• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINDAK TUTUR DALAM UPACARA PERKAWINAN MASYARAKAT ADAT BATAK TOBA SKRIPSI. Oleh : LISFA LUBIS NIM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "TINDAK TUTUR DALAM UPACARA PERKAWINAN MASYARAKAT ADAT BATAK TOBA SKRIPSI. Oleh : LISFA LUBIS NIM"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

TINDAK TUTUR DALAM UPACARA PERKAWINAN MASYARAKAT ADAT BATAK TOBA

(KAJIAN PRAGMATIK)

SKRIPSI

Oleh : LISFA LUBIS NIM 130701010

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMETERA UTARA MEDAN

2017

(2)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan pada suatu perguruan tinggi. Sepanjang sepengetahuan saya, juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang tertulis dan disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila pernyataan yang saya perbuat ini tidak benar, saya bersedia menerima sanksi berupa pembatalan gelar kesarjanaan yang saya peroleh.

Medan, Juli 2017

Penulis,

Lisfa Lubis

(3)

ABSTRAK

Masyarakat Batak Toba mempunyai sistem adat- istiadat yang berasaskan Dalihan Na Tolu ‘tungku yang berkaki tiga’. Dalihan Na Tolu merupakan dasar hidup masyarakat Batak Toba. Teori mengenai tindak tutur diperkenalkan oleh J.L. Austin kemudian dikembangkan oleh J.R. Searle. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data ini adalah metode padan dengan menggunakan teknik simak libat cakap dan teknik simak bebas libat cakap dan dilanjutkan dengan teknik rekam. Pada tahap analisis data teknik yang digunakan adalah teknik dasar, sedangkan pada metode dan teknik penyajian data digunakan metode informal. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan pelaksanaan tindak tutur pada perkawinan masyarakat adat Batak Toba dan juga untuk mendeskripsikan jenis-jenis tindak tutur perkawinan masyarakat adat Batak Toba. Temuan penelitian menunjukan bahwa ada tiga jenis tindak tutur dalam adat perkawinan Batak Toba seperti yang dikemukakan oleh Searle, yaitu (1) tindak tutur representatif, (2) tindak tutur direktif, dan (3) tindak tutur ekspresif. Selain itu data pelaksanaan tindak tutur dalam adat perkawinan Batak Toba terdapat tiga tindak tutur yang berlangsung sekaligus seperti yang dikemukakan oleh Austin, yaitu (1) tindak lokusi, (2) tindak ilokusi dan (3) tindak perlokusi.

Kata kunci : perkawinan masyarakat adat Batak Toba, jenis-jenis tindak tutur, Pelaksanaan tindak tutur.

(4)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih dan karunia-Nya kepada penulis dalam mengerjakan skripsi ini dari awal hingga selesai.

Selama dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak, baik berupa bantuan moral maupun bantuan berupa materi. Untuk itu penulis mengucap terima kasih kepada:

1. Dr. Budi Agustono, M.S. selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

2. Drs. Haris Sutan Lubis, M.S.P selaku Ketua Departemen Sastra Indonesia dan Amhar Kudadiri, M.Hum. selaku sekretaris Departemen Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya USU.

3. Dr. Namsyah Hot Hasibuan, M.Ling. selaku pembimbing I dan Dra. Rosliana Lubis M.Si. selaku pembimbing II. Terima kasih atas kesabaran, dorongan, dan kesediaan bapak dan ibu yang senantiasa meluangkan waktu untuk membimbing penulis serta memberikan sumbangan pemikiran dalam proses penyelesaian skripsi ini.

4. Bapak dan Ibu staf pengajar Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara yang telah membekali penulis dengan ilmu pengetahuan selama kurang lebih empat tahun.

5. Bapak Slamet yang telah banyak membatu penulis dalam mengurus penyelesaian administrasi dan persyaratan-persyaratan lainnya dalam menyelesaikan skripsi ini.

(5)

6. Kedua Orang tua saya yang tersayang, ayahanda M. Lubis dan ibunda H. Br.

Pangaribuan yang telah memberikan saya dukungan dan moral, materi, kasih sayang yang tiada habisnya dan doa yang tidak pernah berhenti. Kiranya kasih dan karunia Tuhan yang senantiasa melindungi dan memberkati ayahanda dan ibunda. Dengan kesungguhan hati penulis persembahkan semua ini sebagai tanda sayang dan terima kasih atas segala hal yang telah diberikan. Semoga dengan selesainya skripsi ini dapat membahagiakan orang tua.

7. Untuk kakak-kakakku, abang dan juga adik terkasih Halijah Lubis, Melvawati Lubis, Ganda Putra dan juga Andri Fs. Lubis, yang selalu mendukung dalam menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih buat dukungan dan kasih sayangnya.

Dan seluruh keluarga yang turut memberikan dukungan pada penulis dalam menyelesaikan studi.

8. Kepada teman-teman yang tersayang, Irma Yunita Syarif Srg dan Elsa M.

Siburian yang telah memberikan dukungan, semangat serta doa kepada penulis.

9. Kepada semuan teman-teman seperjuangan stambuk 2013 terima kasih atas bantuan dan dukungannya, semoga kita semua sukses selalu.

10. Kepala Desa Lumban Rau Utara yang telah memberikan izin meneliti dan memberi banyak bantuan kepada penulis selama penelitian berlangsung, dan kepada orangtua selaku informan penelitian tanpa kalian skripsi ini tidak akan mungkin tersusun.

(6)

Akhir kata, penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang turut membantu dalam penyelesaikan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Semoga berkat Tuhan melimpah bagi kita semua.

Medan, Juli 2017 Penulis,

Lisfa Lubis

(7)

DAFTAR ISI

PERNYATAAN... i

ABSTRAK... ii

PRAKATA... iii

DAFTAR ISI ... ... v

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Batasan Masalah ... 4

1.4 Tujuan Penelitian ... 4

1.5 Manfaat Penelitian ... 4

1.5.1 Manfaat Teoretis ... 5

1.4.2 Manfaat Praktis ... 5

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Konsep ... ... 6

2.1.1 Tindak Tutur ... 6

2.1.2 Perkawinan Batak Toba ... 7

2.2 Landasan Teori ... 9

2.2.1 Pragmatik ... 9

2.2.2 Tindak Tutur ... 9

(8)

2.3 Tinjauan Pustaka ... 13

BAB III METTODE PENELITIAN ... 17

3.1 Lokasi Penelitian ... 17

3.1.1 Waktu Penelitian ... 18

3.2 Sumber Data ... 18

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ... 18

3.4 Metode dan Teknik Analisis Data ... 20

3.5 Metode dan Teknik Penyajian Data ... 23

BAB IV PEMBAHASAN ... 24

4.1 Pelaksanaan Tindak Tutur dalam Upacara Perkawinan Masyarakat Adat Batak Toba ... 24

4.1.1 Tindak Tutur Upacara Marhata sinamot ... 24

4.1.2 Pelaksanaan Tindak Tutur pada acara Marhata Sinamot ... 25

4.1.3 Tindak Tutur Upacara Pesta unjuk (pesta perkawinan) ... 38

4.2 Jenis-jenis Tindak Tutur Dalam Upacara Perkawinan Masyarakat Adat Batak Toba ... 42

4.2.1 Tindak Tutur Representatif ... 42

(9)

4.2.2 Tindak Tutur Direktif ... 45

4.2.3 Tindak Tutur Ekspresif ... 51

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 54

5.1 Simpulan... 54

5.2 Saran... 55

DAFTAR PUSTAKA ... 56

LAMPIRAN 1 ... 58

LAMPIRAN 2 ... 59

LAMPIRAN 3 ... 60

SURAT KETERANGAN PENELITIAN ... 62

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masyarakat Batak Toba merupakan salah satu sub-etnis dari masyarakat Batak di samping Batak Simalungun, Karo, Mandailing, Angkola dan Pakpak. Salah satu yang menjadi ciri pembeda antara sub-etnis di atas adalah bahasa dan letak geografis daerah. Masyarakat Batak Toba mempunyai Bahasa Batak Toba sebagai lambang identitas dan manifestasi eksistensi. Eksistensi yang dimaksud adalah sebagai mahluk sosial dimana kemasyarakatan itu sendiri terbentuk dengan adanya bahasa.

Masyarakat Batak Toba mempunyai sistem adat istiadat yang berasaskan Dalihan Na Tolu ‘Tungku yang berkaki tiga’. Dalihan Na Tolu merupakan dasar hidup masyarakat Batak Toba. Setiap masyarat wajib berbuat dan bertindak menurut aturan adat istiadat yang berasaskan Dalihan Na Tolu.

Fishman (dalam Chaer 1995:75), menyebutkan “masyarakat tutur adalah suatu masyarakat yang anggota-anggotanya setidak-tidaknya mengenal satu variasi bahasa serta norma-norma yang sesuai dengan penggunaanya”. Masyarakat tutur menurut Kridalaksana (2008:150) ialah kelompok orang yang merasa memiliki

(11)

bahasa bersama atau yang merasa termasuk dalam bahasa itu, atau yang berpegang pada bahasa standar yang sama.

Berdasarkan pendapat ahli tersebut disimpulkan bahwa masyarakat tutur adalah sekelompok orang atau individu yang memiliki kesamaan atau menggunakan sistem bahasa yang sama berdasarkan norma-norma bahasa yang sama.

Upacara adat ialah upacara yang dihadiri oleh ketiga unsur Dalihan Na Tolu, yaitu dongan sabutuha, hulahula, dan boru yang berpartisipasi aktif dalam upacara itu. Upacara adat biasanya didahului dengan acara makan bersama, lalu diteruskan ke acara marhata ‘bicara adat’.

