• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Asas Pendidikan Seumur Hidup Te

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Hubungan Asas Pendidikan Seumur Hidup Te"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

Hubungan Asas Pendidikan Seumur

Hidup Terhadap Pendidikan Luar

Sekolah

Dibaca 2.012 0 admin 4 tahun ago

Ciri Pendidikan Luar Sekolah dan Implikasi bagi Sekolah Formal.Pendidikan luar sekolah adalah setiap kesempatan dimana terdapat komunikasi yang... Manajemen Pendidikan Nonformal Melalui Kursus Tata Kecantikan di LKPK Purnama Salon Kabupaten Banggai

Out Bound IMADIKLUS, Kerjasama Tim, dan Kebersamaan Anggota (IT 1 BPH IMADIKLUS UM)

Ciri Pendidikan Luar Sekolah dan Implikasi bagi Sekolah Formal.Pendidikan luar sekolah adalah setiap kesempatan dimana terdapat komunikasi yang teratur dan terarah di luar sekolah dan seseorang memperoleh informasi, pengetahuan, latihan maupun bimbingan sesuai dengan usia dan kebutuhan kehidupan, dengan tujuan mengembangkan tingkat ketrampilan, sikap dan nilai-nilai yang memungkinkan baginya menjadi peserta-peserta yang efisien dan efektif dalam lingkungan keluarga, pekerjaan bahkan lingkungan masyarakat dan sekitarnya.

Philip H. Combs, mengungkapkan bahwa pendidikan luar sekolah adalah setiap kegiatan pendidikan yang terorganisir yang diselenggarakan diluar sistem formal, baik tersendiri maupun merupakan bagian dari suatu kegiatan yang luas, yang dimaksudkan untuk memberikan layanan kepada sasaran didik tertentu dalam rangka mencapai tujuan belajar.

(2)

1. Adanya pengorganisasian

2. Adanya programming isi pendidikan 3. Adanya urutan (sequencing) materi

4. Adanya credential sekalipun kurang memegang peranan penting 5. Jangka waktu yang pendek

6. Tujuan spesifik

7. Learning for life not sitting for examination

8. Sasaran/ subjek adalah orangtua, anak tuna sekolah, anak pra sekolah serta anak-anak sekolah bagi hal-hal yang tidak diperolehnya di sekolah formal. Sehubungan dengan adanya sistem pendidikan luar sekolah, sistem sekolah harus mengadakan perubahan baik dalam tujuan maupun fungsinya. Diantara

perubahan tersebut adalah:

1. Sekolah tak lagi bertugas utama memberikan pelajaran yang berupa faktor-faktor dan hafalan kepada murid, melinkan tugas utama sekolah adalah mengajarkan bagaimana siswa belajar.

2. Peran guru bukan hanya sebagai sumber satu-satunya ilmu pengetahuan, namun sebagai partner yang membimbing siswa belajar.

3. Pendidikan luar sekolah menjadi subsistem dari pendidikan dalam arti luas sejajar dengan pendidikan sekolah formal.

4. Sekolah menjadi pusat kegiatan belajar bukan hanya bagi murid-muridnya, namun juga bagi masyarakat sekitar

5. Sekolah harus merupakan sistem yang terbuka, yaitu sekolah hendaknya selalu memberikan kesempatan pada anak setiap saat untuk memperoleh pendidikan. Setiap manusia juga dapat menjadi anak didik, bukan hanya mereka yang terdaftar saja.

http://imadiklus.com/hubungan-asas-pendidikan-seumur-hidup-terhadap-pendidikan-luar-sekolah/

(3)

=-=-=-Pendidikan Luar Sekolah Filed under: Pendidikan — 1 Comment

November 28, 2010

2 Votes

BAHAN AJAR PRESENTASI

“KONSEP DASAR PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH” A. Definisi Pendidikan Luar Sekolah (PLS)

Pendidikan luar sekolah merupakan sistem baru dalam dunia pendidikan yang bentuk dan pelaksanaannya berbeda dengan sistem sekolah yang ada.

Menurut Komunikasi Pembaruan Nasional Pendidikan (KPNP): Pendidikan luar sekolah adalah setiap kesempatan dimana terdapat komunikasi yang teratur dan terarah di luar sekolah dan seseorang memperoleh informasi, pengetahuan, latihan maupun bimbingan sesuai dengan usia dan kebutuhan kehidupan, dengan tujuan mengembangkan tingkat keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang memungkinkan baginya menjadi peserta-peserta yang efisien dan efektif dalam lingkungan keluarga, pekerjaan bahkan lingkungan masyarakat dan negaranya.

PHILLIPS H. COMBS, mengungkapkan bahwa pendidikan luar sekolah adalah setiap kegiatan pendidikan yang terorganisir yang diselenggarakan di luar sistem formal, baik tersendiri maupun merupakan bagian dari suatu kegiatan yang luas, yang dimaksudkan untuk memberikan layanan kepada sasaran didik tertentu dalam rangka mencapai tujuan-tujuan belajar.

Jadi, pendidikan luar sekolah adalah pendidikan dimana setiap kesempatan dimana terdapat komunikasi yang teratur dan terarah diluar sekolah dan seseorang memperoleh informasi,pengetahuan,latihanatau bimbingan sesuai dengan

(4)

B. Latar Belakang

Indonesia memiliki masalah-masalah kependidikan yang memprihatinkan.

Masalah ini terjadi sebelum Indonesia merdeka hingga sekarang. Secara terperinci dapat diungkapkan alasan-alasan timbulnya pendidikan luar sekolah adalah: 1. Aspek Pelestarian Budaya.

Pendidikan yang pertama dan utama adalah pendidikan yang terjadi dan

berlangsung di lingkungan keluarga dimana (melalui berbagai perintah, tindakan dan perkataan) ayah dan ibunya bertindak sebagai pendidik. Dengan demikian pendidikan luar sekolah pada permulaan kehadirannya sangat dipengaruhi oleh pendidikan atau kegiatan yang berlangsung di dalam keluarga. Di dalam keluarga terjadi interaksi antara orang tua dengan anak, atau antar anak dengan anak. Pola-pola transmisi pengetahuan, keterampilan, sikap, nilai dan kebiasaan melalui asuhan, suruhan, larangan dan pembimbingan. Pada dasarnya semua bentuk kegiatan ini menjadi akar untuk tumbuhnya perbuatan mendidik.

Semua bentuk kegiatan yang berlangsung di lingkungan keluarga dilakukan untuk melestarikan dan mewariskan kebudayaan secara turun temurun. Tujuan kegiatan ini adalah untuk memenuhi kebutuhan praktis di masyarakat dan untuk

meneruskan warisan budaya yang meliputi kemampuan, cara kerja dan teknologi yang dimiliki oleh masyarakat dari satu generasi kepada generasi berikutnya. Jadi dalam keluarga pun sebenarnya telah terjadi proses-proses pendidikan, walaupun sistem yang berlaku berbeda dengan sistem pendidikan sekolah. Kegiatan belajar-membelajarkan yang asli inilah yang termasuk ke dalam kategori pendidikan tradisional yang kemudian menjadi pendidikan luar sekolah.

2. Aspek Teoritis.

Salah satu dasar pijakan teoritis keberadaan PLS adalah teori yang diketengahkan Philip H. Cooms (1973:10), tidak satupun lembaga pendidikan: formal, informal maupun nonformal yang mampu secara sendiri-sendiri memenuhi semua

kebutuhan belajar minimum yang esensial. Atas dasar teori di atas dapat

dikemukakan bahwa, keberadaan pendidikan tidak hanya penting bagi segelintir masyarakat tapi mutlak diperlukan keberadaannya bagi masyarakat lemah (yang tidak mampu memasukan anak-anaknya ke lembaga pendidikan sekolah) dalam upaya pemerataan kesempatan belajar, meningkatkan kualitas hasil belajar dan mencapai tujuan pembelajaran yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Uraian di atas cukup untuk dijadikan gambaran bahwa PLS merupakan lembaga pendidikan yang berorientasi kepada bagaimana menempatkan kedudukan, harkat dan

martabat manusia sebagai makhluk yang memiliki kemauan, harapan, cita-cita dan akal pikiran.

3. Dasar Pijakan.

Ada tiga dasar pijakan bagi PLS sehingga memperoleh legitimasi dan berkembang di tengah-tengah masyarakat yaitu: UUD 1945, Undang-Undang RI Nomor 2 tahun 1989 dan peraturan pemerintah RI No.73 tahun 1991 tentang pendidikan luar sekolah. Melalui ketiga dasar di atas dapat dikemukakan bahwa, PLS adalah kumpulan individu yang menghimpun diri dalam kelompok dan memiliki ikatan satu sama lain untuk mengikuti program pendidikan yang diselenggarkan di luar sekolah dalam rangka mencapai tujuan belajar.

(5)

tahun 1989 pasal 9:3 meliputi: pendidikan keluarga, kelompok belajar, kursus dan satuan pendidikan sejenis. Satuan PLS sejenis dapat dibentuk kelompok bermain, penitipan anak, padepokan persilatan dan pondok pesantren tradisional.

4. Aspek Kebutuhan Terhadap Pendidikan.

Kesadaran masyarakat terhadap pendidikan tidak hanya pada masyarakat daerah perkotaan, melainkan masyarakat daerah pedesaan juga semakin meluas.

Kesadaran ini timbul terutama karena perkembangan ekonomi, kemajuan iptek dan perkembangan politik. Kesadaran juga tumbuh pada seseorang yang merasa tertekan akibat kebodohan, keterbelakangan atau kekalahan dari kompetisi

pergaulan dunia yang menghendaki suatu keterampilan dan keahlian tertentu. Atas dasar kesadaran dan kebutuhan inilah sehingga terwujudlah bentuk-bentuk

kegiatan kependidikan baik yang bersifat persekolahan ataupun di luar persekolahan.

5. Keterbatasan Lembaga Pendidikan Sekolah.

Lembaga pendidikan sekolah yang jumlahnya semakin banyak bersifat formal atau resmi yang dibatasi oleh ruang dan waktu serta kurikulum yang baku dan kaku serta berbagai keterbatasan lainnya. Sehingga tidak semua lembaga pendidikan sekolah yang ada di daerah terpencil pun yang mampu memenuhi semua harapan masyarakat setempat, apalagi memenuhi semua harapan masyarakat daerah lain. Akibat dari kekurangan atau keterbatasan itulah yang memungkinkan suatu kegiatan kependidikan yang bersifat informal atau nonformal diselenggarakan, sehingga melalui kedua bentuk pendidikan itu kebutuhan masyarakat dapat terpenuhi.

