• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tindak Tutur Dalam Adat Perkawinan Batak Karo

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Tindak Tutur Dalam Adat Perkawinan Batak Karo"

Copied!
105
0
0

Teks penuh

(1)

TINDAK TUTUR DALAM ADAT PERKAWINAN BATAK

KARO

Skripsi

Oleh

HASEPRINTA BR GM

070701013

DEPARTEMEN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam sekripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan pada suatu perguruan tinggi dan sepanjang sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila pernyataan yang saya perbuat ini tidak benar, saya bersedia menerima sanksi berupa pembatalan gelar kesarjanaan yang saya peroleh.

Medan, Juni 2011

(3)

TINDAK TUTUR DALAM ADAT PERKAWINAN BATAK KARO HASEPRINTA BR GM

ABSTRAK

(4)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kritus yang telah menganugrahkan banyak hal kepada penulis sehingga skripsi mengenai Tindak Tutur dalam Adat Perkawinan Batak Karo ini dapat diselesaikan dengan baik.

Penyusunan skripsi ini sampai selesai penulis banyak menghadapi hambatan, pada kesempatan ini penulis juga menyadari bahwa skripsi ini tidak akan selesai tanpa adanya dukungan dari berbagi pihak. Karena itu penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A. sebagai Dekan Fakultas Ilmu Budaya dan juga pembantu dekan I, pembantu dekan II, dan pembantu Dekan III yang telah menyediakan berbagai fasilitas belajar selama penulis kuliah.

2. Bapak Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M.si. sebagai ketua jurusan Departemen Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya USU.

3. Bapak Drs. Haris Sutan Lubis, M.S.P. sebagai sekatis jurusan Departemen Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya USU.

4. Ibu Dr. Dwi Widayati, M.Hum. sebagai pembimbing I yang telah memberikan banyak bimbingan, dorongan, dukungan dan meluangkan waktu untuk mengoreksi serta memberi jalan keluar demi kesempurnaan skripsi ini. Saya bersyukur mendapat kesempatan menjadi anak bimbingan ibu.

(5)

6. Ibu Dr. Dardanila, M.Hum sebagai dosen wali yang telah sabar memberikan bimbingan kepada penulis selama kuliah.

7. Bapak dan Ibu staf pengajar Departemen Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya USU, yang telah memberikan bekal dan pengetahuan baik dalam bidang linguistik, sastra, dan bidang-bidang umum lainnya. Dan tidak lupa juga saya mengucapkan terima kasih kepada saudari Tika, yang telah membantu penulis dalam hal administrasi di Departemen Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya.

8. Kedua orang tua ayahanda K.Ginting dan ibunda K br Sembiring yang telah memberikan kasih sayang yang tak terhingga, mendukung secara moral dan material, dorongan juga spiritual dalam doa. Saya sangat bersyukur dan bangga punya orang tua seperti kalian semoga tetap diberkati Tuhan Yesus.

9. Adik yang saya sayangi dan kasihi Riske Arapenta Ginting yang selalu membuat penulis tertawa, marah dan semangat, abang sepupu Musa Gurusinga yang memberikan dukungan material dan dukungan doa dan adik sepupu Marti Nelly Sembiring yang selalu mendukung penulis dan memberikan semangat.

10.Saudara-saudaraku karo, mama tengah, mami tengah, mama uda, mami uda dan bibik-bibik ku yang banyak mendukung penulis.

(6)

12.Mama Segel Karo Sekali yang banyak memberikan informasi tentang percakapan dalam adat perkawian Batak Karo.

13.Teman-teman setambuk 2007 Eva, Karolina, Uphe, Achi, Irma, Pesta, Tika, Reza, Chandra, Rikardo dan teman-teman yang lain yang tidak disebutkan namanya satu per satu. Kakak kelas stambuk 2006 dan adik-adik stambuk 2008 Ida Farida, Rida S Gultom, Susan yang telah mendorong penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

14. Teman- teman kos dara 13 neng Ida farida Sebayang, Rida S Gultom, Ivana Pandia, dan terkhusus kanjeng mami bik Muli Ginting yang memberi dukungan ke pada penulis dan selalu menghadapi masalah kos bersama-sama.

Penulis menyadari skripsi ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang sifatnya membangun.

Akhirnya, penulis berharap skripsi ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan pembaca, khususnya bidang linguistik.

Medan, Juni 2011 Penulis,

(7)

DAFTAR ISI

PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

PRAKATA ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR ISTILAH ... ix

BAB I PENDAHULUAN……… ... 1

1.1 Latar Belakang dan Rumusan Masalah... 1

1.1.1 Latar Belakang ………. 1

1.1.2 Rumusan Masalah ……… 4

1.2 Batasan Masalah ……….. 4

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 5

1.1.1 Tujuan Penelitian ……….. 5

1.1.2 Manfaat Penelitian ……… 5

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kosep ... 6

2.1.1 Tindak Tutur ……… 6

2.1.2 Perkawinan Batak Karo ……….. 7

2.1.3 masyarakat Batak Karo ... 10

2.2 Landasan Teori ... 11

2.2.1 Pragmatik ……… 11

2.2.2 Teori Tindak Tutur ………. 12

(8)

2.2.2. 2 Searle ……… 12

2.3 TINJAUAN PUSTAKA ………. 14

BAB III METODE PENELITIAN ... 16

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ………. 16

3.2 Sumber Data ……… 16

3.3 Metode dan Teknik Penngumpulan Data …………. 17

3.4 Metode dan Analisis Data ………... 18

BAB IV PEMBAHASAN ... 21

4.1 Bentuk-bentuk Tindak Tutur dalam Adat Perkawinan Batak Karo ... 21

4.1.1 Tindak Tutur Representatif ... 21

4.1.2 Tindak Tutur Direktif ... 25

4.1.3 Tindak Tutur Komisif ... 35

4.1.4 Tindak Tutur Ekspresif ... 39

4.2 Pelaksanaan Tindak Tutur dalam Adat Perkawinan Batak Karo ... 42

4.2.1 Tindak Tutur dalam Acara Ngembah Belo Selambar ... 42

4.2.2 Tindak Tutur dalam Acara Mata Kerja (hari-H pesta perkawinan)... 60

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 70

5.1 Simpulan ... 70

(9)

Daftar Istilah

1. Batang unjuken : Uang mahar.

2. Beru : Istilah marga yang melekat pada perempuan.

3. Bere-bere : 1. Marga ibu yang melekat pada kita.

2. Anak dari saudara perempuan kita (laki-laki). 4. Impal : 1. Semua anak perempuan saudara laki-laki ibu. 2. Semua anak laki-laki saudara perempaun ayah. 5. Kampil : Tempat sirih

6. Mama : Saudara ibu yang laki-laki.

7. Mami : Istri dari saudara ibu yang laki-laki. 8. Merga : Istilah marga yang melekat pada laki-laki. 9. Ngambat : Menghalangi.

10. Perbibin : Semua saudara ibu yang perempuan. 11. Permen : Semua anak dari saudara laki-laki istri kita. 12. Sangkep ngeluh : Kerabat kita yang satu marga dengan kita. 13. Si empo : Istilah bagi penngantin laki-laki.

14. Singalo bere-bere : Saudra ibu kita (perempuan) yang laki-laki. 15. Singalo ciken-ciken : Paman ibu kita (laki-laki).

16. Singalo perninin : paman ibu kita (perempuan). 17. Sirembah kulau : Saudara ayah yang perempuan.

18. Singalo ulu emas : Saudra ibu kita (laki-laki) yang laki-laki. 19. Si sereh : Istilah bagi pengantin perempuan. 20. Sukut : Orang yang satu marga dengan kita. 21. Teman sendalanen : Kelompok satu ikatan kekerabatan. 22. Turangku : 1. Istri dari saudara laki-laki istri kita.

(10)

TINDAK TUTUR DALAM ADAT PERKAWINAN BATAK KARO HASEPRINTA BR GM

ABSTRAK

(11)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Masalah 1.1.1 Latar belakang

Manusia sebagai mahluk sosial selalu berinteraksi dengan sesamanya, dengan bahasalah mereka dapat mengungkapkan pikiran, gagasan, maksud dan perasaanya. Sebagai masyarakat yang berinteraksi mereka mempunyai penilaian yang sama terhadap norma-norma pemakaian bahasa yang digunakan di dalam masyarakat itu, maka dapatlah dikatakan bahwa kelompok orang itu atau masyarakat itu adalah masyarakat tutur (Inggris: speech community) (Chaer 1995:47). Jadi masyarakat tutur bukanlah hanya sekelompok orang yang menggunakan bahasa yang sama, melainkan kelompok orang yang mempunyai norma yang sama dalam menggunakan bentuk-bentuk bahasa.

Fishman (1976:28) (dalam Chaer 1995:75), menyebutkan “masyarakat tutur adalah suatu masyarakat yang anggota-anggotanya setidak-tidaknya mengenal satu variasi bahasa beserta norma-norma yang sesuai dengan penggunaanya”. Masyarakat tutur menurut Kridalaksana (2008:150) ialah kelompok orang yang merasa memiliki bahasa bersama atau yang merasa termasuk dalam bahasa itu, atau yang berpegang pada bahasa standar yang sama.

(12)

Setiap komunikasi masyarakat tutur dalam menyampaikan informasi yang dapat berupa pikiran, gagasan, maksud, dalam setiap proses komunikasi berbahasa terjadilah apa yang disebut peristiwa tutur. Peristiwa tutur (Inggris: speeceh event) adalah terjadinya atau berlangsungnya interaksi linguistik dalam suatu

bentuk ujaran atau lebih yang melibatkan dua pihak, yaitu penutur dan lawan tutur, dengan suatu pokok tuturan di dalam waktu, tempat dan situasi tertentu (Chaer 1995:61).