Setiap komunikasi masyarakat tutur dalam menyampaikan informasi yang dapat berupa pikiran, gagasan, maksud, dalam setiap proses komunikasi berbahasa terjadilah apa yang disebut peristiwa tutur. Peristiwa tutur adalah terjadinya atau berlangsungnya interaksi linguistik dalam suatu bentuk ujaran atau lebih yang melibatkan dua pihak, yaitu penutur dan lawan tutur dengan suatu pokok tuturan di dalam waktu, tempat dan situasi tertentu (Chaer 1995:61).

Peristiwa tutur merupakan rangkaian dari sejumlah tindak tutur (Inggris speech act) yang terorganisasi untuk mencapai suatu tujuan. Dalam peristiwa tutur akan terjadi tindak tutur. Tindak tutur merupakan tindakan yang dilakukan dalam setiap tuturan yang melibatkan individu-individu yang sengaja berkomunikasi.

Tindak tutur adalah bagian terkecil dari tuturan, karena pada tindak tutur pendengar hanya melihat makna dari tuturan dan melakukannya sesuai keinginan penutur.

Peran penutur dan pendengar dapat berganti-ganti. Dalam bertindak tutur selalu melihat konteks pada saat berkomunikasi, misalnya seorang penutur sudah

(12)

pasti akan lebih memilih kata yang paling tepat pada saat dia berbicara dengan orang yang lebih tinggi jabatanya daripada temannya sendiri. Tindak tutur dan peristiwa tutur merupakan dua gejala yang terdapat pada satu proses, yakni proses komunikasi (Chaer 1995:65).

Peristiwa tutur dapat terjadi di mana saja, seperti pada interaksi diskusi di sebuah balai desa, pada acara-acara adat perkawinan dan sebagainya sudah pasti akan terjadi tindak tutur. Siregar (2003:172-173) mengatakan bahwa komunikasi sehari- hari atau siasat bahasa dalam tidak tutur antara penutur dan petutur bertujuan untuk menciptakan dan menjaga hubungan sosial, berhubungan dengan kesantunan.

Dalam perkawinan masyarakat Batak Toba akan terjadi tindak tutur antara pihak laki-laki (pihak penerima istri) dengan pihak perempuan (pihak pemberi istri).

Contoh :

Penutur : Gabema jala horas, Raja Nami.

Banyak keturunan dan sehat selalu, Raja Kami.

Lawan Tutur : Gabema tutu jala horas Raja ni parboruon.

Banyak keturunan dan juga sehat selalu, Raja Kami.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, sudah jelas bahwa tindak tutur dalam perkawinan masyarakat adat Batak Toba perlu dikaji dan diteliti secara terperinci dan tuntas. Adapun masalah yang berkenaan dengan tindak tutur tersebut dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah pelaksanaan tindak tutur dalam perkawinan adat Batak Toba?

(13)

2. Jenis-jenis tindak tutur apa sajakah yang terdapat pada perkawinan adat Batak Toba?

1.3 Batasan Masalah

Suatu penelitian harus dibatasi supaya penelitian terarah dan tujuan penelitian tercapai. Pada bagian masalah yang pertama peneliti akan membicarakan bentuk-bentuk tindak tutur seperti yang dikemukakan Searle sedangkan pada masalah yang kedua akan membicarakan mengenai lokusi, ilokusi dan perlokusi seperti yang dikemukakan oleh Austin. Dalam penelitian ini, peneliti hanya akan membahas tindak tutur dalam acara marhata sinamotdan ulaon unjuk ( pesta adat).

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan merupakan sesuatu yang penting dalam melalukan sebuah kegiatan karena dengan adanya tujuan maka kegiatan tersebut akan berjalan dengan lancar.

Berdasarkan rumusan masalah di atas tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Untuk mendeskripsikan pelaksanaan tindak tutur dalam perkawinan adat Batak Toba.

2. Untuk mendeskripsikan bentuk-bentuk tindak tutur perkawinan adat Batak Toba.

1.5 Manfaat Penelitian

Segala sesuatu yang dikerjakan harus dapat memberikan manfaat baik untuk diri sendiri maupun orang lain. Berdasarkan uraian di atas penelitian ini dibagi menjadi dua jenis manfaat, yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis.

(14)

1.5.1 Manfaat Teoretis

Secara teoretis, penelitian ini dapat digunakan untuk memahami bidang kajian pragmatik khususnya tindak tutur. Penelitian ini juga dapat digunakan sebagai acuan dalam penelitian sejenis pada objek kajian yang lain.

1.5.2 Manfaat Praktis

Secara praktis, penelitian ini dapat menambah wawasan pembaca mengenai bentuk-bentuk tindak tutur pada acara perkawinan masyarakat adat Batak Toba.

Penelitian ini juga dapat digunakan untuk menambah wawasan mengenai pemahaman sebuah tuturan, sehingga antar komunikator dapat memahami maksud dan bentuk- bentuk sebuah tuturan. Selain itu, penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan perbandingan bagi peneliti selanjutnya.

(15)

BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA

2.1 Konsep

Konsep adalah gambaran mental dari objek, proses atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain (Kridalaksana, 2001:117). Adapun istilah yang perlu diberi konsepnya dalam penelitian ini adalah : tindak tutur dan perkawinan adat Batak Toba.

2.1.1 Tindak Tutur

Tindak tutur merupakan gejala individual, bersifat psikologis dan keberlangsungannya ditentukan oleh kemampuan bahasa si penutur dalam menghadapi situasi tertentu. Dalam tindak tutur lebih dilihat pada makna tuturannya.

Selain itu, tindak tutur adalah tata cara berbahasa dalam menyampaikan pernyataan, perintah, pertanyaan, serta efek yang ditimbulkan terhadap mitra tutur (Yule, 2006 : 93).

Istilah tindak tutur muncul karena di dalam mengucapkan sesuatu penutur tidak semata-mata menyatakan tuturan tetapi dapat mengandung maksud dibalik tuturan itu. Purwo (1990:16) mendefenisikan tuturan sebagai ujaran kalimat pada konteks yang sesungguhnya.

Menurut Chaer (2004:50), tindak tutur merupakan gejala individual, bersifat psikologis dan keberlangsungannya ditentukan oleh kemampuan bahasa si penutur

(16)

dalam menghadapi situasi tertentu. Dalam tindak tutur lebih dilihat makna atau arti tindakan dan tuturannya.

2.1.2 Perkawinan Batak Toba

Perkawinan merupakan penyatuan dua keluarga yang berbeda yang diikat dalam tali pernikahan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia(KBBI 1995:456), perkawinan adalah hal yang berurusan dengan kawin (membentuk keluarga dengan lawan jenis).

Suku Batak Toba mempunyai cara perkawinan yang khas, sebagaimana pada suku-suku lainnya. Perkawinan Batak Toba bersifat religius dan hanya boleh menikah dengan lawan marganya saja. Selain menyatukan perempuan dengan laki- laki juga dapat mempererat hubungan atau tali persaudaraan antara kedua keluarga.

Dalam perkawinan Batak Toba, ada beberapa proses yang dilaksanakan sebelum memasuki acara inti berdasarkan kebiasaan di dalam suatu daerah tertentu yaitu:

1. Marhori-hori Dinding

Marhori-hori dinding berasal dari bentuk ulang hori-hori (meraba-raba) dan dinding (tembok). Jadi makna marhori-hori dinding adalah tahap perkenalan keluarga mempelai pria dengan keluarga mempelai perempuan. Dalam proses ini yang dibahas adalah bukti keseriusan pihak mempelai pria sudah setuju dan serius untuk menikahi calon mempelai perempuan.

(17)

2. Marhusip

Arti kata marhusip adalah kata dasar dari husip (bisik) jadi marhusip (berbisik). Disini keluarga mempelai pria mendatangi keluarga mempelai perempuan tanpa orangtua dan calon mempelai. Dalam tahapan ini biasanya akan terjadi argumen dan tawar-menawar mengenai sinamot yang akan ditawarkan kepada keluarga mempelai perempuan.

3. Marhata Sinamot

Sinamot merupakan “tuhor ni boru”. Dalam bahasa Indonesia , istilah sinamot sering disebut dengan “mahar”. Marhata sinamotadalah membicarakan berapa jumlah sinamot dari pihak laki-laki, hewan apa yang disembelih, berapa banyak ulos, berapa banyak undangan dan dimana dilaksanakan upacara pernikahan tersebut. Adat marhata sinamotbisa juga dianggap sebagai perkenalan resmi antara orangtua laki-laki dengan orangtua perempuan. Mas kawin yang diserahkan pihak laki-laki biasanya berupa uang yang ditentukan lewat tawar-menawar.

4. Pesta Unjuk (pesta perkawinan)

Tidak hanya pemberkatan di gereja, kedua mempelai harus memperoleh pemberkatan dari seluruh keluarga terutama orangtua. Disampaikan doa-doa sembari ditandakan dengan pemberian ulos. Kemudian ada pembagian jambar.Jambar dibagikan kepihak wanita adalah daging ( jambar juhut) dan uang (tuhor ni boru), sementara pihak pria menerima ikanmas arsik (dengke) dan ulos. Setelah pesta unjuk selesai, pengantin wanita dibawa ke kediaman paranak.

(18)

2.2 Landasan Teori 2.2.1 Pragmatik

Pragmatik adalah studi tentang makna yang disampaikan oleh penutur atau penulis dan ditafsirkan oleh pendengar. Sebagai akibatnya studi ini lebih banyak berhubungan dengan analisis tentang apa yang dimaksudkan orang dengan tuturan- tuturannya daripada makna terpisah dari kata atau frasa yang digunakan di dalam tuturan itu sendiri (Yule, 2006 :1).

Menurut Kridalaksana (1982:137), pragmatik adalah syarat-syarat yang mengakibatkan serasi tidaknya pemakaian bahasa dalam komunikasi.

