• Tidak ada hasil yang ditemukan

MASJID CORDOBA PADA MASA PEMERINTAHAN UMAYYAH DI SPANYOL ( )

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MASJID CORDOBA PADA MASA PEMERINTAHAN UMAYYAH DI SPANYOL ( )"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

MASJID CORDOBA PADA MASA PEMERINTAHAN UMAYYAH

DI SPANYOL (786-1236)

Syarafina Amalia dan Suranta Abdurrahman

Program Studi Arab, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Depok, 16124, Indonesia E-mail : syarafina.amalia@ui.ac.id

Abstrak

Pembahasan skripsi di bagian awal, bermula dari proses pembentukan Dinasti Umayyah oleh bangsa Arab di Spanyol, yang pada akhirnya mampu menguasai Spanyol dari tangan umat Kristen sehingga menjadikan Spanyol Islam sebuah negara yang kuat. Setelah itu pembahasan dilanjutkan dengan proses pembangunan serta perkembangan Masjid Cordoba di bawah kekuasaan para amir Umayyah yang berkuasa pada saat itu. Hingga pada akhirnya kekuasaan para pemimpin tersebut tidak dapat dipertahankan karena adanya intervensi yang berujung pada sebuah penaklukkan oleh umat Kristen pada 1236. Bersamaan dengan kejadian tersebut maka semenjak saat itu, Masjid Cordoba lantas berubah fungsi menjadi Gereja Katedral. Hingga pada akhirnya sisa peninggalan masjid tersebut dijadikan sebagai saksi sejarah kejayaan Islam di Spanyol.

Cordoba Mosque during Umayyah Dinasty in Spain (786-1236)

Abstract

On the first research chapter, it is started from the Umayyah Dinasty which was formed by the Arabic who domicile in Spain, which eventually did empowered the Spanish from the Christians thus created Spain into full power Islamic country. Next chapter continous into the establishment and development of Cordoba Mosque which is under the power of Amir Umayyah who authorized it. Moreover, the power of those leader could not be maintained because of the intervension whereby lead to the Christians reconquest on 1236. By the time of that event, since then Cordoba Mosque was converted to become Cathedral Church. Finally, the mosque’s heritage becomes the Islamic historical memoriam in Spain.

Key words : Andalusia, Cordoba Mosque, Umayyah Dinasty

Pendahuluan

Apabila kita berbicara tentang Cordoba, pasti tidak dapat dipisahkan dengan Spanyol. Cordoba merupakan salah satu kota yang terletak di Spanyol bagian selatan, kini menjadi salah satu tempat bersejarah kejayaan bangsa Arab di Eropa pada zaman Dinasti Umayyah. Negara Spanyol yang lebih kita kenal saat ini, dahulu disebut Andalusia atau al-Andalus oleh

▸ Baca selengkapnya: bentuk departemen pada pemerintahan dinasti umayyah di damaskus adalah

(2)

kaum Muslimin. Andalusia saat ini digunakan sebagai penamaan wilayah bagi ke-delapan kota yang berada di Spanyol bagian selatan, yaitu Huelva, Sevilla, Cordoba, Jaen, Cadiz, Malaga, Granada, dan Almeria.

Sebagaimana di negara-negara lain pada umumnya, Spanyol tentunya pernah diduduki atau dikuasai oleh bangsa-bangsa lain. Sebelum Islam masuk ke negara ini, Spanyol pernah dikuasai oleh bangsa Phoenicia, Carthage, Romawi, Vandals, dan Byzantium. Pada abad ke empat, negara itu dikuasai oleh bangsa Visigoth selama lebih dari dua abad, sebelum bangsa Arab masuk ke sana. Menjelang masuknya bangsa Arab ke negara Spanyol, saat itu Spanyol berada di bawah kekuasaan bangsa Visigoth, salah satu pecahan bangsa Jerman Kuno. Pada awalnya, bangsa Visigoth menetap dan menguasai wilayah Prancis Selatan, tetapi kekuasaan mereka kemudian meluas ke selatan, hingga mencakup Spanyol. Pusat pemerintahan mereka pada awalnya terletak di Toulouse, Prancis. Tetapi, setelah terdesak oleh bangsa Frank di wilayah utara, mereka pun keluar dari Prancis dan berkuasa sepenuhnya di Spanyol. Saat itu, ibukota pun dipindahkan ke Toledo. Keadaan ini terus berlangsung sejak 507 hingga masuknya Islam ke Spanyol, pada 711 ( Alatas, 2007: 53).

Islam mulai masuk ke Spanyol pada masa Dinasti Umayyah. Ekspansi ke barat secara besar-besaran dilanjutkan di zaman Al-Walid ibn Abdul Malik (705-715). Pada masa pemerintahannya yang berjalan kurang lebih sepuluh tahun itu, tercatat suatu ekspedisi militer dari Afrika Utara menuju wilayah Barat Daya, benua Eropa, yaitu pada 711. Setelah Aljazair dan Maroko dapat ditaklukkan, Tariq bin Ziyad, pemimpin pasukan Islam dengan pasukannya menyeberangi selat yang memisahkan antara Maroko dengan benua Eropa dan mendarat di suatu tempat yang sekarang dikenal dengan nama Gilbraltar (Jabal Tariq).

