• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGENASI OLEH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGENASI OLEH"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN PEMENUHAN

KEBUTUHAN OKSIGENASI

OLEH

I GUSTI NGURAH PUTU JAYA ANTARA

P07120012075

1.2 REGULER

POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR

JURUSAN KEPERAWATAN

(2)

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN PEMENUHAN

KEBUTUHAN OKSIGENASI

A. PENGERTIAN

Oksigenasi merupakan proses penambahan O2 ke dalam system (kimia atau fisika). Oksigen merupakan gas tidak berwarna dan tidak berbau yang sangat dibutuhkan dalam proses metabolisme sel. Pemberian O2 Binasal merupakan pemberian oksigen melalui hidung dengan kanula ganda.

Oksigenasi adalah memberikan aliran gas oksigen (O2) lebih dari 21 % pada tekanan 1 atmosfir sehingga konsentrasi oksigen meningkat dalam tubuh. Oksigenasi juga dapat diartikan sebagai kegiatan memasukkan zat asam (O2) ke dalam paru dengan alat khusus.

Tujuan pemberian oksigenasi:

1. Untuk mempertahankan oksigen yang adekuat pada jaringan 2. Untuk menurunkan kerja paru-paru

3. Untuk menurunkan kerja jantung

Terapi oksigen merupakan salah satu terapi pernafasan dalam mempertahankan oksigenasi. Tujuan dari terapi oksigen adalah untuk memberikan transpor oksigen yang adekuat dalam darah sambil menurunkan upaya bernafas dan mengurangi stress pada miokardium. Beberapa metode pemberian oksigen:

a. Low flow oxygen system

Hanya menyediakan sebagian dari udara inspirasi total pasien. Pada umumnya sistem ini lebih nyaman untuk pasien tetapi pemberiannya bervariasi menurut pola pernafasan pasien.

(3)

Menyediakan udara inspirasi total untuk pasien. Pemberian oksigen dilakukan dengan konsisten, teratur, teliti dan tidak bervariasi dengan pola pernafasan pasien.

NILAI-NILAI NORMAL

Parameter Nilai normal Tidal Volume (TV)

Volume Cadangan Inspirasi (VCI) Volume Cadangan Ekspirasi (VCE) Volume Residu

Kapasitas Inspirasi (KI)

Kapasitas Residu Fungsional (KRF) Kapasitas Vital

Kapasitas Total Paru

500 cc 3000 ml 1100 ml 1200 ml 3500 ml 2300 ml 4600 ml 5800 ml

B. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBUTUHAN OKSIGENASI

Faktor-faktor yang mempengaruhi oksigenasi adalah : 1. Tahap Perkembangan

Saat lahir terjadi perubahan respirasi yang besar yaitu paru-paru yang sebelumnya berisi cairan menjadi berisi udara. Bayi memiliki dada yang kecil dan jalan nafas yang pendek. Bentuk dada bulat pada waktu bayi dan masa kanak-kanak, diameter dari depan ke belakang berkurang dengan proporsi terhadap diameter transversal. Pada orang dewasa thorak

(4)

diasumsikan berbentuk oval. Pada lanjut usia juga terjadi perubahan pada bentuk thorak dan pola napas

2. Lingkungan

Ketinggian, panas, dingin dan polusi mempengaruhi oksigenasi. Makin tinggi daratan, makin rendah PaO2, sehingga makin sedikit O2 yang dapat dihirup individu. Sebagai akibatnya individu pada daerah ketinggian memiliki laju pernapasan dan jantung yang meningkat, juga kedalaman pernapasan yang meningkat.

3. Gaya Hidup

Aktifitas dan latihan fisik meningkatkan laju dan kedalaman pernapasan dan denyut jantung, demikian juga suplay oksigen dalam tubuh. Merokok dan pekerjaan tertentu pada tempat yang berdebu dapat menjadi predisposisi penyakit paru.

4. Status Kesehatan

Pada orang yang sehat sistem kardiovaskuler dan pernapasan dapat menyediakan oksigen yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Akan tetapi penyakit pada sistem kardiovaskuler kadang berakibat pada terganggunya pengiriman oksigen ke sel-sel tubuh. Selain itu penyakit-penyakit pada sistem pernapasan dapat mempunyai efek sebaliknya terhadap oksigen darah. Salah satu contoh kondisi kardiovaskuler yang mempengaruhi oksigen adalah anemia, karena hemoglobin berfungsi membawa oksigen dan karbondioksida maka anemia dapat mempengaruhi transportasi gas-gas tersebut ke dan dari sel.

