BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kerangka Teoritis 2.1.1. Botani Tanaman Krisan
Menurut Rukmana dan Mulyana (1997) klasifikasi ilmiah tanaman
krisan adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan)
Divisi : Spermatophyta (tumbuhan berbiji)
Sub-divisi : Angiospermae (berbiji tertutup)
Kelas : Dycotiledonae (biji berkeping dua)
Ordo : Asterales (Compositae)
Famili : Asteraceae
Genus : Chrysanthemum
Spesies : Chrysanthemum morifolium Ramat
Tanaman krisan memiliki banyak spesies dengan bentuk, ukuran dan
warna bunga yang beragam, tumbuhnya menyemak setinggi 30-200 cm. Batang
tanaman krisan tumbuh tegak, berstruktur lunak dan berwarna hijau. Dapat
menjadi berkayu jika dibiarkan tumbuh terus. Tanaman krisan dapat dicirikan
dari bentuk daunnya yang memiliki tepi daun bercelah atau bergerigi, tersusun
berselang-seling pada cabang atau batang. Bunganya tumbuh tegak pada ujung
tanaman dan tersusun dalam tangkai (tandan) berukuran pendek sampai
panjang. Perakaran tanaman krisan menyebar ke semua arah hingga dapat
mencapai kedalaman 40 cm. (Rukmana dan Mulyana, 1997).
Menurut Hasim (1995), istilah yang dikenal di kalangan para florist
untuk penggolongan jenis krisan adalah tipe spray dan tipe standar. Kedua
istilah ini merujuk kepada banyaknya kuntum bunga yang terdapat pada satu
tangkai. Jenis spray mempunyai 10-20 kuntum bunga berukuran kecil (diameter
2-3 cm) pada satu tangkai bunga. Sedangkan, jenis standar hanya mempunyai
3.2.2. Syarat Ekologi Tanaman Krisan
Menurut Rukmana dan Mulyana (1997), pertumbuhan tanaman krisan
dipengaruhi oleh keadaan iklim dan keadaan media tumbuh. Faktor iklim yang
berpengaruh terhadap pertumbuhan dan pembungaan tanaman krisan di
antaranya adalah: cahaya, suhu udara, kelembaban udara, curah hujan,
karbondioksida, dan ketinggian tempat. Sedangkan, media tumbuh untuk
tanaman krisan dapat berupa tanah bedengan atau petakan dan dapat juga dalam
pot. Persyaratan media tumbuh untuk penanaman krisan dalam pot prinsipnya
sama dengan kriteria tanah bedengan, tetapi harus memperhatikan komposisi
media yang paling ideal.
Menurut Hasim (1995), tanaman krisan dapat dikendalikan
pertumbuhannya dengan cara mengatur pencahayaan. Pencahayaan yang
dimaksudkan terutama cahaya matahari (alamiah) dan cahaya lampu (buatan).
Menurut beberapa penelitian, agar tanaman krisan dapat mempertahankan
pertumbuhan vegetatifnya, diperlukan sekurang-kurangnya intensitas cahaya
sebesar 77 lux. Tanaman krisan memerlukan cahaya pada siang hari sebesar
32.000 lux untuk pertumbuhan yang optimal (Effendi dan Marwoto, 2003
dalam Widiastuti, Tohari dan Sulistyaningsih, 2004).
Krisan berasal dari daerah subtropis, sehingga suhu yang terlalu tinggi
merupakan faktor pembatas dalam pertumbuhan tanaman dan berpengaruh
terhadap kualitas pembungaan krisan. Toleransi tanaman krisan terhadap faktor
temperatur untuk tetap tumbuh baik adalah antara 17 - 30˚C. Pada fase vegetatif
kisaran suhu yang dibutuhkan untuk pertumbuhan optimal krisan harian adalah
22 - 28˚C pada siang hari dan tidak melebihi 26˚C pada malam hari (Khattak
dan Pearson, 1997). Suhu malam hari yang lebih rendah dari 15˚C dapat
mengakibatkan pertumbuhan vegetatif yang berlebihan berupa tanaman lebih
tinggi, lebih kekar, terlambat dalam pembungaan, tangkai bunga (pedicle) yang
lebih panjang dan warna bunga yang lebih kuat. Suhu yang lebih tinggi dari 25˚C akan menghambat pembentukan bakal bunga dan juga menyebabkan keterlambatan dalam pembungaan (Fides, 1992).
