• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Korelasi Mengenai Culture Shock Dengan Strategi Akulturasi pada Mahasiswa Asal Bali di Perguruan Tinggi "X" Bandung.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Korelasi Mengenai Culture Shock Dengan Strategi Akulturasi pada Mahasiswa Asal Bali di Perguruan Tinggi "X" Bandung."

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

iv

Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK

Penelitian ini berjudul Studi Korelasi Anatara Culture Shock Dengan Strategi

Akulturasi Pada Mahasiswa asal Bali di Perguruan Tinggi “X” Bandung. Penelitian ini

dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana hubungan antara culture shock dengan strategi akulturasi asimilasi, separasi, marjinalisasi dan integrasi.

Responden dalam penelitian ini adalah mahasiswa asal Bali di Perguruan Tinggi

“X” Bandung sebanyak 30 orang. Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner. Untuk alat

ukur culture shock dengan kuesioner berdasarkan aspek-aspek dari Oberg sebanyak 46 pasang item dengan validitas antara 0,3-0,55 dan reliabilitas 0,852. Sedangkan alat ukur untuk strategi akulturasi menggunakan kuesioner EAAM (The East Asian Acculturation Measure) dari Declan T. Berry sebanyak sebanyak 26 item dengan nilai validitas antara 0,31-0,62 dan reliabilitas sebesar 0,937

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif yang signifikan antara culture shock dengan strategi akulturasi separasi dengan korelasi rendah, tidak terdapat hubungan antara culture shock dengan strategi akulturasi asimilasi, tidak terdapat hubungan antara culture shock dengan strategi akulturasi marjinalisasi dan tidak terdapat hubungan antara culture shock dengan strategi akulturasi integrasi.

(2)

v ABSTRACT

This research be entitled about Study Corelation Between Culture Shock with Aculturation Strategy on student in Bandung X Intsitute. This research have a conducted with the aim about how is the relation between culture shock with acculturation strategy, assimilation, separation, marginalization, and integration.

Respondent in this research are student from Bandung X Institute as much as 30 people. Measuring tools used area kuesioner. For the measuring tools for cukture shock are using a kuesioner based on Oberg as much as 46 pair item with validity between 0,3 – 0,55 and reliability for about 0,852. While for acculturation strategy, the measuring tools used area EAAM kuesioner ( The East Asian Acculturation Measure) from Declan T. Berry in amount of 26 item with the validty value between 0,31 – 0,62 and reliability for about 0,937.

Result for this research reveal that theres a significant negative relation between culture shock with acculturation strategies of separation with low corelation, theres no relation between culture shock with acculturation strategies of assimilation, theres no relation between culture shock with acculturation strategies of marginalization, and theres no relation between culture shock with acculturation strategies of integration.

(3)

viii

Universitas Kristen Maranatha

“DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan ... i

Lembar Orisinalitas ... ii

Lembar Pernyataan Publikasi Laporan Penelitian ... iii

Abstrak ... iv

Kata Pengantar ... vi

Daftar isi………... viii

Daftar Tabel ………... xiv

Daftar Bagan ... xvi

Bab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Identifikasi Masalah……… 9

1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian……… ……… 9

1.3.1. Maksud Penelitian……… ……… 9

1.3.2. Tujuan Penelitian……….. ……… 10

1.4. Kegunaan Penelitian……… ……… 10

1.4.1. Kegunaan Teoritis………. ………. 10

(4)

ix

Universitas Kristen Maranatha

1.5. Kerangka Pemikiran………. ….11

1.6. Asumsi ………. …..17

1.7. Hipotesa………. 17

Bab II Tinjauan Pustaka 2.1. Culture Shock ……….……….20

2.1.1. Definisi Culture Shock ……….………..20

2.1.2. Aspek Culture Shock………..………20

2.1.3. Faktor Penyebab Culture Shock…..………21

2.1.4. Tahap Culture Shock……….……….21

2.1.5. Komponen Culture Shock……….22

2.2. Sojourner………..23

2.2.1. Pengertian Sojourner……….23

2.2.2. Tipe Sojourner ………..23

2.2.3. Masalah yang dihadapi Mahasiswa Sebagai Sojourner………23

2.3. Akulturasi………..23

2.3.1. Definisi Akulturasi………...24

2.3.2 Aspek-Aspek dalam Strategi Akulturasi………24

(5)

x

Universitas Kristen Maranatha 2.3.4 Faktor Eksternal yang Memengaruhi Penerapan Strategi

Akulturasi…………..………..……….26

2.3.5 Faktor Internal yang Memengaruhi Penerapan Strategi Akulturasi…………...…………...………27

2.4. Kebudayaan…….……….……….28

2.4.1 Definisi Kebudayaan……….……… 28

2.4.2 Wujud Kebudayaan……….. 28

2.5.Perkembangan Masa Dewasa Awal ………29

2.5.1.Pengertian Dewasa Awal ………..29

2.5.2 Perkembangan Kognitif………..………...29

2.5.3 Perkembangan Emosi………...…..………...30

2.5.4 Perkembangan Fisik…..……….………..30

2.5.5 Relasi dengan Keluarga dan Teman Sebaya…………...………...31

Bab III Metodologi Penelitian 3.1. Rancangan dan Prosedur Penelitian………..……….... ...32

