• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEMBALIKAN SEKOLAH MINGGU PADA ANAK Sua

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KEMBALIKAN SEKOLAH MINGGU PADA ANAK Sua"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

1

“KEMBALIKAN SEKOLAH MINGGU PADA ANAK !”

Suatu Strategi Pendidikan Kristiani Anak Sekolah Minggu di GMIM Lembah Kanaan Yan O. Kalampung

PENDAHULUAN

Kesempatan yang didapat selama 6 Bulan menjadi Guru Sekolah Minggu di Jemaat GMIM

Lembah Kanaan Winenet Satu adalah pengalaman yang berharga setelah saya lulus dari

Fakultas Teologi UKIT. Di dalam interaksi yang terjadi selama itu, banyak hal yang

dipelajari dan memerlukan pengolahan lebih lanjut agar ada perubahan ke arah yang lebih

baik. Pelayanan Sekolah Minggu adalah salah satu alat bagi Gereja untuk memberikan

pengajaran bagi anggotanya, dalam hal ini Anak-anak. Kalau dilihat dari psikologi

perkembangan, anak-anak adalah adalah tahap awal yang menentukan bagi perkembangan

seterusnya. Selain itu, Yesus yang menghargai dan menerima anak-anak : “Biarkan anak

-anak itu datang kepadaKu, jangan mengahalang-halangi mereka, sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Allah (Mrk. 10:14, Mat. 19:14, Luk. 18:16)”, kemudian juga menjadi dasar Alkitabiah bagi Pendidikan Anak. Lebih lanjut lagi, pelayanan

kepada anak-anak sudah dimulai dari berabad-abad lampau karena disadari pentingnya

hingga juga sekarang hampir semua Gereja memiliki bidang PAK yang melayani anak-anak

entah itu dinamakan Kebaktian Anak maupun Sekolah Minggu1. Hal inilah yang memacu

saya untuk melakukan kajian ini.

Dalam tulisan ini saya menguraikan konteks dari Kota Bitung sebagai sebuah kesatuan

dimana Kelurahan Winenet Satu tempat GMIM Lembah Kanaan berada dan lebih masuk lagi

ke dalam Pelayanan yang dilakukan terhadap Anak Sekolah Minggu kemudian saya mengkaji

dengan berbagai teori Psikologi Perkembangan dari Anak-anak, baru kemudian masuk ke

dalam teori Pendidikan Kristiani dengan Pendekatan Komunitas Iman, lalu berdasarkan

teori-teori tadi saya merumuskan Strategi yang tepat bagi Pendidikan Kristiani Anak Sekolah

Minggu yang bisa memberi pengembangan atas pelayanan yang sudah dijalankan selama ini.

Kemudian saya membuat satu contoh pertemuan yang berbentuk Pembinaan dalam rangka “mendaratkan” strategi yang telah disusun tadi.

11

(2)

2 ISI

A. GMIM Lembah Kanaan

Jemaat (Gereja Masehi Injili di Minahasa) GMIM Lembah Kanaan Winenet Satu adalah

Jemaat yang dahulu merupakan bagian dari Jemaat GMIM Kanaan Winenet. Pada mulanya,

karena disadari jangkauan pelayanan yang terlalu besar maka mulailah dibangun Gedung

Gereja baru yang disebut Kanisah. Inilah yang menjadi bibit Jemaat GMIM Lembah Kanaan.

Setelah mencukupi syarat dari Sinode GMIM untuk mendirikan Jemaat Mandiri, seperti

memiliki jumlah Jemaat yang lebih dari 100 Kepala Keluarga dan tergabung dalam 5 Kolom,

lalu memiliki Gedung dan kesiapan dari setiap anggota Jemaat maka pada tanggal 03 April

2006 didirikanlah Jemaat GMIM Lembah Kanaan Winenet Satu.

GMIM Lembah Kanaan memiliki wilayah pelayanan di Kelurahan Winenet Satu dan

Winenet Dua. Kedua kelurahan termasuk dalam Kecamatan Aertembaga di Kota Bitung.

Kota Bitung merupakan salah satu pemerintah kota yang ada di Provinsi Sulawesi Utara

dengan luas wilayah daratan 304 km2. Sebagian besar wilayah daratan merupakan daerah

berombak, berbukit dan gunung. Secara Geografis Kota Bitung terletak pada posisi diantara

1o23'23" - 1o35'39" LU dan 125o1'43" - 125o18'13" BT. Sebelah Selatan berbatasan dengan

Laut Maluku, sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Likupang dan Kecamatan

Dimembe (Kabupaten Minahasa Utara), Sebelah Timur berbatasan dengan Laut Maluku dan

Samudera Pasifik sedangkan sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Kauditan

(Kabupaten Minahasa Utara). Wilayah daratan mempunyai luas 304 km2, secara

administratif terbagi dalam lima wilayah kecamatan serta enam puluh kelurahan. Lima

kecamatan tersebut masing-masing Kecamatan Bitung Utara (136,40 km2 ) meliputi 12

kelurahan, Kecamatan Bitung Tengah (24 km2 ) meliputi 10 kelurahan, Kecamatan Bitung

Barat (33,62 km2) meliputi 10 kelurahan, Kecamatan Bitung Timur (59,08 km2) terdiri dari

13 kelurahan dan Kecamatan Bitung Selatan yang terdapat di Pulau Lembeh (50.90 km2)

meliputi 15 kelurahan. Kota Bitung memiliki lahan sawah seluas 156 Ha , lahan kering

28.719 Ha dan lainnya 1252 Ha. Rata-rata kepadatan penduduk pada Tahun 2005 mencapai

sekitar558jiwaperkm2.

Dalam bidang pendidikan Kota Bitung pada tahun 2005 memiliki jumlah TK 61 buah, SD

(3)

3

merupakan masalah yang paling signifikan yang patut dikedepankan dalam analisis

pendidikan. Menurut Pemerintah Kota Bitung, dengan melihat angka partisipasi sekolah di

Kota Bitung, secara langsung kita akan dapat melihat sejauh mana keberhasilan

pembangunan pendidikan di kota serba dimensi ini. Angka partisipasi Kasar (APK)

merupakan angka yang mengukur proporsi anak sekolah pada suatu jenjang pendidikan

tertentu dalam kelompok umur yang sesuai jenjang pendidikan tersebut. APK memberikan

gambaran secara umum tentang banyaknya anak yang menerima pendidikan pada jenjang

tertentu. Namun, indikator ini lebih banyak bercerita tentang keberhasilan sistem pendidikan

dalam mendidik anak dan remaja, dan bukan pada penduduk dewasa2. Kota Bitung juga

adalah kota yang heterogen. Banyak orang dari berbagai suku seperti Sangihe, Siau, Talaud,

Makassar, Gorontalo, Minahasa, Toraja, Jawa dll. Keberagaman suku itu juga dibarengi

dengan keberagaman di bidang-bidang yang lain seperti profesi, sumber daya dll.