C. Tujuan

Ada tiga dasar pijakan bagi PLS sehingga memperoleh legitimasi dan berkembang di tengah-tengah masyarakat yaitu:

1. UUD 1945,Undang-Undang RI Nomor 2 tahun 1989 dan peraturan pemerintah RI No.73 tahun1991tentang pendidikan luar sekolah.

Melalui ketiga dasar di atas dapat dikemukakan bahwa, PLS adalah kumpulan individu yang menghimpun dari dalam kelompok dan memiliki ikatan satu sama lain untuk mengikuti program pendidikan yang diselenggarkan di luar sekolah dalam rangka mencapai tujuan belajar. Adapun bentuk-bentuk satuan PLS., sebagaimana diundangkan di dalam UUSPN tahun 1989 pasal 9:3 meliputi: pendidikan keluarga, kelompok belajar, kursus dan satuan pendidikan sejenis. Satuan PLS sejenis dapat dibentuk kelompok bermain, penitipan anak, padepokan persilatan dan pondok pesantren tradisional.

2. Aspek kebutuhan terhadap pendidikan

Kesadaran masyarakat terhadap pendidikan tidak hanya pada masyarakat daerah perkotaan, melainkan masyarakat daerah pedesaan juga semakin meluas.

Kesadaran ini timbul terutama karena perkembangan ekonomi, kemajuan iptek dan perkembangan politik. Kesadaran juga tumbuh pada seseorang yang merasa tertekan akibat kebodohan, keterbelakangan atau kekalahan dari kompetisi

pergaulan dunia yang menghendaki suatu keterampilan dan keahlian tertentu. Atas dasar kesadaran dan kebutuhan inilah sehingga terwujudlah bentuk-bentuk

(6)

persekolahan.

3. Keterbatasan lembaga pendidikan sekolah

Lembaga pendidikan sekolah yang jumlahnya semakin banyak bersifat formal atau resmi yang dibatasi oleh ruang dan waktu serta kurikulum yang baku dan kaku serta berbagai keterbatasan lainnya. Sehingga tidak semua lembaga pendidikan sekolah yang ada di daerah terpencilpun yang mampu memenuhi semua harapan masyarakat setempat, apalagi memenuhi semua harapan masyarakat daerah lain. Akibat dari kekurangan atau keterbatasan itulah yang memungkinkan suatu kegiatan kependidikan yang bersifat informal atau nonformal diselenggarakan, sehingga melalui kedua bentuk pendidikan itu kebutuhan masyarakat dapat terpenuhi.

D. PLS untuk Orang Dewasa Pendidikan ini timbul karena :

1. Orang –orang dewasa tertarik terhadap profesi kerja. 2. Orang dewasa tertarik terhadap keahlian.

Dalam rangka memperoleh pendidikan di atas dapat ditempuh melalui : 1. Kursus- kursus pendek.

2. In service – training. 3. Surat menyurat.

Suatu ilustrasi bahwa untuk :

1. Para petani memperoleh program pemberantasan buta-huruf. 2. Para ibu-ibu memperoleh kesehatan, sanitasi, dan perawatan anak. Lebih lanjut, sesuai dengan rancangan peraturan pemerintah maka sasaran pendidikan luar sekolah dapat meliputi :

1. Ditinjau dari segi sasaran pelayanan, berupa : a). Usia pra-sekolah (0-6 tahun).

Dikota-kota besar terdapat tempat untuk penyelenggaraan pendidikan luar sekolah seperti : tempat penitipan anak dan kelompok sepermainan. Fungsi lembaga ini mempersiapkan anak-anak menjelang mereka pergi ke sekolah (pendidikan formal) sehingga mereka telah terbiasa untuk hidup dalam situasi yang berbeda dengan lingkungan keluarga.

b). Usia pendidikan dasar (7-12 tahun).

Dengan adanya program wajib belajar, maka pendidikan luar sekolah mempunyai peranan untuk ikut menampung pendidikan anak-anak usia tersebut walaupun dengan sistem pendidikan yang berbeda. Usaha ini dilaksanakan dengan

penyelenggaraan program kejar paket A dan kepramukaan yang diselenggarakan secara bersama dan terpadu.

c). Usia pendidikan menengah (13-18 tahun).

Penyelenggaraan pendidikan luar sekolah untuk usia semacam ini diarahkan untuk pengganti pendidikan, sebagai pelengkap dan sebagai penambah program

pendidikan bagi mereka.

d). Usia pendidikan tinggi (19-24 tahun).

(7)

bekerja melalui pemberian berbagai ketrampilan sehingga meeka menjadi tenaga yang produktif, siap kerja dan siap untuk usaha mandiri.

2. Ditinjau dari jenis kelamin

Program ini secara tegas diarahkan pada kaum wanita oleh karena jumlah mereka yang besar dan partisipasinya kurang dalam rangka produktivitas dan efisiensi kerja. Pendidikan luar sekolah dapat membantu mereka melalui program-program PKK, program KB dan lain-lain seperti Program Peningkatan Gizi Keluarga, perawatan bayi, pengetahuan rumah dan penjaggan lingkungan sehat.

3. Berdasarkan lingkungan sosial budaya. Sasaran pendidikan luar sekolah dapat berupa : a). Masyarakat pedesaan.

Masyarakat ini meliputi sebagian besar masyarakat Indonesia dan program diarahkan pada program-program mata pencaharian dan program pendayagunaan sumber-sumber alam.

b). Masyarakat perkotaan .

masyarakat perkotaan yang cepat terkena perkembangan ilmu dan teknologi sehingga masyarakat perlu memperoleh tambahan tersebut melalui pemberian informasi dan kursus-kursus kilat.

c). Masyarakat terpencil.

Ada sementara masyarakat yang tinggal di daerah-daerah terpencil dan terasing dari masyarakat sekitarnya, yang seringkali menyambut demikian lebih maju dari yang lain. Untuk itu masyarakat terpencil perlu ditolong melalui pendidikan luar sekolah yang mereka dapat mengikuti perkembangan dan kemajuan nasional. 4. Berdasarkan kekhususan sasaran pelajaran.

a). Peserta didik yang dapat digolongkan terlantar, seperti anak yatim piatu. b). Peserta didik yang mengalami perkembangan sosial dan emosional seperti anak nakal, korban narkotika dan wanita tuna susila.

c). Peserta yang mengalami cacat mental dan cacat tubuh seperti tuna netra, tuna rungu, tuna mental.

d). Peserta didik yang karena beberapa sebab sosial, tidak dapat mengikuti program pendidikan persekolahan.

5. Berdasarkan pranata.

Dalam pendidikan luar sekolah memiliki pranata yang bermacam-macam seperti : pendidikan keluarga, pendidikan perluasan wawasan desa dan pendidikan

ketrampilan. Oleh karena itu pendidikan luar sekolah meliputi :

a). Pendidikan keluarga, mengembangkan peserta didik untuk ketakwaan kepada Tuhan, nilai moral, pandangan dan sikap hidup, ketrampilan dan kreativitas. b). Pendidikan perluasan wawasan dalam rangka peningkatan kemampuan berpikir, menambah pengetahuan, dan memperluas cakrawala tentang kehidupan berbangsa dan berkeluarga.

c). Pendidikan ketrampilan dalam rangka mengembangkan profesionalisme pekerjaan sehingga dapat menghasilkan barang/jasa guna meningkatkan taraf hidup.

6. Bedasarkan sistem pengajaran.

(8)

luar sekolah meliputi:

a). Kelompok, organisasi, dan lembaga.

b). Mekanisme sosial budaya seperti perlombaan dan pertandingan.

c). Kesenian tradisional, seperti wayang, ludruk, ataupun teknologi modern seperti televisi, radio, film, dan sebagainya.

d). Prasarana dan sarana seperti balai desa, masjid, gereja, sekolah dan alat-alat perlengkapan kerja.

7. Berdasarkan segi pelembagaan program.

Pelembagaan program yang dimaksud keseluruhan proses pengintegrasian antara program pendidikan luar sekolah dan pembangunan masyarakat.

a). Program antar sektoral dan swadaya masyarakat seperti PKK, PKN, dan P2WKSS.

b). Koordinasi perencanaan desa atau pelaksanaa progarm pembangunan. c). Tenaga pengarahn ditingkat pusat, propinsi, kabupaten, kecamatan dan desa. E. Filsafat

Pendidikan Idealisme dan Realisme dalam PLS.

Pendidikan Luar Sekolah (PLS) adalah kegiatan terorganisasi dan sistematis diluar sistem persekolahan yang mapan, dilakukan secara mandiri atau merupakan bagian penting kegiatan yang lebih luas, yang sengaja dilakukan untuk melayani peserta didik tertentu dalam mencapai tujuan belajarnya. Untuk mengefektifkan pencapaian tujuan PLS tersebut maka aliran filsafat pendidikan idealisme dan realisme dapat digunakan sebagai landasar teoretis maupun praktis. Berikut ini akan dikemukakan implikasi filsafat pendidikan idealisme dan realisme dalam penyelenggaraan PLS dalam menetapkan tujuan, kurikulum, metode, serta peran peserta didi dan pendidik.

1. Pendidikan Idealisme dalam PLS

Dengan memperhatikan implikasi filsafat pendidikan realisme maka

penyelenggaraan pendidikan luar sekolah dapat dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut:

Pertama: tujuan program PLS pertama-tama harus difokuskan pada pembentukan karakter atau kepribadian peserta didik. Pada tahap selanjutnya program

pendidikan tertuju kepada pengembangan bakat dan kebaikan sosial. Peserta didik digali potensinya untuk tampil sebagai individu berbakat/berkemampuan yang akan memiliki nilai guna bagi kepentingan masyarakat.

Kedua, kurikulum pendidikan PLS dikembangkan dengan memadukan pendidikan umum dan pendidikan praktis. Kurikulum diarahkan pada upaya pengembangan kemampuan berpikir melalui pendidikan umum. Di samping itu kurikulum juga dikembangkan untuk mempersiapkan keterampilan bekerja untuk keperluan memperoleh mata pencaharian melalui pendidikan praktis.

Ketiga, metode pendidikan dalam program PLS disusun menggunakan metode pendidikan dialektis. Meskipun demikian setiap metode yang dianggap efektif mendorong belajar dapat pula digunakan. Pelaksanaan pendidikan cenderung mengabaikan dasar-dasar fisiologis dalam belajar.

Keempat, peserta didik bebas mengembangkan bakat dan kepribadiannya.

(9)

ilmiah. Oleh karena itu tugas utama tenaga pendidik adalah menciptakan lingkungan yang memungkinkan peserta didik dapat belajar dengan efisien dan efektif.

