• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implementasi Lean Manufacturing di PT. X, Pasuruan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Implementasi Lean Manufacturing di PT. X, Pasuruan"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Abstrak— PT. X merupakan sebuah perusahaan yang bergerak dibidang manufaktur rubber hose (selang karet). Sebagai sebuah perusahaan yang ingin terus berkembang, maka salah satu usaha yang dapat dilakukan PT. X adalah dengan meningkatkan kualitasnya. Dimana kualitas produk yang baik akan membuat perusahaan dapat memenangkan kompetisi dalam hal menarik pelanggan dan dapat mendapatkan kepercayaan dari pelanggan. Berdasarkan fakta tersebut maka dilakukanlah penelitian ini dengan tujuan untuk mengimplementasikan Lean Manufacturing untuk meningkatkan kualitas. Salah satu hal yang menyebabkan kualitas produk yang dihasilkan oleh PT. X kurang baik adalah Waste. Berdasarkan Big Picture Mapping diperoleh beberapa Non Value Adding Activity yang merupakan indikasi dari Waste. Dimana dari tiap waste tersebut dihitung Cost of Poor Qualitynya. Dari penelitian didapatkan Waste yang paling berpengaruh terhadap kualitas adalah Waste dengan kategori defect, overproduction, waiting, dan excessive processing. Dari RCA didapat penyebab utama dari tiap kategori waste yaitu kelalaian direct labor dan indirect labor serta tidak adanya penjadwalan maintenance mata pisau alat pemotong. Dari FMEA diperoleh alternatif kebijakan perbaikan dan berdasarkan konsep Value Based Management diperoleh kebijakan yang sesuai untuk diaplikasikan perusahaan untuk meningkatkan kualitas dengan value sebesar 2,71 dan performansi sebesar 27,01 dengan biaya penerapan sebesar Rp 52.292.456,00.

Kata Kunci: Kualitas, Lean Manufacturing, Waste, Big Picture Mapping, RCA, Cost of Poor Quality, FMEA, Value Based Management.

PENDAHULUAN

Saat ini kebutuhan akan produk yang berkualitas sangatlah penting, oleh karena itu diperlukan peningkatan kualitas terhadap produk yang akan diproduksi. Setiap perusahaan dituntut untuk dapat menghasilkan produk yang berkualitas secara konsisten agar dapat memenuhi kebutuhan pelanggan. Kualitas produk yang baik akan membuat perusahaan dapat memenangkan kompetisi dalam hal menarik pelanggan dan mendapat kepercayaan dari pelanggan. Dengan variabilitas output yang rendah maka perusahaan dapat menghasilkan kualitas produk yang baik secara konsisten sehingga kedepannya perusahaan dapat menentukan standar tingkat kualitas yang dapat memenuhi kebutuhan pelanggan.

PT. X yang berlokasi di Pasuruan, Jawa Timur adalah sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang rubber hoses manufacturing. Produk yang dihasilkan oleh PT. X adalah rubber hoses (selang karet). Selang karet yang dihasilkan oleh PT X disesuaikan dengan permintaan konsumen (job shop) sehingga produksinya make to order. Berdasarkan kegiatan quality control yang dilakukan di perusahaan, ternyata masih banyak produk-produk yang kurang sesuai dengan keinginan pelanggan buktinya dari hasil amatan masih ada produk yang salah satu spesifikasinya tidak memenuhi keinginan pelanggan. Salah satu kejadian yang ditemukan yaitu adanya komplain dari pelanggan akibat spesifikasi yang diminta tidak sesuai dengan yang diminta, tekanan yang diminta yaitu 150 psi tetapi selang pada tekanan 50 psi sudah bocor.