5. Narkotika

Narkotika seperti morfin dan dapat menurunkan laju dan kedalam pernapasan ketika depresi pusat pernapasan dimedula. Oleh karena itu bila memberikan obat-obat narkotik analgetik, perawat harus memantau laju dan kedalaman pernapasan.

(5)

Fungsi pernapasan dapat terganggu oleh kondisi-kondisi yang dapat mempengarhi pernapasan yaitu :

a. Pergerakan udara ke dalam atau keluar paru

b. Difusi oksigen dan karbondioksida antara alveoli dan kapiler paru

c. Transpor oksigen dan transpor dioksida melalui darah ke dan dari sel jaringan.

Gangguan pada respirasi yaitu hipoksia, perubahan pola napas dan obstruksi sebagian jalan napas. Hipoksia yaitu suatu kondisi ketika ketidakcukupan oksigen di dalam tubuh yang diinspirasi sampai jaringan. Sianosis dapat ditandai dengan warna kebiruan pada kulit, dasar kuku dan membran mukosa yang disebabkan oleh kekurangan kadar oksigen dalam hemoglobin. Oksigenasi yang adekuat sangat penting untuk fungsi serebral. Korteks serebral dapat mentoleransi hipoksia hanya selama 3 - 5 menit sebelum terjadi kerusakan permanen. Wajah orang hipoksia akut biasanya terlihat cemas, lelah dan pucat.

7. Perubahan pola nafas

Pernapasan yang normal dilakukan tanpa usaha dan pernapasan ini sama jaraknya dan sedikit perbedaan kedalamannya. Bernapas yang sulit disebut dyspnoe (sesak). Kadang-kadang terdapat napas cuping hidung karena usaha inspirasi yang meningkat, denyut jantung meningkat. Orthopneo yaitu ketidakmampuan untuk bernapas kecuali pada posisi duduk dan berdiri seperti pada penderita asma.

8. Obstruksi jalan napas

Obstruksi jalan napas lengkap atau sebagaian dapat terjadi di sepanjang saluran pernapasan di sebelah atas atau bawah. Mempertahankan jalan napas yang terbuka merupakan intervensi keperawatan yang kadang-kadang membutuhkan tindakan yang tepat. Onbstruksi sebagian jalan napas ditandai dengan adanya suara mengorok selama inhalasi (inspirasi).

(6)

C. FISIOLOGI PERNAFASAN 1. Struktur Sistem Pernafasan

a. Saluran pernafasan atas

Fungsinya adalah menyaring, menghangatkan dan melembabkan udara yang dihirup. Terdiri dari :hidung, faring, laring, epiglottis

b. Saluran Pernafasan bawah

Fungsi adalah menghangatkan udara, membersihkan mukuosa cilliary, memproduksi surfactant. Terdiri dari : trachea, bronchus, paru.

Pernafasan eksternal mengacu pada keseluruhan proses pertukaran O2 dan CO2 antara lingkungan eksternal, dan sel tubuh. Secara umum, proses ini berlangsung dalam 3 langkah, yaitu:

a. Ventilasi Pulmoner.

Udara bergantian masuk keluar paru-paru melalui proses ventilasi sehingga terjadi proses pertukaran gas antara lingkungan eksternal dan alveolus.

b. Pertukaran gas alveolar.

Setelah oksigen masuk alveolus, proses pernafasan berikutnya adalah difusi oksigen dari alveolus ke pembuluh darah pulmoner. Difusi adalah proses pergerakan molekul dari area berkonsentrasi atau bertekanan tinggi ke area berkonsentrasi atau bertekanan tinggi ke area berkonsentrasi rendah. Proses ini berlangsung di alveolus dan membrane kapiler.

c. Transpor oksigen dan karbondioksida.

Pada proses ini oksigen diangkut dari paru menuju jaringan dan karbondioksida diangkut dari jaringan kembali menuju paru-paru.

(7)

Normalnya, sebagian oksigen (97%) berikatan lemah dengan hemoglobin dan diangkut ke seluruh jaringan dalam bentuk Oksihemoglobin (HbO2), sisanya terlarut dalam plasma. Proses ini dipengaruhi oleh Ventilasi (jumlah O2 yang masuk ke paru) dan perfusi (aliran darah ke paru dan jaringan). Kapasitas dara yang dibawa oksigen dipengaruhi oleh jumlah O2 dalam plasma, jumlah Hemoglobin (Hb), dan ikatan O2 dengan Hb.

• Transpor CO2.