2. Pendidikan Realisme dalam PLS

Dengan memperhatikan implikasi filsafat pendidikan idealisme maka penyelenggaraan pendidikan luar sekolah dapat dikembangkan dengan memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut:

Pertama, tujuan program pendidikan PLS terfokus agar peserta didik dapat menyesuaikan diri secara tepat dalam hidup. Disamping itu, peserta didik diharapkan dapat melaksanakan tanggung jawab sosial dalam hidup bermasyarakat.

Kedua, kurikulum komprehensif yang berisi semua pengetahuan yang berguna dalam penyesuaian diri dalam hidup dan tanggung jawab sosial. Kurikulum berisi unsur-unsur pendidikan umum untuk mengembangkan kemampuan berpikir dan pendidikan praktis untuk kepentingan bekerja.

Ketiga, semua kegiatan belajar berdasarkan pengalaman baik langsung maupun tidak langsung. Metode mengajar hendaknya bersifat logis, bertahap dan berurutan. Pembiasaan (pengkondisian) merupakan sebuah metode pokok yang dapat dipergunakan dengan baik untuk mencapai tujuan pendidikan.

Keempat, Dalam hubungannnya dengan pengajaran, peranan peserta didik adalah penguasaan pengetahuan yang handal sehingga mampu mengikuti perkembangan Iptek. Dalam hubungannya dengan disiplin, tatacara yang baik sangat penting dalam belajar. Artinya belajar dilakukan secara terpola berdasarkan pada suatu pedoman. Peserta didik perlu mempunyai disiplin mental dan moral untuk setiap tingkat kebaikkan. Peranan pendidik adalah menguasai pengetahuan, keterampilan teknik-teknik pendidikan dengan kewenangan untuk mencapai hasil pendidikan yang dibebankan kepadanya.

F. Perkembangan Konsep dari Pedagogik hingga Andragogik.

Pedagodik merupakan pendekatan belajar yang digunakan untuk peserta didik belum masuk kategori dewasa, sehingga proses belajar betul-betul dilakukan dengan proses mengisi atau memang dianggap belum tahu. Andragogik merupakan pendekatan belajar yang ditujukan untuk orang dewasa, dimana peserta didik dianalogikan sebagai gelas yang tidak lagi kosong, telah memiliki air, bahkan ada yang telah terisi penuh, sehingga proses yang dilakukan lebih kepada sharing, diskusi.

Ilmu pedagogik. Ilmu pedagogik adalah ilmu yang membicarakan masalah atau persoalan-persoalan dalam pendidikan dan kegiatan-kegiatan mendidik, antara lain seperti tujuan pendidikan, alat pendidikan, cara melaksanakan pendidikan, anak didik, pendidik dan sebagainya. Pedagogik termasuk ilmu yang sifatnya teoritis dan praktis. Oleh karena itu pedagogik banyak berhubungan dengan ilmu-ilmu lain seperti: ilmu-ilmu sosial, ilmu-ilmu psikologi, psikologi belajar, metodologi pengajaran, sosiologi, filsafat dan lainya.

(10)

tanggung jawab dalam melaksanakan tugas-tugas sesuai dengan pekerjaan tertentu.

Kompetensi guru dapat dimaknai sebagai kebulatan pengetahuan,keterampilan, dan sikap yang berwujud tindakan cerdas dan penuh tanggungjawab dalam melaksanakan tugas. Undang-undang guru dan dosen No. 14 tahun 2005, dan PP No 19/2005 menyatakan kompetensi guru meliputi kompetensi kepribadian, pedagogik, professional, dan sosial.

Bertitik tolak dari apa yang penulis kemukakan di atas, dengan terdapatnya empat kompetensi guru yang perlu dibahas, dalam hal ini mengingat luasnya cakupan kompetensi tersebut sehingga memakan waktu yang panjang, mengingat singkatnya waktu dan kurang sumber, untuk itu penulis akan menguraikan beberapa kompetensi yang harus dimilik guru antara lain: kompetensi pedagogik dan kompetensi sosial.

a. Kemampuan Mengelola Pembelajaran.

Mulyasa (2006) Secara pedagogik, kompetensi guru-guru dalam mengelola pembelajaran perlu mendapat perhatian yang serius. Hal ini penting karena pendidikan di Indonesia dinyatakan kurang berhasil oleh sebagian masyarakat, dinilai kering dari aspek pedagodik, dan sekolah nampak lebih mekanis sehingga peserta didik cendrung kerdil karena tidak mempunyai dunianya sendiri.

Sehubungan dengan itu guru dituntut untuk memiliki kompetensi yang memadai dalam mengelola pembelajaran. Secara operasional kemampuan mengelola pembelajaran menyangkut tiga fungsi manajerial, yaitu perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian.

1. Perencanaan menyangkut penetapan tujuan, dan kompetensi, serta

memperkirakan cara pencapaiannya. Perencanaan merupakan fungsi sentral dari manajemen pembelajaran dan harus berorientasi kemasa depan. Guru sebagai manajer pembelajaran harus mampu mengambil keputusan yang tepat untuk mengelola berbagai sumber.

2. Pelaksanaan adalah proses yang memberikan kepastian bahwa proses belajar mengajar telah memiliki sumber daya manusia dan sarana prasarana yang diperlukan, sehingga dapat membentuk kompetensi dan mencapai tujuan yang diinginkan.

3. Pengendalian atau evaluasi bertujuan untuk menjamin kinerja yang dicapai sesuai dengan rencana atau tujuan yang telah ditetapkan. Guru diharapkan membimbing dan mengarahkan pengembangan kurikulum dan pembelajaran secara efektif, serta memerlukan pengawasan dalam pelaksanaannya. Guru merupakan seorang manajer dalam pembelajaran, yang bertanggung jawab terhadap perencanaan,pelaksanaan, dan penilaian perubahan atau perbaikan program pembelajaran.

Untuk menjamin efektifitas pengembangan kurikulum dan sistem pembelajaran, guru sebagai pengelola pembelajaran bersama tenaga pendidik lainnya harus menjabarkan isi kurikulum secara lebih rinci dan operasional kedalam program pembelajaran.

(11)

penetapan norma kenaikan kelas, pencatatan kemajuan belajar peserta didik, serta peningkatan perbaikan pembelajaran dan pengisian waktu jam kosong.

Sehubungan dengan itu, kemampuan mengelola pembelajaran sebagaimana telah dikemukan diatas, dapat dianalisis ke dalam beberapa kompetensi yang mencakup pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi dan hasil belajar.

b. Pemahaman terhadap Peserta Didik

Pemahaman terhadap peserta didik merupakan salah satu kompetensi pedagogik yang harus dimiliki guru. Sedikitnya terdapat empat hal yang harus dipahami guru dari peserta didiknya, yaitu tingkat kecerdasan, kreativitas, cacat pisik, dan perkembangan kognitif.

1) Tingkat kecerdasan

Orang yang berjasa menemukan tes intelengensi pertama sekali adalah seorang dokter berkebangsaan Perancis: Alfred Binet dan pembantunya Simon, tes ini pertama sekali diumumkan antara 1908–1911 yang diberi nama skala pengukur kecerdasan. Purwanto (1996) Tes Binet Simon terdiri dari sekumpulan

pertanyaan-pertanyaan yang telah dikelompok-kelompokan menurut umur (untuk anak-anak umur 3–5 tahun) yang tidak berhubungan dengan pelajaran di sekolah, seperti:

a. Mengulang kalimat-kalimat yang pendek atau panjang. b. Mengulang deretan angka-angka

Dengan tes semacam inilah usia kecerdasan seseorang diukur/ditentukan. Dari tes itu ternyata tidak tentu bahwa usia kecerdasan tidak sama dengan usia sebenarnya. Sehingga dengan demikian kita dapat melihat adanya perbedaan-perbedaan I.Q (Inteligentie Quotient) pada tiap-tiap orang/anak.

2) Kreatifitas

Kreativitas bisa dikembangkan dengan penciptaan proses pembelajaran yang memungkinkan peserta didik mengembangkan kreativitasnya. Secara umum guru diharapkan menciptakan kondisi yang baik, yang memungkinkan setiap peserta didik dapat mengembangkan kreativitasnya, antara lain dengan teknik kerja kelompok kecil, penugasan dan mensponsori pelaksanaan proyek. Anak yang kreativ belum tentu pandai, dan sebaliknya.

(12)

3).Kondisi Fisik

Kondisi fisik antara lain berkaitan dengan penglihatan, pendengaran, kemampuan bicara, pincang, dan lumpuh karena kerusakan otak. Terhadap peserta didik yang memiliki kelainan fisik diperlukan sikap dan layanan yang berbeda dalam rangka membantu perkembangan pribadi mereka. Ornstein dan Levine dalam mulyasa (2006) membuat pernyataan sebagai berikut:

Orang yang mengalami hambatan, bagaimanapun hebatnya ketidakmapuan mereka, harus diberikan kebebasan dan pendidikan yang cocok. Penilaian terhadap mereka harus adil dan menyeluruh. Orang tua / wali mereka harus adil, dan boleh memprotes keputusan yang dibuat kepala sekolah. Rencana pendidikan individual, yang meliputi pendidikan jangka panjang, dan jangka pendek harus diberikan, dan meninjau kembali tujuan dan metode yang dipilih Layanan

pendidikan diberikan dalam lingkungan yang terbatas untuk memberikan layanan yang tepat.

4) Pertumbuhan dan Perkembangan Kognitif

Pertumbuhan dan perkembangan dapat diklasifikasikan atas kognitif, psikologis, dan fisik. Pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan struktur dan fungsi karakteristik manusia. Perubahan-perubahan tersebut terjadi dalam kemajuan yang mantap, dan merupakan suatu proses kematangan. Piaget dalam Mulyasa (2006). Terdapat empat tahap perkembangan mental manusia sebagai berikut:

Tahap sensorimotorik (sejak lahir hingga usia dua tahun). Anak mengalami kemajuan dalam operasi-operasi reflek dan belum mampu membedakan apa yang ada disekitarnya hingga ke aktifitas sensorimotorik yang komplek, sehingga terjadi formulasi baru terhadap organisasi pola-pola lingkungan. Tahap praoperasional (2-7 tahun). Pada tahap ini objek-objek dan peristiwa mulai menerima arti secara simbolis. Tahap operasi nyata (7-11 tahun). Anak mulai mengatur data ke dalam hubungan-hubungan logis dan mendapatkan kemudahan dalam manipulasi data dalam situasi pemecahan masalah.

