• Tidak ada hasil yang ditemukan

Stevens Johnson Syndrome-Toxic Epidermal Necrolisis Overlap Caused by Drug Eruption Anti-Tuberculosis Drug

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Stevens Johnson Syndrome-Toxic Epidermal Necrolisis Overlap Caused by Drug Eruption Anti-Tuberculosis Drug"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Stevens Johnson Syndrome

-

Toxic Epidermal Necrolisis

Overlap

Disebabkan oleh

Drug Eruption

Obat Anti Tuberkulosis

Adi Nugraha DJ Anwar

1

, Novita Carolia

1

, M. Syafei Hamzah

2 1

Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung

2

Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin RSUD. Dr. Hi. Abdul Moeloek

Abstrak

Stevens-Johnson Syndrome-Toxic Epidermal Necrolisis Overlap ditandai dengan epidermiolisis sebesar 10-30% dari luas permukaan tubuh, memiliki manifestasi sama dengan Stevens-Johnson Syndrome (SJS). SJS merupakan kumpulan gejala yang mengenai kulit, selaput lendir, dan mata. Sindrom ini dianggap sebagai tindakan malpraktik medis oleh dokter kepada pasiennya. Pasien Tn. NF, 31 tahun datang ke RSAM dengan keluhan muncul bercak merah di seluruh tubuh disertai rasa gatal, panas dan nyeri seperti ditusuk-tusuk. Keluhan dirasakan 10 hari yang lalu setelah mengonsumsi obat anti tuberkulosis yang di peroleh dari puskesmas untuk mengobati penyakit tuberkulosis paru pasien. Bercak awalnya muncul di muka kemudian menyebar ke kedua kelopak mata, mukosa bibir, leher, dada, dan kedua lengan. Keluhan lain berupa muncul gelembung-gelembung berisi air yang mudah pecah jika tergores. Pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit berat, kesadaran compos mentis, tanda-tanda vital dalam batas normal. Pemeriksaan generalis didapatkan kesan normal dan hanya tampak kelainan kulit. Pemeriksaan dermatologis didapatkan pada regio oro-facialis, coli, brachii dextra et sinistra, dan thorax tampak vesikel-bula di atas kulit eritematosa, multipel, berbatas tegas, sebagian sudah pecah tampak daerah erosif, terdapat sedikit krusta dan hemorragic crush pada bibir. Penatalaksanaan pasien berupa terapi cairan, diet tinggi kalori-protein, serta menghentikan pemberian obat OAT. Pemberian Methylprednisolon 62,5 mg/12 jam IV, Cetirizine tab 2x1, Ceftriaxon 1 gr/12 jam, Borax Glycerin 2x/hari pada bibir, dan Silver Sulfodiazin krim 2x/hari pada lesi di badan. SJS merupakan kegawatdaruratan dalam bidang ilmu kesehatan kulit dan kelamin. Penatalaksanaan utama berupa membebaskan jalan nafas dan stabilisasi hemodinamik dengan koreksi cairan serta elektrolit.

Kata Kunci: drug eruption, obat anti tuberkulosis, Stevens-Johnson Syndrome-Toxic Epidermal Necrolisis

