• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN KESEL ARASAN SUMBERDAYA MANUSIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "TINJAUAN KESEL ARASAN SUMBERDAYA MANUSIA"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

117

18.

TINJAUAN KESELARASAN SUMBERDAYA MANUSIA SEKTOR

PERTANIAN DI INDONESIA

Studi Kasus :

Fullfillment Index

Sektor Perkebunan

Di Kabupaten Merauke – Papua

Aldon Sinaga

1)

, Umi Rofiatin, Asnah

2)

, dan Warter Agustim3)

Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Tribhuwana Tunggadewi,

1

Jl. Telaga Warna Blok C – Tlogomas – Malang 65144 (E-mail : aldon.sinaga@unitri.ac.id / a_sinaga@hotmail.com)

ABSTRAK

Sebagai negara Agraris, sektor pertanian Indonesia merupakan sektor penting yang tumbuh sangat pesat seiiring pertumbuhan penduduk. Sektor pertanian saat ini harus menopang kebutuhan pangan, manufaktur hingga energi masa depan. Hal ini membuat sektor pertanian menjadi sektor yang sangat penting bagi ketahanan bangsa.

Guna memastikan ketahanan , daya dukung sumberdaya alam dan infrastruktur harus diimbangi dengan ketersediaan sumberdaya manusia pengelola yang kompeten, dengan kualifikasi dan jumlah yang cukup untuk menjamin bertumbuh kembangnya sektor ini.

Permasalahan sumberdaya manusia dalam bidang pertanian adalah beralihnya sumberdaya manusia pertanian ke luar bidang pertanian, serta rendahnya minat generasi muda dalam bidang pertanian. Hal ini ditunjukkan dengan menurunnya jumlah sekolah menengah bidang pertanian serta menurunnya keberadaan Lembaga Kursus dan Pelatihan bidang pertanian.

Akibat permasalahan tersebut, pertanyaan yang muncul adalah seberapa sesuaikah sumberdaya manusia yang bekerja di sektor pertanian saat ini. Nilai Kesesuaian yang diperoleh akan dapat digunakan untuk menduga tingkat kebutuhan sumberdaya manusia untuk mencapai kesesuaian yang tinggi.

Studi ini adalah salah satu bagian dalam Program Nasional Penyelarasan Pendidikan dan Dunia Kerja, yang bertujuan; Memperoleh informasi yang akurat tentang kesesuaian sumberdaya manusia berdasarkan kebutuhan dunia kerja dibidang perkebunan wilayah Kabupaten Merauke – Papua

Data diperoleh dari survey pada 16 perusahaan perkebunan yang beroperasi di Kabupaten Merauke. Perhitungan kesesuaian di duga melalui rumusan Fullfillment Index (FI). Analisis menggunakan analisis Deskriptif.

Hasil analisa data yang dilakukan memberikan kesimpulan bahwa Fullfilment Index (FI) beberapa bagian dalam perusahaan cenderung tinggi terutama pada bagian Gudang (0,84), dan Peralatan (0.78). FI cenderung rendah untuk bagian Produksi (0,67), General Affair (0,67) dan Personalia (0.54).

Kata Kunci : keselarasan, fullfillment index, sumberdaya manusia

ABSTRACT

Indonesia has experienced the importance role of agricultural sector which developed very rapidly as population growth. The agricultural sector should sustain the needs of food product, manufacture and also energy for the future.

The shift of HR‟s from agricultural, to other sector outside agricultural is an Important agricultural issues. Another issues is decreasing of youth interest in agriculture. This fact has shown as decreasing number of agriculture vocational school and declining presence of agricultural training institute.

(2)

ISBN: XXXXXX

118

The research aimed to get an accurate information about the suitability of HR‟s based on the workforce demands in plantation operates at district of Merauke – Papua. Data obtained from 16 companies operated in the Merauke district. The Alignment of HR‟s has calculated through the Fullfillment Index (FI). Descriptive statistics has used analyze the data

Results shows that some division of the company tends to have high alignment, ie :

warehouse/purchasing (0.84) and engineering (0.78). Otherwise FI tends to be low for Production division (0.67), General Affair (0.67) and Personnel (0:54).

