• Tidak ada hasil yang ditemukan

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN KEJANG DE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN KEJANG DE"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

A. Konsep Dasar Kejang Demam 1. Pengertian

Kejang demam adalah kejang yang disebabkan kenaikan suhu tubuh lebih dari 38,40°c tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat atau gangguan elektrolit akut pada anak berusia di atas 1 bulan tanpa riwayat kejang sebelumnya (IDAI, 2009). Kejang demam dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok yaitu kejang demam sederhana dan kejang demam kompleks (Schwartz, 2005). Di Asia sekitar 70% - 90% dari seluruh kejang demam merupakan kejang demam sederhana dan sisanya merupakan kejang demam kompleks (Karemzadeh, 2008).

Kejang demam adalah kejang yang timbul pada saat bayi atau anak mengalami demam akibat proses diluar intrakranial tanpa infeksi sistem saraf pusat. Kejang perlu diwaspadai karena dapat terjadi berulang dan dapat menyebabkan

kerusakan sel-sel otak (Tikoalu J.R, 2009).

Berdasarkan pengertian diatas penulis menyimpulkan Kejang demam adalah kejadian pada bayi atau anak yang mengalami peningkatan suhu tubuh diatas rentang normal yaitu ≥ 38,8°C dan disertai dengan kejang

(2)

2. Anatomi Fisiologi Sistem Persyarafan

Sistem saraf manusia adalah suatu jalinan-jalinan saraf yang kompleks, sangat khusus dan saling berhubungan satu dengan yang lain. Sistem saraf mengkoordinasi, menafsirkan dan mengontrol interaksi antara individu dengan lingkungan sekitarnya.

a. Otak

Otak dibagi 2 yaitu otak besar (serebrum) dan otak kecil (serebelum). Otak besar terdiri dari lobus frontalis, lobus parientalis, lobus oksipitalis dan lobus temporalis. Permukaan otak bergelombang dan berlekuk-lekuk membentuk seperti sebuah lekukan yang disebut girus.

1) Otak besar (serebrum)

Otak besar merupakan pusat dari :

 Motorik : impuls yang diterima diteruskan oleh sel-sel saraf kemudian menuju ke pusat kontraksi otot

 Sensorik : setiap impuls sensorik dihantarkan melalui akson sel-sel saraf yang selanjutnya akan mencapai otak antara lain ke korteks serebri.

(3)

 Kesadaran : bagian batang otak yang disebut formasio retikularis bersama bagian lain dari korteks serebri menjadi pusat kesadaran utama

 Fungsi luhur : pusat berfikir, berbicara, berhitung dan lain-lain. 2) Otak Kecil (Serebelum)

Otak kecil yang merupakan pusat keseimbangan dan koordinasi gerakan.Pada daerah serebelum terdapat sirkulus willisi, pada dasar otak disekitar kelenjar hipofisis, sebuah lingkaran arteri terbentuk diantara rangkaian arteri carotis interna dan vertebral, lingkaran inilah yang disebut sirkulus willisi yang dibentuk dari cabang-cabang arteri carotis interna, anterior dan arteri serebral bagian tengah dan arteri penghubung anterior dan posterior. Arteri pada sirkulus willisi memberi alternative pada aliran darah jika salah satu aliran darah arteri mayor tersumbat.

b. Cairan Serebrospinal

(4)

protein, glukosa dan klorida, serta immunoglobulin.Secara normal LCS hanya mengandung sel darah putih sedikit dan tidak mengandung sel darah merah.Cairan LCS didalam tubuh diserap oleh villiarakhnoid.

c. Medula Spinalis

 Merupakan pusat refleks-refleks yang ada disana

 Penerus sensorik ke otak sekaligus tempat masuknya saraf sensorik  Penerus impuls motorik dari otak ke saraf motorik

 Pusat pola gerakan sederhana yang telah lama dipelajari contoh melangkah.

d. Saraf Somatik

Merupakan saraf tepi berupa saraf sensorik dari perifer ke pusat dan saraf motorik dari pusat ke perifer. Berdasarkan tempat keluarnya dibagi menjadi saraf otak dan saraf spinal.

e. Saraf Spinal

Dari medulla spinalis keluar pasangan saraf kiri dan kanan vertebra :  Saraf servikal 8 pasang