Suhu harian ideal pada fase generatif adalah 16 - 18˚C (Wilkins et al.,
inisiasi bunga akan terhambat dan menyebabkan pembentukan bakal bunga juga terlambat. Pada suhu yang tinggi (>18˚C) bunga krisan cenderung berwarna kusam, pucat dan memudar, sedangkan pada temperatur yang rendah (<16˚C) akan berpengaruh baik terhadap warna bunga, karena warna bunga cenderung
semakin cerah. Suhu malam yang ideal bagi krisan berkisar antara 15 - 25˚C.
Tanaman krisan membutuhkan kelembaban 90-95% pada awal
pertumbuhan untuuuuk pembentukan akar. Pada tanaman dewasa pertumbuhan
optimal dicapai pada kelembaban udara sekitar 70 -85% (Mortensen, 2000).
Tanaman krisan membutuhkan air yang memadai dan cukup banyak, akan tetapi
tanaman krisan tidak tahan terhadap terpaan air hujan. Penanaman sebaiknya
dilakukan di dalam bangunan rumah plastik untuk daerah yang curah hujannya
tinggi. Pada pembudidayaan tanaman krisan dalam bangunan tertutup, seperti
rumah plastik atau greenhouse dapat ditambahkan CO2, hingga mencapai kadar
yang dianjurkan. Kadar CO2 di alam sekitar 300 ppm, sedangkan kadar CO2
yang ideal untuk memacu fotosintesis antara 600 - 900 ppm (Nuryanto, 2007).
2.1.3. Pengaruh Populasi terhadap Pertumbuhan dan Pembungaan Tanaman
Kompetisi dalam arti luas menurut Odum (1913) adalah interaksi dari
dua organisme yang berjuang/berusaha keras untuk hal yang sama. Secara umum, istilah “kompetisi” digunakan dalam situasi yang memiliki dampak negatif karena sumberdaya yang terbatas digunakan oleh kedua spesies.
Pada kerapatan tertentu, makin padat populasi makin berkurang
persediaan makanan dan ruangan sehingga terjadi persaingan antar individu
yang mempengaruhi pertumbuhan dan terjadi kematian (Tarumingkeng, 1994).
Menurut Solomon (1976), kompetisi tanaman yang terjadi akibat kerapatan
populasi antar spesies yang sama disebut kompetisi intraspesifik, sedangkan
kompetisi tanaman antar spesies yang berbeda disebut kompetisi interspesifik.
Sering ditemukan bahwa kompetisi tanaman yang sama spesiesnya lebih besar
daripada tanaman yang berbeda spesies. Hal ini dikarenakan tanaman antar
spesies yang sama memiliki kebutuhan yang sama pula.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Khobragadhe et al.
tanaman, jumlah daun, luas daun, jumlah cabang, jumlah bunga per tanaman,
jumlah bunga per petak, dan diameter bunga. Pengaturan jarak tanam atau
populasi tanaman mempengaruhi tingkat kompetisi antar tanaman terhadap
faktor pertumbuhan. Jarak tanam yang rapat mengakibatkan tingkat kompetisi
lebih tinggi, sehingga akan terdapat tanaman yang pertumbuhannya terhambat,
baik karena ternaungi oleh tanaman sekitarnya ataupun karena kompetisi
tanaman tersebut dalam mendapatkan air, unsur hara dan oksigen (Rachman,
2003 dalam Firmansyah et al., 2009).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Firmansyah et al.
(2009) pada tanaman pakcoy, populasi tanaman berpengaruh nyata terutama
terhadap luas daun. Populasi tanaman yang rapat berpengaruh pada penyerapan
energi matahari oleh permukaan daun dan menentukan pertumbuhan tanaman.