PT. X memberikan target pada bagian produksi untuk memproduksi dengan jumlah defect kurang dari 3%, akan tetapi terkadang target tersebut tidak dapat dipenuhi oleh bagian produksi. Berdasarkan dari data produksi pada sepanjang tahun 2011 didapatkan nilai pencapaian defect adalah sebesar kurang lebih 5%. Ketika nilai defect tersebut dikonversi kedalam nilai cost of poor quality (COPQ) , didapatkan nilai COPQ nya mendekati 30%. Hal tersebut tentu saja akan membebani perusahaan karena tentu saja perusahaan akan mengeluarkan biaya lebih untuk defect tersebut. Pencapaian defect sebesar kurang lebih 5% ini bila dibandingkan dengan perusahaan sejenis dapat dikatakan diatas rata-rata, karena pada perusahaan kompetitor pencapaian defect rata-ratanya hanya mencapai 3%. Kemudian ditemukan indikasi waste lain berupa terdapat overproduction sebesar kurang lebih 10% , dimana indikasi waste dengan kategori overproduction ini dapat mempengaruhi kepada kualitas produk dikarenakan ketika terdapat overproduction maka produk yang berlebih tersebut akan disimpan, pada waktu penyimpanan tersebut dapat terjadi kerusakan pada produk sehingga dapat mempengaruhi kualitas dari produk yang dihasilkan. Terdapat pula rework pada produk jadi sebesar kurang lebih 7%.Rework dilakukan ketika terdapat produk cacat yang masih diperbaiki, conntohnya adalah seperti terdapat cacat pada bagian ujung rubber hose sehingga dilakukan pemotongan pada ujung rubber hose. Indikasi waste dengan kategori rework ini cukup erat kaitannya dengan kualitas, dimana ketika terjadi rework maka mengindikasikan bahwa kualitas dari produk yang dihasilkan belum sesuai dengan spesifikasi yang diharapkan.

Implementasi Lean Manufacturing di PT. X,

Pasuruan

Askari M. F. dan H. Hari Supriyanto

Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)

Kampus ITS Sukolilo, Surabaya 60111

(2)

Berdasarkan fakta dilapangan tersebut dapat dilihat terjadi berbagai macam waste dalam proses produksinya. Banyak hal yang perlu diperhitungkan dalam menjaga stabilitas perusahaan dalam menanggapi permintaan pasar yang tidak menentu. Ketidakpastian faktor eksternal yang cukup tinggi menyebabkan perusahaan perlu melakukan kontrol yang baik dari internal perusahaan.

Peningkatan kualitas disini sangat dibutuhkan, oleh karena itu segala macam waste yang terdapat pada proses produksi di PT. X semaksimal mungkin harus dikurangi atau bila memungkinkan harus dieliminasi. Berbagai macam waste tersebut tentu saja akan sangat merugikan baik bagi perusahaan maupun customer, karena dengan adanya waste tersebut, customer harus menanggung seluruh biaya ketidak-efisiensian tersebut. Sedangkan untuk perusahaan, berbagai macam waste tersebut dapat menyebabkan kualitas dari produk yang dihasilkan tidak memenuhi keinginan customer dan meningkatkan harga jual dari produk yang dihasilkan tersebut, dimana hal tersebut dapat menurunkan kepercayaan dari customer mengenai produk yang dihasilkan sekaligus dapat menurunkan tingkat kompetitif dari perusahaan.

Oleh karena itu pada penelitian tugas akhir ini menggunakan konsep lean manufacturing yang betujuan untuk meningkatkan kualitas produk yang sesuai dengan keinginan konsumen. Dimana konsep lean manufacturing adalah mengurangi atau mengeliminasi seluruh aktivitas-aktivas yang non value added terhadap customer (Foster, 2004). Keuntungan yang akan diperoleh dari penerapan lean manufacturing ini adalah menurunkan biaya produksi, meningkatkan kualitas, dan memendekkan lead times (Tinoco, 2004).