Key Words : Alignment, Fullfillment Index, Human Resource

PENDAHULUAN

Pengangguran dan kualitas angkatan kerja merupakan permasalahan yang masih mengemuka di Indonesia. Jumlah angkatan kerja yang besar dan penerimaan pasar tenaga kerja yang rendah mendorong pertumbuhan pengangguran yang tinggi. Sepanjang tahun 2011 hingga 2012 tercatat angkatan kerja tumbuh dari 111,8 juta orang menjadi 114,2 juta orang.

Pertanian merupakan sektor penting dalam menyerap tenaga kerja Indonesia. Data FAO dalam menunjukkan bahwa hingga tahun 2010 47-57% populasi di Asia hidup dari bidang pertanian sebagai sumber pendapatan. Hal yang sama juga terjadi di Indonesia dimana jumlah rumah tangga yang hidup dari sektor pertanian mencapai 58% (FAO, 2010)

Sumberdaya manusia di bidang pertanian memiliki peran yang penting bagi masa depan pertanian Indonesia. Besarnya jumlah penduduk yang menggantungkan diri dalam bidang pertanian serta sistem pertanian padat karya menyebabkan sektor ini sangat bergantung pada keterlibatan sumberdaya manusia.

Ketergantungan pada sumberdaya manusi tidak diikuti oleh pertumbuhan pasokan sumberdaya manusia pertanian. Merujuk studi yang dilakukan Sjafrida dan Firdaus (2009 dalam Firdaus (2013)) dalam kurun waktu lima tahun terakhir terjadi penurunan minat siswa untuk belajar di perguruan tinggi dalam bidang pertanian. Bidang pertanian hanya dipilih oleh 12% peserta seleksi masuk perguruan tinggi, jumlah ini jauh di bawah bidang MIPA dan sosial.

Berbeda dengan keadaan berbagai industri, permasalahan terbatasnya sumberdaya manusia justru terjadi pada sektor pertanian. Firdaus (2013) menyatakan komposisi sumberdaya manusia yang berpendidikan sarjana hanya mencapai 0,1%, Diploma 0,2% dan Sekolah Mengnengah Atas 7%. Dengan kata lain bila sektor ekonomi lain mengalami berlimpahnya sumberdaya manusia, kelangkaan sumberdaya manusia justru terjadi pada sektor pertanian. Hal ini menunjukkan salah satu bentuk ketidakselarasan antara ketersediaan pasokan sumberdaya manusia dengan permintaan sektor pertanian tidak hanya dalam dimensi jumlah tetapi juga dalam dimensi kualitas dan kesesuaian sumberdaya manusia.

TUJUAN

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Memetakan kebutuhan / permintaan sumberdaya manusia bagi usaha perkebunan di Merauke, berdasarkan dimensi kuantitas, kualitas, waktu dan tempat.

2. Mengukur indeks kesesuaian / fullfillment index berbagai bidang pekerjaan dalam usaha perkebunan di Merauke.

METODOLOGI

Penelitian ini dilaksanakan di Kota Merauke, pada tanggal 1 Juli – 15 Desember 2012. Fokus kajian yang dipetakan didasarkan pada Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembanguna Ekonomi Indonesia (MP3EI) untuk Papua dan Maluku, yang menekankan wilayah ini sebagai pusat pengembangan Pangan, Perikanan, Energi dan Pertambangan. Papua dan Maluku memiliki 5 kegiatan ekonomi utama, yaitu : Pertanian Pangan, Perikanan, Tambang Tembaga, Nikel dan Migas.

Obyek Penelitian adalah usaha perkebunan yang beroperasi di Merauke, yang diperoleh dari Populasi seluruh usaha Sektor Pertanian - Perkebunan di Merauke. Jumlah elemen industri perkebunan dalam wilayah penelitian tidak banyak, untuk itu responden diambil dari keseluruhan populasi usaha perkebunan yang telah beroperasi atau memperoleh ijin operasi.

(3)

119

jabatan

b. Dimensi Kualitas, variabel yang diamati adalah Jumlah tenaga kerja berdasarkan (1) jenjang pendidikan dalam kelompok level jabatan, (2) pengalaman saat diterima masuk pada kelompok level jabatan, c. (3) keterampilan / pemilikan sertifikasi baik profesi, keterampilan maupun kursus dalam kelompok level

jabatan

d. Dimensi Lokasi, variabel yang diamati adalah Jumlah tenaga kerja berdasarkan; (1) area industry, (2). wilayah asal pendidikan.

e. Dimensi Waktu, variabel yang diatati adalah Jumlah tenaga kerja yang diminta berdasarkan pengalaman kerja dan (2). Proyeksi kebutuhan tenaga kerja waktu mendatang dalam masing-masing area industri dan level jabatan

Mengukur kesesuaian / fullfilment Index dikumpulkan data Persepsi Industri mengenai kesesuaian kompetensi SDM dengan pekerjaan yang dilaksanakan / ditugaskan. Mengukur kesesuian kompetensi SDM digunakan ukuran / indeks yang dikenal dengan Fullfillment (FI). FI merupakan pengukuran indeks kesesuaian yang didasarkan pada dua dari empat dimensi kesesuaian yaitu ; tempat/lokasi, dan kompetensi.