Peristiwa tutur merupakan rangkaian dari sejumlah tindak tutur (Inggris speech act) yang terorganisasi untuk mencapai suatu tujuan. Dalam peristiwa tutur

akan terjadi tindak-tindak tutur, tindak tutur merupakan tindakan yang dilakukan dalam setiap tuturan yang melibatkan individu-individu yang sengaja berkomunikasi. Tindak tutur adalah bagian terkecil dari tuturan, karena pada tindak tutur pendengar hanya melihat makna dari tuturan dan melakukannya sesuai keinginan penutur. Peran penutur dan pendengar dapat berganti-ganti, dalam bertindak tutur selalu melihat konteks pada saat berkomunikasi, misalnya seorang penutur sudah pasti akan lebih memilih kata pada saat dia berbicara dengan orang yang lebih tinggi jabatanya dari pada temannya sendiri. Tindak tutur dan peristiwa tutur merupakan dua gejala yang terdapat pada satu proses, yakni proses komunikasi (Chaer 1995:65). Peristiwa tutur dapat terjadi di mana saja, seperti pada interaksi diskusi di sebuah balai desa, pada acara-acara adat perkawina dan sebagainya sudah pasti akan terjadi tindak tutur.

(13)

Sumatra Utara cukup lama dipengaruhi oleh agama Hindu sebelum masuknya agama Islam dan agama Kristen. Menurut kepercayaan Hindu, perkawinan adalah sebuah makna yang bersifat sakral, suci dan merupakan kewajiban bagi setiap individu untuk melaksanakanya, karena dengan perkawinan akan tercapai sebuah keteraturan dalam perkembangan masyarakat dari keluarga inti (nuclear family) menuju keluarga besar (extended family). Pengaruh Hindu dalam perkawinan adat Karo adalah perempuan dibeli oleh laki-laki, dalam istilah Karo disebut tukur (Tarigan 2009:108).

Pada dasarnya adat perkawinan suku Batak Karo mengandung nilai sakral. Dikatakan sakral dalam pemahaman adat Batak Karo bermakna pengorbanan bagi pihak pengantin perempuan (pihak sinereh), karena ia memberikan anak perempuannya kepada orang lain pihak pengantin laki-laki (pihak sipempoken), sehingga pihak laki-laki juga harus menghargainya dengan menanggung semua biaya acara adat dan makanan adat. Perkawinan marupakan suatu upacara di mana mempersatukan seorang laki-laki dengan perempuan atau dipersatukanya dua sifat keluarga yang berbeda melalui hukum.

Dalam adat perkawinan batak Karo akan terjadi tindak tutur antara pihak anak beru laki-laki (pihak penerima istri) dengan pihak anak beru perempuan

(14)

Contoh:

Penutur 1: Uga kam anak beru kalimbubu kami Ginting mergana ndai, bagaimana kamuanak beru kalimbubu kami Ginting marganya tadi, ma enggo pulung i bas ingan enda?

kan sudah kumpul di dalam tempat ini?

‘Bagaimana kamu anak beru kalimbubu kami Ginting marganya tadi, apakah sudah berkumpul di tempat ini?‘

Penutur 2: Enggo. Sudah Sudah

Penutur 1: Adi enggo kam pulung krina, enda isap kami anak beru Jika sudah kamu kumpul semua, ini rokok kami anak beru Sembiring ban lebe isap ndu kriana.

Sembiring buat dahulu rokok mu semua.

‘Jika kamu semua sudah berkumpul, ini rokok dari kami anak beru Sembiring merokoklah kamu terlebih dahulu‘.

Penutur 2: Kami enggo ngisap krina kai dage sura-sura nakan reh ku Kami sudah merokok semua apa jadi keinginan nasi datang ke Jabu kalimbubu kami enda?

rumah kalimbubu kami ini?

‘Kami semua sudah merokok jadi apa keinginanmu membawa makanan kerumah kalimbubu kami ini?‘

Penutur 1: Ertima kam lebe i peseh kami lebe man kalimbubu kami. Tunggu kamu dulu di sampaikan kami dulu pada kalimbubu kami. ‘Kamu tunggu dulu, kami akan menyampaikan pada kalimbubu kami terlebih dahulu‘.

(15)

diteliti bagaimana tindak tutur dalam adat perkawina Batak Karo disamping belum pernah diteliti oleh peneliti lain.

1.1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang penelitian ini, maka pokok masalah yang akan dibicarakan adalah:

1. Apa saja bentuk-bentuk tindak tutur dalam adat perkawina Batak Karo?

2. Bagaimanakah pelaksanaan tindak tutur dalam adat perkawinan Batak Karo?

1.2 Batasan Masalah

(16)

1.3 Tujuan dan Manfaat penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah yang dibicarakan, penelitian tentang tindak tutur dalam adat perkawinan Batak Karo, maka penelitian ini memiliki tujuan, yaitu:

1. Mendeskripsikan bentuk-bentuk tindak tutur dalam adat perkawinan Batak Karo.

2. Memaparkan pelaksanaan peristiwa tindak tutur dalam adat perkawinan Batak Karo.

1.3.2 Manfaat Penelitian

Segala sesuatu yang dikerjakan harus memberi manfaat baik untuk diri sendiri maupun untuk orang lain. Penelitian ini mempunyai manfaat antara lain:

1. Untuk menambah wawasan dan pengetahuan pembaca khususnya masyarakat Batak Karo tentang tindak tutur dalam adat perkawinan Batak Karo.

2. Menambah wawasan dan pengetahuan peneliti tentang tindak tutur dalam adat perkawina Batak Karo.

3. Sebagai sumber informasi bagi peneliti lain untuk mengungkapkan tindak tutur khususnnya peneliti bahasa batak Karo.

(17)

BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAAN PUSTAKA

2.2 Konsep

Konsep gambaran mental dari objek, proses atau apapun yang ada di luar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain (Alwi, 2003:588).

2.2.1 Tindak Tutur

Tindak tutur merupakan gejala individu, bersifat psikologis dan keberlangsungannya ditentukan oleh kemampuan bahasa si penutur dalam menghadapi situasi tertentu. Dalam tindak tutur lebih dilihat pada makna atau arti tindakan dalam tuturannya. Suatu peristiwa tindak tutur peran penutur dan pendengar dapat berganti-ganti. Pihak yang tadinya menjadi pendengar sesudah mendengar dan memahami ujaran yang diucapkan oleh penutur akan segera bereaksi melakukan tindak tutur, sebagai pembicara atau penutur. Sebaliknya yang tadinya berperan sebagai pembicara atau penutur berubah menjadi pendengar.

Istilah dan teori mengenai tindak tutur mula-mula diperkenalkan oleh J.L. Austin. Dia menyebutkan ada tiga peristiwa tindakan yang berlangsung sekaligus, yaitu (1) tindak tutur lokusi (Inggris: lociotionary act); (2) tindak tutur ilokusi (Inggris: illocutionary act); (3) tindak tutur perlokusi (Inggris: perlocutionary act).

(18)

kata, atau kalimat, melainkan lebih tepat bila disebut produk atau lambang kata, atau kalimat yang berwujud prilaku tindak tutur (the performance of speech act). Secara ringkas dapat dikatakan, bahwa tindak tutur adalah produk atau hasil dari suatu kalimat dalam kondisi tertentu dan merupakan kesatuan terkecil dari interaksi lingual. Secara sederhana dapat dikatakan, bahwa tindak tutur adalah sepenggal tuturan yang dihasilkan sebagai bagian terkecil dalam interaksi lingual.

Tindak tutur dapat berupa pernyataan, pertanyaan dan perintah (Suwito, 1983:33). Tindak tutur cendrung sebagai gejala individu yang bersifat psikologis dan ditentukan oleh kemampuan bahasa penutur dalam menghadapi peristiwa tertentu. Peristiwa tutur lebih menitikberatkan pada tujuan peristiwanya (eventnya), sedangkan tindak tutur lebih melibatkan arti tindakan (act) dalam suatau proses. Tindak tutur merupakan gejala berbahasa pada suatu proses, yakni proses komunikasi.

2.2.2 Pekawinan Batak Karo

Perkawinan merupakan penyatuan dua keluarga yang diikat dalam tali pernikahan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995:456), perkawinan adalah hal yang berurusan dengan kawin ( membentuk keluarga dengan lawan jenis).

(19)

Sifat religius dari perkawinan pada masyarakat karo terlihat dengan adanya perkawinan, maka tidak hanya mengikat kedua belah pihak yang menikahi dan yang dinikahi saja, tetapi juga mengikat keseluruhan keluarga kedua belah pihak termasuk arwah-arwah leluhur mereka. Dengan demikian, perkawinan adalah merupakan ikatan lahir dan batin antara seorang pria dan wanita, termasuk keseluruhan keluarga dan arwah para leluhurnnya.

Pada perkawinan yang sesuai dengan adat (arah adat) dahulu biasanya peranan orang tua yang dominan. Artinya bahwa pihak orang tualah yang mengusahakan agar perkawinan itu dapat berlangsung, mulai dari perkenalan calon mepelai (petandaken), meminang (maba belo selambar), nganting manuk dan pesta adat (kerja adat).

