• Tidak ada hasil yang ditemukan

KODIFIKASI HUKUM DAN INTERPRETASI HUKUM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KODIFIKASI HUKUM DAN INTERPRETASI HUKUM"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

PENGAN

TAR

ILMU

HUKUM

2013/2014

Dzakiyatun

Niswah

BC-D

11

PRODIP I KEUANGAN

SPESIALISASI KEPABEANAN DAN CUKAI

BDK III YOGYAKARTA

SEKOLAH TINGGI

AKUNTANSI NEGARA

Kodifikasi

Hukum

dan

(2)

₪ Kodifikasi Huium ₪

A. Kodifikasi Hukum

Kodifikasi hukum muncul dari negara perancis (Code Civil dan Code Napoleon) Kodifikasi adalah pembukuan jenis-jenis hukum tertentu dalam kitab undang-undang secara sistematis dan lengkap.

Menurut bentuknya, hukum itu dapat dibedakan antara :

1. Hukum Tertulis (Statute Law = Written Law) yakni hukum yang dicantumkan dalam pelbagai peraturan-perundangan.

2. Hukum Tidak Tertulis (Unstatutery Law = Unwritten Law ) yaitu hukum yang masih hidup dalam keyakinan masyarakat, tetapi tidak tertulis namun berlakunya ditaati seperti suatu perundang-undangan (disebut juga hukum kebiasaan).

Mengenai hukum tertulis, ada yang telah dikodifikasikan, dan yang belum dikodifikasikan.

Jelas bahwa unsur-unsur kodifikasi ialah

a) Jenis-jenis hukum tertentu (misalnya hukum perdata) b) Sistematis

c) Lengkap

Adapun tujuan kodifikasi daripada hukum tertulis adalah untuk memperoleh

1. Kepastian hukum

- Bersifat mengikat dan berlaku bagi setiap individu

2. Penyerdehanaan hukum

- Simple dan sederhana, tidak bersifat ambigu, mudah dipahami, pasal tidak terlalu banyak, sehingga tidak menimbulkan persepsi yang beragam pula - Cara penyederhanaan hukum adalah dengan cara mengikuti aturan teknis

dalam UU yang bersangkutan, yakni UU no 12 tahun 2011

3. Kesatuan hukum

- Jika suatu hukum membahas tentang suau perkara, maka perkara itu saja yang dibahas, tidak melebar ke perkara yang lainnya

(3)

Contoh kodifikasi Hukum di, Di Eropa

1. Corpus Iuris Civilis (mengenai Hukum Perdata) yang diusahakan oleh kaisar Justianus dari kerajaan Romawi Timur dalam tahun 527 – 565.

2. Code Civil (mengenai Hukum Perdata) yang diusahakan oleh Kaisar Napoleon di Perancis dalam tahun 1604.

Di Indonesia

1. Kitab Undang-Undang Hukum Sipil (01 Mei 1848) 2. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (01 Mei 1848) 3. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (01 Januari 1918)

4. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHP), 31 Desember 1981. Aliran-aliran yang muncul setelah kodifikasi hukum :

1. Legisme

- Hukum adalah undang-undang

- Di luar undang-undang tidak ada hukum 2. Freie Rechslehre

- Hukum ada di dalam masyarakat 3. Rechsvinding

- Gabungan 2 aliran (legisme dan freie)

- Hukum diselaraskan dengan keadaan hukum di masyarakat B. Macam – Macam Pembagian Hukum

Pembagian Hukum Menurut Asas Pembagiannya

Walaupun hukum itu terlalu luas sekali sehingga orang tak dapat membuat definisi singkat yang meliputi segala-galanya, namun dapat juga hukum itu dibagi dalam beberapa golongan hukum menurut beberapa asas pembagian sebagai berikut :

Menurut Sumbernya , hukum dapat dibagi dalam :

a. Hukum Undang-Undang yaitu hukum yang tercantum dalam peraturan perundangan.

b. Hukum Kebiasaan (adat) yaitu hukum yang terletak di dalam peraturan-peraturan kebiasaan (adat)

c. Hukum Traktat yaitu hukum yang ditetapkan oleh negara-negara di dalam suatu perjanjian antara neagara (traktat).