Perhitungan dilakukan dengan asumsi sebagai berikut :

a. Penetapan bobot untuk kompetensi (k) yang dilakukan dengan pedoman sebagai berikut  Kompetensi Sangat sesuai = 1

 Kompetensi Kurang sesuai = 0,5  Kompetensi Tidak sesuai = 0,1

b. Penetapan bobot untuk lokasi (l) dilakukan dengan pedoman sebagai berikut  Dalam kota = 1

 Dalam Propinsi = 0,67  Luar Propinsi = 0,33  Luar Negeri = 0,1

c. Perhitungan nilai fullfillment index yang dilakukan dengan perhitungan

Dimana : 1. FI = Fillfillment indeks 2. l = indeks lokasi 3. k = indeks kompetensi 4. D= Permintaan kompetensi perusahaan pada posisi i

Metode analisis data yang digunakan untuk menjawab tujuan dari penelitian ini adalah Analisis Deskriptif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dimensi Kuantitas Permintaan Sumberdaya Manusia Perkebunan

Secara umum perusahaan perkebunan merupakan kegiatan usaha yang padat karya. Hal ini disebabkan berbagai pekerjaan dalam tahapan usaha perkebunan masih banyak yang tidak dapat digantikan oleh peralatan modern.

Rata-rata sebagian besar tenaga kerja perkebunan (83%) ada pada jenjang operator, 10% supervisor dan 7% manajer (Gambar 1.). Untuk beberapa perusahaan yang telah beroperasi optimal, bahkan memiliki komposisi operator lebih dari 90% dari seluruh tenaga kerja.

Gambar 1. Sebaran Posisi Tenaga Kerja dalam Perusahaan Perkebunan Manajer

7%

Supervisor 10%

(4)

ISBN: XXXXXX

120

Secara umum perusahaan perkebunan yang beroperasi di Merauke memiliki 5 departemen. Penamaan dan pengelompokan departemen ini didasarkan pada aktivitas dalam perusahaan yaitu; (a.) Departemen Produksi / Plantation, (b.) Departemen HRD / Personalia, (c.) Departemen Gudang dan purchasing, (d.) Departemen Engineering / Peralatan dan (e.) Departemen General Affair / Legal / Umum. Setiap perusahaan memiliki pola dan komposisi SDM berbeda-beda pada masing-masing departemen sesuai kebutuhan dan aktivitas masing-masing perusahaan. Diantara kelima departemen, Departemen produksi merupakan departemen yang memiliki sumberdaya manusia terbanyak (86%). Depertemen yang peling sedikit memiliki SDM adalah departemen Purchasing / Gudang (1%) dan Personalia (2%). Sementara Departemen General Affair/ Legal dan Peralatan atau enggineering memiliki komposisi SDM berturut-turut 4% dan 10% (Gambar 2.).

Gambar 2. Sebaran Tenaga Kerja pada departemen dalam Perusahaan Perkebunan

Dimensi Kualitas Permintaan Sumberdaya Manusia Perkebunan

Pendidikan merupakan indikator penting untuk mengukur kualitas sumberdaya manusia. Pendidikan umumnya digunakan dalam menentukan jabatan maupun bidang yang di tugaskan pada tenaga kerja. Hasil penelitian menunjukkan beberapa posisi tertentu dipersyaratkan tingkat pendidikan tertentu dan dengan keterampilan tertentu.

Sebaran pendidikan tenaga kerja dalam seluruh perusahaan perkebunan didominasi oleh tenaga kerja dengan pendidikan SMP/SD (71%). Hanya sebagian kecil berpendidikan SMK (9%), SMA (8%), Sarjana (9%) dan D3 (2%) (Gambar 3.). Kenyataan ini menunjukkan bahwa sebagian bear sumberdaya manusia perkebunan berpendidikan rendah dan tidak memiliki latar belakang bidang perkebunan / pertanian.