3.1.1 Bagan Prosedur Peneliatian ……….………32

3.2. Variabel Penelitian dan Definisi Operational……….33

3.3.1 Variabel Penelitian………33

3.3.2 Definisi Konseptual ………..33

3.3.2 Definisi Operational………..33

(6)

xi

Universitas Kristen Maranatha

3.4.1 Alat Ukur Culture Shock……….………..………..…. 36

3.4.1.1 Prosedur Pengisian Kuesioner………40

3.4.1.2 Prosedur Penilaian……….41

3.4.2 Alat Ukur Strategi Akulturasi………...41

3.4.2.1 Kuesioner Strategi Akulturasi……….41

3.4.2.2 Prosedur Pengisian Kuesioner…….…….………43

3.4.2.3 Prosedur Penilaian……….…………..44

3.4.3 Data Pribadi dan Data Sekunder……….44

3.4.3.1 Data Pribadi…….………44

3.4.3.2 Data Sekunder……….44

3.5 Validitas dan Reabilitas Alat Ukur ……… ……44

3.5.1Validitas Alat Ukur Culture Shock.………...44

3.5.1.1 Reliabilitas Alat Ukur Culture Shock..……….45

3.5.2 Validitas Alat Ukur Strategi Akulturasi………45

3.5.1.1 Reliabilitas Alat Ukur Strategi Akulturasi……….47

3.6 Populasi dan Teknik Penarikan Sampel………..…………...48

3.6.1 Populasi Sasaran………48

3.6.2 Karakteristik Populasi………48

3.6.3 Teknik Pengambilan Data……….49

3.7 Teknik Analisis Data..………...49

3.8 Hipotesis Statistik………50

(7)

xii

Universitas Kristen Maranatha

4.1.1 Hasil Uji Korelasi Rank Spearman Culture Shock dengan Separasi…….51

4.1.2 Hasil Uji Korelasi Rank Spearman Culture Shock dengan Asimilasi……52

4.1.3 Hasil Uji Korelasi Rank Spearman Culture Shock dengan Marginalisasi..52

4.1.4 Hasil Uji Korelasi Rank Spearman Culture Shock dengan Integrasi……..53

4.2. Gambaran Responden ………...53

4.3. Pembahasan ……….57

Bab V Kesimpulan dan Saran 5.1. Kesimpulan ………...…………..65

5.2. Saran ………66

5.2.1 Saran Teoritis ………..66

5.2.2 Saran Praktis ………66

Daftar Pustaka………....67

Daftar Rujukan ………..68

(8)

xiii

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR TABEL

3.1 Tabel Kisi-kisi Alat Ukur Culture Shock ………..37

3.2 Tabel Skor item Culture Shock……….40

3.3 Tabel Kisi-kisi Alat Ukur Strategi Akulturasi………41

3.4 Tabel Skor item Strategi Akulturasi………...42

4.1 Uji Korelasi Separasi………..51

4.2 Uji Korelasi Asimilasi ………..52

4.3 Uji Korelasi Marjinalisasi ………52

4.4 Uji Korelasi Integrasi ………...53

4.5 Usia………...54

4.6 Jenis Kelamin………54

4.7 Lama Tinggal di Bandung………55

4.8 Lama Tinggal di Bali………55

4.9 Culture Shock………..56

(9)

xiv

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR BAGAN

1.5.1 Bagan Kerangka Pemikiran ... 16

(10)

xv

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1 Kata Pengantar

LAMPIRAN 2 Lembar Kesediaan

LAMPIRAN 3 Kuesioner

LAMPIRAN 4 Validitas & Reliabilitas

LAMPIRAN 5 Hasil Penelitian

LAMPIRAN 6 Tabulasi Silang

(11)

1

Universitas Kristen Maranatha BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Manusia adalah makhluk sosio-budaya yang perilakunya diperoleh melalui

proses belajar. Apa yang dipelajari oleh manusia pada umumnya dipengaruhi oleh

sosial dan budaya. Dalam kehidupan bangsa Indonesia, prinsip tersebut sangat

melekat. Negara Indonesia merupakan negara kepulauan, terbentang dari Sabang

sampai ke Merauke. Republik Indonesia terdiri dari 17.508 dan merupakan negara

kepulauan terbesar di dunia. Indonesia wilayahnya dihuni oleh berbagai etnis dengan

adat istiadat yang beragam. Karakteristik budaya setiap etnis pun sangat unik. Setiap

budaya memiliki karakteristik yang berbeda-beda seperti seni adat, hukum adat,

pakaian adat, masakan adat, serta kebiasaan-kebiasaan yang berlaku sebagai anggota

budaya tersebut.

Pulau Jawa adalah pulau yang cukup luas dan diminati oleh banyak orang,

untuk menuntut ilmu serta juga bekerja. Banyak kota di Pulau Jawa yang berkembang

pesat, hal itu pula menjadi salah satu faktor penyebab mengapa banyak orang ingin

kuliah dan bekerja di Pulau Jawa. Kota-kota yang banyak diminati oleh para pekerja

dan pelajar, terutama untuk pelajar yaitu Jakarta, Bandung dan Yogyakarta. Kualitas

pendidikan yang menjanjikan menjadi pilihan banyak masyarakat datang ke Pulau

Jawa. Dibandingkan dengan pulau lain, Pulau Jawa lebih mentereng dalam hal

pendidikan, sehingga banyak yang sengaja datang untuk mengenyam pendidikan yang

(12)

2

Di Indonesia pendidikan merupakan hal yang dirasakan sangat penting dalam

rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia, agar dapat bertahan hidup untuk

menghadapi persaingan yang ketat di dalam dunia kerja. Selain itu juga pendidikan

diperlukan agar individu dapat mengikuti perkembangan era globalisasi yang sangat

pesat.

Di Pulau Jawa, kota Bandung merupakan salah satu kota besar yang menjadi

incaran para perantau dari berbagai daerah, maka tidak dapat terhindarkan lagi

interaksi dengan orang lain dari berbagai daerah itu sering terjadi. Dikemukakan oleh

Margarete Schwezer (dalam Mulyana dan Rahmat, 2003:215), perbedaan antar etnis

tersebut dapat ditemukan dalam bahasa, struktur ekonomi, struktur sosial, agama,

norma-norma serta gaya berinteraksi dan juga pemikiran, serta sejarah lokal. Kota

Bandung merupakan kota besar yang memiliki masyarakat majemuk, karena selain

terdapat etnis Sunda sebagai tuan rumah, ada juga etnis-etnis lain yang tinggal di kota

Bandung, mereka itu datang dari pelosok nusantara bahkan sampai dari luar negeri.

Bandung memiliki Perguruan Tinggi yang menawarkan beragam jurusan,

mulai dari ilmu alam hingga ilmu sosial. Perguruan Tinggi di Bandung juga tidak

kalah maju dengan universitas yang ada di Jakarta dan Yogyakarta. Oleh karena itu

tidak sedikit siswa SMA yang memutuskan untuk merantau ke Bandung, agar

memiliki akses yang lebih baik ke salah satu perguruan tinggi di kota Bandung.

