13
Invansi Konten Media Massa Terhadap Budaya Melayu
(Dalam Perspektif Prilaku Seks Bebas Remaja)
Eko Hero
Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Islam Riau
ABSTRAK
Penelitian ini membahas tentang bagaimana invansi yang dilakukan oleh media massa terhadap budaya Melayu dalam perspektif prilaku seks bebas remaja. Tujuannya untuk mengetahui bagaimana invansi itu dapat berlaku dan seperti apapula dampak yang ditimbulkan. Lantas seperti apa langkah yang harus diambil. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan data-data sekunder sebagai data utama. Sedangkan data primer sebagai data pendukung dengan melakukan survey terhadap 100 orang remaja Melayu di kota Pekanbaru. Rata-rata remaja menonton antara 17 – 25 jam seminggu dan 0 – 1 jam bersentuhan langsung dengan Budaya Melayu. Hasil, perlu dilakukannya perimbangan konten siaran bernuansa budaya Melayu (khususnya) dari segi kualitas maupun kuantitas.
Kata kunci : prilaku seks bebas, media massa, budaya Melayu, kontruksi realitas sosial
PENDAHULUAN
Konten media memberikan pengaruh buruk terhadap prilaku seksual dikalangan remaja. Frekeuensi persentase pelaku penyimpangan seks bebas, terus mengalami peningkatan yang signifikan. [1].[2]. Kondisi ini bukan hanya dihadapi oleh negara-negara berkembang saja [3].[4] tetapi juga negara-negara maju. [5]
Padahal larangan dan pesan untuk menjauhi diri dari tindakan seks bebas telah dinyatakan dalam berbagai sumber tertulis.[6] Di sekolah-sekolah juga pendidikan seks
1 Brown. J.D, 2002. Mass Media Influences on
Sexuality. The Journal Of Sex Ressearch. Vol.39, No. 1
2 Enid Gruber., Joel W. Gruber. 2000. Adolescent
Sexualty and The Media ; a Review of Current Knowledge and Implication. Western Journal of Medicine. Vol 172. No. 3
3 Alford, S. Hauser. D. 2009. Adolescent Sexual
health in Europe and the USA ; Why the Different ? Advocates for Youth. Washington
4 Stella, B. Tambashe, B.O., Vondrasek, C. 2005.
Parental Factors and Sexual Risk Taking
Among Young People in Cote d’Ivoire.
African Journal of Reproduction Health. Vol 9. No. 1
5 Victor C. Strasburger. 2010. Sexuality,
Contraception and the Media. Pediatric. Vol. 126 No. 3
6 Hizbut Tahrir. 2013. Buletin Dakwah : Darurat Seks
Bebas Remaja. Al Islam edisi 678
kebelakangan ini sudah menjadi mata pelajaran pokok ataupun sisipan dibanyak negara seperti Afrika [7], Mesir [8], Amerika Serikat,[9] Jepang, Indonesia, Malaysia, Mongolia, Korea Selatan dan Thailand.[10]
Tahun 2006 Siswa salah satu SMU di Pekanbaru,11 digelandang akibat video porno, kemudian di awal tahun12 dan pertengahan 2013 mahasiswa13 dan siswa SMU ditempat terpisah juga ditangkap karena kepergok sedang melakukan mesum. Bahkan jelang akhir tahun 2013, pemberitaan media massa Indonesia dihebohkan dengan video porno
7 Sorcar, Piya. 2010. A new Approach to Global
HIV/AIDS Education. The Huffington Pos
8 Merson., M.H. 2006. The HIV-AIDS Pandemic at
25 – The Global response. The New england Journal of Medicine. Vol. 3. No. 54
9 Darroch, Jacquelin. E., Jenny Higgins, David j.
Landry, Sushela Singh. 2003. Factors Associated with the Content of Sex Education
in U.S Public Secondary Schools ;
