• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pancasila sebagai Etika Politik (6)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pancasila sebagai Etika Politik (6)"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pancasila sebagai dasar negara , pedoman dan tolak ukur kehidupan berbangsa dan bernegara di Republik Indonesia . Tidak lain dengan kehiduapan berpolitik , etika politik indonesia tertanam dalam jiwa pancasila kesadaran etika yang merupakan kesadaran relational akan tumbuh subur bagi warga masyarakat Indonesia ketika nilai-nilai pancasila itu diyakini kebenarannya . Kesadaran etika juga akan lebih berkembang ketika nilai dan moral pancasila itu dapat dibreakdown ke dalam norma-norma yang berlaku di Indonesia .

Pancasila juga sebagai suatu system filsafat yang pada hakikatnya merupakan suatu nilai sehingga merupakan sumber dari segala penjabaran dari norma , baik norma hukum , norma moral maupun norma kenegaraan lainny . Dalam filsafat pancasila terkandung didalamnya suatu pemikiran-pemikiran yang bersifat kritis , mendasar , rasional , sistematis dan kompeherensif (menyeluruh) dan system pemikiran ini suatu nilai .

Nilai-nilai pancasila kemudian dijabarkan dalam suatu norma yang jelas sehingga merupakan suatu pedoman . Norma tersebut meliputi norma hukum yaitu suatu sistem perundang-undangan yang berlaku di Indonesia . Dalam pengertian inilah maka pancasila berkedudukan sebagai sumber dari segala hukum di Indonesia .

(2)

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah yang kamiuraikan banyak permasalahan yang kami dapatkan . Permasalahan tersebut antara lain :

1. Apa pengertian etika ?

2. Bagaimana pengertian nilai , norma , dan moral ? 3. Apa itu hierarkhi nilai ?

4. Bagaimana hubungan antara nilai , norma dan moral ? 5. Bagaimana pengertian etika politik dan politik ?

6. Bagaimana penerapan etika dalam berkarya, bermasyarakat, dan bernegara ?

7. Nilai-nilai atau norma-norma etika yang terkandung dalam pancasila sebagai sumber etika politik

1.3 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan dalam makalah ini adalah :

1. Melatih mahasiswa agar lebih meningkatkan pengetahuan dan kreatifitas mahasiswa 2. Untuk mengetahui pengertian nilai , norma dan moral dalam konteks pancasila sebagai

etika politik

3. Dapat memahami nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila sebagai sumber etika politik

(3)

Bab II PEMBAHASAN

1 . Pengertian Etika

Etika (etimologik), berasal dari kata Yunani “Ethos” yang berarti watak kesusilaan atau adat. Etika dan Moral sama artinya, tetapi dalam pemakaian sehari-hari ada sedikit perbedaan. Moral dipakai untuk perbuatan yang sedang dinilai, sedangkan etika untuk pengkajian system nilai-nilai yang ada.

Istilah lain yang identik dengan etika(Achmad Charris Zubair. 1987. 13-14) : a. Susila ( Sansekerta)

b. Akhlak ( Arab )

Sebagai suatu usaha ilmiah, filsafat dibagi, menjadi beberapa cabang menurut lingkungan masing-masing.Cabang-cabang itu dibagi menjadi dua kelompok bahasan pokok yaitu filsafat teoritis dan filsafat praktis. Filsafat pertama berisi tentang segala sesuatu yang ada sedangkan kelompok kedua membahas bagaimana manusia bersikap terhadap apa yang ada tersebut. Misalnya hakikat manusia, alam, hakikat realitas sebagai suatu keseluruhan, tentang pengetahuan, tentang apa yang kita ketahui dan tentang yang transenden.

Etika adalah kelompok filsafat praktis (filsafat yang membahas bagaimana manusia bersikap terhadap apa yang ada) dan dibagi mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral. Etika adalah ilmu yang membahas tentang bagaimana dan mengapa kita mengikuti suatu ajaran tertentu atau bagaimana kita bersikat dan bertanggung jawab dengan berbagai ajaran moral. Kedua kelompok etika itu adalah sebagai berikut :

(4)

2. Etika Khusus, membahas prinsip-prinsip tersebut di atas dalam hubungannya dengan berbagai aspek kehidupan manusia, baik sebagai individu (etika individual) maupun mahluk sosial (etika sosial).

Etika, dalam hal prinsip-prinsip etis, menjadi karakteryang memodifikasi , baik bagi konsep Demorasi maupun konsep Politik. Oleh sebab itu, penggunaan dua term itu menegaskan karakter khusus yang diaktulkan, yaitu dimensi etis manusia didalam kemanusiaannya. Demikian pula korelasi antara Demokrasi dan Politik. Idea demokrasi ini didasarkan pada kebebasan, kesamaan, dan kehendak rakyat banyak yang diletakkan sebagai alat ukur politik. ( Hendra Nurtjahjo. 2005. 16 ).

Etika berkaitan dengan masalah nilai karena etika pada pokoknya membicarakan masalah masalah yang berkatan dengan prediket nilai “susila” dan “tidak susila”,,”baik” dan “buruk”.

Etika Politik adalah filsafat moral tentang dimensi politis kehidupan manusia. Bidang pembahasan dan metode etika politik. Pertama etika politik ditempatkan ke dalam kerangka filsafat pada umumnya. Kedua dijelaskan apa yang dimaksud dengan dimensi politis manusia. Ketiga dipertanggungjawabkan cara dan metode pendekatan etika politik terhadap dimensi politis manusia itu.

