• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMODELAN ARUS SEJAJAR PANTAI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMODELAN ARUS SEJAJAR PANTAI"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

101

PEMODELAN ARUS SEJAJAR PANTAI

Engki A. Kisnarti

Dosen Program Studi Oseanografi, Fakultas Teknik dan Ilmu Kelautan Universitas Hang Tuah, email: andriUHT@gmail.com

Abstract: Circulation model of longshore current in quasi three-dimensional, known as shorecirc used to understand the circulation in the area near the coast caused by breaking waves. The model has been developed by Uday Putrevu (1993) from the Center for Applied Coastal Research (CACR). Furthermore, the model was applied to synthetic and areas that are simple, tested through sensitivity testing with the wave parameters, namely the angle of incidence of waves, wave height, wave period. In quantitative, sensitivity tests showed that the addition of the wave incidence angle (4:33%) greater influence in generating the flow velocity compared with the addition of wave height (3.10%) and wave period (0.93%). Shorecirc quasi three-dimensional model was also compared with the analytical model Longuet-Higgins. In the test models with analytic solutions Longuet-Higgins have a fairly good fit between the results of numerical and analytical model calculations. In quantitative comparison of analytic Longuet - Higgins and numerically demonstrate a difference of less 8:42% (mean difference 5.67%).

Keywords: longshore current, quasi three-dimensional model shorecirc.

PENDAHULUAN

Berbagai fenomena fisis banyak ter-jadi di daerah pesisir pantai, yang diaki-batkan oleh interaksi pantai dengan per-airan di sekitarnya. Salah satu fenomena yang sangat penting untuk diketahui yaitu besarnya nilai arus sejajar pantai ( long-shore current) yang terjadi akibat adanya gelombang. Transport sedimen yang ter-jadi pada suatu perairan disebabkan oleh karena adanya arus sejajar pantai ( long-shore current) ini.

Untuk kepentingan tersebut, feno-mena dinamika laut dapat digambarkan dengan persamaan-persamaan hidrodina-mika yang diturunkan dari persamaan ke-kekalan momentum dan persamaan

kon-tinuitas. Persamaan tersebut selanjutnya diterapkan menjadi model hidrodinamika. Model hidrodinamika kuasi 3D merupa-kan pengembangan awal dari model hidr-dinamika 2D. Pada model hidrohidr-dinamika 2D, diterapkan perata-rataan terhadap kedalaman sehingga model tersebut ha-nya menggambarkan dinamika laut dalam dua dimensi saja (dalam arti arah horison-tal maupun vertikal saja). Sedangkan pa-da model kuasi 3D diharapkan pa-dapat di-peroleh gambaran dinamika laut secara horisontal dan vertikal meskipun masih secara sederhana.

Tujuan dari penelitian ini adalah un-tuk mempelajari pola sirkulasi arus di per-airan lepas pantai dengan menggunakan model kuasi 3-D SHORECIRC yang telah

(2)

102 Neptunus Jurnal Kelautan, Vol. 17, No. 2, Juli 2011

dikembangkan oleh Uday Putrevu (1992-1993) dari Center for Applied Coastal Research (CACR).

Pengkajian mengenai arus yang ditimbulkan oleh gelombang sudah per-nah dilakukan oleh Ib A. Svendsen dan Putrevu (1994); Uday Putrevu dan Ib A. Svendsen (1999); Kevin A.Haas, Ib A. Svenden, Robert W. Brander, dan Peter Nielsen (2000); Kevin A.Haas, I.A. Svendsen, Merrick C. Haller, dan Qun Zhao (2003).

METODE PENELITIAN

Model SHORECIRC ini terdiri dari dua modul utama, yaitu wave-driver mo-dule dan circulation module. Pada awal-nya, modul wave driver ini dibuat terpi-sah, namun model ini terus dikembang-kan yang kemudian muncul versi model

SHORECIRC yang didalamnya sudah terda-pat modul wave-driver yang berfungsi se-bagai pembangkit gelombang.