I. METODEPENELITIAN

A. Lean Manufacturing

Lean manufacturing

didefinisikan sebagai suatu

pendekatan

sistemik

dan

sistematik

untuk

mengidentifikasi dan menghilangkan pemborosan

(waste) atau aktivitas-aktivitas yang tidak bernilai

tambah (non-value added activities) melalui

peningkatan terus-menerus radikal (radical continuous

improvement

) dengan cara mengalirkan produk

(material, work in process, produk akhir) dan informasi

menggunakan sistem tarik (pull system) dari pelanggan

internal dan eksternal untuk mengejar keunggulan dan

kesempurnaan berupa produk-produk berkualitas

superior yang diproduksi dengan cara-cara paling efisien

untuk memperoleh biaya minimum dan diserahkan tepat

waktu kepada pelanggan dari produk itu.

Lean adalah suatu filosofi bisnis, bukan hanya

teknik-teknik atau alat-alat. Lean berarti mengerjakan

sesuatu dengan cara sederhana dan seefisien mungkin,

namun tetap memberikan kualitas superior dan

pelayanan yang sangat cepat kepada pelanggan.

Manajemen organisasi perlu menyerap pemikiran Lean

agar menjadi Lean. Hal itu perlu menanamkan dalam

bentuk kultur, ukuran-ukuran, kebijakan-kebijakan,

prosedur-prosedur dan pada akhirnya adalah alat-alat

atau teknik-teknik Lean.

Seperti yang terlihat pada Gambar 2.2 yang memperlihatkan bahwa sistem manajemen Toyota bertujuan untuk mencapai QCD (Quality, Cost, Delivery) dengan memperpendek aliran produksi dan eliminasi pemborosan. Sistem produksi Toyota dibangun oleh tiga pilar utama yaitu Just in Time (The right part at the right time in the right amount); Sumber Daya Manusia yang bermotivasi, berkemampuan, dan memiliki fleksibilitas yang tinggi; dan JIDOKA (Built-in Quality) atau Pengendalian Kualitas. Landasan yang harus dibangun adalah stabilitas operasional melalui standardisasi kerja, menghasilkan produk yang berkualitas tingi dan proses tanpa pemborosan, mendelegasikan tanggung jawab pemeliharaan peralatan dan mesin kepada operator, dan melibatkan pemasok dalam supply chain.

Terdapat lima prinsip dasar Lean, yaitu:

1. Mengidentifikasikan nilai produk (barang/jasa)

berdasarkan perspektif pelanggan, dimana

pelanggan menginginkan produk (barang/jasa)

berkualitas superior, dengan harga yang

kompetitif pada pelayanan yang tepat waktu.

2. Mengidentifikasikan value stream process

mapping (pemetaan proses pada value stream)

untuk setiap produk (barang/jasa).

3. Menghilangkan pemborosan yang tidak

bernilai tambah dari semua aktivitas sepanjang

proses value stream.

4. Mengorganisasikan agar material, informasi,

dan produk itu mengalir secara lancar dan

efisien sepanjang proses value stream

menggunakan system tarik (pull system).

5. Mencari terus menerus berbagai teknik dan

alat-alat

peningkatan

untuk

mencapai

keunggulan dan peningkatan terus-menerus.

B. Big Picture Mapping

Big Picture Mapping merupakan sebuah tool yang diadopsi dari sistem produksi Toyota. Big Picture Mapping digunakan untuk menggambarkan sistem secara keseluruhan beserta value stream yang terdapat pada perusahaan. Big picture mapping diperlukan sebagai tahap awal sebelum memulai detailed mapping terhadap beberapa core process perusahaan untuk memberikan pemahaman mengenai sistem pemenuhan order secara keseluruhan beserta aliran nilai (aliran informasi dan fisik), mengetahui dimana terjadinya waste, serta lead time yang dibutuhkan pada tiap proses yang berada di sistem tersebut. Waktu standar untuk tiap proses produksi komponen produk diperlukan sebagai dasar untuk melakukan identifikasi awal waste dilihat dari penyimpangan lead time yang berlebih. Dari tool ini, berfungsi juga untuk mengidentifikasi dimana terdapat waste, serta mengetahui keterkaitan antara aliran informasi dan aliran material (Hines dan Taylor, 2000). Peta ini dibuat untuk suatu produk atau pelanggan tertentu yang sudah diidentifikasikan sebelumnya.