Gambar 3. Sebaran PendidikanTenaga Kerja dalam Perusahaan Perkebunan

Berdasarkan kelompok jabatan dalam perusahaan, sebaran pendidikan menunjukkan bahwa untuk jenjang manajer, sebagian besar posisi manajer (92,6%), ditempati oleh lulusan sarjana, selebihnya adalah S2 (3%) dan SMA sederajat (3%) serta D3 (3%). Semakin rendah jenjang, semakin rendah pula tingkat pendidikan yang paling dominan. Hal ini ditunjukkan dengan dominannya jumlah tenaga kerja berpendidikan Sekolah Menengah (54,5%) pada kelompok jenjang supervisor, serta dominannya tingkat pendidikan SMP dan SD (83%) pada jenjang operator (Gambar 4.).

(5)

121

Gambar 4. Sebaran PendidikanTenaga Kerja pada level Manajer

Pendidikan SMK merupakan pendidikan yang paling tinggi diserap untuk posisi supervisor (43%).

Posisi ini memiliki berbagai tugas / pekerjaan seperti “junior agronomist”, “planting assistant” dan “junior

mechanics”. Untuk kelompok pendidikan ini, tenaga kerja diserap dari berbagai bidang ilmu seperti

pertanian, mekanisasi pertanian, perkebunan, mesin dan listrik. Posisi supervisor juga banyak diisi oleh tenaga kerja sarjana (28%) dan SMA (20%).

Posisi / jenjang operator kebanyakan diisi oleh tenaga kerja SMP dan SD (85%). Kebanyakan mereka bekerja pada bidang budidaya sebagai pelaksana penanaman, pemupukan, pengendalian hama penyakit tanaman dan aktivitas budidaya lainnya. Pada beberapa pos, terdapat operator yang berpendidikan SMK (6%) dan SMA (7%). Operator pada tingkatan ini bekerja untuk aktivitas operator alat berat, staf pembibitan, pengumpul data dan lain-lain.

Bidang Ilmu dan Kesesuaian Bidang ilmu

Pada jenjang manajemen, terdapat variasi bidang ilmu yang cenderung lebih sempit. Pada Sektor perkebunan manajer dituntut untuk memiliki latar belakang bidang pertanian atau perkebunan. Rentang bidang ilmu ini semakin lebar pada kelompok supervisor dan operator. Hampir seluruh manajer perkebunan perusahaan responden (90%) memiliki latar belakang pendidikan Pertanian / Perkebunan. Hanya 2 perusahaan yang dipimpin oleh manajer berlatar belakang Ekonomi, karena perusahaan tersebut belum beroperasi dan masih dalam tahap pengurusan ijin.

Bidang pertanian dan perkebunan masih merupakan bidang yang paling dominan (74%) menduduki posisi supervisor, selebihnya bidang ilmu yang dimungkinkan pada jenjang supervisor adalah, Ekonomi (9%), Teknik Mesin (8%), Teknik Listrik / Elektronika (2%) dan Hukum (1%). Pada jenjang operator, terdapat rentang bidang ilmu yang lebih lebar. Dengan beberapa bidang ilmu yang dimungkinkan. Pada jenjang operator, tidak terdapat spesialisasi yang jelas. Karena kebanyakan berasal dari pendidikan menengah pertama.

Kecakapan umum. Pada perusahaan perkebunan, kecakapan umum yang menonjol adalah Bahasa Inggris, Komputer, Administrasi dan Safety (K3). Kecakapan ini berkaitan dengan kebutuhan pekerjaan dan pengambilan keputusan manajemen. Penguasaan Komputer ditetapkan pada 32% posisi tenaga kerja yang berada pada jenjang manajemen hingga supervisor dan sebagian operator.

Penguasaan bahasa Inggris ditetapkan hingga tingkat supervisor. Hal ini berkaitan dengan penguasaan SDM pada instruksi, administrasi dan pedoman penggunaan peralatan / mesin yang sebagian besar berbahasa Inggris.

