• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tipe Rumah Sakit - Sistem Pendukung Keputusan Dalam Pemilihan Rumah Sakit Berdasarkan Kebutuhan Pasien Menggunakan Metode AHP dan Promethee

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tipe Rumah Sakit - Sistem Pendukung Keputusan Dalam Pemilihan Rumah Sakit Berdasarkan Kebutuhan Pasien Menggunakan Metode AHP dan Promethee"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tipe Rumah Sakit

Berdasarkan Permenkes RI Nomor 986/Menkes/Per/11/1992 pelayanan rumah sakit umum pemerintah Departemen Kesehatan dan Pemerintah Daerah diklasifikasikan menjadi kelas/tipe A, B, C, D, dan E. (Maria, 2010).

1. Rumah Sakit Kelas A

Rumah Sakit kelas A adalah rumah sakit yang telah ditetapkan sebagai tempat pelayanan rujukan tertinggi (top referral hospital) atau disebut juga rumah sakit pusat dimana rumah sakit ini mampu memberikan pelayanan kedokteran spesialis dan subspesialis luas oleh pemerintah.

2. Rumah Sakit Kelas B

Rumah Sakit kelas B diberikan pelayanan kedokteran medik spesialis luas dan subspesialis terbatas. Direncanakan rumah sakit tipe B ini biasanya didirikan di setiap ibu kota propinsi (provincial hospital) yang menampung pelayanan rujukan dari rumah sakit kabupaten.

3. Rumah Sakit Kelas C

(2)

Direncanakan rumah sakit tipe C ini akan didirikan di setiap kabupaten/kota (regency hospital) yang menampung pelayanan rujukan dari puskesmas.

4. Rumah Sakit Kelas D

Rumah Sakit ini bersifat transisi karena pada suatu saat akan ditingkatkan menjadi rumah sakit kelas C. Maka dari itu pada saat ini kemampuan rumah sakit tipe D hanyalah memberikan pelayanan kedokteran umum dan kedokteran gigi saja. Sama halnya dengan rumah sakit tipe C, rumah sakit tipe D juga menampung pelayanan yang berasal dari puskesmas.

5. Rumah Sakit Kelas E

Rumah sakit ini merupakan rumah sakit khusus (special hospital) yang menyelenggarakan hanya satu macam pelayanan kedokteran saja. Pada saat ini banyak tipe E yang didirikan pemerintah, misalnya rumah sakit jiwa, rumah sakit kusta, rumah sakit paru, rumah sakit jantung, dan rumah sakit ibu dan anak. Rumah sakit tipe E ini merupakan suatu kegiatan yang mempunyai potensi besar menurunkan kualitas lingkungan dan kesehatan masyarakat, terutama yang berasal dari aktivitas medik

2.2. Definisi Sistem, Keputusan dan Sistem Pendukung Keputusan

2.2.1. Definisi Sistem

Sistem adalah suatu kumpulan atau susunan atau benda yang berhubungan sedemikian rupa sehingga membentuk kesatuan atau keseluruhan. Sistem dibagi menjadi tiga bagian berbeda: input, proses dan output. Bagian-bagian tersebut dikelilingi oleh sebuah lingkungan dan sering melibatkan sebuah mekanisme umpan balik. Selain itu, pengambil keputusan juga dianggap sebagai bagian dari sistem. (Ginting, 2014). Terdapat lima unsur utama yang terdapat dalam sistem:

• Elemen-elemen atau bagian-bagian

• Interaksi atau hubungan antar elemen-elemen tersebut

(3)

• Lingkungan yang kompleks.

Pengertian sistem adalah suatu kesatuan prosedur atau komponen yang saling berkaitan satu dengan yang lainnya bekerja bersama sama sesuai dengan aturan yang diterapkan sehingga membentuk suatu tujuan yang sama, dimana dalam sebuah sistem bila terjadi satu bagian saja yang tidak bekerja atau rusak maka suatu tujuan bisa terjadi kesalahan hasilnya atau outputnya. (Fitriyani, 2012). Sistem merupakan sekumpulan objek seperti orang-orang, sumber daya, konsep dan prosedur untuk memberikan performansi dalam pencapaian tujuan tersebut. (Sandy, 2002).

2.2.2. Definisi Keputusan

Kegiatan pembuatan keputusan meliputi pengidentifikasian masalah, pencarian alternatif penyelesaian masalah, evaluasi dari pada alternatif-alternatif tersebut dan pemilihan alternatif tersebut. Kemampuan mengambil keputusan yang cepat dan cermat akan menjadi kunci keberhasilan dalam persaingan global di waktu mendatang.