Karbondioksida hasil metabolisme terus menerus diankut menuju paru-paru melalui 3 cara: sebagian besar karbondioksida (70%) diangkut dalam sel darah merah dalam bentuk bikarbonat (HCO3-), sebanyak 23% karbondioksida berikatan dengan hemoglobin membentuk karbaminohemoglobin (HbCO2), Sebanyak 7% diangkut dalam bentuk larutan di dalam plasma dalam bentuk asam karbonat.

Pernafasan internal atau pernafasan jaringan mengacu pada proses metabolisme intrasel yang berlangsung dalam mitrokondria, yang menggunakan O2 dan menhasilkan CO2 selama proses penyerapan energi molekul nutrient. Pada proses ini darah yang banyak mengandung oksigen dibawa ke seluruh tubuh hingga mencapai kapiler sistemik. Selanjutnya terjadi pertukaran O2 dan CO2 antara kapiler sistemik dan sel jaringan. Seperti dari kapiler paru, pertukaran ini juga melalui proses difusi pasif mengikuti penurunan gradient tekanan parsial.

D. MASALAH YANG BERHUBUNGAN DENGAN FUNGSI RESPIRASI

1. Hypoxia

Merupakan kondisi ketidakcukupan oksigen dalam tubuh, dari gas yang diinspirasi ke jaringan.

Penyebab terjadinya hipoksia : a. gangguan pernafasan b. gangguan peredaran darah

(8)

c. gangguan sistem metabolism

d. gangguan permeabilitas jaringan untuk mengikat oksigen (nekrose).

2. Hyperventilasi

Jumlah udara dalam paru berlebihan. Sering disebut hyperventilasi elveoli, sebab jumlah udara dalam alveoli melebihi kebutuhan tubuh, yang berarti bahwa CO2 yang dieliminasi lebih dari yang diproduksi → menyebabkan peningkatan rata – rata dan kedalaman pernafasan.

Tanda dan gejala : a. pusing b. nyeri kepala c. henti jantung d. koma e. Ketidakseimbangan elektrolit 3. Hypoventilasi

Ketidak cukupan ventilasi alveoli (ventilasi tidak mencukupi kebutuhan tubuh), sehingga CO2 dipertahankan dalam aliran darah. Hypoventilasi dapat terjadi sebagai akibat dari kollaps alveoli, obstruksi jalan nafas, atau efek samping dari beberapa obat.

Tanda dan gejala: a. napas pendek b. nyeri dada

c. sakit kepala ringan

d. pusing dan penglihatan kabur

4. Cheyne Stokes

Bertambah dan berkurangnya ritme respirasi, dari perafasan yang sangat dalam, lambat dan akhirnya diikuti periode apnea, gagal jantung kongestif, dan overdosis obat. Terjadi dalam keadaan dalam fisiologis maupun pathologis.

Fisiologis :

a. orang yang berada ketinggian 12000-15000 kaki b. pada anak-anak yang sedang tidur

(9)

Pathologis : a. gagal jantung

b. pada pasien uraemi ( kadar ureum dalam darah lebih dari 40mg%)

5. Kussmaul’s ( hyperventilasi)

Peningkatan kecepatan dan kedalaman nafas biasanya lebih dari 20 x per menit. Dijumpai pada asidosisi metabolik, dan gagal ginjal.

6. Apneu

Henti nafas , pada gangguan sistem saraf pusat 7. Biot’s

Nafas dangkal, mungkin dijumpai pada orang sehat dan klien dengan gangguan sistem saraf pusat. Normalnya bernafas hanya membutuhkan sedikit usaha. Kesulitan bernafas disebut dyspnea.

E. PEMERIKSAAN DIAGNOSIS PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN

SISTEM PERNAPASAN.

1. Metode Morfologis a. Radiologi

Parenkim paru yang berisi udara memberikan resistensi yang kecil terhadap jalannya sinar X sehingga memberi bayangan yang sangat memancar. Bagian padat udara akan memberikan udara bayangan yang lebih padat karena sulit ditembus sinar X. benda yang padat member kesan warna lebih putih dari bagian berbentuk udara.

b. Bronkoskopi

Merupakan teknik yang memungkinkan visualisasi langsung trachea dan cabang utamanya. Biasanya digunakan untuk memastikan karsinoma bronkogenik, atau untuk membuang benda asing. Setelah tindakan ini pasien tidak bolelh makan atau minum selama 2 -3 jam sampai tikmbul reflex muntah. Jika tidak, pasien mungki9n akan mengalami aspirasi ke dalam cabanga trakeobronkeal.

c. Pemeriksaan Biopsi

Manfaat biopsy paru –paru terutama berkaitan dengan penyakit paru yang bersifat menyebar yang tidak dapat didiagnosis dengan cara lain.