Dalam SHORECIRC, kecepatan fluida total u x y z t( , , , )terdiri dari tiga kompo-nen:

'

w

u

u

u

V

(1)

Dengan u' merupakan komponen

kecepatan turbulen, uwmerupkan kom-ponen gelombang yang menegaskan juga bahwa uw 0 berada di bawah lembah

gelombang, dan V merupakan kecepa-tan arus, yang secara umum bervariasi terhadap kedalaman.

Notasi garis atas menandakan rata-rata gelombang dan simbol  dan  me-nandakan arah horisontal pada sistem koordinat kartesian.

Gambar 1. Sketsa sistem koordinat

Gambar 1 menunjukkan definisi sis-tem koordinat dan komponen kecepatan

yang digunakan. Kemudian 

mempre-sentasikan elevasi permukaan rata-rata dan h0 adalah kedalaman air. Kedalaman

perairan secara lokal didefinisikan sebagai

0   

h h (2)

Q mempresentasikan fluks volume total

yang didefinisikan oleh:

0

  

h

Q u dz (3)

Dan Qw adalah flux volume yang berkaitan dengan pergerakan gelombang pendek yang didefinisikan oleh:

0    

 

t w h w w Q u dz u dz (4)

Dari persamaan (11) sampai (14) dapat dihubungkan sehingga diperoleh

(3)

Engki A. Kisnarti: Pemodelan Arus Sejajar Pantai 103 0 w h QV dz Q  

 (5)

Kecepatan arus V dibagi dalam dua bagian yaitu kecepatan yang seragam terhadap kedalaman Vm dan kecepatan yang bervariasi terhadap kedalaman Vd sehingga dapat ditulis:

  m  d

V V V (6)

Sedangkan Vm didefinisikan sebagai

0       w m Q Q V h (7)

Persamaan (5) dan (7) dapat dihubungkan sehingga secara tidak langsung menya-takan bahwa: 0 0    

d hV dz (8)

Model SHORECIRC didasarkan pada pengintegrasian kedalaman, persamaan perata-rataan terhadap waktu dalam ben-tuk lengkapnya dan dalam notasi tensor:

0 Q t x       (9)

Perumusan stres radiasi ditentukan pada persamaan 11. Dari profil kecepatan arus yang dihasilkan dari interaksi arus-arus dan gelombang arus, dapat ditulis ulang ke dalam suatu bentuk yang mengandung koefisien-koefisien seperti M, D, B

dan A. Koefisien-koefisien tersebut

merupakan koefisien dispersi 3-D.

Koefisien dispersi 3D dinyatakan dalam:

1 0 o t o d d w d w d h s B o h V V dz u V u V t x h x x g h S dz x x                                                                

(10) 2 1 ( ) 2 o w w w w h Q Q S p u u dz gh h     

      (11)

 

 

(0) (0) (0) (0) (0) (0) 1 ' 1 ' o o o o o o w w d o d d t h h h w d o d w d t h h h Q Q V h h V A V dz dz v x x x z h Q V h h V Q V dz dz v x x x z h                                                                               

( 12)

(4)

104 Neptunus Jurnal Kelautan, Vol. 17, No. 2, Juli 2011 (0) (0) (0) (0) 1 1 ( ') ' ' ( ) 1 ( ') ' ' ( ) o o o o o o w d o d t h h h d w o d t h h h Q V B h z dz V dz dz h v z h V Q h z dz V dz dz v z h                                           

(13) (0) (0) 1 1 ' ' ( ) o o o w w d d t h h h Q Q D V dz V dz dz h v h h                     

(14) (0) (0) (0) (0) ( ) ( ) o d d d w d w h M V V dz V Q V Q   

          (15)

Dengan menggunakan koefisien-koefisien di atas maka persamaan pemba-ngun dapat ditulis dalam suatu bentuk

yang mengandung elevasi permukaan 

dan komponen fluks volume total Qx dan

Qy yang nilainya belum diketahui.