Levinson (dalam Tarigan, 1990:33), menyatakan pragmatik adalah telaah mengenai relasi antara bahasa dan konteks yang merupakan dasar bagi suatu catatan atau laporan pemahaman bahasa, dengan kata lain telaah mengenai kemampuan pemakai bahasa menghubungkan serta menyerasikan kalimat-kalimat dan konteks- konteks secara tepat.

Pragmatik erat sekali hubunganya dengan tindak tutur atau (speech act) karena tindak tutur merupakan kajian pragmatik.

2.2.2 Tindak Tutur

Tindak tutur adalah pandangan yang mempertegas bahwa ungkapan suatu bahasa dapat dipahami dengan baik apabila dikaitkan dengan konteks terjadinya ungkapan tersebut.

(19)

Dalam percakapan terjadi tindak tutur. Istilah tindak tutur berasal dari bahasa Inggris “speech act” yang berarti ‘tindak tutur’. Namun, ada sebagian pakar pragmatik Indonesia (seperti Purwo) yang menerjemahkannya menjadi tindak ujaran.

Dalam hal pengertian istilah Indonesia tampaknya tidak ada perbedaan antara kedua istilah ini (Siregar, 1997:36). Dalam penelitian ini peneliti menggunakan salah satu istilah saja yaitu tindak tutur.

Menurut Searle (1969), dalam komunikasi bahasa terdapat tindak tutur. Ia berpendapat bahwa komunikasi bahasa bukan sekedar lambang, kata, atau kalimat, tetapi akan lebih tepat apabila disebut produk atau hasil dari lambang, kata, atau kalimat yang berwujud perilaku tindak tutur. Lebih tegasnya, tindak tutur adalah produk atau hasil dari suatu kalimat dalam kondisi tertentu dan merupakan kesatuan terkecil dari komunikasi bahasa. Sebagaimana komunikasi bahasa yang dapat berwujud pernyataan, pertanyaan, dan perintah, begitu juga tindak tutur dapat berwujud pernyataan, pertanyaan, dan perintah (Rani, 2004:158).

Austin merupakan tokoh teori tindak tutur pertama yang memperkenalkan konsep tindak tutur melalui bukunya How to do thing with words. Menurut Austin, tuturan pada dasarnya dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu tuturan bersifat performatif dan tuturan yang bersifat konstantif. Selanjutnya, dinyatakan bahwa semua tuturan pada dasarnya bersifat performatif, yang berarti bahwa dua hal terjadi secara bersamaan ketika orang mengucapkannya. Teori tindak tutur Austin selanjutnya mengalami perkembangan setelah Searle dalam bukunya Speech Act: An Essay in the Philisophy of Language. Ia mengatakan bahwa secara pragmatis setidak- tidaknya ada tiga jenis tindakan yang dapat diwujudkan oleh seorang penutur, yakni

(20)

tindak lokusi, tindak ilokusi dan tindak perlokusi (Chaer dan Leonie, 2004: 53), yaitu:

1. Tindak tutur lokusi, adalah tindak tutur yang menyatakan sesuatu dalam arti

“berkata”, atau tindak tutur dalam bentuk kalimat yang bermakna dan dapat dipahami.

2. Tindak tutur ilokusi adalah tindak tutur yang biasanya diidentifikasikan dengan kalimat performatif yang eksplisit. Tindak tutur ilokusi biasanya berkenaan dengan pemberian izin, mengucapkan terima kasih, menyuruh, menawarkan, dan menjanjikan.

3. Tindak tutur perlokusi adalah tindak tutur yang berkenaan dengan adanya ucapan orang lain sehubungan dengan sikap dan perilaku nonlinguistik dari orang lain.

Teori tindak tutur Austin merupakan teori tindak tutur yang berdasarkan pembicara, sedangkan Searle melihat tindak tutur berdasarkan pendengar. Jadi, Searle berusaha melihat bagaimana nilai ilokusi itu ditangkap dan dipahami pendengar.

Searle membuat klasifikasi dasar tuturan yang membentuk tindak tutur ilokusi menjadi lima jenis tindak tutur, yaitu: tindak tutur deklaratif, representatif, ekspresif, direktif, dan komisif (Yule, 2006:92-94).

1. Tindak Tutur Representatif

Menurut Yule (2006:92) tindak tutur representatif adalah tindak tutur yang menyatakan keyakinan penutur tentang ihwal realita eksternal. Tindak tutur ini berfungsi memberi tahu orang-orang mengenai sesuatu. Artinya, pada tindak tutur jenis representatif penutur berupaya agar kata-kata atau tuturan yang dihasilkan

(21)

sesuai dengan jenis realita dunia. Searle (dalam Leech:1993), menyebutkan tindak tutur jenis ini sebagai tindak tutur asertif, yang mengidentifikasikan dari segi semantik karena bersifat proposisional. Selain itu, yang bertanggung jawab terhadap kesesuaian antara kata-kata atau tuturan dengan fakta duniawi terletak pada pihak penutur. Yang termasuk ke dalam jenis tindak tutur representatif ini, adalah tuturan- tuturan yang bersifat penegasan, pernyataan, pelaporan dan pemerian.

2. Tindak Tutur Komisif

Yule (2006) memberi pemahaman bahwa tindak tutur komisif, penutur menindaklanjuti atau memenuhi apa yang dituturkan. Tuturan semacam ini mengekspresikan apa yang dimaksudkan oleh penutur. Dalam penggunaan tindak tutur komisif, penutur bertanggung jawab atas kebenaran apa yang dituturkan. Leech (1993) mengatakan jenis tindak tutur ini memiliki fungsi menyenangkan.

Menyenangkan maksudnya adalah menyenangkan pihak pendengarnya karena dia tidak mengacu kepada kepentingan penutur. Jenis tindak tutur yang termasuk ke dalam jenis tindak tutur ini menurut Yule (2006:94) adalah perjanjian, ancaman, penolakan dan jaminan .

3. Tindak Tutur Direktif

Dalam tindak tutur direktif mengandung hal yang bersifat keinginan pihak penutur kepada orang lain untuk melakukan sesuatu. Dengan demikian, tindak tutur direktif merupakan ekspresi dari apa yang penutur inginkan (Yule, 2006:93). Jenis tindak tutur yang termasuk dalam tindak tutur jenis direktif adalah perintah,

(22)

permintaan, pemberian saran. Dalam hal ini pendengar bertanggung jawab untuk menyelesaikan apa yang akan dilakukannya terhadap keinginan penutur.

4. Tindak Tutur Ekspresif

Yule (2006:93) berpendapat bahwa dalam tindak tutur ekspresif terdapat pernyataan yang menggambarkan apa yang penutur rasakan. Tindak tutur ini mencerminkan pernyataan-pernyataan psikologis penutur terhadap suatu keadaan, meliputi mengucapkan terima kasih, terkejut, mengucapkan selamat datang, mengucapkan selamat, gembira, khawatir, sombong dan rasa tidak suka.

5. Tindak Tutur Deklaratif

Berdasarkan pendapat Yule (2006:93) dapat diketahui bahwa dalam tindak tutur deklaratif terdapat perubahan dunia sebagai akibat dari tuturan itu, misalnya ketika kita mengundurkan diri dengan mengatakan ‘saya mengundurkan diri’, memecat seseorang dengan mengatakan ‘Anda dipecat’, atau menikahi seseorang dengan menyatakan ‘Saya bersedia’. Yang termasuk ke dalam jenis ini antara lain, memecat, menyatakan perang, menikahkan, membebastugaskan (Hasibuan, 2005:88).

2.2 Tinjauan Pustaka

Berdasarkan tinjauan pustaka yang peneliti lakukan, maka ada sejumlah sumber yang relevan untuk ditinjau dalam penelitian ini, adapun sumber tersebut adalah:

(23)

Maharani (2007) dalam skripsinya “Tindak Tutur Percakapan pada Komik Asterix” menganalisis tentang percakapan yang terdapat dalam komik Asterix dari segi tindak tutur percakapannya yang terbagi atas tiga jenis tindak tutur yaitu, tindak lokusi, ilokusi, dan perlokusi. Maharani menyimpulkan bahwa setiap tuturan merupakan tindak lokusi karena ini mengacu pada makna denotasinya, sedangkan tindak ilokusi dan perlokusi tidak semua tuturan memiliki kedua tindak tersebut. Di samping tindak lokusi, tindak yang paling dominan yang terdapat dalam percakapan komik Asterix adalah tindak ilokusi yang berbentuk memberitahukan/

menginformasikan sesuatu. Penelitian ini memberikan kontribusi pada tindak ilokusi yang berbentuk memberitahukan/menginformasikan sesuatu.

Ginting (2007) dalam skripsinya yang berjudul “Tindak Tutur Dalam Perkawinan Adat Batak Karo” menggunakan teori Austin dan teori Searle. Metode yang digunakan adalah metode simak libat cakap dan teknik bebas libat cakap, kemudian dilanjutkan teknik rekam. Data yang terkumpul dianalisis dengan menggunakan metode padan dan teknik pilah unsur penentu (PUP) dengan daya pilah pembeda reaksi dipilah untuk menganalisis data. Data yang dianalisis dengan menerapkan teori pragmatik., yaitu teori tindak tutur yang dikemukakan olehAustin dan Searle. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada empat jenis tindak tutur dalam adat perkawinan adat Batak Karo yaitu : (1) tindak tutur representatif, (2) tindak tutur direktif, (3) tindak tutur komisif dan (4) tindak tutur ekspresi.Penelitian ini memberikan kontribusi dalam hal penggunaan teori, penggunaan metode penyajian data, dan penganalisisan data.