Tahap operasi formal (usia 11 dan seterusnya). Tahap ini ditandai oleh

perkembangan kegiatan-kegiatan operasi berfikir formal dan abstrak. Teori Piaget dalam Mulyasa (2006). Sesuai dengan dengan tugas guru dalam memahami dan menetapkan kegiatan kognitif yang harus ditampilkan pada tahap-tahap fungsi intelektual yang berbeda.

Banyak hal yang menentukan kualitas hasil belajar peserta didik yang secara dikotomi diklasifikasikan atas faktor endogen dan eksogen. Dari dua unsur tersebut lahir salah satu hal yang amat dikenal dalam belajar, yakni kesiapan (readiness), yaitu suatu kemampuan untuk berformasi dalam melaksanakan tugas tertentu sesuai dengan tuntutan situasi yang dihadapi. Sedikitnya terdapat tiga unsur dalam kesiapan tersebut yaitu:

a. Kesiapan fisik, antara lain urat-urat saraf dan otot; b. Kejiwaan, antara lain bebas dari konflik emosional

c. Pengalaman, berhubungan dengan keterampilan-keterampilan yang dipelajari sebelumnya.

(13)

melaksanakan pembelajaran secara efektif. Memahami karakteristik individu sabagaimana diuraikan di atas, dalam pembelajaran peserta didik dapat diklasifikasikan kedalam tiga kelompok yaitu:

a. Kelompok normal

Mengembangkan pemahan tentang prinsip dan praktik aplikasi.

Mengembangkan kemampuan praktik akademik yang berhubungan dengan pekerjaan.

b. Kelompok sedang

Mengembangkan kemahiran berkomunikasi, kemahiran menggali potensi diri, dan aplikasi praktikal.

Mengembangkan kemahiran akademik dan kemahiran praktikal sehubungan dengan perkembangan dunia kerja maupun melanjutkan program pendidikan professional.

c. Kelompok tinggi

Mengembangkan pemahaman tentang prinsip, teori, dan aplikasi

Mengembangkan kemampuan akademik untuk memasuki pendidikan tinggi. Pengelompokan peserta didik ini perlu dijadikan bahan pertimbangan dan diperhatikan dalam menyusun kurikulum dan pengembangan pembelajaran. c. Perancangan pembelajaran

Perancangan pembelajaran merupakan salah satu kompetensi pedagogik yang harus dimiliki guru, yang bermuara pada pelaksanaan pembelajaran. Perancangan pembelajaran sedikitnya mencakup tiga kegiatan, yaitu identifikasi kebutuhan, perumusan kompetensi dasar, dan penyusunan program pembelajaran.

1. Identifikasi Kebutuhan

Kebutuhan merupakan kesenjangan antara apa yang seharusnya dengan kondisi yang sebenarnya, atau sesuatu yang harus dipenuhi untuk mencapai tujuan. Pada tahap ini, sebaiknya guru melibatkan peserta didik untuk mengenali, menyatakan dan merumuskan kebutuhan belajar, sumber-sumber yang tersedia dan hambatan yang mungkin dihadapi dalam kegiatan pembelajaran untuk memenuhi kebutuhan belajar.

Identifikasi kebutuhan bertujuan antara lain untuk melibatkan dan memotivasi peserta didik agar kegiatan belajar dirasakan sebagai bagian dari kehidupan dan mereka merasa memilikinya. Hal ini dapat dilakukan sebagai berikut:

a. Peserta didik didorong untuk menyatakan kebutuhan belajar berupa kompetensi tertentu yang ingin mereka miliki dan diperoleh melalui kegiatan pembelajaran. b. Peserta didik didorong untuk mengenali dan mendayagunakan lingkungan sebagai sumber belajar untuk memenuhi kebututhan belajar.

c. Peserta didik dibantu untuk mengenali dan menyatakan kemungkinan adanya hambatan dalam upaya memenuhi kebutuhan belajar, baik yang datang dari dalam maupun dari luar

Berdasarkan identifikasi terhadap kebutuhan belajar bagi pembentukan

kompetensi peserta didik, baik secara kelompok maupun perorangan, kemudian diidentifikasi sejumlah kompetensi untuk dijadikan bahan pembelajaran.

2. Identifikasi Kompetensi

(14)

Kompetensi yang jelas akan memberi petunjuk yang jelas pula terhadap materi yang harus dipelajari, penetapan metoda dan media pembelajaran, serta memberi petunjuk terhadap penilaian.

Oleh sebab itu setiap kompetensi harus merupakan panduan dari pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak.. dari uraian di atas pembentukan kompetensi melibatkan intelegensi question (IQ), emosional intelegensi (EI), creativity intelegensi (CI), yang secara keseluruhan harus tertuju pada pembentukan spiritual intelegensi (SI). Penilaian pencapaian kompetensi perlu dilakukan secara objektif, berdasarkan kinerja peserta didik, dengan bukti penguasaan mereka terhadap suatu kompetensi sebagai hasil belajar.

3. Penyusunan Program Pembelajaran

Penyusunan program pembelajaran akan bermuara pada rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), sebagai produk program pembelajaran jangka pendek, yang mencakup komponen program kegiatan belajar dan proses pelaksanaan program. Komponen program mencakup kompetensi dasar, materi standar, metode dan teknik, media dan sumber belajar, waktu belajar dan daya dukung lainnya. Rencana pelaksanaan pembelajaran pada hakikatnya merupakan suatui sistem, yang terdiri atas komponen-komponen yang saling berhubungan serta berinteraksi satu sama lain, dan memuat langkah-langkah pelaksanaanya untuk membentuk kompetensi.

d. Pelaksanaan Pembelajaran yang Mendidik dan Dialogis

Mulyasa (2006) kegagalan pelaksanaan pembelajaran sebagian besar disebabkan oleh penerapan metode pendidikan konvensional, anti dialog, proses penjinakan, pewarisan pengetahuan, dan tidak bersumber pada realitas masyarakat.

Pembelajaran pada hakikatnya adalah proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungan, sehingga terjadi perubahan perilaku kearah yang lebih baik. Dalam interaksi tersebut banyak sekali faktor yang mempengaruhinya, baik faktor eksternal maupun faktor internal,

Dalam pembelajaran, tugas guru yang paling utama adalah mengkondisikan lingkungan agar menunjang terjadinya perubahan perilaku pembentukan

kompetensi peserta didik. Umumnya pembelajaran menyangkut tiga hal: pre tes, proses, dan post tes , sebagai berikut:

1. Pre tes (tes awal)

Pre tes memegang peranan penting dalam proses pembelajaran, yang berfungsi antara lain: untuk menyiapkan peserta didik dalam proses belajar, dengan pre tes maka pikiran mereka terfokus pada soal yang harus dikerjakan. Untuk mengetahui kemajuan peserta didik sehubungan dengan proses pembelajaran yang dilakukan, dengan cara membandingkan hasil pre tes dengan post tes. Untuk mengetahui kemampuan awal yang telah dimiliki peserta didik mengenai kompetensi dasar yang akan dijadikan topic dalam proses pembelajaran

2. Proses

Proses adalah sebagai kegiatan ini dari pelaksanaan pembelajaran dan

(15)

baik mental, fisik Maupun sosial.

Kualitas pembelajaran dan pembentukan kompetensi peserta didik dapat dilihat dari segi proses dan hasil. Dari segi proses, pembelajaran dan pembentukan kompetensi dikatakan berhasil dan berkualitas apabila seluruhnya atau setidak-tidaknya sebagian besar (75%) peserta didik terlibat secara fisik, mental, maupun sosial dalam proses pembelajaran disamping menunjukkan gairah belajar yang tinggi, nafsu belajar yang besar dan tumbuhnya rasa percaya diri.

Sedangkan dari segi hasil, proses pembelajaran dan pembentukan kompetensi dan prilaku yang positif pada diri peserta didik seluruhnya setidak-tidaknya sebagian besar (75%). Proses pembelajaran dan pembentukan kompetensi dikatakan berhasil apabila masukan merata, menghasilkan output yang banyak dan bermutu tinggi, serta sesuai dengan kebutuhan, perkembangan masyarakat dan

pembangunan. 3. Post Test

Pada umumnya pelaksanaan pembelajaran diakhiri dengan post test, post test memiliki banyak kegunaan terutama dalam melihat keberhasilan pembelajaran. Fungsi post test antara lain :

– Untuk mengetahui tingkat penguasaan peserta didik terhadap kompetensi yang telah ditentukan, baik secara individu maupun kelompok.

– Untuk mengetahui kompetensi dasar dan tujuan-tujuan yang dapat dikuasai anak didik dan tujuan-tujuan yang belum dikuasai anak didik. Bagi anak yang belum menguasai tujuan pembelajaran perlu diberikan pengulangan (remedial teaching) – Untuk mengetahui peserta didik yang perlu mengikuti kegiatan remedial maupun yang perlu diberikan pengayaan.

– Sebagai bahan acuan untuk melakukan perbaikan proses pembelajaran dan pembentukan kompetensi peserta didik yang telah dilaksanakan.

e. Pemanfaatan Teknologi Pembelajaran

Fasilitas pendidikan pada umunya mencakup sumber belajar, sarana dan prasarana sehingga peningkatan fasilitas pendidikan harus ditekankan pada peningkatan sumber-sumber belajar, baik kuantitas maupun kualitasnya, sejalan dengan perkembangan teknologi pendidikan dewasa ini. Sehubungan dengan itu,

peningkatan fasilitas laboratorium, perpustakaan, atau ruang-ruang belajar khusus seperti ruangan komputer, sanggar seni, ruang audio dan video seyogianya

semakin menjadi faktor-faktor yang diperhatikan dalam peningkatan fasilitas pembelajaran.

Bagaimana mendidik peserta didik adalah mengembangkan potensi

kemanusiaannya, sehingga mampu berbuat sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan, seperti nilai keagamaan, keindahan, ekonomi, pengetahuan, teknologi, sosial dan kecerdasan.

Teknologi pembelajaran merupakan sarana pendukung untuk membantu memudahkan pencapaian tujuan pembelajaran dan pembentukan kompetensi, memudahkan penyajian data, informasi materi pembelajaran, dan variasi budaya. Dalam hal ini guru dituntut untuk memiliki kemampuan mengorganisir,

(16)

pembelajaran dapat dijadikan salah satu indicator standar dan sertifikasi kompetensi guru.

f. Evaluasi Hasil Belajar

Evaluasi hasil belajar dilakukan untuk mengetahui perubahan dan pembentukan kompetensi peserta didik , yang dapat dilakukan dengan penilaian kelas, tes kemampuan dasar penilaian akhir satuan pendidikan dan sertifikasi, serta penilaian program.