% Penduduk menurut Kelompok Umur3

Kelompok Umur 2010 2011 2012

0-14 thn 29,72 31,19 29,50

15-64 thn 66,77 64,65 66,97

> 65 thn 3.5 4,16 3,53

Jika dilihat dari tabel yang ada maka bisa dilihat bahwa anak-anak memiliki presentasi yang

cukup besar kalau dibandingkan dengan kelompok umur yang disebut lanjut usia, ini

menandakan bahwa anak-anak memerlukan penanganan yang serius. Selain itu, konteks yang

perlu diperhatikan adalah persoalan kemiskinan yang selalu ada,

Statistik Kemiskinan Kota Bitung4

Garis Kemiskinan (Rp/bulan)

2

Situs resmi Pemerintah Kota Bitung,

http://www.bitung.go.id/index__.php?m=tentang_bitung&src=sekilas_bitung, 04-Desember-2014

3

(4)

4

Uraian 2010 2011 2012

Kelurahan 272.545 284.789 297.583

Desa - - -

Kelurahan+Desa 272.545 284.789 297.583

Penduduk Miskin (000 jiwa) 18,0 16,1 14,7

Penduduk Miskin (%) 9,52 7,57

Dari data itu bisa dilihat bahwa sampai tahun 2012, presentasi jumlah orang miskin di Kota

Bitung mencapai 7,57 %. Saya ragu dengan data ini, karena di mana-mana masih banyak

orang miskin. Di GMIM Lembah Kanaan saja, sebagian dari anggotanya masih hidup di

bawah garis kemiskinan. Kalau konteks etnik dan keagamaan, di Kelurahan Winenet Satu

dan Winenet Dua memiliki penduduk dengan agama, Kristen Protestan, Kristen Katholik,

Islam, Konghucu dan Agama Suku. Sepanjang yang saya ketahui, umat beragama yang

tinggal bersama itu tidak pernah terjadi persoalan karena gesekan antar agama. Namun

seringkali dalam Konteks Berjemaat di GMIM Lembah Kanaan masih ada upaya untuk saling

menjelekkan agama lain.

Jemaat GMIM Lembah Kanaan hidup dengan ketimpangan sosial yang begitu nampak.

Sering ada rumah yang begitu besar disamping rumah yang begitu sederhana dan mungkin

tidak layak lagi untuk dihuni karena sudah terlalu banyak orang di dalam. Tapi ini tidak

pernah dipersoalkan karena ukuran yang dipakai oleh seseorang untuk disebut layak menjadi

orang kaya dan miskin adalah bagaimana ia punya koneksi dengan penguasa entah itu

Pemerintah atau Para Konglomerat. Globalisasi begitu berdampak pada kehidupan Jemaat,

karena mereka masih bergulat dengan kebutuhan sehari-hari dengan harga yang terus

melambung tinggi. Sebagian besar pekerjaan yang dimiliki oleh anggota Jemaat adalah

Nelayan dan Buruh sebagian lagi terbagi ke beberapa pekerjaan, pegawai negeri sipil, dll.

Kekerasan adalah persoalan penting yang membuat Kelurahan Winenet Satu jadi terkenal.

Tahun 2013 baru terjadi pembunuhan dua orang anak oleh salah seorang keluarga mereka

sendiri setelah diculik semalam. Hingga kini masih diproses oleh Pengadilan Negeri Kota

Bitung. Belum lagi budaya kekerasan yang sudah begitu mengakar di Keluarga. Sering sekali

4

(5)

5

saya mendengar ada orang tua yang memukul anaknya bahkan sampai berdarah-darah. Kalau

orang tua sendiri memukul seperti itu boleh, tapi jangan berani orang lain membuat menangis

anaknya pasti akan terjadi perkelahian. Ini juga berdampak sampai pada Sekolah Minggu

bahkan ada orang tua yang memberi saran kepada saya untuk memukul anaknya di Ibadah

kalau anaknya nakal.

B. Anak Sekolah Minggu

GMIM Lembah Kanaan sekarang memiliki 10 Kolom yang terdiri atas lebih dari 300 Kepala

Keluarga. Jumlah anak-anak dalam satu kolom berjumlah sekitar 20 orang. Jadi jumlah anak

seluruh Jemaat adalah sekitar 200 orang. Sesuai dengan pembagian yang sudah menjadi

tradisi di GMIM, yang disebut anak-anak itu mulai dari yang baru lahir hingga yang berumur

11 tahun atau yang sudah lulus dari SD dan setelah itu diadakanlah ibadah pelepasan ke

Remaja. Tapi dalam kenyataannya yang paling menjadi ukuran utama apakah seseorang itu

sudah bisa disebut Remaja atau masih anak-anak adalah yang baru lulus SD, padahal

beberapa orang anggota Jemaat tidak melanjutkan Sekolah sampai lulus SD.

Jumlah Guru Sekolah Minggu (GSM) pada awalnya berjumlah 2 orang per Kolom, yang

kemudian dari 20 orang seluruh GSM akan dipilih beberapa orang yang akan menjadi Komisi

Pelayanan Anak Jemaat. Sejak tahun 2014 yang menjadi tahun awal dari Periode Pelayanan

2014 – 2018 mulai dipilih GSM menjadi 3 orang per Kolom sehingga jumlah seluruh menjadi

30 orang dan kebanyakan dari mereka adalah Ibu Rumah Tangga. Ketika saya menjadi GSM,

hanya saya sendiri laki-laki dan belum menikah. Ini mungkin masalah Gender karena paham

bahwa yang menjadi Guru Sekolah haruslah perempuan masih cukup kuat berakar,

sedangkan laki-laki hanyalah menjadi Penatua, Syamas atau Koordinator Kaum Bapa.

Keberagaman etnik nyata dalam kehidupan berjemaat. Karena seringkali ketika berkumpul di

dalam suatu Ibadah, maka orang-orang dari suku yang sama biasanya berbicara dalam

bahasanya sendiri. Ini berbeda dengan anak-anak, apalagi yang sudah lahir dan besar di Kota

Bitung seperti saya. Kami sudah tidak tahu lagi bahasa daerah kami dan kebudayaan kami

melebur (hybrid) sehingga keberagaman etnik sudah tidak begitu terasa lagi di kalangan

muda termasuk anak-anak.

Menjadi persoalan sekarang adalah pluralitas agama. Seperti yang sudah saya katakan tadi

(6)

6

mau juga terpengaruh. Seringkali muncul sikap-sikap intoleran di antara anak-anak misalnya

menjauhi orang-orang yang beragama lain (walaupun kadang khilaf). Ini disebabkan sikap

eksklusif tadi yang menganggap diri paling benar. Pelayan-pelayanpun tidak memberi

pencerahan yang berarti bahkan semakin memperkeruh keadaan.