(5)

Saraf spinal mengandung saraf sensorik dan motorik, serat sensorik masuk medula spinalis melalui akar belakang dan serat motorik keluar dari medula spinalis melalui akar depan kemudian bersatu membentuk saraf spinal. Saraf-saraf ini sebagian berkelompok membentuk pleksus (anyaman) dan terbentuklah berbagai saraf (nervus) seperti saraf iskiadikus untuk sensorik dan motorik daerah tungkai bawah. Daerah torakal tidak membentuk anyaman tetapi masing-masing lurusdiantara tulang kosta (nervus inter kostalis). Umumnya didalam nervus ini juga berisi serat autonom, terutama serat simpatis yang menuju ke pembuluh darah untuk daerah yang sesuai. Serat saraf dari pusat di korteks serebri sampai ke perifer terjadi penyeberang (kontra lateral) yaitu yang berada di kiri menyeberang ke kanan, begitu pula sebaliknya. Jadi apabila terjadi kerusakan di pusat motorik kiri maka yang mengalami gangguan anggota gerak yang sebelah kanan.

f. Saraf Otonom

Sistem saraf ini mempunyai kemampuan kerja otonom, seperti jantung, paru, serta alat pencernaan. Sistem otonom dipengaruhi saraf simpatis dan parasimpatis.

Peningkatan aktifitas simpatis memperlihatkan : - Kesiagaan meningkat

(6)

- Pernafasan meningkat - Tonus otot-otot meningkat - Gerakan saluran cerna menurun - Metabolisme tubuh meningkat

Saraf simpatis ini menyiapkan individu untuk bertempur atau lari, semua itu tampak pada manusia apabila menghadapi masalah, bekerja, olahraga, cemas, dan lain-lain.

Peningkatan aktifitas parasimpatis memperlihatkan : - Kesiagaan menurun

- Denyut jantung melambat - Pernafasan tenang

- Tonus otot-otot menurun

- Gerakan saluran cerna meningkat - Metabolisme tubuh menurun g. Saraf kranial :

1) Saraf Olfaktorius

(7)

hidung dan menembus area kribriformis dari tulang etmoidal untuk bersinaps di bulbus olfaktorius, dari sini traktus olfaktorius berjalan dibawah lobus frontal dan berakhir di lobus temporal bagian medial sisi yang sama.

Sistem olfaktorius merupakan satu-satunya sistem sensorik yang impulsnya mencapai korteks tanpa dirilei disalurkan di talamus. Bau-bauan yang dapat merangsang timbulnya nafsu makan dan induksi salivasi serta bau busuk yang dapat menimbulkan rasa mual dan muntah menunjukkan bahwa sistem ini ada kaitannya dengan emosi.

Serabut utama yang menghubungkan sistem penciuman dengan area otonom adalah medial forebrain bundle dan stria medularis talamus. Emosi yang menyertai rangsangan olfaktorius mungkin berkaitan ke serat yang berhubungan dengan talamus, hipotalamus dan sistem limbik.

2) Saraf Optikus

(8)

serabut-serabut dari bagian bawah retina ditemukan pada bagian inferior kiasma optikum dan sebaliknya.

Serabut-serabut dari lapangan visual temporal (separuh bagian nasal retina) menyilang kiasma, sedangkan yang berasal dari lapangan visual nasal tidak menyilang. Serabut-serabut untuk indeks cahaya yang berasal dari kiasma optikum berakhir di kolikulus superior, dimana terjadi hubungan dengan kedua nuklei saraf okulomotorius. Sisa serabut yang meninggalkan kiasma berhubungan dengan penglihatan dan berjalan didalam trakus optikus menuju korpus genikulatum lateralis.

Dari sini serabut-serabut yang berasal dari radiasio optika melewati bagian posterior kapsula interna dan berakhir dikorteks visual lobus oksipital. Dalam perjalanannya serabut-serabut tersebut memisahkan diri sehingga serabut-serabut untuk kuadran bawah melalui lobus parietal sedangkan untuk kuadran atas melalui lobus temporal. Akibat dari dekusasio serabut-serabut tersebut pada kiasma optikum serabut-serabut yang berasal dari lapangan penglihatan kiri berakhir di lobus oksipital kanan dan sebaliknya.