1. Penilaian kelas

Penilaian kelas dilakukan dengan ulangan harian, ulangan umum, dan uian akhir. Ulangan harian dilakukan setiap selesai proses pembelajaran dalam satuan bahasan atau kompetensi tertentu. Ulangan umum dilaksanakan setiap akhir semester dengan bahan yang disajikan sebagai berikut.

a. Ulangan umum semester pertama soalnya diambil dari materi semester pertama, b. Ulangan umum semester kedua soalnya merupakan gabungan dari semester pertama dan kedua dengan penekanan pada materi semester kedua.

Ujian akhir dilakukan pada akhir program pendidikan. Bahan-bahan yang diujikan meliputi seluruh materi pembelajaran yang telah diberikan, dengan penekanan pada bahan-bahan yang diberikan pada kelas tinggi. Penilaian kelas dilakukan oleh guru untuk mengetahui kemajuan dan hasil belajar peserta didik, memberikan umpan balik, mempengaruhi proses pembelajaran dan pembentukan kompetensi pesrta didik, mendiaknosa kesulitan belajar dan pembentukan kompetensi pesrta didik.

2. Tes kemampuan dasar

Tes kemampuan dasar dilakukan untuk mengetahui kemampuan membaca, menulis, dan berhitung yang diperlukan dalam rangka memperbaiki program pembelajaran.

3. Penilaian Akhir Satuan Pendidikan dan Sertifikasi

Pada setiap akhir semester dan tahun pelajaran diselenggarakan kegiatan penilaian guna mendapatkan gambaran secara utuh dan menyeluruh mengenai ketuntasan belajar peserta didik dalam satuan waktu tertentu. Untuk keperluan sertifikasi, kinerja, dan hasil belajar yang dicantumkan dalam Surat Tanda Tamat Belajar tidak semata-semata didasarkan atas hasil penilaian pada akhir jenjang sekolah 4. Benchmarking

Benchmarking merupakan suatu standar untuk mengukur kinerja yang sedang berjalan, proses, dan hasil untuk mencapai suatu keunggulan yang memuaskan. Ukuran keunggulan dapat ditentukan di tingkat sekolah, daerah atau nasional. Penilaian dilaksanakan secara berkesinabungan sehingga peserta didik dapat mencapai satuan tahap keunggulan pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan usaha dan keuletannya.

Untuk dapat memperoleh data dan informasi tentang pencapaian bechmarking tertentu dapat diadakan penilaian secara nasional dilaksanakan pada akhir satuan pendidikan. Hasil penilaian tersebut dapat dipakai untuk memberikan peringkat kelas dan tidak dapat untuk memberikan nilai akhir peserta didik. Hal ini dimaksudkan sebagai salah satu dasar pembinaan guru dan kinerja sekolah. 5. Penilaian Program

(17)

pendidikan secara kontinu dan berkesinabungan. Penilaian program dilakukan untuk mengetahui kesesuaian kurikulum dengan dasar , fungsi, dan tujuan pendidikan nasional, serta kesesuaiannya dengan tuntutan perkembangan masyarakat, dan kemajuan zaman.

g. Pengembangan Peserta Didik

Pengembangan peserta didik merupakan bagian dari kompetensi pedagogig yang harus dimiliki guru, untuk mengaktualisasikan berbagi potensi yang dimiliki oleh setiap peserta didik. Pengembangan peserta didik dapat dilakukan oleh guru melalui berbagai cara, antara lain kegiatan ekstrakurikuler, pengayaan dan remedial, serta bimbingan konseling (BK).

1. Kegiatan Ekstra Kurikuler

Kegiatan ekstrakurikuler yang juga sering disebut ekskul, merupakan kegiatan tambahan di suatu lembaga pendidikan, yang dilaksaanakan di luar kegiatan kurikuler, kegiatan ini banyak ragam dan kegiatannya, antara lain kesenian, olah raga, kepramukaan, keagamaan dan sebagainya. Kegiatan ekskul ini

dikembangkan disekolah sesuai dengam kemampuan dan keadaan sekolah itu sendiri.

Disamping membentuk bakat ekskul juga dapat membentuk watak dan

kepribadian anak didik, mengurangi kenakalan remaja, dapat saling mengenal satu sama lain antara anak didik dalam suatu kelas dengan kelas lainnya. Agar

ekskulini dapat berhasil dan berdaya guna dapat dibina sesuaio denga visi dan misi sekolah yang bersangkutan.

2. Pengayaan dan Remedial

Program ini merupakan, pelengkap dan penjabaran dari program mingguan dan harian. Berdasarkan analisis terhadap kegiatan belajar, dan terhadap tugas-tugas, hasil tes dan ulangan dapat diperoleh tingkat kemampuan belajar setiap peserta didik.

Program ini juga mengidentifikasi materi yang perlu diulang, peserta didik yang wajib mengikuti remedial, dan yang mengikuti program pengayaan.

3. Bimbingan dan Konseling Pendidikan

Sekolah berkewajiban memberikan bimbingan dan konseling kepada peserta didik yang menyangkut pribadi, sosial, belajar dan karier. Dalam SNP pasal 28 ayat (3) butir d, kompetensi sosial adalah kemampuan guru sebagai bagian dari

masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik dan

masyartakat sekitar.

Lebih lanjut diuraikan RPP kompetensi sosial merupakan kemampuan guru memiliki kompetensi untuk :

a. berkomunikasi secara lisan, tulisan dan isyarat

b. menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional c. bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesame pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik

d. bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar

(18)

G. Perbedaan Pendidikan Sekolah dengan Pendidikan Luar Sekolah.

Secara prinsip, satu-satunya perbedaan antara pendidikan luar sekolah dengan pendidikan sekolah adalah legitimasi atau formalisasi penyelenggaraan pendidikan. Tentang perbedaan penyelenggaraan ini, secara institusional,

tercantum pada Undang-Undang RI nomor 2 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 10:2-3. selanjutnya, perbedaan secara operasional, Umberto Sihombing melalui bukunya Pendidikan Luar Sekolah: Manajemen Strategi (2000:40-46) menuliskan secara khusus dan sistematis tentang perbedaan antara Pendidikan Luar Sekolah dengan Pendidikan Sekolah.

Kotak D mengambarkan peristiwa belajar yang terjadi secara kebetulan, tanpa disengaja oleh kedua belah pihak. Sebagai contoh ialah suatu peristiwa tabrakan kereta api dengan sebuah mobil. Beberapa menit setelah tabrakan terjadi, kereta api itu berhenti. Para petugas kereta apa segera menyingkirkanmobil yang telah rusak berat dan mereka mengeluarkan mayat para penumpang dari dalam mobil tersebut. Seseorang atau sekelompok penumpang kereta api itu ikut menolong mengeluarkan korban. Didapat informasi bahwa penyebab kecelakaan itu ialah karena kelalaian pengemudi yang tidak mematuhi rambu-rambu lalu lintas pada lintasan kereta api yang telah dilengkapi palang pintu. Walaupun kereta api sudah mendekat, pengemudi itu terus menjalankan kendaraanya.

Peristiwa belajar yang terjadi saat itu ialah pihak yang belajar adalah seorang atau sekelompok penumpang kereta ap. Sumber belajar ialah tertabraknya mobil itu sehingga menewaskan semua penumpangnya. Faktor penyebabnya ialah pengemudi mobil yang tidak mematuhi rambu-rambu lalu lintas. Proses belajar yang terjadi ialah seorang atau sekelompok

Penumpang kereta api mengetahui faktor penyebab kecelakan itu. Dengan pengalaman itu timbul sikap tentang pentingnya mematuhi peraturan lalu lintas, khususnya apabila ia atau mereka mengemudikan kendaraan pada waktu melintasi jalan kereta api. Proses belajar dalam peristiwa tersebut disebut belajar secara kebetulan (incidental learning).

Kotak B menunjukkan kegiatan belajar yang mengajar diorganisasi oleh seseorang atau suatu lembaga penyelengaraan program pendidikan, sedangkan dipihak lain, seseorang atau kelompok orang hanya secara kebetulan saja mengikuti program tersebut. Sebagai contoh, seorang petani yang secara kebetulan bangun diwaktu subuh, sejam lebih awal darikebiasanya. Setiap bangun tidur, biasanya ia langsung menyetel radio untuk mendengarkan warta berita.

Tetapi, pada pagi itu siaran yang terdengar dari pesawat radio adalah acara penyuluhan pertanian yang sedang membahas program serta usaha tani,

khususnya cara pemupukan padi di sawah. Karena ia seorang petani maka pesan-pesan dalam acara penyuluhan itu terus diikuti secara serius. Dalam kegiatan ini, dapat diketahui bahwa pendidikan adalah seseorang atau lembaga yang sengaja menyiarkan acara penyuluhan pertanian kepada masyarakat, khususnya pada taruna tani.

(19)

peserta didik. Sebagai contoh, pendidikan yang sengaja mengajar siswa dan siswa pun sengaja untuk belajar dari pendidik (guru) tersebut diligkungan pendidikan sekolah. Dalam program pendidikan luar sekolah, kesengajaan ini datang dari pihak pendidik (fasilitator, sumber belajar ) yang membelajarkan para peserta didik (warga belajar) untuk membantu mereka melakukan kegiatan belajar, sedangkan peserta didik pun sengaja untuk mengikuti kegiatan belajar.

Dengan demikian adanya kesengajaan dari dua pihak dalam proses pembelajaran merupakan ciri utama pendidikan sekolah dan pendidikan luar sekolah.

Berdasarkan urain diatas, jelaslah bahwa pendidikan luar sekolah dan pendidikan sekolah mempunyai ciri umum yang sama, yaitu adanya kegioatan yang

disengaja, terorganisasi, sistemik, dan keduanya merupakan sub sistem dari sistem pendidikan bangsa.

Setelah membahas beberapa pengertian pendidikan di atas maka pertanyaan yang timbul kemudian apakah perbedaan antara pendidik luar sekolah dan pendidikan sekolah itu. cara yang paling umum dilakukan ialah dengan membandingkan rincian karakteristik pendidikan sekolah terhadap karakteristik pendidikan luar sekolah (Ryan, 1972: 11). Sebagai ilustrasi, disatu pihak, pendidikan sekolah mempunyai program yang berurutan untuk setiap jenis dan jenjang pendidikan dan dapat diterapkan secara seragam disemua tempat yang memiliki kondisi sama. Dipihak lain, pendidikan luar sekolah mempunyai program yang tidak selalu tetap dan tidak selalu berjenjang walaupun dapat berurutan, dan dalam penyelengaran programnya maka kebutuhan belajar dan kondisi setempat lebih diperhatikan. Program pendidikan sekolah mempunyai tigkat keseragaman yang ketat, sedangkan program pendidikan luar sekolah lebih berfariasi dan luas. Namun, karakteristik pendidikan sekolah lebih mudak untuk di identifikasi dibandingkan dengan karakteristik pendidikan luar sekolah.