(3)

Untuk melakukan pemetaan terhadap aliran informasi dan material atau produk secara fisik, langkah-langkah yang harus dilakukan adalah sebagai berikut:

a. Mengidentifikasi jenis dan jumlah produk yang diinginkan customer,timing munculnya kebutuhan akan produk tersebut, kapasitas dan frekuensi pengirimannya, pengemasannya, serta jumlah persediaan yang disimpan untuk keperluan customer. b. Selanjutnya menggambarkan aliran informasi dari

customer ke supplier yang berisi antara lain: peramalan dan informasi pembatalan supply oleh customer, orang atau departemen yang memberi informasi ke perusahaan, berapa lama informasi muncul sampai diproses, informasi apa yang disampaikan kepada supplier serta pesanan yang disyaratkan.

c. Menggambarkan aliran fisik yang berupa aliran material atau produk dalam perusahaan, waktu yang diperlukan, titik terjadinya inventory dan inspeksi, putaran rework, waktu siklus tiap titik, berapa banyak produk dibuat dan dipindah ditiap titik, waktu penyelesaian tiap operasi, berapa jam perhari tiap stasiun kerja beroperasi, berapa banyak produk yang diperiksa di tiap titik, berapa banyak orang yang bekerja di tiap stasiun kerja, waktu berpindah di tiap stasiun, dimana inventory diadakan dan berapa banyak, serta titik bottleneck yang terjadi.

d. Menghubungkan aliran informasi dan fisik dengan anak panah yang dapat berisi informasi jadwal yang diguna-kan, instruksi pengiriman, kapan dan dimana biasanya terjadi masalah dalam aliran fisik.

e. Melengkapi peta atau gambar aliran informasi dan fisik, dilakukan dengan menambahkan lead time dan value adding time di bawah gambar yang dibuat. C. Cost of Poor Quality

Cost of poor quality (COPQ)adalah seluruh biaya yang dikeluarkan untuk membantu para pekerja melakukan pekerjaannya dengan benar setiap waktu, biaya yang dikeluarkan untuk menentukan apakah output yang dihasilkan diterima atau tidak, dan seluruh biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan dan kustomer karena output yang dihasilkan tidak memenuhi spesifikasi atau ekspektasi kustomer.

COPQ menyediakan tool yang sangat berguna untuk merubah cara dari pihak manajemen dan para pekerja berpikir mengenai error.

D. Root Cause Analysis

Root Cause Analysis merupakan sebuah metode evaluasi terstruktur untuk mengidentifikasi akar penyebab (root cause) suatu kejadian yang tidak diharapkan (undesired outcome) dan langkah-langkah yang diperlukan untuk mencegah terulangnya kembali kejadian yang tidak diharapkan (undesired outcome). Untuk membuat suatu root cause analysis, bisa dilakukan dengan menggunakan 5 Why(Arthur, 2011). Setelah mengetahui root cause dari permasalahan, dilakukan analisa selanjutnya untuk mengetahui penyebab kritis. Hasil dari RCA dapat pula dianalisis lebih lanjut dengan menggunakan tools FMEA (Failure Mode and Effect Analysis).

E. Failure Mode and Effect Analysis

FMEA (Failure Mode and Effect Analysis) merupakan sebuah pendekatan sistematik yang bertujuan untuk mengetahui dan mengevaluasi kegagalan potensial dari sebuah proses/produk dan efek dari kegagalan tersebut,mengidentifikasi kegiatan yang dapat mengeliminasi atau mengurangi peluang dari kegagalan potensial terjadi. FMEA merupakan sebuah proses pelengkap untuk mendefinisikan desain/proses apa yang harus ada untuk memuaskan pelanggan (DaimlerChrysler Corporation, 2001).