(24)

Margareth (2008) dalam skripsinya yang berjudul “Tindak Tutur Dalam komik Detektif Conan” menggunakan teori Austin tentang jenis tindak tutur dan Searle tentang kategori tindak lokusi. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik simak dan teknik catat. Metode dan analisis data dalam penelitiannya menggunakan metode kualitatif deskriptif.

Kontribusi penelitian yang dilakukan terletak pada jenis dan kategori pada setiap tindak tutur dalam komik tersebut. Dan jenis tindak tutur tersebut yaitu: 1) tindak tutur lokusi, tindak ilokusi dan tindak perlokusi, dan kategori tindak ilokusi yaitu, asertif, direktif, komisif, ekspresif dan deklaratifhanya ditemukan tiga jenis yaitu: asertif, direktif dan ekspresif. Kategori tindak ilokusi yang paling sering muncul adalah tindak ilokusi asertif yang berjumlah 27 tuturan.

Cyntia (2010) dalam skripsinya yang berjudul “Tindak Tutur Dalam Novel Pertemuan Dua Hati” menggunakan teori tindak tutur oleh Austin dan Searle. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode simak yang kemudian dilanjutkan dengan teknik catat. Metode dan analisis data yang digunakan adalah metode padan.

Tindak tutur yang paling dominan pada novel tersebut adalah tindak tutur asertif dan tindak tutur ekspresif.

Kontribusi dalam penelitiannya dapat digunakan untuk memahami kajian pragmatik, khususnya tindak tutur. Penelitiannya juga dapat digunakan sebagai acuan dalam penelian sejenis pada objek yang lain. Juga dapat menambah wawasan pembaca, juga untuk menambah wawasan mengenai pemahaman sebuah tuturan, sehingga antar komunikator dapat memahami maksud dan jenis-jenis sebuah tuturan.

(25)

Gultom (2011) dalam skripsinya yang berjudul “Tindak Tutur Ilokusi dalam Novel Tanah Tabu” bertujuan untuk mengungkapkan jenis tindak tutur ilokusi yang digunakan dalam novel Tanah Tabu serta mengungkapkan fungsi tindak tutur ilokusi yang digunakan dalam novel Tanah Tabu. Pengumpulan data dilakukan dengan metode simak bebas libat cakap (SLBC) yang dilanjutkan dengan pencatatan dan klasifikasi serta metode padan dan teknik pilah unsur penentu (PUP). Data penelitian dianalisis dengan menggunakan teori pragmatik yang dikemukakan oleh Searle. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa tindak tutur percakapan dalam novel Tanah Tabu terdapat empat jenis tindak tutur ilokusi, yaitu (1) tindak tutur ilokusi representatif, (2) tindak tutur ilokusi komisif, (3) tindak tutur ilokusi direktif, dan (4) tindak tutur ilokusi ekspresif.Penelitian Gultom ini berkontribusi bagi penelitian saya untuk menjadi acuan dalam metode pengumpulan data serta penggunaan teori tindak tutur.

(26)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian

Menurut KBBI (2003 : 680), yang dimaksud dengan lokasi ialah letak atau tempat. Yang menjadi lokasi penelitian penulis adalah Desa Lumban Rau Tengah, Kecamatan Nassau Kabupaten Toba Samosir. Secara geografis desa tersebut terletak diantara 2015’-2028’ Lintang Utara dan antara 99015’-99040 Bujur Timur berada pada ketinggian 300-1.650 meter di atas permukaan laut. Berdasarkan luas wilayah, Kecamatan Nassau memiliki luas 335,50 km2 atau 16,59 persen dari total luas Kabupaten Toba Samosir.

(27)

Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS) Kab. Toba Samosir 2015.

3.1.1 Waktu Penelitian

Peneliti mulai melakukan penelitian terhadap Tindak Tutur Dalam Perkawinan Masyarakat Adat Batak Toba pada tanggal 20 Mei 2017. Di lapangan akan melibatkan hubungan peneliti dengan orang yang akan memberikan informasi mengenai perkawinan masyarakat adat Batak Toba yang diteliti, sedangkan di perpustakaan melibatkan hubungan peneliti dengan buku-buku sebagai sumber data.

(28)

Penelitian ini dilakukan di rumah informan dan tempat khusus peneliti, yakni untuk membaca dan menyimak tindak tutur dalam perkawinan masyaraka adat Batak Toba yang diteliti.

3.2 Sumber Data

Menurut KBBI (2007) sumber adalah asal, sedangkan data adalah keterangan atau bahan nyata yang dapat dijadikan dasar kajian. Jadi, sumber data adalah asal dari mana keterangan didapat dan kemudian dijadikan untuk dasar kajian.

Data yang diperoleh dalam penelitian ini bersumber dari bahasa lisan, yaitu tindak tutur sebagai data primer yang secara empiris terjadi dalam upacara perkawinan masyarakat Batak Toba dan bahasa tulis sebagai data sekunder, yaitu bahan tertulis yang berhubungan dengan upacara perkawinan masyarakat Batak Toba.

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode padan. Metode padan adalah metode yang menggunakan alat penentu referen, organ wicara, dan seterusnya. sebagaimana dimaksudkan oleh Sudaryanto dalam Metode dan Teknik Analisis Bahasayang membedakan lima sub-jenis berdasarkan alat penentunya. Sub- jenis yang pertama, alat penentunya ialah kenyataan yang ditunjuk oleh bahasa atau referen bahasa. Sub-jenis kedua alat penentunya organ pembentuk bahasa atau organ wicara, dan sub-jenis yang ketiga, keempat dan kelima berturut-turut alat penentunya

(29)

bahasa lain dan perekam , serta orang yang menjadi mitra wicara (Sudaryanto, 1993:13).

Tindak tutur dalam adat perkawinan masyarakat Batak Toba ini adalah suatu kajian yang sumber datanya berupa lisan dan tulisan yang membutuhkan mitra wicara dan bahan pustaka yang menjadi bahan acuannya. Data lisan diperoleh dari penutur yang terlibat dalam adat perkawinan masyarakat Batak Toba, sementara data tulis dari buku-buku yang relevan dengan penelitian ini .

Metode dan teknik pengumpulan data ini adalah menggunakan teknik simak libat cakap dan teknik simak bebas libat cakap dan dilanjutkan dengan teknik rekam.

Teknik simak libat cakap ialah teknik yang melakukan penyadapan dengan cara berpartisipasi sambil menyimak pembicaraan, teknik simak bebas libat cakap ialah teknik di mana si peneliti hanya berperan sebagai pengamat penggunaan bahasa oleh para informannya, sedangkan teknik rekam ialah teknik pengumpulan data yang digunakan dengan cara merekam percakapan informan. Ketiga teknik ini menggunakan teknik yang berawal peneliti ikut dalam sebuah tanya jawab ke pada si penutur yang kemudian menyimak pembicaraan informan mengenai tindak tutur yang disampaikan dan berdialog masalah kebudayaan yang menyangkut objek penelitian.

Data yang diperoleh dari informan dikumpulkan sebagai kajian. Sebagai tambahan digunakan data tulis, yang dikumpulkan dari buku-buku yang berhubungan dengan perkawinan masyarakat Batak Toba.

(30)

3.4 Metode dan Teknik Analisis Data

Pada tahap pengkajian data digunakan metode padan, yaitu alat penentunya diluar bahasa, terlepas, dan tidak menjadi bagian dari bahasa (langue) yang bersangkutan (Sudaryanto, 1993:13).

Teknik yang digunakan dalam metode padan ialah teknik dasar. Teknik dasar adalah teknik pilah unsur penentu. Adapun alatnya ialah daya pilah, yang bersifat mental yang dimiliki oleh penelitinya (Sudaryanto, 1993:21). Teknik pilah unsur penentu (PUP) dengan daya pilah pembeda reaksi dipergunakan untuk mengetahui reaksi yang timbul pada mitra wicara yang disebabkan oleh adanya tindak tutur dalam percakapan. Dari reaksi yang muncul akan dapat diketahui apakah mitra wicara akan: (1) bertindak menuruti atau menentang apa yang diungkapkan oleh si pembicara; (2) berkata dengan isi yang informatif; (3) tergerak emosinya; (4) diam tetapi menyimak dan berusaha mengerti apa yang diucapkan oleh si pembica dan reaksi yang lain (Sudaryanto, 1993:25).

Contoh analisis data:

Penutur : Gabema jala horas, Raja Nami.

Banyak keturunan dan sehat selalu, Raja Kami.

Lawan Tutur : Gabema tutu jala horas Raja ni parboruon.

Banyak keturunan dan juga sehat selalu, Raja Kami.

Penutur : Mauliate godang dohonon nami, na ria manjangkon hami dibagasta na marsangap na martua on. Taringot diharoro nami Raja Nami, na adong do nasolot diate-ate nami. Nuaeng pe Raja Nami, ba nunggnga dipasiat boru munai anak nami. Ba tung asima roha muna Raja Nami, jangkon hamuma anak nami i gabe anak muna.

(31)

Kami berterima kasih banyak karena sudah dengan senang hati menerima kedatangan kami di tempat yang indah ini. Sekarang, anak dan borukita telah menjadi satu, maka dari itu kami memohon supaya Raja Kami menerima anak kami seperti anak sendiri.

Lawan Tutur : Olo amang, las do roha nami umbege hata muna i. Hami pe attong dipangido roha nami do dipadomu na marrokkap.

Iya amang, kami senang mendengarnya. Kami juga beharap yang berjodoh menjadi satu.

Penutur : Mauliate Raja Kami.

Terimakasih Raja Kami.

Lawan Tutur : Tangihon hamuma, asa diboto hamu godang ni sinamot, jadi pasahat hamuma godang ni sinamot Rp20.000.000,00, Botima!

Dengarkanlah biar kalian ketahui berapa banyak jumlah sinamotnya.

Berikanlah Rp20.000.000,00.