Dalam menyelenggarakan perkawinan menurut Adat Karo dilaksanakan berdasarkan tahapan-tahapan yang sudah baku berdasarkan kebiasaan yang dilaksanakan dalam suatu wilayah adalah sebagai berikut:

2.2.2.1. Nangkih

Nangkih adalah tahapan perkawinan bagi suku Karo. Dalam konteks dahulu kala, nangkih adalah tahapan kawin lari, karena calon mempelai laki-laki tidak meminang impal (putri paman) atau tidak meminang putri kalimbubu. Dalam proses nangkih terdapat tahapan sebagai berikut:

a. Ngendesken

(20)

menyerahkan segala masalah yang sedang dihadapinya, yakni membawa anak gadis orang lain tanpa sepengetahuan orang tuanya. Dalam proses nangkih ini, biasanya terjadi kekalutan khususnya bagi orang tua calon mempelai wanita, karena kepergian putrinya dengan calon kela (menantu laki-laki) tidak diketahuinya.

b. Nehken Kata

Nehken kata dapat diartikan menyampaikan informasi tentang keberadaan

calon mempelai perempuan dan calon mempelai laki-laki, dan solusi bahwa putrinya yang sebentar lagi dilamar oleh keluarga calon mempelai laki-laki.

2.2.2.2. Ngembah Belo Selambar

Secara harfiah, ngembah belo selambar artinya membawa sirih selembar, memiliki makna atau simbol bahwa, sirih, kapur, tembakau dan pinang di dalamnya. Tembakau adalah interaksi antara satu kelompok dengan kelompok lainnya. Dalam konteks ini sekapur sirih dan rokok adalah simbol penghormatan dari pihak tamu kepada tuan rumah atau penyampaian rasa hormat dari pihak keluarga calon pengantin laki-laki kepada keluarga calon pengantin perempuan. Tahap ngembah belo selambar ini adalah tahapan pertama dalam sistem perkawinan suku Karo. Ngembah belo selambar ini adalah makna esensialnya, menanyakan keikhlasan para calon pengantin, orang tua calon pengantin, sirembah kulau (bibi calon pengantin perempuan) dan singalo ulu emas (paman

(21)

- Penentuan pelaksanaan nganting manuk

- Membicarakan Gantang Tumba/ batang unjuken yang akan dibayar kepada:

1. Singalo bere-bere 2. Singalo perkempun 3. Singalo perbibin 4. Perkembaren 5. Sirembah kulau

- Menentukan Gantang Tumba (besar kecilnya) batang unjuken (uang mahar bagi pihak keluarga perempuan).

2.2.2.3 Nganting Manuk

Secara harfiah, nganting manuk diartikan “menenteng ayam”. Tahap nganting manuk menanyakan tentang kesenangen ate (keikhlasan) pihak

kalimbubu tapi sifatnya hanya bunga-bunga ranan (basa-basi) karena sudah dibicarakan sebelumnya pada tahap ngembah belo selambar. Pada umumnya pembicaraan pada nganting manuk ini tetap sama dengan apa yang dibicarakan pada ngembah belo selambar.

2.2.2.4 Mata Kerja (Hari-H Pesta Perkawinan)

(22)

pihak orang tua laki-laki dan orang tua perempuan. Orang tua laki-laki membayarkan hutang adat kepada singalo ulu emas, sedangkan orang tua calon mempelai perempuan membayar hutang adat kepada singalo bebere. Pelaksanaan pesta perkawinan ini diselenggarakan di tempat tinggal perempuan.

2.2.3 Masyarakat Batak Karo

Etnik Batak Karo terdapat di seluruh Indonesia yang pusat administratifnya di Kabanjahe yang disebut Kabupaten Karo. Kabupaten Karo memiliki ketinggian 140 sampai 1400 meter dari permukaan laut. Iklimnya berkisar antara 16º sampai 27º Celsius, serta mempunyai curah hujan 1000 mm sampai 1400 per tahun. Ibu Kota Kabupaten Karo adalah Kabanjahe, yang berjarak 76 kilometer dari Kota Medan (Pemerintahan Kabupaten Karo 1997).

Masyarakat Batak Karo mempunyai sistem kekerabatan, yaitu merga silima, rakut sitelu. Sistem kekerabatan merga silima ini adalah pengelompokan

masyarakat kedalam lima merga (klen) besar, yaitu: (1) Ginting, (2) Sembiring, (3)Karo-karo, (4) Tarigan, dan (5) Perangin-angin. Setiap merga ini terbagi lagi ke dalam merga-merga kecil.

Istilah merga berasal dari kata meherga, yang artinya adalah mahal dan berharga. Istilah ini melekat pada laki-laki yang berstatus penerus keturunan dan mewarisi nama merga. Bagi perempuan istilah yang dipergunakan adalah beru, yang berasal dari kata mberu yang artinya cantik.

(23)

2.2 Landasan Teori 2.2.1 Pragmatik

Pragmatik merupakan cabang ilmu semiotika. Semiotika mengkaji bahasa verbal, lambang, simbol, tanda, serta perefrensian dan pemakaiannya dalam wahana kehidupan. Ilmu pragmatik mengkaji hubungaan pemakaian bahasa dengan pemakai/penutur (Pangaribuan, 1990:33). Menurut Kridalaksana (1982:137), pragmatik adalah syarat-syarat yang mengakibatkan serasi tidaknya penakaian bahasa dalam komunikasi.

Purwo (1990:16) mendefinisikan pragmatik sebagai telaah mengenai makna tuturan (utterance) menggunakan makna yang terikat konteks sedangkan memperlakukan bahasa dengan mempertimbangkan konteksnya, yakni penggunaannya pada peristiwa komunikasi.

Levinson 1980:1 (dalam Tarigan, 1990:33) menyatakan pragmatik adalah telaah mengenai relasi antara bahasa dan konteks yang merupakan dasar bagi suatu catatan atau laporan pemahaman bahasa, dengan kata lain, telaah mengenai kemampuan pemakai bahasa menghubungkan serta menyerasikan kalimat-kalimat dan konteks-konteks secara tepat.

(24)

2.2.2 Teori Tindak tutur 2.2.2.1 Austin

Menurut Austin (dalam Siregar, 1966:16) mengucapkan sesuatu adalah melakukan sesuatu. Bahasa dapat dipakai untuk membuat kejadian. Ini karena kebanyakan ucapan mempunyai daya ilokusi.

Austin (dalam Chaer 1995:69-70) membedakan tiga tindakan yang berlangsung sekaligus, yaitu (1) tindak tutur lokusi (Inggris: locutionary act); (2) tindak tutur ilokusi (Inggris: illocutionary act); (3) tindak tutur perlokusi (Inggris: perlucotionary act).

a. Lokusi adalah tindak tutur yang menyatakan sesuatu dalam arti “berkata”, atau tindak tutur dalam bentuk kalimat yang bermakna dan dapat dipahami.

b. Ilokusi adalah tindak tutur yang biasanya berkenaan dengan pemberian izin, mengucapkan terima kasih, menyuruh, menawarkan dan menjanjikan. c. Perlokusi adalah tindak tutur yang berkenaan dengan adanya ucapan orang

lain sehubung dengan sikap dan prilaku non linguistik dari orang lain itu.

2.2.2.2 Searle

Searle, kemudian mengembangkan tindak tutur berdasarkan kategorinya menjadi lima, yaitu tindak tutur deklaratif, representatif, ekspresif, direktif, dan komisif (Yule, 2006:92-94).

(25)

b. Representatif ialah jenis tindak tutur yang menyatakan apa yang diyakini penutur kusus atau bukan. Pernyataan suatu fakta, penegasan, kesimpulan, dan pendeskripsian.

c. Ekspresif ialah jenis tindak tutur yang menyatakan sesuatu yang dirasakan oleh penutur. Tindak tutur ini mencerminkan pernyataan-pernyataan psikologis dan dapat berupa pernyataan kegembiraan, kesulitan, kesukaan, kebenciaan, kesenangan, atau kesengsaraan.

d. Direktif ialah jenis tindak tutur yang dipakai oleh penutur untuk menyuruh orang lain melakukan sesuatu. Jenis tindak tutur ini menyatakan apa yang menjadi keinginan penutur. Tindak tutur ini meliputi; perintah, permohonan, pemberian saran, dan bentuknya dapat berupa kalimat positif dan negatif.

e. Komisif ialah jenis tindak tutur yang dipahami oleh penutur untuk mengikatkan dirinya terhadap tindakan-tindakan pada masa yang akan datang. Tindak tutur ini dapat berupa; janji, ancaman, penolakan, dan ikrar.

Jika Austin melihat tindak tutur dalam pembicaraan, maka Searle (dalamYule, 2006) berusaha melihat bagaimana nilai ilokusi itu ditangkap dan dipahami pendengar.

(26)

2.3 Tinjauan Pustaka

Berdasarkan tinjauan pustaka yang dilakukan, maka ada sejumlah sumber yang relevan untuk ditinjau dalam penelitian ini, adapun sumber tersebut adalah:

Hasibuan (2005) mengkaji perangkat tindak Tutur dan Siasat Kesantunan Berbahasa dalam Bahasa Mandailing. Ia mengemukakan jenis-jenis tindak tutur

versi Searle, yaitu representatif, direktif, komisif, ekspresif, dan deklaratif. Juga dibahas mengenai kesantunan bahasa dan tidak tutur, ia menyebutkan ada dua aspek dalam kesantunan, yaitu aspek positif dan aspek negative dan menyimpulkan dalam masyarakat Mandailingprinsip kesantunan diperoleh melalui pembelajaran agama dan norma adat setempat, baik formal dan informal.