Tidak hanya Spanyol, daerah-daerah yang pernah dikuasai Islam pada zaman Dinasti Umayyah adalah Afrika Utara, Suriah, Palestina, Semenanjung Arabia, Irak, sebagian dari Asia kecil, Persia, Afghanistan, serta daerah yang sekarang disebut Pakistan, Turkmenia, Uzbekistan, Kyrgistan (di Asia tengah). Ekspansi yang dilakukan Dinasti Umayyah inilah yang membuat Islam menjadi negara besar pada zaman itu. Dari persatuan berbagai bangsa di bawah naungan Islam, maka timbullah benih-benih kebudayaan dan peradaban Islam yang baru, sungguhpun Bani Umayyah lebih banyak memusatkan perhatian kepada kebudayaan Arab (Nasution, 1979: 62).

(3)

Dari hasil kebudayaan dan peradaban Islam tersebut, maka muncullah suatu kemajuan peradaban bagi negara Spanyol pada masa itu. Dalam masa lebih dari tujuh abad kekuasaan Islam di Spanyol, umat Islam telah mencapai kejayaan di sana. Banyak prestasi yang mereka peroleh bahkan pengaruhnya membawa Eropa dan kemudian dunia, kepada kemajuan yang jauh lebih kompleks (Yatim, 2013: 100).

Adapun kemajuan tersebut yaitu berupa kemajuan intelektual serta kemegahan pembangunan secara fisik. Spanyol adalah negara yang subur, kemudian kesuburan itu mendatangkan penghasilan ekonomi yang tinggi dan pada gilirannya banyak menghasilkan para pemikir. Masyarakat Spanyol Islam merupakan masyarakat majemuk yang terdiri dari komunitas-komunitas Arab (utara dan selatan), al-muwalladun (orang-orang Spanyol yang masuk Islam), Barbar (penduduk daerah antara Konstatinopel dan Bulgaria, yang menjadi tawanan Jerman dan dijual kepada penguasa Islam untuk dijadikan tentara bayaran), Yahudi, Kristen Mozarab yang berbudaya Arab, dan Kristen yang masih menentang kehadiran Islam. Semua komunitas itu, kecuali Kristen Mozarab, memberikan saham intelektual terhadap terbentuknya lingkungan budaya Andalus yang melahirkan kebangkitan ilmiah (sains), filsafat, kesenian, fiqih, pembangunan fisik, serta bahasa dan sastra (Yatim, 2013 : 101) . Aspek-aspek pembangunan fisik yang mendapat perhatian umat Islam sangat banyak. Meski demikian pembangunan-pembagunan fisik yang paling menonjol adalah pembangunan gedung-gedung, seperti pembangunan kota, istana, masjid, pemukiman, dan taman-taman. Di antara pembangunan yang megah adalah Masjid Cordoba, Kota Al-Zahra, istana Ja’fariyah di Saragosa, tembok Toledo, istana Al-Makmun, Masjid Seville, dan istana Alhamra di Granada (Yatim, 2013 : 104) .

Cordoba yang pada saat itu merupakan ibukota Spanyol, diambil alih oleh Bani Umayyah. Oleh penguasa Muslim, kota ini dibangun dan diperindah. Jembatan besar dibangun di atas sungai yang mengalir di tengah ibukota Spanyol Islam. Pohon-pohon dan bunga-bunga diimpor dari timur. Di sekitar ibukota berdiri istana-istana yang megah yang semakin mempercantik pemandangan, setiap istana dan taman diberi nama tersendiri dan di puncaknya terpancang istana Damsik. Di antara kebanggaan kota Cordoba lainnya adalah Masjid Cordoba. Dengan segala keindahan dan kemajuan yang telah dibuat oleh kaum Muslimin pada saat itu, maka tidak mengherankan Cordoba disebut-sebut sebagai “Jewel of The West”.

(4)

Meskipun demikian, sangat disayangkan Masjid Cordoba yang seharusnya difungsikan menjadi tempat ibadah bagi umat Muslim, kini sudah tidak dapat lagi dirasakan. Hal tersebut harus diterima umat Muslim pada 1236, atau saat di mana raja-raja Kristen mulai bangkit kembali di Spanyol. Penaklukkan yang dilakukan oleh Raja Ferdinand III pada 1236 membuat Masjid Cordoba menjadi Gereja Katedral, dengan demikian, Cordoba pun kembali jatuh ke tangan penguasa Kristen.

Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah. Dalam metode sejarah, terdapat empat proses tahapan yang harus dilalui. Tahapan tersebut yaitu heuristik, verifikasi, interpretasi, dan historiografi. Pada tahap awal, penulis mengelompokkan sumber-sumber yang telah dikumpulkan. Kemudian melakukan verifikasi atau kritik untuk memperoleh keabsahan sumber tentang keaslian sumber. Setelah itu dilakukan proses teknik interpretasi untuk melakukan penyatuan sejumlah fakta yang telah diperoleh sebelumnya dari sumber-sumber sejarah. Tahap terakhir yaitu historiogafi, merupakan suatu cara penulisan, pemaparan atau pelaporan dari hasil penelitian sejarah yang telah dilakukan. (Abdurrahman, 1999: 44).

