuan dalam
Undang-Undang Perpajakan. Jika wajib pajak menyampaikan SPT dan membayar pajak terutangnya tepat waktu, maka dapat dikatakan bahwa wajib pajak tersebut telah memenuhi kepatuhan formal.
2. Kepatuhan Material, yaitu suatu keadaan dimana wajib pajak secara substantif atau hakikat memenuhi semua ketentuan material perpajakan, yakni
sesuai isi dan jiwa Undang-Undang Perpajakan. Jika wajib pajak mengisi SPT dengan jujur, baik dan benar sesuai dengan ketentuan dalam UU Perpajakan, maka wajib pajak tersebut telah memenuhi kepatuhan material
Kepatuhan dalam hal perpajakan berarti keadaan wajib pajak yang melaksanakan hak dan khususnya kewajibannya, secara disiplin sesuai peraturan
serta Ketentuan Umum Tata Cara Perpajakan yang berlaku. Kepatuhan adalah ketaatan atau berdisiplin, dalam hal ini kepatuhan pajak diartikan secara bebas
adalah ketaatan dalam menjalankan semua peraturan perpajakan.Teori kepatuhan dapat mendorong seseorang untuk lebih mematuhi peraturan yang berlaku, sama halnya dengan wajib pajak yang berusaha menyampaikan SPT Masa tepat waktu
sehingga penerimaan pajak semakin meningkat.
2.2 Technology Acceptance Model (TAM)
Technology Acceptance Model (TAM) pertama kali dikembangkan oleh
Fred D. Davis pada tahun 1989. Technology Acceptance Model (TAM) adalah suatu model untuk memprediksi dan menjelaskan bagaimana pengguna teknologi
menerima dan menggunakan teknologi yang berkaitan dengan pekerjaan pengguna. Menurut Davis (1989), tujuan utama TAM adalah untuk mendirikan
dasar penelusuran pengaruh faktor eksternal terhadap kepercayaan, sikap (personalisasi), dan tujuan pengguna komputer. TAM menganggap bahwa dua keyakinan variabel perilaku utama dalam mengadopsi sistem informasi, yaitu
persepsi pengguna terhadap manfaat (perceived usefulness) dan persepsi pengguna terhadap penggunaan (perceived ease of use). Perceived usefulness
diartikan sebagai tingkat di mana seseorang percaya bahwa menggunakan sistem tertentu dapat meningkatkan kinerjanya, dan perceived ease of use diartikan sebagai tingkat dimana seseorang percaya bahwa menggunakan system tidak
pada perceived usefulness yang dapat diartikan bahwa jika seseorang merasa system tersebut mudah digunakan maka sistem tersebut berguna bagi mereka.
Berbagai penelitian dilakukan untuk mempelajari proses menurut Kirana dalam Saraswati (2010), kemudahan menggunakan suatu teknologi pada akhirnya
akan mempengaruhi minat untuk menggunakannya yang selanjutnya akan membentuk suatu nilai. Variabel implementasi e-SPT dan implementasi e-filing memiliki indikator kemudahan penggunaan aplikasi tersebut. Indikator dalam
Implementasi e-SPT dan e-filing antara lain kemudahan perekaman data, kemudahan pelaporan, kemudahan penghitungan, kemudahan pemakaian dan
menghemat waktu. Persepsi kemudahan aplikasi tersebut menujukkan bagaimana individu mempelajari penggunaan sistem informasi atau teknologi baru (Gefen dkk, 2003 dalam Saraswati).
2.3 Implementasi E-SPT
2.3.1 Pengertian E-SPT
Perkembangan administrasi yang modern di bidang perpajakan telah dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Hal ini diupayakan agar wajib pajak semakin lebih mudah untuk melaksanakan pemenuhan kewajibannya di
perpajakan. Administrasi yang modern di bidang perpajakan meliputi penyampaian SPT yang tidak lagi dengan manual. Aplikasi yang digalakkan
oleh Direktorat Jenderal Pajak antara lain aplikasi penyampaian SPT melalui elektronik yang cepat, tepat dan akurat.