3) Saraf Okulomotorius

(9)

dalam substansia grisea (Nukleus otonom). Nukleus motorik bertanggung jawab untuk persarafan otot-otot rektus medialis, superior, dan inferior, otot oblikus inferior dan otot levator palpebra superior. Nukleus otonom atau nukleus Edinger-westhpal yang bermielin sangat sedikit mempersarafi otot-otot mata inferior yaitu spingter pupil dan otot siliaris.

4) Saraf Troklearis

Nukleus saraf troklearis terletak setinggi kolikuli inferior di depan substansia grisea periakuaduktal dan berada di bawah Nukleus okulomotorius. Saraf ini merupakan satu-satunya saraf kranialis yang keluar dari sisi dorsal batang otak.Saraf troklearis mempersarafi otot oblikus superior untuk menggerakkan mata bawah, kedalam dan abduksi dalam derajat kecil.

5) Saraf Trigeminus

(10)

mandibula, dura dalam fosa kranii anterior dan tengah bagian anterior telinga luar dan kanalis auditorius serta bagian membran timpani. 6) Saraf Abdusens

Nukleus saraf abdusens terletak pada masing-masing sisi pons bagian bawah dekat medula oblongata dan terletak dibawah ventrikel ke empat saraf abdusens mempersarafi otot rektus lateralis.

7) Saraf Fasialis

Saraf fasialis mempunyai fungsi motorik dan fungsi sensorik fungsi motorik berasal dari Nukleus motorik yang terletak pada bagian ventrolateral dari tegmentum pontin bawah dekat medula oblongata. Fungsi sensorik berasal dari Nukleus sensorik yang muncul bersama nukleus motorik dan saraf vestibulokoklearis yang berjalan ke lateral ke dalam kanalis akustikus interna.

Serabut motorik saraf fasialis mempersarafi otot-otot ekspresi wajah terdiri dari otot orbikularis okuli, otot buksinator, otot oksipital, otot frontal, otot stapedius, otot stilohioideus, otot digastriktus posterior serta otot platisma. Serabut sensorik menghantar persepsi pengecapan bagian anterior lidah.

(11)

Saraf vestibulokoklearis terdiri dari dua komponen yaitu serabut-serabut aferen yang mengurusi pendengaran dan vestibuler yang mengndung serabut-serabut aferen yang mengurusi keseimbangan.

Serabut-serabut untuk pendengaran berasal dari organ corti dan berjalan menuju inti koklea di pons, dari sini terdapat transmisi bilateral ke korpus genikulatum medial dan kemudian menuju girus superior lobus temporalis.

9) Saraf Glosofaringeus

Saraf glosofaringeus menerima gabungan dari saraf vagus dan asesorius pada waktu meninggalkan kranium melalui foramen tersebut, saraf glosofaringeus mempunyai dua ganglion, yaitu gonglion intrakranialis superior dan ekstrakranialis inferior. Setelah melewati foramen, saraf berlanjut antara arteri karotis interna dan vena jugularis interna ke otot stilofaringeus. Diantara otot ini dan otot stiloglosal, saraf berlanjut ke basis lidah dan mempersarafi mukosa faring, tonsil dan sepertiga posterior lidah.

10) Saraf Vagus

(12)

terletak pada daerah foramen ugularis, saraf vagus mempersarafi semua visera toraks dan abdomen dan menghantarkan impuls dari dinding usus, jantung dan paru-paru.

11) Saraf Asesorius

Saraf asesorius mempunyai radiks spinalis dan kranialis.Radiks kranialis adalah akson dari neuron dalam nukleus ambigus yang terletak dekat neuron dari saraf vagus. Saraf aksesorius adalah saraf motorik yang mempersarafi otot sternokleidomastoideus berfungsi memutar kepala ke samping dan otot trapezius memutar skapula bila lengan diangkat ke atas.