Nilai sebuah keputusan sangat dipengaruhi oleh kelengkapan dan keakuratan informasi yang digunakan dalam proses pembuatan keputusan itu sendiri. Maka peranan sistem informasi sangat penting dalam menyediakan informasi untuk memberikan dukungan dalam pembuatan keputusan. Berdasarkan definisi yang dikemukakan oleh Turban & Aronson (1998), pembuatan keputusan merupakan suatu proses atau kegiatan memilih diantara beberapa alternatif tertentu. Kegiatan pembuatan keputusan berbeda dengan pemecahan masalah, hal ini dikarenakan dalam pemecahan masalah tidak hanya menyelesaikan suatu masalah saja tetapi juga melakukan indentifikasi peluang. (Sandy, 2002).

(4)

dengan menitikberatkan pada kebiasan dan pengalaman, perasaan yang mendalam, pemikiran yang reflektif dan naluri dengan menggunakan proses alam bawah sadar. Pendekatan prilaku politis dilakukan secara individual dengan melakukan pendekatan kolektif. Suatu keputusan diambil kalau beberapa orang yang terlibat dalam proses tersebut menyetujui bahwa mereka telah menemukan pemecahan.

2.2.3. Definisi Sistem Pendukung Keputusan

Sistem pendukung keputusan diperkenalkan pada awal 1970-an oleh Michael Scott Morton, yang selanjutnya dikenal dengan istilah “Management Decision System”. Sistem pendukung keputusan merupakan sebuah sistem interaktif berbasis komputer yang membantu pembuat keputusan memanfaatkan data dan model untuk menyelesaikan masalah-masalah yang bersifat tidak terstruktur dan semi terstruktur. (Turban, 2005). Sistem pendukung keputusan dirancang untuk menunjang seluruh tahapan pembuatan keputusan, yang dimulai dari tahap mengidentifikasi masalah, memilih data yang relevan, menentukan pendekatan yang digunakan dalam proses pembuatan keputusan, sampai data kegiatan mengevaluasi pemilihan alternatif. Sistem Keputusan tidak bisa dipisahkan dari sistem fisik maupun sistem informasi. Kompleksitas sistem fisik menuntut adanya sistem keputusan yang kompleks pula.

2.3. Karakteristik dan Kemampuan Sistem Pendukung Keputusan

Terdapat sejumlah karakteristik dan kemampuan dari sistem pendukung keputusan yaitu (Turban, 2005) :

a. Karakteristik Sistem Pendukung Keputusan 1. Mendukung seluruh kegiatan organisasi

2. Mendukung beberapa keputusan yang saling berinteraksi 3. Dapat digunakan berulangkali dan bersifat konstan 4. Terdapat dua komponen utama, yaitu data dan model 5. Menggunakan baik data eksternal dan internal

(5)

b. Kemampuan Sistem Pendukung Keputusan

1. Menunjang pembuatan keputusan manajemen dalam menangani masalah 2. Membantu manajer pada berbagai tingkatan manajemen, mulai dari manajemen

tingkat puncak sampai manajemen tingkat bawah

3. Menunjang pembuatan keputusan secara berkelompok maupun perorangan 4. Menunjang pembuatan keputusan yang bergantung maupun berurutan

5. Menunjang pembuatan keputusan untuk berbagai bentuk proses pembuatan keputusan dan jenis keputusan

6. Kemampuan beradaptasi dan bersifat fleksibel

7. Menunjang tahap – tahap pembuatan keputusan antara lain intelligence, design, choice dan implementation.

8. Kemudahan melakukan interaksi sistem

9. Meningkatkan efektivitas dalam pembuatan keputusan daripada efisiensi 10.Mudah dikembangkan oleh pemakai akhir

(6)

Karakteristik dan Kapabilitas dari sistem pendukung keputusan (Ginting, 2014) akan terlihat jelas dari Gambar 2.1.

(7)

2.4. Proses Pembuatan Keputusan

Simon (1977) seperti dikutip dalam (Sandy, 2002) menyatakan bahwa untuk dapat lebih memahami pemodelan proses perlu dilihat tahap berikut.