II. HASIL DAN DISKUSI A. Cost of Poor Quality

Berdasarkan data hasil perhitungan cost of poor quality dari tiap waste yang terdapat pada proses produksi perusahaan, didapatkan cost of poor quality untuk waste defect sebesar Rp 39.100.000,00, untuk waste overproduction sebesar Rp 24.050.000,00, untuk waste waiting sebesar Rp 11.270.000,00 , untuk waste inventory sebesar Rp 2.300.000,00 , untuk waste excessive processing sebesar Rp 14.331.100,00 , untuk waste excessive motion sebesar Rp 6.670.000,00 , dan untuk waste underutilized employee Rp 2.530.000,00. Waste yang paling banyak menyerap biaya adalah waste defect, hal ini dikarenakan banyaknya defect yang dihasilkan sehingga menjadi cost of poor quality yang terbesar dari waste yang lain.

B. Waste Yang Berpengaruh

Definisi Waste yang digunakan pada penelitian ini adalah berdasarkan 9 waste yang didefinisikan oleh Vincent Gasperz (2006) yang biasa disingkat dengan E-DOWNTIME yaitu Environmental, Health and Safety (EHS), Defects, Overproduction, Waiting, Not Utilizing Employees Knowledge, Skill and Abilities, Transportation, Inventory, Motion dan Excessive Processsing. Dari 9 kategori waste tersebut diperoleh 4 kategori yang dinilai paling berpengaruh terhadap kualitas, yaitu defect dengan persentase sebesar 39%, overproduction dengan persentase sebesar 24%, excessive processing dengan persentase sebesar 14,3% dan waiting dengan persentase sebesar 11,2%.

C. Root Cause Analysis

Berdasarkan hasil pengolahan data didapat empat kategori waste yang paling berpengaruh terhadap kualitas, yaitu defect, waiting, overproduction, dan excessive processing. Akar penyebab untuk waste kategori defect adalah kelalaian pekerja bagian wrapping dan unwrapping. Untuk akar penyebab waste kategori overproduction adalah kelalaian pekerja bagian PPC. Untuk waste kategori waiting akar penyebabnya adalah tidak ada penjadwalan maintenance spare part mata pisau alat pemotong. Sedangkan untuk akar penyebab waste kategori excessive processing adalah kelalaian pekerja bagian vulkanisasi.

D. Failure Mode and Effect Analysis

Dari pengolahan yang telah dilakukan untuk tiap kategori waste dengan menghitung nilai RPN maka alternatif perbaikan

(4)

dapat dibuat berdasarkan RPN tertinggi tersebut. berikut ini adalah tiap sub waste yang memiliki nilai RPN tertinggi.

Tabel 3.1 sub waste dengan nilai RPN tertinggi

E. Alternatif Kebijakan Perusahaan

Berdasarkan analisa tersebut maka diperoleh alternatif kebijakan perbaikan sebagai berikut.

1. Pengadaan pelatihan pada direct labor (pekerja bagian wrapping, unwrapping dan vulkanisasi)

2. Penjadwalan maintenance mata pisau alat pemotong. 3. Pengadaan pelatihan pada indirect labor (pekerja bagian

PPC)

III. KESIMPULAN/RINGKASAN

1. Alternatif kebijakan perbaikan untuk meningkatkan

kualitas yang dapat dipilih oleh PT.X adalah

sebanyak delapan alternatif kebijakan mulai dari

tidak menerapkan alternatif perbaikan sampai dengan

menerapkan semua alternatif perbaikan yang ada.