=-=-=-=-Pendidikan di lingkungan keluarga adalah pendidikan yang paling utama pertama dan utama. Pengalihan nilai-nilai dari orang tuanya terhadap anak hampir dua puluh empat jam melalui arahan dan bimbingan serta latihan agar terjaminnya kelangsungan hidup. Sehingga pendidikan keluarga (Napitupulu, 1991 : 35) merupakan perkembangan, pemeliharaan dan arahan dari orang tua atau yang lebih dewasa kepada yang belum dewasa di lingkungan satuan terkecil masyarakat yang terdiri ayah, ibu, dan anak dengan tujuan agar terjaminnya kelangsungan hidup

Pendidikan luar sekolah merupakan pendidikan yang diselenggarakan di

(20)

pendidikan luar sekolah dengan pendidikan sekolah adalah keluwesan

pendidikan luar sekolah berkenaan dengan waktu dan lama belajar, usia peserta

didik, isi pelajaran, cara penyelenggaraan pengajaran dan cara penilaian hasil belajar.

Pendidikan luar sekolah adalah setiap usaha sadar dan terorganisasi baik individu, kelompok maupun masyarakat di luar sistem persekolahan yang bertujuan mengembangkan potensi sumber daya manusia (melalui pendidikan) guna meningkatkan mutu hidup dan kehidupannya. Dengan kata lain

Pendidikan luar sekolah merupakan usaha pembelajaran masyarakat yang direncanakan, diorganisasikan, dan diarahkan guna meningkatkan harkat dan martabat manusia dalam rangka hidup bermasyarakat, berbangsa, dan

bernegara.

Lebih lanjut pendidikan keluarga menjadi perhatian para profesi

pendidikan luar sekolah manakala pendidikan keluarga dipandang sebagai hasil dan proses edukasi yang pertama dan utama, dan mampu menerapkan sistem pendidikan luar sekolah, seperti ; bersifat fleksibel, kegiatannya berada diluar persekolahan, tidak berorientasi ijasah, dilaksanakan secara terorganisir, unty memenuhi kebutuhan masa saat ini dan masa yang akan datang, memiliki materi baik tentang nilai, prinsip-prinsip, moral, etika, budi pekerti, nilai

keagamaan,pengetahuan, sikap maupun keterampilan. Atas dasar tersebut pendidikan keluarga menyiapkan anggotanya agar terampil dan atas

keterampilannya diharapkan berkontribusi positif terhadap upaya pencapaian pembangunan. Peran-peran ini di lakukan secara bersama dengan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat maupun pendidikan persekolahan. Peran ini dilakukan secara terpusat dalam bentuk tripusat pendidikan dan berjalan secara konsistensi (serasi), kontinitas (berkelanjutan) dan konvergensi ( mengarah pada tujuan pendidikan nasional).

=-=-=

PERANAN KELUARGA TERHADAP PERKEMBANGAN AWAL PESERTA DIDIK

(21)

factor-faktor lingkungan yang dapat mempengaruhinya (orang, obyek, situasi, dan kondisi). Kompleksnya interaksi tiap individu dengan lingkungannya akan menggambarkan banyak jenis pengalaman yang berbeda-beda yang pada gilirannya akan bisa mengubah intensitas nilai tehadap dirinya dan terhadap orang lain. Kenyataan ini semakin terasa dalam struktur masyarakat dewasa ini. Misalnya, interaksi orang tua dan anak di lingkungan keluarga, guru dan murid di sekolah,

manajer dan karyawan diperusahaan, dokter dan pasien di rumah sakit, pedangan dan pembeli di pasar danlain-lain.

Seorang anak sudah melihat sejak lahir. Seorang anak sudah dapat berkomunikasi sejak lahir dengan menangis, ekspresi muka dan

gerakan-gerakan. Oleh karena itu, sejak lahir sebaiknya paraorang tua diberi keterampilan untuk mengembangkan perkembangan anak, dengan membantu orang tua agar lebih tanggap dan melakukan komunikasi dengan anak.

Pengaruh keluarga terhadap perkembangan awal anak sangat penting karena disinilah awal mula dari pendidikan anak yang mana orang tua sebagai guru, anak akan mencontoh apa yang dilakukan oleh orang tuanya untuk membentuk kepribadian anak.

Menurut Idris dan Jamal (1992), peranan orang tua dalam mendidik anak adalah memberikan dasar pendidikan, sikap, watak, keterampilan dasar seperti pendidikan agama, budi pekerti, sopan-santun, estetika, kasih sayang, rasa aman, dasar-dasar mematuhi peraturan, serta menanamkan kebiasaan-kebiasaanyang baik dan disiplin.

Telah perubahan sosial budaya yang terjadi dewasa ini menyebabkan perubahan dalam semua aspek kehidupan bermasyarakatan termasuk keluarga.

Hawari dalam Syamsu (2001 ; 36) mengemukakan, bahwa perubahan-perubahan yang serba cepat sebagai konsekuensi globalisasi,

modernisasi, industrialisasi, dan iptek telah mengakibatkan perubahan pada nulai-nilai kehidupan sosial dan budaya. Perubahan itu antaralain pada nilai moral, etik, kaidah agama dan pendidikan anak di rumah, pergaulan dan perkawinan. Perubahan ini muncul, karena pada

masyarakat terjadi pergeseran pola hidupyang semula bercorak sosial religius ke pola individual materialistis dan sekuler. Salah satu dampak perubahan itu adalah terancamnya lembaga perkawinanyang

merupakan lembaga pendidikan dini bagi anak dan remaja. Dalam masyarakat modern, telah terjadi perubahan dalam cara mendidik anak dan remaja dalam keluarga. Misalnya, orang tua memberikan banyak klonggaran dan “serba boleh” (greater permissivness) kepada anak dan remaja.

(22)

PEMBAHASAN

Erickson dalam Hamalik (2000), menyajikan suatu teori tentang lingkaran hidup (life cycle theory), tentang tingkat-tingkat

perkembangan. Kehidupan adalah suatu rangkaian (sequence)dari perkembangan dan terjadinya krisis-krisis. Pada setiap tahap perkembangan tentu terjadi krisis. Penyelesaian krisis-krisis itu menentukan perkembangan berikutnya. Erikson membagi tingkat perkembangan menjadi delapan tingkatan:

1. Masa bayi sebagai landasan terbentuknya kepribadian,

berkembangnya a sense of trust di dalam dirinya dan dalam hubungan dengan lingkungannya. Pada masa ini terjadi krisisyang disebutnya mistrust, yakni timbulnya rasa terpisah dari ibunya bila

pemeliharannya tidak secara berkelanjutan.

2. Masa permulaan kanak-kanak di mana terjadi kematangan otot-otot yang menuju kepada nilai kemandirian (autonomous). Namun, di balik itu terdapat pula bahaya, yakni timbulnya rasa malu dan keragu-raguan.

3. Masa bermain, yakni dimulai berkembangnya inisiatif, imajinasi, bertambah luasnya komunikasi dan dorongan untuk mengetahui lingkungannya. Bahayayang timbul adalah perasaan bersalah dan kecemasan.

4. Masa sekolah, menerima pelajaran, dan senang bekerja yang

disebutnya masa industri. Bahaya yang terjadi dalam tahap ini adalah timbulnya perasaan tidak sama dan infeerioritas.

5. Masa Adolesen dimana terjadi pengintegrasian identifkasi kekanak-kanakan dengan dorongan biologis, native endowment, dan

kesempatan dalam peran-peran sosial. Bahayayang terjadi adalah timbulnya difusi identitas.

6. Masa dewasa muda, perkembangan intimasi dalam dirinya dan dengan orang lain. Bahaya yang timbul adalah kecemasan akan hilangnya identitasnya yang menyebabkan perasaan terisolasi.

7. Masa dewasa, ditandai dengan berkembangnya generativitas, yakni minat seseorang untuk membangun dan membimbing generasi

berikutnya, tetapi dibalik itu muncul absorsi diri, yakni perasaan stagnasi.

8. Masa senescenence, menjadi orang tua, telah tercapai integritas ego, menerima tanggung jawab hidup, namun masih ada bahaya timbulnya perasaan disgust.

A. Prinsip-prinsip Perkembangan

(23)

masa pertemuan sel ayah dengan ibu dan berakhir pada saat kematian. Perkembangan individu manusia bersifat dinamis,

perubahannya kadang-kadang lambat tetapi bisa juga cepat, hanya berkenaan dengan salah satu aspek atau beberapa aspek berkembang secara serempak. Perkembangan tiapindividu juga tidak selalu sama, seorang berbeda dengan yang lainnya. Beberapa kecenderungan perkembangan yang merupakan prinsip-prinsip perkembangan menurut Nana (2005; 112):

1. Perkembangan merupakan proses yang tidak pernah berhenti (Never Ending Process). Manusia secara terus menerus berkembang / berubah yang dipengaruhi oleh pengalaman atau belajar sepanjang hidupnya. Perkembangan berlangsung secara terus sejak masa konsepsi sampai mencapai kematangan atau masa tua.

2. Semua perkembangan saling mempengaruhi. Setiap aspek

perkembangan individu, baik fsik, emosi, intelegensi maupun sosial, satu sama lainnya saling mempengaruhi. Terdapat hubungan kolerasi yang positif diantara aspek-aspek tersebut. Apabila seorang anak dalam pertumbuhan fsiknya mengalami gangguan (sering

sakit-sakitan), maka diaakan mengalami kemandekan dalam perkembangan aspek lainnya, seperti kecerdasannya kurang berkembang dan

mengalami kelebihan emosional.

3. Perkembangan itu mengikuti pola atau arah tertentu. Perkembangan terjadi secara teratur. Setiap tahap perkembangan dari tahap

sebelumnya yang merupakan prasyarat bagi perkembangan selanjutnya. Contohnya seorang anak harus dapat berdiri terlebih dahulu dan berjalan merupakan prasyarat bagi perkembangan selanjutnya.

4. Perkembangan belangsung dari kemampuan yang bersifat umum menuju ke yang lebih khusus, mengikuti proses diferensiasi dan integrasi. Perkembangan dimulai dengan dikuasainya kemampuan-kemampuan yang bersifat umum.

5. Sampai batas-batas tertentu perkembangan sesuatu aspek dapat dipercepat atau diperlambat. Perkembangan sesuatu aspek dapat dipercepat atau dipelambat. Perkembangan dipengaruhi oleh faktor pembawaan dan juga faktor lingkungan.