Stevens Johnson Syndrome

-

Toxic Epidermal Necrolisis

Overlap

Caused by

Drug Eruption Anti-Tuberculosis Drug

Adi Nugraha DJ Anwar

1

, M. Syafei Hamzah

2

1

Medical faculty, Lampung University

2

Department of Dermatovenereology Dr. Hi. Abdul Moeloek Hospital

Abstract

Stevens-Johnson Syndrome-Toxic Epidermal Necrosis Overlap is characterized by epidermiolysis of 10-30% body surface, has the same manifestation with Stevens-Johnson Syndrome (SJS). SJS is a symptoms that affect the skin, mucous membranes, and eyes. This syndrome is considered as medical malpractice by the doctor to his patient. Patients NF, 31 years old came to RSAM with complaints of red spots all over his body with itching, heat and pain like being stabbed. It was felt about 10 days ago after taking anti-tuberculosis drug which was obtained from health center to treat the patient's lung tuberculosis disease. Spots initially appear in face and spread to both eyelids, the mucosa of the lips, neck, chest, and both arms. Others, there is form of bubbles contain water that is easily broken if it is scratched. Physical examination found the general state of severe pain, conscious awareness of compos mentis, vital signs with normal limits. General examination obtained normal impression and only skin disorder. Dermatological examination is obtained in the orofacialis, coli, brachii dextra-sinistra, and thorax with vesicles on the skin erythematous, multiple, borderless, partially erosive, with a slight crust and hemorrhagic crush on the lips. Management patients are fluid therapy, high-calorie-protein diet, and stop TB drugs, Methylprednisolon 62.5 mg/12 hours IV, Cetirizine tab 2x1, Ceftriaxon 1 gr/12 hours, Borax Glycerin 2x/day on lips, and Silver Sulfodiazin cream 2x/day on body lesions. SJS is an emergency skin and genital sciences. Major management is clean the respiratory system and hemodynamic stabilization with fluid and electrolyte correction.

Keywords: drug eruption , anti-tuberculosis drugs, ,Stevens-Johnson Syndrome-Toxic Epidermal Necrolisis

(2)

Pendahuluan

Stevens-Johnson Syndrome-Toxic Epidermal Necrolisis (SJS-TEN) Overlap merupakan suatu kelainan kulit ditandai dengan terjadinya epidermiolisis sebesar 10-30% dari luas permukaan tubuh, serta memiliki manifestasi sama dengan Stevens-Johnson Syndrome. Stevens Johnson Syndrome merupakan suatu sindroma atau kumpulan gejala yang mengenai kulit, selaput lendir, dan mata dengan keadaan umum yang bervariasi dari ringan sampai berat. Penyakit ini bersifat akut dan pada bentuk yang berat dapat menyebabkan kematian, oleh karena itu penyakit ini merupakan salah satu kegawatdaruratan penyakit kulit.1,2

Stevens Johnson Syndrome pertama diketahui pada tahun 1922. Nama ini berasal dari Dr. Albert Mason Stevens danDr. Frank Chambliss Johnson, dokter anak di Amerika yang secara bersama-sama mempublikasikan kumpulan gejala ini dalam American Journal Penyakit Anak.3 Ada

berbagai sinonim yang digunakan untuk penyakit ini, diantaranya Ektodermosis Erosiva Pluriorifisialis, Sindroma Mukokutanea-Okuler, Eritema Multiformis tipe Hebra, Eritema Mulitiforme Exudatorum dan Eritema Bulosa Maligna.4

Banyak penelitian mempertimbangkan bahwa SJS dan Toxic Epidermal Necrolisis (TEN) adalah sebuah penyakit yang sama. Baik SJS maupun TEN ditandai dengan kelainan pada kulit dan mukosa. Makula eritem merupakan lesi yang sering terdapat pada lokasi tubuh dan kaki bagian proksimal lalu berkembang secara progresif menjadi bula flaccid yang menyebabkan pelepasan epidermal. Dikarenakan kesamaan antara gejala klinis, penemuan histopatologis, penyebab, serta mekanismenya, kedua kondisi ini hanya dapat bisa dibedakan dengan total body juga dikenal dengan istilah epidermal necrolysis.5,6

Insidensi SJS diperkirakan 2-3% per juta populasi per tahun di Amerika Serikat dan di negara-negara Eropa, sedangkan di Indonesia kasus SJS terjadi sekitar 12 kasus per tahun.6

Etiologi dari SJS sulit ditentukan dengan pasti karena penyebabnya meliputi berbagai faktor, walaupun pada umumnya sering berkaitan dengan respon imun terhadap obat. Beberapa faktor penyebab timbulnya SJS diantaranya: infeksi (virus, jamur, bakteri, parasit), obat (salisilat, sulfa, penisilin, etambutol, tegretol, tetrasiklin, digitalis, kontraseptif), makanan (coklat), fisik (udara dingin, sinar matahari, sinar X), Graft Versus Host Disease, dan radioterapi.7,8,9

Patogenesis SJS sampai saat ini belum jelas walaupun sering dihubungkan dengan reaksi hipersensitivitas tipe III dan reaksi hipersensitivitas tipe lambat (IV). Kasus SJS merupakan suatu kasus kegawatdaruratan yang harus segera ditangani dengan tatalaksana life saving sehingga penegakan diagnosis kasus SJS harus dilakukan dengan cepat.10

Kasus

(3)

ronga mulut dan tenggorokan pasien terasa kering dan perih.