Perspectives on Sexual and Reproductive Health. Vol. 3 No. 5
10 Mehta, S., Riet Groenen and Francisco Roque.
2002. Adolescent in Changing Times : Issues and Perspective for Adolescent Reproduction Health in The Escape Region. Unites Nation Social and Economic for Asia the Pasific. Bangkok. Thailand
11
Detiknews.com Jumat, 7 April 2006 12
14
yang di”produksi” siswa SMP di Jakarta.Dimana lokasi “syuting”nya dilakukan didalam kelas dan dihadapan sejumlah rekan.[14] Merujuk pada penelitian oleh Youth Risk Behaviour Survey tahun 2009, seramai 46% pelajar SMU telah melakukan hubungan seksual dan 14% diantaranya telah lebih dari 4 kali “melakukan”nya dengan pasangan mereka.[15]
Selain faktor kendali diri, faktor rangsangan dari media massa menjadi faktor kuat terhadap proses kemunduran “pertahanan” remaja. Bandura (1977) [16] menyatakan bahwa hampir semua rangkaian konten di stasiun media elektronik dikemas secara apik dan kreatif dengan memasukkan hal-hal berbau sensualitas dan seksualitas. Informasi yang muncul dibanyak media massa hari ini dikemas unsur seks menjadi komoditas penting dan mendapatkan porsi besar.
Akhir-akhir ini muncul sebuah fenomena menarik. Tanpa disadari media massa kian gencar membentuk konstruksi sosial melalui realita yang sesungguhnya ada. Informasi seksual disampaikan seolah-olah berjalan seiring bersama berita sadis, berupa perkosaan, kekerasan, perilaku seks menyimpang dan sebagainya. Seks yang pada dasarnya sakral, suci, indah, dan menawan serta menjadi awal suatu kehidupan manusia, kini muncul dengan citra yang tak lebih dari barang dagangan untuk dikonsumsi semata dalam kehidupan masyarakat modern.
Banyak yang menuding bahwa media adalah faktor yang sangat berperan dalam penyebaran perilaku negatif di tengah kehidupan masyarakat. Salah satu praktek dampak media massa yang mengundang kekhawatiran adalah adanya pengaruh negatif ketika media menyajikan aspek seksualitas dan sensualitas. Misalnya sajian bernuasa seks
14http://m.jpnn.com/news.php?id=197477. Video
porno anak SMP Jakarta beredar Luar ; DPR
Minta pelakunya Dilindung. Jum’at, 25
Oktober 2013
15 Centers for Disease Control and Prevention. Youth
risk behavior surveillance: United States, 2009.
MMWR Surveill Summ. 2010; 59(SS–5):1–148
16 Suryanto dan Kuwatono. 2010. Peran Media Massa
Dalam Prilaku Seksual Remaja Di Kota Semarang. Jurnal Semai Komunikasi. Vol. 1 No. 1
sangatlah banyak, dan ada kecenderungan untuk selalu meningkat, sebab seks dengan segala asepknya menjadi primadona yang laris dijual oleh media massa.[17]
Disadari ataupun tidak, tayangan yang demikian menjadi trendsetter dibanyak kalangan remaja yang dikenal sebagai budaya populer (Pop culture). Dalam konteks ini, budaya luar yang dianggap trend itullah pada akhirnya menyebabkan terjadi pelunturan budaya didalam lingkungan sosial. Padahal kita sama-sama tahu bahwa, sistem pelaksaanaan budaya di Indonesia pada dasarnya merupakan adopsi dari nilai-nilai relijius. Dimana dalam budaya yang dijalankan masyarakat sangat menjaga hubungan antara wanita dan pria. Ada batasan-batasan nilai dan moral yang harus dijaga.
Akan tetapi tingginya frekuensi gempuran budaya luar melalui konten media membuat batasan moral dan nilai tersebut menjadi hilang. Batasan “hubungan” pria dan wanita dianggap sebagai sebuah penghalang kemajuan. Bahkan ironisnya adalah anggapan yang menyatakan batasan tersebut telah melanggar hak azazi seseorang. Itu kenapa dikatakan bahwa budaya populer merupakan bagian dari kajian budaya yang membicarakan tentang kemunculan sebuah budaya baru sebagai bentuk pembangkangan terhadap cara lama yang dianggap ketat dan “terlalu” mengatur hidup masyarakat.[18]
Upaya penyerapan budaya populer didominasi oleh para remaja. sebagai manusia dalam usia produktif dan aktif, remaja kerap mencari sesuatu yang baru, sesuatu yang bertentangan dan sesuatu yang diluar penerimaan orang banyak. Dan itu semua secara umum mereka dapatkan (referensi) dari media. Termasuklah didalamnya pembangkangan terhadap tata nilai dan norma yang berkaitan batasan “hubungan” antara pria dan wanita.
