• Tidak ada hasil yang ditemukan

View of HUBUNGAN KEBIASAAN MEROKOK DI DALAM RUMAH DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI DESA CIMAREME KABUPATEN BANDUNG BARAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "View of HUBUNGAN KEBIASAAN MEROKOK DI DALAM RUMAH DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI DESA CIMAREME KABUPATEN BANDUNG BARAT"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

88 HUBUNGAN KEBIASAAN MEROKOK DI DALAM RUMAH DENGAN KEJADIAN

ISPA PADA BALITA DI DESA

CIMAREME KABUPATEN BANDUNG BARAT

Lina Safarina

ABSTRAK

Kebiasaan merokok di dalam rumah berdampak pada munculnya perokok pasif di rumah. Kebiasaan keluarga yang merokok di dalam rumah dapat berdampak negative bagi anggota keluarga khususnya balita.Indonesia merupakan negara dengan jumlah perokok aktif sekitar 27,6% dengan jumlah 65 juta perokok atau 225 miliar batang per tahun (WHO,2008). Rokok merupakan benda beracun yang member efek yang sangat membahayakan pada perokok atau pun perokok pasif, terutama pada balita yang tidak sengaja terkontak asap rokok. Nikotin dengan ribuan bahaya beracun asap rokok lainnya masuk kesaluran pernapasan bayi yang dapat menyebabkan Infeksi pada saluran pernapasan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kebiasaan merokok anggota keluarga dengan kejadian ISPA pada balita di Desa Cimareme Kabupaten Bandung Barat. Pengambilan sampling dilakukan dengan tehnik purposive sampling, dengan kriteria: ibu yang memiliki balita dengan status imunisasi dasar lengkap, ibu yang memiliki balita dengan status gizi normal, ibu yang menempati rumah dengan kondisi rumah sehat (tidak menggunakan sarana memasak tungku, ruang memasak terpisah dari ruang keluarga dan atau kamar, ventilasi minimal 10%, ) ibu dan balita tinggal dalam satu rumah, ibu yang memiliki anggota keluarga dengan kebiasaan merokok di dalam rumah (kebiasaan merokok minimal satu batang satu hari dilakukan secara kontinu selama 6 bulan), dan ibu bersedia menjadi responden. Dari 613 ibu dengan balita didapat sampel yang sesuai kriteri adalah 437 orang.Pengumpulan data dilakukan dengan penyebaran questioner.Analisis univariat dengan table distribusi frekuensi dan analisis bivariate dengan chi square. Didapatkan hasil Sebagian besar responden memiliki anggota keluarga yang merokok di dalam rumah (66.4%), sebagian besar memiliki balita yang mengalami ISPA dalam 6 bulan terakhir (63.8%) Nilai P-value adalah 0.0049 hal ini menunjukan bahwa terdapat hubungan antara kebiasaan merokok di dalam rumah dengan kejadian ISPA pada balita di Desa Cimareme Kabupaten Bandung Barat. Perlu peningkatan upaya Promosi kesehatan dalam hal pendidikan kesehatan bahaya merokok di dalam rumah dan pendidikan kesehatan mengenai ISPA.

(2)

89 LATAR BELAKANG

Penyakit infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) masih merupakan masalah kesehatan

yang utama karena merupakan penyebab kematian dan kesakitan yang terbanyak di dunia. Infreksi

Saluran pernafasan atas merupakan penyebab kematin dan kesakitan balita di Indonesia.Angka

kejadian penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA) pada balita di Indonesia masih tinggi,

kasus kesakitan tiap tahun mencapai 260.000 balita. ISPA diadaptasi dari istilah dalam bahasa

Inggris Acute Respiratory Infections (ARI).ISPA adalah penyakit infeksi akut yang menyerang

salah satu bagian dari saluran napas mulai dari hidunghingga kantong alveoli termasuk jaringan

adneksannya seperti sinus atau rongga disekitar hidung (sinus dan pleura) (Depkes, 2010).