Pendekatan yang dipakai selama ini adalah Pendekatan Instruksional. Jadi Guru yang

mendominasi pengajaran. Anak-anak hanya sekedar mendengar dan menerima saja apa yang

dikatakan oleh Guru. Kalaupun GSM memberi kesempatan ASM untuk bertanya itu hanya

untuk memampukan mereka untuk mengerti apa yang sedang diajarkan. GSM yang aktif

mempersiapkan segala sesuatu termasuk bahan Pengajaran sedangkan ASM hanya pasif

menanti apa yang akan diajarkan. Kurikulum yang dipakai adalah yang berasal dari Komisi

Pelayanan Anak (KPA) Sinode GMIM, jadi di Jemaat GMIM Lembah Kanaan tinggal

menyesuaikan, ini beberapa contohnya5,

BINA ANAK PELAJARAN 7 (MINGGU, 16/11/2014)

TUHAN YESUS MEMBERI MAKAN LIMA RIBU ORANG

Tujuan Pembelajaran Khusus : Agar anak dapat Menyebutkan jumlah orang yang makan

Menyebutkan siapa yang memberi makan kepada lima ribu orang Mengucapkan doa makan singkat

Bahan Alkitab Lukas 9:10-17

Ayat Hafalan Lukas 9:13a..Kamu harus memberi mereka makan

Keterangan Alat Peraga

Gambar 1 Yesus mengajar dan didengar oleh orang banyak Gambar 2 Lima roti dan dua ikan

Gambar 3 Yesus memberi makan banyak orang

Evaluasi dalam bentuk pertanyaan

1. Berapakah jumlah orang yang diberi makan? (Lima ribu orang) 2. Siapakah yang memberi mereka makan? (Yesus)

3. Coba sebutkan doa makan!( Tuhan Yesus berkatilah makanan dan minuman ini. Amin)

BINA ANAK Pelajaran 8 (Minggu, 23 November 2014)

KESEPULUH ORANG KUSTA

5

(7)

7

Tujuan Pembelajaran Khusus : Agar anak dapat: Menyebutkan berapa jumlah orang kusta, Menyebutkan tokoh yang menyembuhkan sepuluh orang kusta, Menghafalkan doa syukur sembuh dari sakit.

Bahan Alkitab : Lukas 17:11-19 Ayat Hafalan : Lukas 17:13b

Aktifitas : Mengucapkan Doa sembuh dari sakit Lagu : Yesus Yesus dokterku yang baik

Jika diperhatikan dari kedua contoh Bina Anak di atas, dapat dilihat bahwa pokok pengajaran

masih bertumpu pada Dogma/Ajaran dari Gereja. Ini punya dampak baik karena anak dapat

mengetahui dan mengenal imannya tapi yang jadi persoalan adalah seringkali bahan ajar itu

tidak mengena di kehidupan anak. Persoalan-persoalan yang justru sementara dihadapi

anak-anak dalam kehidupan mereka tidak tersentuh oleh pengajaran dari Sekolah Minggu,

misalnya kekerasan, pluralitas agama, dll tidak disentuh karena masih bertumpu pada pokok

ajaran sehingga jadi kurang kontekstual. Selain itu, bahan ajar yang dari KPA Sinode GMIM

berubah-ubah tiap minggu. Ini tentu ada baiknya karena memungkinkan anak-anak untuk

mengetahui banyak hal, tapi yang sering terjadi adalah anak-anak hanya menerima bahan ajar

itu dan lewat begitu saja. Jamak terjadi anak-anak tidak mengingat lagi apa yang sudah

diajarkan minggu lalu karena tidak kontekstual dan selalu berubah-ubah tanpa ada

pengulangan supaya anak bisa mengingat.

Perlengkapan pelayanan selama ini masih yang tradisional. Dikarenakan struktur pelayanan

yang dimulai dari Kolom hingga tingkat Jemaat maka tiap Kolom memiliki kelompok

pelayanan anak yang Ibadah persekutuannya disebut Rabu Gembira. Jumlah anak-anak dalam

tiap Kolom bervariasi, namun karena tiap Kolom biasanya berjumlah 25 Kepala Keluarga

maka bisa diperkirakan jumlah anak bisa 25 orang per Kolom. Tiap kolom dikoordinir oleh

tiga orang GSM tapi jarang sekali ada yang aktif secara penuh biasanya hanya 1 atau 2 orang

yang aktif. Itu juga pernah terjadi ada Kolom sudah tidak jalan Rabu Gembira lagi karena

GSMnya sudah tidak aktif.

Ada juga Ibadah Pertemuan GSM yang biasanya dilaksanakan seminggu sekali di hari Selasa.

Pertemuan itu idealnya menjadi tempat bagi GSM untuk mendiskusikan bahan ajar dan

segala hal yang diperlukan untuk pelaksanaan Sekolah Minggu. Tapi yang sering terjadi

(8)

8

dilaksanakan. Tujuan utama yaitu mempersiapkan Sekolah Minggu sering hanya sekilas saja,

yang penting sudah tahu siapa yang akan memimpin pada hari minggu.

Sekolah Minggu sesuai namanya dilaksanakan hari Minggu pada jam 7 pagi sebelum ibadah

Jam 9 di Gereja dimulai. Karena belum memiliki tempat khusus untuk Sekolah Minggu maka

yang dipergunakan adalah Gedung Gereja beserta ruang belakang tempat persiapan pada

Majelis dan Pendeta sebelum memulai ibadah. Ini juga problematis, yang terjadi adalah

karena anak-anak biasanya datang terlambat maka GSM sering kejar-kejaran mengajar

karena Ibadah jam 9 akan segera dimulai. Di Sekolah Minggu, anak-anak dibagi menjadi tiga

Kelas yang didasarkan pada Kelas di Sekolah Dasar (SD). Anak-anak yang belum sekolah,

Taman Kanak-Kanak sampai Kelas 1 SD digabung di Kelas Kecil. Lalu anak-anak dari Kelas

2-4 SD digabung dalam Kelas Sedang. Kemudian anak-anak dari 5-6 SD masuk ke Kelas

Besar. Karena yang hadir biasanya 60-70 orang maka tiap kelas biasanya berjumlah 15-25

orang. Seringkali kalau cuma sedikit anak yang hadir maka Kelas yang diadakan dua yaitu

Kelas Kecil, anak-anak belum sekolah hingga kelas 3 SD dan Kelas Besar yaitu anak-anak

Kelas 4-6 SD.

Kegiatan-kegiatan yang lain menyesuaikan dengan Program dari Wilayah6 misalnya

pertemuan GSM tingkat Wilayah yang diadakan sebulan sekali di Jemaat-jemaat anggota.

Lalu kegiatan-kegiatan seperti Konsultasi KPA Sinode yang menjadi tempat berdiskusi

tingkat Sinode untuk membicarakan hal-hal berkenaan pelayanan anak. Lalu ada

pelatihan-pelatihan dari KPA Sinode yang waktu pelaksanaan disesuaikan dengan Jadwal yang

ditentukan oleh mereka.

C. Analisa Pendekatan Komunitas Iman

Sebelum masuk ke Pendekatan Komunitas beserta argumentasinya maka penting untuk

mengetahui terlebih dari perkembangan psikologi dari anak sebagai alat untuk menerapkan

6

Wilayah adalah kelompok Jemaat-Jemaat yang biasanya memiliki 12 Jemaat yang juga memiliki Strukturnya sendiri yaitu Ketua Wilayah, Sekretaris, Bendahara, dan Anggota Komisi (Bapak, Ibu, Pemuda, Remaja dan Anak ) yang dipilih oleh Jemaat-jemaat anggota. Wilayah mempunyai peranan penting karena menjadai

(9)

9

Pendekatan ini secara tepat sasaran. Perkembangan psikologi akan saya batasi pada

umur-umur yang sesuai dengan Anak Sekolah Minggu.