Saragih (2006) dalam skripsinya yang berjudul “Peristiwa Tutur pada Seminar Internasional Tradisi Lisan Indonesia-Malaysia”, menganalisis peristiwa tutur dan menympulkannya dengan membagi peristiwa tutur ke dalam delapan komponen, yaitu setting (menunjuk kepada unsur-unsur material yang ada disekitar peristiwa interaksi tempat dan waktu terjadinya sebuah tuturan), participants ( pihak-pihak yang terlibat dalam tuturan), act sequences (mengacu

pada bentukujaran atau pada pokok tuturan), key ( mengacu pada nada dan semangat dimana suatu pesan dengan berbagai cara), instrumentalities norm of interaction (mengacu pada norma atau aturan dalam berinteraksi), genres (jenis

bentuk penyampaian).

(27)

mengatakan/mengetahui, tipe mengatakan/memikirkan, (4) tipe mengatakan /merasakan, (5) tipe mengatakan/mengatakan.

Siagian (2007) dalam skripsinya yang berjudul “ Strategi Percakapan Bahasa Batak Toba dalam Acara Jou-jou Tano Batak ”. ia menganalisis percakapan baik lisan maupun tulisan dengan hanya membahas bagaimana pengolahan data suatu percakapan agar tercapai tujuannya.

Maharani (2007) dalam skripsinya “Tindak Tutur Percakapan pada Komik Asterix” menganalisis tentang percakapan yang terdapat dalam komik Asterix dari segi tindak tutur percakapannya yang terbagi atas tiga jenis tindak tutur yaitu tindak lokusi, ilokusi, dan perlokusi. Maharani menyimpulkan bahwa setiap tuturan merupakan tindak lokusi karena ini mengacu pada makna denotasinya, sedangkan tindak ilokusi dan perlokusi tidak semua tuturan memiliki kedua tindak tersebut. Di samping tindak lokusi, maka tindak yang paling dominan yang terdapat dalam percakapan komik Asterix adalah tindak ilokusi yang berbentuk memberitahukan/ menginformasikan sesuatu.

(28)
(29)

BAB III METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi Dan Waktu Penelitian

Lokasi adalah letak atau tempat (KBBI, 2003:680). Yang menjadi lokasi penelitian penulis adalah Desa Bukit, Kecamatan Dolat Rayat Berastagi Kabupaten Karo.

3.1.1 Waktu Penelitian

Penulis mulai melakukan penelitian terhadap Tindak Tutur Dalam Adat Perkawinan Batak Karo pada tanggal 27 April 2011.

3.2 Sumber Data

Menurut KBBI (2007:1102) sumber adalah asal, sedangkan data adalah keterangan atau bahan nyata yang dapat dijadikan dasar kajian (KBBI, 2007:239). Jadi sumber data adalah asal dari mana keterangan didapat yang kemudian dijadikan untuk dasar kajian.

(30)

Data yang digunakan dalam penelitian ini ada dua, yaitu: 1. Data primer

Adalah data yang diperoleh secara langsung. Dalam hal ini, data didapatkan dari transkripsi penyimakan terhadap Tindak Tutur dalam Adat Perkawinan Batak Karo dalam acara ngembah belo selambar dan mata kerja (Hari-H pesta perkawinan) dan juga dari percakapan

dengan orang (informan) yang paham mengenai hal-hal apa saja yang dibicarakan dalam acara ngembah belo selambar dan mata kerja (Hari-H pesta perkawinan).

2. Data Sekunder

Adalah data yang diproleh secara tidak langsung melalui buku-buku bacaan refrensi yang berhubungan dengan tindak tutur dalam adat perkawinan batak Karo terutama buku-buku tentang Adat Karo, yaitu buku yang berjudul Lentera Kehidupan Orang Karo dalam Berbudaya, Adat Karo dan Adat Perjabun Ibas Masyarakat Karo.

3.3. Metode dan teknik Pengumpulan Data

(31)

Tindak tutur dalam adat perkawinan Batak Karo ini adalah suatu kajian yang sumber datanya dari lisan dan tulisan yang membutuhkan mitra wicara dan bahan pustaka sebagai acuannya. Data lisan diperoleh dari penutur yang terlibat dalam adat perkawinan Batak Karo. Sementara data tulis dari buku-buku yang relevan dengan penelitian ini.

Metode dan teknik pengumpulan data ini adalah menggunakan teknik simak libat cakap dan teknik simak bebas libat cakap dan dilanjutkan dengan teknik rekam. Ke tiga teknik ini memggunakan teknik yang berawal peneliti ikut dalam sebuah Tanya jawab ke pada si penutur yang kemudian menyimak pembicaraan informan mengenai tindak tutur yang disampaikan dan berdialog masalah kebudayaan yang menyangkut objek penelitian. Data yang diperoleh dari informan dikumpulkan sebagai kajian, sebagai tambahan digunakan data tulis ialah data yang dikumpulkan dari buku-buku yang berhubungan dengan perkawinan masyarakat Karo.

3.4. Metode dan Teknik Analisis Data

Pada tahap pengkajian data digunakan metode padan, yaitu alat penentunya diluar terlepas dan tidak menjadi bagian dari bahasa (langue) yang bersangkutan (Sudaryanto, 1993:13).

(32)

tindak tutur dalam percakapan. Dari reaksi yang muncul akan dapat diketahui apakah mitra wicara akan: (1) bertindak menuruti atau menentang apa yang diungkapkan oleh si pembicara; (2) berkata dengan isi yang informatif; (3) tergerak emosinya; (4) diam tetapi menyimak dan berusaha mengerti apa yang diucapkan oleh si pembica dan reaksi yang lain (Sudaryanto, 1993:25).

Contoh:

Penutur : Enggo kam pulung krina anak beru Ginting mergana ndai? Sudah kamu kumpul semua anak beru Ginting marganya tadi? Apakah anak beru Ginting marganya Tadi telah berkumpul? Lawan tutur: Enggo

Sudah Sudah

Penutur : Adi enggo pulung kam kerina, enda isap kami anak beru Jika sudah kumpul kamu semua, ini rokok kami anak beru Sembiring.

Sembiring

‘Jika kamu sudah berkumpul semua, ini rokok kami anak beru Sembiring‘

Lawan tutur : Enggo iisap kami isap si i baba ndu, kai dage sura-sura Sudah dihisap kami rokok yang dibawa mu, apa jadi keinginan isap si i baba ndu ku jabu diri kalimbubu kami? rokok yang di bawa mu ke rumah diri kalimbubu kami?

‘Sudah kami hisap rokok yang kamu bawa, jadi apa keinginan rokok yang kamu bawa ke rumah diri kalimbubu kami?‘

Penutur : Enggom kap lit, ertima kam entisik i sungkun kami lebe Sudahlah ada, tunggu kamu sebentar ditanya kami dahulu kalimbubu kami.

(33)

‘kami telah mempunyai keinginan, kamu tunggu sebentar kami akan bertanya terlebih dahulu kepada kalimbubu kami‘.

Jika contoh percakapan di atas dianalisis menurut teori Austin, maka: tindak lokusi: enggo pulung kam krina anak beru Ginting mergana ndai?

penutur bertanya terlebih dahulu kepada lawan tuturnya apakah mereka telah berkumpul,

tindak ilokusi: ingin mengetahui kehadiran lawan tuturnya

tindak perlokusi: efek yang timbul dari tindak lokusi dan tindak ilokusi adalah bahwa ‘anak beru Ginting telah berkumpul di tempat itu’. Terlihat dalam percakapan adi enggo pulung kam krina enda isap kami anak beru sembiring, “ jika kalian sudah berkumpul ini rokok dari kami anak beru Sembiring”

Pada percakapan adi enggo pulung kam kerina enda isap kami anak beru sembiring, maka:

tindak lokusi: penutur sudah mengetahui kehadiran lawan tuturnya dan memberikan rokok.

tindak ilokusi: penutur mempunyai keinginan dari rokok yang diberikanya.

enggo isap kami isap si babandu, kai dage sura-sura isap si babandu ku jabu

kalimbubu kami?

Tindak lokusi: menerima rokok yang diberikan penutur.

Tindak ilokusi: bertanya kepada penutur tentang rokok yang diberikan penutur kepadanya.

(34)

sebelum menyatakan keinginannya penutur ‘memohon’ kepada lawan tuturnya supaya bertanya terlebih dahulu kepada kalimbubunya.

Sedangkan, jika percakapan di atas dikaji menurut teori tindak tutur seperti yang dikemukakan oleh Searle, maka contoh di atas adalah jenis tindak tutur direktif terlihat pada percakapan ‘ertima kam entisik i sungkun kami lebe kalimbubu kami’ yang inti dari pernyataan ini adalah ‘permohonan’, kemudian pada percakapan enggo pulung kam krina anak beru Ginting mergana ndai? Penutur ‘bertanya’ ke

pada lawan tuturnya. Jika contoh percakapan di atas dilanjutkan, akan terlihat juga jenis tindak tutur seperti yang dikemukakannya seperti jenis tindak tutur deklarasi, representatif, ekspresif dan komisif.