Hasil-nya sebagi berikut:

0 y x Q Q t x y        (16)

2 (2 ) 2 ( ) x y x x xx xy y x x xx xx xy xx y y x x xy xy xx xy xy xxx Q Q Q Q M M t x h y h Q Q Q h D B D B x x h y h y h Q Q Q Q h D B Dyy D D B y x h y h x h y h A x                                                                          1 1 o o y y x x

xxy xyx xyy

s B xy xx x x xx xy h h Q Q Q Q A A A h h y h h S S gh dz dz x x y x y                                      

(17)

 

2 ( ) ( ) 2 (2 ) y x y y xy yy y y x x xy xy yy xx xy xy y y x yy xy yy yy Q Q Q Q M M t x h y h Q Q Q Q h D B D D D B x x h y h x h y h Q Q Q h B D D B y x h x h y h                                                                                 1 1 o o y y x x

xyx xyy yyx yyy

s B xy yy y y xy yy h h Q Q Q Q A A A A x h h y h h S S gh dz dz y x y x y                                       

(18)

(5)

Engki A. Kisnarti: Pemodelan Arus Sejajar Pantai 105

Persamaan-persamaan (16), (17),

dan (18) diselesaikan dengan metode

Pre-dictor-Corrector yang pertama kali dite-rapkan oleh Kirby (1995). Metode Pred-ictor-Corrector ini terbagi menjadi dua skema yaitu skema prediksi dan skema koreksi. Untuk skema prediksinya

meng-gunakan skema eksplisit Adam-Bashforth

orde tiga dan untuk skema koreksinya

menggunakan skema eksplisit Adam

-Moulton orde tiga juga.

Dalam penerapan model ini menggu-nakan syarat batas dan kondisi awal yang sama untuk semua simulasi. Kondisi awal yang digunakan untuk simulasi adalah kondisi perairan yang tenang tanpa ada-nya gerakan vertikal maupun horisontal:

u = v = w =  = 0 (19)

Gambar 2. Tipe model

Sedangkan beberapa syarat batas yang digunakan untuk simulasi meliputi: (1) Syarat batas terbuka untuk laut. Pada syarat terbuka di laut diberikan nilai ele-vasi yang diperoleh dari hasil simulasi mo-dul wave-driver yang terdapat dalam mo-del SHORECIRC itu sendiri. (2) Syarat ba-tas tertutup (dinding) untuk daratan. Pa-da batas tertutup di sepanjang garis pan-tai digunakan syarat batas dinding atau syarat batas semi slip. Kecepatan tegak lurus (arah normal) bidang batas sama dengan nol, sedangkan kecepatan sing-gung (arah tangensial) terhadap bidang batas dihitung. Secara matematis pernya-taan tersebut dapat ditulis sebagai beri-kut: 0 v n    (20)

dimana v menunjukkan vektor kecepatan

dan n adalah arah tegak lurus (normal) terhadap bidang batas.

Profil arus sejajar pantai, sebagai fungsi jarak dari garis setelah gelombang pecah (swash), dihitung dengan menggu-nakan konsep stres radiasi bersama-sama dengan viskositas eddy horisontal e dari bentuke = Nx(gh)1/2, dengan adalah densitas, x adalah jarak lepas pantai, g

adalah percepatan gravitasi, h adalah kedalaman lokal rata-rata, dan N adalah konstanta numerik. Asumsi ini memberi-kan munculnya kawanan profil arus yang mempunyai bentuk tergantung pada pa-rameter tak berdimensi

2 0.4 f mN P C   ,

dimana m menyatakan kemiringan dasar,

dan Cf adalah koefisien drag di dasar.

Profil arus dari bentuk analitik sederhana maksimum pada daerah gelombang

(6)

106 Neptunus Jurnal Kelautan, Vol. 17, No. 2, Juli 2011

pecah dan cenderung nol setelah garis ge-lombang pecah. Perbandingan dengan

eksperimen menyatakan bahwa P tidak

pernah melebihi nilai kritis 2/5.