1. Tahap Intelligence

Tahap ini merupakan suatu proses melakukan identifikasi dan merumuskan masalah dari suatu ruang lingkup problematika yang dihadapi oleh pihak manajemen. Pada tahap ini memiliki subsistem yang saling terkait, antara lain: a. Menemukan masalah; mencakup mengidentifikasikan tujuan dan sasaran

organisasi, mengklasifikasikan secara jelas gejala dan masalah nyata. b. Mengklasifikasikan masalah yaitu mencakup masalah terprogram dan

masalah tidak terprogram.

c. Melakukan dekomposisi masalah yaitu untuk menjabarkan dan menguraikan masalah kedalam sub-sub masalah secara lebih spesifik. d. Kepemilikan masalah yaitu sebuah masalah terjadi dalam organisasi dan

bila seseorang atau sekelompok orang bersedia bertanggungjawab atas penyelesaian dan disamping itu organisasi mempunyai kemampuan melakukannya

2. Tahap Design

Tahap ini adalah suatu proses untuk mempresentasiakan model sistem yang akan dibangun berdasarkan pada asumsi yang telah ditetapkan. Tahap ini berhubungan dengan aktivitas pemahaman masalah dan pengujian solusi untuk kelayaknnya dan pada tahap ini model akan dibuat, diuji dan divalidasi.

3. Tahap Choice

Tahap ini akan melakukan pengujian dan pemilihan keputusan terbaik berdasarkan kriteria tertentu yang telah ditentukan. Tahap ini mengandung aktivitas pencarian, evaluasi, dan rekomendasi suatu model keputusan yang sesuai. Pendekatan pencarian meliputi:

(8)

b. Algorithms merupakan proses pencarian secara step-by-step untuk memperoleh keputusan optimal. Keputusan dihasilakan dan diuji untuk perbaikan lebih lanjut sampai tidak mungkin diperbaiki lagi.

c. Blind search techniques merupakan suatu pendekatan pencarian yang bebas dan tidak diarahkan.

d. Heuristic merupakan suatu aturan keputusan yang berkaitan dengan bagaimana masalah dipecahkan, suatu prosedur step-by-step yang diulangi sampai suatu keputusan yang memuaskan ditemukan.

4. Tahap Implementation

Tahap ini merupakan proses untuk membuat keputusan yang direkomendasikan agar dapat bekerja atau terealisasikan. Persoalan yang sering dihadapi adalah:

a. Ketidakinginan untuk berubah

b. Derajat dukungan dari manajemen puncak c. Pemberian pelatihan pada para pemakai.

Fase proses dari sistem pendukung keputusan (Ginting, 2014) akan terlihat jelas dari Gambar 2.2.

Sistem Informasi Manajemen & Pengolahan Data Elektronik

Ilmu Manajemen & Operation Research

Gambar 2.2. Fase Proses Pendukung Keputusan (Ginting, 2014) INTELLIGENCE

(Penulisan Lingkup Masalah)

DESIGN

(Perancangan Penyelesaian

CHOICE

(Pemilihan Tindakan)

IMPLEMENTTATION

(9)

2.5. Model Pengambilan Keputusan

Model adalah percontohan yang mengandung unsur yang bersifat penyederhanaan untuk dapat ditiru (jika perlu). (Hasan, 2002). Pentingnya model dalam suatu pengambilan keputusan, antara lain:

1. Untuk mengetahui apakah hubungan yang bersifat tunggal dari unsur-unsur itu memiliki relevansi dengan masalah yang akan dipecahkan.

2. Untuk memperjelas (secara eksplisit) mengenai hubungan signifikan di antara unsur-unsur itu.

3. Untuk merumuskan hipotesis mengenai hakikat hubungan-hubungan antara variable. Hubungan ini biasanya dinyatakan dalam bentuk matematik.

4. Untuk memberikan pengelolaan terhadap pengambilan keputusan.

Model merupakan alat penyederhanaan dan penganalisisan situasi atau sistem yang kompleks. Permodelan sistem adalah proses membangun atau membentuk sebuah model dari suatu sistem nyata dalam bahasa formal tertentu.(Ginting, 2014). Secara skematis dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Model

Model Yang diuji

Sistem Nyata

(A)

Sampel Im

age (A

)

(10)

2.6. Komponen Sistem Pengambilan Keputusan

Sistem pengambilan keputusan dapat didekomposisikan menjadi beberapa (Fitriyani, 2012).

a. Data Management. Termasuk database, yang mengandung data yang relevan untuk berbagai situasi dan diatur oleh software yang disebut Database Management Systems (DBMS)

b. Model Management. Melibatkan model finansial, statistikal, management science, atau berbagai model kuantitatif lainnya, sehingga dapat memberikan ke sistem suatu kemampuan analitis, dan manajemen software yang diperlukan.

c. Commication (dialog subsystem). User dapat berkomunikasi dan memberikan perintah pada DSS melalui subsistem ini. Ini berarti menyediakan antarmuka. d. Knowledge Management. Subsistem optional ini dapat mendukung subsistem

lain atau bertindak sebagai komponen yang berdiri sendiri.