Terdapat perbedaan kecakapan yang dituntut dalam tiap jenjang jabatan. Pada jenjang manajer, kecakapan umum yang dikuasi oleh tenaga kerja adalah Bahasa Inggris (22%), Komputer (14%) dan administrasi (3%).Tidak jauh berbeda pada tingkat supervisor yang memiliki komposisi penguasaan kecakapan umum Bahasa Inggris (15%), Komputer / ITC (8%), dan adinistrasi (8%). Untuk operator, tampak tidak diperlukan kecakapan umum seperti bahasa inggris dan komputer yang keduanya hanya dikuasai oleh kurang dari 1% tenaga kerja tingkat operator.

Pemenuhan kecakapan khusus perusahaan Perkebunan menunjukkan nilai yang rendah, terutama berkaitan dengan keterampilan standar pada bidang kerja / task yang dibebankan pada SDM. Diantara kecakapan khusus yang dipersyaratkan yang menonjol adalah Perkebunan / budidaya (42%), Mesin / Peralatan dan Alat Berat (20%), dan Manajemen Perkebunan (20%). Ketiganya merupakan kecakapan khusus pada Departemen Produksi / Plantation. Pemenuhan kecakapan khusus pada Departemen Produksi / Plantation berturut-turut adalah Perkebunan / budidaya (3,9%), Mesin / Peralatan dan Alat Berat (2.2%), dan Manajemen Perkebunan (1,8%) Lemahnya pemenuhan kecakapan khusus yang dipersyaratkan

(6)

ISBN: XXXXXX

122

perusahaan, menyebabkan perusahaan melatihkan kecakapan tersebut secara mandiri maupun bekerjasama dengan pusat / balai pelatihan. Kecakapan tentang mesin, peralatan serta keselamatan kerja, merupakan kecakapan yang umumnya dilakukan melalui kerjasama program pelatihan. Kerjasama ini biasanya melibatkan Balai Latihan Kerja sebagai Fasilitator dan Perusahaan pemegang merek peralatan sebagai pelatih / mentor.

Pemenuhan kecakapan manajer perkebunan adalah; aspek manajemen perkebunan (30%), Teknologi Proses dan Produksi (22%) serta Alat berat (14%). Selebihnya terdapat kecakapan terutama penguaasaan komoditi, mesin / mekanisasi pertanian (Gambar 5).

Gambar 5. Sebaran Kecakapan Khusus SDM dalam perusahaan Perkebunan pada jenjang Manajer.

Supervisor perkebunan saat ini menguasai kompetensi khusus manajemen perkebunan dan keuangan / akuntasi (12%), teknologi proses / proses produksi (10%), serta Mesin / Mekanisasi pertanian (8%) (Gambar 6). Pada jenjang operator, sangat sedikit kompetensi khusus yang dimiliki sumberdaya manusia. Kompetensi khusus yang yang menonjol pada jenjang oerator adalah mengemudi, mesin dan mekanisasi pertanian serta keamanan (Gambar 7).

Gambar 6. Sebaran Kecakapan Khusus SDM dalam perusahaan Perkebunan pada jenjang supervisor.

(7)

123

Gambar 7. Sebaran Kecakapan Khusus SDM dalam perusahaan Perkebunan pada jenjang operator.

Kesesuaian pendidikan serta kecakapan dengan posisi yang diduduki merupakan indikator seberapa diperlukan kecakapan tertentu dalam menunjang posisi dan pekerjaan SDM. Kesesuaian yang tinggi diperoleh pada tingkat / jenjang manajer. Sedang pada jenjang operator, kesesuaian cenderung rendah. Hal ini dapat dimengerti karena dalam perusahaan perkebunan pada jenjang yang lebih rendah, diaggap tidak memerlukan persyaratan kesesuaian bidang ilmu dan kecakapan khusus.

Soft Skills penting yang diminta oleh usaha perkebunan adalah Disiplin dan Jujur. Sikap ini merupakan sikap yang disetujui harus dimiliki oleh semua SDM perkebunan. Keinginana belajar, bekerja dibawah tekanan dan memiliki ketahanan bekerja dilingkungan yang tidak menyenangkan dan bekerja dalam ritme yang rutin merupakan kelompok softskills penting pula.

Dimensi Waktu Permintaan SDM Usaha Perkebunan

Pengalaman, Pengalaman sangat penting tampak untuk posisi Manajerial, di mana >85% posisi ini memiliki pengalaman untuk pekerjaan / tugas yang sama sebelumnya. Untuk posisi Supervisor >65% posisi yang ada memiliki pengalaman, dan semakin kecil (55%) untuk posisi Operator.