12) Saraf Hipoglosus

Nukleus saraf hipoglosus terletak pada medula oblongata pada setiap sisi garis tengah dan depan ventrikel ke empat dimana semua menghasilkan trigonum hipoglosus. Saraf hipoglosus merupakan saraf motorik untuk lidah dan mempersarafi otot lidah yaitu otot stiloglosus, hipoglosus dan genioglosus.

h. Aktivitas Saraf

Pemeriksaan aktifitas refleks dengan ketukan pada tendon menggunakan refleks hammer. Skala untuk peringkat refleks yaitu :

1 = Tidak ada respon

(13)

3 = Normal (++)

4 = Lebih cepat dari rata-rata, tidak perlu dianggap abnormal (+++) 5 = Hyperaktif, dengan klonus (++++)

i. Refleks-refleks pada sistem persyarafan 1) Refleks patella

Pasien berbaring terlentang, lutut diangkat keatas sampai fleksi kurang lebih 30°. Tendon patella (ditengah-tengah patella dan tuberositas tibiae) dipukul dengan refleks hammer. Respon berupa kontraksi otot quadriceps femoris yaitu, ekstensi dari lutut.

2) Refleks biceps

Lengan difleksikan terhadap siku dengan sudut 90°, supinasi dan lengan bawah ditopang pada alas tertentu (meja periksa). Jari pemeriksa ditempatkan pada tendon, biceps (diatas lipatan siku) kemudian dipukul dengan refleks hammer.

Normal jika timbul kontraksi otot biceps, sedikit meningkat bila terjadi fleksi sebagian dengan gerakan pronasi. Bila hyperaktif maka akan terjadi penyebaran gerakan fleksi pada lengan dan jari-jari atau sendi bahu.

(14)

Lengan ditopang dan difleksikan pada sudut 900, tendon triceps diketok dengan refleks hammer (tendon triceps berada pada jarak 1-2 cm diatas olekranon)

Respon yang normal adalah kontraksi otot triceps, sedikit meningkat bila ekstensi ringan dan hyperaktif bila ekstensi siku tersebut menyebar keatas sampai otot-otot bahu atau mungkin ada klonus yang sementara.

4) Refleks achilles

Posisi kaki adalah dorsofleksi, untuk memudahkan pemeriksaan refleks ini kaki yang diperiksa bisa diletakkan/disilangkan diatas tungkai bawah kontralateral. Tendon achilles dipukul dengan refleks hammer, respon normal berupa gerakan plantar fleksi kaki.

5) Refleks abdominal

Dilakukan dengan menggores abdomen diatas dan dibawah umbilikus. Kalau digores seperti itu, umbilikus akan bergerak keatas dan kearah yang digores.

6) Refleks babinski

(15)

babinski timbul bila ibu jari kaki melakukan dorsifleksi dan jari-jari lainnya tersebar.Respon yang normal adalah fleksi plantar semua jari kaki.

j. Pemeriksaan Khusus Sistem Persarafan

Untuk mengetahui rangsangan selaput otak (misalnya pada meningitis) dilakukan pemeriksaan :

1) Kaku kuduk

Bila leher ditekuk secara pasif terdapat tahanan, sehingga dagu tidak dapat menempel pada dada berarti kaku kuduk positif (+).

2) Tanda brudzinski I

Letakan satu tangan pemeriksa dibawah kepala klien dan tangan lain didada klien untuk mencegah badab tidak terangkat. Kemudian kepala klien difleksikan dedada secara pasif. Brudzinski I positif (+) bila kedua tungkai bawah akan fleksi pada sendi panggul dan sendi lutut.

3) Tanda brudzinski II

Tanda brudzinski II positif (+) bila fleksi tungkai klien pada sendi panggung secara pasif akan diikuti oleh fleksi tungkai lainnya pada sendi panggul dan lutut.

(16)

Fleksi tungkai atas tegak lurus, lalu dicoba meluruskan tungkai bawah pada sendi lutut. Normal, bila tungkai bawah membentuk sudut 135° terhadap tungkai atas. Kernig + bila ekstensi lutut pasif akan menyebabkan rasa sakit terhadap hambatan

5) Test Laseque

Fleksi sendi paha dengan sendi lutut yang lurus akan menimbulkan nyeri sepanjang m. Ischiadicus.