MenurutAlsagaff dan Mukty (2006) menjelaskan ISPA adalah radang akut saluran pernafasan atas

maupun bawah yang disebabkan oleh infeksi jasad resnik atau bakteri, virus maupun riketsia tanpa

atau disertai radang parenkim paru. Salah satu yang termasuk dalam infeksi saluran pernafasaan

bagian atas adalah bentuk pilek biasa (common cold),faringitis, tonsilitis, dan sinusitis.Sedangkan

infeksi yang menyerang bagian bawah saluran napas seperti paru itu salah satunya adalah

pneumonia (www.scribd.com/doc/4350700/Apa-itu-ISPA, diperoleh tanggal 17 Februari 2012). Savitha (2007), Kabra et al. (2004), dan Kristensen & Olsen (2006) membagi faktor risiko

infeksi saluran pernafasan bawah menjadi tiga, yaitu: (a) Variabel sosiodemografis, seperti

rendahnya pendidikan ibu dan bapak, rendahnya status sosial ekonomi, status imunisasi anak yang

tidak penuh, serta overcrowding/memiliki anak balita lebih dari 2 dalam 1 rumah; (b) Variabel

nutrisi, seperti penyapihan sebelum anak berusia 4 bulan/non-ASI eksklusif, anemia, kejadian

rakhitis sebelumnya, malnutrisi, dan BBLR; dan (c) Variabel lingkungan, seperti polusi

udara/tidak adanya ventilasi, kondisi lantai yang terbuat dari lumpur/tanah, polusi akibat lampu

minyak tanah dan memasak dengan menggunakan kayu bakar, dan adanya perokok di tempat anak

tinggal.

Paxson & Case (2006) juga menyatakan bahwa status sosial ekonomi dapat mempengaruhi

kondisi kesehatan. Beberapa penelitian yang dilakukan sebelumnya menunjukkan bahwa anak

yang berasal dari tingkat sosial ekonomi yang rendah lebih sering mengalami ISPA, sakit kepala,

gangguan jantung, gangguan ginjal, epilepsi, gangguan pencernaan, retardasi mental, dan

gangguan penglihatan serta pendengaran, jika dibandingkan dengan anak-anak yang berasal dari

tingkat sosial ekonomi yang lebih tinggi. Hal yang mendasari hasil penelitian tersebut adalah

(3)

90 kesehatan yang berkualitas dan kontinu karena tidak ada biaya, orangtua tidak memiliki

kemampuan untuk mengelola kesehatan anak mereka karena ketidaktahuan, kondisi lingkungan

yang tidak terpelihara, dan adanya anggota keluarga yang merokok di dalam rumah.

Merokok di dalam rumah masih sering terjadi, ini dilakukan ketika perokok mengkonsumsi

rokok di rumah sehingga berdampak pada munculnya perokok pasif di rumah.Perokok menurut

WHO (1992, dalam Depkes, 2004) adalah mereka yang merokok minimal 1 batang setiap hari

untuk jangka waktu minimal 6 bulan selama hidupnya dan masih merokok saat survey dilakukan.

Indonesia merupakan negara dengan jumlah perokok aktif sekitar 27,6% dengan jumlah 65 juta

perokok atau 225 miliar batang per tahun (WHO,2008). Rokok merupakan benda beracun yang

member efek yang sangat membahayakan pada perokok atau pun perokok pasif, terutama pada

balita yang tidak sengaja terkontak asap rokok.

Menurut Fajriwin (1999), asap rokok dapat menyebabkan pencemaran udara dalam

rumah yang dapat merusak mekanisme paru-paru. Asap rokok juga diketahui sebagai sumber

oksidan. Asap rokok yang berlebihan dapat merusak sel paru-paru baik sel saluran pernapasan

maupun sel jaringan paru seperti alveoli.

Berdasarkan hasil studi Penduhuluan di Desa Cimareme pada tahun 2014 terdapat 137

balita Kejadian ISPA tahun 2014 pada bulan Januari 50 balita, Februari 50 balita, Maret 51

balita, April 55 balita, Mei 55 balita, Juni 57 Balita.Dilihat dari angka tersebut, maka kejadian

ISPA selama enam bulan tersebut makin meningkat.