 Perkembangan Kognitif Anak7

Sesuai dengan umur dimana seseorang masuk Anak Sekolah Minggu yaitu 0-12 tahun maka

jika mengikuti pembagian dari Jean Piaget sebenarnya perkembangan Anak sudah mewakili

perkembangan dari kognitif manusia. Karena bagi Piaget, perkembangan kognitif manusia

hanya 4 tahap dan tahap keempat itu dimulai dari umur 11 tahun hingga meninggal. Disini

bisa dilihat betapa pentingnya Anak Sekolah Minggu bagi perkembangan kognitif manusia.

Penting untuk diketahui bahwa Piaget meyakini bahwa ada perbedaan antara proses

pemikiran anak dan orang Dewasa. Ia yakin bahwa anak bukan suatu tiruan (replika) dari

orang dewasa. Anak bukan hanya berpikir kurang efisien dari orang dewasa, melainkan

berpikir secara berbeda dengan orang dewasa. Ini menunjukkan bahwa penting untuk

mengetahui dengan jeli tahap-tahap perkembangan kognitif dari anak yang berbeda-beda itu.

Tahap yang pertama yaitu tahap Sensorimotor (0-2 tahun), dimana pada tahap ini, intelegensi

anak lebih didasarkan pada tindakan inderawi anak terhadap lingkungannya, seperti melihat,

meraba, menjamah, mendengar, membau, dll. Mekanisme perkembangan pada tahap ini

menggunakan proses asimilasi dan akomodasi8. Piaget membagi tahap sensorimotor dalam

enam periode. Refleks (0-1 bulan) yaitu periode dimana tingkah laku bayi kebanyakan

bersifat refleks, spontan, tidak sengaja, dan tidak terbedakan, yang semua itu didasarkan pada

adanya rangsangan dari luar yang ditanggapi secara refleks. Lalu Kebiasaan (1-4 bulan)

dimana pada periode ini bayi mulai membentuk kebiasaan-kebiasaan pertama. Kebiasaan

dibuat dengan mencoba-coba dan mengulang-ulang suatu tindakan.

Periode berikutnya yaitu Reproduksi Kejadian yang menarik (4-8 bulan) yaitu seorang bayi

mulai menjamah dan memanipulasi objek apapun yang ada di sekitarnya. Tingkah laku bayi

semakin berorientasi ke objek dan kejadian di luar tubuhnya sendiri. Kemudian Koordinasi

7

Bagian ini diringkas dari Paul Suparno, Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget, (Yogyakarta : Kanisius, 2001).

8

Asimiliasi adalah proses kognitif dimana seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep, atau pengalaman baru ke dalam skema atau pola yang sudah ada di dalam pikirannya. Sedangkan akomodasi adalah proses

(10)

10

Skemata (8-12 Bulan) dimana seorang bayi mulai membedakan antara sarana dan

tindakannya. Ia sudah mulai menggunakan sarana untuk mencapai suatu hasil. Selanjutnya

Periode Eksperimen (12-18 Bulan) yang ditandai dengan mulainya anak memperkembangkan

cara-cara baru untuk mencapai tujuan dengan cara mencoba-coba (eksperimen). Terakhir

Representasi (18-24 Bulan) dimana seorang anak mulai dapat menemukan cara-cara baru

yang tidak hanya berdasarkan rabaan fisis dan eksternal, tetapi juga dengan koodinasi internal

dalam gambarannya.

Tahap kedua dalam perkembangan Kognitif Anak ialah tahap Praoperasi yang dicirikan

dengan adanya fungsi semiotik, yaitu penggunaan simbol atau tanda untuk menyatakan atau

menjelaskan suatu objek yang saat itu tidak berada bersama subjek. Ini juga ditandai dengan

penggunaan bahasa pada anak mulai dari umur 2 tahun serta pemikiran secara intuitif.

Dengan adanya penggunaan simbol itu, seorang anak dapat mengungkapkan dan

membicarakan suatu hal yang terjadi. Ia juga dapat membicarakan berbagai macam benda

dalam waktu bersamaan. Tahap ini dibagi dalam dua bagian yaitu umur 2-4 tahun dicirikan

oleh perkembangan pemikiran simbolis dan umur 4-7 tahun dicirikan oleh perkembangan

pemikiran intuitif. Tahap selanjutnya adalah Tahap Operasi Konkret pada umur 7-11 tahun

yang dicirikan dengan sistem pemikiran yang didasarkan pada aturan tertentu yang logis.

Yang sudah maju dalam tahap ini adalah kemampuan anak untuk mengurutkan (seriasi) dan

mengklasifikasikan objek. Dengan operasi itu, anak telah mengembangkan sistem pemikiran

logis yang dapat diterapkan memecahkan persoalan-persoalan konkret yang dihadapi.

Pemikiran anak juga lebih decentering daripada tahap sebelumnya, yaitu dapat menganalisis

masalah dari berbagai segi. Tahap operasi konkret tetap ditandai dengan adanya sistem

operasi berdasarkan apa-apa yang kelihatan nyata/konkret. Anak masih menerapkan logika

berpikir pada barang-barang konkret, belum bersifat abstrak apalagi hipotetis.

Tahap terakhir yaitu tahap operasi formal (formal operations) yang terjadi pada umur sekitar

11-12 tahun ke atas. Pada tahap ini seseorang bisa berpikir logis, berpikir dengan pemikiran

teoritis formal berdasarkan proposisi-proposisi dan hipotesis, dan dapat mengambil

kesimpulan lepas dari apa yang dapat diamati saat itu. Sifat pokok pada tahap ini adalah

pemikiran deduktif hipotetis, induktif saintifik, dan abstraktif reflektif. Perkembangan

(11)

11

Perbedaan dengan pemikiran orang dewasa hanya terletak pada kuantitas, yaitu banyaknya

skema pada orang dewasa.

 Perkembangan Psikososial

Perkembangan dari sudut ini penting bagi upaya membangun sebuah komunitas dalam hal ini

Anak Sekolah Minggu seperti yang dikatakan Erikson bahwa setiap tahap dan krisis yang

datang bergantian memiliki hubungan khusus dengan salah satu elemen dasar masyarakan,

dan untuk alasan sederhana itulah siklus kehidupan manusia dan institusi-institusi manusia

berevolusi manusia9. Untuk menjelaskan setiap tahap dan perkembangan tadi Erikson

membaginya dalam delapan tahap10. Yang pertama tahap Trust vs Mistrust (kepercayaan vs

kecurigaan), Tahap ini berlangsung pada masa oral, pada umur 0-1 tahun atau 1,5 tahun

(infancy). Bayi pada usia 0-1 tahun sepenuhnya bergantung pada orang lain, perkembangan

rasa percaya yang dibentuk oleh bayi tersebut berdasarkan kesungguhan & kualitas penjaga

(yang merawat) bayi tersebut. Apabila bayi telah berhasil membangun rasa percaya terhadap

si penjaga, dia akan merasa nyaman & terlindungi di dalam kehidupannya. Akan tetapi, jika

penjagaannya tidak stabil & emosi terganggu dapat menyebabkan bayi tersebut merasa tidak

nyaman dan tidak percaya pada lingkungan sekitar. Kegagalan mengembangkan rasa percaya

menyebabkan bayi akan merasa takut dan yakin bahwa lingkungan tidak akan memberikan

kenyamanan bagi bayi tersebut, sehingga bayi tersebut akan selalu curiga pada orang lain.