2.7. Algoritma

Abu Ja’far Muhammad Ibnu Musa Al-Kwarizmi, penulis buku “Aljabar wal muqabala” beberapa abad yang lalu (pada abad IX), dianggap sebagai pencetus pertama Algoritma karena di dalam buku tersebut Abu Ja’far menjelaskan langkah-langkah dalam menyelesikan berbagai persoalan aritmetika (aljabar). Algoritma adalah suatu prosedur yang jelas untuk menyelesaikan suatu persoalan dengan menggunakan langkah-langkah tertentu dan terbatas jumlahnya.

Donald E. Knuth, seorang penulis beberapa buku algoritma abad XX, menyatakan bahwa ada beberapa ciri algoritma, yaitu: (Suarga, 2004).

1. Algoritma mempunyai awal dan akhir. Suatu algoritma harus berhenti setelah mengerjakan serangkaian tugas.

2. Setiap langkah harus didefinisikan dengan tepat sehingga tidak memiliki makna ganda.

(11)

2.7.1. Sifat Algoritma

Sifat utama algoritma adalah :

1. Input: Suatu algoritma memiliki kondisi awal sebelum algoritma dilaksanakan.

2. Output: Suatu algoritma akan mengubah kondisi awal menjadi kondisi akhir, dimana nilai awal diperoleh dari nilai input yang telah diproses melalui algoritma.

3. Definiteness: Langkah-langkah yang dituliskan dalam algoritma terdefinisi dengan jelas sehingga mudah dilaksanakan oleh pengguna algoritma.

4. Finiteness: Suatu algoritma harus memberi kondisi akhir setelah melakukan sejumlah langkah yang terbatas jumlahnya untuk kondisi awal yang diberikan. 5. Effectiveness: Setiap langkah dalam algoritma bisa dilaksanakan dalam suatu

selang waktu tertentu sehingga pada akhirnya memberikan solusi sesuai yang diharapkan.

6. Generality: Langkah-langkah algoritma berlaku untuk setiap himpunan input yang sesuai dengan persoalan yang akan diberikan, tidak hanya untuk himpunan tertentu.

2.7.2. Time Complexity

Thomas H. Cormen et al dalam buku yang berjudul Introduction to Algorithms pada edisi ketiga menyebutkan bahwa Algoritma adalah urutan langkah-langkah mengubah input menjadi output. Menganalisis algoritma berarti memprediksi sumber daya yang dibutuhkan algoritma, sumber daya yang menjadi perhatian utama seperti memori, bandwith komunikasi dan perangkat keras komputer yang biasanya sering digunakan untuk mengukur waktu komputasi.

(12)

algoritma adalah jumlah dari running time dari setiap statement yang dieksekusi (Claudia, 2014).

Big Ɵ ( Big Theta) adalah bagian dari kompleksitas waktu dari sebuah algoritma. Big Ɵ ( Big Theta) didefinisikan bahwa f(n) merupakan Theta dari g(n) dan dinotasikan f(n) = Ɵ(g(n) jika dan hanya jika terdapat tiga konstanta positif n0, c1 dan c2 sedemikian berlaku (Claudia, 2014):

| C1 g(n) | <= | f(n) | <= |C2 g(n) |; n > n0. (2.1)

2.8. Fuzzy Multiple Attribute Decision Making Methods

Fuzzy Multiple Attribute Decision Making Methods (Fuzzy MADM) yang dikembangkan oleh Moon Hyun Joo dan Chang Sun Kang. Sistem ini mempunyai kemampuan menampung input kriteria yang diinginkan dari pengguna, alternatif pasangan calon, dan pada akhirnya mampu memberikan tampilan visual berupa himpunan solusi terbaik dari beberapa alternatif yang diberikan menggunakan metode perangkingan nilai total integral. (Muhamad & Retantyo, 2013).

Fuzzy MADM dikembangkan untuk pengambilan keputusan terhadap beberapa alternatif keputusan untuk mendapatkan suatu keputusan yang akurat dan optimal. Moon Hyun Joo dan Chang Sun Kang mengembangkan metode Fuzzy Decision Making (FDM), dalam 3 langkah penting penyelesaian, yaitu : representasi masalah, evaluasi himpunan fuzzy, dan menyeleksi alternatif yang optimal.