Menurut Pandiangan, Liberti (2008:35) dalam Lingga (2013) yang
KPP secara elektronik atau dengan menggunakan media komputer, sedangkan pengertian e-SPT menurut DJP adalah Surat Pemberitahuan beserta
lampiran-lampirannya dalam bentuk digital dan dilaporkan secara elektronik atau dengan menggunakan media komputer yang digunakan untuk membantu wajib pajak
dalam melaporkan perhitungan dan pembayaran pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 181/PMK.03/2007 yang dimaksud dengan
e-SPT adalah data SPT wajib pajak dalam bentuk elektronik yang dibuat oleh Wajib Pajak dengan menggunakan aplikasi e-SPT yang disediakan oleh
Direktorat Jenderal Pajak. Kamelia (2008) mendefinisikan aplikasi e-SPT ialah aplikasi dari Direktorat Jenderal Pajak yang dapat digunakan wajib pajak untuk membuat e-SPT. Aplikasi e-SPT digunakan untuk merekam data e-SPT beserta
lampirannya dan dapat melakukan perhitungan-perhitungan secara otomatis pada saat perekaman, menghasilkan data SPT dalam bentuk digital, dan dapat
mencetak SPT induk.
2.3.2 Prosedur Penyampaian E-SPT
SPT dalam bentuk elektronik (e-SPT) beserta lampiran-lampirannya
dilaporkan dengan menggunakan media elektronik (CD, disket, flashdisk dan lain-lain) ke KPP di mana wajib pajak terdaftar. Aplikasi e-SPT merupakan
aplikasi SPT yang diberikan secara cuma-cuma oleh Jenderal Pajak kepada wajib pajak. Aplikasi e-SPT yang digunakan wajib pajak dapat merekam, memelihara, dan men-generate data elektronik SPT serta mencetak SPT beserta
Jenderal Pajak Nomor PER-6/PJ/2009 tanggal 20 januari 2009 adalah sebagai berikut.
1. Wajib pajak melakukan instalasi aplikasi e-SPT pada sistem komputer yang digunakan untuk keperluan administrasi perpajakannya.
2. Wajib pajak menggunakan aplikasi e-SPT untuk merekam data-data perpajakan yang akan dilaporkan, yaitu antara lain:
a. data identitas wajib pajak pemotong/pemungut dan identitas wajib
pajak yang dipotong/dipungut seperti NPWP, nama, alamat, kode pos, nama KPP, pejabat penandatangan, kota, format nomor bukti
potong/pungut, nomor awal bukti potong/pungut, kode kurs mata uang yang digunakan,
b. bukti pemotongan/pemungutan PPh,
c. faktur Pajak,
d. data perpajakan yang terkandung dalam SPT,
e. data Surat Setoran Pajak (SSP), seperti: masa pajak, tahun pajak, tanggal setor, NTPN, kode akun/KJS, dan jumlah pembayaran pajak. 3. Wajib pajak yang telah memiliki sistem administrasi keuangan/perpajakan
sendiri dapat melakukan proses impor data dari sistem yang dimiliki wajib pajak ke dalam aplikasi e-SPT dengan mengacu kepada format data yang
sesuai dengan aplikasi e-SPT.
4. Wajib pajak mencetak bukti pemotongan/pemungutan dengan menggunakan aplikasi e-SPT dan menyampaikannya kepada pihak yang
5. Wajib pajak mencetak formulir induk SPT Masa PPh dan/atau SPT Masa PPN dan/atau SPT Tahunan PPh menggunakan aplikasi e-SPT.
6. Wajib pajak menandatangani formulir induk SPT Masa PPh dan/atau SPT Masa PPN dan/atau SPT Tahunan PPh hasil cetakan aplikasi e-SPT.
7. Wajib pajak membentuk file data SPT dengan menggunakan aplikasi e-SPT dan disimpan dalam media elektronik.
8. Wajib pajak menyampaikan e-SPT ke KPP tempat wajib pajak terdaftar
dengan cara:
a. secara langsung atau melalui pos/perusahaan jasa ekspedisi/kurir
dengan bukti pengiriman surat, dengan membawa atau mengirimkan formulir Induk SPT Masa PPh dan/atau SPT Masa PPN dan/atau SPT Tahunan PPh hasil cetakan e-SPT yang telah ditandatangani dan file
data SPT yang tersimpan dalam bentuk elektronik serta dokumen lain yang wajib dilampirkan; atau
b. Penyampaian SPT melalui e-filing sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
9. Bukti penerimaan penyampaian SPT:
a. penyampaian e-SPT secara langsung diberikan tanda penerimaan surat dari TPT sedangkan penyampaian e-SPT melalui pos atau jasa
ekspedisi/kurir bukti pengiriman surat dianggap sebagai tanda terima SPT,
2.4 Implementasi E-Filing
2.4.1 Pengertian E-Filing
Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-88/PJ./2004 tanggal 14 Mei 2004 jo KEP-05/PJ./2005 tanggal 12 Januari 2005
tentang Tata Cara Penyampaian Surat Pemberitahuan Secara Elektronik (e-filling) melalui Perusahaan Penyedia Jasa Aplikasi (ASP), e-filling adalah Surat Pemberitahuan Masa atau Tahunan yang berbentuk formulir elektronik
dalam media komputer, dimana penyampaiannya dilakukan secara elektronik dalam bentuk data digital yang ditransfer atau disampaikan ke Direktorat
Jenderal Pajak melalui Perusahaan Penyedia Jasa Aplikasi atau Application Service Provider (ASP) yang telah ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak
dengan proses yang terintegrasi dan real time (Novarina, 2005).