Kondisi daun yang saling menutupi dapat menyebabkan turunnya fotosintat
yang dihasilkan dan berdampak pada lambatnya perkembangan daun (Gardner
et al., 1991 dalam Firmansyah et al., 2009). Populasi renggang mempunyai
tingkat kompetisi antar tanaman rendah, sehingga daun lebih lebar.
Berdasarkan hasil penelitian Wuryaningsih et al. (2008) pada tanaman
anyelir, kerapatan tanaman memberikan pengaruh yang signifikan terhadap
jumlah tunas lateral yang tumbuh pasca-pinching. Tanaman anyelir yang
ditanam dengan kerapatan 25 tanaman/m2 mempunyai tunas lateral
pasca-pinching lebih banyak dibandingkan dengan tanaman pada kerapatan 36
tanaman/m2. Hal ini mengindikasikan bahwa tanaman pada kerapatan tanam
yang lebih renggang mendapatkan suplai faktor lingkungan yang lebih baik
dengan tingkat persaingan yang lebih rendah, sehingga memungkinkan
metabolisme tanaman dan partisi fotosintat dapat berjalan lebih optimal.
2.1.4. Pengaruh Pemangkasan Pucuk dan Waktu Pemangkasan terhadap Pertumbuhan dan Pembungaan Tanaman
Pemangkasan pucuk dilakukan untuk menstimulasi pertumbuhan
tunas-tunas lateral yang kemudian dipelihara lebih lanjut hingga membentuk kuncup
bunga (Wuryaningsih et al., 2008). Kehilangan pertumbuhan pucuk segera
dialihkan kepada pertumbuhan samping berupa berkembangnya tunas ketiak
Penelitian Habiba et al. (2012) pada tanaman krisan menunjukkan bawa
pemangkasan berpengaruh terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah
cabang dan jumlah bunga per tanaman. Auksin pada pucuk tanaman
menyebabkan pertumbuhan tinggi. Pemangkasan mengurangi auksin dan
menghilangkan pertumbuhan apikal, sehingga memungkinkan pertumbuhan
lateral. Di sisi lain, tanaman yang tidak dipangkas memperlihatkan
pertumbuhan vegetatif yang normal dan mencapai tinggi yang maksimum.
Pemangkasan menyebabkan pertumbuhan cabang baru dan mengakibatkan
peningkatan jumlah daun serta peningkatan jumlah bunga.
Ahmad et al. (2007) telah melakukan penelitian dengan perlakuan
pemangkasan pada tanaman anyelir. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa
pemangkasan dapat menurunkan tinggi tanaman dan luas daun, memperkecil
ukuran tunas dan ukuran bunga, serta menunda munculnya bunga. Namun di
sisi lain, pemangkasan dapat meningkatkan jumlah tunas, jumlah daun, dan
jumlah bunga. Meskipun demikian, penurunan luas daun dan penundaan
munculnya bunga pada perlakuan pemangkasan tidak berbeda nyata jika
dibandingkan dengan kontrol.
Pemangkasan membatasi tinggi tanaman, memperbesar lebar tajuk dan
meningkatkan jumlah cabang (Rakesh et al. 2003, Beniwal et al. 2003 dalam
Zalewska dan Antkowiak, 2011). Pernyataan ini dikonfirmasi oleh hasil
penelitian yang dilakukan oleh Zalewska dan Antkowiak (2011) pada beberapa
kultivar tanaman Ajania (Ajania pasifica) meskipun tidak semua kultivar
menunjukkan respon yang sama. Pada semua kultivar tersebut, pemangkasan
membatasi tinggi tanaman tetapi pertambahan lebar tajuk hanya terjadi pada 2
kultivar. Pemangkasan juga berpengaruh terhadap kualitas tanaman secara
bervariasi. Zalewska dan Antkowiak (2011) menyimpulkan bahwa respon
tanaman Ajania terhadap pemangkasan tergantung pada kultivar secara spesifik
dan interaksinya harus selalu dibuktikan lagi jika ada kultivar baru.