17 Ibrahim Marwah Daud, (2003), Citra Perempuan
Dalam Media; Eksploitasi dan Sensasi Sadistik. Dalam Taufik Ismail, Ignas Kleden, dkk.Horison Essai Indonesia, Bekerja sama dengan The Asia Foundation.
18 Vidyarini. T. N., 2008. Budaya Populer Dalam
15
Beragam persoalan di atas terjadi karenatidak adanya upaya pembangunan jati diri remaja secara berkesinambungan. Dalam usia remaja, setiap insan mengalami proses perubahan kematangan organ reproduksi dan kognitif yang ditandai dengan kemampuan remaja tersebut berfikir secara abstrak [19] dalam memahami dunia akibat dari proses adaptasi biologis.[20]
Keadaan seperti ini menunjukkan bahwa persoalan penyerapan budaya popular bertajuk seks bebas remaja sudah berada pada tahap endemic. Hampir setiap hari kita dihadapkan pada pemberitaan prilaku seks menyimpang. “Keaktifan” media massa menghadirkan informasi dan tontonan yang bernuansa pornoisme, tidak pernah diimbangi dengan informasi yang mendidik bagi remaja.
Perhelatan dan perkembangan budaya populer di media massa semakin tinggi, yang juga menyebabkan terjadinya determinasi populer budaya massa yang masih sukar dikontrol. Budaya populer yang berkembang, menumbuhkan keseragaman pemikiran terhadap cara pandang akan sesuatu.[21] Secara sederhana, budaya populer dihasilkan melalui teknik-teknik industrial produksi massa dan dipasarkan untuk mendapatkan keuntungan kepada khalayak konsumen massa.
Merujuk pada persoalan diatas, seyogyanya peneliti ingin melihat bagaimana media massa melakukan invasi budaya (khususnya seks bebas) Melayu terhadap remaja.
METODE PENELITIAN
Penelitian
ini
menerapkan
desain
penelitian
deskriptif
kualitatif.
Jenis
penelitian ini adalah sekunder, dimana
peneliti menempatkan porsi data sekunder
lebih dominan. Sedangkan data primer
sebagai pendukung penelitian ini. Responden
19 Papalia, D.E.,Olds,S.W., and Feldman. R., 2001.
Human Development (8th ed.). Boston. Mc Graw-Hill
20 Santrock, J.W. 2001. Adolesence. (8th ed). North
America : Mc Grew-Hill.
21 Tanudjaja. B.B., 2007. Pengaruh Media
Komunikasi Massa Terhadap Popular Culture
Dalam Kajian Budaya/Cultural Studies. NIRMANA, VOL.9, NO. 2
berasal dari remaja yang ada di Kota
pekanbaru, dengan sebaran responden terdiri
atas siswa SMU/MA dan SMK serta
mahasiswa sebanyak 100 orang (rentang usia
17
–
25 tahun). Pengumpulan data dilakukan
dengan teknik survey, observasi, wawancara
dan penyebaran instrumen penelitian, yang
kemudian diolah dengan menggunakan
tabulasi frekuensi.
PEMBAHASAN
Konstruksi Pergaulan dalam Budaya Melayu
Berbicara Melayu, orang akan langsung berfikir tiga hal yaitu beradat istiadat Melayu, berbahasa Melayu dan beragama Islam. Maka dari itu, jika diperhatikan adat budaya Melayu tidak akan lepas dari agama Islam seperti dalam ungkapan pepatah, perumpamaan, pantun, syair dan sebagainya. Dimana sebagiannya menyiratkan tentang tata pergaulan antar manusia (orang) Melayu.