Persamaan pengatur arus sejajar pantai tak berdimensi (V) dalam model analitik yang dikembangkan oleh Longu-et-Higgins adalah: 3 5 1 2 2 2 0 1 0 1 V X X P X X V x X X              (21) Dengan V=v/vo, X=x/xbdan 5 8 o b b f v gh mSin C    (22)

Dengan v kecepatan arus sejajar

pantai, vo kecepatan arus pantai di garis

gelombang pecah,  adalah konstanta

ka-rakteristik dari gelombang pecah, b

su-dut gelombang di garis pecah. Penye-lesaian persamaan (III.1) diperoleh: Untuk P 2/5 1 2 1 2 0 1 1 P P B X AX X V B X X           (23) dimana 1 1 2 2 1 2 3 9 1 3 9 1 , 4 16 4 16 p p P P                 (24) 2 2 1 2 1 2 1 2 1 1 , p p B A B A p p p p       (25) 2 5 1 2 A P          (26) Untuk P=2/5 5 2 10 5 ln 0 1 49 7 10 1 49 X X X X V X X        (27)

Gambar 3. Bentuk profil arus yang diberikan persamaan (3) untuk nilai parameter

percampuran yang berbeda-beda

Distribusi arus sejajar pantai yang dimodelkan oleh Longuet-Higgins (1970) diperlihatkan dalam Gambar 3.

Untuk mendapatkan arus analitik sejajar pantai yang dikembangkan oleh

Longuet-Higgins, dihitung melalui pende-katan empiris Komar (1976) dengan lang-kah-langkah sebagai berikut:

Hitung nilai: 2 1 3 1 8    

, dengan  , koefisien

(7)

Engki A. Kisnarti: Pemodelan Arus Sejajar Pantai 107

Komar (1976) mendapatkan hubungan

mCf yang dinyatakan dengan:

1 1 2 2 1 32 5 0.58 (0.5)p (0.5) f m C B A          (28) Selanjutnya dihitung: 1 2 2 5 2 32 o b b f m v gh Sin C      (29)

vo adalah kecepatan di titik gelombang

pecah.

Hitung distribusi kecepatan arus sejajar pantai tak berdimensi (V)

1 2 1 2 0 1 1 P P AX B X X V B X X           (30) Dengan: b x X x

 sehingga diperoleh arus

sejajar pantai yang dihitung dengan hubu-ngan v=voV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam uji perubahan ini, model me-nggunakan data batimetri yang memiliki kemiringan (slope) yang landai.

Parameter sudut datang gelombang berubah secara bertahap tiap 10%, se-hingga perhitungan ini dilakukan pada sudut 300, 330, 360, 390, 420, 450, 480, 510,

540, 570, 600, 630, 660, 690, 720, 750, 780,

810, 840, dan 870. Tinggi gelombang, H

sebesar 0.61 meter dan periode gelom-bang, T sebesar 4 detik.

Hasil perhitungan ditunjukkan da-lam Gambar 4, terlihat bahwa semakin besar sudut datang, maka kecepatan arus sejajar pantai menjadi semakin besar. Tabel 1 terlihat bahwa arus maksimum terjadi pada sudut datang gelombang

se-besar 810 dengan kecepatan arus

menca-pai 1.4038 m/det. Arus minimum terjadi pada sudut datang gelombang sebesar

300 dengan kecepatan arus mencapai

0.9285 m/det. Dari tabel tersebut me-nunjukkan pula bahwa persentase per-tambahan terbesar adalah 9.17%, se-dangkan yang terkecil sebesar 0.00%. Rata-rata pertambahan persentase sebe-sar 2.01%.