Sejak abad ke-17 filsafat mengembangkan pokok-pokok etika politik seperti: - Perpisahan antara kekuasaan gereja dan kekuasaan Negara

- Kebebasan berpikir dan beragama (Locke) - Pembagian kekuasaan (Locke, Montesquie) - Kedaulatan rakyat (Rousseau)

- Negara hokum demokratis/republican (Kant) - Hak-hak asasi manusia (Locke, dsb)

- Keadilan sosial

(5)

manusia harus bertindak. Tindakan manusia ini ditentukan oleh bermacam-macam norma. Norma ini masih dibagi lagi menjadi norma hukum, norma agama, norma moral dan norma sopan santun.

Contoh Kasus :

Salah satu cara seseorang berkomunikasi dengan orang lain yakni tidak hanya berkirim sms atau email, berkirim surat, chatting tapi juga melalui telepon. Seseorang menelepon orang lain pasti ada sesuatu yang penting atau mungkin darurat untuk dibicarakan betapa pun singkat atau lamanya pembicaraan di telepon, baik telepon rumah maupun lewat handphone (HP).

Jika kita perhatikan secara seksama dan rinci etika orang Indonesia tatkala menelepon benar-benar buruk alias jelek. Saat berbicara dengan lawan bicara di telepon rasanya sikap kesopanan belum diterapkan secara baik. Apalagi kalau telepon itu salah sambung, yang menelepon tidak meminta maaf kepada lawan bicaranya. Sebaliknya, lawan bicara pun kerap menjawab dengan nada kesal dan emosi saat mengetahui bahwa telepon itu salah sambung.

Hal ini berbeda sekali dengan orang Jepang yang memiliki etika menelepon dengan sopan dan baik. Orang yang menelepon dan lawan bicara yang di telepon tetap menjunjung sikap dan rasa kesopanan bahkan kalau misalnya telepon itu salah sambung.

Etika buruk orang Indonesia saat menelepon Kasus 1

Q : “Halo, mau bicara dengan Samson??” A : “Ini dari siapa ya?”

Q : “Saya Rudi”

A : “Ohh,,tunggu sebentar…………” Kasus 2

(6)

A : “Ya, saya sendiri. Ini siapa ya??” Q : “Ini dari Rudi”

A : “Ohh,,……….” Kasus 3

Q : “Halo, Pak Rudinya ada ga?? Saya mau bicara dengannya…..” A : “Oh, Pak Rudi yaa,,salah sambung tuh”.

Q : “Ohh salah yaaa….**biippp**

Contoh kasus 1 dan 2 di atas yakni ingin berbicara dengan orang yang dituju. Perhatikanlah saat orang yang menelepon langsung menanyakan dan mencari orang yang dituju. Kemudian tanpa basa basi setelah si penelepon memastikan si penerima sudah ada di telepon maka percakapan pun terjadi. Pada kasus 3, yang ternyata telepon itu salah sambung, jarang sekali si penelepon meminta maaf atas kesalahannya dalam menelepon bahkan langsung ditutup teleponnya.

Bandingkanlah dengan etika orang Jepang saat menelepon Kasus 1

Q : “Halo, apakah benar ini kediaman/rumah/keluarga Pak Yoshi?” A : “Ya, benar”

Q : “Saya Pipit, apakah Yuri ada?“ A : “Ya, benar, saya sendiri”

Q : “Aaa,Yuri. Apakah sekarang punya waktu untuk kita bicara?“ A : “Ya, ada……….”

(7)

Kasus 2

Q : “Halo, apakah benar ini kediaman/rumah/keluarga Pak Yoshi?” A : “Ya, benar”

Q : “Saya Pipit, muridnya Pak Yoshi. Apakah Pak Yoshinya ada?” A : “Ya, ada, tunggu sebentar……..”

Kasus 3

Q : “Halo, apakah benar ini kediaman/rumah/keluarga Pak Yoshi?” A : “Bukan, salah sambung”

Q : “Mohon maaf, salah sambung”

Kasus 1 dan 2 untuk berbicara dengan orang yang dituju beberapa etika yang harus diperhatikan adalah setelah mengatakan ‘halo’ maka si penelepon akan memastikan rumah yang dituju (biasanya menyebutkan nama keluarga). Kemudian si penelepon memperkenalkan diri dan mencari orang yang dituju. Sebelum memulai percakapan, biasanya si penelepon memastikan si penerima punya waktu untuk menerima telepon. Selanjutnya, dalam menutup pembicaraan pun dengan kata-kata yang baik. Kasus 3 jika telepon salah sambung maka si penelepon akan memohon maaf karena salah sambung.

Etika menelepon ini mungkin bagi sebagian orang tidak terlalu dipermasalahkan tapi justru hal kecil seperti inilah akan menimbulkan pertanyaan, ‘mengapa hal kecil seperti ini tidak bisa diaplikasikan dengan baik?’

Ada baiknya bila orang Indonesia mencontoh etika orang Jepang dalam menelepon. Memperkenalkan diri dulu kemudian memastikan si penerima punya waktu untuk menerima telepon.