Sopan-santun dalam pergaulan sesama masyarakat menyangkut beberapa hal, yaitu tingkah-laku, tutur-bahasa, kesopanan berpakaian, serta sikap menghadapi orang tua/orang sebaya, orang yang lebih muda, para pembesar, dan sebagainya. Tingkah-laku yang terpuji adalah yang bersifat sederhana. Pola hidup sederhana yang dicanangkan oleh pemerintah Republik Indonesia sejalan dengan sifat ideal orang Melayu. Sebagaimana penggalan dalam kitab Adat Raja-raja Melayu:
Syahdan maka lagi adalah yang dikehendaki oleh istiadat orang Melayu itu dan dibilang orang yang majelis yaitu apabila ada ia mengada ia atas sesuatu kelakuan melainkan dengan pertengahan jua adanya. Yakni daripada segala kelakuan dan perbuatan dan pakaian dan perkataan dan makanan dan perjalanannya, sekalian itu tiada dengan berlebih-lebihan dan dengan kekurangan, melainkan sekaliannya itu diadakan dengan keadaan yang sederhana jua adanya. Maka orang itulah yang dibilang anak yang majelis. Tambahan pula dengan adab pandai ia menyimpan dirinya. Maka tambah-tambahlah landib atau sindib adanya, seperti kata hukuman,
“Hendaklah kamu hukumkan
16
majelis makan, dan hukumkan matamutatkala melihat perempuan, dan tegahkan lidahmu dan pada banyak perkataan yang siasia dan tulikan telingamu dan pada perkataan-perkataan yang keji-keji”. Maka apabila sampailah seseorang kepada segala syarat ini ia itulah orang yang majelis namanya (Sujiman, 1983).22 Namun tidak dipungkiri bahwa media baru telah membawa angin buruk bagi sistem dan tata pergaulan orang-orang Melayu. Standarisasi tata keMelayuan saat ini bukan lagi menjadi sandaran hidup para remaja, tetapi ada kecenderungan menjadi trendsetter yang sifatnya sesaat dan dapat berubah kapan saja.
Muncul, berkembang dan redupnya suatu kebudayaan sangat tergantung pada faktor internal dan eksternal. Faktor internal berkaitan dengan sikap pendukung kebudayaan itu sendiri; sementara faktor eksternal berhubungan dengan penetrasi kebudayaan luar. Penetrasi kebudayaan luar merupakan konsekuensi logis dari pilihan untuk membuka relasi dengan kebudayaan lain. Namun, pengaruh dari penetrasi tersebut akan sangat tergantung pada pola respons pendukung kebudayaan yang bersangkutan. Dalam kerangka pemikiran di atas, maka, redup atau berkembangnya kebudayaan Melayu akan sangat tergantung pada orang Melayu, dalam mengembangkan kebudayaannya sendiri dan merespons penetrasi kebudayaan asing. Cabaran yang paling nyata saat ini adalah menindak lanjuti negara-negara barat terhadap dunia Melayu, yang telah membawa implikasi-implikasi tersendiri terhadap kehidupan orang-orang Melayu.
Konstruksi Realitas Seks Bebas Di Media (Framing)
Kebudayaan modern dan post-modern menimbulkan perubahan di berbagai aspek kehidupan dengan tingkat kecepatan yang mengejutkan. Perubahan itu dipicu oleh kecepatan pertukaran informasi yang disajikan setiap detiknya oleh televisi, radio
22 Sujiman, P. H. M. 1983. Adat Raja-raja Melayu.
Jakarta: Universitas Indonesia Press.
dan media-media lain (Adeney, 2004).23 Media-media informasi itu mengaburkan batas-batas fisik dan budaya sehingga menciptakan dunia baru dengan batas-batas wilayah dan nilai yang bersifat relatif, proses perubahan terpenting yang melanda masyarakat Melayu adalah perubahan cara berpikir dan cara memandang sistem dan tata pergaulan.
Dalam bukunya yang berjudul “Al Muqaddimah”, Ibnu Khaldun mengatakan bahwa budaya yang lebih kuat akan mempengaruhi budaya-budaya lain yang lebih lemah (Khaldun dalam Abdullah ; 2006).24 Di kalangan masyarakat Melayu yang sebagian besar hidup di negara-negara berkembang, kecenderungan untuk ikut menikmati produk kebudayaan modern terlihat sangat kuat. Masyarakat Melayu, dalam beberapa hal, mencontoh kebudayaan Barat, sehingga proses transformasi ideologi dan cara berpikir dari Barat berjalan dengan mulus. Dari sini muncul problem keberpihakan, yaitu keberpihakan terhadap produk-produk budaya Barat yang dapat dilihat melalui gaya hidup dan pola berpikir, yang mengindikasikan adanya perubahan karakter orang Melayu. Secara fisik, karakter orang Melayu tidak berubah, tetapi karakter kejiwaan telah mengalami perubahan
Media massa menjadi satu-satunya faktor dasar dalam perubahan tersebut. Perubahan-perubahan yang terjadi secara terus menerus mengakibatkan orasng Melayu mengalami krisis identitas. Orang-orang Melayu menjadi gamang dalam menghadapi perubahan sistem dan gaya kehidupan yang kerap dipertontonkan oleh media massa. Sehingga gaya hidup modern kemudian menjadi pilihan dan selalunya unsur budaya dan tradisi diketepikan.
