• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implikatur Anak Usia Empat Tahun KELIK W

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Implikatur Anak Usia Empat Tahun KELIK W"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

IMPLIKATUR ANAK USIA EMPAT TAHUN

Kelik Wachyudi 1

ABSTRAK: Artikel ini mendeskripsikan implikatur anak usia empat tahun yang berbahasa ibu bahasa Indonesia. Penelitian dilakukan untuk mengetahui bentuk tuturan implikatur pada anak di usia empat tahun dan untuk mengetahui isi tuturan implikatur anak kecil yang berusia empat tahun. Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan studi kasus terhadap seorang anak kecil usia empat tahun dan berbahasa ibu bahasa Indonesia. Hasil dari penelitian dan pembahasan menyimpulkan bahwa anak usia empat tahun dengan bahasa ibu bahasa Indonesia sudah bisa menuturkan tuturan dengan bentuk implikatur dengan variasi isi implikatur seperti penolakan ajakan, penolakan terhadap permintaan, mengindahkan perintah, dan menyampaikan maksud. Tentu saja dipenelitian lain hasilnya akan berbeda karena subjek penelitian bersifat kasuistik. Hasil dari penelitian ini sekaligus menyokong penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Alfino (2008) terkait penelitian implikatur pada anak usia tiga tahun dengan bahasa ibu yang berbeda.

Kata kunci: Anak Empat Tahun, Implikatur, Pemerolehan Implikatur.

IMPLICATURE OF CHILDREN FOUR YEARS

ABSTRACT: This paper describes implicatures four-year old mother who speak Indonesian. This study was conducted to determine the form of speech implicature in children four years of age and to know the content of speech implicature small children who are four years old. The approach taken in this study is a qualitative approach with case studies of a child four years old and mother speak Indonesian. The results of research and discussion in this study, concluded that children four years old to Indonesian mother tongue can already said that the speech by the form contents implicatures implicatures with variations such as declines the invitation, the rejection of the request, heed the command, and conveys the intent. Of course, other study results will differ because the research subjects is casuistic. The results of this study at the same time support a previous study conducted by Alfino (2008) related implicature study in children three years old with a different mother tongue.

Keywords: Children Four Years, Implicatures, The Acquisition of Implicatures.

PENDAHULUAN

Bahasa adalah suatu kode yang digunakan untuk berkomunikasi. Didalam kegiatan berkomunikasi diperlukan kode bahasa yang serupa. Dalam kaitannya dengan pemerolehan bahasa, anak kecil akan beroleh bahasa sesuai masukan data kebahasaan yang didengar oleh anak kecil tersebut. Sehingga anak kecil akan memperoleh bahasa pertama atau bahasa ibu sesuai dengan data kebahasaan yang dicerap oleh anak kecil tersebut. Pemerolehan bahasa ibu ini akan terus berkembang sesuai dengan kematangan neurobiologi dan kecerdasan anak. Dua hal ini akan

1 Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Singaperbangsa Karawang; Email :

(2)

berpengaruh terhadap kecerdasan verbal pada diri anak dan tentu saja, hal ini berasal dari kode tuturan bahasa ibunya tersebut.

Kode tuturan tersebut dapat dimengerti oleh anak dan dapat dilakukan dan hanya jika kode tuturan tersebut sama dengan kode tuturan bahasa ibunya. Anak dapat dengan mudah mengerti terkait apakah penggunaan bahasa ibu yang dipakai tersebut bersifatsantun atau tidak santun. Selain itu, anak juga akan mencari strategi terkait bagaimana cara mengucapkan tuturan sehingga terdengar santun. Pada umumnya, anak akan mengutarakan tuturan secara langsung untuk menyampaikan

maksud terhadap lawan bicaranya. Namun, anak juga akan ‘bersembunyi dibalik

kata-kata atau tuturan” ketika apa yang diucapkannya akan berdampak sebuah

penolakan dari orang lain disekitarnya. Tuturan secara tidak langsung ini akan

diujarkan oleh anak dengan strategi tertentu.