Untuk menentukan bahwa tuturan-tuturan dalam adat perkawinan batak Karo dapat dikelompokkan sebagai tindak tutur deklaratif, representatif, ekspresif, direktif dan komisif. Peneliti menggunakan teknik baca markah dan merupakan penjelasan lanjutan dari metode padan misalnnya:

gelah banci terdauhen perjumpanta enda ercakap kita emaka ersura-sura supaya bisa lebih juah pertemuan kita ini berbicara kita jadi berkeinginan kel kami ras kalimbubu kami Sembiring mergana pedalan kami me ate sangat kami dengan kalimbubu kami Sembiring marganya jalankan kami lah niat kami kampil kehamaten kampil peradaten tuhu kerehen kami ibas wari kami kampil kehormatan kampil peradatan benar kedatangan kami dalam hari

sendah ras kalimbubu kami Sembiring mergana sesuai ras sekarang dengan kalimbubu kami Sembiring marganya sesuai dengan

ngikutken merga si lima beru si lima perkade-kaden si sepuludua mengikutkan marga yang lima beru yang lima kekerabatan yang dua belas

(35)

bagegia mindo kel kami perkuah ate kalimbubuta Ginting demikian meminta sangat kami kerendahan hati kalimbubu kita Ginting mergana ras sangkepna ngeluh la ketadingen kam anak beru marganya dengan sangkepna ngeluh tidak ketinggalan kamu anak beru

Ginting tingkatken min perjumpanta ibas wari sendah gelah teruslah kita Ginting tingkatkan lah pertemuan kita dalam hari sekarng supaya teruslah kita ersinget-singet gelah teh kami ersikap ras kalimbubu kami endam mengingatkan supaya tahu kami bersiap dengan kalimbubu kami inilah

sura-sura kami arih kam krina anak beru Ginting keinginan kami musyawarah kamu semua anak beru Ginting

‘Supaya pertemuan kita ini bisa lebih jauh berbicaralah kita, kami sangat berkeinginan dengan kalimbubu kami Sembiring marganya ingin menjalankan kampil kehormatan kampil peradatan. Benar kedatangan kami pada hari ini dengan kalimbubu kami Sembiring marganya sesuai dengan mengikutkan peradatan marga yang lima, beru yang lima tuturnya yang delapan ikatannya yang tiga, kekerabatan yang dua belas ditambah satu dinamai ngembah belo selambar, tapi walaupun demikian kami sangat meminta kerendahan hati kalimbubu kita Ginting marganya dengan sangkep ngeluh tidak ketinggalan kamu semua anak beru Ginting tingkatkanlah pertemuan kita ini supaya kita tetap bisa saling mengingatkan agar kami tahu bersiap dengan kalimbubu kami Sembiring marganya inilah keinginan kami musyawarahlah kamu semua anak beru Ginting‘.

Tuturan di atas dikelompokkan dalam tindak tutur representatif ditandai dengan kata ersura-sura ‘berkeinginan’ pada tuturan ini penutur memberitahukan keinginannya kepada lawan tuturnya.

(36)

BAB IV PEMBAHASAN

4.1 Bentuk-bentuk Tindak Tutur dalam Adat Perkawinan Batak Karo Searle mengembangkan tindak tutur berdasarkan kategorinya menjadi lima, yaitu tindak tutur deklaratif, tindak tutur representatif, tindak tutur direktif, tindak tutur komisif dan tindak tutur ekspresif.

4.1.1 Tindak Tutur Representatif

Tindak tutur representatif ialah jenis tindak tutur yang menyatakan apa yang diyakini penutur kasus atau bukan. Pernyataan suatu fakta, penegasan, kesimpulan dan pendeskripsian. Searle (dalam Leech, 1993:164) menyebutkan tindak tutur jenis ini sebagai tindak tutur asertif terikat pada kebenaran proposisi yang diungkapkan, misalnya menyatakan, mengusulkan, membual, megeluh, mengemukakan pendapat, melaporkan memberitahukan.

Berikut ini lah tuturannya:

Tindak Tutur Representatif 1: Penutur (anak beru pihak laki-laki)

Dalan-dalanna kami reh silih, mama, mami, bengkila, apai pe kam labo jalan-jalannya kami datang ipar, paman, mami, paman, yang mana pun kamu tidak

Erkendobahen erkiteken enggo ersada arih kami ras permen kami emaka dipilih karena sudah bersatu musyawarah kami dengan keponakan kami jadi

(37)

Ginting mergana enda. Ginting marganya ini

‘jalan-jalannya kami datang impal, paman, mami, bengkila yang mana pun kamu tidak kami pilih, karena sudah bersatu musyawarah kami dengan keponakan kami, niatnya ingin memulai perkawinan yang baru dengan si beru Ginting seperti itulah percakapan kami dengan keponakan kami Sembiring marganya. Kami tidak tahu ini benar atau tidak sudah ada musyawarah keponakan kami Sembiring marganya dengan keponakan kami si beru Ginting’

Data percakapan representatif 1 pada ngembah belo selambar penutur memberitahukan kepada anak beru Ginting tentang kesepakatan antara keponakanya (penganti laki-laki) dengan si beru Ginting (pengantin perempuan). Terlihat pada kata enggo ersada arih pada kalimat ‘dalan-dalanna kami reh silih, mama, mami, apai pe kam labo erkendobahen erkiteken enggo ersada arih kami

ras permen kami amaka atena atena manteki perjabun ras si beru Ginting’. Kata

enggo ersada arih ’sudah bersatu hati’ pada tindak tutur representatif 1 ini

berfungsi untuk memberitahukan. Tindak Tutur Representatif 2 :

gelah banci terdauhen perjumpanta enda, ercakap kita emaka ersura-sura supaya bisa lebih juah pertemuan kita ini berbicara kita jadi berkeinginan kel kami ras kalimbubu kami Sembiring mergana pedalan kami me sangat kami dengan kalimbubu kami Sembiring marganya jalankan kami lah ate kami kampil kehamaten kampil peradaten tuhu kerehen kami ibas niat kami kampil kehormatan kampil peradatan benar kedatangan kami dalam wari sendah ras kalimbubu kami Sembiring mergana sesuai ras hari sekarang dengan kalimbubu kami Sembiring marganya sesuai dengan ngikutken merga si lima beru si lima perkade-kaden si sepuludua mengikutkan marga yang lima beru yang lima kekerabatan yang dua belas

(38)

kel kami perkuah ate kalimbubuta Ginting mergana ras sangat kami kerendahan hati kalimbubu kita Ginting marganya dengan sangkepna ngeluh la ketadingen kam anak beru Ginting tingkatken min sangkepna ngeluh tidak ketinggalan kamu anak beru Ginting tingkatkan lah perjumpanta ibas wari sendah gelah teruslah kita ersinget-singet gelah pertemuan kita dalam hari sekarng supaya teruslah kita mengingatkan supaya teh kami ersikap ras kalimbubu kami endam sura-sura kami

tahu kami bersiap dengan kalimbubu kami inilah keinginan kami arih kam krina anak beru Ginting

musyawarah kamu semua anak beru Ginting

‘Supaya pertemuan kita ini bisa lebih jauh berbicaralah kita, kami sangat berkeinginan dengan kalimbubu kami Sembiring marganya ingin menjalankan kampil kehormatan kampil peradatan. Benar kedatangan kami pada hari ini dengan kalimbubu kami Sembiring marganya sesuai dengan mengikutkan peradatan marga yang lima, beru yang lima tuturnya yang delapan ikatannya yang tiga, kekerabatan yang dua belas ditambah satu dinamai ngembah belo selambar, tapi walaupun demikian kami sangat meminta kerendahan hati kalimbubu kita Ginting marganya dengan sangkep ngeluh tidak ketinggalan kamu semua anak beru Ginting tingkatkanlah pertemuan kita ini supaya kita tetap bisa saling mengingatkan agar kami tahu bersiap dengan kalimbubu kami Sembiring marganya inilah keinginan kami musyawarahlah kamu semua anak beru Ginting‘.

Data percakapan tindak tutur representif 2 pada ngembah belo selambar. Penutur memberitahukan keinginannya dengan kalimbubunya (pihak pengantin laki-laki) bahwa mereka ingin menjalankan kampil kehormatan kampil peradatan dan membicarakan tentang uang mahar yang harus dibayar oleh kalimbubunya. Terlihat pada kata ersura-sura pada kalimat ‘ersura-sura kel kami ras kalimbubu kami Sembiring mergana pedalan kami me atae kami kampil kehamaten kampil

peradaten’. Kata ersura-sura ’berkeinginan’ pada tindak tutur representatif 2 ini

berfungsi untuk memberitahukan. Tindak Tutur Representatif 3:

(39)

dalam beberapa harinya yang sudah lewat, sudah dahulu kami datang dengan kalimbubu kami, ku tengah-tengah jabu kalimbubunta Ginting mergana

kalimbubu kami ku tengah-tengah rumah kalimbubu kita Ginting marganya mbarenda kami reh maba gelar ngembah belo selambar tingkatken ku dahulu kami datang mabawa nama membawa sirih selembar tingkatkan ke nganting manuk ibas je mbarenda kita ersinget-singet kerna gantang tumba, menenteng ayam dalam sini dahulu kita mengungatkan tentang uang mahar ate kami ibas wari enda me i pedalan kami kerna cakap-cakapta si niat kami dalam hari ini lah di jalankan kami tentang percakapan kita yang enggo e, opelenga pedalan kami gelah oratindu se kali nari sangkep ngeluh sudah ini sebelum jalankan kami supaya tanyaimu se kali lagi sangkep ngeluh Ginting mergana cakapta si enggo e lit nge si tambah si Ginting marganya pembicaran kita yang sudah ini ada kah yang tambah yang kurangna

kurangnya?