Metode-metode yang dapat digunakan dalam menyelesaikan masalah fuzzy MADM, yaitu menyelesaikan masalah fuzzy MADM dengan mengaplikasikan metode MADM klasik seperti Simple Additive Weighting (SAW), Weighted Produuct (WP) atau Technique for Order Preference by Similarity to Ideal Solution (TOPSIS), ELECTRE, Analytic Hierarchy Process (AHP). (Kusumadewi, 2006).

2.9. Metode Analytic Hierarchy Process (AHP)

(13)

permasalahan yang kompleks dari suatu struktur multi level, dimana level pertama adalah tujuan, yang diikuti oleh level faktor, kriteria, sub kriteria, dan seterusnya kebawah sehingga yang terakhir dari alternatif. (Saaty, 1993).

Menurut Suryadi dan Ramdhani pada tahun 2000 dalam jurnal (Iskandar,

2009) AHP merupakan suatu model pengambilan keputusan yang bersifat komperhensif. AHP mempunyai kemampuan untuk memecahkan masalah yang multi objektif dan multi kriteria, yang berdasar pada perbandingan preferensi dari setiap elemen dalam hirarki.

2.9.1.Prinsip Dasar AHP

Dalam menyelesaikan permasalahan dengan AHP ada beberapa prinsip yang harus

dipahami, diantaranya adalah: (Kusrini, 2007)

1. Membuat hierarki.

Sistem yang kompleks bisa dipahami dengan memecahnya menjadi elemen-elemen pendukung dan menyusun elemen-elemen secara hierarki.

2. Penilaian kriteria dan alternatif

Kriteria dan alternatif yang dilakukan dengan perbandingan berpasangan.

Menurut Saaty (1988), untuk berbagai persoalan sekala 1 sampai 9.

Tabel 2.1. Skala Nilai Perbandingan Berpasangan

Intensitas Kepentingan

Keterangan Penjelasan

1 Kedua elemen sama

pentingnya

Dua elemen mempunyai pengaruh yang sama besar terhadap tujuan

3 Elemen yang satu

sedikit lebih penting dari pada elemen yang lain.

Pengalaman dan penilaian sedikit

menyokong satu elemen dibandingkan elemen lainnya.

5 Elemen yang satu

sangat penting dari

pada elemen yang

lainnya

Pengalaman dan penilaian sangat kuat menyokong satu elemen dibandingkan atas elemen lain nya

7 Satu elemen jelas lebih

penting dari pada

elemen lainnya

(14)

3. Synthesis of Priority (menentukan prioritas)

Untuk setiap kriteria dan alternatif, perlu dilakukan perbandingan berpasangan (pairwise comparisons). Nilai-nilai perbandingan relatif dari seluruh alternatif kriteria bisa disesuaikan dengan judgement yang telah ditentukan untuk menghasilkan bobot dan prioritas. Bobot dan prioritas dihitung dengan memanipulasi matriks atau melalui penyelesaian persamaan matematika.

4. Logical Consistency (Konsistensi Logic)

Konsistensi memiliki dua makna. Pertama, objek-objek yang serupa bisa dikelompokkan sesuai dengan keseragaman dan relevansi. Kedua, menyangkut tingkat hubungan antar objek yang didasarkan pada kriteria tertentu.

2.9.2.Langkah – Langkah AHP

Pada dasarnya, prosedur atau langkah – langkah dalam metode AHP meliputi

(Kusrini, 2007):

1. Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan, lalu Gambarkan kedalam bentuk hirarki dari permasalahan yang dihadapi seperti pada Gambar 2.4.

9 Satu elemen mutlak

penting dari pada

elemen lainnya

Bukti yang mendukung elemen yang satu terhadap elemen lain memiliki tingkat

penegasan tertinggi yang mungkin

menguatkan.

2, 4, 6, 8 Nilai-nilai antara dua

nilai perbandingan yang berdekatan

Nilai ini diberikan bila ada dua kompromi diantara dua pilihan.

Kebalikan Jika untuk aktivitas i mendapat satu angka bila dibandingkan dengan

(15)

2. Menentukan prioritas elemen

• Langkah pertama dalam menentukan prioritas elemen adalah membuat perbandingan pasangan, yaitu membandingkan elemen secara berpasangan sesuai kriteria yang diberikan.

• Matriks perbandingan berpasangan diisi menggunakan bilangan untuk merepresentasikan kepentingan relatif dari suatu elemen terhadap elemen yang lainnya.