Strategi dengan menggunakan tuturan yang tidak langsung akan digunakan oleh anak untuk menghindari penolakan yang mungkin akan muncul dan diperoleh dari orang-orang yang berada dilingkungan sekitar. Penggunaan tuturan yang

bersifat implicit tersebut selaras dengan apa yang dikemukakan Grice (seperti yang

bahas oleh Wijana & Rohmadi, 2009), sebuah tuturan dapat mengimplikasikan preposisi yang bukan merupakan tuturan yang bersangkutan. Preposisi yang diimplikasikan itu disebut dengan implikatur.

Berdasarkan uraian mengenai strategi penggunaan implikatur oleh anak tersebut, seperti yang dibahas pada paragraf sebelumnya, maka fenomena ini menarik peneliti untuk mengkaji penggunaan strategi implikatur pada anak. Peneliti membaca penelitian sebelumnya yang mengkaji penelitian implikatur pada anak. Hasilnya, peneliti menemukan beberapa hasil penelitian, salah satunya dilakukan

oleh Rὅhrig (2011); yang berfokus pada scalar implicature dan hasil penelitian

tersebut menyatakan bahwa meskipun anak mampu dalam menggunakan scalar

implicature namun penggunaannya tetap berbeda dengan orang dewasa. Selain itu,

penelitian serupa pernah dilakukan oleh Alfino (2008) yang menyimpulkan bahwa anak kecil yang berusia tiga tahun sudah dapat menolak kalimat yang mengandung implikatur yang berupa alasan penolakan permintaan dan lain-lain.

Dari hasil kedua penelitian tersebut, peneliti menemukan bahwa Rὅhrig

(2011) lebih berfokus kepada scalar implicature, sedangkan Alfino (2008) berfokus

pada pemerolehan implikatur itu sendiri. Berdasarkan hasil dari kedua penelitian tersebut, peneliti kemudian tertarik untuk memperluas kajian Alfino (2008) dengan meneruskan observasi pemerolehan implikatur pada anak kecil yang berusia empat tahun. Adapun fokus penelitian ini: Pertama, bagaimana bentuk implikatur anak usia empat tahun? Kedua, bagaimana isi tuturan implikatur anak yang berusia empat tahun? Setelah memfokuskan penelitian tersebut, peneliti akan menerangjelaskan tujuan penelitian tersebut: Pertama, untuk mengetahui bentuk implikatur anak usia empat tahun: Kedua, untuk mengetahui isi tuturan implikatur anak kecil yang berusia empat tahun.

Nadar (2009) menguraikan secara etimologi istilah implikatur berasal dari

bahasa latin yaitu plicare yang berarti to fold “melipat’. Makna dari melipat disini

(3)

bahwa implikatur digunakan untuk menerangkan apa yang disarankan atau apa yang dimaksudkan oleh penutur sebagai hal yang berbeda dari apa yang dinyatakan secara sebenarnya. Paltridge (2000) memandang implikatur sebagai bagian penting dari prinsip-prinsip kerjamasama (cooperative principle). Bahkan, Levinson (1983) memandang bahwa implikatur merupakan salah satu gagasan atau pemikiran terpenting dalam pragmatik. Oleh karena itu, secara teoretis, implikatur dapat digunakan sebagai pemecahan masalah untuk menjelaskan makna bahasa yang tidak dapat diselesaikan dengan ilmu semantik, menghubungkan ekspresi, makna penutur, dan implikasi tuturan. Akhirnya, berdasarkan definisi-definisi yang diungkapkan oleh beberapa ahli pada kalimat sebelumnya, maka peneliti mensintesakan bahwa implikatur merupakan salah satu cara untuk mengungkap makna yang tersembunyi, sehingga implikatur ini merupakan kajian yang bersifat penting guna menggali makna didalam tuturan sehingga menjadi lebih jelas.

