• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Total Quality Management berawal dari definisi kualitas itu sendiri. Menurut Fandy Tjiptono dan Anastasia Diana (2003: 3):

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA. Total Quality Management berawal dari definisi kualitas itu sendiri. Menurut Fandy Tjiptono dan Anastasia Diana (2003: 3):"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

9 2.1 Total Quality Management (TQM)

2.1.1 Pengertian Total Quality Management (TQM)

Total Quality Management berawal dari definisi kualitas itu sendiri. Menurut Fandy Tjiptono dan Anastasia Diana (2003: 3):

“Kualitas terdiri dari kualitas segi desain dan kesesuaian dimana diantara keduanya terdapat beberapa kesamaan elemen-elemen yang terdiri dari kualitas meliputi usaha memenuhi atau melebihi harapan pelanggan. Kualitas mencakup produk dan jasa, manusia, proses dan lingkungan. Kualitas merupakan kondisi yang selalu berubah (misalnya apa yang dianggap merupakan kualitas saat ini mungkin dinggap kurang berkualitas pada masa yang akan datang.”

Sependapat dengan Fandy Tjiptono dan Anastasia Diana, menurut Vincent Garpersz (2001: 5): “Kualitas terdiri dari sejumlah keistimewaan produk, baik keistimewaan langsung maupun keistimewaan atraktif yang memenuhi keinginan pelanggan dan dengan demikian memberikan kepuasan atas penggunaan produk itu. Kualitas terdiri dari segala sesuatu yang bebas dari kekurangan atau kerusakan.”

Sedangkan ISO 8420 (Quality vocabulary) dalam Gaspersz (2003:5) : “Kualitas didefinisikan sebagai totalitas dari karakteristik dari suatu produk yang menunjang kemampuannya untuk menunjang kebutuhan yang dispesifikasikan atau ditetapkan. Kualitas sering diartikan sebagai kepuasaan pelanggan (customer statification) atau konfirmasi terhadap kebutuhan atau persyaratan (conformance to the requirement).”

Berdasarkan definisi-definsi di atas, penulis dapat menjelaskan bahwa kualitas adalah tingkat baik buruknya suatu produk yang dihasilkan ataupun jasa yang diberikan kepada pelanggan. Kualitas yang tertinggi dengan sendirinya, maka kualitas ini perlu dikelola dengan baik. Sistem pengelolaan kualitas di kenal

sebagai TQM. Berikut penjelasan mengenal Total Quality Management (TQM).

(2)

Menurut Gaspersz (2003:5) :

“TQM didefinisikan sebagai suatu cara meningkatkan performansi secara terus-menerus (continous performance improvement) pada setiap level operasi atau proses, dalam setiap area fungsional dari suatu organisasi, dengan menggunakan semua sumber daya manusia dan modal yang tersedia.”

Sedangkan menurut Nasution (2005:22) :

“TQM diartikan sebagai perpaduan semua fungsi manajemen, semua dibangun berdasarkan konsep kualitas, teamwork, produktifitas, dan kepuasan konsumen”.

Seperti Nasution, Tjiptono dan Anastasia Diana (2003:4) berpendapat bahwa TQM merupakan suatu pendekatan dalam menjalankan usaha untuk mencoba memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan secara terus menerus atas produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungannya. TQM menggambarkan penekanan mutu yang memicu seluruh organisasi mulai dari pemasok sampai konsumen. TQM menekankan pada komitmen manajemen untuk memiliki keinginan yang berkesinambungan bagi perusahaan untuk mencapai kesempurnaan disegala aspek barang dan jasa yang penting bagi konsumen Heizer dan Render (2001:98). Dengan kata lain TQM merupakan suatu sistem manajemen yang berfokus kepada orang yang bertujuan untuk meningkatkan secara berkelanjutan kepuasan pelanggan pada biaya yang sesungguhnya secara berkelanjutan terus menerus menurut Mulyadi dan Johny (1998:181).

Berdasarkan pengertian tersebut penulis dapat menjelaskan bahwa TQM adalah suatu alat manajemen dalam meningkatkan kualitas dalam suatu perusahaan yang bertujuan memaksimalkan daya saing organisasi melalui

(3)

perbaikan terus menerus atas produk, jasa manusia, proses, dan lingkungannya baik di barang maupun jasa bagi konumen.

2.1.2 Unsur-Unsur Total Quality Management (TQM)

Perbedaan TQM dengan pendekatan-pendekatan lain dalam menjalankan usaha adalah komponen-komponennya. Menurut Goetsch dan Davis seperti yang dikutip Fandy Tjiptono & Anastasia Diana (2003:15), komponen ini memiliki sepuluh unsur utama yang masing-masing akan dijelaskan sebagai berikut:

1. Fokus pada Pelanggan

Dalam TQM, baik pelanggan internal maupun pelanggan eksternal merupakan penggerak. Pelanggan eksternal menentukan kualitas produk atau jasa yang disampaikan kepada mereka, sedangkan pelanggan internal berperan besar dalam menentukan kualitas tenaga kerja, proses, dan lingkungan yang berhubungan dengan produk atau jasa.

2. Obsesi terhadap Kualitas

Dengan adanya kualitas yang telah ditetapkan, organisasi harus terobsesi untuk memenuhi atau melebihi apa yang telah ditentukan sebelumnya. Hal ini berarti bahwa semua karyawan pada tiap level berusaha melaksanakan setiap aspek pekerjaannya berdasarkan perspektif untuk melakukan segala sesuatunya dengan lebih baik.

3. Pendekatan Ilmiah

Pendekatan ini sangat diperlukan dalam penerapan TQM, terutama untuk mendesain pekerjaan dan dalam proses pengambilan keputusan dan pemecahan masalah yang berkaitan dengan pekerjaan yang didesain

(4)

tersebut. Dengan demikian, data diperlukan dan dipergunakan dalam menyusun patok duga (benchmark), memantau prestasi, dan melaksanakan perbaikan.

4. Komitmen Jangka Panjang

TQM merupakan suatu paradigma baru dalam melaksanakan bisnis. Untuk itu, dibutuhkan budaya perusahaan yang baru pula. Oleh karena itu, komitmen jangka panjang sangat penting guna mengadakan perubahan budaya penerapan TQM dapat berjalan dengan sukses.

5. Kerjasama Tim (Teamwork)

Dalam organisasi yang menerapkan TQM, kerjasama tim, kemitraan, dan hubungan dijalin dan dibina, baik antar karyawan perusahaan maupun pemasok, lembaga-lembaga pemerintah, dan masyarakat disekitarnya. 6. Perbaikan Sistem secara Berkesinambungan

Setiap produk dan atau jasa dihasilkan dengan memanfaatkan proses-proses tertentu di dalam suatu sistem/lingkungan. Oleh karena itu, sistem yang ada perlu diperbaiki secara terus-menerus agar kualitas yang dihasilkan dapat makin meningkat.

7. Pendidikan dan Pelatihan

Dalam menerapkan TQM, pendidikan dan pelatihan merupakan faktor yang fundamental untuk dapat berkembang dan bersaing dengan perusahaan lain, apalagi dalam era persaingan global.

(5)

8. Kebebasan yang Terkendali

Kebebesan yang timbul karena keterlibatan dan pemberdayaan tersebut merupakan hasil dari pengendalian yang terencana dan terlaksana dengan baik.