Penutur : Hamu Raja Nami, na patut do nian nadipangido muna i, alai ba tung so huboto hami do nuaeng manang tudia luluan nami songon nadipangido munai. Onma Raja Nami, ta oruima saotik nai, ta bahenma Rp15.000.000,00 sinamot i. Butima!

Wajar saja jika Raja Kami meminta Rp20.000.000,00. Hanya saja kami tidak tahu harus darimana mendapatkan uang sebanyak itu.

Beginilah Raja Kami, kurangilah sedikit menjadi Rp15.000.000,00.

Begitu.

Lawan Tutur : Toho raja nami. Alai hami pe ndada naso olo padaukhon. Ba bahen hamuma Rp18.000.000,00, oloi hamuma. Butima!

Benar Raja Kami. Tetapi bukannya kami tidak mau memberi keringanan. Kita jadikalah Rp18.000.000,00. Begitu!

Penutur : Dang naso olo hami Raja Nami. Jalo hamuma si Rp15.000.000,00 i.

Butima!

Bukan kami tidak mau Raja Kami. Terimalah yang Rp15.000.000,00.

Begitu!

Lawan Tutur : Hamu Raja ni boru nami, bah nungnga uli roha nami lao manjalo nadidok muna i, sai gabema hita jala horas.

Kalian Rajanya boru kami, dengan senang hati kami menerimanya.

Banyak keturunanlah kita dan sehat selalu.

(32)

Penutur : Mauliatema Raja Nami! Gabema hita jala horas. Jadi mangaradema suhut lao pasahathon sinamot godang na Rp15.000.000,00. pasahat hamuma.

Terimakasih Raja Kami! Banyak keturunanlah kita dan sehat selalu.

Jadi, bersiaplah pihak penerima istri untuk memberikan sinamot sebanyak Rp15.000.000,00. Berikanlah.

Jika contoh percakapan di atas dianalisis menurut teori Austin, maka:

Tindak Lokusi : Gabema jala horas Raja Nami.

Penutur memberikan salam kepada lawan tuturnya.

Tindak Ilokusi : Mengharapkan lawan tuturnya sehat selalu.

Tindak perlokusi : Efek yang timbul dari tindak lokusi dan ilokusi adalah bahwa

“Mauliate godang dohonon nami, na ria manjangkon hami di bagasta na marsangap na martua on. Taringot diharoro nami Raja Kami, na adong do nasolot di ate-ate nami. Nuaeng pe Raja Nami, ba nunggnga di pasiat boru munai anak nami. Ba tung asima roha muna Raja Nami, jangkon hamuma anak nami i gabe anak muna”. Terlihat dalam percakapan “Olo amang, las do roha nami umbege hata muna i. Hami pe attong dipangido roha nami do dipadomu na marrokkap”.

Kami berterimakasih banyak karena sudah dengan senang hati menerima kedatangan kami di tempat yang indah ini. Sekarang, anak dan borukita telah menjadi satu, maka dari itu kami memohon supaya Raja Kami menerima anak kami seperti anak sendiri. Lawan tutur mengiyakan dan berharap yang berjodoh menjadi satu.

Pada percakapan “Tangihon hamuma, asa diboto hamu godang ni sinamot, jadi pasahat hamuma godang ni sinamot Rp20.000.000,00”, Botima!

Tindak Lokusi : Berikanlah Rp20.000.000,00.

Tindak ilokusi :Lawan tutur ingin memberi tahu soal sinamot yang jumlahnya Rp20.000.000,00.

Tindak Lokusi : Mengucapkan terimakasih

Tindak ilokusi : Berkata pada lawan tutur bahwa mereka tidak sanggup memberikan dengan jumlah Rp20.000.000,00.

Tindak perlokusi: Efek yang ditimbulkan dari tindak lokusi dan tindak ilokusi adalah pada percakapan “godang ni sinamot Rp20.000.000,00”. menyatakan bahwa lawan tutur mempunyai keingininan. Namun si penutur tidak dapat memberikan sebanyak yang lawan tutur inginkan.

(33)

Pada contoh analisis data di atas, semua yang termasuk ke kategori tindak lokusi dikarenakan tindak lokusi itu sendiri merupakan tindak tutur yang menyatakan sesuatu dalam arti “berkata” atau tindak tutur yang bermakna dan dapat dipahami.

Pada contoh data tindak lokusi “ gabema jala horas Raja Nami”, tindak lokusi ini mempunyai makna memberikan salam dan juga dapat dipahami maksudnya.

Sedangkan tindak ilokusi yaitu tindak tutur yang diidentifikasikan dengan kalimat performatif eksplisit. Pada contoh di atas, tindak ilokusinya menyatakan sesuatu dengan cara jelas dan tidak berbelit-belit. Tindak perlokusi ialah tindak tutur yang berkenaan dengan adanya ucapan orang lain sehubungan analisis di atas, tindak perlokusinya muncul disebabkan adanya tindak lokusi dan tindak ilokusi.

3.5 Metode dan Teknik Penyajian Data

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan satu metode dan teknik penyajian data, yaitu metode informal (Sudaryanto, 1993 : 145). Metode informal yaitu metode dengan menggunakan kata-kata biasa dengan terminologi yang teknis sifatnya.

(34)

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Pelaksanaan Tindak Tutur dalam Perkawinan Masyarakat Adat Batak Toba

Teori mengenai tindak tutur pertama sekali dikemukakan oleh J.L. Austin dalam bukunya yang berjudul How to Do Things With Word, ia membedakan tiga tindakan yang berlangsung sekaligus, yaitu (1) tindak lokusi yang mengikat suatu topik dengan suatu keterangan dan suatu ungkapan, serupa dengan hubungan pokok dengan predikat atau topik dan penjelasan dalam sintaksis, (2) tindak ilokusi, yaitu pengucapan suatu percakapan suatu pernyatan, tawaran, janji, pernyataan, dan sebagainya, (3) tindak perlokusi , yaitu hasil atau efek yang ditimbulkan oleh ungkapan itu pada pendengar sesuai dengan situasi dan pengucapan kalimat itu.

4.1.1 Pelaksanaan Tindak Tutur Pada Acara Marhata Sinamot

Marhata sinamot adalah membicarakan berapa jumlah sinamot yang akan diberikan paranak kepada parboru. Upacara ini diawali dengan paranak datang ke tempat parboru sambil membawa makanan untuk dimakan bersama. Setelah acara makan bersama selesai, dilanjutkan dengan membicarakan seberapa banyak sinamot yang akan diberikan oleh pihak paranak, hewan pa yang akan disembelih, berapa banyak ulos, berapa banyak undangan dan di mana dilaksanakan upacara pernikahan tersebut.

(35)

4.1.2 Tindak Tutur Pada Acara Marhata Sinamot

Penutur (1) : Onma da Raja Nami tudutudu ni sipanganon na so sadia i, jalo hamuma. Botima!

‘Inilah Raja Kami tututudu ni sipanganon yang tidak banyak itu, terimalah. Begitu!’

Tindak lokusi : Pihak paranak memberikan tudutudu ni sipanganon kepada pihak parboru.

Tindak ilokusi : Pihak paranak ingin memberitahukan kepada pihak parboru tentang tudutudu ni sipanganon tersebut.

Tindak perlokusi : Muncul pada tuturan 2, bahwa pihak parboru menerima tudutudu ni sipanganon yang diberikan pihak paranak.

Lawan tutur (2) : Mauliatema dihamu Raja ni parboruon ai nungga dipasangap hamu hami, jala nungga dipeakhon hamu dijolo nami tudutudu ni sipanganon na pinatupamuna i. Ba hujalo hamima i. Botima!

‘Terimakasih Raja ni parboruon yang telah memuliakan kami dan memberikan tudutudu ni sipanganon yang sudah kalian sediakan. Kami terimalah ini. Begitu!’

Lawan tutur (3) : Nuaeng udutankuma hatangku, jala na manungkunma ahu tu hamu Raja ni parboruon nami, beha saonarima tabagi tudutudu ni sipanganon on, manang na annonma dung sun manghatai?

‘Selanjutnya saya mau bertanya kepada Raja ni parboruon, sekarang atau nanti saja kita bagi tudutudu ni sipanganon ini selesai kita berbicara adat?’

Tindak lokusi : Pihak parboru sudah menerima tudutudu sipanganon dari pihak paranak.

Tindak ilokusi : Raja parhata parboru bertanya kepada pihak parboru mengenai tudutudu ni sipanganon yang telah dibawa oleh pihak paranak.

(36)

Tindak perlokusi : Muncul pada tuturan 4, penutur menjawab pertanyaan Raja parhata parboru.

Penutur (4) : Ba saonarima da, Raja Nami.

‘Sekarang saja Raja Kami’

Tindak ilokusi : Raja parhata paranak menjawab pertanyaan Raja parhata parboru.

Tindak ilokusi : Raja parhata parboru mengatakan supaya sekarang saja tudutudu ni sipanganon dibagi.

Tindak perlokusi : Muncul pada tuturan 5, Raja parhata ni parboru menginginkan tudutudu ni sipanganonnya dibagi sekarang.

Lawan tutur (5) : Antong dengganma i, tabagima tutu. Alai parjoloma jo sungkunonku tu hamu Raja ni parboruon nami. Diama dipangido roha muna sipasahaton nami tu hamu?

‘Baik, kita bagi sajalah. Tetapi saya mau bertanya kepada Raja ni parboruon kami.

Bagian mana saja yang kalian inginkan?’

Tindak lokusi : Menginginkan supaya dibagi sekarang.

Tindak ilokusi :Raja parhata parboru bertanya kepada pihak paranak mengenai bagian mana yang mereka inginkan dari tudutudu sipanganon itu.

Tindak Perlokusi : Muncul pada tuturan tuturan 6, bertanya kepada pihak paranak.