Sebelum teknologi e-filing ini diberlakukan setiap Wajib Pajak harus datang secara langsung ke kantor pajak pada hari kerja untuk melakukan
pelaporan SPT pajaknya. Adanya e-filing sekarang maka Wajib Pajak dapat melaporkan SPT pajak selama 24 jam penuh setiap harinya, karena perusahaan Penyedia Jasa Aplikasi yang telah ditunjuk oleh Dirjen Pajak selalu beroperasi
setiap saat. Sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep-05/PJ/2005 pasal 6 dijelaskan bahwa:
2) Surat Pemberitahuan yang disampaikan secara elektronik pada akhir batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan yang jatuh pada hari libur,
dianggap disampaikan tepat waktu.
Pemaparan tentang e-filing di atas oleh Sitompul (2008) disimpulkan
bahwa proses penyampaian SPT secara e-filing ini dapat dilakukan kapan saja dan dimana saja oleh Wajib Pajak yang bersangkutan. Tentu penyampaian SPT yang bisa dilakukan kapan saja dan dimana saja memudahkan Wajib
Pajak untuk menyampaikan SPT dan memungkinkan penerimaan SPT Masa yang tepat waktu, seperti ditegaskan bahwa dalam pelaporan SPT secara
e-filing, batas waktu pelaporan tetap berlaku meskipun hari tersebut merupakan hari libur nasional. Berbeda dengan penyampaian SPT secara manual dimana batas waktu pelaporan dimajukan satu hari sebelum libur nasional.
2.4.2 Prosedur Penyampaian E-Filing
Dengan telah diterbitkannya Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor
Kep-05/PJ./2005 tanggal 12 Januari 2005 tentang Tata Cara Penyampaian Surat Pemberitahuan secara elektronik (e-filing) melalui Perusahaan Penyedia Jasa Aplikasi (ASP), maka beberapa hal yang perlu diperhatikan dengan SE
Nomor 10/PJ./2005, yaitu sebagai berikut.
1. Wajib pajak yang ingin menyampaikan Surat Pemberitahuan secara
elektronik (e-filing) melalui satu atau beberapa perusahaan penyedia jasa aplikasi (ASP) yang telah ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak harus memiliki electronic filling identification number (e.FIN) dan telah
2. Adapun tata cara pemberian e.FIN adalah sebagai berikut.
a. Wajib pajak mengajukan permohonan secara tertulis kepada Kepala
Kantor Pelayanan Pajak tempat wajib pajak terdaftar sesuai dengan lampiran Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep-05/PJ./2005,
dengan melampirkan fotokopi kartu Nomor Pokok Wajib Pajak atau Surat Keterangan Terdaftar dan dalam hal Pengusaha Kena Pajak disertai dengan Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.
b. Kepala Seksi Tata Usaha Perpajakan atau Kepala Seksi Pelayanan dalam hal KPP tempat wajib pajak terdaftar adalah KPP yang telah
menerapkan sistem modern, memproses permohonan wajib pajak apabila persyaratan dalam pengajuan permohonan tersebut telah diterima secara lengkap.
c. Permohonan e.FIN harus diselesaikan paling lama 2 (dua) hari kerja sejak permohonan Wajib Pajak telah diterima secara lengkap.
d. Bentuk e.FIN.
e. E.FIN diberikan kepada Wajib Pajak setelah ditandangani oleh Kepala Seksi Tata Usaha Perpajakan atau Kepala Seksi Pelayanan dalam hal
KPP tempat wajib pajak terdaftar adalah KPP yang telah menerapkan sistem modern, atas nama kepala kantor.
