• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBEDAAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DAN SUSU FORMULA TERHADAP STATUS GIZI BAYI UMUR 7-12 BULAN DI DESA REKSOSARI KEC. SURUH KAB.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERBEDAAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DAN SUSU FORMULA TERHADAP STATUS GIZI BAYI UMUR 7-12 BULAN DI DESA REKSOSARI KEC. SURUH KAB."

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

PERBEDAAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DAN SUSU FORMULA TERHADAP STATUS GIZI BAYI UMUR 7-12 BULAN DI DESA REKSOSARI

KEC. SURUH KAB. SEMARANG Naori Atika1), Rini Susanti2) Heni Setyowati3)

Akademi Kebidanan Ngudi Waluyo Email:UP2M@AKBIDngudiwaluyo

INTISARI

Atika, Naori T. 2014; Perbedaan Pemberian ASI Eksklusif Dan Susu Formula Terhadap

Status Gizi Bayi Umur 7-12 Bulan Di Desa Reksosari Kec. Suruh Kab. Semarang. Karya

Tulis Ilmiah. D III Akademi Kebidanan Ngudi Waluyo Ungaran. Pembimbing I : Rini Susanti, S.SiT, M.Kes., II : Heni Setyowati, S.SiT, M.Kes.

Keadaan gizi yang baik merupakan salah satu unsure penting. Kekurangan gizi, terutama pada bayi akan menghambat proses tumbuh kembang anak dalam upaya pencapaian derajat kesehatan yang optimal untuk meningkatkan mutu kehidupan bangsa. Pertumbuhan dan perkembangan bayi sebagian besar ditentukan oleh jumlah ASI (Air Susu Ibu) yang diperoleh, termasuk energi dan zat gizi lainnya yang terkandung didalam ASI.

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif komparatif dengan pendekatan cross sectional. Populasi yang digunakan adalah bayi umur 7-12 bulan di Desa Reksosari Suruh Kabupaten Semarang dengan memperhatikan kriteria inklusi dan eksklusi yaitu sebanyak 34 bayi.

Dari hasil penelitian didapatkan 17 bayi yang diberikan ASI eksklusif, 15 bayi (88,2%) memiliki gizi baik dan 2 bayi (11,8%) memiliki gizi kurang. Dari 17 bayi yang diberikan susu formula, 9 bayi (52,9%) memiliki gizi lebih dan 2 bayi (11,8%) memiliki gizi kurang. Berdasarkan uji Mann Whitney didapatkan nilai Z hitung sebesar -2,694 dengan p-value 0,020 < α (0,05) maka dapat disimpulkan ada perbedaan yang signifikan pemberian ASI eksklusif dan susu formula terhadap status gizi bayi umur 7-12 bulan di Desa Reksosari Suruh Kabupaten Semarang.

Tenaga kesehatan diharapkan mampu mempromosikan kesehatan tentang pemberian ASI eksklusif sejak lahir sampai umur 6 bulan sehingga menekan kejadian status gizi kurang atau lebih dan mengajarkan pada ibu cara memeras ASI dan cara menyimpan ASI yang benar (misalnya poster, pamphlet, dan penyuluhan kepada para ibu).

Kata kunci : ASI Eksklusif, Susu Formula, Status Gizi

PENDAHULUAN Latar Belakang

Keadaan gizi yang baik merupakan salah satu unsur yang sangat penting. Kekurangan gizi, terutama pada bayi akan menghambat proses tumbuh kembang anak dalam upaya pencapaian derajat

kesehatan yang optimal untuk

meningkatkan mutu kehidupan bangsa. Secara umum terdapat dua faktor utama

yang berpengaruh terhadap faktor tumbuh kembang anak, yaitu faktor genetik dan faktor lingkungan. Faktor genetik dapat disebabkan dari perkembangan janin pada saat di dalam kandungan yang kurang sempurna. Faktor lingkungan yang

dimaksud merupakan lingkungan

biopsikososial yang mempengaruhi individu setiap hari mulai dari konsepsi sampai akhir hayatnya (Purwitasari, 2009).

(2)

Pertumbuhan dan perkembangan bayi sebagian besar ditentukan oleh jumlah ASI yang diperoleh termasuk energi dan zat gizi lainnya yang terkandung di dalam ASI tersebut. ASI tanpa bahan makanan lain dapat mencukupi kebutuhan pertumbuhan sampai usia sekitar empat bulan. Setelah itu ASI hanya berfungsi sebagai sumber protein, vitamin dan mineral utama untuk bayi yang mendapat makanan tambahan yang tertumpu pada beras. Pembangunan bangsa, peningkatan kualitas manusia harus dimulai sedini mungkin yaitu sejak dini yaitu sejak masih bayi, salah satu faktor yang memegang peranan penting dalam peningkatan kualitas manusia adalah pemberian Air Susu Ibu (ASI). Pemberian ASI semaksimal mungkin merupakan kegiatan penting dalam pemeliharaan anak dan persiapan generasi penerus di masa depan. Akhir-akhir ini sering dibicarakan tentang peningkatan penggunaan ASI. Selanjutnya bayi perlu mendapatkan makanan pendamping ASI kemudian pemberian ASI di teruskan sampai anak berusia dua tahun (Depkes RI, 2009).