(4)

e. Hukum doktrin yaitu hukum yang berasal dari pendapat para ahli hukum. Menurut bentuknya , hukum dapat dibagi dalam :

b. Hukum Tertulis. Hukum ini dapat pula merupakan ; 1. Hukum Tertulis yang dikodifiksikan

2. Hukum Tertulis tidak dikodifikasikan c. Hukum Tidak Tertulis (Hukum Kebiasaan)

(keterangan mengenai kedua macam hukum ini telah diberikan dalam penjelasan tentnag kodifikasi)

Menurut Tempat berlakunya hukum dapat dibagi dalam :

a. Hukum Nasional yaitu hukum yang berlaku dalam suatu negara.

b. Hukum Internasional yaitu hukum yang mengatur hubungan hukum dalam dunia internasional.

c. Hukum Asing yaitu hukum yang berlaku dalam negara lain.

d. Hukum Gereja yaitu kumpulan norma-norma yang ditetapkan oleh gereja untuk para anggotanya.

Menurut waktu berlakunya , hukum dapat dibagi dalam :

a. Ius Constitutum (Hukum Positif yaitu hukum yang berlaku sekarang bagi suatu masyarakat tertentu dalam suatu daerah tertentu)

Singkatnya : hukum yang berlaku bagi suatu masyarakat pada suatu waktu, dalam suatu tempat tertentu. Ada sarjana yang menamakan hukum positif itu ” Tata Hukum ”.

b. Ius Constituendum yaitu hukum yang belum ada, atau hukum yang diharapkan berlaku pada waktu yang akan datang dengan adanya penemuan hukum dan juga prolegnas.

c. Hukum Asasi yaitu hukum yang berlaku dimana-mana dalam segala waktu dan untuk segala bangsa di dunia. Hukum ini tak mengenal batas waktu melainkan berlaku untuk selama-lamanya (abadi) terhadap siapapun juga diseluruh tempat.

Contohnya : HAM, Hak untuk merdeka, dll.

Ketiga macam hukum ini merupakan Hukum Duniawi.

Menurut fungsinya/cara mempertahankannya hukum dapat dibagi dalam

a. Hukum material (hukum substantif) yaitu hukum yang memuat peraturan-peraturan yang mengatur kepentingan-kpentingan dan hubungan-hubungan berwujud perintah-perintah dan larangan-laranagn.

(5)

- Jika orang berbicara tentang Hukum Pidana, Hukum Perdata, maka yang dimaksudkan adalah Hukum Pidana Material dan Hukum Perdata Material. b. Hukum Formal (Hukum Proses, Hukum Acara, atau Hukum Objektif ) yaitu hukum yang memuat peraturan-peraturan yang mengatur bagaimana cara-cara melaksanakan dan mempertahankan hukum material atau peraturan-peraturan yang mengatur bagaimana cara-caranya mengajukan sesuatu perkara ke muka pengadilan dan bagaimana cara-cara Hakim memberi putusan.

- Contoh Hukum Formal : Hukum Acara Pidana dan Hukum Acara Perdata. Hukum Acara Pidana : peraturan-peraturan hukum yang mengatur bagaimana cara memelihara dan mempertahankan Hukum Pidana Material atau peraturan-peraturan yang mengatur bagaimana cara-caranya mengajukan sesuatu perkara-perkara ke muka Pengadilan Pidana dan bagaimana caranya Hakim pidana memberi putusan.

- Hukum Acara Perdata yaitu peraturan-peraturan hukum yang mengatur bagimana cara memelihara dan mempertahankan Hukkum Perdata Material atau peraturan-peraturan yang mengatur bagaimana cara-caranya mengajukan sesuatu perkara-perkara ke muka Pengadilan Perdata dan bagaimana caranya Hakim perdata memberi putusan.

Menurut sifatnya , hukum dapat dibagi dalam :

a. Hukum yang memaksa yaitu hukum yang dalam keadaan bagaimanapun juga harus dan mempunyai paksaaan mutlak.

b. Hukum yang mengatur (Hukum Pelengkap) yaitu hukum yang dapat dikesampingkan apabila pihak-pihak yang bersangkutan telah membuat peraturan sendiri dalam satu perjanjian.