Dengan pilihan studi yang beragam serta mutu yang baik tersebut membuat para siswa

SMA memilih perguruan tinggi yang ada di Bandung.

Perguruan Tinggi “X” merupakan salah satu Perguruan Tinggi di Bandung

yang menjadi incaran dan pilihan para calon mahasiswa untuk menimba ilmu,

dikarenakan para lulusan yang berkualitas baik di dalam negeri maupun diluar negeri.

(13)

3

Universitas Kristen Maranatha Tempat yang strategis, fasilitas yang menunjang dan juga dosen-dosen yang

berkualitas menjadikan perguruan tinggi ini sangat diminati oleh para calon

mahasiswa. Mahasiswa yang berada di Perguruan Tinggi “X” tidak hanya berasal dari

kota Bandung saja, tetapi ada juga yang berasal dari luar pulau Jawa.

Dengan banyaknya jumlah pendatang yang menuntut ilmu di kota Bandung,

terutama di Perguruan Tinggi “X” ini, para pendatang dituntut untuk dapat atau

mampu berinteraksi serta menyesuaikan diri dengan etnis kebudayaan di kota

Bandung yaitu Sunda. Para pendatang ini berasal dari berbagai macam daerah yang

ada di Indonesia, kebanyakan dari mereka sudah menetap di kota Bandung.

Para mahasiswa banyak berasal dari pulau-pulau besar di Indonesia, baik dari

dalam pulau Jawa maupun luar pulau Jawa. Salah satunya para mahasiswa yang

berasal dari Pulau Bali, mereka juga cukup banyak memilih untuk menuntut ilmu di

kota Bandung. Tetapi jumlah mahasiswa asal Bali tersebut tidak cukup banyak yang

akhirnya menuntut ilmu di Bandung dengan berbagai macam alas an. Jadi, hal tersebut

memengaruhi mereka untuk berinteraksi dan juga berkembang di kota Bandung.

Dalam hal ini mereka menjadi kaum minoritas yang tinggal di Bandung.

Keadaan tersebut mau tidak mau harus dilalui oleh para mahasiswa baik dari

dalam maupun luar kota Bandung. Dengan bertambahnya usia, kemampuan untuk

berkembang dan berinteraksi dengan orang semakin luas. Kesempatan membina

hubungan sosial dengan teman serta dosen, pegawai atau pekerja di kampus,

mempunyai waktu yang banyak dengan teman sebaya, menggali gaya hidup dan nilai

yang berbeda dari berbagai macam etnis dan juga mendapatkan kebebasan dari orang

tua. Penyesuaian diri sangat diperlukan oleh para mahasiswa yang bersangkutan sesuai

(14)

4

Bandung, menyesuaikan diri dengan tempat tinggal baru mereka, lingkungan serta

pergaulan di Bandung.

Dengan menjadi mahasiswa di Perguruan Tinggi “X”, mahasiswa asal Bali

akan memasuki budaya yang baru, berbeda dengan budaya asalnya. Mahasiswa asal

Bali menjadi suku minoritas ketika berada di kota Bandung. Maka terjadi pertemuan

nilai-nilai, pandangan, dan gaya hidup antara para mahasiswa asal Bali dengan suku

Sunda. Oleh karena itu, saat menjalani perkuliahan mahasiswa asal Bali dituntut untuk

beradaptasi dengan kondisi budaya setempat.

Telah dilakukan survey awal kepada sepuluh orang mahasiswa asal Bali yang

kuliah di Perguruan Tinggi “X” Bandung yang tinggal di Bandung antara 6 sampai 1,5

tahun. Dari hasil survey bahwa, enam dari sepuluh mahasiswa asal Bali yang tinggal

di Bandung awalnya merasa kurang nyaman berada di Bandung. Banyak hal yang

biasanya mereka lakukan di Bali, tidak dapat mereka lakukan di sini, seperti

melakukan ibadah yang biasanya mereka lakukan di pura, karena jumlah Pura di

Bandung hanya ada dua yaitu Pura Wira Satya Dharma dan Pura Wira Chandra

Dharma, selebihnya berada di Kabupaten Bandung.

Oleh karena itu, para mahasiswa asal Bali biasanya pergi ke tempat

peribadatan dengan teman-teman sesama Bali ataupun seniornya. Beberapa mahasiswa

yang tinggal di asrama mereka melakukan ibadah di asrama mereka, karena memiliki

pura sendiri. Selain itu karena penduduk kota Bandung mayoritas beragama muslim

jadi banyak hal yang mereka baru alami, seperti adzan yang berkumandang setiap

waktu shalat karena hal tersebut sangat jarang sekali terjadi di tempat mereka tinggal.

Mahasiswa asal Bali ini juga jadi memilih-milih makanan. Makanan yang

berbeda membuat mereka sulit untuk mencari makanan yang cukup sesuai dengan

(15)

5

Universitas Kristen Maranatha Bali. Rasa masakan di Bali juga berbeda dengan masakan di Bandung, yaitu

masyarakat Sunda lebih menyukai makanan yang tidak terlalu pedas, dan asin

sedangkan para mahasiswa Bali ini biasanya makan dengan rasa yang lebih pedas dan

juga kuat rasa rempah-rempahnya. Selain makanan, cuaca juga menjadi salah satu

masalah bagi mereka. Cuaca dingin di kota Bandung ini membuat mereka merasa

kurang nyaman karena membuat mereka sering sakit.

Setelah beberapa bulan, beberapa mahasiswa ada yang mulai mencoba

makanan-makanan yang berada disekitar kampus, kos maupun asrama. Mahasiswa

tersebut mulai menyukai makanan yang ada di Bandung. Selain makanan, mereka

mulai beradaptasi dengan cuaca di Bandung, jadi saat musim hujan mereka lebih

banyak menggunakan pakaian tebal, agar tidak sakit.