(10)

d. Pemerikasaan Sputum

Bersifat mikroskopik dan penting untuk mendiagnosis etiologi berbagai penyakit pernapasan. Dapat digunakan untuk menjelaskan organisme penyebab penyakit berbagai pneumonia, bacterial, tuberkulosa, serta jamur. Pemeriksaan sitologi eksploitatif pada sputum membantu proses diagnosis karsinoma paru. Waktu yang baik untuk pengumpulan sputum adalah pagi hari bangun tidur karena sekresi abnormal bronkus cenderung berkumpul waktu tidur.

2. Metode Fisiologis

Tes fungsi paru menggunakan spirometer akan menghasilkan:

a. Volume Alun Napas (Tidal Volume – TV), yaitu volume udara yang keluar masuk paru pada keadaan istirahat (±500ml).

b. Volume Cadangan Inspirasi (Inspiration Reserve Volume – IRV), yaitu volume udara yang masih dapat masuk paru pada inspirasi maksimal setelah inspirasi secara biasa. L = ±3300 ml, P = ±1900 ml.

c. Volume Cadangan Ekspirasi (Ekspirasi Reserve Volume – ERV), yaitu jumlah udara yang dapat dikeluarkan secara aktif dari paru melalui kontraksi otot ekspirasi setelah ekspirasi biasa. L = ± 1000 ml, P = ± 700 ml.

d. Volume Residu (Residu Volume – RV), yaitu udara yang masih tersisa dlam paru setelah ekpsirasi maksimal. L = ± 1200 ml, P = ±1100 ml. Kapasitas pulmonal sebagai hasil penjumnlahan dua jenis volume atau lebih dalam satu kesatuan.

e. Kapasitas Inspirasi (Inspiration Capacity – IC), yaitu jumlah udara yang dapat dimasukkan ke dalam paru setelah akhir ekspirasi biasa (IC = IRV + TV)

f. Kapasitas Residu Fungsional (Fungtional Residual Capacity – FRC), yaitu jumlah udara paru pada akhir respirasi biasa (FRC = ERV + RV)

g. Kapasitas Vital (Vital Capacity – VC), yaitu volume udara maksimal yang dapat masuk dan keluar paru selama satu siklus pernapasan yaitu setelah inspirasi dan ekspirasi maksimal (VC = IRV + TV + ERV)

(11)

Kapasitas Paru – paru Total (Total Lung Capacity – TLC), yaitu jumalh udara maksimal yang masih ada di paru – paru (TLC = VC + RV). L = ± 6000 ml, P = ± 4200 ml.

h. Ruang Rugi (Anatomical Dead Space), yaitu area disepanjang saluran napas yangvtidak terlibat proses pertukaran gas (±150 ml). L = ± 500 ml.

i. Frekuensi napas (f), yaitu jumalh pernapsan yang dilakukan permenit (±15 x/menit). Secara umum, volume dan kapasitas paru akan menurun bila seseorang berbaring dan meningkat saat berdiri. Menurun karena isi perut menekan ke atas atau ke diafragma, sedangkan volume udara paru menungkat sehingga ruangan yang diisi udara berkurang.

j. Analisis Gas Darah (Analysis Blood Gasses – ABGs). Sampel darah yang digunakan adalah arteri radialis (mudah diambil).

F. MANIFESTASI KLINIS

1. Bunyi nafas tambahan ( misalnya ronki basah halus, ronki basah kasar ) 2. Perubahan pada irama dan frekuensi pernafasan

3. Batuk tidak ada atau tidak efektif 4. Sianosis

5. Kesulitan untuk bersuara 6. Penurunan bunyi nafas 7. Ortopnea

8. Sputum

G. FOKUS PENGKAJIAN

1. Riwayat Keperawatan

(12)

• Pernah mengalami perubahan pola perrnafasan • Pernah mengalami batuk dengan sputum • Pernah mengalami nyeri dada

• Aktivitas apa saja yang menyebabkan terjadinya gejala2 diatas b. Riwayat penyakit pernafasan

• Apakah sering mengalami ISPA, alergi, batuk, asma, TBC • Bagaimana frekuensi setiap kejadian

c. Gaya Hidup

• Merokok, keluarga perokok, lingkungan kerja dengan perokok

2. Pemeriksaan Fisik

a. Mata: konjungtiva pucat (karena anemis), konjungtiva sianosis (karena hipoksia)

b. Kulit: sianosis perifer, penurunan turgor

c. Mulut dan bibir: membrane mukosa sianosis, bernafas dengan mengerutkan mulut

d. Dada

• Retraksi otot bantu pernafasan (karena peningkatan aktivitas pernafasan, dispnea, atau obstruksi jalan pernafsan)