Tabel 1. Hasil perhitungan kecepatan maksimum arus sejajar pantai dan persentase perubahannya dengan sudut datang gelombang berubah tiap 10%

Sudut (α) Kecepatan Max (m/

det) Persentase (%) 30 0.92846 6.03 33 0.98802 9.17 36 1.0878 4.24 39 1.136 3.55 42 1.1778 2.94 45 1.2135 2.42 48 1.2436 1.96 51 1.2685 1.57 54 1.2887 5.53 57 1.3642 0.93

(8)

108 Neptunus Jurnal Kelautan, Vol. 17, No. 2, Juli 2011 Sudut (α) Kecepatan Max (m/

det) Persentase (%) 60 1.377 0.69 63 1.3865 0.49 66 1.3933 0.34 69 1.398 0.21 72 1.401 0.12 75 1.4027 0.06 78 1.4035 0.02 81 1.4038 0.00 84 1.4038 -0.01 87 1.4037 Rata-rata persentase 2.95

Sudut datang yang lebih besar me-miliki tinggi gelombang pecah yang lebih kecil. Sebaliknya, sudut datang yang lebih kecil memiliki tinggi gelombang pecah yang lebih besar. Sehingga luasan

gelom-bang pecahpun berbeda antara sudut da-tang 300 dan 600. Luasan gelombang

pe-cah tersebut dipengaruhi oleh

breaker-line, xb dimana Hb berbanding lurus

de-ngan xb.

Gambar 4. Grafik kecepatan arus sejajar pantai dengan kenaikan sudut datang gelombang sebesar 10%

Pada skenario yang kedua ini, simu-lasi model menggunakan data tinggi ge-lombang yang dibuat berbeda-beda, se-dangkan sudut datang dan periode ge-lombang tetap. Tinggi gege-lombang beru-bah tiap 10%. Tinggi gelombang yang di-gunakan adalah: 0.061 m, 0.671 m, 0.732

m, 0.793 m, 0.854m, 0.915 m, 0.976 m, 1.037 m, 1.098 m, 1.159 m, dan 1.220 m. Sudut datang dan periode gelombang

yang digunakan masing-masing 300 dan 4

detik.

Hasil perhitungan ditunjukkan pada Gambar 5, memperlihatkan kecepatan

a-H = 0.61 m, T = 4 detik 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 0 10 20 30 40 50 60 cross-shore distance (m) lon g-s ho re c urr e nt ( m /s )

alpha 30 alpha 33 alpha 36 alpha 39 alpha 42 alpha 45 alpha 48 alpha 51 alpha 54 alpha 57 alpha 60 alpha 63 alpha 66 alpha 69 alpha 72 alpha 75 alpha 78 alpha 81 alpha 84 alpha 87

(9)

Engki A. Kisnarti: Pemodelan Arus Sejajar Pantai 109

rus sejajar pantai dengan kenaikan tinggi gelombang setiap 10 %. Dari gambar ter-sebut terlihat bahwa kecepatan arus

mak-simum sejajar pantai terus bertambah seiring dengan bertambahnya tinggi ge-lombang.

Gambar 5. Grafik kecepatan arus sejajar pantai dengan kenaikan

tinggi gelombang sebesar 10% Tabel 2 terlihat bahwa arus

maksi-mum terjadi pada tinggi gelombang sebe-sar 1.220 meter dengan kecepatan arus mencapai 1.2540 m/det. Arus minimum terjadi pada tinggi gelombang sebesar 0.61 meter dengan kecepatan arus

men-capai 0.92846 m/det. Dari tabel tersebut menunjukkan pula persentase pertamba-han terbesar adalah 6.72%, sedangkan yang terkecil sebesar 0.20%. Bila dirata-ratakan maka terjadi pertambahan per-sentase sebesar 1.47%.

Tabel 2. Hasil perhitungan kecepatan maksimum arus sejajar pantai dan persentase perubahannya dengan tinggi gelombang berubah tiap 10%

Tinggi Gelombang (H) Kecepatan Max (m/

det) Persentase (%) 0.61 0.92846 6.72 0.671 0.99539 0.73 0.732 1.0027 5.46 0.793 1.0606 0.20 0.854 1.0627 4.48 0.915 1.1125 1.29 0.976 1.1270 2.84 1.037 1.1600 0.81 1.098 1.1695 3.58 1.159 1.2129 3.28 1.22 1.2540 Rata-rata persentase 1.47 T = 4 detik, a = 30 derajat 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 0 10 20 30 40 50 60 cross-shore distance (m) lo n g -s h o re c u rr e n t (m /s ) H = 0.610 m H = 0.671 m H = 0.732 m H = 0.793 m H = 0.854 m H = 0.915 m H = 0.976 m H = 1.037 m H = 1.098 m H = 1.159 m H = 1.220 m