4. Kantor Pelayanan Pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (kewajiban
mengisi, menandatangani, dan menyampaikan SPT) beserta Surat Setoran Pajak (bila ada) dan dokumen lainnya yang wajib dilampirkan yang harus
disampaikan secara langsung atau melalui pos tercatat, paling lama:
a. 14 (empat belas) hari sejak batas terakhir pelaporan Surat Pemberitahuan dalam hal Surat Pemberitahuan elektronik
disampaikan sebelum atau pada batas akhir penyampaian setelah lewat batas akhir penyampaian Surat Pemberitahuan;
b. 14 (empat belas) hari sejak batas terakhir pelaporan Surat Pemberitahuan dalam hal Surat Pemberitahuan elektronik disampaikan setelah lewat batas akhir penyampaian Surat
Pemberitahuan.
5. Kantor Pelayanan Pajak apabila belum menerima induk Surat
Pemberitahuan yang telah ditandatangani oleh wajib pajak sampai dengan jangka waktu sebagaimana dimaksud pada butir, wajib pajak dianggap belum menyampaikan SPT mengingat sampai dengan diterbitkannya Surat
Edaran ini, hukum telematika yang mengatur keabsahan dokumen yang ditandatangani secara elektronik belum ada.
ditandatanganinya, yang akurasi datanya sesuai dengan SPT yang disampaikan secara elektronik.
2.5 Sanksi Administrasi
Wajib pajak yang akan dijatuhi sanksi bisa dilihat dari perilaku wajib
pajak yang terlambat untuk melaporkan SPT, terlambat membayar pajak dan lainnya yang berkaitan dengan pemenuhan kewajiban wajib pajak di bidang perpajakan. Wajib pajak perlu mengetahui batas waktu penyampaian SPT Masa
untuk menentukan terlambat atau tidak dalam menyampaikan SPT Masa. Sesuai Pasal 3 ayat (3) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan yang diikuti dengan peraturan Menteri Keuangan Nomor 80/PMK.03/2010 Tanggal 5 April 2010, batas waktu penyampaian SPT diatur:
1. untuk SPT Masa, paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah akhir masa pajak. 2. untuk SPT Tahunan, paling lambat 3 (tiga) bulan setelah akhir tahun pajak.
Pengaturan lainnya diperlakukan untuk PPh Pasal 22 Bendaharawan dan SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai yang disampaikan Direktorat Jenderal Bea Cukai. Berikut disampaikan batas waktu penyampaian SPT masa.
Tabel 2.1
Batas Waktu Penyampaian SPT Masa
No. Jenis Pajak Pihak yang Menyampaikan SPT
Batas Waktu Penyampaian SPT
1. PPh Pasal 21 Pemotong PPh pasal 21
Paling lama 20 (dua puluh) hari setelah masa pajak berakhir
No. Jenis Pajak Pihak yang
14 (empat belas) hari setelah akhir masa pajak
4. PPh pasal 22 oleh DJBC
Pemungut pajak (DJBC)
Secara mingguan paling lama 7 (tujuh) hari setelah akhir masa pajak
5. PPh pasal 22 Pihak yang melakukan penyerahan
Paling lama 20 (dua puluh) hari setelah masa pajak berakhir
6. PPh pasal 22 badan tertentu
Pihak yang melakukan penyerahan
Paling lama 20 (dua puluh) hari setelah masa pajak berakhir
7. PPh pasal 23 Pemotongan PPh pasal 23
Paling lama 20 (dua puluh) hari setelah masa pajak berakhir
8. PPh pasal 25 Wajib Pajak yang mempunyai NPWP
Paling lama 20 (dua puluh) hari setelah masa pajak berakhir
9. PPh pasal 26 Pemotong PPh Pasal 26
Paling lama 20 (dua puluh) hari setelah masa pajak berakhir
10. PPN dan
PPnBM Pengusaha Kena Pajak
Paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak dan sebelum SPT masa PPN disampaikan 11. PPN dan
PPnBM DJBC Bea Cukai
Paling lama 7 (tujuh) hari setelah akhir masa pajak
12. PPN dan PPnBM
Pemungut pajak selain bendaharawan
Paling lama 20 (dua puluh) hari setelah masa pajak berakhir
Menurut UU No. 28 tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang mulai berlaku 1 januari 2008, apabila SPT Masa tidak disampaikan dalam jangka waktu yang telah ditentukan atau batas waktu
a. Rp 500.000,- (lima ratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai,
b. Rp 100.000,- (seratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Masa lainnya.