Menurut wujudnya , hukum dapat dibagi dalam :

a. Hukum Objektif yaitu hukum dalam suatu negara yang berlaku umum dan tidak mengenai orang atau golongan tertentu. Hukum ini hanya menyebut peraturan hukum saja yang mengatur hubungan hukum antara dua orang atau lebih.

b. Hukum Subjektif yaitu hukum yang timbul dari Hukum Objektifdan berlaku terhadap seorang tertentu atau lebih.

- Hukum subjektif disebut juga HAK.

- Pembagian hukum jenis ini kini jarang digunakan orang. Menurut Isinya , hukum dapat dibagi dalam :

(6)

- Hukum Sipil dalam arti luas, yang meliputi: Hukum Perdata, dan Hukum Dagang

- Hukum Sipil dalam arti sempit, yang meliputi: Hukum Perdata saja.

b. Hukum Publik (Hukum Negara) yaitu hukum yang mengatur hubungan antara Negara dengan alat-alat perlengkapan atau hubungan antara Negara dengan perseorangan (warganegara).

- Hukum Publik terdiri dari:

1) Hukum Tata Negara yaitu hukum yang mengatur bentuk dan susunan pemerintah suatu negara serta hubungan kekuasaan antara alat-alat perlengkapan satu sama lain, dan hubungan antar Negara (pemerintah Pusat) dengan bagian-bagian negara (daerah-daerah swastantra). 2) Hukum Administrasi Negara (Hukum Tatausaha Negara atau Hukum

Tata Pemerintahan) yaitu hukum yang mengatur cara-cara menjalankan tugas (hak dan kewajiban) dari kekuasaan alat-alat perlengkpan negara.

3) Hukum Pidana (pidana=hukuman) yaitu hukum yang mengatur perbuatan-perbuatan apa yang dilarang dan memberikan pidana kepada siapa yang melanggarnya serta mengatur bagaimana cara-cara mengajukan perkara-perkara ke muka pengadilan. Paul Scholten dan Logemann menganggap Hukum Pidana tidak termasuk Hukum Publik.

4) Hukum Internsional, yang terdiri dari:

- Hukum Perdata Internasional yaitu hukum yang mengatur hubungan hukum antar warganegara-warganegara sesuatu negara dengan warganegara-warganegara dari negara lain dalam hubungan internasional.

- Hukum Publik Internasional (Hukum Antar Negara) yaitu hukum yang mengatur hubungan antar negara yang satu dengan negara-negara yang lain dalam hubungan internasional.

(7)

B.

PENAFSIRAN HUKUM atau INTERPRETASI HUKUM

1. Pengertian Penafsiran Hukum

- Penafsiran hukum ialah suatu upaya untuk menjelaskan atau menegaskan pengertian dari dalil-dalil (ketentuan-ketentuan) yang tercantum dalam peraturan hukum. Istilah lain untuk penafsiran hukum ialah interpretasi hukum.

- Penafsiran hukum digunakan pada saat hakm mengalami kekosongan hukum. Yang dimaksud dengan kekosongan hukum adalah tidak adanya peraturan hukum atau ketidaklengkapan hukum yang ada dalam UU yang bersangkutan.

- Padahal dalam pasal 22A disebutkan bahwa hakim tidak boleh menolak perkara. Oleh karena itu hakim harus menemukan hukum dengan cara penafsiran hukum sesuai dengan pasala 22AB.

3.

Sumber Penafsiran Hukum

yang biasa membuat/menberikan penafsiran hukum ialah:

a.

Pembuat Undang-undang,yaitu penafsiran yg di berikan oleh pembuat undang undang dengan cara mencantumkan dalam undang undang yang di buat itu sendiri,baik dalam ketentuan umum maupun dalam bagian penjelasan. penafsiran ini sifatnya mengikat umum.

contoh:

-

didalam ketentuan umum undang undang no.32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah pada pasal 1 angka 5 di berikan penafsiran mengenai otonomi daerah,adalah hak,wewenang,dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan undang undang.

-

di dalam penjelasan pasal 18 ayat (4) undang-undang no. 32 tahun 2004 di tafsirkan bahwa yang di maksud dengan “garis pantai” dalam ketentuan ini adalah perpotongan garis air rendah dengan daratan.

b.