Tahap yang kedua yaitu Otonomi vs perasaan malu dan ragu-ragu, Tahap ini merupakan

tahap anus-otot (anal/mascular stages), masa ini disebut masa balita yang berlangsung mulai

usia 1-3 tahun (early childhood). Pada masa ini anak cenderung aktif dalam segala hal,

sehingga orang tua dianjurkan untuk tidak terlalu membatasi ruang gerak serta kemandirian

anak. Namun tidak pula terlalu memberikan kebebasan melakukan apapun yang dia mau.

Pembatasan ruang gerak pada anak dapat menyebabkan anak akan mudah menyerah dan

tidak dapat melakukan segala sesuatu tanpa bantuan orang lain. Begitu pun sebaliknya, jika

9

Erik H. Erikson, Childhood and Society, terj. Helly A. Soetjipto & Sri M.Soetjipto, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010) h. 295.

10

Untuk hal ini saya banyak mengambil penjelasan dari Russy Kharin,

(12)

12

anak terlalu diberi kebebasan mereka akan cenderung bertindak sesuai yang dia inginkan

tanpa memperhatikan baik buruk tindakan tersebut. Sehingga orang tua dalam mendidik anak

pada usia ini harus seimbang antara pemberian kebebasan dan pembatasan ruang gerak anak.

Karena dengan cara itulah anak akan bisa mengembangkan sikap kontrol diri dan harga diri.

Tahap yang ketiga yaitu Inisiatif vs kesalahan dimana Tahap ini dialami pada anak saat usia

4-5 tahun (preschool age). Anak-anak pada usia ini mulai berinteraksi dengan lingkungan

sekitarnya sehingga menimbulkan rasa ingin tahu terhadap segala hal yang dilihatnya.

Mereka mencoba mengambil banyak inisiatif dari rasa ingin tahu yang mereka alami. Akan

tetapi bila anak-anak pada masa ini mendapatkan pola asuh yang salah, mereka cenderung

merasa bersalah dan akhirnya hanya berdiam diri. Sikap berdiam diri yang mereka lakukan

bertujuan untuk menghindari suatu kesalahan-kesalahan dalam sikap maupun perbuatan. Lalu

tahap keempat, Kerajinan vs inferioritas. Tahap ini merupakan tahp laten usia 6-12 tahun

(school age) ditingkat ini anak mulai keluar dari lingkungan keluarga ke lingkungan sekolah

sehingga semua aspek memiliki peran misal orang tua harus selalu mendorong, guru harus

memberi perhatian, teman harus menerima kehadirannya. Pada usia ini anak dituntut untuk

dapat merasakan bagaimana rasanya berhasil melalui tuntutan tersebut. Anak dapat

mengembangkan sikap rajin, jika anak tidak dapat meraih sukses karena mereka merasa tidak

mampu (infieoritas), anak dapat mengembangkan sikap rendah diri. Sebab itu, peranan orang

tua maupun guru sangat penting untuk memperhatikan apa yang menjadi kebutuhan anak

pada usia ini usaha yang sangat baik pada tahap ini adalah dengan mengembangkan kedua

karakteristik yang ada. Dengan begitu ada nilai positif yang dapat dipetik dan dikembangkan

dalam diri setiap pribadi yakni kompetensi.

Tahap kelima yaitu Identitas vs kekacauan identitas. Jika dilihat inilah tahap terakhir dimana

Anak Sekolah Minggu termasuk di dalamnya. Pada tahap ini dengan terbangunnya hubungan

awal yang baik dengan duani keterampilan dan alat dan dengan datangnya pubertas, masa

kanak-kanak berakhir. Masa muda dimulai11. Dengan demikian untuk tulisan ini saya

membatasi penjelasan mengenai Perkembangan Psikososial sampai pada tahap ini sesuai

dengan maksud tulisan mengenai Anak Sekolah Minggu. Erikson sendiri masih punya tahap

11

(13)

13

keenam Keintiman vs Pengasingan, tahap ketujuh Generativitas vs Stagnasi dan tahap

terakhir yaitu tahap kedelapan Integritas Ego vs Keputusasaan.

 Pendekatan Komunitas Iman

Pendekatan Komunitas Iman seperti yang disampaikan oleh Robert T. O’Gorman dikembangan karena adanya kebutuhan akan komunitas di tengah individualisasi yang

diakibatkan oleh dorongan dari modernitas. Kebutuhan ini kemudian berpengaruh pada

strategi pendidikan yang memberi ruang pada pengembangan komunitas sebagai obat bagi

kehidupan masa kini yang semakin terkotak-kotak dan penemuan kembali sisi spiritual.12

Tujuan dari Pendidikan Kristen dengan Pendekatan Komunitas Iman memiliki tiga aspek13

yaitu pertama ideal normatif dimana Pendekatan Komunitas Iman menghubungkan

pengembangan komunitas dan pengembangan pribadi. Contohnya seperti Kelompok Kecil

yang dibangun di Amerika Serikat. Dalam kelompok itu pengembangan pribadi

dimaksimalkan tapi juga menjadi bagian dari pengembangan komunitas yang lebih besar.

Mereka berefleksi atas kehidupan mereka lalu melalui perwakilan dari kelompok, mereka

membagikan hasil refleksi dalam kelompok kecil yang kemudian menjadi bahan pembaharu

bagi kelompok yang lebih besar.

Kedua, refleksi dan dukungan menjadi aspek yang penting dalam percakapan dalam

kelompok. Semua orang dalam kelompok itu kemudian merefleksikan kehidupan mereka

dalam terang Kitab Suci. Pemimipin disini berperan untuk menghidupkan percakapan dengan

cara hadir, mendengar dan masuk ke dalamnya. Dimulai dengan Kitab Suci, semua anggota

kemudian membanding pengalaman hidup mereka dengan Kitab Suci tadi sehingga suasana

menjadi penuh perasaan dan semua bisa merasakan kehadiran Allah. Ketiga, proses dialektik

dimana percakapan yang terjadi dalam kelompok dipahami sebagai proses dialog yang

memampukan tiap anggota untuk masuk dan selalu terlibat dalam pembangunan komunitas.

Dalam percakapan mereka membandingkan perbedaan pengalaman mereka masa kini,

apakah yang menjadi harapan, lalu visi mereka bersama sebagai sebuah komunitas. Dari

12Robert T. O’Gorman,

The Faith Community dalam Jack L. Seymour, Mapping Christian Education : Approaches to Congregational Learning, (Nashville : Abingdon Press, 1997) h. 43.

13

(14)

14

dialog itu muncul ilham untuk merubah sesuatu yang sudah dimiliki sekarang menjadi yang

belum dimiliki.

Metode14 yang dipakai dalam Pendekatan ini adalah pertama pelayanan yaitu upaya untuk

menyatukan pribadi-pribadi ke dalam komunitas melalui partisipasi bersama sebagai bentuk

pengembangan manusia. Pelayanan dalam hal ini berarti sesuatu yang dilakukan sehari-hari,

dalam keluarga, di sekolah, tempat kerja, di tempat umum ketika bertemu dengan orang

asing, dan dalam pelayanan di Gereja. Ini kemudian menjadi pengalaman yang kemudian

dibagikan dalam kelompok untuk dipelajari motivasi atas tindakan kita itu lalu kemudian apa

dampaknya. Yang penting untuk diingat bahwa pengalaman-pengalaman itu direfleksikan

dengan Kitab Suci untuk memberi kesadaran bagi tiap anggota tentang bagaimana sikap kita

di dunia, bahasa teologisnya, bagaimana panggilan kita di dunia.