Pembahasan

Cordoba Menjadi Ibukota Spanyol Islam

Setelah Dinasti Umayyah di Damaskus ditumbangkan, Dinasti Abbasiyah berdiri dengan khalifah pertamanya yaitu Abu Abbas as-Saffah. Pada 750, Bani Abbasiyah meraih kekuasaan dengan ditandainya pembantaian massal terhadap anggota keluarga Umayyah. Para tentara serta mata-mata disebar ke seluruh dunia Islam untuk memburu dan membunuh keturunan Umayyah yang melarikan diri. Meski demikian, ada segelintir orang yang luput dari pembantaian, salah satunya adalah Abdurrahman bin Mu’awiyah bin Hisyam bin Abdul Malik yang merupakan cucu Hisyam, seorang khalifah kesepuluh Damaskus. Ahli sejarah biasa menyebutnya dengan Abdurrahman I. Pada 755, ia tiba di Spanyol tepatnya di kota Ceuta. (Hitti, 2002 : 642)

(5)

Alasan Abdurrahman I memasuki Spanyol antara lain karena adanya perselisihan di antara kabilah-kabilah Arab dari Madariyah dan Yamaniyah yang tidak setuju terhadap kepemimpinan Yusuf bin Abdurrahman al-Fihr. Abdurrahman I juga mendapat dukungan dari penduduk Umayyah yang telah tinggal di Spanyol, di samping dukungan dari suku Yaman yang bertikai dengan Yusuf bin Abdurrahman al-Fihr. Setibanya di Spanyol, banyak penduduk Umayyah yang memberi dukungan serta menyambut kesempatan ini untuk bersatu di bawah kepemimpinan Abdurrahaman I. Satu per satu kota-kota di bagian selatan Spanyol, dari berbagai macam suku menyambut Abdurrahman I dengan tangan terbuka. (Hitti, 2002: 643).

Pada 14 Mei 756, dua bala tentara terlibat dalam pertempuran dan saling berhadapan di tepi sungai Guadalquivir (Mayer, 2011: 644). Pertempuran itu pun tidak berlangsung lama. Yusuf beserta jenderal-jenderal utamanya justru melarikan diri. Cordoba pun berhasil ditaklukkan. Spanyol Islam yang pada masa sebelumnya atau selama pemerintahan Umayyah masih di Damaskus (661-750), menjadikan Toledo sebagai ibukota, tetapi di bawah pemerintahan Abdurrahman I (756-788) Cordoba dijadikan sebagai ibukota Spanyol Islam. Setelah itu, Dinasti Umayyah membangun kekuasaan di Spanyol (756-1031) dan menjadikan Cordoba sebagai ibukota di bawah pemerintahan Abdurrahman I. Sejak masa pemerintahannya, Cordoba mulai melangkah maju (Dasuki, 1993 : 275).

Keberhasilan Abdurrahman I sebagai pendiri Dinasti Umayyah di Spanyol, telah membawa kemajuan-kemajuan yang dirasakan umat Islam. Ia mendirikan Masjid Cordoba dan sekolah-sekolah untuk mencerdaskan umat Islam di kota-kota besar di Spanyol. Dua tahun sebelum kematian Abdurrahman I pada 788, ia mulai membuat fondasi Masjid Agung Cordoba. Fondasi masjid ini didirikan di atas situs gereja Kristen yang pada mulanya merupakan biara Romawi (Hitti, 2002 : 758). Semenjak itu, Masjid Cordoba tak lama kemudian menjadi “Ka’bah Islam di Barat”.

Setelah masa pemerintahan Abdurrahman I, posisi amir selanjutnya diberikan kepada anaknya, Hisyam. Persatuan umat Islam yang kokoh telah dibentuk oleh Abdurrahman I dan Hisyam, sayangnya mengalami pergolakan. Tepatnya pada masa pemerintahan al-Hakam I (796-822) sebagai amir ketiga yang naik tahta. Sebelum kematiannya, ia telah menulis surat wasiat untuk memberikan kekuasaan sepenuhnya kepada anaknya, Abd al-Rahman II. Setelah kematian Abd al-Rahman II (852) kondisi Spanyol mengalami krisis yang berkepanjangan

(6)

selama kurang lebih 60 tahun. Selama masa tersebut, pemerintahan dipegang oleh Muhammad I, al-Mundhir, dan Abdullah. Amir-amir yang berkuasa pada saat itu, tidak merepresentasikan tradisi terbaik dalam hal toleransi dan semangat, yang merupakan suatu tradisi yang sering dikaitkan dengan pemerintahan Umayyah (Hitti, 2002 : 636). Dengan terjadinya krisis ini, maka menyebabkan struktur kerajaan Bani Umayyah menjadi lemah.