Implikatur mempunyai konsep seperti yang diungkapkan oleh Levinson (1983) seperti yang dikutip oleh Rustianti (2008), konsep implikatur dianggap penting berdasarkan: 1) Konsep implikatur memungkinkan penjelasan fakta-fakta kebahasaan yang tidak terjangkau oleh teori linguistik; 2) Konsep implikatur memberikan kontribusi penjelasan tentang makna yang berbeda dengan yang dikatakan secara harafiah (lahiriah); 3) Konsep implikatur dapat menyederhanakan struktur dan isi deskriptif semantik; dan 4) Konsep implikatur menjelaskan beberapa fakta bahasa yang kelihatannya secara lahiriah tidak berkaitan malah berlawanan.

Berdasarkan keempat konsep implikatur yang disajikan tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa konsep implikatur dapat menyentuh penjelasan mengenai fakta kebahasaan, pertentangan fakta kebahasaan antara bentuk dan tuturan, penyederhanaan isi dan semantik serta pertentangan makna dengan bentuk strukturnya. Guna memperjelas implikatur penulis mencobajelaskan kaitan konteks di dalam implikatur dengan mengutip pernyataan seorang ahli. Kaswanti (1990) menjelaskan bahwa konsep implikatur akan terkait siapa mengatakan pada siapa, tempat dan waktu diujarkannya suatu kalimat, anggapan mengenai yang terlibat dalam tindakan mengatakan kalimat itu. Berdasarkan pandangan Kaswanti tersebut, maka terkait cara penggunaan konsep implikatur akan terkait dengan konteks situasi dan budaya ketika melakukan suatu pertuturan.

Bahasa merupakan sistem untuk berkomunikasi. Dharmowijono & Suparwa

(2009) menegaskan bahwa kemampuan berbahasa hanya dimiliki oleh species

manusia, tidak ada makhluk lain yang memiliki kemampuan seperti itu. Lalu, bagaimana cara manusia memperoleh bahasa? Andriany (2007) menegaskan bahwa pemerolehan bahasa merupakan suatu proses yang dilakukan oleh anak-anak dalam

menguji hipotesis-hipotesis yang dibuatnya berdasarkan masukan dari

lingkungannya mulai dari memahami makna, struktur bahasa, sampai dengan memproduksi bahasa tersebut. Oleh karena itu, penulis dapat menyimpulkan bahwa pemerolehan bahasa pada manusia dimulai pada masa balita hingga berkembang sesuai dengan kematangan biologis dan asupan kebahasaan yang diperolehnya.

Adapun cara anak dalam memperoleh bahasa berdasarkan Fromkin etal seperti yang

(4)

Pertama, anak belajar melalui tahap peniruan. Maksud dari pernyataan teori ini adalah anak akan mencobaterapkan dengan melisankan apa yang telah didengar dari orang dewasa tersbut dan tentu saja cara anak melisankan akan disesuaikan dengan kemampuan anak. Hal ini akan dapat dimaklumi bahwa dalam melafalkan tuturan orang dewasa tersebut tentu akan berbeda dengan pengucapan orang dewasa yang oleh anak-anak tirukan tersebut.

Kedua, anak akan belajar melalui pengayaan orang dewasa disekitarnya.

Maksud dari teori ini adalah anak akan memperoleh kekayaan bahasa berdasarkan hasil koreksi bagaimana cara melafalkan kata ataupun serangkaian kalimat dari orang-orang dewasa disekitarnya

Berdasarkan pandangan-pandangan tersebut, maka penulis mencoba terangkan dengan mengkaitkan pemerolehan kemampuan berbahasa pada anak dalam menggunakan implikatur. Sebab implikatur sendiri menggunakan kode-kode kebahasaan sebagai sarana ekspresi anak dalam memberi makna atau pesan kepada mitra tutur disekitarnya.