9. Kesatuan Tujuan

Agar TQM dapat diterapkan dengan baik, maka perusahaan harus memiliki kesatuan tujuan. Dengan demikian, setiap usaha dapat diarahkan pada tujuan yang sama. Kesatuan tujuan tersebut merupakan tujuan yang hendak dicapai oleh pihak perusahaan antara manajemen dan karyawan mengenai kondisi kerja yang ada dalam perusahaan, seperti meningkatkan laba perusahaan.

10. Adanya Keterlibatan dan Pemberdayaan Karyawan.

Agar dapat meningkatkan kemungkinan dihasilkannya keputusan yang baik, rencana yang baik, atau perbaikan yang lebih efektif, karena juga mencakup pandangan dan pemikiran dari pihak-pihak yang langsung berhubungan dengan situasi kerja serta meningkatkan ‘rasa memiliki’ dan tanggung jawab atas keputusan dengan melibatkan orang-orang yang harus melaksanakannya. Pemberdayaan bukan sekedar berarti melibatkan karyawan tetapi juga melibatkan mereka dengan memberikan pengaruh yang sungguh-sungguh berarti. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan menyusun pekerjaan yang memungkinkan para karyawan untuk mengambil keputusan mengenai perbaikan proses pekerjaannya dengan parameter yang ditetapkan dengan jelas (Meivert, 2013).

(6)

2.1.3 Prinsip Total Quality Management (TQM)

TQM merupakan suatu konsep yang berupaya melaksanakan sistem manajemen kualitas kelas dunia. Untuk itu diperlukan perubahan besar dalam budaya dan sistem nilai suatu organisasi. Menurut Hensler dan Brunell (2003) ada empat prinsip utama dalam TQM, yaitu:

1) Kepuasan pelanggan

2) Respek terhadap setiap orang 3) Manajemen berdasarkan fakta 4) Perbaikan secara berkesinambungan.

Kepuasan pelanggan merupakan hal yang penting bagi perusahaan, berkaitan dengan persaingan yang semakin ketat, kepuasan pelanggan akan menentukan tingkat keuntungan dan kerugian suatu organisasi (Lerbin dan Aritonang, 2005). Menurut Nasution (2005) respek terhadap setiap orang merupakan hal yang penting, setiap karyawan dipandang sebagai individu yang memiliki talenta dan kreativitas yang khas. Dengan demikian, karyawan merupakan sumber daya organisasi diperlakukan dengan baik dan diberi kesempatan untuk terlibat dan berpartisipasi dalam tim pengambil keputusan.

Menurut Tjiptono dan Anastasia (2003), maksud dari manajemen berdasarkan fakta yaitu setiap keputusan selalu didasarkan pada data, bukan hanya sekedar pada perasaan (feeling). Perusahaan kelas dunia berorientasi pada fakta. Terdapat dua konsep pokok yang berkaitan dengan hal ini. Pertama, prioritas (prioritazion), yaitu suatu konsep bahwa perbaikan tidak dapat dilakukan pada semua aspek pada saat yang bersamaan, mengingat sumber daya yang ada. Kedua, variasi atau variabilitas yang merupakan bagian yang wajar dari setiap sistem

(7)

organisasi. Dengan demikian, manajemen dapat memprediksikan hasil dari setiap keputusan dan tindakan yang dilakukan.

Perbaikan berkesinambungan dilakukan secara bertahap untuk membuat sesuatu agar bisa lebih baik. Perbaikan berkesinambungan melibatkan seluruh karyawan dalam perusahaan dan sumber daya finansial yang tidak terlalu besar namun memberikan dampak yang mengesankan (Perrault/Mc Charty, 2009).

2.1.4 Manfaat Total Quality Management (TQM)

Penerapan Total Quality Management yang efektif membawa pengaruh positif yang pada akhirnya akan memberikan manfaat bagi organisasi itu sendiri. Ada beberapa penerapan pengendalian mutu menurut Ishikawa (2005), antara lain:

1. Pengendalian mutu memungkinkan untuk membangun mutu di setiap

langkah proses produksi demi menghasilkan produk yang 100 % bebas cacat.

2. Pengendalian mutu memungkinkan perusahaan menemukan kesalahan

atau kegagalan sebelum akhirnya berubah menjadi musibah bagi perusahaan.

3. Pengendalian mutu memungkinkan desain produk mengikuti keinginan pelanggan secara efisien sehingga produknya selalu dibuat sesuai pilihan pelanggan.

4. Pengendalian mutu dapat membantu perusahaan menemukan data-data

(8)

Sedangkan mennurut Hessel yang dikutip oleh M. N Nasution (2002: 353) beberapa manfaat penerpan Total Qulity Management, antara lain:

1. Proses desain produk menjadi lebih efektif, yang akan berpengaruh kepada kinerja kualitas, yaitu keandalan produk, product features, dan serviceability.

2. Penyimpanan yang dapat dihindarkan pada proses produksi

mengakibatkan produk yang dihasilkan sesuai standar, meniadakan pekerjaan ulang, mengurangi waktu kerja, mengurangi kerja mesin, dan menghemat penggunaan material.

3. Hubungan jangka panjang dengan pelanggan akan berpengaruh positif bagi kinerja organisasi, antara lain dapat merespon kebutuhan pelanggan dengan lebih cepat, serta mengantisipasi perubahan kebutuhan pelanggan dan keinginan pelanggan.

4. Sikap pekerja yang baik menimbulkan partisipasi dan komitmen pekerjaan pada kualitas, rasa bangga bekerja secara optimal, perasaan tanggungjawab untuk meningkatkan kinerja organisasi.

Zulian Yamit (2001:186) berpendapat bahwa pelaksanaan Total Quality Manajemen tidak hanya bermanfaat bagi perusahaan saja, melainkan juga bermanfaat bagi pelanggan dan staff atau karyawan perussahaan. Manfaat Total QualityManajemen bagi pelanggan antara lain:

1. Sedikit atau bahkan tidak mmiliki masalah dengan produk atau pelayanan.

2. Kepedulian terhadap pelanggan lebih baik atau pelanggan lebih

(9)

3. Kepuasan pelanggan terjamin.

Manfaat Total Quality Manajemen bagi staff atau karyawan perusahaan menurut Zulian Yamit (2001:186) antara lain:

1. Adanya pemberdayaan karyawan. Perusahaan selalu melibatkan karyawan,

mengajak berdiskusi dan berpendapat. Mereka juga diserahkan tanggungjawab yang sesuai serta mendapatkan kesempatan untuk berkembang dan mendapatkan penghargaan atas prestasi yang diraih. 2. Karyawan jadi lebih terlatih dan berkemampuan.

3. Dengan adanya pemberdayaan karyawan tersebut merasa dirinya lebih dihargai dan diakui oleh perusahaan.

Menurut Tjiptono dan Diana (2001:10), perusahaan yang menerapkan teknik TQM akan memperoleh beberapa manfat utama yang pada akhirnya akan meningkatkan laba serta daya saing perusahaan yang bersangkutan antara lain: 1). Alternatif pertama yaitu alternatif pasar, 2). Alternatif kedua alternatif biaya. Alternatif pertama menjelaskan perusahaan dapat memperbaiki posisi persaingannya sehingga pangsa pasarnya semakin besar dan harga jualnya dapat lebih tinggi. Kedua hal ini mengarah pada meningkatnya penghasilan sehingga laba yang diperoleh juga semakin besar. Alternatif yang kedua menjelaskan perusahaan dapat meningkatkan output yang bebas dari kerusakan melalui upaya perbaikan kualitas. Hal ini menyebabkan biaya operasi perusahaan berkurang. Dengan demikian laba yang diperoleh meningkat.