(8)

2. Pengertian Nilai , Norma dan Moral 2.1 Pengertian Nilai

Nilai (value) adalah kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda untuk memuaskan manusia. Sifat dari suatu benda yang menyebabkan menarik minat seseorang atau kelompok. Jadi nilai itu pada hakikatnya adalah sifat dan kualitas yang melekat pada suatu obyeknya. Dengan demikian,maka nilai itu adalah suatu kenyataan yang tersembunyi dibalik kenyataan-kenyataan lainnya.

Menilai berarti menimbang, suatu kegiatan manusia untuk menghubungkan sesuatu dengan sesuatu yang lain kemudian untuk selanjutnya diambil keputusan. Keputusan itu adalah suatu nilai yang dapat menyatakan berguna atau tidak berguna, benar atau tidak benar, baik atau tidak baik, dan seterusnya. Penilaian itu pastilah berhubungan dengan unsur indrawi manusia sebagai subjek penilai, yaitu unsur jasmani, rohani, akal, rasa, karsa dan kepercayaan.

Nilai atau “value” (bahas Inggris) termasuk bidang kajian filsafat, persoalan-persoalan tentang nilai dibahas dan dipelajari salah satu cabang filsafat yaitu filsafat nilai (Axiology, theory of value). Filsafat sering juga diartikan sebagai ilmu tentang nilai-nilai. Istilah nilai di dalam bidang filsafat dipakai untuk menunjuk kata benda abstrak yang artinya “kebiasaan” (wath) atau kebaikan (goodness) dan kata kerja yang artinya suatu tindakan kejiwaan tertentu dalam menilai atau melakukan penilaian (Frankena, 229).

Nilai adalah sesuatu yang berharga, berguna, indah, memperkaya batin dan menyadarkan manusia akan harkat, martabatnya. Nilai bersumber pada budi yang berfungsi mendorong dan mengarahkan sikap dan perilaku manusia. Nilai sebagai suatu sistem (sistem nilai) merupakan salah satu wujud kebudayaan, disamping sistem sosial dan karya. Cita-cita, gagasan, konsep dan ide tentang sesuatu adalah wujud kebudayaan sebagai sistem nilai.

(9)

kenyataannya. Nilai sosial berorientasi kepada hubungan antarmanusia dan menekankan pada segi-segi kemanusiaan yang luhur, sedangkan nilai politik berpusat pada kekuasaan serta pengaruh yang terdapat dalam kehidupan masyarakat maupun politik.

Dengan demikian, nilai adalah sesuatu yang berharga, berguna, memperkaya bathin dan menyadarkan manusia akan harkat dan martabatnya. Nilai bersumber pada budi yang berfungsi mendorong dan mengarahkan (motivator) sikap dan perilaku manusia.Nilai sebagai suatu system merupakan salah satu wujud kebudayaan di samping system social dan karya.Oleh karena itu, Alport mengidentifikasikan nilai-nilai yang terdapat dalam kehidupan masyarakat pada enam macam, yaitu : nilai teori, nilai ekonomi, nilai estetika, nilai sosial, nilai politik dan nilai religi.

Di dalam Dictionary of sosiology and Related Sciences dikemukakan bahwa nilai adalah kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda untuk memuaskan manusia. Sifat dari suatu benda yang menyebabkan menarik minat seseorang atau kelompok, ( the believed capacity of any object to statistfy a human desire). Jadi nilai itu pada hakikatnya adalah sifat atau kualitas yang melekat pada suatu objek itu sendiri.Di dalam nilai itu sendiri terkandung cita – cita, harapan – harapan, dambaan – dambaan dan keharusan. Berbicara tentang nilai berarti berbicara tentang das Sollen, bukan das Sein, kita masuk kerokhanian bidang makna normatif, bukan kognotif, kita masuk ke dunia ideal dan bukan dunia real. Meskipun demikian, diatara keduannya saling berhubungan atau saling berkait secara erat, artinya bahwa das Sollen itu harus menjelma menjadi das Sein, yang ideal harus menjadi real, yang normatif harus direalisasikan dalam perbuatan sehari – hari yang merupakan fakta.

2.2 Pengertian Moral

(10)

berupa kesetiaan, kepatuhan terhadap nilai dan norma yang mengikat kehidupan masyarakat, bangsa dan negara.

2.3 Pengertian Norma

Kesadaran akan hubungan yang ideal akan menumbuhkan kepatuhan terhadap peraturan atau norma. Norma adalah petunjuk tingkah laku yang harus dijalankan dalam kehidupan sehari-hari berdasarkan motivasi tertentu.

Norma sesungguhnya perwujudkan martabat manusia sebagai makhluk budaya, sosial, moral dan religi. Norma merupakan suatu kesadaran dan sikap luhur yang dikehendaki oleh tata nilai untuk dipatuhi. Oleh sebab itu, norma dalam perwujudannya dapat berupa norma agama, norma filsafat, norma kesusilaan, norma hukum, dan norma sosial. Norma memiliki kekuatan untuk dapat dipatuhi, yang dikenal dengan sanksi, misalnya:

a. Norma agama, dengan sanksinya dari Tuhan

b. Norma kesusilaan, dengan sanksinya rasa malu dan menyesal terhadap diri sendiri, c. Norma kesopanan, dengan sanksinya berupa mengucilkan dalam pergaulan masyarakat,

d. Norma hukum, dengan sanksinya berupa penjara atau kurungan atau denda yang dipaksakan oleh alat Negara.