Hampir semua bayi 96,3% di Indonesia pernah mendapat Air Susu Ibu(ASI). Sebanyak 8% bayi lahir mendapat ASI dalam 1 jam setelah lahir dan 53% bayi mendapat ASI pada hari pertama,rata-ratanya lamanya pemberian ASI Eksklusif hanya 1,7 bulan (Soetjiningsih,2002). Hal ini menunjukkan bahwa minuman selain ASI dan MP-ASI sudah mulai di berikan pada usia lebih dini. Peningkatan persentase bayi di bawah umur 4 bulan yang mendapat ASI eksklusif meningkat daripada tahun1997, namun peningkatan itu masih terlalu kecil, dari 52% menjadi 55% (Roesli,2002). Angka menyusui eksklusif masih rendah karena umumnya pengetahuan (informasi) yang belum sampai tentang manfaat dan cara menyusui yang benar (SDKI,2007).

Air susu ibu (ASI) adalah makanan yang terbaik yang dapat diberikan oleh seorang ibu kepada bayinya. Komposisi dalam ASI sesuai untuk pertumbuhan dan

perkembangan bayi pada setiap saat, ASI juga mengandung zat pelindung yang dapat menghindari bayi dari berbagai penyakit infeksi. Dipandang dari sudut ekonomi pemberian ASI juga sangat menguntungkan baik bagi keluarga maupun negara (Perinasia, 2004).

Berdasarkan penelitian WHO (2000) di enam negara berkembang, resiko kematian bayi antara usia 9-12 bulan meningkat 40% jika bayi tersebut tidak disusui, bayi berusia dibawah dua bulan angka kematiannya meningkat menjadi 48% (Roesli, 2008). Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Cohen dan kawan-kawan di Amerika pada tahun 1995 diperoleh bahwa 25% ibu-ibu yang memberikan ASI secara eksklusif pada bayi dan 75% ibu-ibu yang memberikan susu formula pada bayi. Bayi yang mendapatkan ASI secara eksklusif lebih jarang terserang penyakit dibandingkan dengan bayi yang memperoleh susu formula, karena susu formula memerlukan alat-alat yang bersih dan perhitungan takaran susu yang tepat sesuai dengan umur bayi. Hal ini membutuhkan pengetahuan ibu yang cukup tentang dampak pemberian susu formula (Roesli, 2000). Pemberian ASI eksklusif pada bayi sampai usia sebulan setelah kelahirannya hanya 25-80%, lebih buruk lagi di daerah kumuh perkotaan (Jakarta, Makassar, Surabaya dan Semarang) pemberian itu hanya sampai 40%, bahkan ada bayi yang baru berumur dua minggu sudah diberikan makanan lain (Amiruddin, 2006). Hal ini dapat terjadi karena sosial ekonomi orang tua yang kurang dan faktor gizi ibu menyusui yang kurang.

Hampir semua bayi 96,3% di Indonesia pernah mendapat Air Susu Ibu(ASI). Sebanyak 8% bayi lahir mendapat ASI dalam 1 jam setelah lahir dan 53% bayi mendapat ASI pada hari pertama,rata-ratanya lamanya pemberian ASI Eksklusif hanya 1,7 bulan (Soetjiningsih,2002). Hal ini menunjukkan bahwa minuman selain ASI dan MP-ASI sudah mulai di berikan pada usia lebih dini. Peningkatan

(3)

persentase bayi di bawah umur 4 bulan yang mendapat ASI eksklusifmeningkat daripada tahun1997,namun peningkatan itu masih terlalu kecil, dari 52% menjadi 55% (Roesli,2002). Angka menyusui eksklusif masih rendah karena umumnya pengetahuan (informasi) yang belum sampai tentang manfaat dan cara menyusui yang benar (SDKI,2007).

Berdasarkan studi pendahuluan di desa Reksosari, Kec. Suruh, Kab. Semarang didapatkan terdapat data balita yang usia 7-12 bulan sebanyak 65 orang. Hasil wawancara pada 10 ibu yang telah menyusui bayinya pada usia 0-6 bulan ada 6 ibu yang mengatakan memberikan susu formula pada bayinya dan ada 4 ibu yang mengatakan telah memberikan ASI saja. Dilihat dari catatan grafik berat badan pada buku KMS, bayi yang diberi susu

formula lebih cepat mengalami

pertambahan berat badan dibandingan bayi yang diberi ASI eksklusif. Selain itu, pada bayi yang diberi susu formula juga lebih sering mengalami sakit seperti diare, demam, maupun batuk pilek. Maka dari itu, pemberian ASI eksklusif maupun susu formula sangat mempengaruhi status gizi bayi. Berdasarkan hal tersebut peneliti tertarik meneliti tentang perbedaan pemberian ASI eksklusif dan susu formula terhadap status gizi bayi usia 7-12 bulan. Tujuan Penelitian

Tujuan Umum: Menganalisis perbedaan pemberian ASI eksklusif dan susu formula terhadap status gizi bayi usia 7-12 bulan di desa Reksosari Kec. Suruh Kab. Semarang.