Bahasa yang digunakan juga berbeda, walau kebanyakan mereka

menggunakan bahasa Indonesia, terkadang ada beberapa bahasa yang sama tapi

memiliki arti yang berbeda dan hal tersebut membuat mereka kebingungan. Apalagi

bahasa daerah yang kadang terlontar dari orang-orang pribumi membuat mereka tidak

mengerti dan bingung saat melakukan perbincangan. Selain bahasa, intonasi suara

juga berbeda-beda dan terkadang menjadi bahan olokan sebagian orang.

Mahasiswa mulai belajar sedikit demi sedikit bahasa Sunda, walau hanya

beberapa yang mereka ingat. Mahasiswa tersebut bertanya mengenai bahasa-bahasa

Sunda yang sering diucapkan oleh teman-teman Bandung kepada teman yang asli atau

berasal dari Bandung. Terkadang mereka mengobrol menggunakan bahasa Sunda,

walau pada awalnya di tertawakan oleh teman-temannya. Logat yang kental dari

mahasiswa asal Bali ini walau menjadi olokan sebagian orang, tetapi itu membuat

mereka menjadi lebih dekat dengan teman-teman lain dari daerah yang berbeda.

(16)

6

dengan teman-teman sesame bali. Mereka juga merasa masih lebih nyaman mengobrol

dengan teman-teman yang berasal dari Bali.

Para mahasiswa masih belum dapat beradaptasi pada awal perkuliahan. Saat

awal masuk kuliah yang mereka lakukan adalah mencari teman yang juga sama-sama

berasal dari Bali. Mereka rindu dengan suasana tempat tinggal mereka yang

sebelumnya. Para mahasiswa ini juga merasa kurang nyaman karena jauh dari

keluarganya, merasa lebih nyaman bermain dengan teman-temannya yang dulu. Lalu,

tempat tinggal mereka saat ini yaitu di kost tidak nyaman, walaupun rumah di Bali

kecil mereka lebih nyaman tinggal di sana. Ada mahasiswa yang pindah dari tempat

kos ke asrama, karena merasa tidak nyaman, setelah tinggal di asrama merasa lebih

baik. Untuk berkomunikasi dengan orang tua ataupun teman yang ada di Bali mereka

lakukan satu minggu sekali atau bisa lebih terutama saat mereka sedang ada masalah

atau sedang bosan.

Sarana transportasi membuat mereka merasa kurang nyaman, karena di

Bandung lebih banyak kendaraan dan juga sarana transportasi seperti angkot

(angkutan kota) yang jumlahnya banyak sekali dan warna yang hampir sama membuat

mereka kadang salah jurusan saat menggunakannya. Satu lagi yang membuat mereka

merasa tidak nyaman adalah banyaknya kriminalitas yang terjadi akhir-akhir ini di

Bandung, seperti pembegalan oleh geng motor, hal tersebut membuat mereka harus

berhati-hati saat berkendara terutama motor. Selain itu, saat mereka tinggal di Bali,

masyarakat sangat memegang teguh kepercayaan Bali, salah satunya yang disebut

dengan karma. Jadi saat mereka sedang parkir motor dimanapun itu, mereka tidak

takut kehilangan motor karena akan ada karma apabila ada yang mengambil barang

bukan haknya. Tapi berbeda di Bandung, mereka harus hati-hati saat menyimpan

(17)

7

Universitas Kristen Maranatha Untuk mengatasi masalah tersebut, mereka melakukan hal-hal seperti bertanya

pada seniornya yang juga berasal dari Bali. Para mahasiswa ini juga banyak yang

tinggal di asrama Bali yang ada di Bandung, jadi mereka mendapatkan cukup banyak

informasi dari seniornya yang telah lama tinggal di Bandung, mereka juga lebih

banyak bepergian dan berkumpul bersama teman-teman yang berasal dari Bali

daripada teman-teman asal Bandung. Para mahasiswa mengikuti beberapa kegiatan

himpunan, terutama himpunan Mahasiswa Bali, dan unit kesenian Bali.

Kemudian empat dari sepuluh mahasiswa asal Bali ini merasa tidak

mengkhawatirkan keadaan di Bandung dan tetap menjalankan kegiatan seperti biasa.

Mereka mencoba untuk lebih menikmati dan membuat diri mereka nyaman saat

tinggal di kota Bandung. Bahkan dari mereka ada yang merasa senang berada jauh

dari orang tua, dengan demikian mereka bebas melakukan kegiatan apapun yang

mereka senangi dan tidak adanya jam malam dari orang tua mereka. Para mahasiswa

ini juga tetapi masih tetap perlu hati-hati dengan keamanan yang ada di Bandung,

mereka masih banyak belajar untuk dapat beradaptasi dengan orang atau teman

sekitar, karena masih kurang nyaman untuk berkomunikasi lebih jauh dengan

teman-teman daerah lainnya. Para mahasiswa ini juga masih tetap kumpul di unit kesenian,

karena teman-teman banyaknya berasal dari Bali juga.

Berdasarkan fenomena tersebut dapat diketahui bahwa sebagian mahasiswa

asal Bali kurang dapat menyesuaikan diri di kota Bandung dan merasa kurang nyaman

berada di Bandung. Dengan adanya nilai, serta budaya baru yang didapat oleh

mahasiswa saat berkuliah di Bandung membuat mereka harus menyesuaikan diri

dengan keadaan tersebut. Oleh karena itu, muncul dampak seperti, stres emosional,

(18)

8

Culture shock dipaparkan oleh Oberg (1960) sebagai suatu keadaan negatif yang berhubungan dengan aksi yang dihadapi oleh individu yang secara tiba-tiba harus

berpindah ke suatu lingkungan baru yang berbeda dengan lingkungan asalnya. Culture

shock biasanya dialami oleh pendatang selama 6 bulan sampai 1,5 tahun sejak kedatangannya. Culture shock disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain tipe

berpakaian, makanan, tingkat ekonomi, tipe perilaku, bahasa, kontak sosial, sikap

terhadap agama yang dianut, standar kehidupan yang umum, topik percakapan, dan

jumlah orang yang dikenal.