Mengkaji abnormal postur dengan mengobservasi :

a. Kejang pada posisi Dekortikasi (Decorticate posturing), terjadi jika ada lesi pada traktus corticospinal. Nampak kedua lengan atas menutup kesamping, kedua siku, kedua pergelangan tangan dan jari fleksi, kedua kaki ekstensi dengan memutar kedalam dan kaki plantar fleksi.

b. Kejang pada posisi Deserebrasi (Decerebrate posturing), terjadi jika ada lesi pada midbrain, pons atau diencephalon. c. Leher ekstensi, dengan rahang mengepal, kedua lengan

pronasi, ekstensi dan menutup kesamping, kedua kaki lurus keluar dan kaki plantar fleksi.

(17)

Etiologi dari kejang demam masih tidak diketahui. Namun pada sebagian besar anak dipicu oleh tingginya suhu tubuh bukan kecepatan peningkatan suhu tubuh. Biasanya suhu demam diatas 38,8°C dan terjadi disaat suhu tubuh naik dan bukan pada saat setelah terjadinya kenaikan suhu tubuh (Dona Wong L, 2008).

4. Patofisiologi

(18)

terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada ambang kejang yang rendah (Latief et al., 2007).

Bagan 2.1 Proses Penyakit

(Sumber: Nugroho, 2011)

5. Manifestasi Klinis

Kejang demam berlangsung singkat, berupa serangan kejang klonik atau tonik klonik bilateral. Seringkali kejang berhenti sendiri. Setelah kejang berhenti

Suhu Tubuh Meningkat

KEJANG

Gangguan Muatan Listrik

Pelepasan Muatan Listrik Oleh Seluruh Sel Sangat Besar Gangguan Keseimbangan Membran Sel

(19)

anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak terbangun dan sadar kembali tanpa defisit neurologis. Adapun tanda- tanda kejang demam meliputi :

a. Demam yang biasanya di atas (38,9 º C) b. Jenis kejang (menyentak atau kaku otot)

c. Gerakan mata abnormal (mata dapat berputar-putar atau ke atas) d. Suara pernapasan yang kasar terdengar selama kejang

b. Penurunan kesadaran

c. Kehilangan kontrol kandung kemih atau pergerakan usus d. Muntah

e. Dapat menyebabkan mengantuk atau kebingungan setelah kejang dalam waktu yang singkat (Lyons, 2012)

6. Pemeriksaan Diagnostik

Beberapa pemeriksaan penunjang yang diperlukan dalam mengevaluasi kejang demam, diantaranya sebagai berikut :

a. Pemeriksaan Laboratorium

(20)

misalnya darah perifer, elektrolit, gula darah dan urinalisis (Saharso et al., 2009). Selain itu, glukosa darah harus diukur jika kejang lebih lama dari 15 menit dalam durasi atau yang sedang berlangsung ketika pasien dinilai (Farrell dan Goldman, 2011).

b. Pungsi lumbal

Pemeriksaan cairan serebrospinal dengan pungsi lumbal dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan meningitis, terutama pada pasein kejang demam pertama. Pungsi lumbal sangat dianjurkan untuk bayi kurang dari 12 bulan, bayi antara 12 - 18 bulan dianjurkan untuk dilakukan dan bayi > 18 bulan tidak rutin dilakukan pungsi lumbal. Pada kasus kejang demam hasil pemeriksaan ini tidak berhasil (Pusponegoro dkk, 2006).

c. Elektroensefalografi (EEG)

Pemeriksaan ini tidak direkomendasikan setelah kejang demam sederhana namun mungkin berguna untuk mengevaluasi pasien kejang yang kompleks atau dengan faktor risiko lain untuk epilepsi. EEG pada kejang demam dapat memperlihatkan gelombang lambat di daerah belakang yang bilateral, sering asimetris dan kadang-kadang unilateral (Jonston, 2007).

(21)

Foto X-ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography scan (CT-scan) atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan dan dilakukan jika ada indikasi seperti kelainan neurologis fokal yang menetap (hemiparesis) atau kemungkinan adanya lesi struktural di otak (mikrosefali, spastisitas), terdapat tanda peningkatan tekanan intrakranial (kesadaran menurun, muntah berulang, UUB membonjol, paresis nervus VI, edema papil) (Saharso et al., 2009).

7. Manajemen Medik a. Terapi farmakologi

Pada saat terjadinya kejang, obat yang paling cepat diberikan untuk menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan secara intravena. Dosis diazepam intravena adalah 0,3-0,5 mg/kg perlahan-lahan dengan kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit, dengan dosis maksimal sebanyak 20 mg.