Pada penelitian Winardiantika (2011) pada tanaman kembang kertas,
waktu pangkas pucuk yang menghasilkan pemendekan tanaman terbesar yaitu 5
minggu setelah semai (43.78 cm), diikuti oleh waktu pangkas pucuk 7 minggu
cm). Semakin awal dilakukan pangkas pucuk pemendekan tanaman yang terjadi
semakin besar karena pangkas pucuk mengurangi produksi auksin di pucuk
tanaman yang menghambat pertambahan tinggi tanaman dan mendorong
terbentuknya cabang lateral.
Penelitian Pushkar dan Singh (2012) pada tanaman Marygold, waktu
pemangkasan berpengaruh terhadap waktu berbunga, jumlah cabang, dan
jumlah bunga per tanaman. Waktu pemangkasan 30 hari setelah transplanting
memiliki waktu berbunga maksimum karena pemangkasan mengakibatkan
kedewasaan fisiologi tanaman tertunda sehingga waktu berbunga lebih lama.
Jumlah cabang (66.21) dan jumlah bunga per tanaman (73.00) terbanyak
diperoleh dari perlakuan waktu pemangkasan 20 hari setelah transplanting.
Peningkatan jumlah bunga per tanaman pada perlakuan waktu pemangkasan 20
hari setelah transplanting diduga karena dominansi apikal hilang dan energi
teralihkan unutk produksi cabang dan bunga.
Penelitian Sailaja dan Panchbhai (2014) pada tanaman aster Cina,
jumlah cabang maksimum diperoleh dari perlakuan 1 kali pemangkasan pada 30
hari setelah transplanting (21.51) dan diikuti perlakuan 1 kali pemangkasan
pada 45 hari setelah tranplanting (20.28). Jumlah cabang minimum diperoleh
dari perlakuan kontrol/ tanpa pemangkasan (17.73).
2.1.5 Pengaruh Populasi dan Waktu Pemangkasan Pucuk terhadap Estetika Tanaman dalam Pot
Lee dkk (2008) menyatakan kerapatan tanaman berpengaruh terhadap
jumlah cabang dan jumlah bunga per tanaman. Winardiantika (2011), menyatakan
pemangkasan pucuk tanaman akan menghilangkan dominansi apikal yang
mendorong munculnya cabang lateral dan mengurangi jumlah ruas di batang
utama. Semakin sedikit jumlah ruas maka semakin sedikit jumlah cabang total
yang dihasilkan. Cabang yang muncul akan membentuk tajuk tanaman yang dapat
dinilai kekompakan tanamannya dengan sistem skoring. Pada tanaman kembang
kertas, tunas lateral muncul di ketiak daun yang terletak di buku batang sehingga
jumlah ruas dan jumlah daun lebih sedikit dibandingkan ketika pangkas pucuk
pada umur 6 maupun 7 minggu setelah semai (Winardiantika dkk, 2011).
2.1.6 Standar Mutu Krisan Pot
Standarisasi merupakan suatu ukuran tingkat mutu dari suatu produk
dengan menggunakan parameter tertentu, yang dapat berupa warna, ukuran, atau
volume, bentuk, susunan, ukuran jumlah, kekuatan atau ketahanan, kadar air,
estetika serta berbagai kriteria lain yang dapat dijadikan sebagai dasar standar
mutu produk, termasuk bunga dan tanaman hias. Beberapa kriteria yang
digunakan sebagai dasar dalam standarisasi mutu bunga, terdiri dari: 1. Warna
bunga, meliputi variasi warna, tingkat kecerahan bunga (chroma), dan tingkat
kesegaran bunga. 2. Bentuk dan susunan bunga, mencakup spesifikasi bentuk,
kerapatan, kekompakan serta letak dari tiap kuntum bunga pada tangkai bunga. 3.
Ketahanan bunga (vase life), menyangkut kemampuan bunga unutk dapat
bertahan lama dengan tingkat kesegaran yang relatif tetap mendekati seperti
halnya pada saat panen. 4. Jumlah kuntum bunga dan panjang tangkai bunga,
parameter ini juga sering digunakan dalam penentuan standarisasi mutu bunga
(Rianto, 2008).