(10)

2.1.5 Konsep Total Quality Manaement (TQM)

Total Quality Management adalah suatu sistem manajemen yang difokuskan pada seluruh orang atau tenaga kerja, yang mempunyai bagian untuk meningkatkan kepuasan pada pelanggan dengan memberikan kualitas yang sesuai dengan standar perusahaan, namun dengan pencapaian nilai lebih rendah dari nilai suatu produk atau jasa. Dalam konsep ini diperlukan suatu komitmen dari setiap anggota dalam organisasi atau perusahaan (Nasution, 2004: 24).

Ahli mutu Deming menggunakan 14 langkah untuk menetapkan perbaikan mutu, dan langkah-langkah tersebut dikembangkan menjadi 5 konsep efektif yang dikemukakan oleh Heizer dan Render (2001:99-100), terjemahan Sungkono yaitu:

1. Perbaikan Terus-menerus

2. Pemberdayaan Karyawan

3. Perbandingan Kinerja (Benchmarking)

4. Penyediaan Kebutuhan yang Tepat Waktu (Just-in Time) 5. Pengetahuan Mengenai Peralatan Total Quality Management

Tjiptono dan Anastasia (2003) menjelaskan perbaikan terus-menerus merupakan salah satu unsur TQM. Konsep perbaikan ditetapkan terhadap proses produk maupun orang yang melaksanakannya. Proses ini hanya dapat berhasil apabila disertai dengan usaha sumber daya manusia yang tepat. Heizer dan Render (2001) menjelaskan bahwa pemberdayaan karyawan untuk setiap proses yang diproduksi dilibatkan dalam manajemen perusahaan. Teknik untuk membangun pemberdayaan karyawan mencakup tindakan seperti membentuk jaringan komunikasi yang melibatkan karyawan, mendorok karyawan untuk bersukap terbuka dan sebagian motivator, dan membangun organisasi dengan sikap mental yang tinggi. Wibowo (2007) juga menjelaskan pemberdayaan karyawan

(11)

membutuhkan pengembangan target kerja yang akan dicapai sesuai standar dan tolok ukur agar dapat mengukur kinerja sendiri yang disebut dengan perbandingan kinerja.

Penyedia kebutuhan yang tepat waktu (Just In Time) merupakan pemikiran yang memperbaiki masalah yang cepat yang pada pengukuran kerja sesuai dengan target kerjanya (Heizer dan Render, 2001). Gaspersz (2001) menjelaskan bahwa pengetahuan mengenai peralatan TQM merupakan suatu aktivitas dari fungsi manajemen secara keseluruhan yang menentukan kebijaksanaan kualitas, tujuan-tujuan dan tanggung jawab.

Ahli mutu Deming (2001) menggunakan 14 langkah untuk menentukan perbaikan mutu, yaitu:

1. Ciptakan konsistensi tujuan.

2. Arahkan untuk perubahan yang lebih baik.

3. Realisasikan mutu ke dalam produk, hentikan ketergantungan kepada pemeriksa yang menemukan masalah.

4. Ciptakan hubungan jangka panjang berdasarkan kinerja sebagai ganti dari pemberian penghargaan pada bisnis berdasarkan ukuran harga.

5. Lakukan perbaikan terus-menerus baik barang maupun jasa. 6. Mulailah pelatihan karyawan.

7. Tekankan setiap kepemimpinan.

8. Hilangkan ketakutan.

9. Hilangkan hambatan-hambatan antar departemen.

10. Hindari nasihat tidak perlu kepadabkaryawan. 11. Dukung, bantu, dan perbaiki.

12. Hilangkan penghalang yang dapat merampok kebanggaan karyawan atas keahliannya.

13. Giatkan program pendidikan dan self-improvement.

14. Buatlah transformasi pekerjaan setiap orang dan siapkan setiap orang untuk mengerjakannya baik di barang maupun jasa bagi konumen.

(12)

2.1.6 Elemen Pendukung Total Quality Management (TQM)

Ada beberapa elemen-elemen pendukung di dalam Total Quality

Management, dan berikut ini adalah elemen-elemen pendukung di dalam Total Quality Managenent, menurut Banker (2002:41), terjemahan Hay, Oey Djoen adalah:

1. Kepemimpinan (Leadership)

2. Pendidikan dan Pelatihan (Education and Training) 3. Struktur Pendukung (Supportive Structure)

4. Komunikasi (Communication)

5. Penghargaan dan Pengakuan (Reward and Reognation) 6. Pengukuran (Measurement)

Kepemimpinan merupakan kemampuan untuk membangkitkan semangat orang lain agar bersedia dan memiliki tanggungjawab total terhadap usaha mencapai atau melampaui tujuan organisasi. Kepemimpinan sendiri tidak hanya berada pada posisi puncak struktur organisasi perusahaan, tetapi juga meliputi setiap level yang ada dalam organisasi (Nasution, 2005:200).

Pendidikan merupakan bagian dari pembelajaran. Pendidikan lebih bersifat filosofis dan teoritis. Walaupun demikian, pendidikan dan pelatihan memiliki tujuan yang sama, yaitu pembelajaran. Di dalam pembelajaran terdapat pemahaman secara implisit. Melalui pemahaman, karyawan dimungkinkan untuk menjadi seorang investor, pengambil inisiatif, pemecah masalah yang kreatif, serta menjadikan karyawan efektif dan efisien dalam melakukan pekerjaan. Tujuan pelatihan adalah untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap karyawan, serta meningkatkan kualitas dan produktivitas organisasi secara

(13)

keseluruhan sehingga organisasi menjadi lebih kompetitif (Tjiptono dan Anastasia, 2003).

Manajer senior mungkin memerlukan dukungan untuk melakukan perubahan yang dianggap perlu untuk melaksanakan suatu strategi untuk mencapai kualitas. Dukungan seperti itu mungkin biasa diperoleh di dalam organisasi dan mengenai sumber-sumber yang berhubungan dengan kualitas bagi tim manajer senior (Tinner dan Irving, 1994).

Menurut Sari dan Zuhrotun (2006) komunikasi merupakan hal yang sangat penting dalam filosopi TQM. Panduan dari manajemen merupakan kunci keberhasilan bahwa tindakan pegawai selaras dengan tujuan organisasi. Setiap individu dalam organisasi harus menciptakan aliran komunikasi yang sehat.

Program perbaikan mutu meningkatkan keterlibatan semua pegawai di dalam pekerjaan mereka, dan memberikan satu kesempatan tentang bagaimana pekerjaan mereka dapat dikerjakan secara lebih efektif. Banyak perusahaan juga menerapkan beberapa bentuk pengakuan bagi pemberian sumbangan bagi perbaikan mutu. Nilai keuangan dari setiap penghargaan maupun pada umumnya tidak demikian penting. Bagian terpenting adalah setiap proses pemberian penghargaan memungkinkan manajemen untuk memberi isyarat kepada semua pegawai bahwa mereka diberikan penghargaan yang baik untuk lebih berprestasi dalam pekerjaan (Hasan & Kerr, 2003).