(22)

belum berhenti, pemberian diapezem rektal dapat diulangi lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit. Anak seharusnya dibawa ke rumah sakit jika masih lagi berlangsungnya kejang, setelah 2 kali pemberian diazepam rektal. Di rumah sakit dapat diberikan diazepam intravena dengan dosis 0,3-0,5 mg/kg (UUK Neurologi IDAI, 2006).

Jika kejang tetap belum berhenti, dapat diberikan fenitoin secara intravena dengan dosis awal 10-20 mg/ kg/ kali dengan kecepatan 1 mg/ kg/ menit atau kurang dari 50 mg/menit. Sekiranya kejang sudah berhenti, dosis selanjutnya adalah 4-8 mg/ kg/ hari, dimulai 12 jam setelah dosis awal. Jika kejang belum berhenti dengan pemberian fenitoin maka pasien harus dirawat di ruang intensif. Setelah kejang telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis kejang demam, apakah kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor risikonya (UUK Neurologi IDAI, 2006).

(23)

dosis, juga sampai empat dosis harian (sampai 2,6 g/hari) dan pada anak-anak di atas usia enam bulan, diberikan ibuprofen sebanyak 5 sampai 10 mg/ kg/ dosis dalam tiga atau empat dosis terbagi (sampai 40 mg/ kg/ hari pada anak-anak dengan berat kurang dari 30 kg dan 1200 mg) (Siqueira, 2010).

Pengobatan jangka panjang atau rumatan hanya diberikan jika kejang demam menunjukkan ciri-ciri berikut seperti kejang berlangsung lebih dari 15 menit, kelainan neurologi yang nyata sebelum atau selapas kejadian kejang misalnya hemiparesis, paresis Todd, palsi serebal, retardasi mental dan hidrosefalus, dan kejadian kejang fokal. Pengobatan rumat dipertimbangkan jika kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam, kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan dan kejang demam berlangsung lebih dari 4 kali per tahun. Obat untuk pengobatan jangka panjang adalah fenobarbital (dosis 3-4 mg/ kgBB/ hari dibagi 1-2 dosis) atau asam valproat (dosis 15-40 mg/ kgBB/ hari dibagi 2-3 dosis). Dengan pemberian obat ini, risiko berulangnya kejang dapat diturunkan dan pengobatan ini diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian secara bertahap selama 1-2 bulan (Saharso et al., 2009).

b. Terapi non-farmakologi

Tindakan pada saat kejang di rumah, (Ngastiyah, 2005, Mahmood et

(24)

1) Baringkan pasein di tempat yang rata.

2) Singkirkan benda-benda yang ada di sekitar pasein.

3) Semua pakaian ketat yang mengganggu pernapasan harus dibuka misalnya ikat pinggang.

4) Tidak memasukkan sesuatu banda ke dalam mulut anak. 5) Tidak memberikan obat atau cairan secara oral.

6) Jangan memaksa pembukaan mulut anak. 7) Monitor suhu tubuh.

8) Pemberikan kompres dingin dan antipiretik untuk menurunkan suhu tubuh yang tinggi.

9) Posisi kepala seharusnya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung. 10)Usahakan jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen. 11)Menghentikan kejang secepat mungkin dengan pemberian obat

antikonvulsan yaitu diazepam secara rektal.

Pengobatan kejang berkepanjangan di rumah sakit, (Capovilla et al., 2009):

1) Hilangkan obstruksi jalan napas. 2) Siapkan akses vena.

3) Monitor parameter vital (denyut jantung, frekuensi napas, tekanan darah, SaO2).

(25)

5) Mengadministrasikan bolus intravena diazepam dengan dosis 0,5 mg/kg pada kecepatan infus maksimal 5 mg/menit, dan menangguhkan ketika kejang berhenti. Dosis ini dapat diulang jika perlu, setelah 10 menit.

6) Memantau kelebihan elektrolit dan glukosa darah.

7) Jika kejang tidak berhenti, meminta saran seorang spesialis (ahli anestesi, ahli saraf) untuk pengobatan.