6. Pada saat-saat tertentu dan dalam bidang-bidang tertentu

(24)

B. Aspek-aspek Perkembangan

Perkembangan berkenaan dengan keseluruhan kepribadian individu, karena kepribadian individu membentuk satu kesatuan yang

terintegrasi. Kesatupaduan kepribadian ini sebenarnya sukar dipisah-pisahkan, tetapi untuk sekedar membantu mempermudah mempelajari dan memahami, pembahasan aspek demi aspek biasa dilakukan.

Keluarga menurut Terkelsen dalam Hadis (1993) adalah suatu sistem sosial berskala kecil yang dibentuk oleh individu-individu yang saling berhubungan secara timbal balik dan di ikat oleh afeksi, kesetiaan serta membentuk suatu rumah tangga yang di pertahankan dalam jangka waktu yang lama.

Dengan kasih sayang dan loyalitas sebagai andalan, anggota keluarga diharapkan saling terikat dan saling berinteraksi sedemikian rupa sehingga dapat membantu perkembangan fsik maupun

perkembangan kepribadian para anggotanya.

Suatu keluarga adalah bagian dari jaringan sosial yang lebih luas dan di pengaruhi oleh kekuatan-kekuatan yang berasal dari lingkungan masyarakat. contohnya, hubungan dan perilaku antar anggota keluarga untuk sebagian diatur oleh berbagai norma dan kebiasaan yang ada di masyarakat, dipengaruhi oleh kondisi keuangan keluarga dan dipengaruhi oleh angka perceraian, tempat tinggal dan lain-lain. Secara sederhana kita dapat membedakan bebebrapa aspek utama kepribadian, yaitu aspek : fsik dan motorik, intelektual, sosial, bahasa, emosi, moral dan keagamaan dimana satu sama lain memiliki

keterkaitan yang sangat erat yang menunjukkan keterpaduan kepribadian yang sangat erat.

Perkembangan dari setiap aspek kepribadian tidak selalu bersama-sama atau sejajar, perkembangan sesuatu aspek mungkin mendahului atau mungkin juga mengikuti aspek lainnya. Pada awal kehidupannya, yaitu pada saat dalam kandungan dan tahun-tahun pertama,

perkembangan aspek fsik dan motorik sangat menonjol. Selama sembilan bulan dalam kandungan, ukuran fsik bayi berkembang dari seperdua ratus millimeter menjadi 50 cm panjangnya. Selama dua tahun pertama, bayi yang tidak berdaya pada awal kelahirannya, telah menjadi anak kecil yang bisa duduk, merangkak, berdiri, bahkan

pandai berjalan dan berlari. Pertumbuhan dan perkembangan fsik terus berjalan dan loncatan lagi pada usia 13 – 16 tahun yaitu masa remaja awal.

(25)

kemampuan mengamati, melihat hubungan dan memecahkan masalah sederhana, kemudian berkembang ke arah pemahaman dan

pemecahan masalah sederhana, kemudian berkembang ke arah pemahaman dan pemecahan masalah yang pelik. Aspek ini

berkembang pesat pada masa mulai masuk sekolah dasar (usia 6-7 tahun), berkembang koinstan selama masa belajar dan mencapai puncaknya pada masa sekolah menengah atas (usia 16-17 tahun). Bahasa merupakan kemampuan untuk berkomunikasi dengan orang lain, dimana pikiran dan perasaan dinyatakan dalam bentuk lambing atau symbol untuk mengungkapkan sesuatu pengertian, seperti dengan menggunakan lisan, tulisan, isyarat, bilangan, lukisan dan mimik muka.

Aspek bahasa berkembang dimulai dengan peniruan bunyi, meraba dan diikuti dengan bahasa satu suku kata, dua suku kata, menyusun kalimat sederhana, dan seterusnya melakukan sosialisasi dengan menggunakan bahasa kompleks sesuai dengan tingkat perilaku sosial. Perkembangan bahasa dipengaruhi oleh lingkungan, maka bahasa mulai berkembang dari tingkat yang sanagat sederhana menuju ke bahasa yang sangat kompleks. Perkembangan bahasa sangat dipengaruhi oleh lingkungan, karena bahasa pada dasarnya

merupakan hasil belajar dari lingkungan. Anak (bayi) belajar bahasa seperti halnya belajar hal lain, “meniru” dan “mengulang” hasil yang telah didapatkan merupakan cara belajar bahasa awal.

Aspek fsiologis emosional memiliki aspek-aspek fsiologis yang mempersiapkan individu untuk menyelesaikan hal yang bersifat darurat. Seseorang dalam merespon sesuatu lebih banyak diarahkan oleh penalaran dan pertimbangan-pertimbangan objektif. Akan tetapi pada saat tertentu di dalam kehidupannya, dorongan emosional banyak campur tangan dan mempengaruhi pemikiran-pemikiran dan tingkah lakunya.

C. Faktor Keluarga

Keluarga memiliki peranan yang sangat penting dalam upaya

mengembangkan pribadi anak. Perawatan orang tua yang penuh kasih sayang dan pendidikan tetang nilai-nilai kehidupan, baik agama

maupun sosial budaya yang diberikannya merupakan factor yang kondusif untuk mempersiapkan anak menjadi pribadi dan anggota masyarakat yang sehat.

F.J. Brown dalam Syamsu (2000 ; 36) mengemukakan bahwa ditinjau dari sudut pandang sosiologi, keluarga dapat diartikan dua macam, yaitu a) dalam arti luas, keluarga meliputi semua pihak yang

(26)

“clan” atau marga; b) dalam arti sempit keluarga meliputi orang tua dan anak.

Keluarga juga dipandang sebagai institusi (lembaga) yang dapat memenuhi kebutuhan insani (manusiawi), terutama kebutuhan bagi pengembangan kepribadiannya dan pengembangan ras manusia. Apabila mengaitkan peranan keluarga dengan upaya memenuhi

kebutuhan individu, maka keluarga merupakan lembaga pertama yang dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Melalui perawatan dan

perlakuan yang baik dari orang tua, anak dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya, baik fsik-biologis maupun sosiopsikologisnya. Apabila anak telah memperoleh rasa aman, penerimaan sosial dan harga dirinya, maka anak dapat memenuhi kebutuhan tertingginya, yaitu perwujudan diri (self-actualization).

Keluarga yang bahagia merupakan suatu hal yang sangat penting bagi perkembangan emosi para anggotanya (terutama anak). Kebahagiaan ini diperoleh apabila keluarga dapat memerankan fungsinya secara baik. Fungsi dasar keluarga adalah memberikan rasa memiliki, rasa aman, kasih sayang, dan mengembangkan hubungan yang baik di antara anggota keluarga. Secara psikososiologis keluarga berfungsi sebagai (1) pemberi rasa aman bagi anak dan anggota keluarga lainnya, (2) sumber pemenuhan kebutuhan, baik fsik maupun psikis, (3) sumber kasih sayang dan penerimaan, (4) model pola perilaku yang tepat bagi anak untuk belajar menjadi anggota masyarakat yang bak, (5) pemberi bimbingan bagi pengembangan perilaku yang secara sosial dianggap tepat, (6) pembentuk anak dalam memecahkan masalah yang dihadapinya dalam rangka menyesuaikan dirinya terhadap kehidupan, (7) pemberi bimbingan dalam belajar keterampilan motorik, verbal dan sosial yang dibutuhkan untuk

penyesuaian diri, (8) stimulator bagi pengembangan kemampuan anak untuk mencapai prestasi, baik di sekolah maupun di masyarakat, (9) pembimbing dalam mengembangkan aspirasi, dan (10) sumber persahabatan/teman bermain bagi anak sampai cukup usia untuk mendapatkan teman di luar rumah.

Hubungan cinta kasih dalam keluarga tidak sebatas perasaan, akan tetapi juga menyangkut pemeliharaan, rasa tanggung jawab,

perhatian, pemahaman, respek dan keinginan untuk menumbuh kembangkan anaka yang dicintainya. Keluarga yang hubungan antar anggotanya tidak harmonis, penuh konfik, atau gap communication dapat mengembangkan masalah-masalah kesehatan mental (mental illness) bagi anak.

(27)

1. Fungsi Biologis

Keluarga dipandang sebagai pranata sosial yang memberikan legalitas, kesempatan dan kemudahan bagi para anggotanya untuk memenuhi kebutuhan dasar biologisnya. Kebutuhan itu meliputi (a) pangan, sandang, dan pangan, (b) hubungan seksual suami-istri, dan (c) reproduksi atau pengembangan keturunan (keluarga yang dibangun melalui pernikahan merupakan tempat “penyemaaian” bibit-bibit insani yang ftrah).

2. Fungsi Ekonomis

Keluarga (dalam hal ini ayah) mempunyai kewajiban untuk menafkahi anggota keluarganya (istri dan anak). Maksudnya, kewajiban suami memberi makan dan pakaian kepada para istri dengan cara yang ma’ruf (baik). Seseorang (suami) tidak dibebani (dalam memberi nafkah), melainkan menurut kadar kesanggupannya.

3. Fungsi Pendidikan (Edukatif)

Keluarga merupakan lingkungan pendidikan pertama dan utama bagi anak. Menurut UU No. 2 tahun 1989 Bab IV Pasal 10 Ayat 4:

“Pendidikan Keluarga merupakan bagian dari jalur pendidikan luar sekolah yang diselenggarakan dalam keluarga dan yang memberikan keyakinan agama, nilai budaya, nilai moral, dan keterampilan”.

3. Fungsi Sosialisasi

Keluarga merupakan buaian atau penyemaian bagi masyarakat masa depan, dan lingkungan keluarga merupakan factor penentu

(determinant factor) yang angat mempengaruhi kualitas generasi yang akan datang. Keluarga berfungsi sebagai miniatur masyarakat yang mensosialisasikan nilai-nilai atau peran-peran hidup dalam masyarakat yang harus dilaksanakan oleh para anggotanya. Keluarga merupakan lembaga yang mempengaruhi perkembangan kemampuan anak untuk menaati peraturan (disiplin), mau bekerjasama dengan orang lain dan lain-lain.

4. Fungsi Perlindungan

Keluarga berfungsi sebagai pelindung bagi para anggota keluarganya dari gangguan, ancaman atau kondisi yang menimbulkan

ketidakyamanan para anggotanya. 5. Fungsi Rekreatif

Keluarga harus diciptakan sebagai lingkungan yang memberikan kenyamanan, keceriaan, kehangatan dan penuh semangat bagi anggotanya.