Pengukuran sangat penting karena berguna untuk menentukan seberapa jauh pelanggan bahwa kebutuhan mereka benar-benar terpenuhi. Pengukuran terhadap kepuasan pelanggan juga menjadi hal yang sangat esensial bagi setiap

(14)

perusahaan atau organisasi TQM. Hal ini disebabkan karena hal tersebut dapat memberikan umpan balik dan masukan bagi keperluan pengembangan dan implementasi strategi peningkatan kepuasan pelanggan (Tjiptono dan Anastasia, 2003).

2.1.7 Faktor-Faktor yang Menyebabkan Kegagalan Implementasi TQM TQM merupakan suatu pendekatan baru dan menyeluruh yang membutuhkan perubahan total atas paradigma manajemen tradisional, komitmen jangka panjang, kesatuan tujuan, dan pelatihan-pelatihan khusus. Selain dikarenakan usaha pelaksanaan yang setengah hati dan harapan-harapan yang tidak terealistis, ada pula beberapa kesalahan yang secara umum dilakukan pada saat organisasi memulai inisiatif perbaikan kualitas. Beberapa kesalahan yang sering dilakukan menurut Fandy Tjiptono dan Anastasia Diana (2003:19-21) antara lain:

1. Delegasi kepemimpinan yang tidak baik dari manajemen senior. Inisiatif upaya perbaikan kualitas secara berkesinambungan sepatutnya dimulai dari pihak manajemen dimana mereka harus terlibat secara langsung dalam pelaksanaannya. Bila tanggungjawab tersebut didelegasikan kepada pihak lain (misalnya kepada pakar yang digaji) maka peluang terjadinya kegagalan sangat besar.

2. Team Mania

Organisasi perlu membentuk beberapa tim yang melibatkan semua karyawan. Untuk menunjang dan menumbuhkan kerja sama dalam tim, paling tidak ada dua hal yang perlu diperhatikan. Pertama, baik penyelia

(15)

maupun karyawan harus memiliki pemahaman yang baik terhadap perannya masing-masing. Penyelia perlu mempelajari cara menjadi pelatih yang efektif, sedangkan karyawan perlu mempelajari cara menjadi anggota tim yang baik. Kedua, organisasi harus melakukan perubahan budaya supaya kerja sama tim tersebut dapat berhasil. Apabila kedua hal tersebut tidak dilakukan sebelum pembentukan tim, maka hanya akan timbul masalah, bukannya pemecahan masalah.

3. Proses Penyebarluasan (deployement).

Ada organisasi yang mengembangkan inisiatif kualitas tanpa secara bersamaan mengembangkan rencna utuk menytukan rencana untuk menyatukannya dalam seluruh elemen organisasi (misalnya operasi, pemasaran, dan lainn-lain). Seharusnya pengembangan inisiatif tersebut juga melibatkan manajer, serikat pekerja, pemasok, dan bidang produksi lainnya, karena usaha meliputi pemikiran mengenai struktur, penghargaan, pengembangan keterampilan, pendidikan, dan kesadaran.

4. Menggunakan pendekatan yanag terbatas dan dogmatis.

Ada pula organisasi yang hanya menggunakan pendekatan Deming, pendekatan Juran, atau pendekatan Crosby dan hanya menerapkan prinsip-prinsip yang ditentukan disitu. Padahal tidak satu pun pendekatan yang disarankan oleh ketiga pakar tersebut maupun pakar-pakar kualitas lainnya yang merupakan satu pendekatan yang cocok untuk segala situasi. Bahkan para pakar kualitas mendorong organisasi untuk menyesuaikan program-program kualitas dengan kebutuhan mereka masing-masing.

(16)

5. Harapan yang terlalu berlebihan dan tidak realistis.

Bila hanya mengirim karyawan untuk mengikuti suatu pelatihan selama beberapa hari, bukan berarti telah membentuk keterampilan mereka. Masih dibutuhkan waktu untuk mendidik, mengilhami, dan membuat para karyawan sadar akan pentingnya kualitas. Selain itu dibutuhkan waktu yang cukup lama pula untuk mengimplementasikan perubahan-perubahan proses baru, bahkan sering kali perubahan tersebut memakan waktu yang sangat lama untuk sampai terasa pengaruhnya terhadap peningkatan kualitas dan daya saing perusahaan.

6. Empowerment yang bersifat premature.

Banyak perusahaan yang kurang memahami makna dari pemberian

empowerment (pemberdayaan) kepada para karyawan. Mereka

beranggapan bahwa karyawan telah dilatih dan diberi wewenang baru dalam mengambil suatu tindakan, maka para karyawan tersebut akan dapat menjadi self-directed dan memberikan hasil-hasil positif. Seringkali dalam praktik, karyawan tidak tahu apa yang harus dikerjakan setelah sesuatu pekerjaan diselesaikan. Oleh karena itu, mereka membutuhkan sasaran dan tujuan yang jelas sehingga tidak salah dalam melakukan sesuatu.

Faktor-faktor yang dapat mnyebabkan kegagalan implementasi TQM dapat ditimbulkan dari manajemen punncak dan karyawan. Manajemen puncak terkadang tidak memperhatikan dan mengikutsertakan karyawan dalam pelaksanaan TQM. Program TQM dan penerapannya didelegasikan pada pihak lain. Kegagalan implementasi TQM juga bisa disebabkan oleh karyawan yang

(17)

merasa terbebani dan tidak menyetujui program TQM karena tidak memahami peranan mereka dalam menjalankan program TQM. Manajamen dan karyawan tidak sepakat pada apa yang terjadi menjadi penghalang terlaksananya TQM dengan baik. Perusahaan kehilangan minat pada program TQM akibat dari kurangnya komitmen manajemen puncak dan karyawan juga dapat menjadi salah satu penyebab kegagalan implementasi TQM. Masalah lain yang lebih mendesak sering kali diprioritaskan oleh perusahaan sehingga tujuan yang menjadi target menjadi tidak jelas. Proses tidak dianalisis, sistem lemah dan prosedur tidak ditulis di atas kertas juga dapat mengakibatkan implementasi (Yamit, 2001:188).

2.2 Kinerja

2.2.1 Kinerja Perusahaan

Terdapat pengertian kinerja menurut beberapa ahli diantaranya:

Menurut Rivai dan Basri (2005) pengertian kinerja adalah kesediaan seseorang atau kelompok orang untuk melakukan sesuatu kegiatan dan menyempurnakannya sesuai dengan tanggung jawab dengan hasil seperti yang diharapkan.

Menurut Pabundu Tika (2006) Kinerja sebagai hasil-hasil fungsi pekerjaan/kegiatan seseorang atau kelompok dalam suatu organisasi yang dipengaruhi oleh berbagai faktor untuk mencapai tujuan organisasi dalam periode waktu tertentu.

Definisi kinerja menurut Malayu Hasibuan (2003: 94) Kinerja (prestasi kerja) adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan

(18)

tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan serta waktu.