METODE

Pendekatan penelitian yang dilakukan oleh peneliti yaitu pendekatan kualitatif. Alasan peneliti dalam menggunakan pendekatan ini karena sifatnya yang naturalistik. Memilih pendekatan kualitatif karena penelitian ini akan bersifat alamiah dan menghindari generalisasi. Selanjutnya, data implikatur diperoleh dari sumber data penelitian yaitu seorang anak berusia empat tahun yang berbahasa Ibu bahasa Indonesia.

Instrumen yang akan digunakan adalah peneliti sendiri yang berperan sebagai instrumen kunci. Sebagai instrumen kunci, peneliti akan melakukan interaksi dengan anak tersebut untuk mendapatkan data tuturan yang dibutuhkan dengan merekam tuturan dan mencatat data tuturan dari anak tersebut. Adapun tekhnik yang akan digunakan untuk menganalisis data tuturan yang diperoleh, peneliti akan menganalisa data tuturan untuk dianalisis apakah tuturan yang muncul merupakan data tuturan yang mengandung implikatur atau bukan. Langkah selanjutnya, jika data tuturan tersebut mengandung data implikatur, maka peneliti akan menganalisis bagaimana data implikatur itu muncul dan intepretasi terhadap kemunculan data tersebut serta jika data tuturan yang muncul tersebut bukan data implikatur maka peneliti akan mengesampingkan data tersebut. Terakhir, peneliti akan memberi simpulan terkait hasil analisis dan pembahasan terhadap kemunculan data implikatur pada anak yang berusia empat tahun yang berbahasa ibu bahasa Indonesia tersebut.

DISKUSI

(5)

Dialog 1

P : (memanggil nama narasumber), papahada gak?

NS : Papah mainan hape (HP).

Dalam dialog 1, narasumber menjawab secara tidak langsung terkait pertanyaan peneliti mengenai keberadaan papahnya. Jawaban secara tidak langsung

tersebut disebut implikatur (papah mainan hape). Namun begitu, peneliti mengerti

apa yang diujarkan oleh narasumber, yakni ayah dari narasumber ada dan ayahnya sedang melakukan kegiatan yang berhubungan dengan telepon genggam.

Dialog 2

P : (memanggil nama narasumber) mau ikut sama om ke rumah emak?

NS : Aku lagi mainan otopad ah.

Pada dialog 2, Peneliti mengajak narasumber untuk ikut ke rumah emak (nenek

narasumber) yang berada di seberang rumahnya. Namun, narasumber memberikan pernyataan atau jawaban tidak langsung yang mengandung implikatur. Pernyataan tersebut pernyataan menolak ajakan yang diajukan oleh peneliti untuk pergi bersama ke rumah neneknya yang berada di seberang rumah narasumber. Namun begitu, peneliti mengerti maksud yang diutarakan oleh narasumber tersebut merupakan sebuah penolakan karena narasumber sedang asyik bermain dengan mainan barunya yaitu otopad.

Dialog 3

P : Om, minta esnya ya?

NS : Beli om di sana tuh (menunjuk minimarket)

Pada dialog 3, narasumber menjawab secara tidak langsung untuk melakukan sebuah penolakan. Namun, narasumber menunjukkan di mana cara mendapatkan es tersebut yaitu dengan cara peneliti harus membeli es tersebut di salah satu minimarket yang berlokasi seberang jalan dari rumah nene dari narasumber. Oleh karena itu, bentuk penolakan ini dilakukan secara tidak langsung dan masuk ke dalam kategori implikatur.

Dialog 4

P : (memanggil nama narasumber) pinjem ya otopadnya?

NS : Ya udah aku nangis, omnya nakal.

Dalam dialog 4, narasumber menjawab secara tidak langsung untuk meminjamkan mainan otopad miliknya kepada peneliti. Namun, narasumber menjawab pertanyaan peneliti dengan kalimat lain yang mengandung penolakan dengan nada mengancam bahwa narasumber akan menangis jika peneliti meminjam mainan miliknya.