Wajib pajak yang karena kealpaannya tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan atau menyampaikan surat pemberitahuan, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar sehingga
dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, tidak dikenai sanksi pidana apabila kealpaan tersebut pertama kali dilakukan oleh wajib pajak dan wajib pajak
tersebut wajib melunasi kekurangan pembayaran jumlah pajak yang terutang beserta sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 200% (dua ratus persen) dari jumlah pajak yang kurang dibayar yang ditetapkan melalui penerbitan Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar.
2.6 Kepatuhan Wajib Pajak Melaporkan SPT Masa PPN
Kondisi perpajakan yang menuntut keikutsertaan aktif wajib pajak dalam menyelenggarakan perpajakannya membutuhkan kepatuhan wajib pajak yang tinggi. Kepatuhan dalam pemenuhan kewajiban perpajakan sesuai dengan
kebenarannya merupakan hal yang sangat dibutuhkan. Termasuk pemenuhan kewajiban melaporkan SPT Masa PPN, dimana wajib pajak bertanggung jawab
menetapkan sendiri besarnya pajak dan melaporkan pajak Masa tersebut.
Kepatuhan wajib pajak dikemukakan oleh D. Nowak (Moh. Zain:2004) sebagi suatu iklim kepatuhan dan kesadaran pemenuhan kewajiban perpajakan,
a. Wajib pajak paham atau berusaha untuk memahami semua ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
b. Mengisi formulir pajak dengan lengkap dan jelas. c. Menghitung jumlah pajak yang terutang dengan benar.
d. Membayar pajak yang terutang tepat pada waktunya.
Tahun 2008 dikeluarkan SE-02/PJ/2008 tentang Tata Cara Penetapan Wajib Pajak dengan Kriteria Tertentu sebagai turunan dari Peraturan Menteri
Keuangan No. 192/PMK.03/2007. Karakteristik Wajib Pajak Patuh menurut Peraturan Menteri Keuangan No. 192/PMK.03/2007 sebagai berikut.
a. Tepat waktu penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) dalam 3 tahun terakhir.
b. Penyampaian SPT Masa yang terlambat dalam tahun terakhir untuk Masa
Pajak dari Januari sampai November tidak lebih dari 3 masa pajak untuk setiap jenis pajak dan tidak berturut-turut.
c. SPT Masa yang terlambat seperti dimaksud dalam huruf b telah disampaikan tidak lewat batas waktu penyampaian SPT Masa untuk masa pajak berikutnya.
d. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak,
e. Laporan keuangan diaudit oleh akuntan publik atau lembaga pengawasan keuangan pemerintah dengan pendapat wajar tanpa pengecualian selama tiga
tahun berturut-turut dengan ketentuan disusun dalam bentuk panjang (long form report) dan menyajikan rekonsiliasi laba rugi komersial dan fiskal bagi
wajib pajak yang menyampaikan SPT Tahunan dan juga pendapat akuntan atas laporan keuangan yang diaudit ditandatangani oleh akuntan publik yang tidak dalam pembinaan lembaga pemerintah pengawas akuntan publik.
f. Tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan berdasar pada putusan pengadilan yang memiliki kekuatan hukum
tetap dalam jangka waktu 5 tahun terakhir.
Kepatuhan wajib pajak melaporkan SPT Masa PPN dapat disimpulkan Wajib pajak yang taat untuk memenuhi kewajibannya melaporkan SPT Masa PPN
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
2.7 Peneliti Terdahulu
Beberapa hasil penelitian terdahulu dapat dilihat dari tabel 2.2 berikut:
Tabel 2.2 Perpajakan, Pelayanan Fiskus dan Tingkat Pemahaman Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi
Variabel Dependen: Kepatuhan Wajib Pajak
Variabel
No. Peneliti Judul Variabel Hasil Denda Dan Sikap Fiskus
denda, dan sikap fiskus berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepatuhan Kepatuhan Wajib Pajak Sebelum dan Sesudah Penerapan Program
e-SPT Dalam Melaporkan SPT Masa
PPN jumlah SPT Masa PPN yang diterima sesudah adanya program e-SPT
Terdapat perbedaan yang signifikan antara kepatuhan wajib pajak sebelum dan sesudah program e-SPT dalam Kesadaran Wajib Pajak Pada Kepatuhan Pelaporan Wajib Pajak Orang Pribadi Di Kantor pajak orang pribadi
Persepsi wajib pajak tentang sanksi perpajakan dan kesadaran wajib pajak secara parsial berpengaruh
positif dan signifikan pada kepatuhan pelaporan wajib pajak orang pribadi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Wajib Pajak Dalam Merespon Surat
Kepatuhan Pajak: Studi Empiris Terhadap Pengusaha Kena Pajak di Wilayah KPP Pratama “X” Jawa
No. Peneliti Judul Variabel Hasil Melaporkan SPT (Y) Dengan Arah Yang Positif
Sumber: Diolah oleh peneliti
2.8 Kerangka Konseptual
Kepatuhan wajib pajak yang masih rendah dalam melaporkan SPT, tentu menjadi pendorong pihak Direktorat Jenderal Pajak untuk mencari solusi atas
masalah ini. Peningkatan sistem di bidang perpajakan telah dilakukan untuk membuat wajib pajak semakin nyaman dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya.