Selanjutnya menurut Mulyadi (2007: 363) Kinerja juga didefinisikan sebagai keberhasilan personel dalam mewujudkan sasaran strategik di empat perspektif: keuangan, pelanggan, proses, pembelajaran dan pertumbuhan.

Adapun definisi kinerja menurut Anwar Prabu Mangkunegara (2005) Kinerja (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

Kinerja perusahaan adalah suatu usaha formal yang dilaksanakan perusahaan untuk mengevaluasi efisien dan efektivitas dari aktivitas perusahaan yang telah dilaksanakan pada periode waktu tertentu (Hanafi,2003: 69).

Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah hasil pencapaian kerja secara kualitas atau kuantitas dari perusahaan, baik kelompok maupun karyawan atas hasil kerja yang ingin dicapai sesuai dengan perencanaan awal.

2.2.2 Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja adalah penentuan secara periodik efektivitas operasional suatu organisasi, bagian organisasi, dan karyawannya berdasarkan sasaran, standar, dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Tujuan pokok penilaian kinerja adalah untuk memotivasi karyawan dalam mencapai sasaran organisasi

(19)

dan dalam mematuhi standar perilaku yang telah ditetapkan sebelumnya, agar membuahkan tindakan dan hasil yang diinginkan (Mulyadi 2001:416).

Penilaian kinerja menurut Atkinson (2001:51) adalah:

“The role of performance measurement in helping organization members to manage the value chain”. Atkinson pun berpendapat bahwa suatu penilaian kinerja sebaiknya didukung oleh beberapa indikator, yakni:

1. “Memperhatikan setiap aktivitas organisasi dan menekankan pada

perspektif pelanggan

2. Menilai setiap aktivitas dengan menggunakan alat ukur kinerja yang menekankan pada pelanggan

3. Memperhatikan semua aktivitas kinerja secara komprehensif yang

mempengaruhi pelanggan

4. Menyediakan informasi berupa umpan balik untuk membantu anggota organisasi mengenai permasalahan dan peluang untuk melakukan perbaikan”.

Menurut Gery dan Dessler (2001:14), ada 5 faktor yang popular dalam hal penilaian kinerja, yakni:

1. “Kualitas pekerjaan: akurasi ketelitian, penampilan, dan penerimaan keluaran

2. Kuantitas pekerjaan: volume keluaran dan kontribusi 3. Supervisi yang diperlukan: adanya saran, arahan perbaikan

4. Kehadiran: regulasi, dapat diandalkan dan terpercaya, tepat waktu

(20)

Berdasarkan penjelasan di atas, penilaian kinerja tidaklah hanya terbatas pada penilaian keuangan. Penilaian kinerja yang baik menilai dari sisi keuangan juga non keuangan. Sistem penilaian seperti ini dinamakan Balance Scorecard, sehingga balance scorecard menjadi alat ukur kinerja yang ideal.

2.2.3 Tujuan dan Manfaat Penilaian Kinerja

Penilaian perusahaan khususnya kinerja sering dilakukan untuk tujuan- tujuan di bawah ini, menurut Diah Kusuma Wardani (2008) tujuan penelitian kinerja adalah:

1. Agar perusahaan menunjukkan bahwa perusahaan memiliki nilai lebih dari perusahaan lain.

2. Untuk keperluan merger dan akuisisi, yaitu untuk mengetahui berapa nilai perusahaan dan nilai ekuitas dari masing-masing perusahaan.

3. Untuk kepentingan usaha, yang bertujuan untuk mengetahui apakah nilai usaha lebih besar daripada nilai likuiditasnya.

4. Memperoleh pembelanjaan penetapan besarnya pinjaman atau tambahan modal.

Menurut Mulyadi (2002: 420) penilaian kinerja dimanfaatkan manajemen yaitu untuk:

1. Mengelola operasi organisasi secara efektif dan efisien melalui pemotivasian karyawan secara maksimum.

2. Membantu pengambilan keputusan yang bersangkutan dengan karyawan, seperti: promosi, transfer, dan pemberhentian.

(21)

3. Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan karyawan dan untuk menyediakan kriteria seleksi dan evaluasi program pelatihan karyawan.

4. Menyediakan umpan balik bagi karyawan mengenai bagaimana atasan mereka menilai kinerja mereka

5. Menyediakan suatu dasar bagi distribusi penghargaan.

2.2.4 Pengertian Pengukuran Kinerja Perusahaan

Pengukuran kinerja merupakan proses untuk menentukan seberapa baik aktivitas-aktivitas bisnis dilaksanakan untuk mencapai tujuan strategis, mengeliminasi pemborosan-pemborosan, dan menyajikan informasi tepat waktu untuk melaksanakan penyempurnaan secara berkesinambungan (Supriyono, 2006: 22). Hansen dan Mowen (1995) membedakan pengukuran kinerja secara tradisional dan kontemporer. Pengukuran kinerja tradisional dilakukan dengan membandingkan kinerja aktual dengan kinerja yang dianggarkan atau biaya standar sesuai dengan karakteristik pertanggungjawabannya, sedangkan pengukuran kinerja kontemporer menggunakan aktivitas sebagai pondasinya.

Menurut Hiro Tugiman (1999: 1) mengatakan bahwa:

“Langkah awal penilaian kinerja adalah memilih alat ukur yang cocok, dimana alat ukur yang cocok adalah yang dipilih sesuai dengan perhatian manajemen pada semua aktivitas perusahaan”. Dengan demikian maka pengukuran menurut Hiro Tugiman (1999:1) meliputi seluruh aktivitas dari

(22)

berbagai level organisasi atau perusahaan. Aktivitas organisasi dapat dilihat dari dua aspek, yaitu:

a. Eksternal effectiveness yang pengukurannya berbasis pada stakeholders. b. Internal effectiveness yang pengukurannya berbasis pada efisiensi dan

produktivitas.

Anderson dan Clancy (1991) mendefinisikan pengukuran kinerja adalah: “Feedback from the accountant to management that provides informations about how well the actions represent the plans; it also identifies where managers may need to take corrections or adjusments in future planning ang cantrolling activities”.

Berdasarkan pengertian-pengertian pengukuran kinerja diatas penulis menarik kesimpulan bahwa pengukuran kinerja merupakan suatu mekanisme untuk menilai keberhasilan organisasi dalam pelaksanaan startegi yang telah ditetapkan. Pengukuran kinerja memberikan informasi yang dibutuhkan oleh manajemen untuk melakukan evaluasi ulang terhadap rencana, strategis, dan titik dimana perusahaan harus mengambil inisiatif perubahan penyesuaian atas aktivitas perencanaan dan pengendalian.

2.2.5 Tolak Ukur Pengukuran Kinerja

Memaksimalkan pengukuran kinerja, pengukuran kinerja harus

mempunyai tolak ukur yang dapat dijadikan persyaratan agar dapat disebut ukuran kinerja yang efektif. Sellenheim (1991:15) memberikan tolak ukur kinerja, sebagai berikut:

(23)

1. Dipicu oleh kebutuhan pelanggan. 2. Harus luwes untuk berubah. 3. Harus mudah dan sederhana.

4. Harus mencakup financial dan non financial.

5. Menyediakan dukungan yang baik.

Vitale dan Mavrinac (1995:44-47) mengemukakan tujuh buah indikator dalam menilai efektifitas sistem pengukuran kinerja organisasi, yaitu:

1. Kinerja yang baik atas aspek non finansial diikuti dengan aspek finansial.

2. Perusahaan mampu memperoleh pelanggan baru serta dapat

mempertahankan pelanggan yang telah ada.