3 . Pengertian Hierarkhi Nilai

Hierarkhi nilai sangat tergantung pada titik tolak dan sudut pandang individu – masyarakat terhadap sesuatu obyek.Misalnya kalangan materialis memandang bahwa nilai tertinggi adalah nilai meterial. Max Scheler menyatakan bahwa nilai-nilai yang ada tidak sama tingginya dan luhurnya. Menurutnya nilai-nilai dapat dikelompokan dalam empat tingkatan yaitu :

1. Nilai kenikmatan adalah nilai-nilai yang berkaitan dengan indra yang memunculkan rasa senang, menderita atau tidak enak.

(11)

3. Nilai kejiwaan adalah nilai-nilai yang berkaitan dengan kebenaran, keindahan dan pengetahuan murni

4. Nilai kerohanian yaitu tingkatan ini terdapatlah modalitas nilai dari yang suci.

Walter G .everet menggolongkan nilai – nilai manusiawi kedalam delapan kelompok yaitu: a) Nilai-nilai ekonomis

b) Nilai-nilai kejasmanian c) Nilai-nilai hiburan d) Nilai-nilai sosial e) Nilai-nilai watak f) Nilai-nilai estetis g) Nilai-nilai intelektual h) Nilai-nilai keagamaan

Dari uraian mengenai macam – macam nilai diatas, dapat dikemukakan pula bahwa yang mengandung nilai itu bukan hanya sesuatu yang bewujud material saja, akan tetapi juga sesuatu yang berwujud non material atau immatrial. Notonagoro berpendapat bahwa nilai – nilai pancasila tergolong nilai – nilai kerokhanian, tetapi nilai – nilai kerohanian yang mengakui adanya nilai material dan vital.

Dengan demikian nilai – nilai lain secara lengkap dan harmonis, baik nilai matrial, nilai vital, nilai kebenaran, nilai keindahan, nilai kebaikan atau nilai moral, maupun nili kesucian yang sistematika-hierarkis, yang dimulai dari sila Ketuhanan yang Maha Esa sebagai ‘dasar’ sampai dengan sila Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia sebagai ‘tujuan’.

4 . Hubungan antara Nilai , Norma dan Moral

Sebagaimana telah dijelaskan bahwa nilai adalah kualitas dari sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupan manusia, baik lahir maupun bathin. Dalam kehidupan manusia nilai dijadikan landasan, alasan, atau motivasi dalam bersikap dan bertingkah laku baik disadari maupun tidak.

(12)

dihayati oleh manusia. Nilai dengan demikian tidak bersifat kongkret yaitu tidak dapat ditangkap dengan indra manusia, dan nilai dapat bersifat subjektif maupun objektif. Bersifat subjektif manakala nilai tersebut diberikan oleh subjek dan bersifat objektif jikalau nilai tersebut telah melekat pada sesuatu, terlepas dari penilaian manusia.

Agar nilai tersebut menjadi lebih berguna dalam menuntun sikap dan tingkah laku manusia, maka perlu lebih dikongkritkan lagi serta diformulasikan menjadi lebih objektif sehingga memudahkan manusia untuk menjabarkannya dalam tingkah laku secara kongkrit. Maka wujud yang lebih kongkrit dari nilai tersebut adalah merupakan suatu norma.Selanjutnya, nilai dan norma senantiasa berkaitan dengan moral dan etika. Istilah moral mengandung integritas dan martabat pribadi manusia. Derajat kepribadian seseorang amat ditentukan oleh moralitas yang dimilikinya. Makna moral yang terkandung dalam kepribadian seseorang itu tercermin dari sikap dan tingkah lakunya. Dalam pengertian inilah maka kita memasuki wilayah norma sebagai penuntun sikap dan tingkah laku manusia.

5 . Pancasila dalam etika politik

Etika politik adalah cabang dari filsafat politik yang membicarakan perilaku atau perbuatan-perbuatan politik untuk dinilai dari segi baik atau buruknya. Filsafat politik adalah seperangkat keyakinan masyarakat, berbangsa, dan bernegara yang dibela dan diperjuangkan oleh para penganutnya, seperti komunisme dan demokrasi.

(13)

Tujuan etika politik adalah mengarahkan kehidupan politik yang lebih baik, baik bersama dan untuk orang lain, dalam rangka membangun institusi-institusi politik yang adil. Etika politik membantu untuk menganalisa korelasi antara tindakan individual, tindakan kolektif, dan struktur-struktur politik yang ada. Penekanan adanya korelasi ini menghindarkan pemahaman etika politik yang diredusir menjadi hanya sekadar etika individual perilaku individu dalam bernegara. Nilai-nilai Pancasila Sebagai Sumber Etika Politik. Dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan Negara, etika politik menuntut agar kekuasaan dalam Negara dijalankan sesuai dengan:

1. Legitimasi hukum 2. Legitimasi demokratis 3. Legitimasi moral

Pancasila sebagai suatu sistem filsafat pada hakikatnya merupakan suatu nilai yang menjadi sumber dari segala penjabaran norma baik norma hukum, norma moral maupun norma kenegaraan lainnya. Disamping itu, terkandung juga pemikiran-pemikiran yang bersifat kritis, mendasar, rasional, sistematis, dan komprehensif. Oleh karena itu, suatu pemikiran filsafat adalah suatu nilai-nilai yang bersifat mendasar yang memberikan landasan bagi manusia dalam hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Nilai-nilai tersebut dijabarkan dalam kehidupan nyata dalam masyarakat,bangsa, dan negara maka diwujudkan dalam norma-noorma yang kemudian menjadi pedoman. Norma-norma itu meliputi:

1. Norma Moral

Yang berkaitan dengan tingkah laku manusia yang dapat diukur dari sudut pandang baik maupun buruk, sopan maupun tidak sopan, susila atau tidak susila.