Keluhan bertambah berupa muncul gelembung-gelembung berisi cairan yang mudah pecah. Kemudian pasien memutuskan untuk berobat ke puskesmas lagi. Kali ini pekerja puskesmas menyatakan tidak sanggup menangani pasien dan memutuskan untuk merujuk pasien ke rumah sakit kota. Setelah itu dari rumah sakit kota pasien kembali dirujuk ke rumah sakit DKT dan terkahir dari DKT pasien di rujuk ke RSUD dr. Hi. Abdul Moeloek dengan alasan untuk perawatan lebih lanjut. Pasien dirawat di bangsal penyakit paru.

Menurut pasien, pasien tidak memiliki riwayat alergi obat dan makanan sebelumnya. Pasien juga tidak memilki riwayat penyakit lain seperti darah tinggi dan kencing manis. Ibu pasien memiliki riwayat TB dan hipertensi.

Pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit berat, kesadaran compos mentis, tekanan darah 110/70 mmHg, frekuensi nadi 86 x/menit, nafas 26 x/menit, temperatur 36,7o C. Pemeriksaan generalis didapatkan kesan

normal dan hanya terdapat suatu kelainan kulit. Pemeriksaan dermatologis didapatkan pada regio

oro-facialis, tampak plak eritematosa, berbatas tegas, multipel, tampak pula krusta dan

hemorragic crush pada bibir. Pada regio coli et thoraxabdominalis, tampak vesikel-bula, di atas kulit eritematosa, berbatas tegas, multipel, sebagian sudah pecah mengalami erosi dan terdapat krusta, Tes Nikolsky positif. Pada Trunkus posterior, tampak plak eritematosa, berbatas

tegas, multipel, disertai adanya skuama. Pada regio brachii-antebrachii dextra et sinistra, tampak vesikel-bula, di atas kulit eritematosa, berbatas tegas, multipel, sebagian sudah pecah dan mengalami erosi dan terdapat pula krusta, Tes Nikolsky positif. Pada regio femoralis-cruris dextra et sinistra dan regio inguinal dextra et sinistra, tampak plak eritematosa, berbatas tegas, multipel. Total Body Surface Area yang terkena yaitu: regio thoraco-abdominal 6%,regio trunkus

6%, dan regio brachii-antebrachii dextra et sinistra

16% sehingga jumlahnya 28%.

Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan berdasarkan total body surface yang terdapat epidermiolisis, maka diagnosis pasien ialah

Stevens-Johnson Syndrome-Toxic Epidermal Necrolisis Overlap et causa Drug Eruption Obat Anti Tuberkulosis.

Penatalaksanaan umum pada pasien meliputi perawatan di tempat khusus untuk mencegah infeksi, mengidentifikasi dan menghentikan penggunaan obat penyebab, serta memberikan informasi mengenai penyakit pasien. Pasien dan keluarga juga diberikan edukasi bahwa penyakit ini bukanlah penyakit menular, melainkan disebabkan karena adanya alergi obat, sehingga diperlukan identifikasi obat yang dikonsumsi oleh pasien. Bila gejala muncul, sebaiknya pasien segera dibawa ke rumah sakit.

Penatalaksanaan khusus berupa pemberian Methylprednisolon Inj. 62,5 mg/12 jam IV, Cetirizine tab 2 x 1 PO, Ceftriaxon 1 gr/12 jam IV, Borax Glycerin 2x/hari pada bibir, dan Silver Sulfodiazin krim 2x/hari pada lesi di badan.