Setiap orang akan berpotensi untuk mengalami culture shock apabila berada

dalam situasi beda budaya. Dalam masa transisi setiap orang memiliki tekanan yang

tingkatannya berbeda-beda, tergantung dari coping style yang dimiliki oleh individu

tersebut saat menghadapi perbedaan budaya (Ward, 2001). Kemudian (Hammers

1992, dalam Ward 2001) menambahkan bahwa para pendatang dipastikan akan

menghadapi berbagai masalah dalam rangka menyesuaikan diri di dalam lingkungan

yang berbeda budaya. Jika seseorang mampu menghadapi culture shock dengan baik,

ia akan lebih mudah dalam beradaptasi dan menangani perbedaan budaya dengan

segala hal dengan budaya barunya.

Untuk mengatasi masalah tersebut, para mahasiswa asal Bali melakukan cara

atau strategi untuk menghadapinya. Strategi yang dilakukan yaitu adalah strategi

akulturasi. Ada empat macam strategi akulturasi yaitu, asimilasi, separasi, integrasi,

dan marjinalisasi. Asimilasi adalah melakukan interaksi sehari-hari dengan lingkungan

baru tanpa menggunakan budaya asli. Separasi adalah tidak melakukan interaksi

dengan lingkungan baru dan tetap memegang teguh budaya asli. Integrasi adalah

(19)

9

Universitas Kristen Maranatha Marjinalisasi adalah minat kecil melestarikan budaya asli dan juga sedikit minat untuk

melakukan interaksi dengan lingkungan baru.

Berdasarkan fenomena inilah peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut

mengenai hubungan antara culture shock dan strategi akulturasi pada mahasiswa asal

Bali di Perguruan Tinggi Negeri “X” Bandung.

1.2 Identifikasi Masalah

Dari penelitian ini ingin diketahui apakah ada hubungan antara culture shock

dan strategi akulturasi mahasiswa asal Bali di Perguruan Tinggi Negeri “X” Bandung.

1.3 Maksud dan Tujuan

1.3.1 Maksud Penelitian

Maksud dari penelitian ini adalah untuk melihat gambaran mengenai hubungan

antara culture shock dan strategi akulturasi mahasiswa asal Bali di Perguruan Tinggi

Negeri “X” Bandung.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah mengrtahui seberapa besar hubungan antara

culture shock dan strategi akulturasi mahasiswa asal Bali di Perguruan Tinggi Negeri “X” Bandung.

1.4 Kegunaan Penelitian

(20)

10

1. Untuk memperluas wawasan Psikologi Lintas Budaya di Indonesia, dengan

menyediakan informasi mengenai gambaran hubungan antara culture shock dan

strategi akulturasi mahasiswa asal Bali di Perguruan Tinggi Negeri “X” Bandung.

2.Memberi informasi untuk peneliti lain yang memerlukan bahan acuan untuk

penelitian lebih lanjut mengenai gambaran hubungan antara culture shock dan

strategi akulturasi mahasiswa asal Bali di Perguruan Tinggi Negeri “X” Bandung.

1.4.2 Kegunaan Praktis

a. Memberikan masukan bagi Perguruan Tinggi Negeri “X” tentang mahasiswa yang

mengalami culture shock sehingga Perguruan Tinggi Negeri “X” dapat memberikan

fasilitas atau bantuan bagi mahasiswa agar dapat berinteraksi dengan baik di

kampus.

b. Memberikan sumber informasi bagi mahasiswa lain yang berasal dari luar daerah

agar lebih mempersiapkan diri ketika akan mengambil kuliah diluar daerahnya

untuk dapat berinteraksi dengan budaya tempat dimana mereka menuntut ilmu.

c. Memberikan informasi kepada para mahasiswa asal Bali di Perguruan Tinggi

Negeri “X” Bandung mengenai akulturasi yang diterapkan oleh dirinya, dengan

harapan mereka dapat tetap melestarikan budaya Bali dan membuka diri untuk

mengenal budaya setempat.

1.5 Kerangka Pikir

Dunia pendidikan di Pulau Jawa dapat dinilai lebih pesat dibandingkan dengan

daerah lainnya. Hal itu dapat dilihat dari banyaknya lembaga pendidikan baik negri

maupun swasta yang berkualitas yang merupakan daya tarik bagi para calon

(21)

11

Universitas Kristen Maranatha di Pulau Jawa. Salah satu kota yang menjadi incaran adalah Bandung, karena memiliki

banyak perguruan tinggi yang memiliki mutu yang baik dan berkualitas. Perguruan

tinggi negeri “X”, selain diminati oleh calon mahasiswa sekitar Bandung, perguruan

tinggi ini juga diminati oleh calon mahasiswa dari kota lain di seluruh Indonesia. Hal

tersebut membuat beragamnya suku budaya yang ada di perguruan tinggi ini. Salah

satunya berasal dari Bali.

Menurut Bochner dalam Ward, Bochner, Furnham (2001:5,21), adanya kontak

antar kebudayaan yang berbeda terjadi ketika seseorang dari suatu daerah atau

komunitas mengunjungi daerah lain dengan tujuan yang berbeda seperti bekerja,

bermain serta belajar. Dengan adanya hal tersebut, bagi mahasiswa asal Bali, mereka

menghadapi kontak dengan budaya lain ditempat baru. Mahasiswa suku Bali ini

disebut dengan Sojouner, yaitu individu yang tinggal sementara waktu dengan tujuan

untuk menempuh pendidikan di Bandung dalam periode waktu tertentu (Ward,

Bochner, 2001. P142). Dengan adanya budaya Sunda sebagai budaya yang kuat di

Perguruan Tinggi ini, maka para mahasiswa asal Bali menjadi kelompok minoritas di

Perguruan Tinggi “X” Bandung akan mengalami kontak multikultural, hal tersebut

mendorong terjadinya proses akulturasi mahasiswa asal Bali terhadap budaya Sunda.

Individu yang mengalami kontak sosial dengan budaya lain yang berbeda

dengan budaya asalnya sering membuat individu tersebut mengalami stres dan

hambatan (Ward, Bochner, Furnham, 2001:9). Seperti halnya pada mahasiswa Bali

yang berada di Bandung mengalami stres dan juga hambatan saat mengalami kontak

sosial dengan budaya Sunda. Keadaan ini disebut dengan culture shock, yaitu keadaan

negatif yang berhubungan dengan aksi yang diderita oleh mahasiswa asal Bali yang

harus pindah ke lingkungan kota Bandung yang berbeda dengan lingkungan daerah

(22)

12

budaya di Bandung merupakan proses yang berlangsung secara terus menerus

sehubungan dengan perubahan budaya yang terjadi (Oberg, 1960).