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan klien dengan Kejang Demam Sederhana

1. Pengkajian

Berdasarkan tanda dan gejala penyakit kejang demam, maka asuhan keperawatan yang prioritas ditegakkan adalah pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi, perencanaan pemulang yaitu :

Riwayat Keperawatan

Kaji gejala dan tanda meningkatnya suhu tubuh, terutama pada malam hari, terjadinya kejang dan penurunan kesadaran.

(26)

Mengapa pasien masuk Rumah Sakit dan apa keluhan utama pasien, sehingga dapat ditegakkan prioritas masalah keperawatan yang dapat muncul.

c. Riwayat kesehatan dahulu

Apakah sudah pernah sakit dan dirawat dengan penyakit yang sama.

d. Riwayat kesehatan keluarga

Apakah ada dalam keluarga pasien yang sakit seperti pasien. e. Riwayat psikososial

Intrapersonal : perasaan yang dirasakan klien (cemas / sedih) Interpersonal : hubungan dengan orang lain.

f. Pola Fungsi kesehatan

1) Pola nutrisi dan metabolisme :

Pola nutrisi klien perlu dikaji untuk menentukan terjadinya gangguan nutrisi atau tidak pada klien

2) Pola istirahat dan tidur

Selama sakit pasien merasa tidak dapat istirahat karena pasien merasakan demam terutama pada malam hari

g. Pemeriksaan Fisik

(27)

Kesadaran pasien perlu di kaji dari sadar-tidak sadar (composmentis-coma) untuk mengetahui berat ringannya prognosis penyakit pasien.

2) Tanda-tanda vital dan pemeriksaan fisik kepala-kaki

TD, Nadi, Respirasi, Temperatur yang merupakan tolak ukur dari keadaan umum pasien / kondisi pasien dan termasuk pemeriksaan dari kepala sampai kaki dengan menggunakan prinsip-prinsip (inspeksi, auskultasi, palpasi, perkusi), disamping itu juga penimbangan BB untuk mengetahui adanya penurunan BB karena peningkatan gangguan nutrisi yang terjadi, sehingga dapat dihitung kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan (Wijaya,2013).

2. Diagnosa keperawatan

a. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses patologis

b. Gangguan volume cairan kurang dari kebutuhann tubuh b.d peningkatan suhu tubuh

c. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas b.d peningkatan sekresi mucus d. Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake yang

(28)

3. Perencanaan

Perencanaan asuhan keperawatan pada anak dengan kejang demam sederhana adalah sebagai berikut :

Tabel 2.1 dengan proses patologis pasien (derajat

dan pola):

3. Berikan kompres hangat: hindari penggunaan kompres alkohol.

4. Berikan selimut pendingin

Kolaborasi: 5. Berikan

antipiretik sesuai indikasi

mengurangi demam, penggunaan air es/alkohol mungkin menyebabkan

kedinginan

4. Digunakan untu kengurangi demam umumnya lebih besar dari 39,5-40 0C pada waktu terjadi gangguan pada otak. 5. Digunakan

(29)

demam dengan aksi

peningkatan suhu tubuh

Tupan: setelah dilakukan

tindakan

perawatan selama 3 x 24 jam kekurangan volume cairan tidak terjadi

Tupen: setelah dilakukan

tindakan

perawatan selama 2 x 24 jam peningkatan suhu tubuh teratasi, dengan kriteria: cairan seperti

output urin

adekuat

Turgor kulit baik Membran mukosa mulut lembab

1. Ukur/catat haluaran urin.

2. Pantau tekanan darah dan denyut jantung

3. Palpasi denyut perifer.

4. Kaji membran mukosa kering, turgor kulit yang tidak elastis

Kolaborasi:

5. Berikan cairan intravena, misalnya kristaloid dan koloid

6. Pantau nilai laboratorium

1. Penurunan haluaran urin dan berat jenis akan menyebabkan hipovolemia.

2. Pengurangan dalam

sirkulasi volume

cairan dapat

mengurangi tekanan darah/CVP,

mekanisme

kompensasi awal dari

takikardia untuk

meningkatkan curah

jantung dan memperkuat tanda-tanda dehidrasi.