‘beberapa hari yang sudah lewat kami (anak beru Sembirig) sudah datang bersama kalimbubu kami Sembiring marganya ke rumah kalimbubu kita Ginting marganya dengan membawa nama ngembah belo selambar. Dahulu kita telah membicarakan tentang uang mahar dan pada hari ini kami berniat untuk menjalankannya. Tapi sebelum kami jalankan coba tanyakan sekali lagi kalimbubu kita Ginting marganya apa masih ada yang kurang’

Data percakapan tindak tutur representatif 3 pada mata kerja (Hari-H pesta perkawinan), anak beru Sembiring memberitahukan keinginan meraka, yaitu untuk membayar hutang peradatan yang akan dibayarkan oleh ke dua belah pihak yang telah mereka bicarakan pada saat ngembah belo selambar. Terlihat pada kata pedalan, pada kalimat ‘ate kami ibas wari enda me pedalan kami kerna cakap-cakapta si enggo e’. Kata pedalan ‘menjalankan’ pada tindak tutur representatif 3

(40)

Tindak tutur representatif 4:

Erkelang-kelangken anak beru Ginting tugun sinereh enggo menda dungi berperantarakan anak beru Ginting pihak sinereh sudah lahini selesai

kerna peradatan permen kami Sembiring mergana emaka ate kami tentang peradatan keponakan kami Sembiring marganya jadi niat kami

nehken kehamaten man singalo ulu emas krina la ketadingen menyampaikan kehormatan untuk singalo ulu emas semua tidak ketinggalan singalo ciken-ciken, ibas bage sura-sura kami apainge anak berundu singalo ciken-ciken dalam begini keinginan kami manakah anak berumu

kelang-kelang kami nehken cakap. perantara kami menyampaikan pembicaraan

‘berperantarakan anak beru Ginting pihak sinereh (pihak pengantin perempuan) maka hutang peradatan sudah diselesaikan tentang peradatan keponakan kami Sembirinng marganya niat kami menyampaikan kehormatan kepada singalo ulu emas semua tidak ketinggalan singalo ciken-ciken dalam keinginan kami ini manakah anak berumu perantara kami menyampaikan pembicaraan‘.

Data percakapan tindak tutur representatif pada mata kerja (Hari-H pesta perkawinan) anak beru pihak laki-laki memberitahukan, bahwa kalimbubunya Sembiring marganya ingin menyampaikan rasa hormat kepada kalimbubu singalo ulu emas dan singalo ciken-ciken, yaitu ingin menyampaikan hutang peradatan.

Terlihat pada kata nehken kehamaten pada kalimat ‘ate kami nehken kehamaten man singalo ulu emas krina la ketadingen singalo ciken-ciken‘. Kata nehken kehamaten ‘menyampaikan rasa hormat‘ pada tindak tutur representatif 5 ini

berfungsi untuk memberitahukan.

(41)

keinginan, dan nehken kehamaten ‘menyampaikan rasa hormat’ berfungsi untuk memberitahukan.

4.1.2 Tindak Tutur Direktif

Tindak tutur direktif ialah jenis tindak tutur yang dipakai oleh penutur untuk menyuruh orang lain melakukan sesuatu jenis tindak tutur ini meliputi, perintah, pemesanan, permohonan, pertanyaan, pemberian saran. Searle (dalam Leech, 1993:164) tuturan ini bertujuan menghasilkan suatu efek berupa tindakan yang dilakukan oleh penutur. Misalnya memesan, memerintah, memohon, menuntut, memberi nasihat.

Berikut inilah tuturannya: Tindak Tutur Direktif 1:

Enggo kam pulung krina anak beru Ginting ras sangkep ngeluh Sudah kamu kumpul semua anak beru Ginting dengan sangkep ngeluh Ginting mergana ndai?

Ginting marganya tadi?

‘sudah kamu kumpul semua anak beru Ginting dengan sanngkep ngeluh Ginting marganya‘

(42)

enggo pulung kam krina? ‘apakah kamu semua sudah berkumpul?‘ kalimat pada

tindak tutur direktif 1 ini berfungsi untuk bertanya. Tindak Tutur Direktif 2:

Enggo isap kami anak beru Ginting isap si brekenndu kai dage kata isap? sudah hisap kami anak beru ginting rokok yang berikanmu apa jadi kata rokok? ‘kami anak beru Ginting sudah merokok, rokok yang kamu berikan, jadi apa maksud dari rokok yang kamu berikan?‘

Data percakapan pada ngembah belo selambar, anak beru Ginting menanyakan maksud dari rokok yang mereka terima sebelumnya dari anak beru Sembiring. Terlihat pada kata kai dage? ‘jadi apa‘ kalimat pada tindak tutur direktif 2 ini berfungsi untuk bertanya.

Tindak Tutur Direktif 3:

Enggom kap lit ertima kam entisik gelah i sungkun kami lebe kalimbubu sudah lah ada tunggu kamu sebentar supaya di tanya kami dulu kalimbubu kami

kami

‘sudah ada, kamu tunggu sebentar kami akan bertanya terlebih dahulu kepada kalimbubu kami‘

Data percakapan tindak tutur direktif 3 pada ngembah belo selambar di mana anak beru Gintinga bertanya kepada anak beru Sembiring tentang maksud dari rokok yang mereka berikan. Anak beru Sembiring menyuruh anak beru Ginting untuk menunggu sebentar, karena mereka akan bertanya terlebih dahulu kepada kalimbubunya tentang rokok yang mereka berikan sebelum menjawab pertanyaan dari anak beru Ginting. Terlihat pada kata ertima, pada kalimat ‘ertima kam entisik gelah isungkun kami lebe kalimbubu kami‘. Kata ertima ‘menunggu‘

(43)

Tindak Tutur Direktif 4:

Enggo kap kam ngerana ras permenndu janah enggo nge i katakanna sudah lah kamu berbicara dengan keponakanmu dan sudah pun di katakannya

sura-surana man bandu, e peseh man anak beru Ginting. keinginannya untuk kamu itu sampaikan kepada anak beru Ginting

‘kamu telah berbicara dengan keponakanmu dan dia telah mengatakan keinginannya kepadamu itulah kamu sampaikan kepada anak beru Ginting‘.

Data percakapan pada ngembah belo selambar kalimbubu (orang tua pengantin laki-laki) memerintahkan anak berunya untuk menyampaikan maksud dari rokok yang mereka berikan kepada anak beru Ginting yaitu mengenai pembicaran anak berunya dengan anaknya (pengantin laki-laki) tentang keinginannya yang mau menikahi anak dari kalimbubu anak beru Ginting. Terlihat pada kata peseh, pada kalimat ‘e peseh man anak beru Ginting‘. Kata peseh ‘sampaikan‘ pada tindak tutur direktif 4 berfungsi untuk memerintah.

Tindak Tutur Direktif 5:

Ue ma, ma peseh kami sura-suranta man anak beru kalimbubunta iya paman kan sampaikan kami keinginan kita pada anak beru kalimbubu kita Ginting mergana

Ginting marganya.

‘iya paman kami akan memberitahukan keinginan kita kepada anak beru kalimbubu kita Ginting marganya’

(44)

sura-surata’. Kata ma peseh ‘akan memberitahukan’ pada tindak tutur direktif 5 ini

berfungsi untuk menuruti apa yang disampaikan penutur. Tindak Tutur Direktif 6 :

gelah banci terdauhen perjumpanta enda, ercakap kita emaka ersura-sura supaya bisa lebih juah pertemuan kita ini berbicara kita jadi berkeinginan kel kami ras kalimbubu kami Sembiring mergana pedalan kami me ate sangat kami dengan kalimbubu kami Sembiring marganya jalankan kami lah niat kami kampil kehamaten kampil peradaten tuhu kerehen kami ibas wari kami kampil kehorm atan kampil peradatan benar kedatangan kami dalam hari sendah ras kalimbubu kami Sembiring mergana sesuai ras

sekarang dengan kalimbubu kami Sembiring marganya sesuai dengan

ngikutken merga si lima beru si lima perkade-kaden si sepuludua mengikutkan marga yang lima beru yang lima kekerabatan yang dua belas tambah sada igelari maba belo selambar, tapi amin bagegia tambah satu dinamai membawa sirih selembar tapi walaupun demikian

mindo kel kami perkuah ate kalimbubuta Ginting mergan ras meminta sangat kami kerendahan hati kalimbubu kita Ginting marganya dengan sangkepna ngeluh la ketadingen kam anak beru Ginting tingkatken min sangkepna ngeluh tidak ketinggalan kamu anak beru Ginting tingkatkan lah perjumpanta ibas wari sendah gelah teruslah kita ersinget-singet

pertemuan kita dalam hari sekarng supaya teruslah kita mengingatkan gelah teh kami ersikap ras kalimbubu kami. endam sura-sura kami supaya tahu kami bersiap dengan kalimbubu kami inilah keinginan kami arih kam krina anak beru Ginting

musyawarah kamu semua anak beru Ginting

(45)

semua anak beru Ginting tingkatkanlah pertemuan kita ini supaya kita tetap bisa saling mengingatkan agar kami tahu bersiap dengan kalimbubu kami Sembiring marganya inilah keinginan kami musyawarahlah kamu semua anak beru Ginting‘.

Data percakapan pada ngembah belo selambar penutur (anak beru pihak laki-laki) memohon kerendahan hati anak beru pihak perempuan beserta dengan kalimbubunya (pihak perempuan) supaya mereka dapat menjalankan kampil kehormatan kampil peradatan, agar mereka dapat berbicara lebih lanjut mengenai keinginan mereka. Terlihat pada kata mindo, pada kalimat ‘mindo kel kami perkuah ate kalimbubuta Ginting mergana‘. Kata mindo ‘meminta‘ pada tindak

tutur direktif 6 ini berfungsi untuk memohon. Tindak Tutur Direktif 7:

Sesuai sura-surandu kam krina Sembiring mergana erkelang-kelangken anak Sesuai keinginanmu kamu semua Sembiring marganya berperantarakan anak berundu, kai sura-surandu ndai enggom menda nungnungi kami sangkep ngeluh berumu apa kainginanmu tadi sudah ini beritahu kami sangkep ngeluh kalimbubu kami Ginting mergana enggo banci pedalanndu kampil.

kalimbubu kami Ginting marganya sudah bisa jalankanmu kampil

‘sesuai keinginanmu, semua Sembiring marganya berperantarakan anak berumu apa keinginanmu tadi sudah kami beritahu kepada sangkep ngeluh kalimbubu kami Ginting marganya. Kami telah sepakat, kamu (anak beru pihak laki-laki) sudah dapat menjalankan kampil’.