Hasilwawancara yang dilakukan terhadap 10 anggota keluarga balita penderita ISPA

diperoleh informasi bahwa 6 diantaranya orang tua nya adalah perokok dan 8 diantaranya ada

yang tinggal dengan anggota keluarga yang merokok Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk

mengetahui hubungan kebiasaan merokok dengan Kejadian ISPA pada Balita

Metode Penelitian

Rancangan penelitian yang akan digunakan adalah deskriptif korelatif dengan pendekatan

penelitian yang digunakan adalah penelitian cross sectional. Variabel independent dalam

penelitian ini adalah kebiasaan merokok dan variable dependent dalam penelitian ini adalah angka

kejadian ISPA pada balita di Desa Cimareme bandung Barat. Pengkategorian yang digunakan

adalah dikatakan merokok, bila orang tua atau anggota keluarga merokok di dalam rumah dan

(4)

91 dependent memiliki kategori: . ISPA = memiliki riwayat ISPA dalam 6 bulan terakhir dan Tidak

ISPA= tidak memiliki riwayat ISPA dalam 6 bulan terakhir. Populasi dalam penelitian ini adalah

ibu dengan balita di wilayah Desa Cimareme Bandung Barat sebanyak 613 ibu dengan balita,

dengan rincian : RT 1 49 Orang , RT 2 78 Orang, RT 3 74 Orang , RT 4 68 Orang, RT 5 57 orang,

RT 6 58 orang, RT 7 77 orang, RT 8 45 orang, RT 9 60 orang, RT 10 47 orang, sehingga total ibu

dengan balita : 613 orang. Tekhnik pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan secara

purposive sampling. Instrumen dalam penelitian ini adalah kuesioner dengan pertanyaan tertutup

mengenai riwayat ISPA dan kebiasaan merokok di dalam rumah.Diawali dengan kuesioner dan

lembar observasi untuk penjaringan sample. Analisa univariat dengan table distribusi frekuensi

dan analisa bivariate dengan chi square. Lokasi penelitian di Desa Cimareme Bandung Barat,

waktu penelitian bulan November – Desember 2014.

Hasil Penelitian dan Pembahasan

1. Hasil Penelitian

Tabel 1 Distribusi Responden Menurut Kebiasaan Merokok Di Dalam Rumah Di Desa Cimereme Kabupaten Bandung Barat

Kebiasan merokok

dalam rumah Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Merokok 290 33.2 66.4 66.4

Tidak

merokok 147 16.8 33.6 100.0

Total 437 50.0 100.0

Berdasarkan table 1 terlihat bahwa dari 437 responden sebagian besar responden memiliuki anggota keluarga yang merokok di dalam rumah (66, 4%) atau sebanyak 290 responden.

Tabel 2 Kejadian ISPA pada Balita di Desa Cimareme Kabupaten Bandung Barat

Kejadian ISPA balita Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid ISPA 279 31.9 63.8 63.8

Tidak

ISPA 158 18.1 36.2 100.0

Total 437 50.0 100.0

(5)

92 Tabel 3 Hubungan Kebiasaan Merokok Di Dalam Rumah Dengan Kejadian ISPA Pada

Balita Di Desa Cimareme Bandung Barat

Kejadian ISPA Total p-Value

ISPA Tidak ISPA

Kebiasaan Merokok

dalam rumah

Memiliki

kebiasaan 195(67.2%) 95(32.82%) 290

0,049 Tidak

memiliki kebiasaan

84(57.1%) 63(42.9%) 147

Total 279 158 437

Dilihat hasil dari tabel 3 di atas dengan hasil uji statistik menunjukkan bahwa responden yang

memiliki anggota keluarga yang merokok di dalam rumah dan memiliki kejadian ISPA pada balita

sebanyak 195 responden (67.2%). Sedangkan responden yang anggota keluarganya tidak merokok

di dalam rumah dan memiliki balita yang tidak mengalami kejadian ISPA sebanyak 63 responden

(42.9%). .Nilai P-value 0,049 (p value ≤ 0,05), hal ini berarti Ho ditolak dan Ha diterima, artinya

bahwa ada hubungan antara kebiasaan merokok anggota keluarga dengan kejadian ISPA pada

balita di Desa Cimareme Bandung Barat.

Pembahasan

Paparan asap rokok dialami oleh 78,4% atau 133,3 juta orang didalam rumahnya (Departemen

Kesehatan RI, 2012). Hasil dari temuan ini menunjukkan bahwa kebiasaan merokok masyarakat

Indonesia terutama didalam keluarga sangat merugikan kesehatan, karena para perokok masih

merokok di tempat umum dan menyebarkan penyakit kepada orang yang tidak merokok dan tak

terkecuali anak-anak yang berada disekitar perokok. Hal ini harus diatasi karena dampak dari

rokok bukan hanya dirasakan oleh perokok aktif saja, tetapi juga dapat menyebabkan bahaya bagi

perokok pasif. Menjadi seorang perokok pasif dapat menimbulkan berbagai penyakit yang

berbahaya karena dalam asap rokok terkandung lebih dari 4000 bahan kimia, dimana minimal

terdapat 250 zat yang berbahaya dan lebih dari 50 zat tersebut diketahui sebagai penyebab kanker