Persoalan yang muncul dikalangan masyarakat Melayu merupakan sebuah konflik.25 Konflik biasa muncul tatkala
23 Adeney, T. Bernard. 2005. “Tantangan dan
Dampak Kebudayaan Modern dan Pasca
Modern” dalam Sociology of Religion Reader,
Benard T. Adeney (eds).Yogyakarta: CRCS.
24Abdullah, Irwan. 2006. Konstruksi dan Reproduksi
Kebudayaan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 25Konflik adalah fenomena sosial dan ia
17
masyarakat menanggapi fenomena sosial darikeseharian yang mereka alami. Dengan rentetan tayangan yang mengandung unsur seks bebas hadir dihadapan masyarakat setiap waktu, maka mau tidak mau masyarakat mengalami sebuah pengalaman baru yang terpampang di benaknya tentang peristiwa yang mungkin saja akan terjadi dalam dirinya. Ia akan mencoba menginternalisasikan dalam dirinya dan bahkan berakhir pada sebuah perubahan konstruksi sosial dirinya.
Dalam kajian media dan budaya, persoalan seks (seks bebas) dilihat sebagai konstruksi-konstruksi sosial yang secara intrinsik terimplikasi dalam persoalan-persoalan representasi. Menurut Hamad (2004) tentang “proses konstruksi realitas, prinsipnya setiap upaya “menceritakan” (konseptualisasi) sebuah peristiwa, keadaan, atau benda” tak terkecuali mengenai hal-hal yang berkaitan dengan prilaku seks bebas adalah usaha mengkonstruksi realitas.
Karena sifat dan faktanya bahwa pekerjaan media massa adalah menceritakan peristiwa-peristiwa,maka kesibukan utama media massa adalah mengkonstruksi berbagai realitas yang akan disiarkan. Media menyusun realitas dari berbagai peristiwa yang terjadi hingga menjadi cerita atau wacana yang bermakna. Dengan demikian seluruh isi media tiada lain adalah realitas yang telah
yang terlibat di dalamnya. Artinya masyarakat menyadari dan merasakan bahwa konflik itu muncul dalam dalam dunia sehari-hari. Konflik juga sebagai suatu proses sosial, proses perubahan dari tatanan sosial yang lama ke tatanan sosial yang berbeda. Konflik antar komunitas dalam masyarakat didefinisikan sebagai suatu kondisi wajar tetapi bila sudah melibatkan kekerasan kewajaran konflik menjadi tidak lagi. Konflik bersifat inheren dalam kesadaran masyarakat sehingga selalu ada gambaran yang nyata tentang fenomena tersebut. Bahkan masyarakat menyimpan pengalaman tentang konflik sebagai pengetahuan dan realitas sosial mereka.
dikonstruksikan (Constructed reality) dalam bentuk wacana yang bermakna.26
Dalam proses konstruksi realitas, bahasa adalah unsur utama27. Ia merupakan instrument pokok untuk menceritakan realitas. Bahasa adalah alat konseptualisasi dan alat narasi. Dalam konteks media massa ,keberadaan bahasa ini tidak lagi sebagai alat semata untuk menggambarkan sebuah realitas melainkan bisa menentukan gambaran (makna citra) mengenai suatu realitas realitas media yang akan muncul di benak khalayak. Oleh karena persoalan makna itulah,maka penggunaan bahasa berpengaruh terhadap konstruksi realitas,terlebih atas hasilnya (makna atau citra). Penggunaan bahasa tertentu dengan demikian berimplikasi pada bentuk konstruksi realitas dan makna yang dikandungnya. Pilihan kata dan cara penyajian suatu realitas ikut menentukan struktur konstruksi realitas dan makna yang muncul darinya.
Keberadaan bahasa tidak hanya sebatas menggambarkan realitas sosial, tetapi bisa menggambarkan realita sosial yang bakalan muncul di benak khalayak. Hal tersebut dilakukan dengan beragam cara seperti mengembangkan kosakata baru beserta makna asosiatifnya, memperluas makna dan istilah yang ada, mengganti makna lama sebuah istilah dengan makna yang baru serta menetapkan konvensi makna yang telah ada kedalam suatu sistem bahasa.28 Oleh karena persoalan makna itulah, maka penggunaan bahasa berpengaruh terhadap konstruksi realitas, terlebih atas maknanya. Sebabnya ialah bahasa mengandung makna.