Gambar 4. Gambaran klinis pasien Stevens-Johnson Syndrome-Toxic Epidermal Necrolisis

(4)

Pembahasan

Stevens Johnson Syndrome merupakan suatu sindroma atau kumpulan gejala yang mengenai kulit, selaput lendir, dan mata dengan keadaan umum yang bervariasi dari ringan sampai berat.1,2 Penyebab pasti dari SJS ini idiopatik atau

belum diketahui. Namun penyebab paling sering terjadi ialah alergi sistemik terhadap obat.10

Keluhan utama pada pasien adalah kulit melepuh disertai rasa nyeri sejak 10 hari SMRS yang disertai dengan keluhan bercak kemerahan dan gelembung-gelembung kecil pada dada dan lengan. Pada SJS, terlihat gejala trias kelainan yang terdiri dari kelainan kulit, kelainan mukosa orifisium, dan kelainan mata. Kelainan mukosa yang tersering adalah pada mukosa mulut (100%), kemudian disusul kelainan di genital (50%), sedang di lubang hidung dan anus sangat jarang (8% dan 4%). Pada bibir, kelainan yang sering tampak adalah hemorragic crush hingga terdapat krusta berwarna hitam yang tebal. Kelainan kulit pada SJS terdiri atas eritema, vesikel, dan bula. Vesikel dan bula kemudian pecah menjadi erosi yang luas. Hal ini sesuai dengan manifestasi klinis yang terjadi pada pasien.11

Berdasarkan anamnesis diketahui kelainan pada kulit yang diawali munculnya bercak di daerah pipi kemudian menyebar ke seluruh muka, bibir, leher, dada, kedua lengan atas, dan kedua tungkai kaki. Keluhan disertai dengan rasa panas, nyeri seperti ditusuk-tusuk dan muncul

gelembung-gelembung berisi air. Keluhan pertama kali saat pasien mengonsumsi obat anti tuberkulosis yang didapatkan dari puskesmas berupa tablet merah yang diminum sebanyak 4 butir/hari. Selama mengonsumsi OAT tersebut sebenarnya keluhan sudah dirasakan oleh pasien, namun menurut pasien, keluhan tersebut dijelaskan oleh pihak puskesmas sebagai respon biasa dari pengobatan tuberkulosis yang sedang dijalani oleh pasien. Setelah mengonsumsi selama 10 hari keluhan bertambah berat, oleh karena itu pihak puskesmas merujuk pasien ke rumah sakit kota hingga akhirnya pasien dirujuk ke RSUD dr. Hi. Abdul Moeloek untuk dilakukan pengobatan lanjutan.

Kasus yang terjadi pada pasien ini dicurigai disebabkan oleh reaksi alergi terhadap OAT yang dikonsumsi oleh pasien. Secara umum OAT yang paling sering menimbulkan reaksi alergi adalah isoniazid. Hal ini sesuai dengan data hasil penelitian yang dilakukan pada salah satu Rumah Sakit di India, didapatkan bahwa kelompok obat paling sering menyebabkan SJS adalah obat anti-mikroba (35,55%), diikuti oleh anti-konvulsi (28,89%), antipiretik (17,78%), dan NSAID (6.67%). Dalam kategori obat individual, parasetamol (17,77%), dan fenitoin (15,55%) berada di antara obat yang paling sering, sedangkan isoniazid dilaporkan sebesar 1%.12 Daftar obat-obatan yang

dapat menyebabkan SJS dapat dilihat pada tabel

berikut :

Tabel 1. Obat dan reaksi yang terjadi. 12

Obat SJS TEN SJS-TEN Overlap Total Pasien (%)

Anti-mikroba 5 11 - 16(35,5%)

Levofloxacin 1 - - 1

Cefzidim 1 - - 1

Sulfametizol - 1 - 1

Cefixim - 3 - 3

Cefuroxime - 1 - 1

Ceftriaxone - 1 - 1

Ofloxacin - 1 - 1

Norfloxacin - 1 - 1

Sulfasalazin 1 - - 1

Metronidazol 1 - - 1

Clofazimin - 1 - 1

Isoniazid - 1 - 1

Artesunat 1 - - 1

Efavirenz - 1 - 1

(5)

Fenitoin 3 4 - 7(15,55%)

Asam valproat 2 1 - 3

Karbamazeepin 1 2 - 3

NSAID 1 1 1 3(6,67%)

Etoricoxid 1 - - 1

Aspirin - - 1 1

Ibuprofen - 1 - 1

Anti-piretik 4 4 - 8(17,78%)

Paracetamol 4 4 - 8

Anti-histamin 1 - - 1(2,2%)