Faktor-faktor yang menimbulkan terjadinya culture shock pada individu adalah

makanan, tipe pakaian, tingkat ekonomi, tipe perilaku, bahasa, kesempatan untuk

melakukan kontak sosial, sikap terhadap agama yang dianut, standar kehidupan yang

umum, topik percakapan, jumlah orang yang dikenal (J.P. Spradley and M.

Phillips(1972) dalam Ward, Bochner, Furnham, 2001.p74). Selain itu culture shock ini

dapat sebabkan juga oleh perpisahan dengan keluarga,teman, guru : orang yang

biasanya bergaul, memberi dukungan dan juga bimbingan. Sama halnya dengan

mahasiswa asal Bali yang kuliah di Perguruan Tinggi “X” Bandung. Faktor lainnya

adalah kondisi cuaca atau iklim, hukum, peraturan, sistem politik, serta sistem

pendidikan dan juga pengajaran.

Ada 4 fase reaksi menurut Oberg (1960) yang berhubungan dengan culture

shock yaitu, yang pertama fase honeymoon. Dalam hal ini yaitu reaksi seperti antusiasme, euforia dan kekaguman. Fase kedua adalah crisis, yaitu ada perasaan tidak

puas, frustrasi, gelisah dan juga marah. Terjadinya perbedaan bahasa, konsep diri serta

nilai-nilai dan tanda- tanda membuat perasaan tidak berdaya. Kesulitan saat

menyesuaikan diri dengan lingkungan baru tersebut menimbulkan perasaan tidak

berdaya tersebut. Pada saat individu mengalami culture shock, maka proses tersebut

melibatkan aspek kognitif, afektif dan behavioral yang ada dalam dirinya. Aspek

kognitif bagaimana mahasiswa Bali menginterprerasikan orang lain, institusi, maupun

peristiwa-peristiwa baik spiritual maupun eksistensial di lingkungan budaya yang

baru. Aspek afektif yaitu bagaimana keadaan emosi yang muncul saat mahasiswa Bali

menghadapi lingkungan budaya yang baru meliputi perasaan bingung, curiga, dan

(23)

13

Universitas Kristen Maranatha proses pembelajaran budaya yang merupakan perluasan dari pendekatan kemampuan

sosial meliputi bagaimana ia menyesuaikan diri dengan aturan-aturan yang berlaku,

relasi sosial, termasuk komunikasi verbal dan non-verbal yang ditampilkannya saat

berinteraksi dengan lingkungan (Oberg dalam Ward, Bochner, Furnham, 2001: 48,

270-272).

Setelah mengalami crisis, mahasiswa mengalami fase ketiga adalah recovery

yaitu resolusi terhadap krisis dan pemahaman terhadap budaya, dalam fase recovery

krisis dapat terpecahkan apabila mahasiswa sudah dapat menguasai bahasa dan

lingkungan. Fase terakhir adalah fase adjustment yaitu fase mencerminkan kesenangan

terhadap lingkungan baru dan dapat menerima keadaan di lingkungan baru.Waktu

untuk dapat menerima keadaan lingkungan baru, terbiasa dengan lingkungan baru

pada setiap mahasiswa berbeda-beda. Pada mahasiswa yang mampu melewati masa

tersebut akan mulai menikmati lingkungan barunya dan mulai banyak bergaul dan

juga meliliki teman baru, hal tersebut terjadi seperti pada fase honeymoon tetapi

mahasiswa dapat lebih baik lagi mengontrol diri, mereka dapat membagi waktu untuk

bersosialisasi dan juga kuliah.

Berry (2002) dalam mengatasi culture shock terdapat strategi untuk

mengatasinya yaitu yang disebut dengan adjustment dan strategi akulturasi. Strategi

akulturasi dibagi kedalam 4 bagian, yaitu Asimilasi, Integrasi, Separasi, dan

Marjinalisasi. Asimilasi, terjadi ketika mahasiswa asal Bali mengalami akulturasi

tidak ingin memelihara budaya asli dan jati dirinya serta melakukan interaksi

sehari-hari dengan budaya Sunda. Apabila ada mahasiswa yang merasa “tidak nyaman”

dengan suku bangsa yang dimilikinya dapat mendorong individu tersebut untuk

menyesuaikan diri dengan budaya setempat seperti dalam hal penggunaan bahasa

(24)

14

menggunakan strategi akulturasi asimilasi, yaitu seperti berusaha berbaur dengan

lingkungan barunya dan mengobrol dengan banyak teman orang Bandung tanpa

memperdulikan budaya asalnya.

Separasi, terjadi ketika internalisasi values dan tradisi budaya asli mahasiswa

asal Bali sangat kuat ditanamkan dan berusaha menghindari interaksi dengan

penduduk setempat. Dalam strategi ini cenderung mempertahankan budaya aslinya

dengan cara tetap menjalankan values dan tradisi budayanya. Pada mahasiswa yang

mengalami culture shock lalu melakukan strategi akulturasi separasi, maka mahasiswa

asal Bali ini tidak bergabung dengan mahasiswa dari daerah lain dan lebih banyak

diam di tempat perkumpulan mahasiswa Bali saja.

Integrasi, yaitu suatu minat mahasiswa asal Bali untuk mempertahankan

budaya aslinya sekaligus memiliki minat untuk melakukan interaksi dengan penduduk

setempat, dan berhasil menyesuaikan diri dengan lingkungan. Mahasiswa yang

mengalami culture shock lalu menggunakan strategi akulturasi integrasi maka,

mahasiswa Bali mengikuti perkumpulan mahasiswa Bali tapi ia tetap juga bergabung

dengan mahasiswa lainnya dari daerah yang berbeda dan mencoba mendalami budaya

Bandung. Marjinalisasi, yaitu minat kecil pada mahasiswa asal Bali untuk

melestarikan budaya aslinya dan sedikit minat untuk melakukan interaksi dengan

lingkungan barunya. Strategi marjinalisasi ini akan diterapkan oleh mahasiswa yang

kehilangan identitas budayanya.