Kekhalifahan Umayyah

Pada periode ini, Spanyol diperintah oleh penguasa dengan gelar khalifah. Pada 16 Januari 929, Abdurrahman III yang merupakan cucu dari Abdullah, segera memproklamirkan berdirinya Kekhalifahan Umayyah di Cordoba. Abdurrahman III merupakan penerus tahta yang menggantikan kakeknya (Abdullah) pada 912, ketika itu ia baru berumur 23 tahun. Abdurrahman III mempunyai gelar al-Khalifah al-Nashir li Din Allah (khalifah penolong agama Allah), karena ia telah membawa Spanyol Islam ke kedudukan yang lebih tinggi dibandingkan yang dialami sebelumnya (Hitti, 2002 : 666) .

Khalifah selanjutnya diteruskan oleh al-Hakam II, ia adalah putra penerus Abdurrahman III. Walaupun ia dianggap sebagai seorang tokoh yang terkenal pada zaman pemerintahannya, tetapi ketokohannya tidak mampu menyamai kebesaran ayahnya. Setelah kematian al-Hakam II, maka jabatan khalifah diserahkan pada anaknya yang bernama Hisyam II al-Mu’ayad (976-1009), meskipun pada waktu itu usianya baru menginjak dua belas tahun. Untuk menghindari kesalahan dalam memerintah, maka diangkatlah ibunya yang bernama Shuhaibah yang menjadi pemangku kerajaan. Kemudian Shuhaibah mengangkat Muhammad ibn Abdullah Ibn Abi Amir yang terkenal dengan gelar Al-Malikul Mansur, yang menjadi perdana menteri sekaligus pemegang kekuasaan sementara. Semakin besar kesempatan yang diperolehnya, membuat al-Hakam II tidak lebih dari sekedar khalifah boneka, sedangkan urusan kenegaraan berada di tangan al-Mansur yang memerintah atas nama khalifah (Hitti, 2002 : 678).

Kejayaan Dinasti Umayyah di Spanyol

Setelah zaman krisis berlalu selama kurang lebih 60 tahun, maka muncul satu zaman di mana kerajaan Bani Umayyah Spanyol telah mencapai tahap kegemilangannya dalam berbagai macam aspek antara lain politik, sosial, ekonomi, dan intelektual. Masa kejayaan ini berlangsung pada 912-1013. Pemerintahan Abdurrahman III (912-961) dan penerusnya

(7)

al-Hakam II (961-976) kemudian dilanjutkan oleh Hisyam II (976-1009), menandai puncak kejayaan Muslim di Barat (Yatim, 2013: 96). Cordoba yang merupakan ibukota Umayyah, memperoleh popularitas internasional, serta membangkitkan pesona dan kekaguman di hati bagi para pelancong yang datang. Selain itu, Cordoba juga menjadi kota paling berbudaya di Eropa bersamaan dengan Konstatinopel, dan Baghdad yang menjadi pusat kebudayaan dunia (Sunanto, 2011: 124).

Negara menggantungkan pendapatannya sebagian besar pada bea ekspor dan impor. Kota-kota di Spanyol tumbuh menjadi pusat industri yang produktif dan masing-masing menawarkan hasil olahannya sendiri. Kemajuan di bidang pertanian berlangsung pada masa pemerintahan Abdurrahman III, sedangkan kemajuan dalam bidang pendidikan dibangun pada masa pemerintahan al-Hakam II (Osman, 1952: 26).

Kejatuhan Dinasti Umayyah di Spanyol

Tahap atau periode terakhir masa pemerintahan kerajaan Bani Umayyah di Spanyol secara keseluruhan yaitu pada 976-1031 yang melibatkan sebanyak tujuh orang khalifah. Dimulai dari Hisyam II, Muhammad II, Sulayman, Abdurrahman IV, Abdurrahman V, Hisyam III, dan Muhammad III. Setelah kematian al-Mansur, Spanyol Islam terpecah belah oleh orang-orang Berber, Arab, Slavia, dan orang-orang Spanyol. Putra al-Mansur yang bernama Abdul Malik al Munzafar diangkat oleh ayahnya sebagai penggantinya, tetapi khalifah Hisyam II tetap sebagai pemimpin boneka dan simbol negara (Hitti, 2002 : 679).

Khalifah terakhir ditempati oleh Hisyam III al-Mu’tadd, ia memerintah pada 1026-1031. Kondisi negeri Spanyol pada saat itu menjadi sedemikian parah, kekacauan terjadi di mana-mana. Khalifah yang berusia 54 tahun itu dirasa tidak cocok untuk mengatasi situasi negara yang demikian tersebut. Karena lelah dengan bermacam perubahan dalam pemerintahan yang tidak kunjung usai, maka orang-orang Cordoba yang dipimpin oleh dewan negara Abu Hazm ibn Jahwar menganggap khalifah tidak lagi mampu menjalankan kekuasaannya. Untuk mencegah terjadinya kehancuran lebih lanjut, akhirnya Abu Hazm dan para tokoh lain mengadakan rapat umum yang menghasilkan sebuah keputusan untuk menurunkan Hisyam III serta menghapuskan kekhalifahan untuk selamanya. Tindakan yang diambil oleh rakyat Cordoba tersebut, selain mengakhiri Kekhalifahan Umayyah di Spanyol juga membawa umat Islam ke dalam periode baru yang dipenuhi perpecahan, perang saudara, dan kemerosotan

(8)

(Hitti, 2002 : 682). Sebuah era yang penuh kerusakan dan ironisnya diiringi pula dengan kemajuan pesat bagi orang Kristen.