2. Norma Hukum

(14)

Dengan demikian,pancasila pada hakikatnya bukan merupakan suatu pedoman yang langsung bersifat normatif ataupun praktsis melainkan suatu sistem nilai-nilai etika merupakan sumber norma.

6 . Menerapkan etika dalam kehidupan kekaryaan , kemasyarakatan , kenegaraan dan memberikan evaluasi kritis terhadap penerapan etika

a. Tolak Ukur

Sarana tolak ukur menilai baik buruknya ssuatu produk hukum yang dibuat oleh lembaga pembuat UU ialah nilai Pancasila sendiri. Lembaga yang ditugasi untuk mengadakan evaluasi atau pengontrolan Mahkamah Agung ditingkat perundang-undangan, Komisi Konstitusi di tingkat UUD.

Aspek kehidupan bernegara mencakup banyak hal, baik bidang ideologi politik, ekonomi, sosial budaya maupun pertahanan keamanan. Pancasila sebagai nilai moral, dalam pelaksanaanya harus tampak dalam aspek-aspek kehidupan.

b. Moral Negara

Penetapan Pancasila sebagai Dasar Negara mengamanatkan bahwa moral Pancasila juga menjadi moral negara, artinya negara tunduk pada moral, negara wajib megamalkan moral Pancasila. Seluruh tindakan kebijakan negara harus disesuaikan dengan Pancasila. Seluruh perundan-undangan wajib mengacu pada Pancasila. Nilai-nilai Pancasila menjadi pembimbing dalam pembuatan policy. Sebagai moral negara, Pancasila mengandung kewajiban-kewajiban moral bagi negara Indonesia, yaitu antara lain :

(15)

membimbing dan mengantar warganya menuju kehidupan yang lebih baik sebagaimana yang dicita-citakan(alenia IV Pembukaan UUD 1945).

Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Negara memperlakukan setiap orang sebagai manusia, menjamin dan menegakkan hak-hak dan kewajiban asasi; Negara wajib menjamin semua warga negara secara adil dengan membuat UU yang tepat dan melaksanakannya dengan baik; Negara harus ikut bekerja sama dengan bangsa dan bernegara lain membangun dunia yang lebih baik, dan lain-lain.

Sila Persatuan Indonesia. Negara harus tetap menjunjung tinggi asas Bhineka Tunggal Ika. Menolak faham primordialisme (sukuisme,daeraisme,separatisme). Memperjuangkan kepentingan nasional. Bangsa sebagai Indonesia. Menentang chauvinisme,kolonialisme, sebaliknya mengembangkan pergaulan antar bangsa.

Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kegijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan. Mengakui dan menjunjung tinggi kedaulatan rakyat. Meningkatkan partisipasinya dalam proses pembangunan. Mendengarkan dan memperjuangkan aspirasi rakyat. Menghormati perbedaan pendapat, menjamin kebebasan berserikat dan berkumpul.

Sila Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Bahwa setiap warga Indonesia mendapat perlakuan yang adil dalam bidang hukum, politik, sosial, ekonomi, dan kebudayaan. Sesuai dengan UUD 1945, maka keadilan sosial itu mencakup pula pengertian adil dan makmur.

Evaluasi Kritis Terhadap Penerapan Etika di Indonesia

(16)

berusaha menetapkan berbagai sikap dan pola perilaku ideal yang seharusnya dimiliki oleh manusia dan tindakan apa yang seharusnya diambil.

Dalam etika ini terkandung norma-norma yang menuntun tingkah laku manusia serta member penilaian dan himbauan kepada manusia untuk bertindak sebagaimana yang ada dalam norma-norma. Sesuai dengan pola pendekatan etika kritis dan rasionel, etika menuntun orang untuk mengambil sikap dalam hidup. Dengan etika deskriptif, manusia disodori fakta sebagai dasar mengambil putusan tentang sikap dan perilaku yang akan diambil, sedangkan etika normatif manusia diberi norma sebagai alat penilai atau dasar dan kerangka tindakan yang akan diputuskan.

Bangsa Indonesia adalah pluralitas atau bermacam-macam seperti suku, budaya, ras, bahasa dan sebagainya. Anugerah tersebut harus disyukuri dengan cara menghargai kemajemukan tetap dipertahankan, sejak terjadi krisis multidimensional muncul ancaman yang serius terhadap persatuan bangsa yang disebabkan oleh beberapa faktor baik yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri.