Striarest 1 - - 1

Anti-gout - 1 - 1

Allopurinol - 1 - 1

Anti-kanker 2 - - 2(4,4%)

Lenalidomid 1 - - 1

Metotreksat 1 - - 1

Anti-depresan - 1 - 1

Reboxetin - 1 - 1

Total 19 25 1 45

Pada pemeriksaan fisik, didapatkan keadaan umum tampak sakit berat, kesadaran compos mentis, status gizi baik, tanda vital dalam batas normal. Regio kepala, regio thoraks, abdomen, KGB dan ekstremitas dalam batas normal. Pada pemeriksaan dermatologis didapatkan pada rgio oro-facialis, tampak Plak eritematosa, berbatas tegas, multipel, tampak pula krusta dan hemorragic crush pada bibir. Pada regio

coli et thoraxabdominalis, tampak vesikel-bula, di atas kulit eritematosa, berbatas tegas, multipel, sebagian sudah pecah dan mengalami erosi dan terdapat krusta, Tes Nikolsky positif. Pada trunkus posterior, tampak plak eritematosa, berbatas tegas, multipel, disertai adanya skuama. Pada regio

brachii-antebrachii dextra et sinistra, tampak vesikel-bula, di atas kulit eritematosa, berbatas tegas, multipel, sebagian sudah pecah dan mengalami erosi dan terdapat pula krusta, Tes Nikolsky positif. Pada regio femoralis-cruris dextra et sinistra dan regio inguinal dextra et sinistra, tampak plak eritematosa, berbatas tegas, multipel.

Total Body Surface Area yang terkena yaitu: regio

thoraco-abdominal 6%, regio trunkus 6%, dan regio

brachii-antebrachii dextra et sinistra 16% sehingga jumlahnya 28%.

Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik diketahui bahwa pasien memenuhi 2 dari 3 trias gejala SJS dan memiliki riwayat mengonsumsi OAT, serta berdasarkan total body surface yang

terdapat epidermiolisis, sehingga dapat dicurigai bahwa gejala yang muncul merupakan gejala dari suatu Stevens-Johnson Syndrome-Toxic Epidermal Necrolisis Overlap et causa Drug Eruption Obat Anti Tuberkulosis.

Gejala Stevens-Johnson Syndrome-Toxic Epidermal Necrolisis Overlap hampir sama dengan gejala Stevens-Johnson Syndrome, generalized bullous fixed drug eruption, dan Toxic Epidermal Necrolisis (TEN). Pada generalized bullous fixed drug eruption didapatkan makula hiperpigmentasi yang banyak, besar, sirkuler dan nyeri dengan bulla kendor. Distrbusi lesi sering simetris dengan tempat predileksi di ekstremitas, genital dan daerah intertrigious. Lesi muncul biasanya pada tempat yang sama seperti lesi di episode sebelumnya. Kelainan dimukosa biasanya jarang terjadi. Diagnosis Generalized bullous fixed drug eruption (FDE) dapat disingkirkan karena morfologi lesi pada pasien berbeda dengan lesi pada generalized bullous fixed drug eruption serta pada FDE lesi muncul berulang pada tempat yang sama.5,6 Adapun pada pasien, lesi baru pertama

(6)

yang terkena >30%. Diagnosis TEN dapat disingkirkan karena tidak adanya epidermolisis generalisata pada pasien.

Pada kasus ini diberikan terapi berupa terapi umum dan terapi khusus. Terapi umum berupa terapi nonfarmakalogi, meliputi perawatan pasien selama berada di rawat inap yaitu perawatan ditempat khusus untuk mencegah infeksi, mengidentifikasi dan menghentikan penggunaan obat penyebab serta perbaikan terhadap keseimbangan cairan, elektrolit, dan protein. Pasien ditempatkan di ruang isolasi, namun pasien tidak sendirian di dalam ruangan, di ruangan tersebut pasien bersama dengan 2 orang pasien lainnya sehingga kemungkinan untuk terjadi infeksi masih ada. Obat penyebab munculnya reaksi alergi pada pasien sudah diidentifikasi dan sudah dihentikan.