6. Fungsi Agama (Religius)

Keluarga berfungsi sebagai penanaman nilai-ilai agama kepada anak agar mereka memiliki pedoman hidup yang benar. Keluarga

(28)

Bagi kebanyakan anak, lingkungan keluarga merupakan lingkungan pengaruh inti, setelah itu sekolah dan kemudian masyarakat. keluarga dipandang sebagai lingkungan dini yang dibangun oleh orang tua dan orang-orang terdekat. Dalam bentuknya keluarga selalu memiliki kekhasan. Setiap keluarga selalu berbeda dengan keluarga lainnya. Ia dinamis dan memiliki sejarah “perjuangan, nilai-nilai, kebiasaan” yang turun temurun mempengaruhi secara akulturatif (tidak tersadari). Sebagian ahli menyebutnya bahwa pengaruh keluarga amat besar dalam pembentukan pondasi kepribadian anak. Keluarga yang gagal membentuk kepribadian anak biasanya adalah keluaraga yang penuh konfik, tidak bahagia, tidak solid antara nilai dan praktek, serta tidak kuat terhadap nilai-nilai yang rusak.

Sejalan dengan modernitas, sekolah memang berperan sebagai in loco parentis atau mengambil alih peran orang tua. Tetapi institusi sekolah tidak akan mampu mengambil alih seluruh peran orang tua dalam pendidikan anak.

Globalisasi, kalu ditinjau dari dampak cultural dan kemajuan teknologi, merupakan wahana ‘penjajahan’ oleh kultur yang dominan. Nilai-nilai budaya dominan ini yang sebagian besar tidak sesuai dengan

timbangan moral Indonesia sudah menembus kamar-kamar dan sekeliling kita. Dalam konteks ini, keluarga bisa dimetafora sebagai sebuah benteng yang mampu menciptakan ‘imunisasi’ bukan ‘sterilisasi’. Pendekatan imunisasi bermakna bahwa anak tetap berperan aktif dalam lingkungan global tetapi pendidikan dalam

keluarga memberinya kekebalan terhadap pengaruh-pengaruh negatif dari globalisasi. Dengan kata lain, putra-putri kita diarahkan untuk secara optimal meraih manfaat dan nilai positif dari globalisasi. Idealnya, kita arahkan mereka untuk menjadi ‘pemain’, bukan ‘penonton’ apalagi ‘obyek’ globalisasi. Sedangkan ‘sterilisasi’ akan berdampak kurang baik bagi pertumbuhan anaka dan bisa

menumbuhkan sikap eskapisme dan isolatif.

Orang tua mempunyai peranan yang sangat penting dalam menumbuh kembangkan ftrah beragama anak.

Menurut Hurlock dalam Syamsu (2001 ; 138) Keluarga merupakan “Training Centre” bagi penanaman nilai-nilai. Pengembangan ftrah atau jiwa beragama anak, seyogianya bersamaan dengan

perkembangan kepribadiannya, yaitu sejak lahir bahkan lebih dari itu sejak dalam kandungan.

(29)

Rasulullah Muhammad (SAW), menganjurkan: Ajaklah anak pada usia sejak lahir sampai tujuh tahun bermain, ajarkan anak peraturanatau adab ketika meraka berusia tujuh sampai empat belas tahun, pada usia empat belas sampai dua puluh satu tahun, jadikanlah anak sebagai mitra orang tuanya.

Ketika anak masuk ke sekolah mengikuti pendidikan formal, dasar-dasar karakter anak ini sudah terbentuk. Anak yang sudah memiliki watak yang baik biasanya memiliki achievement motivation yang lebih tinggi karena perpaduan antara intelligence quotient, emotional

quotient dan spiritual quotient sudah mulai terformat dengan baik. Disamping itu, hal tersebut bisa pula mengurangi beban sekolah dengan pemahaman bahwa sekolah bisa lebih berfokus pada aspek bagaimana memberikan kesempatan yang seluas-luasnya bagi anak untuk mengembangkan potensi konigtif, afektif dan motorik.

Pada perkembangan emosi berhubungan dengan seluruh aspek perkembangan anak. Pada perkembangan awal anak, mereka telah menjalin hubungan timbal balik dengan orang-orang yang

mengasuhnya. Kepribadian orang yang terdekat akan mempengaruhi perkembangan baik sosial maupun emosional. Kerjasama dan

hubungan dengan teman berkembang sesuai dengan bagaimana pandangan anak terhadap lingkungan sekitarnya.

Perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. Dapat juga diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok, moral, dan tradisi; meleburkan diri menjadi suatu kesatuan dan saling berkomunikasi dan bekerja sama.

Perkembangan sosial biasanya dimaksudkan sebagai perkembangan tingkah laku dalam menyesuaikan diri dengan aturan-aturan yang berlaku di dalam masyarakat di mana anak berada. Perkembangan sosial anak sangat dipengaruhi oleh proses perlakuan atau bimbingan orangtua terhadap anak dalam mengenalkan berbagai aspek

kehidupan sosial, atau norma-norma kehidupan bermasyarakat serta mendorong dan memberikan contoh kepada anaknya bagaimana menerapkan norma-norma tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

Penutup

Masa anak merupakan periode perkembangan yang cepat dan dapat terjadinya perubahan dalam banyak aspek perkembangan.

Pengalaman masa kecil mempunyai pengaruh yang kuat terhadap perkembangan berikutnya.

(30)

melalui pemahaman tentang factor-faktor yang mempengaruhi

perkembangan anak, dapat diantisipasi tentang berbagai upaya untuk menfasilitasi perkembangan tersebut, baik di lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat.

Bagi kebanyakan anak, lingkungan keluarga merupakan lingkungan pengaruh inti, setelah itu sekolah dan kemudian masyarakat. keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama bagi anak, oleh karena itu kedudukan keluarga dalam pengembangan kepribadian anak

sangatlah penting.

Orang tua adalah contoh atau model bagi anak, orang tua mempunyai pengaruh yang sangat kuat bagi anak ini dapat di lihat dari bagaimana orang tua mewariskan cara berpikir kepada anak-anaknya, orang tua juga merupakan mentor pertama bagi anak yang menjalin hubungan dan memberikan kasih sayang secara mendalam, baik positif atau negatif.

Diposkan oleh Andika Bagus di 07.16

=-==

Pentingnya Hubungan yang Baik Antara Keluarga dan Sekolah Terhadap Proses Sosialisasi Anak

By Afdhal Ilahi

Thursday, 23 May 2013

KATA PENGANTAR

(31)

Meskipun diakui sudah cukup banyak fariasi sumber dan literature, penulis menyadari betul bahwa apa yang disajikan dalam makalah ini masih terdapat banyak kekurangannya, baik menyangkut isi maupun penulisan. Kekurangan-kekurangan tersebut terutama disebabkan kelemahan dan keterbatasan pengetahuan serta kemampuan penulis sendiri, baik disadari maupun tidak. Hanya dengan kearifan dan bantuan dari berbagai pihak untuk memberikan teguran, saran, dan kritik yang konstruktif, sehingga dapat menyempurnakan makalah ini. Selain untuk memenuhi tugas sosiologi pendidikan, semoga dengan adanya makalah ini dapat memberikan manfaat dan ridho dari Allah. Amin.

Pekanbaru, 02 juni 2011

Penulis,

BAB I

PENDAHULUAN

A.

LATAR BELAKANG

(32)

merupakan jalur pendidikan informal yang pertama dan yang paling utama bagi seorang anak dalam memperkenalkan proses sosialisasi. Selain itu juga anak akan melalui jalur pendidikan formal yang biasa disebut dengan sekolah. Sekolah juga memegang perana penting dalam proses sosialisasi anak, walaupun sekolah hanya merupakan salah satu lembaga yang bertanggung jawab atas pendidikan anak. Namun anak akan mengalami perubahan tingkah laku sosialnya setelah ia masuk ke sekolah.

Mengingat akhir-akhir ini sering terjadi permasalahan, terutama mengenai hubungan antara pihak sekolah dan orang tua siswa yang menganggap bahwa sekolah kurang becus dalam mendidik anak-anak mereka. Mereka selalu menyerahkan mesalah pendidikan anak mereka sepenuhnya kepada pihak sekolah tanpa adanya campur tangan dari mereka sendiri. Terkadang merekapun seakan enggan untuk diajak membahas mengenai perkembangan anak mereka di sekolah. Seharusnya para orang tu tidak boleh lepas tangan begitu saja terhadap sekolah. Keluarga merupakan yang paling pertama dan utama dalam pendidikan anak. Karena seperti yang kita ketahui, sekolah merupakan lingkungan pendidikan yang kedua setelah keluarga. Di sini kita tidak bisa menyalahkan salah satu pihak begitu saja kalau anak kita memiliki perilaku yang kurang baik, untuk itu perlunya pihak sekolah dan orang tua menjalin hubungan kerjasama. Dan pada makalah ini kami akan mengemukakan fenomena-fenomena yang terjadi dan penyebabnya serta akan mencoba mengemukakan solusi yang bias menjad penyelesaian.

B. TUJUAN

Referensi

Dokumen terkait

Nilai resiko variabel diperoleh dengan eksponensial pada nilai koefisien pada setiap variabel penjelas, sehingga diperoleh bahwa nilai untuk variabel kepemilikan balita adalah

Dalam pengertian yang paling sederhana, dapat dipahami sebagai sesuatu yang telah dilakukan sejak lama dan menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat

Hubungan persepsi siswa terhadap penerapan model kooperatif dengan hasil belajar diperoleh sebagai berikut: terdapat korelasi positif yang signifikan antara persepsi

AICS - Inventarisasi Bahan Kimia Australia; ASTM - Masyarakat Amerika untuk Pengujian Bahan; bw - Berat badan; CERCLA - Undang-Undang Tanggapan, Kompensasi, dan Tanggung Jawab

Perguruan Tinggi : Institut Teknologi Sepuluh Nopember dengan ini menyatakan bahwa Tugas Akhir saya berjudul “ OPTIMISASI PEMBAKARAN DI ROTARY KILN PT SEMEN GRESIK PABRIK

Pengaruh zat pengatur tumbuh terhadap persentase pertumbuhan kalus tertinggi ditemukan pada perlakuan B1 dan B3 yaitu sekitar 80%, yang berbeda nyata dengan kedua perlakuan

Berdasarkan tabel nilai kritis T untuk uji jenjang Wilcoxon dengan taraf signifikan 5 % dan N = 6 diperoleh T tabel = 1 sehingga T hitung lebih kecil T tabel (0

Suwardjoko, 1990, Merencanakan Sistem Perangkutan, Bandung: Penerbit ITB Undang-Undang Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Peraturan