2. Kriteria penilaian untuk menilai performansi adalah

sebanya tiga kriteria yaitu efisiensi proses produksi;

tingkat

kualitas

produk;

dan

pemberian

reward/punsihment

dengan bobot masing-masing

kriteria sebesar 66,3%, 25,2%, dan 8,5%.

3. Berdasarkan nilai performansi tertinggi maka

alternatif yang dipilih adalah alternatif 7, alternatif 4

dan alternatif 6 dengan nilai performansi

masing-masing alternatif sebesar 27,01; 24,65; dan 22,84.

4. Berdasarkan biaya terendah maka alternatif yang

dipilih adalah alternatif 2, alternatif 1 dan alternatif 4

dengan biaya masing-masing alternatif sebesar Rp

49.957.456,00; Rp 50.870.656,00; dan Rp

50.957.456,00.

5. Berdasarkan value tertinggi maka alternatif yang

dipilih adalah alternatif 7, alternatif 4 dan alternatif 6

dengan value masing-masing alternatif sebesar 2,71;

2,54; dan 2,34.

6. Kebijakan perbaikan yang sesuai dengan kondisi PT.

X adalah dengan pengadaan pelatihan untuk direct

labor

, penjadwalan maintenance mata pisau alat

potong dan pengadaan pelatihan untuk indirectlabor

(PPC) dengan peningkatan performansi perusahaan

sebesar 284% dan peningkatan value sebesar 271%.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Arthur, J. 2011. Lean Six Sigma Demystified : Hard Stuff Made Easy (2nd Edition), New York: Mc Graw Hill. [2] Brown, Garret D. & O'rourke, Dara. 2007. Lean

Manufacturing Comes to China: A Case Study of its Impact on Workplace Health and Safety. International Journal Occupation Environmental Health.

[3] Chrysler, Daimler. 2004. Process Sign-Off (5th Edition) [4] Chrysler, Daimler. 2001. Potential Failure Mode and

Effect Analysis : Reference Manual (3rd Edition) . [5] Foster, S. Thomas. 2004. Managing Quality : An

Integrative Approach, New Jersey : Prentice Hall. [6] Furterer, Sandra L. 2009. Lean Six Sigma in Service, New

York, CRC Press.

[7] Gaspersz, Vincent. 2007. Lean Six Sigma for

Manufacturing and Service Industries.Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.

[8] Gaspersz, Vincent. 2006. Continuous Cost Reduction Through Lean-Sigma Approach. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

[9] Harrington, H. James. 1991. Business Process Improvement : The Breakthrough Strategy for Total Quality, Producticity, and Competitiveness, New York: Mc Graw Hill.

[10] Hines, P. & Taylor, D. 2000. Going Lean, Cardiff, Lean Enterprise Research Centre.

[11] Hobbs, Dennis P. 2004. Lean Manufacturing

Implementation : A Complete Execution Manual for Any Size Manufacturer. Florida : J. Ross Publishing, Inc. [12] Latino, Robert J. & Latino, Kenneth C. 2002. Root Cause

Analysis : Improving Performance for Bottom-Line Results, New York: CRC Press.

[13] Liker, Jeffrey K. 2004. Becoming Lean: Inside Stories of U.S. Manufacturers. New York : Productivity Press, a division of Kraus Productivity Organization, Ltd. [14] Marudhamuthu, R. & Krishnaswamy, M. 2009. The

Development Of Green Environment Through Lean Implementation In A Garment Industry. ARPN Journal of Engineering and Applied Sciences 6.