Dialog 5

P : Beli mainannya besok aja ya? Indomaretnya sudah tutup.

(6)

Dalam dialog 5, narasumber menolak pertanyaan untuk membeli mainan yang dimaksud oleh narasumber besok hari karena hari sudah malam. Namun, narasumber menolak pertanyaan dan pernyataan peneliti karena memang minimarket tersebut masih buka dimana lampunya masih menyala dengan terang. Sebab narasumber sudah mengetahui jika minimarket tersebut tutup, maka semua

lampu akan tidak terlihat karena tertutupi rolling door di minimarket tersebut. Isi

tuturan narasumber tersebut mengandung implikatur dan narasumber sekaligus

melakukan sebuah ajakan yang termaktub dari tuturan “om buruan ih” yang

mengandung makna jika kami (peneliti dan narasumber) jika tidak bersegera menuju minimarket tersebut, mungkin saja minimarketnya akan segera tutup.

Dialog 6

P : Ada tante nginep di rumah emak.

NS : Gagal, gagal, gagal.

Dari data tuturan di dialog 6, peneliti mendapatkan data implikatur terkait bagaimana penolakan jika tantenya menginap di rumah neneknya. Narasumber berkeberatan sebab dia tahu bahwa kamar yang ber-AC pasti akan digunakan oleh tantenya tersebut. Hal ini mengandung pengertian bahwa narasumber tidak akan tidur di salah satu kamar neneknya yang memang ber-AC.

Dialog 7

P : (memanggil nama narasumber) tidur, udah malam.

NS : Aku kan Masha.

Dari data tuturan di dialog 7, peneliti mendapatkan data implikatur terkait bagaimana jawaban secara tidak langsung terkait pernyataan yang mengandung ajakan untuk segera tidur sebab hari sudah larut malam. Namun, narasumber mempunyai alasan untuk segera tidur. Masha adalah nama tokoh dalam kartun yang sangat aktif. Narasumber masih belum mengantuk untuk segera tidur walau hari sudah sangat larut malam.

Dialog 8

P : (memanggil nama narasumber) kata mamah “buruan mandi!”

NS : Nanti aku lagi main puteri-puterian sama Gia.

Pada dialog 8, peneliti mendapatkan data implikatur terkait jawaban menolak dari perintah ibunya untuk segera mandi karena konteks situasi pada waktu tersebut menunjukkan bahwa hari sudah sangat sore dan biasanya narasumber sudah mandi. Jawaban narasumber yang sedang bermain dengan temannya yang bernama Gia, menunjukan bahwa narasumber menolak secara tidak langsung perintah tersebut.

Dialog 9

NS : Om aku ikut jalan lewat depan rumah ya?

P : iya.

(7)

Dari data tuturan dalam dialog 9, peneliti mendapatkan data yang berupa bujukan atau rayuan untuk mampir ke minimarket didepan rumah nenek di seberang jalan. Rayuan tersebut dilakukan dengan cara mengalihkan jalan yang biasa dilalui untuk menuju rumah peneliti ke arah (jalan) lain yang melewati minimarket tersebut. Hal ini dapat diketahui dikalimat selanjutnya yang mengandung tuturan ingin membeli benda (balon) yang berada di minimarket tersebut.

Dialog 10

P : (memanggil nama narasumber) gak ngaji?

NS : Aku lagi pilek.

Dari data tuturan dalam dialog 10, peneliti mendapatkan data yang berisi implikatur terkait bagaimana cara narasumber menjawab pertanyaan yang diajukan oleh peneliti tentang kenapa narasumber tidak berangkat untuk mengaji ke mesjid. Jawaban tidak dikatakan dengan ya dan tidak, namun dengan mengatakan bahwa narasumber sedang sakit jadi tidak bisa pergi mengaji ke mesjid seperti biasanya.

Dialog 11

P : Bulpen ke mana ya?

NS : Aku pake om.