Dengan demikian melalui ketetapan MPR/VI/MPR/2001 telah menetapkan tentang etika kehidupan bangsa untuk diamalkan oleh seluruh bangsa Indonesia. Tap tersebut disusun disusun dengan maksud untuk membantu menyadarkan tentang arti penting tegaknya etika dan moral dalam kehidupan berbangsa, sedang tujuannya adalah agar menjadi acuan dasar meningkatkan kualitas manusia yang beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia serta kepribadian Indonesia dalam kehidupan berbangsa. Pokok etika dalam kehidupan berbangsa mengedepankan kejujuran, amanah, keteladanan, sportifitas, disiplin , etos kerja, kemandirian, sikap toleransi, rasa malu, tanggung jawab, menjaga kehormatan serta martabat diri sebagai warga negara Indonesia. Macam-macam etika dalam berbangsa meliputi:

1. Etika sosial dan budaya

2. Etika politik dan pemerintahan 3. Etika ekonomi dan bisnis

4. Etika penegakan hukum yang berkeadilan 5. Etika keilmuan

(17)

- Analisis Kasus Etika dalam Kekaryaan (PLAGIAT) di Indonesia

(18)

- Analisis Kasus Etika dalam Kemasyarakatan di Indonesia

Kasus tawuran antar pelajar yang sedang ramai saat ini mengharuskan sekolah yang dinilai mempunyai otoritas untuk menangani penyebab tawuran pelajar. Yunita (19), kakak kandung Alawy Yusianto Putra, korban tewas dalam tawuran antar pelajar SMAN 70 dan SMAN 6 Jakarta Selatan tahun lalu, menilai, sekolah bisa mencegah pelajar tawuran melalui ketegasan dalam penegakan aturan.

"Sekolah saya dulu jarang banget ada masalah tawuran. Guru-gurunya semuanya keras. Yang tawuran langsung dikeluarkan," kata alumni SMA Negeri 47 Tanah Kusir, Jakarta Selatan itu saat ditemui Kompas.com di Markas Polres Metro Jakarta Selatan.

Menurut Yunita, tawuran pelajar sma ataupun juga tawuran pelajar stm yang kerap terjadi antara SMAN 6 dan SMAN 70 menjadi bukti lemahnyanya sanksi yang diterapkan sekolah kepada para pelajar yang terlibat. Para pelajar kedua sekolah di kawasan Kebayoran Baru itu, lanjutnya, akhirnya tak pernah jera terlibat dalam pertikaian terbuka.

"Akhirnya sudah jadi kebiasaan dan lebih sulit untuk ditangani," sambung mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia itu.

Hal senada juga disampaikan oleh kuasa hukum keluarga Alawy, Ramdhan Alamsyah. Menurutnya, sekolah memiliki tanggung jawab dalam menangani kasus tawuran, khususnya dalam pemberian sanksi yang tegas terhadap pelajar yang terlibat. Bila sekolah tidak bersikap tegas, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan atau Dinas Pendidikan perlu menjatuhkan sanksi terhadap sekolah yang lari dari tanggung jawab itu.

"Kami ingin penyelesaian yang menyeluruh. Kementerian atau dinas seharusnya bisa memberi sanksi, misalnya dengan menurunkan status akreditasi sekolah," kata Ramdhan.

Ramdhan menilai, sekolah bisa dicap tidak tegas selama melakukan pembiaran tanpa memberikan teguran keras. Sayangnya, lanjut Ramdhan, sekolah-sekolah tersebut tetap menyandang status sekolah bergengsi.

(19)

Kasus tawuran pelajar bogor,tawuran pelajar sukabumi seharusnya semakin membuat kita menyadari dan memberi pengertian tawuran pelajar yang sesungguhnya tidak memberi manfaat sama sekali. justru hanya mencoreng muka pendidikan di negara kita.

Menurut pendapat saya, kasus diatas merupakan salah satu wujud nyata minimnya etika yang dimiliki oleh sebagian pelajar. Memandang tawuran sebagai salah satu kebiasaan dan sulit untuk ditangani. Peranan berbagai pihak sangat dibutuhkan dalam membentuk etika pelajar bukan hanya sekolah, pendidikan di sekolah harusnya dapat menjadi sarana untuk pembentukan etika sejak dini. Namun tidak hanya itu, selain sekolah peran aktif orang tua dan lingkungan serta pemerintah juga sangat diperlukan untuk membentuk generasi muda yang berakhlak serta memiliki etika yang baik. Banyak pihak yang menganggap etika hanya menjadi tanggung jawab sekolah, padahal semua pihak harusnya dapat memberikan peranan yang cukup untuk pembentukan etika generasi muda. Jika hal ini tidak segera dibenahi, generasi muda akan mengalami krisis etika yan nantinya tidak hanya merugikan diri sendiri tapi juga dapat merugikan orang lain.

- Analisis Kasus Etika dalam Kenegaraan di Indonesia

(20)

Selain itu Kepala Badan Arsip dan Perpustakaan Jabar Ali, dipenjara 20 bulan karena terlibat korupsi proyek gedung di dinas pendidikan, pemuda dan olahraga.Sedangkan di Pemerintah Kabupaten Natuna, Senagip menjadi Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan. Ia juga menjadi sekretaris KPU Natuna sekaligus tengah memimpin proyek pembangunan pabrik tapioka. Tahun ini Natuna mengalokasi Rp. 15 miliar untuk proyek itu. ada juga Yusrizal yang menjadi Kepala Badan, dan keduanya pernahdivonis 30 bulan penjara karena korupsi dana bagi hasil migas tahun 2007.Lebih lanjut, di Karimun Yan Indra menjabat kepala dinas pemuda dan olahraga.Indra pernah divonis 1,5 tahun penjara karena terlibat korupsi pembebasan lahan untuk PT.Saipem Indonesia tahun 2007. Kasus itu merugikan negara Rp.1,2 miliar. Di tanjung Pinang,Raja Faisal Yusuf yang pernah divonis 2,5 tahun penjara karena merugikan negara Rp.1,2miliar masih menjadi kepala badan pelayanan perizinan terpadu. Yang paling menjadi perhatian publik mengenai korupsi di daerah adalah Bekas terpidana korupsi alih fungsi hutanlindung Bintan, Azirwan, yang diangkat menjadi Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kepulauan Riau.Sudah barang tentu kemudian, kondisi yang terjadi tersebut akan memberikan noda hitam dalam usaha pemberantasan korupsi di Indonesia. pada gilirannya juga, kemudian pemerintah daerah tidak mendukung upaya pemberantasan korupsi yang dimulai dari daerah.Seperti yang dikatakan Guru Besar Hukum Tata Negara Univ. Andalas Padang, Saldi Isra bahwa pemerintah daerah akan kehilangan legitimasi sosial. Masyarakat bisa membangkan.