Dalam tahap pekembangan, mahasiswa asal Bali ini berada pada tahap

perkembangan dewasa awal, tahap ini dimulai dari masa remaja akhir atau usia 18

tahun sampai usia 30 tahun. Pada masa dewasa awal itu ditandai dengan perpindahan

dari jenjang pendidikan dari SMA menuju perguruan tinggi (Santrock, 2004). Pada

(25)

15

Universitas Kristen Maranatha diri, yang terbentuk dari orangtua, teman atau dewasa lainnya. Jadi identitas diri

mahasiswa asal Bali tersebut sudah terbentuk dan didasari oleh internalisasi budaya

Bali.

Mahasiswa Bali ini sedang dalam tahap perkembangan kognitif formal

operational(Piaget dalam Santrock,2004). Tahapan perkembangan formal operational pada mahasiswa ini berbeda dengan tahapan perkembangan formal operational pada

siswa SMA, perkembangan tersebut lebih baik dari sebelumnya karena adanya

pengalaman dan juga pengetahuan yang baru. Pada perkembangan kognitif formal

operational dewasa awal ini juga nmempengaruhi strategi akulturasi, karena akan mempengaruhi persepsi pada mahasiswa tersebut terhadap budaya Sunda dan

(26)
(27)

17

Universitas Kristen Maranatha 1.6 Asumsi

Berdasarkan uraian diatas, dapat diasumsikan bahwa:

1. Apabila mahasiswa Bali menempuh pendidikan di Perguruan Tinggi Negeri “X”

Bandung, maka akan mengalami kontak dengan budaya baru secara langsung.

2. Pertemuan budaya yang terjadi pada mahasiswa Bali tahun pertama di Perguruan

Tinggi Negeri “X” Bandung dapat menyebabkan culture shock bagi mahasiswa tersebut.

3. Apabila culture shock yang dialami mahasiswa Bali tahun pertama di Perguruan Tinggi

Negeri “X” Bandung dapat berhasil terlewati¸akan mampu melakukan strategi

akulturasi.

4. Mahasiswa melakukan strategi akulturasi dengan baik melibatkan komponen bahasa,

identitas budaya, dan aktivitas budaya.

1.7 Hipotesis Penelitian

1. Terdapat hubungan antara Culture Shock dan Strategi Akulturasi Asimilasi pada

mahasiswa Perguruan Tinggi Negeri “X” Bandung.

2. Terdapat hubungan antara Culture Shock dan Strategi Akulturasi Separasi pada

mahasiswa etnik Perguruan Tinggi Negeri “X” Bandung

3. Terdapat hubungan antara Culture Shock dan Strategi Akulturasi Integrasi pada

mahasiswa Perguruan Tinggi Negeri “X” Bandung.

4. Terdapat hubungan antara Culture Shock dan Strategi Akulturasi Marjinalisasi pada

(28)

65 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian mengenai hubungan culture schock dan strategi akulturasi pada

mahasiswa asal Bali di Perguruan Tinggi “X” Bandung, maka peneliti dapat menarik

kesimpulan sebagai berikut:

1. Terdapat hubungan negative yang signifikan antara culture shock dengan strategi

akulturasi separasi dengan korelasi rendah.

2. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara culture shock dengan strategi

akulturasi marjinalisasi dengan korelasi rendah.

3. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara culture shock dengan strategi

akulturasi integrasi dengan korelasi rendah.

4. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara culture shock dengan strategi

akulturasi asimilasi dengan korelasi rendah.

5. Kebanyakan mahasiswa asal Bali di Perguruan Tinggi “X” Bandung memiliki derajat

culture schock yang tergolong tinggi.

6. Strategi akulturasi yang dominan diterapkan oleh mahasiswa asal Bali di Perguruan

Tinggi “X” adalah separasi yaitu mahasiswa lebih memilih untuk mempertahankan

(29)

66

Universitas Kristen Maranatha 5.2 Saran

5.2.1 Saran Teoritis

 Bagi penelitian selanjutnya, diharapkan dapat mengembangkan penelitian ini dengan

menggunakan metode korelasi untuk melakukan penelitian mengenai perbandingan

culture schock dan strategi akulturasi antara laki-laki dan perempuan pada budaya lain.

 Bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat mengembangkan penelitian dengan

meneliti dinamika strategi akulturasi yang dilakukan setelah mengalami culture shock.

I

 Bagi peneliti selanjutnya, hasil dari penelitian ini dapat dijadikan acuan untuk

melakukan penelitian guna penelitian selanjutnya mengenai culture shock dengan

strategi akulturasi.

 Untuk penelitian selanjutnya perlu adanya data penunjang tambahan sesuai dengan

kerangka pikir, dengan melakukan wawancara.

5.2.2 Saran Praktis

 Bagi mahasiswa asal Bali di Perguruan Tinggi “X”, penelitian ini dapat dijadikan

sebagai informasi mengenai culture schock dan strategi akulturasi yang diterapkan

oleh mahasiswa asal Bali, dengan cara mengikuti kegiatan-kegiatan atau unit

(30)

STUDI KORELASI MENGENAI CULTURE SHOCK DENGAN

STRATEGI AKULTURASI PADA MAHASISWA ASAL BALI DI

PERGURUAN TINGGI “X” BANDUNG

SKRIPSI

Diajukan untuk menempuh Sidang Sarjana pada Fakultas Psikologi

Universitas Kristen Maranatha Bandung

Oleh:

AMANDA WIRATIKA YUDA

0830249

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

BANDUNG

(31)
(32)
(33)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan hikmat

dan karunia yang tak terhingga sehingga peneliti dapat menyelesaikan Skripsi yang

berjudul: “Studi Korelasi Mengenai Culture Shock dan Strategi Akulturasi Pada Mahasiswa Asal Bali di Perguruan Tinggi “X” Bandung”.

Pada kesempatan ini peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak –

pihak yang telah mendukung, yaitu :

1. DR. Irene P. Edwina, M.Si., Psikolog selaku Dekan Fakultas psikologi Universitas

Kristen Maranatha yang telah memberikan pengarahan kepada peneliti.