Para Ahli Hukum, yaitu penafsiran yang dilakukan oleh para ahli hukum dengan cara mencantumkan dalam buku-buku ataupun karya ilmiah lainya.penafsiran ini sifatnya tidak mengikat pada hakim , karena hanya mempunyai nilai teoritis.

(8)

-

Pengertian di tembak mati ialah di tembak pada bagian yg biasa membuat orang mati(tidak menembak pada bagian tubuh yang mengakibatkan orang tidak mati).

-

Pengertian di hukum seumur hidup ialah di hukum penjara sampai mati.

c.

Hakim, yaitu penafsiran yang di lakukan oleh hakim dalam suatu siding di pengadilan, yang biasanya di sampaikan pada suatu putusan hukum(vonis) atas suatu perkara. Penafsiran ini hanya mengikat pada pihak pihak tertentu,yakni yang sedang berperkara di pengadilan.

contoh:

Putusan hakim yang menyatakan bersalah terhadap pelaku pencurian aliran listrik, dimana hakim membuat suatu penafsiran bahwa pencurian aliran listrik di samakan dengan mencuri benda lain yang berharga, karena untuk mendapatkan aliran listrik di perlukan sejumlah uang seperti halnya untuk mendapatkan benda benda lain yang berharga (tidak gratis), oleh karena itu pelaku pencurian aliran listrik pun pantas di jatuhi hukuman.

BENTUK BENTUK PENAFSIRAN HUKUM

Penafsiran hukum terbagi dalam beberapa bentuk yaitu :

1.

Penafsiran Gramatikal

-

Pengertian: yaitu penafsiran terhadap tata bahasa/ arti kata kata/ istilah, yang berhubungan satu sama lain yang disusun oleh si pembuat undang-undang. Metode gramatikal disebut juga metode obyektif.

- Contoh: dalam pasal 1 penetapan presiden (PENPRES) no. 2 tahun 1964 tentang tata cara pelaksanaan hukuman mati di Indonesia, di tegaskan bahwa hukuman mati dengan jalan di tembak. Penafsiran kata “di tembak” di sini secara gramatikal adalah penembakan pada bagian yang bisa menyebabkan kematian si terhukum,jadi bukan asal sembarang tembak.

- Selain itu, dalam pasal 13 ayat 1 KUP, bahwa pengertian ‘dapat’ menerbitkan SKPKB mengandung artian bahwa hal tersebut boleh dilakukan maupun tidak dilakukan sama sekali.

2.

Penafsiran Sistematis/Dogmatis

-

Pengertian: yaitu penafsiran dengan menghubungkan antarpasal dalam suatu peraturan hukum serta mengaitkannya dengan pasal-pasal lain dalam undang-undang.

(9)

di jadikan sebagai dasar bagi pasal-pasal lain dalam KUHP yang mengatur tentang makar .

-

Contoh yang kedua yakni seperti kalimat “…sebagaimana diatur dalam pasal…” atau “tata cara….diatur dengan undang-undang”. Terdapat hubungan atau sangkut paut pasal satu dengan yang lainnya.

- Selain itu dalam UU kepabeanan yakni UU no 17 tahun 2006 pasal 1 : “Kepabeanan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan pengawasan atas lalu lintas barang yang masuk atau keluar ‘daerah pabean’ serta pemungutan bea masuk dan bea keluar”. Pasal selanjutnya menjelaskan tentang pengertian daerah pabean, yakni pasal 2. Daerah pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang ini.

3.

Penafsiran Historis

-

Pengertian: yaitu penafsiran atas undang-undang berdasarkan sejarah dibuatnya suatu undang-undang.

-

Contoh: dalam dekrit presiden 5 july 1959 di sebutkan bahwa pembentukan lembaga MPRS dan DPAS akan di selenggarakan dalam waktu yang sesingkat singkatnya. Dari sisi dekrit presiden tersebut secara historis dapat di tafsirkan bahwa hingga tahun 1959 indonesia belum juga memiliki lembaga MPR dan DPAB.

- Selain itu mengenai “pasal pengajuan keberatan”, mengapa demikian? Karena….(salah satunya dengan disangkut pautkan dengan UU yang lama misalnya)

4.