(21)

bisa jadi persoalan ini berkaitan dengan nilai moral birokrasi.Disamping itu, persoalan tersebut diatas kemudian berhubungan dengan pejabat publik yang merupakan teladan dalam pelayanan birokrasi, juga sebagai simbol bagaimanasebuah oraganisasi birokrasi dijalankan. Dengan menempatkan pejabat bekas korupsitentunya belum ada jaminan mengenai perbaikan dalam proses pelayanan birokrasi, karena jaminan adanya perbaikan moral individual setelah menjalani hukuman kasus korupsi punadalah ranah individu tersebut. Padahal ini menyangkut etika sosial kemasyarakatan mengenai pelayanan birokrasi.Dalam menganalisa etika yang terlanggar dalam masalah ini, patut kiranya melihatnya pada metode pendekatan etika diatas yakni teleologis dan deontologi. Yang kemudian akan mengacu pada sisi manfaat pengangkatan pejabat tersebut dan juga sisi nilai moral “baik” dan“buruk” secara etika dalam melakukan itu.

7 . Penerapan nilai – nilai yang terkandung dalam pancasila sebagai sumber etika

Dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan Negara, etika politik menuntut agar kekuasaan dalam Negara dijalankan sesuai dengan asas legalitas (legitimasi hukum), yaitu dijalankan sesuai dengan hukum yang berlaku, disahkan dan dijalankan secara demokratis (legitimasi demokrasi), dan dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip moral (legitimasi moral).

Pancasila sebagai suatu sistem filsafat memiliki tiga dasar tersebut. Dalam pelaksanaan penyelenggaraan Negara, baik itu yang berhubungan dengan kekuasaan, kebijakan umum, pembagian serta kewenangan harus berdasarkan prinsip-prinsip yang terkandung dalam pancasila. Dengan demikian, pancasila merupakan sumber moralitas dalam proses penyelenggaraan Negara, terutama dalam hubungannya dengan legitimasi kekuasaan dan hukum. Pelaksanaan kekuasaan dan penegakan hukum dinilai bermoral jika selalu berdasarkan pancasila, bukan berdasarkan kepentingan penguasa belaka. Jadi pancasila merupakan tolok ukur moralitas suatu penggunaan kekuasaan dan penegakan hukum.

(22)

kenegaraan. Negara Indonesia yang berdasarkan sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa bukanlah negara Teokrasi yang mendasarkan kekuasaan dan penyelenggaraan negara pada ligitiminasi religius.

Kekuasaan kepala negara tidak mendasarkan pada legitiminasi religius melainkan mendasarkan pada legitiminasi hukum dan demokrasi. Oleh karena itu asas sila pertama lebih berkaitan dengan legitiminasi moral. Inilah yang membedakan negara yang Berketuhanan yang Maha Esa dengan teokrasi. Walaupun dalam negara Indonesia tidak mendasarkan pada legitiminasi religius, namun secara moralitas kehiodupan negara harus sesuai dengan nilai-nilai yang berasal dari Tuhan, terutama hukum serta moral dalam kehidupan bernegara.

Negara Indonesia berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Pernyataan tersebut secara normative merupakan artikulasi sila Ketuhanan Yang Maha Esa dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Akan tetapi harus diingat, pernyataan tersebut bukan sebuah penegasan bahwa Indonesia adalah Negara teokrasi yang mendasarkan kekuasaan Negara dan penyelenggaraan Negara berdasarkan legitimasi religious, dimana kekuasaan kepala Negara bersifat absolute atau mutlak.

Sila Ketuhanan Yang Maha Esa lebih berkaitan legitimasi moral. Artinya, proses penyelenggaraan Negara dan kehidupan Negara tidak boleh diarahkan pada paham anti Tuhan dan anti agama, akan tetapi kehidupan dan penyelenggaraan Negara harus selalu berdasarkan nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa. Dengan demikian sila pertama merupakan legitimasi moral religious bagi bangsa Indonesia.

Selain berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, Negara Indonesia juga harus berkemanusiaan yang adil dan beradab. Dengan kata lain, kemanusiaan yang adil dan beradab memberikan legitimasi moral kemanusiaan dalam penyelenggaraan Negara. Negara pada prinsipnya adalah persekutuan hidup manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.

(23)

Kedua sila tersebut memberikan legitimasi moral religius (sila Ketuhanan Yang Maha Esa) dan legitimasi moral kemanusiaan (sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab) dalam kehidupan dan proses penyelenggaraan Negara, sehingga Negara Indonesia terjerumus ke dalam Negara kekuasaan.

Sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan juga merupakan sumber etika politik bagi bangsa Indonesia. Sila ini menegaskan bahwa Negara berasal dari rakyat dan segala kebijakan dan kekuasaan diarahkan senantiasa untuk rakyat. Sila ini memberikan legitimasi demokrasi bagi penyelenggaraan Negara.

Oleh karena itu, dalam proses penyelenggaraan Negara, segala kebijakan, kewenangan dan kekuasaan harus dikembalikan kepada rakyat. Dengan demikian, aktivitas politik praktis yang menyangkut kekuasaan ekseekutif, legislatif dan yudikatif serta konsep pengambilan keputusan, pengawasan dan partisipasi harus berdasarkan legitimasi dari rakyat.

Sila keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia memberikan legitimasi hukum (legalitas) dalam kehidupan dan penyelenggaraan Negara. Indonesia merupakan Negara hukum yang selalu menjunjung tinggi aspek keadilan sosial. Keadilan sosial merupakan tujuan dalam kehidupan Negara, yang menunjukkan setiap warga Negara Indonesia mendapatkan perlakuan adil dalam bidang hukum, politik, sosial, ekonomi dan kebudayaan.

Oleh karena itu, untuk mencapai aspek keadilan tersebut, kehidupan dan penyelenggaraan Negara harus senantiasa berdasarkan hukum yang berlaku. Pelanggaran terhadap prinsip-prinsip keadilan dalam kehidupan Negara, yang bisa mengakibatkan hancurnya tatanan hidup kenegaraan serta terpecahnya persatuan dan kesatuan bangsa.

(24)

BAB III

KESIMPULAN Kesimpulan

Secara substantif pengertian etika politik tidak dapat dipisahkan dengan subjek sebagai pelaku etika yaitu manusia. Oleh karena itu etika politik berkait erat dengan bidang pembahasan moral. Hal ini berdasarkan kenyataan bahwa pengertian ‘moral’ senantiasa menunjuk kepada manusia sebagai subjek etika. Maka kewajiban moral dibedakan dengan pengertian kewajiban-kewajiban lainnya, karena yang dimaksud adalah kewajiban-kewajiban manusia sebagai manusia.

Walaupun dalam hubungannya dengan masyarakat bangsa maupun negara, etika politik tetap meletakkan dasar fundamental manusia sebagai manusia. Dasar ini lebih meneguhkan akar etika politik bahwa kebaikan senantiasa didasarkan kepada hakikat manusia sebagai makhluk yang beradab dan berbudaya.

Pancasila adalah sebagai suatu sistem filsafat yang pada hakikatnya merupakan nilai sehingga merupakan sumber dari segala penjabaran norma baik norma hukum, norma moral maupun norma kenegaraan laianya.

Suatu pemikiran filsafat tidak secara langsung menyajikan norma – norma yang merupakan pedoman dakam suatu tindakan atau aspek praktis melainkan nilai – nilai yang bersifat mendasar.

Etika adalah suatu ilmu yang membahas tentang prinsip – prinsip yang berlaku bagi setiap tindakan manusia yang membicarakan masalah – masalah yang berkaitan dengan predikat “susila” dan “tindak susila”, “baik” dan “buruk”.

Hubungan sistematik antara nilai, norma dan moral tersebut terwujud dalam suatu tingkah laku praktis dalam kehidupan manusia.

(25)

SARAN

(26)

DAFTAR PUSTAKA Sumber :

- https://intanjulianaa.wordpress.com/2014/11/17/etika-dalam-kehidupan-kekaryaan-kemasyarakatan-dan-kenegaraan/

- http://hudastmik.blogspot.com/2014/05/pembahasan-pancasila-sebagai-etika.html

- http://kalisthianablog.blogspot.com/2014/06/pancasila-sebagai-sistem-etika-politik.html

- https://belajarkampus.wordpress.com/2014/11/05/pancasila-dalam-etika-politik/

- http://listonforindonesia.blogspot.com/2013/05/pancasila-sebagai-etika-politik.html

Referensi

Dokumen terkait

Proporsi kursi DPRD yang diduduki perempuan Angka kematian balita per 1000 kelahiran hidup Angka kematian bayi per 1000 kelahiran hidup.. 2 Bantul 24 14

NEW WORLD ORDER (Menguak Rencana Licik Zionis Menguasai Dunia). Ufuk Publishing House.. Kesempatan ini dimanfaatkan oleh Yahudi untuk mengail dalam air keruh. Pyke diajak pergi

Sasaran utama yang menjadi uji pemasaran kami yaitu dari mahasiswa kemudian meluas sampai dikalangan umum, karena penjualan berbagai hiasan dinding berbahan jerami padi

Diketahui bahwa perlakuan penambahan madu bunga kopi pada kefir memberikan perbedaan yang tidak nyata (P>0,05) terhadap TPC, total BAL, dan total asam, dan berbeda

Cara Budidaya Jamur Tiram Untuk Pemula – Jamur tiram dapat tumbuh dan berkembang dalam media yang terbuat dari serbuk kayu yang dikemas dalam kantong

Kacung marijan, berdasarkan sistem pemilu bagi negara-negara yang pernah menyelenggarakannya, jumlah sistem pemilu yaitu sistem pluralitas/mayoritas (plurality/majority

“The Contribution of Sciences on Sustainable Valorization of Natural Resources”.  For poster presentation, all posters have to be ready in display area prior to opening

Skala pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala likert.Hasil analisis penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan rumusan masalah diketahui variabel