(10)

110 Neptunus Jurnal Kelautan, Vol. 17, No. 2, Juli 2011

Tinggi gelombang yang lebih besar memiliki tinggi gelombang pecah yang le-bih besar. Sebaliknya, tinggi gelombang yang lebih kecil memiliki tinggi gelom-bang pecah yang lebih kecil pula sehingga luasan daerah gelombang pecahpun re-latif lebih besar dari pada tinggi gelom-bang yang lebih kecil. Tinggi gelomgelom-bang yang lebih besar menghasilkan kecepatan yang relatif lebih besar dibandingkan de-ngan tinggi gelombang yang kecil.

Skenario yang ketiga ini, simulasi model menggunakan data periode gelom-bang yang dibuat berbeda-beda,

sedang-kan sudut datang dan tinggi gelombang tetap. Periode gelombang berubah tiap 10%. Periode gelombang yang digunakan adalah: 4.0, 4.4, 4.8, 5.2, 5.6, 6.0, 6.4, 6.8, 7.2, 7.6, dan 8.0 detik. Sudut datang dan tinggi gelombang yang digunakan masing-masing 300 dan 0.61 meter.

Hasil perhitungan ditunjukkan da-lam Gambar 6, memperlihatkan kecepa-tan arus sejajar pantai dengan kenaikan periode gelombang setiap 10%. Kecepa-tan arus maksimum sejajar pantai terus bertambah seiring dengan bertambahnya periode gelombang.

Gambar 6. Grafik kecepatan arus sejajar pantai dengan kenaikan periode gelombang tiap 10%

Tabel 3. Hasil perhitungan kecepatan maksimum arus sejajar pantai dan persentase perubahannya dengan periode gelombang berubah tiap 10%

Periode Gelombang (T) Kecepatan Max (m/

det) Persentase (%) 4.0 0.8014 1.79 4.4 0.8161 1.39 4.8 0.8276 0.73 5.2 0.8336 0.73 5.6 0.8398 0.59 6.0 0.8448 0.49 6.4 0.8494 0.41 6.8 0.8524 0.34 7.2 0.8553 0.29 7.6 0.8578 0.25 8.0 0.85600 Rata-rata persentase 0.70

Grafik Kecepatan Arus Sejajar Pantai dengan Kenaikan Periode Gelombang tiap 10 %

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1 0 10 20 30 40 50 60 Cross-shore distance (m) lon g-s ho re c urr e nt ( m /s ) T = 7.6 s T = 7.2 s T = 6.8 s T = 6.4 s T = 6.0 s T = 5.6 s T = 5.4 s T = 5.2 s T = 4.8 s T = 4.4 s T = 4.0 s T = 8.0 s

(11)

Engki A. Kisnarti: Pemodelan Arus Sejajar Pantai 111

Periode gelombang yang lebih besar memiliki tinggi gelombang pecah yang le-bih besar. Sebaliknya, periode gelombang yang lebih kecil memiliki tinggi gelom-bang pecah yang lebih kecil sehingga lua-san daerah gelombang pecahpun relatif lebih besar dari periode gelombang yang lebih kecil. Periode gelombang yang lebih besar menghasilkan kecepatan yang re-latif lebih besar dibandingkan dengan pe-riode gelombang yang kecil.

Dari ketiga skenario tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa penambahan tinggi dan periode gelombang akan me-nambah kecepatan arus sejajar pantai serta akan menambah luasan daerah ge-lombang pecah. Penambahan sudut da-tang akan mengurangi luasan daerah ge-lombang pecah.