Tujuan Khusus : a).Mendiskripsikan pemberian ASI eksklusif terhadap status gizi bayi usia 7-12 bulan di desa Reksosari

Kec. Suruh Kab. Semarang.

b).Mendiskripsikan pemberian susu formula terhadap status gizi bayi usia 7-12 bulan oleh ibu menyusui di desa Reksosari Kec. Suruh Kab. Semarang. c).Mengetahui perbedaan pemberian ASI eksklusif dan susu formula terhadap status gizi bayi usia

7-12 bulan di desa Reksosari Kec. Suruh Kab. Semarang.

Manfaat Penelitian

Bagi Tenaga Kesehatan: Informasi mengenai perbedaan pemberian ASI Eksklusif dan susu formula terhadap status gizi bayi usia 7-12 bulan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam usaha mensukseskan program ASI Eksklusif.

Bagi Masyarakat :Hasil penelitian mendatang dapat di jadikan masukan bagi masyarakat umum khususnya ibu-ibu menyusui untuk menyusui bayinya secara eksklusif.

Bagi peneliti : Menambah pengetahuan serta dapat memperoleh pengalaman dalam melakukan penelitian tentang kebidanan khususnya tentang perbedaan pemberian ASI eksklusif dan susu formula terhadap status gizi bayi usia 7-12 bulan.

METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian

Desain penelitian merupakan rencana penelitian yang disusun sedemikian rupa sehingga peneliti dapat memperoleh

jawaban terhadap pertanyaan

penelitiannya. Pengertian yang lebih sempit, desain penelitian mengacu pada jenis atau macam penelitian yang dipilih untuk mencapai tujuan penelitian. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif komparatif yaitu penelitian dengan menggunakan metode studi perbandingan dilakukan dengan cara membandingkan persamaan dan perbedaan sebagai fenomena untuk mencari factor-faktor apa, atau situasi bagaimana yang menyebabkan timbulnya suatu peristiwa tersebut. Berdasarkan tujuan penelitian desain penelitian menggunakan pendekatan cross sectional, yaitu suatu rancangan penelitian dengan melakukan pengukuran atau pengamatan pada saat bersamaan (sekali waktu) antara faktor risiko atau paparan dengan penyakit (Hidayat,2010).

(4)

Populasi dan Sampel

Populasi penelitian adalah semua bayi yang berumur 7-12 bulan yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi di Desa Reksosari Suruh Kabupaten Semarang berjumlah 34 bayi. Sampel dalam penelitian ini adalah semua bayi yang berumur 7-12 bulan yang ada di Desa Reksosari Suruh Kabupaten Semarang .

HASIL PENELITIAN Karakteristik Responden

a. Jenis Kelamin

Tabel 1 Distribusi Frekuensi Ber-dasarkan Jenis Kelamin Bayi di Desa Reksosari Suruh Kabupaten Semarang, 2014

Jenis Kelamin

ASI eksklusif Susu Formula

f % f % Laki-laki Perempuan 9 8 52,9 47,1 8 9 47,1 52,9 Jumlah 17 100,0 17 100,0

Berdasarkan tabel 4.1, dapat diketahui bahwa dari 17 responden bayi yang diberi ASI eksklusif lebih banyak berjenis kelamin laki-laki sejumlah 9 bayi (52,9%), dari 17 responden bayi yang diberi susu formula lebih banyak berjenis kelamin perempuan sejumlah 9 bayi (52,9%). b. Umur

Tabel 4.2 Statistik Deskriptif Berdasarkan Umur Bayi di Desa Reksosari Suruh Kabupaten Semarang, 2014 Kelompok n Mean (bulan) SD (bulan) Min (bulan) Max (bulan) ASI Eksklusif Susu Formula 17 17 8,71 8,53 1,359 1,179 7 7 11 11

Berdasarkan tabel 4.2, dapat diketahui bahwa dari 17 responden bayi yang diberi ASI eksklusif, rata-rata umur bayi adalah 8,71 bulan dengan umur paling muda 7 bulan dan paling tua 11 bulan, sedangkan dari 17 responden bayi yang diberi susu formula rata-rata umur bayi 8,53 dengan umur paling muda 7 bulan dan paling tua 11 bulan.

c. Berat Badan

Tabel 4.3 Statistik Deskriptif Berdasarkan Berat Badan Bayi di Desa Reksosari

Suruh Kabupaten Semarang, 2014 Kelompok n Mean (kg) SD (kg) Min (kg) Max (kg) ASI Eksklusif Susu Formula 17 17 7,124 9,276 0,853 1,709 6,3 6,3 9,8 11,7

Berdasarkan tabel 4.3, dapat diketahui bahwa dari 17 responden bayi yang diberi ASI eksklusif, rata-rata berat badan bayi adalah 7,124 kg dengan berat badan minimum 6,3 kg dan berat badan maksimum 9,8 kg, sedangkan dari 17 responden bayi yang diberi susu formula, rata-rata berat badan bayi adalah 9,276 kg dengan berat badan minimum 6,3 kg dan berat badan maksimum 11,7 kg.