3. Laporan pengukuran kinerja mendapat perhatian dan memiliki kegunaan bagi manajer.

4. Informasi finansial yang dihasilkan dapat dipahami manajer. 5. Kinerja finansial yang baik ikut tercermin dalam harga saham.

6. Secara terbuka, dilakukan perubahan-perubahan atas tolak ukur yang digunakan.

7. Tolak ukur kinerja yang digunakan diselaraskan dengan strategi

perusahaan.

2.2.6 Jenis - jenis Pengukuran Kinerja

Terdapat jenis-jenis ukuran kinerja yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja kuantitatif (Mulyadi, 2001:434) yaitu:

(24)

1. Ukuran Kriteria Tunggal (single criterion) adalah ukuran kinerja yang hanya menggunakan satu ukuran untuk menilai kinerja manajer.

2. Ukuran Kriteria Beragam (multiple criteria) adalah ukuran kinerja yang menggunakan berbagai macam ukuran untuk menilai kinerja manajer. 3. Ukuran Kriteria Gabungan (composite criteria) adalah ukuran kinerja

yang menggunakan berbagai macam ukuran, memperhitungkan bobot masing-masing ukuran, dan menghitung rata-ratanya sebagai ukuran menyeluruh kinerja manajer.

Mengevaluasi kinerja tentunya sangat dibutuhkan agar perusahaan mengetahui sampai sejauh mana keberhasilan perusahaan dalam menerapkan strategi. Kinerja memiliki ukuran untuk dapat mengukur impelementasi dari stategi yang digunakan. Jika ukuran-ukuran ini membaik, berarti perusahaan telah mengimplementasi strateginya. Dahulu kinerja perusahaan sering kali hanya melihat dari kinerja keuangan saja. Namun untuk saat ini kinerja keuangan saja tidak cukup dijadikan sebagai acuan karena beberapa alasan (1) manajemen berusaha untuk melakukan tindakan jangka pendek yang tidak sesuai dengan kepentingan jangkan panjang perusahaan. (2) Manajer menggunakan laba jangka pendek sebagai satu-satunya tujuan dapat medistorsi komunikasi antara manajer unit bisnis dengan manajemen senior. (3) Pengendalian keuangan yang ketat dapat memotivasi manajer untuk memanipulasi data (Robert dan Vijay 2005:170).

2.2.7 Pengukuran Kinerja melalui Balance Scorecard

Suatu contoh dari sistem ukuran kinerja adalah Balanced Scorecard. Balanced Scorecard terdiri dari dua kata yaitu balanced dan scorecard. Balanced

(25)

Scorecard dapat mendorong karyawan untuk dapat bertindak sesuai dengan kepentingan terbaik organisasi. Ini merupakan alat yang membantu fokus perusahaan, memperbaiki komunikasi, dan menetapkan tujuan organisasi.

Balanced Scorecard lebih dari sekedar sistem pengukuran taktis atau

operasional. Perusahaan menggunakan fokus pengukuran scorecard untuk

menghasilkan proses manajemen penting, Kaplan dan Norton (1996): 1. Memperjelas dan menerjemahkan visi dan strategi

Untuk menetapkan berbagai tujuan finansial, tim harus

mempertimbangkan apakah akan menitikberatkan kepada pertumbuhan pendapatan dan pasar, profitabilitas atau menghasilkan arus kas (cash flow). Khusus untuk perspektif pelanggan, tim manajemen harus menyatakan dengan jelas pelanggan dan segmen pasar yang diputuskan untuk dimasuki. Kemudian pengidentifikasi berbagai tujuan dan ukuran proses bisnis internal, identifikasi semacam ini merupakan salah satu inovasi dan manfaat utama dari pendekatan scorecard. Keterkaitan yang terakhir, tujuan pertumbuhan dan pembelajaran, memberi alasan logis terhadap adanya kebutuhan investasi yang besar untuk melatih ulang para pekerja, dalam teknologi dan informasi, serta dalam meningkatkan berbagai prosedur organisasional.

2. Mengkomunikasikan dan mengaitkan berbagai tujuan dan ukuran

strategis

Dapat dilakukan dengan cara memperlihatkan kepada tiap karyawan apa yang dilakukan perusahaan untuk mencapai apa yang menjadi keinginan

(26)

para pemegang saham dan konsumen. Hal ini bertujuan untuk mencapai kinerja karyawan yang baik.

3. Merencanakan, menetapkan sasaran, dan menyelaraskan berbagai

inisiatif strategis

Balanced scorecard sebagai dasar untuk mengalokasikan sumber daya dan mengatur mana yang lebih penting untuk diprioritaskan, akan menggerakkan kearah tujuan jangka panjang perusahaan secara menyeluruh

4. Meningkatkan umpan balik dan pembelajaran strategis

Proses ini adalah proses yang inovatif dan merupakan aspek yang paling penting. Proses ini memberikan kapabilitas bagi pembelajaran perusahaan pada tingkat eksekutif. Balanced scorecard memungkinkan manajer memantau dan menyesuaikan pelaksanaan stategi, dan jika perlu membuat perubahan mendasar terhadap strategi itu sendiri.

Balanced Scorecard menerjemahkan misi dan strategi organisasi dalam tujuan operasional dan ukuran kinerja dalam empat perspektif. Empat perspektif scorecard memberi keseimbangan antara tujuan jangka pendek dan jangka panjang. Menurut Kaplan dan Norton (2000), unit bisnis harus diberikan cita-cita dan diukur dalam empat perspektif berikut ini:

1. Perspektif Keuangan

Perspektif keuangan menetapkan tujuan kinerja keuangan jangka pendek dan jangka panjang. Perspektif keuangan mengacu pada konsekuensi

(27)

keuangan global dari ketiga perspektif lainnya. Jadi, tujuan dan ukuran lain harus dihubungkan dengan tujuan keuangan. Oleh Karena itu perusahaan perlu menentukan sasaran strategik dengan kemampuan perusahaan di bidang keuangan untuk berkembang dengan tahap-tahap berikut ini :

1. Tahap Growth

Perusahaan menghasilkan produk dan jasa yang memiliki potensi pertumbuhan. Untuk memanfaatkan potensi ini perusahaan harus melibatkan sumber daya yang cukup banyak, membangun dan memperluaas fasilitas produksi, infrastruktur dan jaringan distribusi yang akan mendukung terciptanya hubungan global. Mengingat tingginya tingkat investasi pada tahapan growth, maka salah satu tolak ukur yang dapat digunakan adalah tingkat pertumbuhan pendapatan atau penjualan.

2. Tahap Sustain

Perusahaan masih memiliki daya tarik bagi penanaman investasi dan investasi ulang, tetapi diharapkan mampu menghasilkan pengembalian modal yang cukup tinggi. Perusahaan diharapkan mampu mempertahankan pangsa pasar yang dimiliki dan secara bertahap tumbuh tahun demi tahun.

(28)

3. Tahap Harvest

Sasaran utamanya adalah meningkatkan pendayagunaan harta-harta perusahaan dalam rangka memaksimalkan arus kas masuk. Oleh karena itu, tolak ukur yang dapat digunakan adalah arus kas masuk kegiatan operasi perusahaan dan tingkat penurunan modal kerja (reduction rate in working capital).