3. Sintesis

Pertimbangan-pertimbangan terhadap perbandingan berpasangan disintesis untuk memperoleh keseluruhan prioritas. Hal-hal yang dilakukan dalam langkah ini adalah:

• Menghitung nilai eigen dan menguji konsistensinya jika tidak konsisten maka pengambilan data diulangi. Mengulangi langkah 1 dan 2 untuk seluruh tingkat hirarki.

• Menghitung eigen vektor dari setiap matriks perbandingan berpasangan. Nilai eigen vektor merupakan bobot setiap elemen. Langkah ini untuk mensintesis judgment dalam penentuan prioritas elemen-elemen pada tingkat hirarki terendah sampai pencapaian tujuan

4. Mengukur Konsistensi

Dalam pembuatan keputusan, penting untuk mengetahui seberapa baik konsistensi yang ada karena kita tidak menginginkan keputusan berdasarkan pertimbangan dengan konsistensi yang rendah.

5. Hitung Consistency Index (CI) dengan rumus :

Memeriksa konsistensi hirarki. Jika nilainya lebih dari 0,1 maka penilaian data harus diperbaiki. Hitung Indeks Konsistensi/Consistency Index (CI), dengan rumus:

CI = – (2.2)

(16)

6. Mencari total rangking, langkah terakhir adalah menghitung total rangking dengan cara menjumlahkan hasil perkalian nilai eigen vector tiap kriteria dengan nilai eigen vector alternatif pada kriteria yang sama, sehingga diperoleh alternatif terbaik.

2.10. Algoritma Preference Ranking Organization for Enrichment Evaluation (PROMETHEE)

Menurut Brans.et.al pada tahun 1986 dalam jurnal (Nurhayati, 2001) PROMETHEE adalah suatu metode penentuan urutan (prioritas) dalam analisis multikriteria. PROMETHEE didasarkan atas kesederhanaan, kejelasan , dan kestabilan. Dominasi kriteria yang digunakan dalam PROMETHEE adalah penggunaan nilai dalam hubungan outranking.

PROMETHEE adalah metodologi untuk mengevaluasi alternatif dengan kriteria yang diberikan dan membuat peringkat alternatif untuk keputusan akhir. Dugaan dari dominasi kriteria yang digunakan dalam PROMETHEE adalah penggunaan nilai dalam hubungan outranking, outranking merupakan metode yang dapat menangani kriteria kualitatif dan kuantitatif secara bersamaan. Metode ini mampu memperhitungkan alternatif berdasarkan karakteristik yang berbeda. Metode outranking membandingkan beberapa kemungkinan alternatif (pada kriteria) dengan kriteria dasar. Mereka pada dasarnya menghitung indeks untuk setiap pasangan alternatif yang memenuhi syarat atau antara peringkat satu relatif dengan alternatif lain. Semua parameter yang terlibat mempunyai pengaruh nyata menurut pandangan ekonomi.

Dalam Promethee disajikan enam bentuk fungsi preferensi kriteria. Hal ini tentu saja tidak mutlak, tetapi bentuk ini cukup baik untuk beberapa kasus, antara lain: (Dhony, 2009)

1. Kriteria Biasa (Usual Criterion)

H(d) = (2.3)

Keterangan:

H(d) = selisih kriteria antara alternatif 0 jika d = 0

(17)

d = selisih nilai kriteria dimana {d = f(a) - f(b)}

Pada kasus ini, tidak ada beda (sama penting) antara a dan b jika dan hanya jika f(a) = f(b) ; apabila nilai kriteria pada masing-masing alternatife memiliki nilai berbeda, pembuat keputusan membuat preferensi mutlak untuk alternatif memiliki nilai yang lebih baik.

1

0

Gambar 2.5. Kriteria Biasa

2. Kriteria Quasi (Quasi Criterion)

H(d) = (2.4)

Keterangan:

H(d) = fungsi selisih kriteria antara alternatif d = selisih nilai kriteria { d = f(a) - f(b) } Parameter (q) = harus merupakan nilai tetap

Dua alternatif memiliki preferensi yang sama penting selama selisih atau nilai H(d) dari masing-masing alternatif untuk kriteria tertentu tidak melebihi nilai q, dan apabila selisih hasil evaluasi untuk masing-masing alternatif melebihi nilai q maka terjadi bentuk preferensi mutlak.

H(d)

d

0 jika ≤ q

(18)

Gambar 2.6. Kriteria Quasi

3. Kriteria dengan preferensi linier

H(d) = (2.5)

Keterangan:

H(d) = fungsi selisih kriteria antara alternatif d = selisih nilai kriteria { d = f(a) - f(b) } p = nilai kecenderungan atas

Kriteria preferensi linier dapat menjelaskan bahwa selama nilai selisih memiliki nilai yang lebih rendah dari p, preferensi dari pembuat keputusan meningkat secara linier dengan nilai d. Jika nilai d lebih besar dibandingkan dengan nilai p, maka terjadi preferensi mutlak.