Tabel 2.1 Syarat Mutu Panen Bunga Krisan Pot Segar
No. Kriteria Kualitas Satuan Kelas Mutu
A B
7. Keadaan tangkai bunga Kuat, lurus,
tidak pecah
Kuat, tidak pecah
8. Keseragaman kultivar Seragam Seragam
11. Bebas serangan/ bekas HPT Bebas Bebas
12. Warna bunga Cerah Agak Pudar
Sumber: PT. Saung Mirwan, 20 Februari 2008 dalam Sari, 2010
Salah satu kriteria krisan pot yang sudah layak dipanen adalah memiliki
tinggi 35-40 cm dari dasar pot untuk kelas mutu A dan <35, >40 untuk kelas mutu
B. Pot yang digunakam memiliki tinggi 15 cm. Tinggi tanaman diperoleh dari
penambahan tinggi tajuk dan tinggi pot, lalu dikurangi dengan penyusutan
permukaan media dalam pot sedalam 2 cm (Sari, 2010).
2.2 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan latar belakang, tujuan penelitian dan tinjauan pustaka, maka
dapat diajukan hipotesa sebagai berikut:
1. Populasi tanaman dan pemangkasan berpengaruh terhadap pertumbuhan,
pembungaan dan estetika krisan pot.
2. Kombinasi populasi 4 tanaman setiap pot dan waktu pemangkasan 1 minggu
setelah transplanting mampu memberikan pertumbuhan, pembungaan dan
estetika terbaik pada tanaman krisan pot.
2.3Pengukuran dan Definisi Variabel
Untuk menghindari penafsiran yang berbeda-beda dalam penelitian,
maka dibuat definisi dan pengukuran variabel sebagai berikut:
1. Tinggi tanaman adalah panjang tanaman krisan yang diukur dari pangkal
batang sampai ujung tanaman tertinggi menggunakan penggaris dengan
satuan cm. Diambil 2 tanaman setiap pot sebagai sampel. Pengukuran
dilakukan sebanyak dua kali, yaitu sebelum diberi perlakuan (pada saat
transplanting) dan setelah 50% muncul kuncup bunga.
2. Diameter batang adalah garis tengah batang utama, diukur pada ketinggian
3 cm dari pangkal batang menggunakan jangka sorong dengan satuan mm.
Diambil 2 tanaman setiap pot sebagai sampel. Pengukuran dilakukan pada
akhir penelitian.
3. Diameter tajuk adalah garis tengah tajuk terlebar setiap pot, diukur
menggunakan penggaris dengan satuan cm. Pengukuran dilakukan pada
4. Luas daun adalah luas daun terbesar pada setiap tanaman, diambil 2
tanaman setiap pot sebagai sampel. Luas daun diukur menggunakan aplikasi
i-Daun dengan satuan cm2. Pengukuran dilakukan pada saat 50% muncul
kuncup bunga.
5. Jumlah daun adalah jumlah daun pada setiap tanamam, diambil 2 tanaman
setiap pot sebagai sampel. Dilakukan sebanyak dua kali, yaitu sebelum
perlakuan (pada saat transplating) dan setelah 50% muncul kuncup bunga.
6. Jumlah bunga per tanaman adalah banyaknya bunga yang muncul pada
setiap tanaman (diambil 2 tanaman setiap pot sebagai sampel). Jumlah
bunga per tanaman dihitung pada akhir penelitian.
7. Jumlah bunga per pot adalah banyaknya bunga dalam satu pot. Jumlah
bunga per pot dihitung pada akhir penelitian.
8. Diameter bunga adalah garis tengah bunga pada saat mekar penuh pada
setiap tanaman, diambil 2 tanaman setiap pot sebagai sampel. Pengukuran
dilakukan pada akhir penelitian menggunakan penggaris dengan satuan cm.
9. Jumlah cabang produktif (berbunga) adalah jumlah cabang yang dapat
menghasilkan bunga pada setiap tanaman, dihitung pada akhir penelitian.
10.Analisis estetika tanaman krisan pot: penilaian oleh 10 panelis terhadap
estetika krisan pot melalui aspek kekompakan tanaman menggunakan
kuisioner, dilakukan pada akhir penelitian. Tanaman yang kompak adalah
tanaman dalam pot yang memiliki populasi tanaman, jumlah cabang, daun