Konstruksi realitas sosial bernama seks bebas, merupakan hasil konstruksi sosial yang dibangun oleh media massa. Melalui bahasa-bahasa yang tabu kemudian disampaikan berulang kali atau dengan kata baru dengan makna asosiatifnya, memunculkan sebuah makna yang baru. Ketika makna baru ini
26 Hamad Ibnu, 2004. Konstruksi Realitas Politik
Dalam Media Massa; Sebuah Studi Critical Dissourse Analysis Terhadap Berita-berita Politik. Granit. Jakarta
27 Berger L. Luckman, Ibid
28 De Fluer, Sandra Ball-Rokeach. 1989. Theories of
Mass Communication. 5th Edition. New
18
disampaikan secara berterusan dan dianggapsebagai sebuah bahasa “gaul” maka makna seks bebas menjadi barang “mainan”. Secara umum mereka tampilkan dalam tayangan hiburan seperti sinetron remaja, infotainment, film-film asia dan box office serta tayangan yang berupa investigasi layaknya reality show.
Tidak hanya bahasa, aspek lainnya baik berupa penggunaan pakaian, sikap aktor, dan atribut lainnya memberikan makna prilaku seks bebas. Lihat saja tayangan comedy Pesbuker, Campur-campur, YKS, Sinetron-sinetron remaja dan bahkan kepada gerakan-gerakan dalam tarian. Sebagian besar mempresentasikan betapa keadaan demikian yang mengarah kepada pornografi mulai dianggap “halal”.
Kemudahan akses informasi yang ada saat ini sudah semestinya media massa berkontribusi dalam peningkatan pengetahuan dan pemahaman remaja tentang pendidikan seks. Upaya peningkatan pengetahuan dan pemahaman oleh media dapat dilakukan dengan menghasilkan sebuah tayangan yang komprehensif [29] dengan cara mengemas tayangan kreatif yang mengandung unsur pemberitahuan, memotivasi penonton secara personal maupun kelembagaan tentang isu-isu kesehatan kepada profesional kesehatan, kelompok-kelompok, pembuat kebijakan yang pada akhirnya dapat meningkatkan hasil kesehatan reproduksi.[30] Namun sayangnya hal ini tidak dilakukan oleh media massa kebanyakan. Rating dan income menjadi dasar utama dalam pembentukan materi tayangan.
Konstruksi seks bebas di media massa berlaku melalui konsep framing. Frame adalah sebuah pririsip di mana pengalaman dan realitas yang kompleks tersebut diorganisasi secara subjektif. Lewat frame itu, orang melihat realitas dengan pandangan tertentu dan melihat sebagai sesuatu yang bermakna dan beraturan. Frame media mengorganisasikan realitas kehidupan
29 Arrens,W.F., 1999. Contemporery Advertising. (7th
ed.) USA : MC Graw-Hill
30 Schoivo. R,. 2007. Health Communication ; From
Theory to Practice. Jossey Bass
hari dan akan ditransformasikan ke dalam sebuah cerita.31
Ada dua karakteristik penting dari pendekatan
konstruksionis.32Pertama,pendekatan
konstruksionis menekankan pada politik pemaknaan dan proses bagaimana seseorang membuat gambaran tentang realitas. Bagaimana kita berpikir dan berperilaku dalam kehidupan sehari-hari umumnya ditentukan oleh bagaimana kita memahami realitas. Makna bukanlah sesuatu yang absolut, konsep statik yang ditemukan dalam suatu pesan. Makna adalah suatu proses aktif yang ditafsirkan seseorang dalam suatu pesan.