(WHO, 2009). Rokok merupakan enam dari delapan penyebab utama kematian di dunia yaitu

penyakit jantung iskemik, penyakit serebro vaskuler, Infeksi Saluran Pernafasan bawah Akut

(ISPA), penyakit obstruksi paru kronis,Tuberculosis (TBC), dan kanker paru, trakea dan bronkus

(6)

93 Perilaku merokok disebut juga sebagai suatu kebiasaan atau ketagihan, tetapi dewasa ini

merokok disebut sebagai Tobacca Depedency sendiri dapat didefinisikan sebagai perilaku

penggunaan tembakau yang menetap, biasanya lebih dari setengah bungkus rokok per hari, dengan

adanya tambahan distres yang disebabkan oleh kebutuhan akan tembakau secara berulang – ulang

(Triyanti, 2006). Perilaku merokok dapat juga didefinisikan sebagai aktivitas subjek yang

berhubungan dengan perilaku merokoknya, yang diukur melalui intensitas merokok, waktu

merokok, dan fungsi merokok dalam kehidupan sehari – hari (Komalasari & Helmi, 2000).

Keberadaan perokok aktif di dalam rumah akan menyebabkan pencemaran udara di dalam

ruangan. Manusia bernapas kira-kira 20 kali dalam satu menit, sekali tarikan napas maka ±500

mililiter udara terhirup. Kita bisa bayangkan akibatnya jika udara yang masuk kedalam tubuh

sudah terkana polusi. Udara yang tidak sehat dengan partikel-partikel polusi sebesar 10 mikron

bisa mengakibatkan berbagai infeksi saluran pernafasan akut (ISPA). Polusi udara dapat

disebabkan oleh kontaminasi asap rokok, ozon yang berasal dari printer, perabotan cat, bahan

pembersih dan dari debu atau karbon yang menempel (Ide, 2010). Anak-anak yang menjadi

perokok pasif lebih beresiko terserang penyakit dibandingkan orang dewasa, dimana sudah

terbukti bahwa anak-anak menyerap nikotin dua kali lebih banyak dibandingkan orang dewasa

(Hanas, 2007).

Hasil penelitian ini sejalan dengan menurut penelitian yang dilakukan oleh Winarni, Ummah

dan Salim tahun 2010 mengatakan bahwa terdapat hubungan antara perilaku merokok orang tua

dan anggota keluarga yang tinggal di dalam satu rumah dengan kejadian ISPA pada balita.

Penelitian ini diperkuat oleh Permatasari (2009), dimana didapatkan hasil bahwa luas ventilasi,

lubang asap dapur dan keberadaan perokok didalam rumah memiliki hubungan bermakna dengan

kejadian pneumonia pada balita.

(7)

94 Hasil penelitian terhadap EPA (Environmental Protection Agency) memperlihatkan bahwa

ETS (asap rokok sekunder) dapat memperburuk asma pada anak-anak dan merupakan faktor

resiko untuk kasus asma baru di masa kanak-kanak. Ibu yang merokok selama masa kehamilan,

setelah melahirkan atau asap rokok yang berasal dari anggota keluarga (rumah tangga) setelah

kelahiran anak dapat meningkatkan resiko anak menderita ISPA. Asap rokok yang terhirup pada

bayi terbukti dapat meningkatkan resiko bayi mengalami konsekwensi yang buruk selama masa

pranatal (sebelum lahir) dan kondisi kesehatan yang buruk selama masa pasca natal (setelah lahir).