Pasien mendapat terapi cairan berupa infus Ringer Laktat (RL) 20 tetes/menit sehingga kekurangan cairan dan elektrolit pada pasien cukup dapat diatasi. Pada pasien juga diberikan terapi farmakologi, berupa terapi sistemik dan dermatoterapi. Tatalaksana sistemik berupa pemberian Methylprednisolon Inj. 62,5 mg/12 jam secara IV karena mempunyai efek antiinflamasi termasuk efek terhadap respon imun yang biasanya digunakan untuk terapi akut dan jangka panjang. Penggunaan preparat kortikosteroid merupakan tindakan life saving. Selain itu, diberikan Cetirizine tab 2x1 PO untuk mengatasi gejala pruritus atau gatal. Pada pasien ini juga diberikan Ceftriaxon Inj. 1 gr/12 jam secara IV untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder karena pengguna preparat kortikosteroid dengan dosis tinggi menyebabkan imunitas penderita menurun.

Tatalaksana topikal terdiri dari kompres terbuka menggunakan NaCl 0,9% pada mata dan bibir dengan metode evaporasi diharapkan lesi basah dapat menjadi kering. Pada bibir diberikan borax glycerin 10% 2x/hari yang merupakan desinfektan mulut atau golongan antiseptik yang merupakan campuran antara borax dan glycerin.

Pemberian silver sulfodiazin krim 2x/hari untuk menghentikan pertumbuhan bakteri yang dapat menginfeksi luka terbuka dan kulit disekitar lesi serta mencegah terjadinya sepsis. Penatalaksanaan yang diberikan pada pasien ini sudah tepat, sesuai dengan tatalaksana yang seharusnya diberikan kepada pasien dengan kasus SJS yang berat, berupa rawat inap, pemberian kortikosteroid dan antibiotik, menjaga keseimbangan cairan cairan/elektrolit dan nutrisi. Pada pasein baiknya juga diberikan terapi untuk mencegah terjadinya stres ulser berupa ranitidin 25 mg/12 jam IV yang kerjanya menghambat histamin secara kompetitif pada reseptor H2 dan mengurangi sekresi asam lambung untuk mencegah terjadinya suatu stress ulcer.

Pengobatan TB paru pada pasien ini dapat dilanjutkan setelah SJS-TEN Overlap dapat tertangani. Untuk mengetahui OAT mana yang menyebabkan terjadinya reaksi alergi dilakukan "tes obat/drug challenging”, yaitu

: OAT diberikan secara bertahap satu per satu dimulai dengan OAT yang kecil kemungknan menimbulkan reaksi pada dosis rendah, selanjutnya dosis OAT tersebut ditingkatkan secara bertahap dalam 3 hari, bila tidak muncul reaksi, maka prosedur serupa dilakukan kembali dengan menambahkan 1 macam OAT, jika muncul reaksi alergi setelah pemberian OAT tertentu, maka OAT tersebut ditandai sebagai obat yang menimbulkan reaksi alergi, setelah mengetahui penyebabnya, pemberian OAT dilanjutkan tanpa OAT penyebab tersebut. Bila dalam 'tes obat' ditemukan bahwa pasien alergi terhadap semua jenis OAT, maka pengobatan akan dilanjutkan dengan OAT lini kedua.13

(7)

Tabel 2. Penilaian prognosis.1

No. SCORTEN variables Nilai

1. Epidermiolisis >10% 1

2. Usia >40 Tahun 0

3. Heart rate>120/Menit 0

4. Bicarbonat<20 mmol/L -

5. Serum Urea Nitrogen >28 Mg/dL -

6. Glukosa >252 mg/dL 0

7 Riwayat keganasan 0

Total 1

Pada hari kesembilan perawatan, keadan umum pasien tampak lebih baik, tidak timbul lesi baru dan lesi lama mengalami involusi sehingga pasien diperbolehkan pulang dengan anjuran kontrol ke poli kulit dan kelamin lima hari setelah dipulangkan.

Simpulan

SJS merupakan suatu penyakit akut yang dapat mengancam nyawa yang dimediasi oleh reaksi hipersensitivitas tipe III dan IV. Penyakit ini ditandai oleh nekrosis dan pelepasan epidermis dengan trias kelainan yang khas yaitu kelainan kulit, mukosa orifisium, dan mata. Patogenesis dan penyebab SJS belum diketahui secara pasti, namun salah satunya bisa diakibatkan oleh obat. Pada kasus ini penyebab utama SJS-TEN Overlap

yang diderita pasien adalah obat anti tuberculosis.