2. Dra. Irawati, M.Psi, Psik. sebagai dosen wali dan kepada seluruh dosen Fakultas

Psikologi Universitas Kristen Maranatha, yang telah memberikan ilmu dan

pengajaran yang sangat bermanfaat bagi peneliti.

3. Efni Indrianie, M.Psi, Psik. selaku dosen pembimbing utama yang telah bersedia

meluangkan waktu, pemikiran dan bimbingannya untuk memberikan saran dan

masukan yang membangun dan sangat banyak membantu peneliti, terutama

dukungan agar bisa segera menyelesaikan penelitian ini sehingga skripsi penelitian

ini dapat selesai tepat waktu.

4. Cakrangadinata, M.Psi., Psik. yang telah bersedia menjadi dosen pembimbing

pendamping dalam skripsi ini. Banyak memberikan pencerahan pemikiran ide-ide

baru, menyediakan waktu untuk memberi dukungan, dorongan, saran dan semangat

kepada peneliti selama proses penyusunan penelitian ini.

5. Narasumber yang telah memberikan informasi mengenai penelitian ini, mahasiswa/i

(34)

6. Terimakasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua saya yaitu bapak

Rachman Yuda, ibu Wiwit Budiwidiastuti dan juga kepada mertua saya, terimakasih

atas semua kasih sayang, bantuan, dukungan dan doa yang tak henti-hentinya.

7. Terimakasih kepada Griya Fatwa Solihin suami tersayang yang telah banyak

memberikan inspirasi, cinta, saran, perhatian, doa, kesabaran dan dukungan

semangat dalam menyusun laporan penelitian ini.

8. Terimakasih sebanyak-banyaknya kepada anakku tercinta dan tersayang Aizhar

Ilrachim Solihin, yang sangat baik, sayang, sangat menghibur dan pengertian saat

mengerjakan penelitian ini.

9. Teman-teman di Fakultas Psikologi: Aqmalina, Adhi, Gita, Medina, Saskia, Sigit,

Cynthia, Yossy dan Deri yang telah memberikan semangat hiburan, dan motivasi

kepada penyusun di saat-saat yang sulit.

10.Saudara tersayang, Rahesa dan kedua adik ipar Jayus dan Irul, terimakasih atas doa,

dukungan dan juga hiburan saat mengerjakan laporan ini.

11.Staff Tata Usaha dan petugas perpustakaan Fakultas Psikologi Universitas Kristen

Maranatha Bandung yang telah banyak membantu dalam hal perkuliahan maupun

penyusunan penelitian ini.

Terimakasi yang sebesar-besarnya peneliti ucapkan untuk semua yang telah

memberikan semangat, dukungan dan doa yang tak henti-hentinya. Semoga Allah

membalas kebaikan dan balasan yang lebih baik.

Peneliti berharap penelitian ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak. Amin.

Bandung, Juni 2016

(35)

67

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR PUSTAKA

Koentrjaraningrat, Prof. Dr. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Edisi Revisi 2009. Jakarta :

Rineka Cipta.

Mulyana, Deddy.2006. Komunikasi AntarBudaya. Paduan Berkomunikasi dengan Orang-

Orang Berbeda Budaya. Bandung : Rosda.

Santrock, Jhon W, 2002. Life-span Development: Perkembangan masa hidup, Jakarta,

Erlangga.

Segal, Sidney. 1990. Terjemahan oleh Hagul, Peter. Statistic Non-Parametrik Untuk

Ilmu-ilmu Sosial. Jakarta : PT. Gramedia.

Sitepu, Nirwana SK. 1995. Analisis Korelasi. Bandung : Unit Pelayanan Statistika Jurusan

Statistika, FMIPA, Universitas Padjajaran.

Sudjana, Prof. DR. M.A., M.Sc. 1996. Metoda Statistik. Edisi keenam. Bandung : Tarsito.

Sutrisno Hadi. (2000). Statistik 2. Yogyakarta : Andi Offset.

Ward, C. Bochner, & Furham, A. 2001. The Psychology of Culture Shock, US A and Canada:

Routledge.

Yusuf, S. 2004. Psikologi perkembangan anak dan remaja. Bandung : PT Remaja

(36)

68

DAFTAR RUJUKAN

www.anneahira.com/universitas-di-bandung-23899.htm

http://himaharaugm.blogspot.com/2008/12/akulturasi-dan-komunikasi .html

www.itb.ac

http://4stoety.wordpress.com/2012/05/05/motivasi-berprestasi/

www.edu.oulu.fi.culture.htm

http://km.itb.ac.id/site/?p=5210

Skripsi milik Andi Nur Fajri ”Studi Deskriptif mengenai culture shock dan strategi akulturasi

Referensi

Dokumen terkait

Sehubungan dengan hal tersebut kami mohon kehadiran Ketua LP/LPPM/LPM/UPPM Perguruan Tinggi Negeri dan Koordinator Kopertis Wilayah I-XIV pada acara penandatanganan

3) Pengembangan Strategi Pembelajaran dengan Berpendekatan/PAKEM/Pendekatan Saintifik. a) Mengadakan workshop tentang pendekatan PAKEM. b) Mengadakan diskusi tentang

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh interaksi pemberian pupuk kandang sapi terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman gandum, untuk mendapatkan

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

apabila terjadi sesuatu ketidakselarasan dalam suatu organisasi oleh seorang karyawan, maka lebih baik mendiskusikannya dibandingkan memberi surat pringatan Biaya yang

Hasil belajar kemampuan mahasiswa dalam memahami gambar proyeksi pada kedua kelompok eksperimen yaitu kelompok eksperimen 1 menggambar proyeksi sistem Amerika dan kelompok

Perbedaan dalam penelitian ini maksudnya adalah untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan kemandirian belajar dan pemahaman konsep yang diperoleh siswa setelah

Berdasarkan penjelasan diatas sampel penelitian ini diambil di Desa Batukandik Kecamatan Nusa Penida Kabupaten Klungkung dilihat dari banyaknya penduduk miskin, faktor yang