Pembangunan Masjid Cordoba di bawah Pemerintahan Amir Umayyah

Masa Pembangunan

Kebanggaan Abdurrahman I adalah memiliki sebuah masjid agung. Oleh karena itu, monumen bangunan Masjid Cordoba dijadikan sebagai suatu simbol kejayaan dan identitas bagi dirinya, atas segala usaha dan kemenangan yang telah ia dapatkan selama ini. Ketika orang Arab merebut Cordoba pada abad ke-7, mereka mengambil alih separuh dari Katedral San Vincente yang telah dibeli untuk keperluan beribadah mereka sendiri. Selama periode tersebut umat Islam saling bebagi dengan umat Kristen dalam menggunakan tempat ibadah tersebut. Menurut Ibn Idhari, Abdurrahman I mulai melakukan penghancuran gereja secara menyeluruh pada 785 dan menyelesaikan pembangunan awal masjid pada 786 (O’Neill, 1992 : 12).

Tepatnya pada 726, Abdurrahman I sebenarnya sudah mempunyai rancangan atau konsep yang ia inginkan dalam membangun masjid indah tersebut. Rencana ini ia rancang dengan tangannya sendiri, dan konsepnya tetap menjadi gagasan dasar, meskipun bangunan itu diperbesar lagi di kemudian hari. Adapun total biaya yang dikeluarkan pada masa Abdurrahman I dalam membangun masjid tersebut yaitu sebesar 80.000 dinar. Meskipun telah mengeluarkan banyak biaya dalam proses pembangunannya, masjid ini baru dapat diselesaikan seluruhnya di masa pemerintahan anaknya, Hisyam I (Irving, 1990: 160).

Abdurrahman I memberikan kepercayaan pada seorang arsitek dalam mengerjakan rancangan awal bangunan masjid. Arsitek tersebut mempunyai rencana awal yaitu, membagi dua area atau wilayah dengan membiarkan setengah wilayah dijadikan sebagai halaman terbuka (courtyard), dan memanfaatkan sisanya untuk dijadikan sebagai tempat beribadah (prayer hall). Luas halaman yang terletak di depan masjid yaitu sebesar 79,02 meter x 42,21 meter. Sebelas lorong-lorong panjang yang terdapat di aula shalat, menghadap lurus ke arah dinding

(9)

kiblat (qibla wall). Pilar-pilar yang berada di sepanjang lorong tersebut, membentuk seperti kolom, dan banyaknya kolom pada saat itu mencapai 120 (Frishman, 1994: 101).

Hisyam I yang merupakan anak dari Abdurrahman I, meneruskan pembangunan secara keseluruhan masjid yang belum terselesaikan selepas kepergian ayahnya. Selain itu, ia juga memperindah masjid tersebut pada 793, menara masjid yang berbentuk kubus untuk pertama kalinya dibuat di sebelah utara pintu masuk halaman masjid. Di masa Hisyam I saat itu belum ada rencana untuk merenovasi bangunan masjid tersebut, karena upaya-upaya yang dilakukan masih terfokus pada penyelesaian bangunan utama masjid terlebih dahulu (Frishman, 1994: 162).

Selanjutnya, Muhammad I yang merupakan anak dari Abdurrahman II membantu menyelesaikan proses pembangunan masjid yang telah dikerjakan sepeninggalan ayahnya. Tidak luput ia juga memeriksa secara teliti bangunan masjid, mengingat bangunan tersebut sudah cukup lama dibuat oleh pendahulunya. Oleh karena itu, ia memberikan perhatian khusus terhadap dekorasi dinding dan pintu. Ia juga memagari maqsura dengan kayu, dan menyediakan pintu masuk atau jalan pintas khusus menuju maqsura yang disediakan secara privat bagi para petinggi-petinggi pemerintahan (menteri dan gubernur), saat hendak melakukan ibadah shalat (Houtsma, 1993: 946). Sementara itu, penerus Muhammad I, al-Mundhir dan Abdullah, tidak memberikan kontribusi terhadap perkembangan masjid selanjutnya. Hal tersebut disebabkan oleh kondisi pemerintahan yang bangkrut dan tidak stabil.

Gambar1. Maqsura terletak di depan mihrab yang dipagari1                                                                                                                          

1  http://otraarquitecturaesposible.blogspot.com/2011/05/cathedral-mosque-of-cordoba-for_13.html (di unduh

(10)

Perluasan Wilayah Masjid

Seiring dengan cepatnya pertumbuhan penduduk Muslim di Cordoba, maka Abdurrahman II memutuskan untuk melakukan pembesaran Masjid Cordoba yang dilakukan pada 833 sampai 848. Hal ini menjadikan Masjid Cordoba pertama kalinya mengalami proses perluasan. Secara keseluruhan Abdurrahman II memperluas aula shalat (prayer hall) ke arah selatan masjid. Ia memindahkan tempat shalat wanita ke sebuah ruangan tambahan yang berada di halaman masjid, sehingga tempat shalat untuk pria diperluas (Hattstein, 2010 : 224).