Daftar Pustaka

1. Abood GJ, Nickoloff BJ., Gamelli RL. Treatment Strategies in Toxic Epidermal Necrolysis Syndrome: Where Are We At?. J of Burn Care and Research. 2008; 29(1).

2. William CS, Melissa CS, Dennis L, Jay WM, Ruchi M. Webster’s New World Medical Dictionary 3rd Edition. New Jersey : Wiley

Publishing Inc; 2008.

3. Adithan C. Stevens-Johnson Syndrome Drug Alert. JIPMER, 2006; 2(1).

4. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W. Erupsi Alergi Obat. Dalam: Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ke-3 Jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius; 2002 : 136-138.

5. Fitzpatrick TB, Johnson RA, Wolff K, Polano MK, Suurmond D. Epidermal necrolysis in color atlas and synopsis of clinical dermatology : common and serious diseases. New York: Mc Graw-Hill; 2008.

6. Sularsito SA, Suria D. Toksis nekrolisis epidermal. Dalam: Djuanda A, editor. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi ke-6. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2013:166-8.

7. Harr T, French LE. Toxic Epidermal Necrolysis and Stevens-Johnson Syndrome. J of Rare Disease. 2010; 39(5).

8. Valeyrie A, Roujeau L, Jean C. Epidermal Necrolysis (Stevens-Johnson Syndrome and Toxic Epidermal Necrolysis) Dalam: Fizpatrick’s Dermatology in General Medicine. New York: Mc Graw-Hill Companies. 2008.

9. Hamzah M. Erupsi Obat Alergik. Dalam: Djuanda A, editor. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi ke-6. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2013:154-8.

10.Djuanda A, Hamzah M. Sindrom Stevens-Johnson. Dalam : Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi ke-6. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007:163-5.

11.Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (PERDOSKI). Panduan Pelayanan Medis Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin PERDOSKI. Jakarta: PP PERDOSKI; 2011.

12.Lihite RJ, Lahkar M, Borah A, Hazarika D, Singh S. A study on drug induced Stevens- Johnson Syndrome (SJS), Toxic Epidermal Necrolysis (TEN) and SJS-TEN overlap in a tertiary care hospital of Northeast India. J Young Pharm. 2016; 8(2):149-53.

Gambar

Gambar 4. Gambaran klinis pasien Stevens-Johnson Syndrome-Toxic Epidermal Necrolisis
Tabel 1. Obat dan reaksi yang terjadi. 12
Tabel 2. Penilaian prognosis.1

Referensi

Dokumen terkait

Dari intervensi yang telah dilakukan diketahui bahwa pasien juga menderita prediabetes yang ditegakkan dari pemeriksaan OGTT yang masuk ke dalam kriteria prediabetes dan

masyarakat Rembang sangat sulit untuk ditebak, meskipun sebagian mengatakan bahwa karakter memilih mereka cenderung pragmatis namun tidak semua begitu karena masih ada

Hasil penelitian ini sejalan penelitian Patel et al., yang menunjukkan di wilayah Afrika pemberian ASI eksklusif lebih banyak dilakukan pada paritas 1-2 dan memiliki

Hepatokarsinogenesis dianggap suatu proses yang berasal dari sel-sel induk hati (namun, peran sel induk hati sebagai sel yang berkembang menjadi karsinoma hepatoseluler

8 Tahun 2012 tentang pemilihan umum anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah telah berjalan sesuai dengan

Tanaman ini di daerah jawa dikenal juga dengan nama pohon talok yang mempunyai ciri morfologi daun dengan bangun daun bulat telur bentuk lanset, ujung daun runcing,

Rekomendasi desain yang didapatkan adalah sebagai berikut, (1)Menggunakan alas mandi yang lebih luas permukaannya, agar alas di letakan sekali saja untuk

Independensi harus ditafsirkan sebagai bebas dari bujukan, pengaruh, atau pengendalian klien atau dari siapa pun juga yang mempunyai kepentingan dengan audit, jika auditor