Aplikasi, sanksi, atau sistem yang mendorong wajib pajak untuk melaporkan SPT tepat waktu. Terlebih SPT Masa yang waktunya lebih singkat
dan disampaikan setiap bulannya jika terjadi transaksi. Hal ini membutuhkan sarana yang tepat agar tidak terkena sanksi saat terlambat atau lalai dalam melaporkan SPT, oleh karena itu diadakan penelitian lebih lanjut untuk menguji
apakah implementasi e-SPT, implementasi e-filing, dan sanksi administrasi berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak melaporkan SPT Masa PPN. Model
Gambar 2.1
Kerangka Konseptual Penelitian
H1
H2
H3
H4
Implementasi e-SPT merupakan penerapan penyampaian SPT melalui
media digital ke Kantor Pelayanan Perpajakan. Media ini digalakkan agar memberi kemudahan wajib pajak dalam menyampaikan SPT tanpa harus menyampaikan SPT melalui manual. Kepraktisan melalui digital ini diharapkan
akan mempengaruhi wajib pajak untuk lebih patuh melaporkan SPT. Kepatuhan melaporkan SPT Tahunan maupun SPT Masa adalah tujuan Dirjen Pajak
meluncurkan aplikasi e-SPT.
Penelitian yang dilakukan oleh Tresno et al (2013) menyatakan bahwa penerapan e-filing sebagai suatu langkah dalam modernisasi sistem perpajakan di
Indonesia diharapkan mampu memberikan layanan prima terhadap publik sehingga dapat meningkatkan kepuasan wajib pajak. Wajib pajak yang puas akan
dapat merubah perilakunya dalam membayar pajak, akhirnya tingkat kepatuhan wajib pajak juga dapat berubah.
Implementasi e-filing merupakan aplikasi penyampaian SPT melalui
online secara realtime. Penyampaian SPT melalui e-filing, wajib pajak tidak perlu Kepatuhan Wajib Pajak Melaporkan SPT Masa
PPN (Y) Implementasi E-SPT (X1)
Implementasi E-Filing (X2)
ke KPP untuk melaporkan SPT-nya. Tujuan dibentuknya program e-filing agar wajib pajak dapat melaporkan pajaknya dimanapun dan kapanpun. Kemudahan
penyampaian SPT ini diharapkan akan berpengaruh pada minat wajib pajak untuk menyampaikan SPT tepat waktu, sehingga implementasi e-filing berpengaruh
terhadap kepatuhan wajib pajak menyampaikan SPT Masa.
Sanksi administrasi yang semakin baik, maksudnya sanksi tersebut lebih tegas atau bahkan sanksi yang lebih berat tentu akan mendorong wajib pajak
untuk menyampaikan SPT tepat pada waktunya dan sesuai dengan jumlah yang sebenarnya. Sanksi administrasi perpajakan yang telah diterapkan oleh Direktorat
Jenderal Pajak ini diharapkan meningkatkan kepatuhan wajib pajak dalam menyampaikan SPT Tahunan atau SPT Masa, karena wajib pajak tentu memikirkan untuk meminimalkan pengenaan sanksi pada dirinya. Dasar itulah
yang membuat perilaku wajib pajak untuk melaporkan SPT-nya tepat waktu.