Gambar 2. Aula shalat (prayer hall)2

Selain memperluas bagian dalam masjid, Abdurrahman II juga membuat semacam koridor jembatan yang sempit dan tertutup diperuntukkan khusus untuknya, sehingga dapat menghubungkan istana kerajaan ke dalam masjid. Koridor jembatan tersebut disebut sabat. Jalur penghubung tersebut sebenarnya dibuat agar Abdullah tidak terlihat oleh orang lain ketika ia menjalankan shalat. Hal itu dikarenakan ia menghindari dari orang-orang yang selalu berdiri untuk menghormati dirinya, ketika melihatnya datang ke masjid dan juga untuk menghindarinya dari ancaman penyerangan orang yang tidak dikenal yang kemungkinan dapat terjadi (Hattstein, 2010 : 226).

                                                                                                                         

2 http://smarthistory.khanacademy.org/the-great-mosque-of-cordoba-spain.html (di unduh pada: 11/06/2014

(11)

Gambar 3. Sabat3

Pada 958, Abdurrahman III menguatkan struktur pondasi bangunan aula tempat shalat yang sebelumnya agak condong atau miring. Prioritasnya pada saat itu terhadap perkembangan masjid hanya sebatas memperluas tempat shalat wanita. Khalifah Abdurrahman III sebenarnya tidak terlalu signifikan melakukan kebijakan terhadap pembangunan Masjid Cordoba. Perhatiannya lebih dicurahkan kepada istananya yang lebih ia banggakan, terletak 13 kilometer arah barat laut dari Cordoba, yaitu istana Medina al-Zahra (936-1010) (Hattstein, 2010: 230).

Untuk kedua kalinya aula shalat diperluas, mengingat jumlah penduduk Muslim yang semakin bertambah di Cordoba, diselesaikan pada pemerintahan al-Hakam II. Saat itu, arsitek yang ditugaskannya tidak dapat menyelesaikannya secara proporsional, karena bentuk masjid yang cenderung kotak. Hal tersebut akan berdampak pada pergeseran letak masjid, yang juga beresiko menjadikan posisi masjid bergeser terlalu dekat dengan sungai Guadalquivir. Oleh karena itu, arsitek tersebut mengurangi jumlah proporsi wilayah yang akan diperluas. Karena memiliki tanah di dekat lereng yang cukup curam, akhirnya al-Hakam memerintahkan kepada arsiteknya agar terlebih dahulu membuat pondasi dan tembok pembatas untuk menciptakan alas lantai penahan yang kuat dan keras. Sampai pada akhirnya proses pengerjaan pun selesai, dan menjadikan Masjid Cordoba bertambah luas menjadi 79,29 meter x 114,6 meter. Di sisi lain, hal ini menjadikan aula shalat menjadi jauh lebih luas dibandingkan dengan halaman masjid (Hattstein, 2010 : 225).

Masa pemerintahan al-Mansur merupakan pertanda masa berakhirnya perluasan dan pembangunan Masjid Cordoba. Pada masa ini, Masjid Cordoba menjadi jauh lebih luas,                                                                                                                          

(12)

seiring dengan pertumbuhan penduduk yang terus berlanjut. Terlebih lagi pada saat itu, masyarakat dari Afrika mulai banyak yang berdatangan ke Spanyol. Ia akhirnya membuat masjid lebih panjang ke arah utara dalam jumlah skala yang besar. Al-Mansur menambahkan delapan lorong ke arah timur di sepanjang masjid yang disediakan sebagai ruangan dalam jumlah yang besar, bagi tentara Berber yang menetap di Cordoba (O’Neill, 1992 : 23). Pada akhirnya, masjid ini mempunyai 19 lorong yang panjang, serta area masjid ke arah timur sepanjang 50 meter, dan untuk pertama kalinya sebagai penguasa Spanyol Islam, ia membuat sebuah kolam dengan bentuk persegi. Sementara itu, tembok yang menghadap ke arah selatan yang juga serupa dengan tembok yang berhadapan ke arah kiblat, telah diperpanjang menjadi 128,41 meter. Aula shalat pun tidak kalah besarnya juga turut diperluas, yaitu berubah menjadi 114,6 meter x 128,41 meter, sedangkan halaman masjid berubah menjadi 60,42 meter x 128,41 meter. Secara total keseluruhan luas wilayah Masjid Cordoba, termasuk halamannya berubah menjadi sebesar 175.02 meter x 128,41 meter atau seluas 23.400 meter persegi. Dengan diselesaikannya perluasan oleh al-Mansur, maka berakhirlah konstruksi pembangunan Masjid Cordoba pada pemerintahan Umayyah di Spanyol (Hattstein, 2010 : 226).

Pembangunan Menara

Pada awal pembangunan masjid di masa Abdurrahman I, saat itu tidak ada menara, kemudian pada masa setelahnya menara baru dibuat. Pembangunan menara pertama kali dikerjakan oleh Hisyam I (793). Menurut sejarawan, menara yang telah dibangun oleh Hisyam I, lebih cenderung hanya dijadikan sebagai tangga biasa saja karena bentuknya yang kurang mencerminkan seperti menara pada umumnya. Menara yang dibuat oleh Hisyam terletak di bagian utara pintu halaman masjid (O’Neill, 1992 : 25).