Analisis Univariat

Analisis univariat dalam penelitian menyajikan hasil analisis gambaran status gizi pada bayi yang diberikan ASI eksklusif dan pada bayi yang diberi susu formula di desa Reksosari Kec. Suruh Kab. Semarang.

Status Gizi pada Bayi yang Diberikan ASI Eksklusif

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Status Gizi pada Bayi yang Diberikan ASI eksklusif di Desa Reksosari Suruh Kabupaten Semarang, 2014 Status Gizi Frekuensi Persentase (%) Kurang Baik Lebih 2 15 0 11,8 88,2 0,0 Jumlah 17 100,0

Berdasarkan tabel 4.4, dapat diketahui bahwa dari 17 bayi yang diberikan ASI eksklusif di Desa Reksosari Suruh Kabupaten Semarang, sebagian besar memiliki status gizi baik, yaitu sejumlah 15 bayi (88,2%), sedangkan 2 bayi (11,8%) lainnya memiliki status gizi kurang.

(5)

d. Status Gizi pada Bayi yang Diberikan Susu Formula

Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Status Gizi pada Bayi yang Diberikan Susu Formula di Desa

Reksosari Suruh

Kabupaten Semarang, 2014

Status Gizi Frekuensi Persentase (%) Kurang Baik Lebih 2 6 9 11,8 35,3 52,9 Jumlah 17 100,0

Berdasarkan tabel 4.5, dapat diketahui bahwa dari 17 bayi yang diberikan susu formula di Desa Reksosari Suruh Kabupaten Semarang, sebagian besar memiliki status gizi lebih, yaitu sejumlah 9 bayi (52,9%), sedangkan yang memiliki status gizi kurang sejumlah 2 bayi (11,8%), dan 6 bayi (35,3%) memiliki status gizi baik.

Analisis Bivariat

Analisis bivariat pada bagian ini menyajikan hasil analisis perbedaan pemberian ASI eksklusif dan susu formula terhadap status gizi bayi usia 7-12 bulan di desa Reksosari Kec. Suruh Kab. Semarang, untuk mengetahui perbedaan ini dilakukan uji Mann Whitney. Hal ini dikarenakan data yang dipakai berbentuk ordinal (kategorik), sehingga pengujian harus menggunakan uji statistik non parametrik dalam hal ini menggunakan uji Mann Whitney.

Tabel 4.6 Perbedaan Pemberian ASI eksklusif dan Susu Formula terhadap Status Gizi Bayi Usia 7-12 Bulan di desa Reksosari Kec. Suruh Kab. Semarang, 2014 Kelompok N Mean Rank Z p-value ASI Eksklusif Susu Formula 17 17 13,53 21,47 -2,694 0,020

Berdasarkan uji Mann Whitney sebagaimana disajikan pada tabel 4.6 diperoleh nilai Z hitung = -2,694 dengan

p-value = 0,020, oleh karena p-value (0,020) < α (0,05), disimpulkan bahwa ada perbedaan secara bermakna pemberian ASI eksklusif dan susu formula terhadap status gizi bayi usia 7-12 bulan di desa Reksosari Kec. Suruh Kab. Semarang. Perbedaan ini terlihat dari hasil analisis univariat, dimana bayi dengan status gizi baik, lebih banyak terjadi pada bayi yang diberikan ASI eksklusif sejumlah 15 bayi (88,%) dibandingkan bayi yang diberikan susu formula sejumlah 6 bayi (35,3%).

PEMBAHASAN

Bagian ini penulis akan memaparkan tentang pembahasan antara hasil penelitian dengan teori yang sudah ada dan analisis dari peneliti. Di dalam pembahasan ini antara lain hasil peneliti dan teori dibandingkan untuk mencapai titik temu ataupun kesenjangan dan kemudian akan dibahas. Di dalam bab ini hasil penelitian yang akan dibahas adalah perbedaan pemberian ASI eksklusif dan susu formula terhadap status gizi bayi umur 7-12 bulan di Desa Reksosari Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang.

Status Gizi Pada Bayi yang diberi ASI Eksklusif

Tabel 4.4 tentang distribusi frekuensi berdasarkan status gizi pada bayi yang diberikan ASI eksklusif sebagian besar memiliki status gizi baik yaitu 15 bayi (88,2%), dan yang memiliki status gizi kurang sebanyak 2 bayi (11,8%).