5. Sejumlah besar cairan mungkin dibutuhkan

untuk mengatasi

hipovolemia relatif (vasodilasi perifer), menggantikan

kehilangan dengan meningkatkan

permeabilitas kapiler. 6. Mengevaluasi

(30)

3. Tidak efektifnya

bersihan jalan

nafas b.d

peningkatan sekresi mucus

Tupan: setelah dilakukan

tindakan

perawatan selama 4 x 24 jam jalan nafas kembali efektif

Tupen: setelah dilakukan

tindakan

perawatan selama 2 x 24 jam peningkatan sekresi mukus teratasi, dengan kriteria:

1. Anjurkan pasien untuk

mengosongkan mulut dari benda/zat tertentu. 2. Letakkan pasien

pada posisi miring, permukaan datar, 4. Masukan spatel

lidah/jalan nafas

6. Berikan tambahan oksigen/ventilasi manual sesuai kebutuhan pada fase posiktal.

1. Menurunkan risiko aspirasi atau masuknya sesuatu benda asing ke faring.

2. Meningkatkan aliran (drainase) sekret, mencegah lidah jatuh dan menyumbat jalan nafas.

3. Untuk memfasilitasi usaha

bernafas/ekspansi dada.

4. Jika masuknya di awal untuk membuka rahang, alat ini dapat mencegah tergigitnya pernafasan jika di perlukan.

5. Menurunkan risiko aspirasi atau asfiksia.

6. Dapat menurunkan hipoksia serebral sebagai akibat dari sirkulasi yang

4 Resiko perubahan

nutrisi kurang dari

Tupan: setelah dilakukan

1. Buat tujuan berat badan minimum dan

(31)

kebutuhan tubuh b.d intake yang tidak adekuat

tindakan

perawatan selama 5 x 24 jam perubahan nutrisi

kurang dari

kebutuhan tidak terjadi

Tupen: setelah dilakukan

tindakan

perawatan selama 3 x 24 jam intake nutrisi adekuat, dengan kriteria: dengan pasien saat makan, sediakan dan buang makanan tanpa persuasi dan/komentar. 3. Berikan makan

sedikit dan makanan kecil tambahan, yang tepat.

4. Buat pilihan menu yang ada dan izinkan pasien untuk mengontrol pilihan sebanyak mungkin.

5. Pertahankan jadwal bimbingan berat

2. Pasien mendeteksi pentingnya dan dapat beraksi terhadap tekanan, komentar apapun yang dapat terlihat sebagai paksaan memberikan fokus padad makanan. 3. Dilatasi gaster dapat

terjadi bila pemberian makan terlalu cepat setelah periode puasa.

5. Memberikan catatan lanjut penurunan dan/ atau peningkatan berat badan yang akurat.

4. Pelaksanaan

(32)

intervensi disusun dan ditujukkan pada nursing orders untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan.

5. Evaluasi

Gambar

Tabel 2.1

Referensi

Dokumen terkait

Fungsi modul utama adalah untuk mengolah data keluaran dari sensor yang selanjutnya ditampilkan oleh display LCD.. Dalam modul utama dibagi menjadi beberapa bagian,

Di sisi lain, mereka juga menggunakan produk perawatan wajah agar tetap terlihat segar dan demi menambah rasa percaya diri sehingga jelas bahwa lelaki masa kini

Kegiatan pertunjukan ini akan sering diadakan untuk mendukung proses pembelajaran musik itu sendiri karena pada dasarnya musik adalah seni pertunjukan dan banyak hal yang tidak

Sibling rivalry merupakan hal yang umum dan rutin terjadi pada anak yang tumbuh dalam keluarga (Molgaard, 1997), namun juga merupakan hal yang menjadi perhatian orang tua

Menimbang, bahwa keberatan Termohon/Pembanding pada angka 1 (satu) di atas tidak dapat diterima, karena Majelis Hakim Tingkat Pertama telah mempertimbangkan sedemikian rupa

Warna kuning kenari kombinasi hijau tua ber les putih, logo dada kiri KONI Kaltim, tinggi logo 7cm, pada dada kanan logo ruhui rahayu, tinggi logo 6.5cm, lebar logo 5.5cm, pada

Badan Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Tengah di bidang Pengendalian Pencemaran meyakini bahwa program-program yang telah disusun dan sudah dijalankannya sesuai

Isoenzyme usus memiliki sangat pendek setengah-hidup dan tidak signifikan menambah tingkat ALP serum pada anjing dan kucing 1 Tikus memiliki aktivitas ALP tinggi