Lalu refleksi yang memungkinkan tiap anggota untuk menentukan identitasnya. Ini menjadi

bagian penting yang mengolah dimensi kedalaman tiap pribadi dalam Komunitas. Mereka

menghubungkan kehidupan sehari-hari di masa kini, masa lalu dan masa depan serta untuk

berpartisipasi dalam kegiatan keagamaan. Sebagai sebuah komunitas, proses refleksi

memampukan tiap pribadi untuk mengerti identitasnya melalui refleksi atas Kitab Suci dan

Tradisi. Ini kemudian menghasilkan keberanian bagi mereka untuk bersikap dan bertindak

sebagai perwujudan dari identitas mereka sebagai seorang Kristen.

Terakhir persekutuan yang sesungguhnya merupakan asas dari semesta. Persekutuan

menghubungkan segala sesuatu di muka bumi menjadi sebuah jaringan yang menyatu. Ini

menjawab kebutuhan manusia akan komunitas. Secara teologis, kita menyatu dalam

gambaran Tubuh Kristus sedang Gereja adalah persekutuan dari Komunitas-komunitas Iman.

Gereja tidak akan menjadi Gereja sampai setiap anggota yang ada di dalamnya menjadi satu

dalam hubungan dan relasi berdasarkan cinta. Tujuannya adalah harmoni dan damai yang

memampukan orang-orang untuk berefleksi dan melayani, demi terciptanya hidup baru

bersama.

14

(15)

15

Ketiga metode tadi, pelayanan yang dilambangkan tangan, refleksi yang dilambangkan

dengan kepala, dan persekutuan yang dilambangkan dengan hati, disatukan melalui proses

komunikasi dan percakapan muka dengan muka. Lebih lanjut Pendekatan Komunitas Iman

adalah sebuah proses komunikasi aktif bersama untuk bertindak, berefleksi dan mengalami.

Perlu untuk diingat bahwa Pendekatan ini bukan hanya terbatas pada pengertian intelektual,

tapi lebih daripada itu karena penekanannya pada pengalaman kini sebagai awal dan akhir

dari proses maka ujungnya adalah perubahan komunitas dan masyarakat menuju

Pemerintahan Allah.15

Dalam pendekatan ini, Pemimpin memiliki posisi yang cukup penting. Karena untuk disebut

sebagai sebuah Komunitas, sebuah kelompok atau organisasi harus memiliki sistem yang

memungkinkan pengembangan manusia dari tiap anggotanya dan dalam proses ini

membutuhkan kepemimpinan di dalamnya. Dalam konteks Komunitas Iman, seorang

pemimpin itu memiliki dua tugas, yaitu pertama merangsang percakapan di dalam kelompok

kecil sehingga berbagai macam suara dapat berbicara dan membagikan pengalaman hidup

mereka. Kedua, untuk mendorong agar kelompok-kelompok kecil yang ada dalam suatu

Jemaat berkomunikasi satu sama lain demi terciptanya hidup yang utuh dalam Jemaat

tersebut.

Dalam rangka membangun Jemaat menjadi sebuah Komunitas Iman ada beberapa pokok

yang perlu diperhatikan dalam kepimpinan: pertama, tujuan dari kepemimpinan adalah

mengupayakan hidup komunitas ditengah kenyataan akan adanya keterpisahan di antara

masyarakat. Melalui Pendekatan Komunitas Iman kita bergerak melampaui perhatian kepada

diri sendiri dan individu saja menuju kesadaran bahwa kita adalah pribadi-pribadi dalam

komunitas, terhubung satu sama lain dengan Tuhan, sesama dan alam semesta. Kedua,

Kepemimpinan adalah relasi timbal-balik. Pendekatan Komunitas Iman memakai

kepemimpinan yang memungkinkan partisipasi bersama dan dalam mana semuanya adalah

rekan sejajar. Ketiga, Kepemimpinan dalam komunitas memungkinkan struktur yang

mendukung kehidupan sehari-hari dari komunitas tersebut. Struktur-struktur tersebut dapat

dijelaskan sebagai kebiasaan-kebiasaan yang menjadi tradisi dalam Jemaat. Tradisi itu

15

(16)

16

kemudian diartikan kembali bersama-sama dalam komunitas untuk dihubungkan dengan

kehidupan sehari-hari. Keempat, kepemimpinan adalah sebuah proses yang terus berubah

dimana pemimpin mendorong anggota untuk saling melayani satu dengan yang lain. Ini

menajdi mungkin kalau pesan-pesan iman dalam Gereja bisa tersampaikan dengan baik.

Kelima, karena komunitas adalah sebuah proses bukan pencapaian, maka pemimpin pula

harus menjamin kelanjutan dan pembaharuan dalam dirinya sendiri. Pemimpin perlu terus

menantang dirinya dengan target-target baru yang bisa didukung oleh anggota yang lain.

 Strategi Pendidikan Kristiani

Penekanan pada Komunitas menjadi kelebihan dari Pendekatan ini dibanding dengan

Pendekatan lama yang dipakai yaitu Pendekatan Instruksional. Nampaknya sense of

community tidak menjadi perhatian dalam proses pengajaran Sekolah Minggu GMIM

Lembah Kanaan. Paling banter yang diupayakan untuk menumbuhkan kesadaran

berkomunitas adalah dengan Ibadah Rabu Gembira dan kegiatan-kegiatan musiman seperti

Natal, Paskah, dll. Ini membuka kemungkinan besar bagi anak-anak untuk menjadi seperti

yang dikatakan oleh Paulo Freire yaitu orang-orang yang hanya melihat diri mereka sendiri

saja bahkan apabila mereka ada di sekililing banyak sekali orang. Orang-orang itu hanya

melihat diri mereka sendiri, golongan mereka, atau kelompok mereka, atau kelompok mereka

saja oleh karena ketamakan mereka, yang mencekik hak-hak orang lain.16 Pendekatan

Komunitas Iman ini juga krusial bagi anak-anak yang berumur 5-12 karena dari sudut

pandang Perkembangan Psikososial, pada tahap ini anak-anak keluar dan mulai

bermain-main di lingkungannya. Kalau tahap ini rusak maka tahap selanjutnya akan mengalami

dampaknya.

Selain itu, proses pengajaran yang membuat anak-anak pasif saja sedangkan guru sendiri

yang aktif membuat kreatifitas anak-anak kurang berkembang. Dalam Pendekatan Komunitas

Iman, semua orang dalam kelompok diberi kesempatan yang sama untuk mengekspresikan

diri. Ini tentu bisa membantu tumbuh kembang anak yang penting itu.

Percakapan-percakapan yang menjadi tumpuan proses dalam Komunitas memberi kesempatan juga untuk

16

(17)

17

anak mengeluarkan dan mengolah secara bersama-sama persoalan yang sementara mereka

hadapi.