Dari hasil penelitian yang dilakukan, bayi yang diberi ASI eksklusif cenderung memiliki status gizi lebih baik dibandingkan bayi yang diberikan susu formula. Hal ini menunjukkan banyak ibu yang masih memperhatikan status gizi bayinya, dalam hal ini adalah berat badan bayi, sehingga 88,2% bayi memiliki status gizi baik.

Menurut Acandra (2009), ASI merupakan makanan yang paling cocok untuk bayi karena mempunyai nilai gizi yang paling tinggi dibandingkan makanan bayi yang dibuat oleh manusia ataupun susu yang berasal dari hewan, seperti susu

(6)

sapi, susu kerbau atau susu kambing. Sedangkan menurut Judiastuty (2009), ASI eksklusif merupakan pemberian Air Susu Ibu (ASI) saja pada bayi yang diberikan pada bayi baru lahir hingga usianya mencapai 6 bulan. Pemberian ASI eksklusif hanya diberikan untuk bayi yang berumur 0-6 bulan, apabila bayi yang berumur < 6 bulan tapi sudah diberikan makanan selain ASI seperti susu formula, bubur, roti dan berbagai macam makanan, berarti bayi tidak bisa dikatakan menggunakan ASI eksklusif lagi.

Keunggulan ASI adalah ASI

mengandung zat gizi berkualitas tinggi

berguna untuk pertumbuhan dan

perkembangan bayi dan mengandung komposisi sesuai kebutuhan yang diperlukan bayi. Maka bayi yang diberi ASI eksklusif cenderung memiliki status gizi yang baik karena disebabkan gizi yang cukup yang diperoleh bayi dalam ASI. Adapun bayi yang sudah diberi ASI eksklusif, namun masih memiliki status gizi kurang, ini disebabkan karena faktor ibu, seperti faktor psikologis ibu maupun

makanan yang dikonsumsi ibu

(Prasetyono,2009).

Terdapat 2 bayi (11,8%) yang diberikan ASI eksklusif namun memiliki gizi kurang. Hal ini disebabkan karena pengaruh makanan yang dikonsumsi ibu. Ibu kurang memperhatikan asupan nutrisinya sehingga berpengaruh terhadap ASI yang diberikan kepada bayinya. Hal ini sesuai dengan teori menurut Prasetyono (2009), yang menyatakan bahwa bayi yang sudah diberi ASI eksklusif namun masih memiliki status gizi kurang, disebabkan karena faktor ibu, seperti faktor psikologis ibu maupun makanan yang dikonsumsi ibu.

Status Gizi Pada Bayi yang diberi Susu Formula

Tabel 4.5 tentang distribusi frekuensi berdasarkan status gizi pada bayi yang diberikan susu formula diketahui bahwa sebagian besar memiliki status gizi lebih yaitu 9 bayi (52,9%), sedangkan bayi yang

memiliki status gizi kurang sejumlah 2 bayi (11,8%).

Berdasarkan hasil penelitian, ada 17 bayi yang diberikan susu formula dimana 9 bayi (52,9%) dengan status lebih. Bayi yang memiliki status gizi lebih ini disebabkan karena bayi banyak mendapat asupan susu formula. Bayi tersebut cenderung memiliki status gizi lebih karena kandungan susu formula yang tersedia jelas berbeda dengan kandungan gizi yang terdapat dalam ASI. Kandungan dalam susu formula lebih banyak mengandung pemanis buatansehingga dapat sangat cepat menaikkan berat badan bayi. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa Berat badan bayi yang mendapat ASI eksklusif meningkat lebih lambat dibanding bayi yang mendapat susu formula (MPASI). Hal ini tidak berarti bahwa berat badan yang lebih besar pada bayi yang mendapat susu formula lebih baik dibanding bayi yang mendapat ASI. Berat badan berlebih pada bayi yang mendapat susu formula justru menandakan terjadinya kegemukan (obesitas). Karena dengan pemberian ASI eksklusif status gizi bayi akan baik dan mencapai pertumbuhan yang sesuai dengan usianya (Hariyani, 2011). Sedangkan 2 bayi (11,8%) dengan status gizi kurang karena bayi tidak mendapat asupan susu formula yang mencukupi. Diketahui bahwa bayi yang diberikan susu formula, tidak diberikan ASI eksklusif karena kurangnya kesadaran akan pentingnya ASI eksklusif. Selain itu, banyak ibu yang beranggapan bahwa bayi yang hanya diberikan ASI saja tidak bisa mencukupi kebutuhan nutrisi bayi dan ada yang beranggapan bahwa menyusui dapat menjadikan bentuk tubuh ibu tidak menarik lagi. Sehingga ibu memberikan susu formula sebagai pengganti ASI.

Selain karena faktor social budaya sangat berpengaruh, seperti beberapa ibu yang tinggal di Desa Reksosari Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang yang bekerja, maka ibu tidak memberikan ASI eksklusif dikarenakan waktu yang jarang dirumah

(7)

dan tidak mengetahui cara memberikan ASI perah. Padahal seperti yang kita ketahui, pada usia 0-6 bulan organ pencernaan bayi belum sempurna dan apabila bayi diberikan makanan selain ASI, dapat menyebabkan terjadinya alergi pada bayi sehingga dapat terjadi reaksi sakit perut atau diare pada bayi. Karena tidak adanya kandungan immunoglobulin pada susu formula seperti yang terkandung dalam ASI.