Secara khusus bahaya asap rokok ini berkaitan dengan keterlambatan pertumbuhan dalam

kandungan, berat badan lahir rendah, kelahiran kurang bulan, infeksi saluran pernafasan akut dan

(8)

95 Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan

Terdapat hubungan antara kebiasaan merokok dengan kejadian ISPA pada balita di Desa

Cimareme Kabupaten Bandung Barat

Saran

Bagi puskesmas dan Dinas Kesaehatan Meningkatkan upaya promosi kesehatan perilaku merokok

ditatanan rumah tangga, meninngkatkan perencanaan penagnggulangan ISPA dan bagi perawat

dan tenaga kesehatan agar dapat lebih memperhatikan manajemen yang terukur, sistematis kepada

(9)

96 Daftar Pustaka

Aula. (2010). Stop Merokok. Jogyakarta : Graha CK

Avin, 2000, ¶ 13, http://www.jurnal.psikologi.ugm.ac.id, diperoleh tanggal 10 februari 2014

Format referensi elektronik direkomendasikan oleh syahputra, 2012, tersedia

https://www.academia.edu/8261892/ 12 Desember 2014

Hidayat .(2008). Metode Penelitian keperawatan dan Tekhnik Ilmiah, Jakarta: Salemba Medika

Ide, P. (2010). Health secret of pepino. Jakarta: PT Elex Media Komputindo

Kemala.(2007). Perilaku Merokok pada Remaja. Skripsi Program Studi Psikologi Fakultas

Kedokteran USU, Medan

Komala. (2000). Faktor-faktor Penyebab Perilaku Merokok pada Remaja. Jurnal Psikologi

Universitas Gajah Mada : Jogjakarta

Kristensen IA, Olsen J. Determinants of acute respiratory infections in Soweto-a population-based

birth cohort.SAMJ. 2006;96:633-640

Oktaviani, D., Fajar. M. A., Purba. I. (2010).Hubungan kondisi fisik rumah dan perilaku keluarga

terhadap kejadian ISPA pada balita di kelurahan cabai kota Prabumulih Tahun 2010.

Savitha, M.R., Nandeeshwara, S.B., Kumar, M.J.P., Haque, F. & Raju, C.K. (2007) Modifiable

risk factor for acute lower respiratori tract infections.Indian J Pediatric, 27(5): 447-481

Supraptini (2006).Hubungan antara kebiasaan merokok dengan Kejadian ISPA pada balita di

Puskesmas Rembang Kabupaten Purbalingga. Diunduh dari http://

http://kesmas.unsoed.ac.id/sites/default/files/file-unggah/jurnal

Tandra, H.2003. Merokok Dan Kesehatan .Berita kompas PMM.

Warner, P., & Kelly, P. (2009). 365 kiat mengasuh bayi segala sesuatu yang perlu diketahui pada

tahun pertama. Jakarta: Arcan.

William, B.W., Gouws, E., Boschi, C.P., Bryce, J. & Dye, C. (2002) Estimates of world-wid

distribution of child deaths from acute respiratory infections. Lancet Infect Dis, 2(1):25-32.

WHO. (2008). WHO report on the global tobacco epidemic, the MPOWER package. Geneva:

World health organization.

WHO. (2009). 10 facts on second hand smoke. Diperoleh tanggal 1 Oktober 2012 dari

(10)

97 Winarni., Ummah, B. A., & Salim, S. A. N. (2010). Jurnal ilmiah kesehatan keperawatan

:Hubungan antara perilaku merokok orang tua dan anggota keluarga yang tinggal dalam

satu rumah dengan kejadian ISPA pada balita diwilayah kerja Puskesmas Sempor II

Referensi

Dokumen terkait

Panitia Pengadaan Barang Peralatan Pengolah Data Pusdiklat Bea dan Cukai Tahun Anggaran 2012, setelah melakukan evaluasi penawaran dan evaluasi kualifikasi, dengan ini

H.A Bastari Seberang Ulu I - Palembang, Panitia Pengadaan Barang dan Jasa Kantor / Pokja ULP Regional VII BKN Palembang Tahun Anggaran 2016, telah diadakan rapat evaluasi penawaran

Secara umum kesimpulan dalam penelitian ini adalah “ Implementasi pembelajaran tematik dengan Quantum Teaching di kelas III SDN 21 Kecamatan Sungai Raya

Universitas Sumatera

For other rows, transform Pivot Column to leaving basic variable column... Divide Right Side value by

Angka menurut WHO ( World Healt Organization) , pada setiap tahunya, diperkirakan 3% atau setara dengan (3,6 juta) dari 120 juta bayi baru lahir yang mengalami asfiksia,

Beberapa saran yang dapat diajukan untuk pengembangan program aplikasi ini bagi peniliti lain adalah: (1) pengembangan dari program ini dapat dikembangkan menjadi 3D anaglyph dengan

(3) Dalam hal permohonan wajib retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui atau ditolak, Kepala BPMPTSP menerbitkan surat keputusan sebagaimana