Penutur (6) : Ba pangalehonmunama da Raja Nami sian bariba i. Ndada be podaan nami Raja i, ai nungga diboto hamu hian i manang na aha na patut jaloon nami. Jadi bahen hamuma na denggan i Raja Nami.

‘Terserah kalian saja Raja Kami. Tidak mungkin lagi harus kami ajari, karena kalian sudah tahu apa yang pantas untuk kami terima. Lakukanlah yang terbaik Raja Kami.’

(37)

Tindak lokusi : Raja parhata parboru bertanya kepada pihak paranak tentang apa yang mereka inginkan.

Tindak ilokusi : Menyampaikan kepada pihak parboru bahwa sebenarnya mereka sudah tahu apa yang pantas untuk mereka terima.

Tindak perlokusi : Muncul pada tuturan 7, bertanya kepada pihak paranak.

Lawan tutur (7) : Diama nuaeng langkatna diama unokna, diama hatana dia nidokna.

‘Yang mana kulitnya yang mana unoknya, yang mana perkataanya yang mana maksudnya’.

Tindak lokusi : Ingin mengetahui keinginan penutur.

Tindak ilokusi : Bertanya apa maksud dan keinginan dari makanan yang telah dimakan.

Tindak perlokusi : Muncul pada tuturan 8, pihak paranak menjawab pertanyaan mereka,

Penutur (8) : Gabema jala horas Raja Nami, jadi ianggo taringot dilapatan ni sipanganon na sinungkunmuna i Raja Nami, ba panggabean parhorasan do nidokna. Botima da Raja Nami!

‘Banyak keturunan dan sehat selalu Raja Kami, jadi maksud dari makanan yang kalian tanyakan itu ialah untuk kebaikan dan sukacita Raja Kami!’

Tindak lokusi : Menjawab pertanyaan dari pihak paranak.

Tindak ilokusi : Memberitahukan maksud dari makanan yang mereka makan.

Tindak perlokusi : Muncul pada tuturan 9, parboru menyampaikan keinginan.

(38)

Lawan tutur (9) : Gabema tutu jala horas Raja ni parboruon! Sai sahatma hata na uli, hata na denggan na nidokmuna i tumpahon ni Amanta Debata.

‘Banyak keturunan dan sehat selalu Raja ni boru! Semoga terwujud yang baik dan yang indah seperti yang sudah kalian sampaikan dan diberkati oleh Tuhan Yang Maha Esa’.

Tindak lokusi : Menyatakan keinginan supaya TYME memberkati dan mewujudkan keinginan mereka.

Tindak ilokusi : Parboru berharap TYME mewujudkan segala yang mereka minta.

Tindak perlokusi : Muncul pada tuturan (10), lawan tutur memberitahukan keinginannya mengenai anak dan boru mereka yang ingin menikah.

Penutur (10) : Mauliate godang dohonon nami tu hamu hulahula nami na ria manjangkon hami dibagasta na marsangap na martua on. Taringot diharoro nami, na adong do na solot diate-ate nami na naeng sombahonon nami tu hamu Raja Nami, nuaeng pe Raja Nami, ba nunggnga dipasiat boru muna i anak nami. Ba tung asima rohamuna Raja Nami, jangkon hamuma anak nami i gabe anak muna.

‘Kami berterimakasih banyak karena sudah dengan senang hati menerima kedatangan kami di tempat yang indah ini. Sekarang anak dan boru kita telah menjadi satu, maka dari itu kami memohon supaya Raja Kami menerima anak kami seperti anak sendiri’.

Tindak lokusi : Memberitahukan maksud dari kedatangan mereka kepada pihak parboru bahwa anak dan boru mereka mempunyai keinginan untuk menikah.

Tindak ilokusi : Paranak ingin parboru menerima anak mereka dan memohon supa menganggap anak mereka seperti anaknya sendiri.

(39)

Tindak perlokusi : Muncul pada tuturan(11), mengiyakan permintaan pihak paranak.

Lawan tutur (11) : Olo amang Raja ni parboruon, las do roha nami umbege hata muna i. Hami pe antong, dipangido roha nami do asa sai domu na marrongkap. Taringot dibere nami ba nunggnga na ulinon i.

On pe lae, sai rongkap ni boru nami ima bere nami i rongkap na gabe, rongkap mamora, rongkap sarimatua.

‘Iya amang Raja ni parboruon, kami senang mendengarnya. Kami juga berharap yang berjodoh menjadi satu. Semoga boru dan bere kami menjadi rongkap yang kaya dan rongkap selamanya.’

Tindak lokusi : Parboru mengiyakan dan senang mendengarnya.

Tindak ilokusi : Pihak parboru menyatakan kesenangan dengan memohon boru dan berenyarongkap yang kaya dan bisa bersama selamanya.

Tindak perlokusi : Muncul pada tuturan (12), mengucapkan terimakasih.

Lawan tutur (12): Mauliate Raja Nami!

‘Terimakasih raja Kami’.

Tindak lokusi : Berterimakasih kepada parboru.

Tindak ilokusi : Mengucapkan terimakasih.

Tindak perlokusi : Muncul pada tuturan (13), memberi tahu paranak mengenai jambar suhut.

Lawan tutur (13) : Tangihon hamuma, asa hugoar hami siboanon muna. Sada- sadama tahatai, jadi tapungkama sian jambar suhut. Pasahat hamuma Rp.1.000.000,00. Botima!

‘Dengarkanlah biar kalian tahu apa yang harus kalian bawa. Satu per satu kita bahas, kita mulai dari jambar suhut. Berikanlah Rp.1.000.000,00. Begitu!’

(40)

Tindak lokusi : Parboru ingin memberitahukepada pihak paranak mengenai jambar juhut sebanyak Rp.1.000.000,00.

Tindak lokusi :Parboru menyatakan keinginan mereka supaya paranak memberikan Rp.1.000.00,00 jambar suhut.

Tindak perlokusi : Muncul pada tuturan (14), paranak terkejut.

Penutur (14) : Dago Raja Nami, pintor tarsonggot do iba dibahen hamu , ba sian diama alapon nami na sai godang. Alai hudok pe songoni torop do dison angka hahaanggi dohot boru nami.

‘Kami langsung terkejut Raja Kami, dari manalah kami cari uang Rp.1.000.000,00.

Tetapi biarpun demikian banyak di sini hahaanggi (satu marga) beserta boru (semua pihak keluarga menantu) kami’.

Tindak lokusi : Paranak terkejut mengenai permintaan pihak parboru.

Tindak ilokusi : Lawan tutur berkata bahwa mereka tidak tahu harus dari mana mencari uang Rp.1.000.000,00.

Tindak perlokusi : Muncul pada tuturan (15), memberi tahu lawan tutur.

Lawan tutur (15) : Toho Raja Nami. Alai hami pe ndada naso olo padaukhon. Ba bahen hamuma Rp.900.000,00 sian i.

‘Benar Raja Kami. Tetapi bukannya kami tidak mau memberi keringanan. Berikanlah Rp.900.000,00.’

Tindak lokusi : Lawan tutur memberi tahu keinginannya kepada pihak paranak.

Tindak ilokusi : Lawan tutur berkata bahwa sebenarnya mereka ingin memberikan keringan dengan mengurangi jumlahnya.

Tindak perlokusi : Muncul pada tuturan 16, memohon kepada lawan tutur.

(41)

Penutur (16) : On pe Raja Nami tung padauk hamuma sian i. Buhul hamuma siboanon nami. Alai ingot hamuma Raja Nami songon hata ni umpasa : madekdek ansosoit tongon tu tarumbara, unang dok hamu hami parholit silehonon do nasoada.

‘Untuk itu Raja Kami kurangilah itu. Buhullah yang harus kami bawa. Tetapi ingatlah Raja Kami ada pepatah mengatakan : ansasoit terjatuh tepat di bawah rumah, jangan katakan kami pelit karena pemberian yang tidak ada.’

Tindak lokusi : Pihak paranak memohon kepada pihak parboru supaya mengurangi jambar suhut. Karena mereka merasa tidak sanggup untuk membayarnya.

Tindak ilokusi : Merberitahukan mengenai pepatah yang mengatakan ‘jangan katakan kami pelit karena pemberian yang tidak ada’. Yang bermaksud bahwa mereka bukan tidak mau memberikan sesuai dengan keinginan parborutersebut.

Tindak perlokusi : Muncul pada tururran 17, berkata bahwa mereka heran dengan penawaran pihak paranak.

Lawan tutur (17) : Hamu Raja ni borunami, tung longang do rohangku umbege hata muna. Rp.1.000.000,00 hupangido hami hami tung so alang do roha muna mandok Rp.10.000,00. Aut naso adong dihamu ba ndada pola dia dohonon. Ai on tangkas do binoto godang do dihamu.

‘Raja boru kami, saya terkejut mendengar ucapan kalian. Rp.1.000.000,00 yang kami minta tetapi kalian sanggup mengatakan Rp.10.000,00. Sekiranya kalian tidak sanggup tidak akan menjadi masalah. Tetapi jelas kami tahu bahwa banyak yang kalian punya.’

Tindak lokusi : Pihak parboru terkejut mendengar ucapan penutur yang mengatan bahwa mereka tidak sanggup memberikan sesuai keinginan mereka.

(42)

Tindak ilokusi : Lawan tutur mengetahui bahwa sebenarnya mereka sanggup memberikan jambar suhut yang Rp.1.000.000,00.

Tindak perlokusi : Muncul pada tuturan 18, mengiyakan keinginan parboru.

Penutur (18) : Ba tinambaanma na nidok ni hahadoli nami i gabe Rp.15.000,00, asa tamba parsaulian tamba panggabean dihita saluhutna.

‘Kita tambah sajalah yang diminta hahadoli itu menjadi Rp.15.000,00, semoga bertambah berkat dan sukacita.’