(46)

kampil’. Kata banci ‘bisa’ pada tindak tutur direktif 7 ini berfungsi untuk mengizinkan.

Tindak Tutur Direktif 8:

Bage kel sura-sura anakta e ras permenta e sebab kami pe seperti lah keinginan anak kita ini dengan keponakan kita ini karena kami pun enggo meriah kel ukur kami, sebab enggo orati kami anak kami Sembiring sudah ikhlas sangat hati kami karena sudah tanyai kami anak kami Sembiring mergana maka ia enggo tutus kel atena njabuken bana bekasa marganya maka dia sudah serius sangat niatnya menikah untuknya karena

arihna ersada ngenda maka kami reh. Ibas bagidie enggo musyawarahnya bersatu ini maka kami datang dalam seperti ini sudah

me bage perpadanen anakta e ras permenta ena emaka sura-sura lah seperti takdir anak kita ini dengan keponakn kita itu jadi keinginan kami enda kai pe renggo-enggo maka banci enda kampil kami man kami ini apa pun berkesudahan maka bisa ini kampil kami makan

belo lah kam krina.

sirih lah kamu semua

‘seperti inilah keinginan anak kita dengan keponakan kita ini, karena hati kami pun sudah sangat ikhlas dan kami juga sudah bertanya kepada anak kami Sembiring marganya, maka niatnya juga sudah serius menikah dan mereka sudah sepakat sehingga kami datang dan sudah ditakdirkan anak kita Sembiring marganya dengan keponakan kita ini untuk bersatu, inilah keinginan kami. Ini kampil dari kami makan sirihlah kamu semua‘.

(47)

pe renggo-enggo mak banci‘. Kata enda dan enggo me bage ‘ini dan sudah seperti

ini‘ pada tindak tutur direktif 8 berfungsi untuk memberi dan memohon. Tindak Tutur Direktif 9:

Enda i sehken ibas perjabunku ibas wari si sendah mami ini di sampaikan dalam perkawinanku dalam hari yang sekarang mami

ras mama gia kam kriana gelah mejuah-juah kel aku ibas dengan paman pun kamu semua supaya sehat-sehat sangat aku dalam jabuku pagi ku sehken utang adat nangdangi kam krina kalimbubuku rumahku besok ku sampaikan hutang adat kepada kamu semua kalimbubuku

gelah ibas perjabun kami pe pagi krina kam tetap ertoto guna supaya dalam perkawinan kami pun besok semua kamu tetap berdoa untuk

perjabun kami gelah kami pe tetap ersada arih kami perkawinan kami supaya kami pun tetap bersatu musyawarah kami

mejuah-juah kami ibas jabu kami jumpa pencarin kami krina enda

sehat-sehat kami dalam rumah kami ketemu pencarian kami semua ini arapen kami i sehken kami utang adat man bandu krina

harapan kami di sampaikan kami hutang adat untuk kamu semua

‘ini saya sampaikan hutang adat di acara perkawinanku untukmu semua mami bersama dengan paman, supaya kelak dalam rumah tanggaku baik-baik saja dan aku berharap kamu semua tetap berdoa agar kami sehat-sehat dan kami bersatu hati dan sukses dalam pekerjaan, oleh sebab itulah kami menyampaikan hutang adat kepadamu kalimbubu‘.

(48)

kami isehken kami utang adat man bandu krina‘. Kata isehken ‘menyampaikan‘

pada tindak tutur direktif 9 ini berfungsi untuk meminta doa restu.

Tindak Tutur Direktif 10:

Man bandu kam si nihamati kami puang kalimbubu kami, emkapken singalo ulu untuk mu kamu yang hormati kami puang kalimbubu kami yaitu singalo ulu emas kalimbubu kami Sembiring mergana si pemena kel lebe ersentabi emas kalimbubu kami Sembiring marganya yang pertama kali dahulu memohon kel kami ras kalimbubu kami Sembiring mergana mulai ibas tapak-tapak sangat kami dengan kalimbubu kami Sembiring marganya mulai dari telapak nahe kami seh ku ujung buk kami entah ija gia kekurangen kami kaki kami sampai ke ujung rambut kami entahdimana pun kekurangan kami

ras kalimbubu Sembiring mergana ula min sangkut-sangkut ukurndu dengan kalimbubu Sembiring marganya jangan lah nyangkut hatimu puang kalimbubu kami, kin min ndai arusna ija permen kami Sembiring puang kalimbubu kami lah pun tadi harusnya dimana keponakan kami Sembiring mergana ibas wari sendah njabuken bana reh kel min kami

marganya dalam hari sekarang menikah unuknya datang lah pun kami ku rumahndu sekalak-sekalak ngataken mata kerja, tapi amin ke rumahmu satu per satu memberitahukan hari-H pesta tapi walaupun bagegia mama impal entah la gia ser-ser idahi kami kam krina demikian paman impal mungkin tidak pun semua didatangi kami kamu semua ula kel min sangkut pusuhndu. Bicara sangkut ukurndu labo akap kami jangan lah nyagkut hatimu walaupun nyangkut hatimu tidak rasa kami dalih, gelah ula sangkutlah tuahndu nangdangi beberendu. masalah supaya jangan nyangkut berkatmu kepada keponakanmu

(49)

kami Sembiring mergana ngidah wari terang ibas pertibi enda kam kap kami Sembiring marganya melihat hari terang dalam dunia ini kamu lah kalimbubu si ndidong-ndoahkensa ku lau ertoto kam asakai kam kemberahen kalimbubu yang menggendong ke air berdoa kamu berapa kamu istri Bukit mergana gelah permen kami pe sehat-sehat mejuah-juah Bukit marganya supaya keponakan kami pun sehat-sehat baik-baik

tarum nginget-nginget belinna lupa ia enca ia enggo mbelin seh gara-gara mengingat-ingat besarnya lupa dia setelah dia sudah besar sampai

krina sura-surandu Bukit mergana gelah tumbuk kel ia pagi ras semua keinginanmu Bukit marganya supaya bersatu lah dia besok dengan impalna si beru Bukit enterem, kerna kai totondu kalimbubu enggo ibegi impalnya si beru Bukit banyak tentang apa doamu kalimbubu sudah didengar Dibata tapi sitikkel Bukit mergana kerna perjabun enda perpadanen ngeluh, Tuhan tapi sedikit Bukit marganya tentang perkawinan ini takdir hidup padan permen kami Sembiring mergana enggo ersada perpadanenna ras takdir keponakan kami Sembiring marganya sudah bersatu takdirnya dengan si beru Ginting ibasbage enggo ersada arihna enggo iorati

si beru Ginting dalam begini sudah bersatu musyawarahnya sudah ditanyai kami permen kami si beru Ginting sebab pengakun permen kami kami keponakan kami si beru Ginting karena pengakuan keponakan kami

si beru Ginting ngasup kap ia mbaba beru Si enterem adi seh ia si beru Ginting sanggup pun dia membawa beru yang banyak jika sampai dia

pagi ku bukit jadi ia pagi beru Bukit seh ia pagi ku jabu Tarigan besok ke bukit jadi dia besok beru Bukit sampai dia besok ke rumah Tarigan

mergana salih kang ia jadi beru Tarigan bagendam pengakun permen marganya berubah pula dia jadi beru Tarigan seperti inilah pengakuan keponkan

(50)

mergana. Ibas bage sura-sura kami enda man bandu dage anak beru marganya dalam begini keinginan kami ini untuk kamu jadi anak beru

Bukit ndai cuba dage orati kalimbubuta singalo ulu emas. Bukit tadi coba jadi tanyai kalimbubu kita singalo ulu emas

‘yang kami hormati sumua puang kalimbubu kami, yaitu kalimbubu si ngalo ulu emas yang pertama terlebih dahulu kami memohon dengan kalimbubu kami Sembiring marganya mulai dari telapak kaki sampai ke ujung rambut kami. Entah di mana pun kekurangan kami dengan kalimbubu kami Sembiring marganya janganlah masukkan ke dalam hatimu puang kalimbubu kami, seharusnya di mana keponakan kami Sembiring marganya ini menikah kami semua datang ke rumahmu satu per satu memberitahukan hari-H pesta perkawinan, tapi walaupun demikian paman, impal tidak semuanya kamu kami datangi janganlah dimasukkan ke dalam hati, dan tidak masalah bagi kami jika kamu masukkan kedalam hatimu asalkan jangan terhambat berkatmu kepada keponakanmu. Jadi pada hari ini Bukit marganya terlihat kamu beruntung. Mengapa kami katakan seperti ini, karena sepengetahuan kami waktu pertama kalinya keponakan kami Sembiring marganya ini melihat hari terang dunia ini kamulah yang menggendong ke air dan semua istrimu berdoa supaya keponakan kami ini sehat-sehat dan selamat-selamat setelah dia besar sampai semua keinginanmu supaya kelak dia dapat bersatu dengan semua impalnya si beru Bukit, tentang apa doamu kalimbubu telah didengar Tuhan tapi tentang perkawinan ini adalah takdir hidup, takdir keponakan kami ini sudah bersatu dengan si beru Ginting dan mereka sudah bersatu hati dan kami pun telah menanyakan si beru Ginting, dia mengaku bahwa dia sanggup membawa nama marga yang banyak jika dia datang ke rumahmu maka dia akan menjadi beru Bukit, dan jika kelak dia datang ke rumah kalimbubu kami Tarigan marganya, maka di sana pun dia akan menjadi beru Tarigan beginilah pengakuannya, oleh sebab itu maka kami berani datang ke hadapanmu. Tetaplah bawa mereka dalam doamu, inilah niat kami ingin menyampaikan hutang peradatan kalimbubu kami Sembiring marganya‘.