2. Perspektif Pelanggan

Perspektif pelanggan adalah sumber komponen pendapatan dari tujuan keuangan. Perspektif ini mendefinisikan dan memilih pelanggan dari segmen pasar di mana perusahaan memutuskan untuk bersaing. Segmen yang dipilih mencerminkan keberadaan pelanggan tersebut sebagai sumber pendapatan.

1. Pengukuran inti pelanggan, adalah seperangkat indikasi pengukuran yang dapat digunakan oleh semua jenis bentuk organisasi, pengukurannya yaitu:

a. Pangsa pasar, pengukuran ini mencerminkan bagian yang dikuasai perusahaan atas keseluruhan pasar yang ada, baik diukur dengan jumlah pelanggan maupun jumlah rupiah atas unit yang dijual. b. Retensi pelanggan, mengukur tingkat dimana perusahaan berhasil

memelihara dan mempertahankan hubungan baik terus menerus dengan pelanggan.

c. Akuisisi pelanggan, mengukur berapa banyak perusahaan mampu menarik pelanggan baru atau memenangkan bisnis baru.

(29)

d. Kepuasan pelanggan, mengukur tingkat kepuasan pelanggan yang terkait dengan kriteria kinerja perusahaan. Pengukuran tingkat kepuasan pelanggan merupakan umpan balik seberapa baiknya pelanggan perusahaan telah dilayani.

e. Profitabilitas pelanggan, mengukur laba bersih yang dihasilkan perusahaan dari pelanggan setelah dikurangi biaya yang dikelurkan untuk memperoleh atau mempertahankan pelanggan tersebut. 2. Proporsi nilai pelanggan, adalah atribut yang diberikan perusahaan

kepada produk dan jaasa atau mencptakan kepuasan dan loyalitas perusahaan. Proporsi didasarkan pada atribut sebagai berikut:

a. Atribut produk atau jasa, meliputi fungsi, harga, kualitas dan waktu. Pelanggan memiliki preferensi yang berbeda-beda atas produk yang ditawarkan.

b. Hubungan pelanggan, menyangkut penyampaian produk dan jasa kepada pelanggan yang meliputi dimensi waktu penyerahan dan ketanggapan perusahaan atas permintaan pelanggan setelah produk atau jasa dibeli.

c. Citra dan reputasi, menggambarkan faktor-faktor yang tidak berwujud yang menarik seorang pelanggan untuk berhubugan dengan perusahaan.

3. Perspektif Bisnis Internal

Dalam perspektif ini perusahaan melakukan pengukuran terhadap semua aktifitas yang dilakukan oleh perusahaan untuk menciptakan suatu

(30)

produk yang dapat memberikan kepuasan tertentu bagi pelanggan dan juga pemegang saham. Ada tiga proses utama yaitu:

a. Proses inovasi, pada proses ini perusahaan berusaha menggali pemahaman tentang kebutuhan dari pelanggan dan menciptakan produk dan jasa yang mereka butuhkan. Contoh: riset pasar dapat menghasilkan produk atau jasa yang memenuhi kebutuhan pelanggan dalam bentuk, cita rasa, kualitas dan harga.

b. Proses operasi, Pada tahapan ini mencerminkan aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan mulai dari penerimaan order dari customer, pembuatan produk/jasa sampai dengan pengiriman produk/jasa tersebut kepada pelanggan. Pada tahap ini pengukuran kinerjanya dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu:

1. Peningkatan kualitas proses 2. Peningkatan efisiensi proses 3. Penurunan waktu proses

c. Proses pelayanan purna jual, proses ini merupakan jasa layanan kepada pelanggan setelah dilakukan penjualan produk atau jasa. Hal ini dilakukan agar para customer mempunyai loyalitas terhadap perusahaan.

4. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan

Suatu organisasi bisnis harus terus memperhatikan karyawannya, memantau kesejahteraan karyawan, dan meningkatkan pengetahuan karyawan, dalam proses ini terdapat tiga tujuan penting yaitu:

(31)

1. Kemampuan karyawan, ada tiga ukuran hasil kemampuan karyawan yaitu tingkat kepuasan karyawan, persentase pergantian karyawan, dan produktivitas karyawan.

2. Kemampuan sistem informasi, peningkatan sistem informasi berarti informasi yang lebih akurat dan tepat waktu pada karyawan, sehingga mereka dapat memperbaiki proses dan secara efektif melaksanakan proses baru.

3. Motivasi pemberdayaan dan kesejajaran, karyawan tidak hanya memiliki keahlian yang diperlukan namun juga memiliki kebebasan, motivasi dan inisiatif untuk menggunakan keahlian tersebut secara efektif.

Berdasarkan pendapat para ahli tentang kinerja perusahaan yang telah dijelaskan, maka dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah pencapaian seseorang atau kelompok dalam melaksanakan tugasnya didalam perusahaan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Kinerja didalam perusahaan dapat diukur salah satunya dengan menggunakan balanced scorecard. Balanced scorecard terbagi atas empat perspektif (Kaplan dan Norton, 2000) yaitu:

1. Perspektif Keuangan, Indikator:

 Penjualan meningkatan

 Laba perusahaan meningkat

 ROI (Return On Investment) telah tercapai 2. Perspektif Pelanggan, Indikator:

(32)

 Banyaknya keluhan dari pelanggan

 Produk cacat dan retur produk mengalami penurunan

3. Perspektif Bisnis Internal, Indikator:

 Adanya efisiensi bahan baku

 Siklus pemesanan hingga pengiriman barang tepat waktu

4. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan, Indikator:

 Tingkat kepuasan karyawan meningkat

 Pelatihan meningkatkan produktivitas karyawan

 Kebebasan untuk menggunakan keahlian karyawan

2.3 Kerangka Pemikiran

2.3.1 Pengaruh Penerapan Total Quality Management (TQM) Terhadap Kinerja Perusahaan

TQM dapat diartikan sebagai suatu filosopi manajemen yang bersifat holistik melalui perbaikan disegala fungsi organisasi secara berkelanjut untuk menghasilkan produk yang lebih baik, mudah, cepat, dan mudah pemrosesannya dibanding dengan pesaing, dengan melibatkan partisipasi seluruh karyawan di bawah kepemimpinan manajemen puncak (Sohaill & Hong, 2003).

Persaingan yang semakin ketat, dimana semakin banyak produsen yang terlibat dalam pemenuhan kebutuhan dan keinginan konsumen, menyebabkan setiap perusahaan harus berorientasi pada kinerja perusahaan sebagai tujuan utama. Untuk memenangkan persaingan, perusahaan harus mampu memberikan yang terbaik kepada pelanggan, misalnya dengan memberikan produk yang

(33)

mutunya lebih baik, harganya lebih murah, penyerahan produk yang lebih cepat dan pelayanan yang lebih baik daripada para pesaingnya (J. Supranto, 2001: 1).

Atas dasar hal tersebut, maka tidak dapat dipungkiri pengembangan dan peningkatan kualitas suatu jasa merupakan prioritas dan tantangan yang harus dihadapi dalam persaingan dunia usaha yang kompetitif. Salah satu usaha organisasi yang diterapkan dalam peningkatan kualitas suatu jasa adalah penerapan peran Total Quality Management (TQM) atau di Indonesia dikenal dengan istilah Manajemen Mutu Terpadu.