Tindak lokusi : Pihak paranak menambahi upah suhut yang diminta oleh hahadoli.

Tindak ilokusi : Paranak mengharapkan supaya bertambah berkat dan sukacita bagi mereka semua.

Tindak perlokusi : Muncul pada tuturan (19), mengiyakan perkataan pihak paranak.

Lawan tutur (19) : Mauliate. Gabema hita jala horas, hami pe dohonon nami do hata saotik. Tutu do songon nidok ni dongan sahutani parboruon sian bariba an, ingkon masipaolooloan do na martondong jala marsipauneunean.

‘Terimakasih. Banyak keturunan dan sehat selalulah kita, kami juga mau berbicara sedikit. Benar apa yang dikatakan teman sekampung kita, harus saling mengiyakan dan saling mengindahkan.’

Tindak lokusi : Parboru mengucapkan terima kasih.

Tindak ilokusi : Teman sekampung dari pihak parboru menyarankan agar saling mengiyakan dan saling mengindahkan.

Tindak perlokusi : Muncul pada tuturan (20), menyuruh supaya pandehata paranak yang memohon kepada pihak parboru.

(43)

Penutur (20) : Hamu angka boru nami, nungnga dibege hamu sude dalan ni pangkataion mandok hata elek-elek tu hulahulanta, tung maloma hamu jo mandok hata i, asa pintor dabu rohanasida manjalo. Dok hamuma!

‘Kalian boru kami, telah kalian dengarkan semua pembicaraan mengenai permohonan kepada hulahula, kiranya bijaklah kalian memohon, supaya mereka mau memintanya. Bilanglah!’

Tindak lokusi : Menyarankan borunya supaya bijak dalam memohon

Tindak ilokusi : Paranak meminta agar borunya yang memohon kepada parboru.

Tindak perlokusi : Muncul pada tuturan (21), memberi tahu kedatangan mereka.

Pada tuturan 19 ini, boru adalah sebagai penutur.

Penutur (21) : Jadi dohot pe hami borunasida ro tu bagasta na marampang na marjual on ba na laho mangurupi nasida do. Alani i tu hulahulangku dison ba dohononkuma, tabahenma upa suhut i gok Rp.25.000,00, asa gok parsaulian gok parhorasan dihita saluhutna. Botima hata sian hami boru.

‘Jadi kedatangan kami ke tempat yang indah dan berharga ini yaitu untuk membantu mereka. Untuk itu hulahulangku, kita jadikanlah upa suhut itu penuh.’ Rp.25.000.00, biar penuh sukacita dan kekayaan untuk kita semuanya. Begitu!’

Tindak lokusi : Boru dari pihak paranak memberitahukan maksud kedatangan mereka yaitu untuk membantu paranak.

Tindak lokusi : Boru meminta kepada pihak parboru supaya upa suhut dijadikan menjadi Rp.25.000,00, sehingga bertambah sukacita dan kekayaan bagi mereka semua.

Tindak perlokusi : Muncul pada tuturan (22), memberitahukan bahwa uang bisa dicari.

(44)

Lawan tutur (22) : On pe Raja Nami, sotung mangholit hamu tu hulahula on. Na sinari do hepeng, alai anggo boru ni hulahulantaon ndada na tarsari i. Jadi dohononhu Raja Nami, bahenma upa suhut i Rp.100.000,00, asa boho ro angka pansamotan dohot parhorasan tu hita tu joloan on. Botima!

‘Oleh karena itu Raja Kami, jangan kalian pelit terhadap hulahula ini. Uang bisa dicari, tetapi tidak dengan borunya hulahula ini. Untuk itu Raja Kami, jadikanlah upa suhutnya Rp.100,000,00, biar menjadi kekayaan dan kesehatan untuk kita kedepannya. Begitu!’

Tindak lokusi : Pihak paranak meminta supaya jangan pelit terhadap hulahula.

Tindak ilokusi : Meberitahukan bahwa uang bisa dicari dan meminta upa suhutnya dijadikan Rp.100.000,00.

Tindak perlokusi : Muncul pada tuturan (23), mengiyakan perkataan pihak parboru.

Penutur (23) : Olo Raja Kami, tung nauli do nian nidokmi, jala binoto do nian huhut na mandanggurhon tu dolok do iba molo mangalehon tu hulahula.

Alai songon nidok ni hahadoli nangkin, hansit do tangan mandanggurhon na so ada. Angkup ni i, songon naung binege muna nangkin hata ni parboruonta sian on ba hatangkonma songon panimpuli ni elek-elek nasida sian on. jadi, sotung dijua Raja Nami be hatangkon. Sahatma ginohan upa suhut gabe Rp.30.000,00, sai sahat ma pangagabean sahat parhorasan dihita luhut. Di hadengganhon Raja Nami mai.

‘Iya Raja Kami, sungguh indah yang kau katakan, dan saya tahu bahwa jika kita memberi ke hulahula sama dengan melempar ke atas. Tetapi seperti yang dikatakan hahadoli tadi, tangan akan terasa sakit jika melemparkan yang tidak ada.Selain dari itu, seperti yang sudah kalian dengarkan tadi perkataan parboruonta dari sini, perkataan ku inilah untuk mengakhiri permohonan mereka. Jadi, janganlah lagi Raja Kami menolak perkataan saya ini. Jadilah upa suhut Rp.30.000,00, semoga bertambah berkat dan sukacita bagi kita semuanya.’

(45)

Tindak lokusi : Memberitahukan bahwa perkataan dialah yang akan mengakhiri permohonan paranak.

Tindak ilokusi : Memohon supaya pihak parboru tidak lagi menolak upa suhut yang ditawarkan.

Tindak perlokusi : Muncul pada tuturan 22, menerima permintaan paranak.

Lawan tutur (24) : Olo, denggan do nadidok mi. Alai ulahi jo sahali nari manangkasi parboruonta, manang na olat ni i nama na tarlean nasida, atik beha na maruba dope roha nasida.

‘Iya, benar yang kau katakan. Tetapi coba tanyakan sekali lagi, apa hanya sampai segitu saya yang dapat mereka berikan?’

Tindak lokusi : Mengiyakan apa yang dikatakan oleh pandehata parboru.

Tindak ilokusi : Menyuruh suhut parboru menanyakan lagi.

Tindak perlokusi : Muncul pada tuturan (23), memohon kepada suhut parboru.

Penutur (24) : Raja Nami na uli lagu, Raja ni hulahula nami. Marsomba ujung hami tu hamu, marsomba huhuasi. Unang jo hansit roha muna, tung i dope na dapot nami. Botima!

‘Raja Kami yang terhormat, Rajanya hulahula kami. Kami memohon, hanya Rp.

30.000,00 yang bisa kami berikan. Begitu!’

Tindak lokusi : Paranak berkata bahwa hanya Rp.30.000,00 yang sanggup mereka berikan.

Tindak ilokusi : Paranak memohon kepada parboru supaya tidak lagi menuntut mereka memberikan lebih.

Tindak perlokusi : Muncul pada tuturan 25, menerima dengan senang hati.

(46)

Lawan tutur (25) : Hamu Rajani boru nami, ba nungnga uli roha nami manjalo na nidok muna i. Sai gabema hita jala horas.

‘Kalian Rajanya boru kami, dengan senang hati kami menerimanya. Banyak keturunanlah kita dan sehat selalu.’

Tindak lokusi :Memberitahukan bahwa mereka telah menerimanya.

Tindak ilokusi :Parboru menerima upa suhutnya dengan senang hati tanpa menuntut supaya ditambah lagi.

Tindak perlokusi :Muncul pada tuturan 26, memberkati.

Penutur (26) : Mauliate Raja Nami, sai gabema hita jala horas.

‘Terima kasih raja Kami, banyak keturunanlah kita dan sehat selalu.’

Tindak lokusi : Mengucapkan terimakasih kepada pihak parboru.

Tindak ilokusi : Paranak setelah mengucapkan terima kasih lalu memberkati.

Tindak perlokusi : Muncul pada tuturan (27), meminta bohi ni sinamot.

Lawan tutur (27) : Hamu Raja ni parboruon nami, ba nungnga sun tahatai sude nasa parjambaran na patut hataan dijabu. Ba nuaeng pe, pasahat hamu mabohi ni sinamot. Molo boi, pintor godangma pasahat hamu asa pintor adong jamahonon ni suhut nami. Botima!

‘‘Rajanya boru kami, semua telah selesai kita bahas mengenai parjambaran, sekarang Raja Kami, berikanlah sebagian dari sinamot tersebut. Kalau memang bisa, sebanyak mungkin supaya suhutbisa langsung mengaturnya’.

Tindak lokusi : Pandehata parboru meminta kepadak pihak paranak supaya memberikan sebagian dari sinamot tersebut.

Tindak ilokusi :Pandehata parboru menginginkan supaya pihak paranak memberikan banyak.

(47)

Tindak perlokusi : Muncul pada tuturan 28, memberikan bohi ni sinamot.

Penutur (28) : Jalo hamuma da Raja Nami bohi ni sinamot na tahatai i. Godang na Rp.25.000,00, lasma roha mu manjalosa. Botima!

‘‘Terimalah Raja Kami, sebagian dari sinamotyang sudah kita bicarakan itu banyaknya Rp. 15.000.000,00. Terimalah dengan senang hati. Begitu!’

Tindak lokusi : Paranak memberikan bohi sinamot yang diminta oleh parboru sesuai dengan yang sudah disepakati.

Tindak ilokusi : Paranak menyuruh supaya dengan senang hati menerimanya.

Tindak perlokusi : Muncul pada tuturan 29, bertanya kepada pihak paranak.