Pada masa Khalifah Abdurrahman III, menara yang dibangun oleh Khalifah Hisyam I dirobohkan karena dianggap sudah tidak dapat lagi digunakan dan kemudian diganti dengan menara baru yang lebih tinggi dan lebih mewah. Bagian paling atas menara, terdapat kubah kecil yang juga berfungsi sebagai atap. Pada kubah tersebut juga terdapat ruangan kecil di dalamnya, sehingga memungkinkan untuk dimasuki oleh beberapa orang. Pembuatan menara menggunakan tenaga yang dibantu oleh al-Mustansir, seorang ahli mozaik yang berasal dari Constatinopel. Sementara itu, arsitek dalam pembangunan menara tersebut bernamaSaid Ibn

(13)

Ayub, pada tahun 957 (Frishman, 1994 : 108). Pembangunan menara pada saat itu juga diartikan sebagai ekspresi yang dicurahkan sebagai simbol kehadiran, kejayaan dan kekuatan Islam, juga ambisi yang kuat dari khalifah yang memerintah di masa itu.

Semenjak Kristen masuk dan merubah fungsi masjid menjadi Gereja Katedral, menara yang dahulunya menjadi tempat untuk mengumandangkan adzan, kemudian berubah menjadi bell tower atau menara lonceng yang digunakan umat Kristen dalam melaksanakan kegitan-kegiatan tertentu. Sebagian besar dari bentuk menara tersebut juga telah dilakukan perombakan, mengikuti menara-menara yang ada di gereja seperti pada umumnya.

Gambar 4. Bell Tower4

Pembangunan Mihrab

Mihrab yang ada pada zaman al-Hakam II, menonjolkan suatu keunikan tersendiri. Pada dinding pintu masuk mihrab yang berupa lengkungan menyerupai bentuk tapal kuda, dihiasi dengan ornamen-ornamen arabesque dan mozaik-mozaik berwarna emas. Sementara warna pada latar dinding pintu tersebut, didominasi warna-warna gelap yang berbeda pada dinding tersebut. Pada desain interior di dalam mihrab, dinding-dinding di dalamnya terbuat dari batu marmer yang permukaanya halus, dan pada bagian atasnya dihiasi dengan hiasan kaligrafi. Atap atau langit-langit mihrab mempunyai motif yang menyerupai cangkang kerang (scallop shell ceiling), dan disekelilingnya dihiasi dengan kaligrafi serta motif daun yang melingkari atap cangkang kerang tersebut. Mihrab itu terbentuk dari sebuah ruangan kecil (bilik) yang                                                                                                                          

4http://www.artencordoba.com/English/MOSQUECATHEDRAL/PHOTOS/OUTSIDE/MOSQUE_CATHEDR

(14)

atap atau langit-langit nya berbentuk oktagonal (segi delapan) (Barrucand, 2002 : 83). Hal itu dilakukan agar mihrab dapat terlihat lebih besar dan lebar. Pada masa inilah mihrab Masjid Cordoba menjadi suatu mahakarya yang dibanggakan sebagai salah satu peninggalan kesenian Cordoba.

Gambar 5. Mihrab5

Perubahan Fungsi Masjid

Pada pertengahan abad ke-11 telah terjadi dua kali usaha perebutan kekuasaan masjid yang dilakukan oleh pihak Muslim pada peristiwa fitna kemudian usaha perebutan oleh Kerajaan Castille. Akibat peperangan yang terjadi maka berdampak pada kerusakan bangunan masjid. Pada akhirnya Murabitun memperbaiki kerusakan yang terjadi pada masjid tersebut dalam beberapa waktu (Mayer, 2011 : 82).

Peraturan serta kekuasaan politik di Cordoba pada 1140, terbilang sangat kacau selama proses pemutusan kekuasaan pusat yang beralih ke pemerintahan kota yang lebih kecil, pemerintahan ini disebut dengan pemerintahan taifa (post Almoravid taifa state). Namun, kondisi serta perubahan yang terjadi pada Masjid Cordoba mulai dari 1030 sampai awal 1140 tidak banyak didokumentasikan dan diketahui selama masa tersebut (Mayer, 2011 : 85).

                                                                                                                         

5 http://smarthistory.khanacademy.org/the-great-mosque-of-cordoba-spain.html (diunduh pada : 11/06/2014

(15)

Pada 1145, pemimpin Cordoba pada saat itu Abu Ja’far, memimpin pemberontakan sekaligus mengusir para anggota kelompok dari Dinasti Murabitun dan Bani Ghaniya. Beberapa tahun kemudian, Yahya bin Ali dari Bani Ghaniya datang kembali untuk merebut kota Cordoba dengan cara menghadapi serangan yang dilakukan oleh Alfonso VII dari Kerajaan Castille. Pada akhirnya, Alfonso berhasil menaklukkan Cordoba dalam waktu yang singkat. Dikatakan bahwa terdapat kesepakatan yang diberikan oleh Alfonso VII kepada pihak yang menyerah. Isi dari kesepakatan itu yaitu, kaum Muslim harus menyerah kepada Alfonso dan memberikan kota Cordoba kepadanya dengan segala kondisi apapun. Dengan demikian, kaum Muslim dapat kembali tinggal di Cordoba, sementara umat Kristen dapat menguasai menara (masjid) kota tersebut. Dengan demikian, kaum Muslim Cordoba pun menyerahkan masjid tempat peribadatan mereka kepada Alfonso agar mendapatkan hak untuk bertahan hidup dan tinggal di kota mereka (Ecker, 2003 : 116).