Dari persentase perubahan kece-patan arus, terlihat bahwa penambahan sudut datang gelombang (2.01%) lebih besar pengaruhnya dalam menghasilkan kecepatan arus dibandingkan dengan pe-nambahan tinggi gelombang (1.47%) dan periode gelombang (0.70%).

Dalam uji model dengan solusi ana-litik Longuet-Higgins dilakukan perubahan terhadap sudut datang gelombang. Sudut datang gelombang yang digunakan ada-lah: 100, 200, 300, 400, 500, 600, dan 700.

Parameter lain yang digunakan adalah tinggi gelombang, H = 0.61 meter dan pe-riode gelombang, T = 4 detik. Hasil per-hitungan analitik menunjukkan bahwa tinggi gelombang pecah sebesar 0.854 meter terjadi pada jarak 17,42 meter dari garis pantai.

Tabel 4. Hasil perhitungan kecepatan maksimum arus sejajar pantai untuk sudut datang gelombang yang bervariasi terhadap tegak lurus pantai

Sudut ( 0 ) H (m) T (detik) Kecepatan Max Numerik (m/ det) Kecepatan Max Analitik (m/ det) Persentase (%) 10 0.610 4 0.767 0.837 8.36 20 0.610 4 1.207 1.218 0.90 30 0.610 4 1.502 1.64 8.41 40 0.610 4 1.708 1.865 8.42 50 0.610 4 1.823 1.865 2.25 60 0.610 4 1.641 1.64 -0.06 70 0.610 4 1.27 1.218 Rata-rata persentase 4.72

Hasil perbandingan kecepatan mak-simum arus sejajar pantai antara analitik

LonguetHiggins dengan hasil numerik yang terjadi di daerah gelombang pecah dapat dilihat pada Tabel 4. Dalam tabel tersebut menunjukkan perbedaan yang kurang dari 8.36% atau dengan rata-rata perbedaan 4.72%. Secara umum terlihat bahwa kecepatan arus sejajar pantai makin berkurang drastis setelah melewati

breakerline (17.42 meter). Secara fisis hal ini menunjukkan bahwa sebelum gelom-bang pecah maka gelomgelom-bang masih ber-sifat mentransfer energi dan tidak ada transfer massa yang bisa menimbulkan arus sejajar pantai. Kesimpulannya adalah perubahan nilai percampuran horizontal, P tidak mempengaruhi nilai arus sejajar pantai.

(12)

112 Neptunus Jurnal Kelautan, Vol. 17, No. 2, Juli 2011

Gambaran kecepatan arus sejajar pantai secara tiga dimensi untuk sudut datang 100 hingga 700 ditunjukkan pada

Gambar 7. Kecepatan arus di dekat pantai menjadi semakin besar, sedangkan yang menuju ke laut menjadi semakin kecil. Se-baran arus dari dasar sampai permukaan laut.

Dengan demikian terlihat bahwa su-dut gelombang datang mempengaruhi besar dan arah dari arus sejajar pantai serta menentukan apakah terbentuk arus sejajar pantai tersebut karena apabila ge-lombang tidak membentuk sudut dengan garis pantai maka tidak akan terbentuk arus sejajar pantai.

(a) (b)

(c) (d)

(13)

Engki A. Kisnarti: Pemodelan Arus Sejajar Pantai 113

(g)

Gambar 7. Gambar a, b, c, d, e, f, g, adalah gambar tiga dimensi kecepatan arus numerik menyusur pantai dengan tinggi gelombang, H = 0.61 m; periode gelombang, T = 4 detik, sudut datang gelombang, α = 100, 200, 300, 400,

500, 600, 700

Dari hasil tersebut dapat ditarik ke-simpulan bahwa kecepatan arus maksi-mum sejajar pantai akan terjadi sesaat se-telah gelombang pecah. Kecepatan arus sejajar pantai akan semakin berkurang menuju garis pantai dan bernilai nol di garis pantai. Sementara kecepatan arus sebelum pecah lebih kecil dan semakin ke laut kecepatannya bertambah kecil.