Perusahaan pada umumnya menegaskan pentingnya pengalaman pada berbagai jenjang. Manajer terutama diharapkan diduduki oleh sumberdaya manusia dengan pengalaman 2 – 8 tahun. Posisi supervisor diharapkan memiliki pengalaman antara 1-5 tahun. Sedang untuk tenaga operator, sering, pengalaman tidak terlalu dibutuhkan (Sinaga dkk, 2011)

Gambar 8. Sebaran tenaga kerja menurut pengalaman

Berdasarkan pengalaman bekerja tenaga kerja, kebanyakan tenaga kerja yang saat ini berada dalam perusahaan baru bekerja kurang dari 1 tahun (51%) dan 1-5 tahun (45%). Hanya 4% tenaga kerja yang telah bekerja lebih dari 5 tahun (Gambar 8.).

(8)

ISBN: XXXXXX

124

Gambar 9. Distribusi Pengalaman SDM pada berbagi Jenjang Jabatan

Dominasi tenaga kerja yang baru bekerja < 1 tahun ini terutama terjadi pada tenaga kerja pada posisi operator / tenaga teknis perkebunan yang berasal dari tingkat pendidikan SMP / SD. Pemenuhan pengalaman sumberdaya manusia perkebunan menurut jenjang jabatan menunjukkan bahwa pengalaman yang dipersyaratkan belum terpenuhi di semua jenjang (Gambar 9).

Dimensi Lokasi SDM Usaha Perkebunan

Lokasi, merupakan salah satu faktor yang dipentingkan dalam menetapkan keselarasan. Perusahaan menginginkan SDM diperoleh dari wilayah di mana perusaaan beroperasi. Umumnya pendidikan spesifik tidak terdapat pada kota-kota disekitar wilayah rekrutmen. Hal ini dipersulit dengan minat peserta didik yang berlawanan dengan kebutuhan masa depan industri.

Dinas tenaga kerja Kabupaten Merauke secara rutin menandatangani Akad Penyediaan Tenaga Kerja antar Daerah dengan beberapa daerah di Jawa. Akad ini dilakukan utnuk menutup kebutuhan tenaga kerja pada waktu yang mendesak. Keberadaan akad ini tentu akan semakin memperbesar jumlah tenaga kerja asal luar wilayah Merauke.

Gambar 10. Asal Pendidikan SDM pada perusahaan Perkebunan

Gambar 11. Asal Pendidikan SDM menurut Jenjang pada perusahaan Perkebunan 0%

20% 40% 60% 80% 100%

Manajer Supervisor Operator

>5 tahun

1-5 tahun

<1 tahun

Dalam Kota 71% Dalam

Propinsi 19%

Luar Propinsi

10% Luar Negeri

0%

0% 20% 40% 60% 80% 100%

Dalam Kota Dalam

Propinsi

Luar Propinsi

Operator

Supervisor

(9)

125

Walaupun akhirnya jumlah serapan tenaga kerja tertinggi (71%) berasal dari dalam wilayah Merauke, namun kebanyakan pemenuhan kebutuhan ini hanya pada jenjang operator dengan tingkat pendidikan SMP / SD. Masih sangat sedikit SDM pada jenjang supervisor dan manajer yang berasal dari kota Merauke (Gambar 10). Sementara untuk posisi manajer dan supervisor lebih banyak dipenuhi oleh sdm yang memperoleh pendidikan diluar Merauke (Gambar 11).

Fullfillment Index (FI)

Menurut harapan perusahaan, kesesuaian kompetensi SDM secara umum bernilai rendah. Hanya 17% komposisi SDM dalam perusahaan yang telah sesuai dengan spesifikasi pekerjaan maupun karakter yang diharapkan perusahaan. Selebihnya 83% SDM kurang hingga tidak sesuai dengan posisi yang di tempati (Gambar 12).

Gambar 12. Kesesuaian Kompetensi SDM pada perusahaan Perkebunan

Gambar 13. Distribusi kesesuaian kompetensi SDM menurut Jenjang pada Perusahaan Perkebunan

Ketidakselarasan ini tidak berlaku menyeluruh. Bila data dipisahkan berdasarkan jenjang posisi, maka akan tampak bahwa ketidak sesuaian terbesar terletak pada jenjang operator, yang pada perusahaan perkebunan tidak memerlukan kesesuaian bidang ilmu spesifik dan kecakapan khusus. Sebaliknya pada jenjang yang lebih tinggi maka kesesuaian akan semakin tinggi karena meeng kebutuhan posisi mensyaratkan penguasaan kompetensi dan latar belakang pendidikan yang lebih spesifik (Gambar 13).