Itu semua memungkinkan karena bahan pokok Pendidikan Kristiani dalam Komunitas yaitu

pengalaman. Dalam Komunitas, pengalaman menjadi awal dan akhir setiap proses

pembelajaran yang berlangsung. Sudah dilihat tadi bahwa Bahan Ajar berupa Bina Anak

yang dikeluarkan oleh Sinode GMIM masih berpusat pada Ajaran Gereja seperti Kitab Suci

dan tradisi-tradisi yang ada. Kalaupun ada hubungan dengan kehidupan sehari-hari, itu agar

anak boleh mengingat isi Kitab Suci dan Tradisi yang dimiliki. Anak-anak seperti dicaplok

oleh berbagai pengajaran yang sering tidak mempunyai dampak langsung bagi kehidupan dan

dengan demikian tidak membawa perubahan. Ini penting karena konteks yang dimiliki seperti

Kekerasan, kemiskinan, eksklusivitas dll menuntut upaya yang besar dan panjang untuk

merubahnya.

Dengan merujuk kepada pengalaman maka sekarang Sekolah Minggu diupayakan seperti

yang dikatakan oleh Romo Mangunwijaya yaitu dikembalikan menjadi milik anak-anak17.

Yang dimaksud disini anak-anak sebagai anggota Komunitas bukan anak-anak sebagai

individu-individu yang terkotak-kotak. Disini ada peran pemimpin di dalamnya tapi

pemimpin bukan untuk mendominasi dan mengatur segala sesuatu dalam Kelompok seperti

yang terjadi pada pendekatan yang lama. Pemimpin disini bertugas untuk menghidupkan

suasana kelompok bukan mengatur agar semua dalam kelompok sesuai dengan yang

diinginkannya. Ini memang salah satu ancaman dalam Kelompok Kecil yang dikembangkan

dalam Komunitas Iman yaitu Kelompok tersebut akan dimanipulasi untuk kepentingan

pribadi18. Tapi ini bisa dicegah dengan Kepemimpin yang mengupayakan partisipasi setiap

anggota untuk aktif terlibat dalam kelompok dan mengekspresikan dirinya sesuai dengan apa

yang menjadi kebutuhannya. Sebab Pendekatan Komunitas Iman di dalamnya terkandung

unsur pengembangan pribadi dan pengembangan Komunitas.

17

Y. B. Mangunwijaya, Beberapa gagasan tentang SD bagi 20 Juta Anak dari Keluarga Kurang Mampu dalam Sumaji dkk, Pendidikan Sains yang Humanistis : Persembahan 72 tahun Pater J. I. G. M. Drost, S.J., (Yogyakarta: Kanisius & Universitas Sanata Dharma, 1998) h. 18.

18Robert T. O’Gorman,

(18)

18

Jika seperti ini lalu dimana Posisi Guru Sekolah Minggu? Menurut saya GSM bisa menjadi

pemimpin dalam kelompok tapi ia perlu terus mawas diri akan jebakan-jebakan yang

mungkin bisa terjadi tadi. Dalam kelompok tetap Anak Sekolah Minggu yang berperan tapi

tetap dalam relasi timbal balik dengan sang Guru. Dengan demikian kekurangan selama ini

dimana Guru yang aktif dan Anak pasif bisa diobati. GSM sebagai yang bertugas

menghidupkan suasana percakapan penting untuk mengetahui tahap perkembangan psikologi

mereka, agar metode-metode yang dipakai tepat sasaran. Kesadaran akan lingkungan sekitar

kemudian dapat ditumbuhkan dari kelompok melalui upaya dan kerja langsung bagi

komunitas yang lebih besar. Selama ini yang terjadi adalah Anak-anak hanya menjadi barang

pajangan saja dihadapan orang tua tanpa bisa memberi kontribusi bagi Jemaat. Ini mungkin

dengan memperhatikan bagaimana mereka melakukan pelayanan bagi sesama sementara

orang tua seringkali hanya sibuk dengan urusan sendiri.

Dalam penyusunan bahan ajar bukan lagi seperti yang dilakukan selama dengan menantikan

Bina Anak selama ini. Dikarenakan Pendekatan ini bertumpu pada pengalaman dari setiap

anggota Kelompok, maka bahan yang akan didiskusikan oleh Kelompok menurut saya harus

ditentukan sendiri oleh Komisi Pelayanan Anak Jemaat GMIM Lembah Kanaan. Karena

pengalaman dari tiap Jemaat sangat bervariasi sehingga apa yang perlu didiskusikanpun

bervariasi karena bertumpu pada pengalaman tersebut. Diskusi dalam kelompok tidak akan

jalan kalau yang didiskusikan bukan pengalaman dari anggota kelompok. Disini juga saya

kira pentingnya kemampuan dari GSM untuk jeli melihat pengalaman yang perlu

didiskusikan oleh Kelompok tersebut.

 Contoh pertemuan

Pendekatan Komunitas Iman mensyaratkan Kelompok yang kecil karena di dalam proses

Komunitas itu mengandung unsur pengembangan pribadi sekaligus pengembangan

Komunitas. Untuk memaksimalkan keseimbangan kedua hal itu perlu diberi kesempatan

yang lebih bagi tiap orang untuk mengekspresikan dirinya dan ini dimungkinkan kalau yang

dibentuk ada kelompok kecil. Semakin besar kelompok itu maka makin tidak efektif proses

perkembangan di dalamnya. Oleh sebab itu, saya mengusulkan membentuk kelompok kecil

yang terdiri atas 10-15 orang yang pembagiannya disesuaikan dengan tahap-tahap

(19)

19

Mengingat kemampuan anak dari sudut pandang kognitif baru bisa berpikir untuk

menyelesaikan satu masalah pada tahap Operasi Konkret maka Pendekatan Komunitas Iman

baru secara penuh bisa diterapkan pada anak mulai dari umur 7 tahun. Ini dikarenakan dalam

Pendekatan Komunitas Iman mengandung unsur pelayanan, refleksi, dan persekutuan yang

menuntut kemampuan intelektual analitis yang mencukupi. Terlebih khusus pada tahap

refleksi, semua anggota bukan hanya membandingkan, melihat kesamaan dan perbedaan

pengalaman dengan Kitab Suci tapi juga memerlukan analisis terhadap satu hal atau

persoalan yang dibicarakan dalam kelompok. Dan tahap perkembangan Kognitif yang

memadai untuk melakukan hal itu adalah Tahap Operasi Konkret (7-11 tahun) dan

seterusnya. Dari sudut pandang psikososial umur 7 tahun juga cocok dengan tahap dimana

anak-anak mulai mengenal lingkungannya dan berusaha untuk secara mendalam berinteraksi

dengan orang-orang di sekitarnya.

Untuk menerapkan Pendekatan ini, saya menggabungkannya dengan Share Chistian Praxis

(SCP)19/ Berbagi Praksis Kristen (BPK) sebagai model refleksi teologisnya. Model ini

menggunakan Aktivitas Terfokus yaitu memilih satu tema dari pengalaman yang dialami oleh

semua anggot kelompok yang dalam penerapannya terdiri atas lima gerakan. Masing-masing

Gerakan akan saya langung berikan contoh yang bisa langsung diterapkan yang kali ini saya

bicara tentang kekerasan

Gerakan 1 : Berbagi pengalaman mengenai kekerasan

Dalam bagian ini, tiap anggota membagikan pengalaman mereka tentang kekerasan apakah

mereka pernah mengalami kekerasan atau pernah melihat orang lain mengalami kekerasan

dan apakah yang mereka rasakan tentang hal itu. Semua itu bisa diceritakan kembali dan

digambarkan oleh setiap anggota. Pemimpin dalam hal ini GSM bisa mengajukan

pertanyaan-pertanyaan kepada anak-anak dengan bahasa yang sederhana dan bisa dimengerti.