KESIMPULAN

Dalam uji sensitifitas, kecepatan a-rus sejajar pantai lebih signifikan dalam penambahan sudut datang gelombang (4.33%) dibandingkan dengan penamba-han tinggi gelombang (3.10%) dan peri-ode gelombang (1.33%). Penambahan tinggi gelombang, selain menambah ke-cepatan arus sejajar pantai juga menam-bah jarak terjadinya gelombang pecah. Tinggi gelombang yang besar mempunyai energi yang besar dari pada tinggi gelom-bang yang kecil. Energi yang lebih besar, lebih cepat untuk mencapai ketidaksta-bilan sehingga pecah terlebih dahulu

daripada energi yang dimiliki oleh tinggi gelombang yang kecil. Di luar wilayah gelombang pecah, kecepatan di permu-kaan lebih besar dari pada di dasar. Hal ini dikarenakan energi yang dimiliki gelombang belum sampai ke dasar laut. Dalam uji model model solusi analitik

Longuet-Higgins terdapat kesesuaian yang cukup baik antara hasil perhitungan model numerik dan analitik.

DAFTAR RUJUKAN

Haas, K.A., Svendsen, I.A., Haller, M.C.,

and Zhao,Q. 2003.

Quasi-Three-Dimensional Modeling of Rip Cur-rent Systems. Journal of Geophy-sical Research. Vol. 108.

Haas, K.A., Svendsen, I.A., and Zhao, Q.

2000. 3-D Modeling of Rip

Cur-rents. International Conference on Coastal Engineerin.

Komar, P.D., 1976. Beach Processes and Sedimentation. New Jersey: Pren-tile Hall Inc.

(14)

114 Neptunus Jurnal Kelautan, Vol. 17, No. 2, Juli 2011

Putrevu, U. Svendsen, I.A. 1999. Three-di-mensional Dispersion of Momen-tum in Wave-induced Nearshore Currents. Eur. J. Mech. B/Fluids, 83-10.

Svendsen, I.A. Putrevu, U. 1994. Near-shore Mixing and Dispersion. Proc. Roy. Soc. Lond. A. 445. 561-576.

Gambar

Gambar 1. Sketsa sistem koordinat
Gambar 3. Bentuk profil arus yang diberikan persamaan (3) untuk nilai parameter                     percampuran yang berbeda-beda
Tabel  1  terlihat  bahwa  arus  maksimum  terjadi pada  sudut datang  gelombang   se-besar  81 0  dengan kecepatan arus  menca-pai  1.4038  m/det
Gambar 4. Grafik kecepatan arus sejajar pantai dengan kenaikan sudut              datang gelombang sebesar 10%
+5

Referensi

Dokumen terkait

Peneliti berasumsi bahwa rentang usia perokok dari usia 46 sampai dengan > 55 tahun memiliki resiko lebih tinggi terkena penyakit jantung koroner dikarenakan

Dari identifikasi diagram ishikawa selanjutnya dilakukan identifikasi faktor dan penyebab risiko yang paling dominan Tabel 3.3 Hasil Identifikasi Penyebab dan Faktor

Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku WUS (wanita usia subur) tentang

Dengan adanya perancangan walk-in closet ini diharapkan dapat membantu memenuhi kebutuhan wanita dalam hal berpenampilan terutama bagi wanita yang tinggal di ruang

Oleh Karena itu, penelitian ini bukan suatu pengulangan semata dari penelitian sebelumnya khususnya pada media radio, penelitian ini dilakukan untuk menambah dan

Solusi yang ditawarkan kepada mitra Kelompok Tani Kalisapun dan Makantar Kelurahan Mapanget Barat Kecamatan Mapanget Kota Manado dalam pelaksanaan pengabdian

Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmatNya, sehingga Laporan Hasil Penelitian Hibah Bersaing yang berjudul

Penolakan juga datang dari Menteri Perindustrian Fahmi Idris yang menyatakan tidak perlu adanya pajak lingkungan karena yang diperlukan adalah penegakan hukum lingkungan