Banyaknya kandungan positif dalam

susu formula tentunya sangat

menggiurkan, khususnya bagi orangtua yang ingin anaknya menjadi pintar. Namun, tidak ada satupun susu formula yang bisa seperti ASI, ASI tetap merupakan makanan yang paling baik untuk bayi karena semua zat gizi yang dibutuhkan terkandung di dalam ASI (Baskoro, 2008). Menurut Indiarti dan Sukaca (2009), masalah yang sering muncul pada bayi yang diberikan susu formula adalah alergi pada bayi yang biasanya terjadi pada organ pencernaan dengan gejala muntah dan diare kronik dan konstipasi. Pada umumnya susu formula bayi dibuat dari susu sapi yang diubah komposisinya hingga dapat dipakai sebagai pengganti ASI.

Perbedaan Pemberian ASI Eksklusif dan Susu Formula Terhadap Status Gizi Bayi Umur 7-12 Bulan di Desa Reksosari Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang.

Berdasarkan tabel 4.5, terdapat 17 bayi yang diberikan susu formula, sebanyak 9 bayi (52,9%) memiliki status gizi lebih, sedangkan 2 bayi (11,8%) memiliki status gizi kurang. Dengan uji

Mann Whitney digunakan untuk

mengetahui perbedaan dengan status gizi bayi 7-12 bulan yang diberi ASI eksklusif dengan yang diberi susu formula di Desa Reksosari Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang didapatkan nilai Z hitung = -2,694 dengan p-value = 0,020 , oleh karena p-value (0,020) < α (0,05), maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan secara bermakna pemberian ASI eksklusif

dan susu formula terhadap status gizi bayi usia 7-12 bulan di Desa Reksosari Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang, karena nilai Z hitung > Z tabel (-1,96). Perbedaan ini terlihat dari hasil analisis univariat, dimana bayi dengan status gizi baik, lebih banyak terjadi pada bayi yang diberikan ASI eksklusif sejumlah 15 bayi (88,2%) dibandingkan bayi yang diberikan susu formula sejumlah 6 bayi (35,3%). Ini menunjukkan dengan diberikannya ASI eksklusif pada bayi dapat berpengaruh terhadap pertumbuhannya atau status gizi bayi lebih baik dibandingkan bayi yang diberikan susu formula. Dikarenakan pada usia 0-6 bulan ASI eksklusif sangat dibutuhkan, karena system pencernaan belum sempurna, maka hanya ASI lah yang menjadi makanan terbaik baginya. Berarti, hal ini sesuai dengan teori, bahwa pemberian makanan selain ASI pada bayi yang berumur < 6 bulan, dapat menyebabkan alergi atau bayi mengalami penyakit seperti diare, itu terjadi karena pencernaan bayi belum siap untuk menerima makanan selain ASI.

Terdapat 9 bayi (52,9%) memiliki status gizi lebih. Ini menunjukkan

pemberian susu formula dapat

mempercepat pertambahan berat badan bayi pada saat umur 0-6 bulan, karena bayi mendapatkan nutrisi yang tidak sesuai dengan yang dibutuhkan. Hal ini sama dengan teori bahwa pemberian susu formula pada bayi akan mempercepat kenaikan berat badan bayi secara drastis. Dikarenakan kandungan susu formula yang tersedia di pasaran jelas berbeda dengan kandungan gizi yang terdapat dalam ASI. Kandungan dalam susu formula lebih banyak mengandung pemanis buatan sehingga dapat sangat cepat menaikkan berat badan bayi. Hal ini dapat menyebabkan berat badan bayi tidak normal atau tidak sesuai dengan umurnya dan menyebabkan bayi mengalami gizi lebih.

Selain itu terdapat 6 bayi (35,3%) yang diberikan susu formula namun memiliki status gizi baik. Hal ini bukan

(8)

berarti menjadikan alasan ibu untuk tidak memberikan ASI eksklusif pada bayi, karena bayi yang memiliki status gizi baik walaupun diberi susu formula, tentu saja bayi mengalami penurunan system imun dalam tubuh. Sehingga berdasarkan penelitian, bayi tersebut mudah terjangkit penyakit dan akhirnya bayi mengalami gangguan pertumbuhan.