Kedua, pendekatan konstruksionis
memandang kegiatan komunikasi sebagai proses yang dinamis. Pendekatan konstruksionis memeriksa bagaimana pembentukan pesan dari sisi komunikator, dan dalam sisi penerima ia memeriksa bagaimana konstruksi makna individu ketika menerima pesan. Pesan bukanlah mirror of reality yang menampilkan fakta apa adanya. Yang menjadi titik perhatian dalam pendekatan konstruksionis bukanlah pesan (message), tetapi makna. Dalam menyampaikan pesan, seseorang menyusun citra tertentu atau merangkai ucapan tertentu dalam memberikan gambaran tentang realitas.33
Dalam konteks ini invasi budaya terjadi sebagai akibat dari pemetaan dan penganalisisan media massa terhadap keadaan sosial secara komprehensif. Pemetaan dan penganalisisan yang mereka (media massa) lakukan dengan cara menseleksi beberapa aspek dari suatu pemahaman atas realitas, dan membuatnya lebih menonjol di dalam suatu teks yang dikomunikasikan sedemikian rupa sehingga mempromosikan sebuah definisi permasalahan yang khusus, interpretasi kausal, evaluasi moral, dan atau merekomendasikan penanganannya. Melalui
31 Eriyanto, Analisis Wacana, Pengantar Analisis
Teks Media, Yogyakarta : LKiS, 2001
32 Peter L Berger dan Thomas Luckman. 1990. Tafsir
Sosial atas Kenyataan, Jakarta : LP3S
33 Eriyanto, 2002. Analisis Framing: Konstruksi,
19
upaya tersebut mereka (media massa) merekamampu menjelaskan dengan cara yang tepat hingga dapat mempengaruhi atas kesadaran manusia yang didesak oleh transfer (atau komunikasi) informasi melalui sebuah ucapan, ungkapan, sikap dan prilaku.34
KESIMPULAN
Penelitian ini menggunakan metode
kualitatif dengan pengumpulan informasi
secara acak terhadap 100 orang remaja
Melayu (15
–
20 tahun) sekolah dan
mahasiswa di Kota Pekanbaru. Dengan
menggunakan tabulasi frekuensi keatas
jawaban
responden,
diperoleh
hasil
penelitian yang menunjukkan bahwa 57%
responden menonton selama 19-21 jam
seminggu. Seramai 23 % remaja menonton
22-25 jam seminggu dan sisanya seramai 10
% responden menonton selama kurang dari
18
Jam
seminggu.
Jika
dilakukan
rekapitulasi
terdapat
79,94%
remaja
menonton selama 19-25 jam seminggu.
Diantara tayangan yang mereka tonton
seramai 72% responden menonton tayangan
sinetron dan film box office(mancanegara),
kemudian seramai 28% responden menonton
beragam tayangan lainnya seperti berita,
ajang
pencarian
bakat,
olahraga
dan
tayangan realiti show lainnya. Sedangkan
keterdedahan mereka terhadap tayangan
bernuansa budaya khususnya Melayu yang
dipaparkan dibeberapa media lokal Riau
sangat sedikit. Seramai 93 % responden
mengaku
tidak
pernah
menyaksikan
tayangan bernuansa Melayu di stasiun TV
lokal Riau, dan sisanya 7 % responden
mengaku menonton tayangan bernuansa
Melayu di stasiun TV lokal Riau.
Derasnya arus informasi modern melalui
media massa menyebabkan kedudukan
budaya Melayu kian terpuruk. Keterlibatan
masyarakat (remaja) Melayu terhadap media
massa dengan rentetan budaya popular jauh
lebih
tinggi
ketimbang
keterlibatan
34 River, W.L., Jenson, J.W., and Peterson, Theodore,
2003.Media Massa dan Masyarakat
Modern, edisi kedua. Jakarta : Prenada Media
masyarakat (remaja) Melayu dengan konten
budaya Melayu itu sendiri. Invansi budaya
Melayu oleh konten media massa melalui
perspektif prilaku seks bebas akhir-akhir ini
semakin mengkhawatirkan. Angka-angka
data sebagai hasil perlakuan seks yang tidak
pada tempatnya yang terhimpun dari
berbagai sumber terus meningkat dari tahun
ketahun. Media massa sebagai agen tunggal
konstruksi sosial di masyarakat ternyata jauh
lebih
berpengaruh
ketimbang
budaya
(Melayu) yang telah tertanam sejak lama.
Keterpaksaan masyarakat untuk menerima
informasi dan pengakuan atas modernitas
membawa masyarakat pada sebuah konflik.
Keupayaan melalui proses pemetaan dan
penganalisisan
(framing)
media
massa
mampu merubah paradigma masyarakat
tentang
kehidupan
sosial.
Akhirnya
masyarakat dipaksa dan terdesak untuk terus
berjalan diatas rel yang telah ditentukan oleh
konten media massa. Sayangnya, Melayu
sebagai budaya yang sejak lama ada tidak
mampu mengimbangi kedigdayaan konten
media yang ada saat ini.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Irwan. 2006. Konstruksi dan Reproduksi Kebudayaan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Adeney, T. Bernard. 2005. “Tantangan dan Dampak Kebudayaan Modern dan Pasca Modern” dalam Sociology of Religion Reader, Benard T. Adeney (eds).Yogyakarta: CRCS.