Gambar 2.7. Kriteria Preferensi linear d

1 H(d)

-q 0 q

0 jika d ≤ 0

d/p jika 0 < dp

1 jika d> p

H(d)

-p p

1

0

(19)

4. Kriteria Level (Level Criterion)

H(d) = (2.6)

Keterangan:

H(d) = fungsi selisih kriteria antara alternatif p = nilai kecenderungan atas

q = harus merupakan nilai yang tetap

Kecenderungan tidak berbeda q dan kecenderungan preferensi p adalah ditentukan secara simultan. Jika d berada di antara nilai q dan p, hal ini berarti situasi preferensi yang lemah (H(d) = 0.5) (Brans, 1984).

Gambar 2.8. Kriteria Level

5. Kriteria dengan preferensi linier dan area yang tidak berbeda

H(d) = (2.7)

0 jika dq

0,5 jika q < dp 1 jika d > p

q p H(d)

-p -q 1

0 d

0 jika d ≤ q

(d-q)/p-q jika q < d ≤ p

(20)

Keterangan:

H(d) = fungsi selisih kriteria antara alternatif d = selisih nilai kriteria { d = f(a) - f(b) } p = nilai kecenderungan atas

q = harus merupakan nilai yang tetap

Pengambilan keputusan mempertimbangkan peningkatan preferensi secara linier dari tidak berbeda hingga preferensi mutlak dalam area antara dua kecenderungan q dan p. dua parameter tersebut telah ditentukan.

Gambar 2.9. Kriteria dengan preferensi linier dan area yang tidak berbeda

6. Kriteria Gaussian (Gaussian Criterion)

H(d) = (2.8)

Fungsi ini bersyarat apabila ditentukan nilai , dimana dapat dibuat berdasarkan distribusi normal dalam statistik (Brans, 1998).

-p -q 0 q p

H(d)

1

d

0 jika d ≤ 0

(21)

Gambar 2.10. Kriteria Gaussian

2.10.1. Langkah – Langkah PROMETHEE

Diperlukan tahapan-tahapan yang harus dilakukan oleh pembuat keputusan untuk mendapatkan hasil penyeleksian dengan metode PROMETHEE. (Claudia, 2014).

1. Menentukan beberapa alternatif

Alternatif adalah obyek yang akan diseleksi (obyek seleksi). Pada perhitungan penyeleksian dengan PROMETHEE diperlukan penentuan beberapa obyek yang akan diseleksi (minimal 2 obyek). Obyek yang satu dengan obyek lainnya akan dibandingkan.

2. Menentukan beberapa kriteria

Setelah melakukan penentuan obyek yang akan diseleksi, maka dalam perhitungan penyeleksian PROMETHEE juga diperlukan penentuan beberapa kriteria, penentuan kriteria disini sebagai syarat atau ketentuan dalam penyeleksian.

3. Menentukan dominasi kriteria

Ketika menentukan kriteria, pengambil keputusanharus menentukan bobot atau dominasi kriteria dari kriteria lainnya. Setiap kriteria boleh memiliki nilai bobot yang sama atau berbeda.

4. Menentukan tipe preferensi untuk setiap kriteria yang paling cocok didasarkan pada data dan pertimbangan dari pengambil keputusan. Tipe

H(d)

1

(22)

preferensi ini berjumlah Enam (Usual, Quasi, Linear, Level, Linear Quasi dan Gaussian.

5. Memberikan nilai threshold atau kecenderungan untuk setiap kriteria berdasarkan preferensi yang telah dipilih. Nilai kecenderungan tersebut adalah nilai indifference, preference, dan Gaussian.

6. Perhitungan Leaving Flow , Entering Flow dan Net Flow (Dony, 2009).

1. Leaving flow adalah jumlah dari yang memiliki arah menjauh dari node a. dan hal ini merupakan pengukuran outrangking. Adapun persamaannya:

( ) = ∑"∈$ ( , !) (2.9)

Keterangan : ( ) = Leaving Flow

2. Nilai Entering Flow adalah jumlah dari yang memiliki arah mendekat dari node a dan hal ini merupakan karakter pengukuran outranking. Untuk semua nilai node a dalam grafik nilai outranking ditentukan berdasarkan entering flow dengan persamaan:

( ) = ∑"∈$ ( , !) (2.10)