Salah satu cara yang dilakukan untuk memaksimumkan daya saing dalam

suatu perusahaaan yaitu perlu menerapkan suatu teknik Total Quality

Mangement (TQM). Apabila perusahaan menggunakan Total Quality

Mangement (TQM), maka akan mengurangi biaya operasi dan meningkatkan penghasilan sehingga laba semakin meningkat. Beberapa penelitian bidang akuntansi seperti Goetsch dan Davis dalam Nasution (2001:29) menyatakan bahwa kinerja perusahaan yang rendah, disebabkan oleh ketergantungannya terhadap sistem akuntansi manajemen perusahaan tersebut yang gagal dalam menentukan sasaran-sasaran yang tepat. Para manajer akan lebih termotivasi untuk meningkatkan kinerja operasioanal perusahaan, jika mereka menerima pengukuran kinerja yang tinggi dalam bentuk informasi yang diperlukan, yang memberi umpan balik untuk perbaikan dan pembelajaran (Fandy Tjiptono, 2003).

Pengaruh dari penerapan Total Quality Management terhadap kinerja perusahaan telah ditemukan banyak bukti nyata di lapangan bahwa yang menerapkan atau melaksanakan Total Quality Management secara konsisten dapat

(34)

meningkatkan kinerja perusahaan. Melalaui penerapan total quality management perusahaan akan mampu menghasilkan produk yang berkualitas dengan harga yang bersaing. Total Quality Management yang berfokus pada perbaikan kualitas secara berkesinambungan akan mendorong perusahaan dalam memperbaiki posisi persaingan dan meningkatkan produk yang bebas dari kerusakan (Sri Mulyani, 2009).

Secara teoritis Total Quality Management dapat meningkatkan kinerja perusahaan, mengurangi resiko yang mungkin dilakukan oleh dewan dengan

keputusan yang menguntungkan sendiri. Umumnya Total Quality

Management dapat meningkatkan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya yang akan berdampak terhadap kinerjanya. Dari beberapa penelitian dan penjelasan di atas telah memberikan indikasi bahwa Total Quality Management berpengaruh besar terhadap kinerja perusahaan (Hasan & Kerr, 2003).

Gambar 2.1

Model Kerangka Pemikiran

Total Quality

Management (TQM

)

(Tjiptono dan Diana, 2001)

Kinerja Perusahaan

(35)

Berdasarkan kerangka pemikiran diatas maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian ini adalah:

Ha: Total Quality Management (TQM) memiliki pengaruh terhadap kinerja

perusahaan.

Tabel 2.1 Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya

Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian

Daniel Julimar Pengaruh penerapan

Manajemen Mutu

Terpadu Terhadap

Kinerja Operasi

Perusahaan, 2009

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penerapan manajemen mutu terpadu terhadap kinerja operasi perusahaan. Hasil analisis korelasi Rank Spearman menghasilkan hubungan yang positif, dimana berdasarkan kriteria, antara variabel independen dan variabel dependen, keduanya termasuk dalam hubungan yang cukup signifikan. Kesimpulan

yang dapat ditarik bahwa penerapan

manajemen mutu terpadu berpengaruh

terhadap kinerja operasi perusahaan. Fefri Indra Arza Fakto-faktor Kritis

Aplikasi TQM pada Perguruan Tinggi Di Indonesia, Vol. 8, No. 1, September 2008, Hal. 53-64.

Dilihat dari besarnya presentase pengaruh penerapan TQM terhadap kinerja organisasi dapat dilihat dari koefesien determinasi yang bernilai probabilitas (p-value) 0,00 yang lebih kecil dari tingkat signifikan (a) 0,05, sehingga hipotesis bahwa penerapan TQM berpengaruh positif terhadap kinerja organisasi dapat diterima.

Hasan dan Kerr The Relationship

between Total Quality Management Practices And Organisational Performance In Service Organisations, 2003

Penelitian tersebut menguji hubungan antara

TQM dengan kinerja organisasi pada

perusahaan jasa di Australia. Dengan

menggunakan analisis model multiple

regression, ditemukan bahwa dimensi dari “role of top management” dan “customer satisfaction” merupakan factor paling penting yang berpengaruh pada kinerja organisasi.

Kapuge dan

Smith

Management

Practices and

Performance

reporting in the sri Lanka Apple Sector,

Penelitian ini mengkaji tentang implementasi TQM pada perusahaan apparel di Sri Lanka. Penelitian ini menyatakan bahwa terjadi perbedaan pelaporan kinerja yang signifikan antara perusahaan yang menerapkan TQM

(36)

Journal Vol. 22 No. 3, pp. 303-318, 2007

dengan perusahaan yang tidak menerapkan TQM pada perusahaan sector Apparel di Sri

Lanka. Hasil penelitian mereka juga

menunjukan bahwa dengan menerapkan

praktek manajemen dengan pendekatan TQM akan mempengaruhi kinerja perusahaan secara signifikan.

Lakhal et al. Quality Management

Practices and their

impact on

performance, 2006

Mereka melakukan penelitian tentang

pengaruh Quality Management Practice

terhadap kinerja (kinerja keuangan, kualitas produk, dan kinerja operasional). Data dikumpulkan dengan menggunakan survei terhadap 133 perusahaan sector apparel di Tunisia (Sri Lanka). Hasil penelitian Lnkhal

(2006) menunjukan bahwa manajemen

Kualitas dengan pendekatan TQM memiliki hubungan yang positif langsung dan tidak langsung dengan kinerjja melalui variabel sarana praktek (infrastructure Practice) dan praktek.

Gambar

Tabel 2.1                      Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya

Referensi

Dokumen terkait

dengan hal tesebut, maka judul dalam penelitian ini adalah “ Pengaruh Total Quality Manajemen (TQM) Dan Kualitas Pelayanan Terhadap kepuasan.

Total Quality Management secara harafiah berasal dari kata “ total ” yang berarti keseluruhan atau terpadu, “ quality ” yang berarti kualitas, dan “ management ”

Total quality management (TQM) merujuk pada penekanan kualitas yang meliputi organisasi keseluruhan, mulai dari pemasok hingga pelanggan. TQM menekankan komitmen manajemen

Agar diperoleh data yang lengkap dan betul-betul menjelaskan tentang Total Quality Management (TQM) dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan di PT Gaido Travel dan Tours,

Berdasarkan dari beberapa definisi di atas, maka dapat dikatakan bahwa Total Quality Management merupakan suatu pendekatan dalam memperbaiki dan mengembangkan kualitas,

Konsep Total Quality Management (TQM) di MI Wahid Hasyim mempunyai karakteristik sebagai berikut: fokus pada pelanggan baik pelanggan internal maupun eksternal,

Total Quality Management (TQM) merupakan suatu pendekatan yang berorientasi pada pelanggan, dengan memperkenalkan perubahan manajemen secara sistematik dan perbaikan terus

Obsesi terhadap Kualitas Dalam organisasi yang menerapkan Total Quality Management, obsesi utama suatu perusahaan yaitu meningkatkan kualitas baik itu kualitas produk/jasa, tenaga