Alford, S. Hauser. D. 2009. Adolescent Sexual health in Europe and the USA ; Why the Different ? Advocates for Youth. Washington
Arrens,W.F., 1999. Contemporery Advertising. (7th ed.) USA : MC Graw-Hill
Brown. J.D, 2002. Mass Media Influences on Sexuality. The Journal Of Sex Ressearch. Vol.39, No. 1
20
Darroch, Jacquelin. E., Jenny Higgins, David j.Landry, Sushela Singh. 2003. Factors Associated with the Content of Sex Education in U.S Public Secondary Schools ; Perspectives on Sexual and Reproductive Health. Vol. 3 No. 5
De Fluer, Sandra Ball-Rokeach. 1989. Theories of Mass Communication. 5th Edition. New York-Longman.
Enid Gruber., Joel W. Gruber. 2000. Adolescent Sexualty and The Media ; a Review of Current Knowledge and Implication. Western Journal of Medicine. Vol 172. No. 3
Eriyanto, Analisis Wacana, Pengantar Analisis Teks Media, Yogyakarta : LKiS, 2001
Eriyanto, 2002. Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media, Yogyakarta: LKiS,
Hamad Ibnu, 2004. Konstruksi Realitas Politik Dalam Media Massa; Sebuah Studi Critical Dissourse Analysis Terhadap Berita-berita Politik. Granit. Jakarta
Ibrahim Marwah Daud, (2003), Citra Perempuan Dalam Media; Eksploitasi dan Sensasi Sadistik. Dalam Taufik Ismail, Ignas Kleden, dkk.Horison Essai Indonesia, Bekerja sama dengan The Asia Foundation.
Mehta, S., Riet Groenen and Francisco Roque. 2002. Adolescent in Changing Times : Issues and Perspective for Adolescent Reproduction Health in The Escape Region. Unites Nation Social and Economic for Asia the Pasific. Bangkok. Thailand
Merson., M.H. 2006. The HIV-AIDS Pandemic at 25 – The Global response. The New england Journal of Medicine. Vol. 3. No. 54
Papalia, D.E.,Olds,S.W., and Feldman. R., 2001. Human Development (8th ed.). Boston. Mc Graw-Hill
Peter L Berger dan Thomas Luckman. 1990. Tafsir Sosial atas Kenyataan, Jakarta : LP3S
River, W.L., Jenson, J.W., and Peterson, Theodore, 2003.Media Massa dan Masyarakat Modern, edisi kedua. Jakarta : Prenada Media
Santrock, J.W. 2001. Adolesence. (8th ed). North America : Mc Grew-Hill.
Schoivo. R,. 2007. Health Communication ; From Theory to Practice. Jossey Bass
Stella, B. Tambashe, B.O., Vondrasek, C. 2005. Parental Factors and Sexual Risk Taking Among Young People in Cote d’Ivoire. African Journal of Reproduction Health. Vol 9. No. 1
Sujiman, P. H. M. 1983. Adat Raja-raja Melayu. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Suryanto dan Kuwatono. 2010. Peran Media Massa Dalam Prilaku Seksual Remaja Di Kota Semarang. Jurnal Semai Komunikasi. Vol. 1 No. 1
Tanudjaja. B.B., 2007. Pengaruh Media Komunikasi Massa Terhadap Popular Culture Dalam Kajian Budaya/Cultural Studies. NIRMANA, VOL.9, NO. 2
Victor C. Strasburger. 2010. Sexuality, Contraception and the Media. Pediatric. Vol. 126 No. 3
Vidyarini. T. N., 2008. Budaya Populer Dalam Kemasa Televisi. Jurnal Ilmiah SCRIPTURA, Vol. 2, No. 1
Sumber Website
Detiknews.com Jumat, 7 April 2006
Riauaktual.comJumat,01 Februari 2013 108csr.com. Jum’at 13 September 2013 http://m.jpnn.com/news.php?id=197477.
Video porno anak SMP Jakarta beredar Luar ; DPR Minta pelakunya Dilindung. Jum’at, 25 Oktober 2013
Sumber Buletin/Surat Kabar
Hizbut Tahrir. 2013. Buletin Dakwah : Darurat Seks Bebas Remaja. Al Islam edisi 678