Terdapat sifat antibody berupa laktoferin di dalam ASI yang merupakan suatu protein yang mengikat zat besi agar tidak dimanfaatkan oleh bakteri-bakteri usus yang berbahaya sebagai media berkembangbiak. Oleh karena pemberian zat besi atau makanan tambahan kepada bayi harus segera dihindari, karena dapat mempengaruhi daya perlindungan yang diberikan oleh laktoferin yang terdapat didalam ASI. Maka bayi yang berumur 0-6 bulan sebaiknya hanya diberikan ASI saja, apabila bayi diberikan makanan atau minuman tambahan selain ASI, resiko bayi terkena alergi atau terkena diare karena usus bayi belum mampu untuk mengolah makanan yang masuk selain ASI. Bayi yang tidak diberi ASI eksklusif mudah terjangkit penyakit. Dari sinilah banyak angka kejadian bayi mengalami penurunan berat badan (Judiastuty, 2009).

Kandungan ASI yang berperan dalam pertumbuhan bayi dilihat dari protein, lemak, elektrolit, enzim dan hormone dalam ASI. Protein ASI dibentuk dalam ribosom pada reticulum endoplasma yang terdiri dari kasein, alpha laktabumin dan beta laktoglobulin. Alpha laktabumin adalah 25-30% dari total protein ASI yang merupakan penyedia asam amino untuk pertumbuhan bayi. Lemak adalah bahan penyusun yang penting bagi system syaraf. Asam lemak dalam ASI memungkinkan bayi memperoleh energy cukup dan dapat membentuk myelin dalam susunan syaraf. ASI mengandung elektrolit (natrium, kalium, klorida) sangat rendah dibandingkan susu sapi sehingga tidak memberatkan beban ginjal. Enzim dalam ASI berperan secara tidak langsung terhadap pertumbuhan dimana bila fungsi

enzim dalam berbagai proses metabolisme tubuh terganggu maka pertumbuhan juga akan terganggu. ASI mengandung beberapa hormon dan factor pertumbuhan. Hormone dalam ASI terdiri dari kortisol, somatostatin, laktogenik, oksitosin, prolaktin. Factor pertumbuhan terdiri dari factor pertumbuhan epidermal, insulin, laktoferin dan faktor-faktor yang secara spesifik berasal dari sel putih epitel. (Arifin, 2009)

Kandungan pemanis buatan yang terlalu banyak dalam susu formula yang banyak dijual di pasaran menyebabkan kenaikan berat badan sangat cepat pada bayi yang diberikan susu formula. Hal ini menyebabkan bayi-bayi yang diberi susu formula mempunyai berat badan yang tidak normal, karena bayi-bayi tersebut kebanyakan mengalami kelebihan berat badan atau yang sering disebut obesitas. (Prasetyono,2009)

Menurut WHO (2002), ASI

merupakan satu-satunya makanan terbaik bagi bayi sampai bayi berumur 6 bulan karena mempunyai komposisi gizi yang palin ideal untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi yang dapat memenuhi kebutuhan gizi bayi selama 6 bulan pertama. Rekomendasi pemberian ASI saja yang dikenal sebagai ASI eksklusif sampai 6 bulan didasarkan pada bukti ilmiah tercukupinya kebutuhan bayi dan lebih baiknya pertumbuhan bayi yang mendapat ASI eksklusif serta menurunkan angka morbiditas. Bayi yang diberikan ASI eksklusif cenderung memiliki status gizi yang baik. Terbukti di lahan, bayi yang diberikan ASI eksklusif status gizinya lebih baik.

Menurut Arifin (2004), factor-faktor yang mempengaruhi pemberian ASI eksklusif antara lain banyaknya ibu-ibu yang bekerja. Sehingga bayi diberikan susu formula karena ibu tidak sempat memberikan ASI saat bekerja. Di lahan banyak ditemukan ibu-ibu yang bekerja dan tidak memberikan ASI mereka secara eksklusif pada bayinya. Budaya modern dan perilaku masyarakat yang meniru

(9)

negara barat, mendesak para ibu untuk segera menyapih bayinya dan memberikan air susu buatan pada bayi mereka saat umur 0-6 bulan. Di lahan pun banyak ditemukan ibu yang sudah menyapih bayinya sebelum umur 6 bulan. Mereka menganggap bayi yang diberikan ASI saja kurang kenyang, sehingga perlu disapih agar bayi kelihatan kenyang.

Dari hasil penelitian, dapat menunjukkan bahwa bayi yang diberikan ASI eksklusif memiliki status gizi yang lebih baik daripada bayi yang diberi susu formula. Hal ini dapat menjadi masukan bagi para ibu untuk selalu memberikan ASI eksklusif pada bayi mereka terutama pada umur 0-6 bulan. Oleh karena terciptalah bayi-bayi Indonesia yang memiliki status gizi yang baik dengan memiliki berat badan yang normal sesuai dengan umur mereka.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Hasil penelitian tentang perbedaan pemberian ASI eksklusif dan susu formula terhadap status gizi bayi umur 7-12 bulan di Desa Reksosari Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang dapat disimpulkan bahwa :

Status gizi dari 17 bayi yang diberikan ASI eksklusif di Desa Reksosari Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang yaitu 15 bayi (88,2%) memiliki status gizi baik dan 2 bayi (11,8%) lainnya memiliki status gizi kurang.