(51)

kam sinihamati kami puang kalimbubu kami emkapken kalimbubu singalo ulu

emas‘ dan pada kalimat ‘ersentabi kel kami muali ibas tapak-tapak nahe kami seh

ku ujung buk kami ula kel min sangkut-sangkut ukurndu‘, dan meminta doa restu

kepada singalo ulu emas agar tetap merestui dan mendoakan keponakannya sehingga dalam menjalani rumah tangganya kelak semua keinginan dapat tercapai. Pada pembicaran ini yang berbicara adalah anak beru pihak laki-laki. Terlihat pada ibabandu ibas toto, pada kalimat ‘ibas bagidie lah seh kel pagi sura-sura permen kami enda tetap ibabandu ibas toto‘. Kata sinihamati ‘yang

dihormati‘ pada tindak tutur direktif 10 ini berfungsi untuk menyampaikan rasa hormat. Kata ersentabi ‘memohon‘ pada tindak tutur direktif 10 ini berfungsi untuk memohon, dan kata ibaba ndu ibas toto ‘kamu bawa dalam doa‘ pada tindak tutur direktif 10 ini berfungsi untuk meminta doa restu.

Tindak Tutur Direktif 11:

Enda dage ulu emas endai. Cuba dage kirandu asakai nge i sehken ini jadi ulu emas barusan coba jadi hitungmu berapa kah disampaikan Sembiring mergana erkelang-kelangken anak beruna ena.

Sembiring marganya berperantarakan anak berunya itu.

‘ ini ulu emas yang Sembiring marganya berikan coba kamu hitung berapakah jumlah yang diberikannya melalui perantara anak berunya itu‘.

(52)

Tindak Tutur Direktif 12:

Enggo i oge kami kalimbubu kerna ulu emas si bereken Sembiring mergana sudah di baca kami kalimbubu tentang ulu emas si bereken Sembiring mergana

erkelang-kelangken anak beruna buena Rp 610.000 kerna si e ban berperantarakan anak berunya banyaknya Rp 610.000 tentang yang ini buat

arihndu krina

musyawarahmu semua

‘kami sudah menghitung jumlah ulu emas yang diberikan Sembiring marganya melalui anak berunya banyaknya Rp 610.000 untuk ini musyawarahlah kamu semua kalimbubu kami‘.

Data percakapan tindak tutur direktif 12 pada mata kerja (hari-H pesta perkawinan) pada percakapan ini anak beru kalimbubu singalo ulu emas menuruti apa yang disuruh oleh singalo ulu emas, yaitu memghiting jumlah ulu emas yang diberikan oleh Sembiring marganya melalui anak berunya. Terlihat pada kata enggo, pada kalimat ‘enggo ioge kami kerna ulu emas buena Rp 610.000.

Kemudian anak beru singalo ulu emas menyuruh kalimbubunya untuk bermusyawah sejenak tentang jumlah ulu emas yang diberikan kepadanya. Terlihat pada kata ban, pada kalimat ‘ban arih ndu krina‘. Kata enggo ioge kami ‘kami sudah menghitung‘ pada tindak tutur direktif 12 ini berfungsi untuk menuruti apa yang diinginkan oleh penutur dan kata ban ‘buat‘pada tindak tutur direktif 12 ini berfungsi untuk menyuruh.

Tindak Tutur Direktif 13:

(53)

pagi malem atena malemen ate kami natap-natap besok senang hatinya senangan hati kami melihat-lihat.

‘sudah sangat banyak yang diberikan Sembiring marganya berperantarakan anak berunya, tapi kami mau minta tambah mengapa kami meminta tambah supaya tambah pula wibawa keponakan kami ini dan semakin bertambah rejekinya kelak dalam perkawinannya ini supaya dia pun senang hatinya lebih senang lagi hati kami melihanya‘

Data percakapan tindak tutur direktif 13 pada mata kerja (hari-H pesta perkawinan) pada percakapan ini kalimbubu singalo ulu emas meminta tambah dari jumlah yang telah diberikan oleh Sembiring marganya (pihak penganti laki-laki) berperantarakan anak berunya. Terlihat pada kata mindo, pada kalimat ‘kami mindo tambah‘. Kata mindo ‘meminta‘ pada tindak tutr direktif 13 berfungsi

untuk meminta.

Tindak Tutur Direktif 14:

La kam toganen kalimbubu kami adi mindo tambah kam enda tambahna Tidak kamu tolak kalimbubu kami jika minta tambah kamu ini tambahnya

‘ kami tidak patut untuk menolak permintaanmu kalimbubu, jika kamu meminta tambah ini tambahnya‘.

(54)

enda ‘ini‘ pada tindak tutur direktif 14 berfungsi untuk menuruti kemauan

penutur, yaitu memberikan apa yang diminta oleh penutur.

Dalam adat perkawinan batak Karo tindak tutur direktif ditandai dengan kata enggo pulung ‘sudah kumpul‘ berfungsi untuk bertanya, kai dage ‘jadi apa‘ berfungsi untuk bertanya, peseh ‘sampaikan‘ berfungsi untuk memerintah, ma peseh ‘akan disampaikan‘, mindo ‘minta‘ berfungsi untuk memohon dan

meminta, banci ‘bisa‘ berfungsi untuk mengizinkan, enda ‘ini‘ berfungsi untuk memberikan, enggo me bage ‘sudah seperti ini‘ berfungsi untuk memohon, sehken ‘sampaikan‘ berfungsi untuk memberi, sinihamati ‘yang dihormati‘

berfungsi untuk menyampaikan rasa hormat, ersentabi ‘memohon‘ berfungsi untuk memohon , ibaba ibas toto ‘bawa dalam doa‘ berfingsi untuk meminta doa restu, cuba dage ‘jadi coba‘ berfungsi untuk menyuruh dan ban ‘buat‘ berfungsi untuk menyuruh.

4.1.3 Tinadak Tutur Komisif

(55)

Tindak Tutur Komisif 1:

Sitik pe la ukur kami senang anak kami mbelin enggo kegalangen adi sedikit pun tidak hati kami senang anak kami tumbuh sudah besar-besar jika dokter pe atena lit nge, adi polisi pe atena lit nge impalna dokter pun maunya ada juga jika polisi pun maunya ada juga impalnya

enda. Asakai uang keluar Sembiring mergana enda ndai pitu kali lipat pe ini berapa uang keluar Sembiring marganya ini tadi tujuh kali lipat pun ngasup kami ngalarisa

sanggup kami membayarnya

’sedikit pun hati kami tidak senang, anak kami juga sudah tumbuh besar, jika dia mau dokter, dokter juga ada, jika dia mau polisi, polisi juga ada impalnya ini, berapa pun uang keluar Sembiring marganya ini tujuh kali lipat pun kami sanggup membayarnya’

Data percakapan tindak tutur komisif 1 pada ngembah belo selambar. Sirembah ku lau (bibi pengantin perempuan) tidak menyetujui jika keponakanya

(pengantin perempuan) itu menikah dengan orang lain dan berjanji akan sanggup membayar uang keluar Sembiring marganya (pihak laki-laki) sebanyak tujuh kali lipat. Terlihat pada kata ngasup, pada kalimat ’asakai uang keluar Sembiring mergana enda ndai pitu kali lipat pe ngasup kami ngalarisa’. Kata ngasup

‘sanggup’ pada tindak tutur komisif 1 ini berfungsi untuk berjanji. Tindak Tutur Komisif 2:

Bage kel sura-sura anakta e ras permenta e sebab kami pe seperti lah keinginan anak kita ini dengan keponakan kita ini karena kami pun

enggo meriah kel ukur kami, sebab enggo orati kami anak kami Sembiring sudah ikhlas sangat hati kami karena sudah tanyai kami anak kami Sembiring mergana maka ia enggo tutus kel atena njabuken bana bakas marganya maka dia sudah serius sangat niatnya menikah untuknya karena

Referensi

Dokumen terkait

Tindak tutur perlokusi yang digunakan dalam mangupa-ngupa pada upacara. perkawinan adat

Rumusan masalah penelitian ini adalah Analisis penggunaan jenis tindak tutur berdasarkan situasi tuturannya dan bentuk tindak tutur dinilai dari segi komunikatifnya

anak muna nagabe hela nami dohot boru muna na gabe parumaen

Pertanyaan penelitian merupakan penyajian pertanyaan dasar atau pengertian secara singkat mengenai permasalahan yang akan dikaji/dibahas. Pertanyaan dasar tersebut

Teks pedah-pedah memiliki kesantunan berbahasa adalah berbentuk kata nasihat ( pedah-pedah) yang disampaikan oleh Anak Beru dalam acara pesta pernikahan adat Karo pada

Konteks: Anakberu menyuruh pihak pemilik pesta untuk datang menuju tikar pandan putih yang telah disediakan oleh kalimbubu si erkimbang atau kalimbubu yang bertugas membentangkan

4.6 Cara Tindak Tutur yang Diucapkan pada Upacara Perkawinan Batak Toba Pemakaian bahasa merupakan suatu hal yang penting dalam pembahasan penelitian ini dalam acara

Kalau sekiranya ada perselisihan yang berlarut-larut, yang semestinya tidak demikian, maka yang dipersalahkan adalah pihak anak boru-nya, mereka harus benar-