Tabel 1. menunjukkan bahwa sedikit SDM Manajer dan Supervisor yang berada pada kesesuaian yang rendah. Sebaliknya 63% SDM Operator cenderung kurang sesuai dengan kompetensi yang diperlukan

Tabel 1. Proporsi Kesesuaian Kompetensi SDM menurut jenjang jabatan pada Perusahaan Perkebunan

Sesuai

Kurang Sesuai

Tidak Sesuai

Manajer 70% 27% 3%

Supervisor 73% 18% 8%

Operator 18% 63% 19%

Sesuai 17%

Kurang Sesuai

56% Tidak

(10)

ISBN: XXXXXX

126

Perhitungan FI yang dilakukan atas setiap jenjang jabatan dan departemen dalam Perusahaan Perkebunan menunjukkan hasil bahwa jenjang manajer mencapai nilai FI yang lebih rendah (0,63) dibandingkan dengan supervisor (0,76) dan operator (0,73). Olvera (2011) dalam penelitiannya menyatakaan pengambilan kesimpulan atas perhitungan fullfillment index sebagai berikut : 0 dikatakan rendah, 0,25 disebut dengan low medium, 0,5 dikatakan medium, 0,75 disebut dengan medium-high, dan 1 disebut dengan high. Hasil penelitian menunjukkan, secara umum Fullfillment Indeks (FI) tertinggi diperoleh pada jenjang Supervisor (0,76 / 76%) dan Operator (0,73 / 73%). Untuk jenjang manajer semua perusahaan menunjukkan nilai FI yang hampir sama, dengan rata-rata 0,62 (62%). Kesemua nilai ini berkisar pada level medium hingga medium high.

Tabel 2. Distribusi Nilai FI SDM menurut jenjang jabatan pada Perusahaan Perkebunan

Departemen

Jenjang

Manajer Supervisor Operator

Plantation / Produksi 0,67 0,66 0,68 Personalia 0,54 - - Gudang / Purchasing - 1,00 0,67 Peralatan / Engineering - 0,72 0,85 General Affair / Legal 0,65 0,66 0,70

Rerata 0,62 0,76 0,73

Kesesuaian FI pada jenjang supervisor terutama karena tuntutan pendidikan untuk supervisor perusahaan perkebunan tidak terlalu kaku. Rentang bidang ilmu yang luas merupakan faktor yang mengkontribusi besarnya angka keselarasan. Pada jenjang operator, nilai keselarasan / FI yang tinggi disebabkan lokasi rekrutmen yang 75% berada di dalam wilayah Merauke, walaupun tingkat kesesuaian kompetensi dan bidang ilmu cenderung rendah.

Distribusi nilai FI menunjukkan bahwa nilai FI terbaik terletak pada komposisi SDM departemen Gudang / Purchasing (0,84) dan depertemen peralatan / Engineering (0,78). Kedua departemen tersebut memiliki ketersediaan SDM yang cukup yang berasal dari propinsi, dan memiliki kemungkinan yang lebar berdasarkan karakteristik jenjang pendidikan maupun bidang pendidikan. Sehingga lebih mudah untuk memperoleh SDM guna mengisi pekerjaan tersebut. Departemen produksi (0,67) dan personalia (0,54) memiliki nilai FI yang rendah karena ketersediaan SDM (terutama untuk jenjang manajer dan supervisor) yang tidak praktis tersedia di sekitar wilayah Merauke. Hal lain yang juga mengkontribusi rendahnya nilai FI pada depertemen ini adalah terbatasnya ketersediaan SDM terutama bidang hukum ketenaga kerjaan dan psikologi yang bersedia bekerja di wilayah Merauke. Ini menyebabkan perusahaan cenderung memanfaatkan tenaga yang telah dimiliki walaupun tidak memiliki latar belakang ketenaga kerjaan, untuk duduk dalam departemen personalia.