Gerakan 2 : Berfleksi secara kritis atas pengalaman Kekerasan

19

(20)

20

Dalam gerakan ini, pengalaman-pengalaman yang tadi dibagikan dan dikumpulkan lalu dikaji

bersama-sama. Kali ini akan sangat membantu kalau GSM bersiap dengan berbagai teori dari

sebanyak mungkin aspek yang bisa menjelaskan perihal kekerasan ini. Dari pengetahuan itu,

semua akan membandingkan dan merenungkan pengalaman tadi apakah yang menyebabkan

kekerasan itu, bagaimana kekerasan itu bisa terjadi dan apa akibatnya bagi semuanya.

Gerakan 3: Mendengarkan firman Tuhan

Gerakan kali ini mendengarkan firman Tuhan. Karena yang dipahami sebagai firman Tuhan

adalah Alkitab, maka dipilihlah satu teks mengenai kekerasan. GSM kali ini berfungsi

sebagai seseorang yang bisa menjelaskan bagian Alkitab itu beserta segala yang perlu untuk

didiskusikan bersama. Misalnya bisa dipilih Kisah Kain dan Habel dalam Kej. 4:1-16.

Jelaskan ceritanya beserta konteksnya untuk memudahkan semua memahami teks ini.

Gerakan 4: Mendialogkan Pengalaman tadi dengan Firman Tuhan

Dalam gerakan ini, semua pengetahuan yang telah didapat dari Gerakan 2 kemudian

didialogkan dengan Firman Tuhan dalam Gerakan 3 tadi. Penting untuk ditanyakan,

bagaimana Firman Tuhan tadi memanggil kita untuk berbuat dengan segala persoalan

kekerasan tadi? atau sebaliknya apakah perbuatan kita selama ini sesuai dengan Firman

Tuhan, kalau belum bagaimana perbuatan kita dalam persoalan kekerasan ini bisa kita sesuai

dengan Firman Tuhan?

Gerakan 5: Mengambil keputusan untuk hidup sebagai seorang Kristen di tengah kekerasan

Disini pokok yang penting yaitu keputusan kita, bisa keputusan pribadi tapi terutama

keputusan bersama sebagai komunitas mengenai persoalan kekerasan tadi. Apa yang akan

dilakukan selanjutnya? Bisa dibicarakan secara bersama segala hal yang diperlukan untuk hal

itu bisa terwujud. Aktivitas Terfokus ini bisa dilakukan secara berkelanjutan yaitu tema yang

sama bisa didiskusikan berkali-kali namun dalam kesinambungan. Ini bermanfaat agar terus

ada evaluasi setiap tindakan kita mengenai persoalan yang muncul itu.

(21)

21

Demikianlah saya sudah menjelaskan suatu Pendekatan Kristiani yang cocok untuk Anak

Sekolah Minggu di GMIM Lembah Kanaan yang dalam hal ini adalah Pendekatan Komunitas

Iman. Suatu pendekatan yang semakin mempererat ikatan dalam komunitas, membangun

kesadaran kritis dalam diri anak, memberi ruang bagi tiap anak untuk berekspresi serta yang

paling akhir memberi kesempatan bagi anak untuk menjadi agen-agen perubahan di

masyarakat. Ini bisa menjadi sumbangan penting bagi organisasi Anak Sekolah Minggu di

manapun agar anak-anak tidak lagi menjadi barang pajangan untuk menyenangkan orang tua

tapi juga bisa membawa pengembangan dalam diri mereka dan perubahan di sekitar mereka.

Semoga ini bukan akhir perenungan saya.

Bibliografi

Christiani Tabita K., Pendidikan Anak: Penting tetapi Disepelekan? dalam Ismail

Andar (ed.), Ajarlah Mereka Melakukan : Kumpulan Karangan Seputar Pendidikan Agama

Kristen, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010.

Erikson Erik H., Childhood and Society, terj. Helly A. Soetjipto & Sri M.Soetjipto, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010.

Freire Paulo, Pedagogi Hati, terj. A. Widyamartaya, Yogyakarta: Kanisius, 2001.

Groome Thomas H., Sharing Faith : A Comprehensive Approach to Religious

Education and Pastoral Ministry West Broadway : Wipf and Stock Publishers, 1998.

O’Gorman Robert T., The Faith Community dalam Seymour Jack L., Mapping Christian Education : Approaches to Congregational Learning, Nashville : Abingdon Press, 1997.

Mangunwijaya Y. B., Beberapa gagasan tentang SD bagi 20 Juta Anak dari

Keluarga Kurang Mampu dalam Sumaji dkk, Pendidikan Sains yang Humanistis :

Persembahan 72 tahun Pater J. I. G. M. Drost, S.J., (Yogyakarta: Kanisius & Universitas

Sanata Dharma, 1998) h. 18.

(22)

22 Sumber Internet :

Situs resmi Pemerintah Kota Bitung,

http://www.bitung.go.id/index__.php?m=tentang_bitung&src=sekilas_bitung,

04-Desember-2014

Pusat Statistik Kota Bitung, http://bitungkota.bps.go.id/index.php?hal=tabel&id=7,

08-Desember-2014

Frangki Noldi Lontaan – Anggota Kelompok Kerja Informasi KPA Sinode GMIM, , https://www.facebook.com/groups/119314634811021/?fref=ts, 04-Desember-2014

Referensi

Dokumen terkait

Lean manufacturing didefinisikan sebagai suatu pendekatan sistemik dan sistematik untuk mengidentifikasi dan menghilangkan pemborosan (waste) atau aktivitas-aktivitas

Berdasarkan penelitian studi komposisi makanan ikan sepat rawa ( Trichogaster tricoptherus ) yang dilakukan di rawa tergenang marindal kecamatan Patumbak, diperoleh

Sesuai dengan tujuan dalam penelitian ini yaitu untuk mengetahui kemampuan pembelajaran inquiry mulai dari merumuskan masalah, memecahkan masalah, dan menyimpulkan

Dengan telah dilegalisasi akta di bawah tangan maka bagi Hakim telah diperoleh kepastian mengenai tanggal dan identitas para pihak yang mengadakan perjanjian tersebut

yang diperoleh dari hasil pengembang Memahami bahwa kritik yang an rasa keadilan individu menjadi dilancarkan oleh madzab yang keadilan yang dapat diterima dan

PROGRAM ALGORITMA CONTOH SEDERHANA.. Probabilitas pindah silang dan probabilitas mutasi bernilai tetap % 7.. Mutasi']); disp(['Jumlah maksimum individu yang dievaluasi adalah

Pembukuan Perusahaan dan anak perusahaan diselenggarakan dalam mata uang Rupiah. Transaksi-transaksi selama tahun berjalan dalam mata uang asing dicatat dengan kurs yang

Bapak Muhammad Hayat, MA selaku penguji II dan Dosen Prodi Sosiologi yang telah menguji dan memberikan ilmu serta bimbingan, arahan, saran dalam penyusunan