Dari data tuturan dalam dialog 11, peneliti mendapatkan data yang berisi implikatur terkait bagaimana cara narasumber menjawab pertanyaan yang diajukan oleh peneliti dengan menjawab langsung bahwa bulpen sedang dipakai oleh dirinya. Peneliti menghendaki jawaban iya dan tidak. Namun, narasumber langsung menunjukan bahwa narasumber sedang meminjam bulpen peneliti untuk dipakai terlebih dahulu oleh narasumber.

Dialog 12

P : (memanggil nama narasumber) jangan pulang.

NS : Aku mau tidur dirumah aja ah, omnya nakal pakai jurus cilok mulu.

Dari data tuturan dalam dialog 12, peneliti mendapatkan data yang berisi implikatur terkait bagaimana cara narasumber menjawab larangan untuk pulang. Narasumber merasa terganggu dengan peneliti yang bercanda dengan menggelitik

dengan jari peneliti dan diberikan nama “jurus cilok” oleh peneliti sendiri. Hasilnya,

narasumber tidak mau tidur dirumah neneknya dengan alasan merasa terganggu dengan cara bercanda yang dilakukan peneliti terhadap dirinya.

Dialog 13

P : Ini mau ke KCP.

NS : Aku juga ke Matahari.

(8)

Berdasarkan dialog dan penjelasan di atas, maka implikatur yang muncul, dapat ditemukan sebagai berikut:

1. Anak yang berusia empat tahun dan berbahasa ibu bahasa Indonesia sudah

mampu menuturkan tuturan yang berisi implikatur menolak ajakan. Hal ini dapat dibaca pada dialog 2 dan 13.

2. Anak yang berusia empat tahun dan berbahasa ibu bahasa Indonesia sudah

mampu menuturkan tuturan yang berisi implikatur penolakan permintaan. Hal ini tampak pada dialog 3.

3. Anak yang berusia empat tahun dan berbahasa ibu bahasa Indonesia sudah

mampu menuturkan tuturan yang berisi implikatur untuk menyampaikan maksud. Hal ini dapat dibaca pada dialog 5, 6, dan 9.

4. Anak yang berusia empat tahun dan berbahasa ibu bahasa Indonesia sudah

mampu menuturkan tuturan yang berisi implikatur berupa perintah. Hal ini dapat dibaca pada dialog 7, 8, dan 11.

5. Anak yang berusia empat tahun dan berbahasa ibu bahasa Indonesia sudah

mampu menuturkan tuturan yang berisi implikatur berupa pertanyaan. Hal ini dapat tampak pada dialog 1, 4, 10, dan 12.

Berdasarkan temuan dan pembahasan, ternyata anak yang berusia empat tahun sudah bisa menuturkan implikatur dengan variasi penolakan ajakan, penolakan terhadap permintaan, mengindahkan perintah, menyampaikan maksud. Hal yang paling sering muncul pada anak usia empat tahun yang berbahasa ibu bahasa Indonesia adalah kemunculan tuturan jawaban terhadap pertanyaan. Selian itu, tuturan yang jarang muncul pada anak usia empat tahun yang berbahasa ibu bahasa Indonesia adalah implikatur yang berupa penolakan terhadap tuturan penolakan terhadap permintaan. Oleh karena itu, kemunculan ucapan implikatur ini sudah dapat dilakukan oleh anak kadang dengan menirukan atau bahkan menguji hipotesis-hipotesis tuturan. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Indriany (2009) terkait pemerolehan bahasa. Sementara itu, apa yang dituturkan oleh anak masih perlu digali lagi terkait makna yang tersembunyi dibalik tuturan tersebut. Makna yang tersembunyi ini disebut dengan implikatur dan berkesuaian dengan apa yang telah kemukakan oleh Yule & Brown (1986), Kushartanti (2005), Levinson (1983) dan Rustianti (2008). Jadi implikatur ini seperti yang dikemukakan oleh Paltridge (2000) merupakan bagian penting dalam prinsip pragmatik. Akhirnya penelitian sejalan dengan hasil implikatur pada anak 3 tahun yang pernah di teliti oleh Alfino (2008). Hal yang sedikit membedakan hanyalah pada tataran bahasa ibu dari dari para narasumber tersebut.