Keterangan : (a) = Entering Flow

(23)

( ) ( ) = ( ) − ( ) (2.11)

Keterangan :

(a) = Leaving Flow (a) = Entering Flow

2.11. Fl owchart

Flowchart adalah suatu teknik untuk menyusun rencana program yang telah diperkenalkan dan telah dipergunakan oleh kalangan programmer komputer sebelum algoritma menjadi populer, yaitu flowcharting. Flowchart adalah untaian simbol gambar (chart) yang menunjukkan aliran (flow) dari proses terhadap data. Simbol-simbol flowchart dapat diklasifikasikan menjadi simbol untuk program dan simbol untuk sistem (peralatan hardware). (Suarga, 2004).

Flowchart atau diagram alir merupakan sebuah diagram dengan simbol-simbol grafis yang menyatakan aliran algoritma atau proses yang menampilkan langkah-langkah yang disimbolkan dalam bentuk kotak, beserta urutannya dengan menghubungkan masing masing langkah tersebut menggunakan tanda panah. Diagram ini bisa memberi solusi selangkah demi selangkah untuk penyelesaian masalah yang ada di dalam proses atau algoritma tersebut. Simbol-simbol Flowchart dapat diklasifikasikan menjadi simbol untuk program dan simbol untuk sistem (peralatan hardware).

1. Program Flowchart

Flowchart Keterangan

Terminator

Untuk Mulai atau Selesai

Proses

(24)

Input/Output

menerima input atau menampilkan output

Seleksi/Pilihan

memilih aliran berdasarkan syarat

Predefined-Data

definisi awal dari variabel atau data

Predefined-Process

lambang fungsi atau sub-program

Connector

penghubung pada halaman

Off-page Connector

penghubung halaman yang berbeda

2. System Flowchart

Flowchart Nama

Keyboard

(25)

File/Storage

Display/Monitor

Magnetic Tape

Magnetic Disk

Sorting

Extract

Merge

2.12. Skala Pengukuran

(26)

datanya menggunkan teknik angket, yaitu daftar pertanyaan yang diberikan kepada orang lain bersedia memberikan respons (responden) sesuai dengan permintaan pengguna dan lain-lainnya. (Riduwan, 2007).

Pada umumnya semua jenis angket paling sedikit mempunyai dua fungsi, yaitu deskripsi dan pengukuran. Fungsi angket pertama ialah informasi yang diperoleh melalui angket dapat memberikan Gambaran tentang karakteristik dari individu atau sekelompok responden. Angket mempunyai model jawaban yang bersifat terbuka dan tertutup. Angket terbuka, apabila jawaban tidak ditentukan sebelumnya (responden yang mengisi jawabannya sendiri) dan angket tertutup, apabila alternatif-alternatif jawaban telah disediakan (responden tinggal memilih jawaban).

Gambar

Gambar 2.1. Karakteristik dan Kapabilitas Sistem Pendukung Keputusan
Gambar 2.2. Fase Proses Pendukung Keputusan (Ginting, 2014)
Gambar 2.3. Skematis Model (Ginting, 2014)
Tabel 2.1. Skala Nilai Perbandingan Berpasangan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Metode ini digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti, tetapi juga

Walaupun volume produk yang didistribusikan sama, kebutuhan sumber daya pengiriman dari pabrik ke gudang (misalnya truk dan sopir) akan lebih banyak pada konfigurasi pertama..

Dengan demikian menarik untuk dilakukan penelitian tentang “Hubungan Kualitas Pelayanan Antenatal Care dengan Kepuasan Kunjungan Ibu Hamil terhadap Pelayanan ANC di BPRB Fitri

Penelitian yang menunjukkan hasil assurance pada kepuasan telah diteiliti Elviani ( 2010 ) yang meneliti tentang Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan Pengguna Jasa

Banyak hal yang kemudian berubah di abad 21 ini, percepatan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, sistem komunikasi seperti mudahnya akses internet menjadi salah satu ciri abad

Pada akhir tahun 1967, dalam rangka mcngadakan sto- bilisasi ekonorai, Pemerintah tolah mcnotapkan kebijaksa- naaxx baru di bldang Anggaraii Belanja Kogara, yakni bahwa-

keadaan sadar artinya tidak dalam keadaan mabuk atupun gila karena membaca yang baik adalah membaca dengan melafalkan tulisan dengan baik dan benar sesuai

Berbagai metode pengeringan yang digunakan memberikan pengaruh nyata terhadap warna, kadar protein, dan kadar vitamin A mie singkong instan dengan substitusi daun singkong