[15] Melton, T. 2005. The Benefits of Lean Manufacturing : What Lean Thinking has to Offer the Process Industries. Chemical Engineering Research and Design Journal. [16] Pyzdek, T. & Keller, P. A. 2010. The Six Sigma

Handbook. A Complete Guide for Green Belts, Black

Waste sub waste Effect 1 Effect 2 S Cause O Control D RPN

Rework pada produk penurunan kualitas 5 kelalaian pekerja bagian unwrapping 10 Inspeksi secara visual 3 150 Rework pada produk penurunan kualitas 5 kelalaian pekerja bagian wrapping 10 Inspeksi secara visual 3 150 waiting bagian wrapping menunggu nylon cord tenaga kerja menganggur penurunan kualitas 9 tidak ada penjadwalan maintenance spare part mata pisau 7 perlu dilakukan analisa lebih lanjut 1 63 Over production produksi barang berlebih inefisiensi pada tenaga kerja, waktu dan fasilitas penurunan kualitas produk 5kelalaian bagian PPC 6 perlu dilakukan analisa lebih lanjut 1 30 excessive processing melakukan rework produk cacat inefisiensi pada tenaga kerja, waktu dan fasilitas penurunan kualitas produk 5 kelalaian pekerja bagian vulkanisasi 10 perlu dilakukan analisa lebih lanjut 1 50 defect Selang Bocor

(5)

Belts, and Managers at All Levels. New York: Mc. Graw Hill. Inc.

[17] Qiu, X. & Chen, X. 2009. Evaluate The Environmental Impacts Of Implementing Lean In Production Process Of Manufacturing Industry .Master of Science, Chalmers University Of Technology.

[18] Quality Improvement International. 2001. Six Sigma Metrics, <URL: http://www.sixsigma-qi2.com/six-sigma-metrics.htm>. Diakses tanggal 17 Maret 2012.

[19] Reid, R. & Sanders, Nada R. 2005. Operations Management. New York: John Wiley & Sons, Inc. [20] Six Sigma Tutorial. 2007. Understanding Defect Based

Six Sigma Metrics: DPO, DPMO, PPM, DPU, Yield, <URL: http://sixsigmatutorial.com/defect-based-six-sigma-metrics-dpo-dpmo-ppm-dpu-yield/276/.htm>. Diakses tanggal 17 Maret 2012.

[21] Taylor, David & Brunt, David. 2001. Manufacturing Operations and Supply Chain Management : The Lean Approach. Great Britain : Thomson.

[22] The Rubber Manufacturers Association, Inc. 2005. Hose Handbook.

[23] Tinoco, Juan C. 2004. implementing of Lean Manufacturing. Master of Science, University of Wisconsin-Stout.

Referensi

Dokumen terkait

Walaupun laporkan kepada pengurus anda biasanya ialah cara yang terbaik untuk menyuarakan kemusykilan, sekiranya anda tidak percaya cara itu paling sesuai, anda perlu

Terjadi interaksi antara konsentrasi pelarut dan lama ekstraksi terhadap total padatan terlarut, kadar gula reduksi, kadar beta karoten, dan organoleptik atribut aroma

berlokasi di Kampus Gedong Meneng, FP Unila mengalami perkembangan pesat, sehingga sampai 2007 FP Unila sudah memiliki sembilan jurusan, yaitu Budidaya Pertanian (PS S-1 Agronomi,

Selain mengadakan kegiatan acara tematik di atas, PX Pavilion juga bekerja sama dengan beberapa tenant dalam mengadakan acara program belanja LUCKY DIP yang diberi

Belum lagi, potensi pasar yang terbuka sangat luas sehingga memastikan bahwa hasil panen usaha kita akan bisa kita nikmati tentunya dengan pengelolaan yang benar sesuai prosedur.

Salah satu komponen penting di dalam mesin refrigerasi J-T adalah alat penukar kalor (heat exchanger), berupa koil pipa helical, dimana terjadi transfer kalor di

membutuhkan bahasa internasional, dan itu adalah bahasa Inggris. Kontra : Apakah mereka menggunakan bahasa Inggris? Tidak, mereka tetap menggunakan bahasa

Kedua perlakuan ini merupakan perlakuan dengan hasil terbaik dari perlakuan lainnya pada pengujian pemacuan pertumbuhan yang telah dilaksanakan sebelumnya.Perendaman pertama