2.9 Perumusan Hipotesis
2.9.1 Implementasi E-SPT dengan Kepatuhan Wajib Pajak melaporkan
SPT Masa PPN
E-SPT merupakan salah satu modernisasi sistem perpajakan yang
digunakan untuk memudahkan wajib pajak melaporkan SPT Masa atau Tahunan. Implementasi e-SPT akan memudahkan wajib pajak dan Direktorat
Jenderal Pajak memperhitungkan penerimaan pajak secara tepat dan cepat. Menurut Kamelia (2008) terdapat perbedaan yang signifikan antara kepatuhan wajib pajak sebelum dan sesudah program e-SPT dalam melaporkan SPT Masa
diimplementasikan ternyata lebih memudahkan wajib pajak untuk melaporkan SPT-nya. Andri Hasmoro (2009) dalam salsalina melakukan penelitian yang
berjudul Pengaruh Penerapan e-SPT (PPN Masa) terhadap Efisiensi Pengisian SPT (PPN Masa) Menurut Persepsi Wajib Pajak Badan yang terdaftar di KPP
Pratama Tegalega diperoleh kesimpulan bahwa penerapan e-SPT (PPN Masa) berpengaruh secara signifikan terhadap efisiensi pengisian SPT (PPN Masa). Menurut hasil penelitian Rizky Chairani (2009) yang berjudul Pengaruh e-SPT
PPN Terhadap Kualitas Pelayanan Pajak Pada KPP Pratama Cimahi diperoleh kesimpulan bahwa penerapan e-SPT PPN berpengaruh terhadap kualitas
pelayanan pajak. Berdasarkan penjelasan terurai di atas, maka hipotesis yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut:
H1: Implementasi E-SPT berpengaruh positif terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
melaporkan SPT Masa PPN.
2.9.2 Implementasi E-Filing dengan Kepatuhan Wajib Pajak melaporkan
SPT Masa PPN
Implementasi e-filing merupakan penerapan sistem layanan e-filing yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak yang berfungsi agar wajib pajak
dapat menyampaikan SPT pajak beserta lampirannya secara online dan real time dengan memanfaatkan jalur komunikasi internet (Sitompul, 2008).
Bekti (2012) melakukan penelitian yang berjudul Pengaruh penerapan e-SPT dan E-fIling terhadap kepatuhan wajib pajak (badan) dalam melaporkan SPT. Hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa terdapat pengaruh
terhadap kepatuhan wajib pajak dalam melaporkan spt (Y) dengan arah yang positif.
Berdasarkan penelitian Sitompul (2008) yang berjudul Analisis Terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Atas Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa
Secara E-Filing pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota. Hasil penelitian terdapat pengaruh positif pemanfaatan sistem e-filing terhadap peningkatan kepatuhan wajib pajak dalam hal penyampaian SPT.
Penelitian-penelitian di atas dapat disimpulkan semakin bagus persepsi penerapan sistem e-filing akan dapat meningkatakan kepatuhan wajib pajak.
Untuk menguji hubungan antara Implementasi e-filing dengan kepatuhan wajib pajak melaporkan SPT Masa, penelitian ini akan menguji H2 yang dirumuskan sebagai berikut:
H2: Implementasi e-Filing berpengaruh positif terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Melaporkan SPT Masa PPN.
2.9.3 Sanksi Administrasi dengan Kepatuhan Wajib Pajak melaporkan
SPT Masa PPN
Sanksi administrasi perpajakan merupakan dorongan agar wajib pajak
dapat melaporkan SPT tepat waktu dan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Artinya wajib pajak tidak lalai dalam melaporkan SPT Masa yang
harus dilaporkannya. Hasil penelitian Kahono (2003), Suyatmin (2004), Jatmiko (2006), Suryadi (2006), dan Daroyani (2010) mengungkapkan bahwa sanksi denda berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepatuhan. Semakin
Subagiyo dkk (2014) setiap penurunan sanksi maka kepatuhan penyampaian SPT Tahunan oleh wajib pajak akan turun. Hal ini menunjukkan bahwa sanksi
administrasi yang ditegakkan dapat mempengaruhi tingkat kepatuhan wajib pajak melaporkan SPT. Berdasarkan uraian ini, maka hipotesis yang diajukan
sebagai berikut:
H3: Sanksi Administrasi berpengaruh positif terhadap Kepatuhan Wajib Pajak melaporkan SPT Masa PPN.
H4: Implementasi E-SPT, Implementasi E-Filing, dan Sanksi Administrasi secara simultan berpengaruh positif terhadap Kepatuhan Wajib Pajak