Status gizi dari 17 bayi yang diberikan susu formula di Desa Reksosari Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang yaitu 9 bayi (52,9%) memiliki status gizi lebih sedangkan 2 bayi (11,8%) memiliki status gizi kurang.

Berdasarkan uji Mann Whitney didapatkan nilai Z hitung = -2,694 dengan p-value sebesar 0,020. Oleh karena p-value 0,020 < α (0,05) disimpulkan bahwa ada perbedaan secara bermakna pemberian ASI eksklusif dan susu formula terhadap status gizi bayi umur 7-12 bulan di Desa

Reksosari Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang.

Saran

Bagi peneliti: Diharapkan pada penelitian selanjutnya dapat meneliti factor-faktor lain yang mempengaruhi status gizi bayi tidak hanya pemberian nutrisi, namun bisa karena factor lain yang dapat menyebabkan kejadian status gizi kurang atau lebih. Factor lain yaitu meliputi genetic, aktivitas, gangguan hormone, bangsa atau suku serta penyakit keturunan.

Bagi institusi: Diharapkan dapat menambah referensi tentang status gizi bayi guna menunjang proses belajar mengajar.

Bagi petugas kesehatan: Diharapkan promosi kesehatan tentang pemberian ASI eksklusif sejak lahir sampai umur 6 bulan sehingga menekan kejadian status gizi kurang atau lebih dan mengajarkan pada ibu cara memeras ASI dan cara menyimpan ASI yang benar (misalnya poster, pamphlet, dan penyuluhan kepada para ibu).

Bagi masyarakat: Masyarakat diharapkan dapat memberikan ASI eksklusif pada bayi, dan mengurangi pemberian susu formula sehingga bayi dapat memiliki status gizi baik.

DAFTAR PUSTAKA

Adiningsih, 2010. Waspadai Gizi Balita. Elex media : Jakarta

Arikunto, 2006. Prosedur Penelitian Pendekatan Praktek. Rineka Cipta : Jakarta

Baskoro, Anton. 2008. ASI Panduan Praktis Ibu Menyusui. Banyu Media : Yogyakarta

Hidayat, 2007. Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisa Data. Salemba Medika : Jakarta Indriarti, dkk, 2009. Faktor-faktor Risiko

yang Berhubungan Terhadap Kejadian Kanker Payudara Wanita,

(10)

http://www.mep.undip.ac.id

diakses pada tanggal 20 Oktober 2013

Marimbi, 2010. Tumbuh Kembang, Status Gizi. Numed : Yogyakarta

Marmi, 2012. Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Pustaka Pelajar : Yogyakarta

Notoatmojo, 2010. Metediologi

PenelitianKesehatan. Rineka Cipta : Jakarta

Prasetyono, 2010. ASI Eksklusif. Diva Press : Jakarta

Purwanti, 2004. Konsep Penerapan ASI Eksklusif. Bandung : Cendekia Rosita, Syarifah. 2008. ASI Untuk

Kecerdasan Bayi. Ayyana : Yogyakarta

Rusmil, 2010. Gizi Pada Bayi. Numed : Yogyakarta

Supariasa,dkk, 2009. Penilaian Status Gizi. Jakarta : BIP

(11)

PERBEDAAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DAN SUSU FORMULA STATUS GIZI BAYI UMUR 7

KECAMATAN SURUH

AKADEMI KEBIDANAN NGUDI WALUYO

PERBEDAAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DAN SUSU FORMULA STATUS GIZI BAYI UMUR 7-12 BULAN DI DESA REKSOSARI

KECAMATAN SURUH KABUPATEN SEMARANG

ARTIKEL

Disusun Oleh : NAORI TSANI ATIKA

0111457

AKADEMI KEBIDANAN NGUDI WALUYO UNGARAN

2013/2014

PERBEDAAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DAN SUSU FORMULA TERHADAP DI DESA REKSOSARI

Referensi

Dokumen terkait

prinsip menulis pada berita kekerasan terhadap anak di Koran Merapi periode.

Uji Efektivitas Antidiabetes Fraksi Petroleum Eter Daun Mahoni (Swietenia macrophylla King) Terhadap Tikus Jantan Yang Diinduksi Glukosa.. Anisa Utami 1

Tujuan: Mendeskripsikan asuhan keperawatan pada pasien penyakit paru obstruktif kronik dengan masalah ketidakefektifan bersihan jalan nafas di Rumah Sakit PKU

Bab II kajian pustaka yang merupakan studi kepustakaan dan landasan toeritis dari berbagai referensi dan sumber literatur yang digunakan untuk membantu penulis

pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari

Terhadap calon fitofarmaka dapat dilakukan pengujian klinik pada manusia apabila sudah melalui penelitian toksisitas dan kegunaan pada hewan coba yang sesuai dan dinyatakan

1) Ketika tingkat suku bunga mengalami kenaikan, maka bank mengalami kenaikan pendapatan bunga dengan prosentase yang lebih besar dibanding dengan prosentase

TIMOR TENGAH SELATAN... TIMOR