SIMPULAN

(9)

peneliti utarakan adalah jika ada peneliti yang ingin melakukan kajian serupa hendaknya agar memperluas kajian tidak hanya pada topik implikatur pada anak akan tetapi peneliti lain dapat memperluas topik kajian ke arah implikatur dan maksim atau prinsip-prinsip kerjasama di dalam pragmatik.

REFERENSI

Andriany, L. (2009). Pengaruh stimuli terhadap pemerolehan bahasa anak prasekolah. Linguistik Indonesia, 27(1), 89-96.

Alfino, J. (2008). Implikatur anak usia tiga tahun (studi kasus pada Nurul Hafidzah Alza). International Conference on Applied Linguistics: 1st Kontribusi penelitian linguistik atas pengajaran bahasa dan ilmu lainnya. 11 Juni-12 Juni 2008.

Brown, Gilian, & Yule, G. (1986). Analisis wacana. Alih bahasa oleh I. Soetikno. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Dharmowijono, W. & Suparwa, I. N. (2009). Psikolinguistik. Denpasar: Unud Press.

Kushartanti. (2005). Bahasa Indonesia Baku dan Tak Baku Pada Percakapan Anak Jakarta, Linguistik Indonesia, 24(1), 1-10.

Levinson, S. C. (1983). Pragmatics. London: Cambridge University Press.

Nadar, F. X. (2009). Pragmatik dan penelitian pragmatik. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Paltridge, B. (2000). Making sense of discourse analysis. Queensland: Gerd. Stabler.

Purwo, B. K. (1990). Pragmatik dan pengajaran bahasa menyibak kurikulum. Yogyakarta: Kanisius.

Rὅhrig, S. (2011). Early Implicatures by Children and the Acquisition of Scalar

Implicatures. InReich, Ingo et al. (eds.), Proceedings of Sinn & Bedeutung 15,

pp. 499–514. Universaar-Saarland University Press: Saarbrücken, Germany.

Rustiati. (2008). Implikatur. Widyawarta: Jurnal Ilmiah Universitas Katolik Widya Mandala Madiun, 32(02), 94-101.

Referensi

Dokumen terkait

Integrasi teknologi dalam pembelajaran berasaskan konteks pula membantu guru menyediakan pengalaman yang diperlukan oleh pelajar bagi memupuk literasi kimia kerana

Adapun juga dari bunyi Pasal 113 ayat (2) Undang-undang Hak Cipta, yaitu: Setiap orang yang dengan tanpa izin pencipta atau pemegang hak cipta melakukan pelanggaran hak

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Perencanaan pembelajaran dilakukan dengan menggunakan dasar Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dengan program pengembangan

hasil belajar siswa yang memiliki gaya kognitif field-dependent dengan siswa yang memiliki gaya kognitif field-independent pada pembelajaran Tata Nama Senyawa

Resilience is relevant to both humanitarian action and development assistance, and cuts.. across all current global agendas in

Korgaonkar (2011) yang menguji hubungan dimensi dari kepercayaan terhadap niat online (pembelian online). Dengan hasil studi bahwa keyakinan kepercayaan merek

Puji syukur atas kasih yang telah diberikan Tuhan Yesus Kristus kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul : “KONSUMSI IKAN ASIN LAYUR

ASUHAN KEBIDANAN KOMPERHENSIF DARI KEHAMILAN, PERSALINAN, BAYI BARU LAHIR (BBL), NIFAS, DAN PERENCANAAN KELUARGA.. BERENCANA (KB) PADA NY.M UMUR 27 TAHUN G2P1AO DI BIDAN SRI