Penafsiran Sosiologis/Teologikal

-

Pengertian: yaitu penafsiran yang didasarkan atas situasi dan kondisi yang ada di masyarakat.

- Contoh: Orang yang melakukan penimbunan barang-barang kebutuhan pokok masyarakat dapat di tafsirkan sebagai pelaku tindak pidana ekonomi (kejahatan untuk menghacurkan perekonomian masyarakat), meskipun tujuan orang itu melakukan penimbunan hanyalah untuk mencari laba yang sebesar besarnya bagi dirinya.

- Selain itu, sekarang sudah ditetapkan peraturan self assessment dimana SPT diambil sendiri oleh si pembayar pajak.

5. Penafsiran Restriktif dan Ekstensif

(10)

- Contoh: pengertian wajib pajak dalam UU PPh adalah “subjek pajak yang memiiki objek pajak berupa penghasilan”, sedangkan menurut UU KUP pengertian wajib pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan.

- Pengertian Penafsiran Ekstensif: yakni penafsiran yang bersifat memperluas pengertian.

- Contoh: hakim metentnyamakan pencurian listrik sama dengan pencurian benda (hal ini dilakukan karena pada jaman dahulu belum ada listrik, jadi tidak ada UU yang mengatur tentang listrik.

6. Penafsiran Otentik/Resmi/Shahih

- Pengertian yaitu penafsiran atas suatu ketentuan UU dengan melihat apa yang telah dijelaskan dalam UU tersebut.

- Contoh: penafsiran terhadap kata “malam” yang di muat dalam pasal 98 KUHP adalah: “masa diantara matahari terbenam dan matahari terbit”. (bukan malam yang artinya sebagai bahan untuk membuat lilin). Terminologi inilah yang dimaksud dengan penafsiran otentik.

7.

Penafsiran Analogis

-

Pengertian: yaitu penafsiran yang menganggap suatu suatu hal yang belum diatur dalam suatu peraturan hukum dianggap/ disamakan dengan hal yang sudah diatur dalam peraturan hukum.

-

Contoh: aliran listrik yang sebenarnya bukan barang di anggap sama dengan barang yang dapat di ilhat dan di pegang, sehingga pencurian aliran listrik tetap dapat di hukum meskipun dalam undang-undang masalah puncurian aliran listrik ini tidak diatur, alasanya karena alasanya untuk mendapatkan aliran listrik tetap di perlukan sejumlah uang atau harus di bayar dengan sejumlah uang.

8.

Penafsiran A Contrario

-

Pengertian: penafsiran atas ketentuan UU berdasarkan pada perlawanan pengertian antara soal yang dihadapi dengan soal yang diatur dalam UU.

-

Contoh: pada pasal 4 ayat 3g bahwa “wanita tidak boleh menikah lagi sebelum waktu 300 hari”. Jika menggunakan argumen a contraro, maka dapat diambil kesimpulan bahwa LAKI-LAKI dibolehkan untuk menikah lagi dalam waktu kurang dari 300 hari.

(11)

masyarakat serta menimbulkan ketidakpastian dalam hukum yang sudah jelas pengaturnya.

Sumber: http://www.google.co.id

http://fadlyknight.blogspot.com/2011/12/kodifikasi-hukum-di-indonesia.html

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil analisis koefisien determinasi dapat diketahui bahwa sumbangan efektif variabel disiplin belajar dan lingkungan sosial terhadap prestasi belajar mahasiswa

The stages involved in chip removal are: workpiece moves relative to a cutting edge, which then penetrates the surface, the workpiece material near the

Alat tulis merupakan kebutuhan yang mendasar bagi mahasiswa. Dewasa ini gadget merajalela ke masyarakat terutama dikalangan mahasiswa. Gadget sangat dibutuhkan

Selain itu pada penelitian Albuquerque et al (2015) menunjukan hasil prediksi nasabah kredit dari tahun ketahun semakin meningkat sehingga bank harus selektif dalam

[r]

Penggunaan Media Pembelajaran Alat Peraga terhadap Hasil Belajar Matematika Materi Kubus dan Balok pada Siswa Kelas VIII MTs Negeri Aryojeding. Pengaruh ( Contextual

The t-test analysis was conducted to answer questions on: (1) The possible differentiation of species diversity index (H’) of total seaweed which grow (in all