• Pergerakan tidak simetris antara dada kiri dan dada kanan

• Traktil fremitus, thrills (getaran pada dada karena udara/suara melewati saluran/rongga pernafasan)

(13)

• Suara nafas tidak normal • Bunyi perkusi ( resonansi e. Pola pernafasan

• pernafasan normal • pernafasan cepat • pernafasan lambat

H. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa keperawatan yang lazim terjadi pada pasien dengan gangguan pemenuhan kebutuhan oksigenasi diantaranya adalah :

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi jalan nafas ditandai dengan spasme jalan nafas, sekresi tertahan, penumpukan sekret/ banyaknya mukus,adanya benda asing dijalan nafas.

2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi, hipoventilasi, Kelelahan

3. Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi, perubahan membran kapiler alveolar.

I. INTERVENSI KEPERAWATAN

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi jalan nafas ditandai dengan spasme jalan nafas, sekresi tertahan, penumpukan sekret, adanya benda asing dijalan nafas.

 Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan masalah bersihan jalan nafas tidak efektif teratasi, dengan

(14)

 Kriteria hasil: mendemonstrasikan batuk efektif, dan suara nafas bersih, tidak ada sianosis dan dispnea, menunjukan jalan nafas yang paten.

 Intervensi:

• Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi misal: semifowler.

• Lakukan fisioterapi dada jika perlu

• Keluarkan sekret dengan batuk atau suction

• Auskultasi suara nafas dan catat adanya suara nafas tambahan misal ronkhi

• Berikan bronkodilator bila perlu • Kolaborasi dalam pemberian terapi 02.

2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi, hipoventilasi, kelelahan.

 Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien menunjukan keefektifan pola nafas , dengan

 Kriteria hasil: Suara nafas bersih, tidak ada siaonsis, dispnea,

menunjukan jalan nafas yang paten (tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal) dan TTV dalam rentang normal

 Intervensi:

• Monitor vital sign

• Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi • Lakukan fisioterapi dada jika perlu

(15)

• Auskultasi suara nafas dan catat adanya suara nafas tambahan

• Pertahankan jalan nafas yang paten

• Observasi adanya tanda-tanda hipoventilasi • Berikan bronkodilator bila perlu

• Kolaborasi dalam pemberian terapi 02

3. Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi, perubahan membran kapiler alveolar.

 Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan masalah keperawatan gangguan pertukaran gas teratasi dengan

 Kriteria hasil: mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat, suara nafas bersih, tidak ada sianosis dan dispneu, TTV dalam rentang normal

 Intervensi:

• Beri posisi ventilasi maksimal.

• Keluarkan sekret dengan batuk atau section

• Auskultasi suara nafas, dan catat adanya suara nafas tambahan

• Monotor pola nafas bradipnea, takipnea, • Monitor TTV, AGD

• Observasi sianosis

(16)

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 10. 2007. Jakarta : EGC

International, NANDA.Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. 2013. Jakarta : EGC

Referensi

Dokumen terkait

nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi mucus yang kental, kelemahan upaya batuk ditandai dengan suara nafas ronki, terdapat sputum saat pasien batuk.

Intervensi dan Implementasi yang sudah dilakukan salah satunya yaitu mengajarkan batuk efektif, latihan nafas dalam, mendiskusikan tingkat pemahaman pasien dan

Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan Penumpukan Sputum ditandai dengan Pasien mengatakan sesak nafas, Pasien mengatakan batuk berdahak, Tidak ada sianosis,

Pada klien 1 (Sdr.A/23 tahun) intervensi yang di lakukan, memberikan posisi semi fowler, menganjurkan latihan nafas dalam dan batuk efektif, sedangkan kolaborasi

Status : Ventilatory  Vital Sign Kriteria Hasil :  Mendemonstrasika n batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu

Pada klien 1 (Sdr.A/23 tahun) intervensi yang di lakukan, memberikan posisi semi fowler, menganjurkan latihan nafas dalam dan batuk efektif, sedangkan kolaborasi

Hasil studi menunjukan bahwa pengelolaan asuhan keperawatan pada pasien anak asma dalam pemenuhan kebutuhan oksigenasi dengan masalah keperawatan pola nafas tidak efektif yang dilakukan

Diagnosa keperawatan prioritas yaitu bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang tertahan D.0001 Intervensi keperawatan berdasarkan SIKI 2018 yaitu