KESIMPULAN

Kesimpulan penelitian ini antara lain menunjukkan

1 Keadaan sumberdaya manusia pada perusahaan perkebunan adalah sebagai berikut :

a. Berdasarkan posisi dalam perusahaan, terdapat posisi 7% posisi manajer, 10% posisi supervisor dan 83% posisi operator. Posisi operator merupakan posisi yang paling banyak menyediakan lapangan pekerjaan.

b. Secara umum kualitas sumberdaya manusia menunjukkan hanya 11% yang memiliki pendidikan tinggi (S1 dan D3), 8% pendidikan menengah umum, 9% pendidikan menengah kejuruan dan 71% pendidikan dasar (SD dan SMP).

c. Kualifikasi kompetensi menunjukkan distribusi penguasaan kompetensi yang semakin lemah dengan semakin rendahnya tingkat pendidikan dan posisi jabatan.

(11)

127

2 Fullfilment Index menunjukkan kecenderungan yang tinggi untuk posisi gudang / Purchasing (0.84) dan Enggineering (0.78). Sebaliknya cenderung rendah untuk posisi Produksi / Plantation (0.67), General Affair (0.67) dan Personalia (0.54).

DAFTAR PUSTAKA

Sumber seminar:

- FAO, 2010. Word Agriculture : Toward 2010. An FAO study. Office of Director General FAO of the United Nations

- Sinaga, Aldon, Umi Rofiatin, Agustin Wulandari, Suhudi., 2011. Laporan Pemetaan Permintaan SDM berdasarkan Dimensi Kuantitas, Kualitas, Lokasi dan Waktu di Kota Surabaya. Ditjen PAUDNI, Kemendiknas. Sumber internet:

- Annoymous, 2012. Tantangan Penyediaan SDM Kompeten dalam Mendukung Pembangunan Perkebunan Indonesia. Direktorat Jenderal Perkebunan. Kementan. 25 September 2012. http://ditjenbun.deptan.go.id/berita-270-tantangan-penyediaan-sdm-kompeten-dalam-mendukung-pembangunan-perkebunan-di-indonesia.html

- César Martínez-Olvera (2011). Quantifying the Demand Fulfillment Capability of a Manufacturing

Organization, Supply Chain Management, Dr. pengzhong Li (Ed.), ISBN: 978-953-307-184-8, InTech, Available from: http://www.intechopen.com/books/supply-chain-management/quantifying-the-demand-fulfillment-capability-ofa-manufacturing-organization Quantifying the Demand Fulfillment Capability of a Manufacturing Organization. Suply Chain Management. InTech

Gambar

Gambar 1.   Sebaran Posisi Tenaga Kerja dalam Perusahaan Perkebunan
Gambar 2.  Sebaran Tenaga Kerja pada departemen dalam Perusahaan Perkebunan
Gambar 6 .  Sebaran Kecakapan Khusus SDM dalam perusahaan Perkebunan pada jenjang supervisor
Gambar 7.  Sebaran Kecakapan Khusus SDM dalam perusahaan Perkebunan pada jenjang operator
+3

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan Surat Penetapan Penyedia Nomor :09a/PPBJ-PngL/BAPPEDA/2012 tanggal 04 Juli 2012, dengan ini kami mengumumkan penyedia barang dengan pengadaan langsung

kont€ks kebudayaan dan alam. radi, antsopologi tari dan €tnomusikoloSi mewakili dua jertb penelitian yanS bisa digunal&lt;an oleh ahli'neuroanthropology'. Koreomusikologi yang

Kinerja kelompok tani berdasarkan fungsi dan tugas kelompok tani di Kecamatan Suranenggala tergolong kategori tinggi, yang dinyatakan oleh 61,25% responden.Kinerja kelompok

Untuk mencapai tujuan ini maka program dalam RPJMD tahun 2010-2015 disusun dengan.. pertimbangan : (1) program disusun dalam kerangka strategis daerah, dalam arti

Menjaga dan meningkatkan kinerja karyawan selain dengan mengoptimalkan motivasi dan budaya organisasi seperti yang dijelaskan sebelumnya, juga dapat dilakukan perusahaan

Hasil pengolahan data penelitian diperoleh bahwa program pendidikan layanan khusus bagi anak berhadapan dengan hukum di Lembaga Pembinaan Khusus Anak Kelas II

Istilah getok tular juga dikenal dengan sebutan Word Of Mouth (WOM) yang merupakan salah satu alat yang digunakan untuk menjalankan kegiatan promosi selain

positif dan negatif dengan perbandirigan 51: 2 9 berarti masih relatif cukup bagus dalam pelaksanaan bimbingan konseling ditinjau dari PP No 27 Tahun 2008 pada SMP