Lawan tutur (29) :Nunga be hujalo dison bohi ni sinamot i, godangna toho do songon naung pinaboa muna i Rp.15.000.000,00. Jadi sadiharima muse pasahaton muna tambana?

‘Sudah kami terima sebagian dari sinamot tersebut, banyaknya sesuai dengan yang telah kalian beri tahu sebelumnya kepada kami yaitu Rp.15.000.000,00. Jadi kapan kalian berikan yang sebagian lagi?’

Tindak lokusi :Parboru memberitahu bahwa dia telah menerima bohi ni sinamot tersebut.

Tindak ilokusi :Parboru bertanya kapan sebagian lagi diberikan.

Tindak perlokusi : Muncul pada tuturan 30, memberitahukan kepada parboru.

Penutur (30) : Ba pasahaton namima na hurang i tolu ari andorang so mata ni ulaon.

Botima!

‘Kami akan memberikannya tiga hari sebelum pesta. Begitu!’

Tindak lokusi : Menjawab pertanyaan parboru.

Tindakilokusi:Memberitahukan bahwa paranak akan memberikan kekurangannya tiga hari sebelum pesta.

(48)

Tindak perlokusi: Muncul pada tuturan 31, mengucapkan terima kasih.

Tindak tutur 30 ini, dongan sahuta sebagai penutur dan yang mengakhiri kegiatannya tersebut.

Penutur (31) : Gabema hita jala horas, parjoloma tadok mauliate tu Amanta prasi roha i na mandongani hita diulaonta sadari on. Nuaeng hu ujungima hataku. Hamu hasuhuton nadua godang dope siulaonta, jadi sai masiamiaminanma hamu songon lampak ni gaol, jala masitungkoltungkolan songon suhat dirobean. Taringot tu anak dohot boru i sai marrongkapma nasida songon bagot, marsibar songon ambalang. Botima, mauliate.

‘Banyak keturunanlah kita dan sehat selalu, pertama mari kita ucapkan terima kasih kepada TYME yang telah beserta kita sampai saat ini. Sekarang akan saya akhiri perkataanku. Kalian suhut yang dua pihak masih banyak yang harus kita kerjakan, semoga kalian saling menyokong seperti halnya dengan kulit batang pisang dan saling tolong-menolong seperti talas dilereng yang curam. Mengenai anak dan boru kita, semoga mereka berjodoh selamanya. Begitu, terima kasih.’

Tindak lokusi: Dongan sahuta memberitahukan bahwa dia ingin mengakhiri perkataannya.

Tindak ilokusi: Dongan sahuta berharap kedua pihak saling tolong-menolong sampai pesta dilaksanakan.

Tindak perlokusi : Dongan sahuta berharap anak dan boru mereka berjodoh selamanya.

(49)

4.1.2 Pelaksanaan Tindak Tutur Pada Acara Pesta Unjuk ( Pesta Perkawinan)

Pesta unjuk (pesta perkawinan) merupakan bagian dari upacara adat yang inti yang harus dilakukan dan acara ini dilakukan dikediaman paranak. Dengan kata lain acara membicarakan adat merupakan pembicaraan melalui musyawarah untuk melahirkan mufakat.

Sebelum acara pesta unjuk dilakukan terlebih dahulu kedua mempelai dipasu-pasu (diberkati) di gereja dan disahkan oleh seorang pendeta. Dalam pamasu-masuon ini kedua mempelai akan mengikrarkan janji sehidup semati dan disaksikan oleh jemaat dan pendeta, dalam acara ini juga biasanya dilakukan tukar cincin.

Setelah acara pamasu-masuon selesai, suhut paranak akan mengumumkan kepada seluruh tamu kalau ada acara makan bersama sepulang dari gereja. Dalam acara marsipanganon, pihak suhut paranak membagikan tudu-tudu sipanganon, dan kemudian diserahkan kepada pihak parboru. Pihak parboru juga akan menyerahkan dekke simudur-udur(ikan mas) kepada pihak paranak. Acara selanjutnya adalah penyerahan sisa sinamot sesuai dengan kesepakatan saat marhusip. Acara yang terakhir yaitu mangulosi, orangtua dari pengantin perempuan akan memberikan ulos.

Selesai memberikan ulos kini saatnya kesepakan bagi seluruh kedua belah pihak memberikan ulos kepada pasangan pengantin mulai dari hulahula, dongan tubu, dongan sahuta, paranak, dan parboru.

Pesta perkawinan adalah upacara penting bagi orang Batak, oleh karena hanya yang sudah kawin berhak mengadakan upacara adat dan upacara-upacara adat lainnya

(50)

seperti menyambut lahirnya seorang anak, pemberian nama pada anak dan sebagainya. Pesta perkawinan sepasang pengantin merupakan semacam jembatan yang mempertemukan dalihan na toludari orangtua pengantin laki-laki dan orangtua pengantin wanita. Artinya karena perkawinan itulah maka dalihan na tolu dari orangtua pengantin pria merasa dirinya berkerabat dengan dalihan na tolu orangtua pengantin wanita dan sebaliknya. Pada percakapan ini, yang memulai adalah dari pihak paranaksebagai penutur dan berkata :

Penutur (32) : Nang tu hamu sude na huparsangapi hami, dohonon namima mauliate malambok pusu, siala haroro muna tu bagas na badia on mangadopi pamasu-masuon ni anak dohot parumaen nami. Alai pangidoon nami dope tu hamu. Dung haruar hita annon sian bagas gareja on, asa rap udur hita tu inganan nami lao marsipanganon laos disi ma hita manjalo huhut manggalar adat na hombar tu ulaon i.

‘Semua tamu yang kami hormati, kami mengucapkan terimakasih dengan kelembutan hati, atas kedatangan kalian ke tempat yang suci ini untuk menyaksikan acara pemberkatan anak dan parumaen kami. Tetapi masih ada permintaan kami, setelah nanti kita pulang dari gereja ini, biar sama-sama kita ke tempat kami untuk marsipanganon serta meminta dan membayar adat yang patut untuk pesta hari ini.’

Tindak lokusi :Pihak paranak mengucapkan terimakasih kepada tamu.

Tindak lokusi : Memberi tahu bahwa dia masih mempunyai keinginan.

Tindak perlokusi : Mengajak supaya bersama-sama marsipanganon sepulang gereja.

Seorang perwakilan dari suhut paranak berdiri dan berkata bahwa kini saatnya untuk membayar sinamot kepada hulahula. Dan dia sebagai perwakilan dia juga yang menyerahkan sinamot tersebut. Perwakilan suhut juga meminta supaya pihak parboru datang lalu menyerahkan tumpaknya.

(51)

Penutur (33) : Hamu angka na pinarsangapan, songon naung tangkas diantusi hamu mangihuthon adatta na uli i, ba tingkinama nuaeng pasahathon sinamottu hulahulanta. Nuaeng pe roma hamu mamboan tumpak muna, nungnga rade hami manjalo. Mauliate ma jumolo hu pasahat hami tu hamu sude na.

‘Kalian yang kami hormati, seperti yang kita ketahui mengikuti adat kita yang indah, sekarang waktunya menyerahkan sinamot kepada hulahula. Kalian juga kami sampaikan untuk kalian semua.’

datanglah dan bawa tumpak kalian, kami telah siap menerimanya. Terimakasih Tindak lokusi: Meminta hulahula supaya datang sekalian membawa tumpak.

Tindak ilokusi : Perwakilan dari suhut paranak menyerahkan sinamot kepada hulahula.

Tindak perlokusi : Menerima tumpak yang diserakan hulahula.

Para undangan berdatangan untuk meberikan tumpaknya kemudian pihak paranak menerima lalu berkata:

Penutur (34) : Hamu sude angka na pinarsangapan, mauliate malambok pusuma dohonon nami tu hamu saluhutna sian tumpak muna na godang i.

Ndang na tarbalos hami i tu hamu angka na pinarsangapan, alai adong do Amanta pardenggan basa na sumurung. Sian ibana sai jaloon muna do balos ni na denggan na binahen muna i tu hami marlipat ganda.

‘Kalian semua yang kami hormati, terimakasih dengan segala kelembutan hati kami ucapkan kepada kalian semua untuk tumpak kalian yang banyak itu. Tidak akan bisa kami balas semua itu, tetapi kita punya TYME. Dari dia akan kalian terima balasan yang lebih dari yang telah kalian perbuat untuk kami dengan berlipat ganda.’

Tindak lokusi :Mengucapkan terima kasih untuk tumpak yang diberikan para undangan.

Gambar

GAMBAR INFORMAN

Referensi

Dokumen terkait

Masyarakat Batak Karo (Kajian Pragmatik) yang bertujuan untuk mengetahui apa saja jenis tindak tutur lokusi, ilokusi dan perlokusi yang digunakan pada upacara

Dari hasil perolehan 37 data yang ditemukan dalam acara kematian Saur Matua adat Batak Toba yang paling dominan adalah jenis tindak tutur direktif berupa

Dikatakan sakral karena dalam adat perkawinan Batak , ada makna pengorbanan bagi parboru (pihak penganten perempuan) karena ia “berkorban” memberikan satu nyawa

Jika pelaksana pesta adat adalah orang kaya, ketiga ansambel musik ini dapat digunakan dalam satu pesta adat perkawinan karena mampu membayar pemain musik dari ketiga

“Tindak Tutur Dalam Upacara Perkawinan Masyarakat..

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Bentuk Tindak Tutur Direktif Perintah dalam Talk Show Mata

Cléopâtre terdapat enam jenis tindak tutur direktif yaitu (1) tindak permintaan (requestives) berupa maksud meminta, mendorong, dan mengajak, (2) tindak pertanyaan

Tindak tutur Asertif penutur dalam hal ini menggunakan tuturan untuk menjelaskan segala kewajiban Adat baik dari pihak laki laki maupun perempuan, tujuan dari tuturan