Pada 29 Juni 1236, Ferdinand III seorang raja dari Castille, memasuki Cordoba dengan membawa balatentaranya. Setelah melewati perjalanan yang panjang, ia beserta pasukannya melewati jembatan dan kemudian berhasil tiba ke masjid. Pada saat itulah, ia langsung menancapkan simbol Kristen (Salib) dan bendera Kerajaan Leon dan Castille, di atas menara kebanggan Masjid Cordoba. Suatu kejadian yang tidak dapat dihindari, yang menandakan permulaan titik perubahan sejarah bangunan Masjid Cordoba. Sebuah gencatan senjata yang pelik, menyebabkan terjadinya evakuasi besar-besaran terhadap penduduk Muslim di Cordoba. Mereka meninggalkan rumah mereka sambil berjalan kelaparan dan meratapi keadaan di sekeliling mereka. Di tahun yang sama, Ferdinand III dan beberapa uskup melakukan ritual penyucian Masjid Cordoba sebagai salah satu ketentuan yang harus dilakukan sebelum dijadikan sebagai katedral (Ecker, 2003 : 118).

Kesimpulan

Salah satu kebanggaan terbesar yang dimiliki bangsa Arab dan umat Islam di Spanyol yaitu, Masjid Cordoba (La Mezquita) yang sampai sekarang masih berdiri kokoh di kota Cordoba. Suatu bukti bahwa Islam pernah menduduki negara Spanyol dan berhasil membawanya ke masa kejayaan. Masjid Cordoba merupakan sebuah bangunan monumental yang pertama kali dibangun sebagai simbol dan hasil dari representasi kekuasaan serta kejayaan pemerintahan

(16)

Islam di Spanyol. Meski sekarang Masjid Cordoba berubah menjadi Gereja Katedral, jejak-jejak peninggalan Islam masih dapat dilihat dan dirasakan ketika barada di sana. Satu hal yang pasti adalah bahwa pengaruh Islam masih sangat melekat di Cordoba sampa saat ini, dan keberadaan Masjid Cordoba menjadi pengingat umat Muslim bahwa kejayaan Islam yang dibawa oleh bangsa Arab, pernah bersemayam di negara matador ini.

Daftar Referensi

Buku:

Abdurahman, Dudung. Metode Penelitian Sejarah. Ciputat : PT Logos Wacana Ilmu, 1999. Alatas, Ali. Sang Penakluk Andalusia. Jakarta : Zikrul Hakim, 2007.

Barrucand, Marriane, dan Achim Bednorz. Moorish Architecture in Andalusia. Köln : Taschen, 2002.

Dasuki, Hafizh. Ensiklopedi Islam I. Jakarta : Ichtiar Baru Van Hoeve, 1993.

Frishman, Martin, dan Hasan Uddin Khan. The Mosque : History, Architectural Development and Region Diversity. London : Thames and Hudson, 1994.

Hattstein, Markus, dan Peter Dellius. Islam Art and Architecture. Postdam: H. F. Ullmann, 2010.

Houtsma, M. TH. E.J Brill First Encyclopedia of Islam. Leiden : Brill, 1993.

Irving, Thomas Ballantine. Rajawali Dari Spanyol. Terj. A. Niamullah dan A. Malik. Jakarta : Pustaka Firdaus, 1980.

Hitti, Philiip K. History Of The Arabs. Terj. R. Cecep LukmanYasin dan Dedi Slamet Riyadi. Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2010.

Mayer, Ryan. Islam di Spanyol. Jakarta : Pensil-324, 2011.

Nasution, Harun. Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya. Jakarta : UI Press, 1979. Osman, A. Latif. Ringkasan Sedjarah Islam. Jakarta: Widjaya Djakarta, 1952.

E-BOOK:

O’Neill, John P. Al- Andalus : The Art of Islamic Spain. New York : The Metropolitan Museum of Art, 1992.

(17)

WEBSITE:

http://otraarquitecturaesposible.blogspot.com/2011/05/cathedral-mosque-of-cordoba-for_13.html (diunduh pada : 11/06/2014 21.28 WIB)

http://smarthistory.khanacademy.org/the-great-mosque-of-cordoba-spain.html (diunduh pada: 11/06/2014 21.35 WIB)

http://islamichistoryandtravel.com/cordoba_mosque_photos.html (diunduh pada : 23/06/2014 19/05 WIB)

http://www.artencordoba.com/English/MOSQUE-CATHEDRAL/PHOTOS/OUTSIDE/MOSQUE_CATHEDRAL_TOWER_07.jpg (diunduh pada : 30/06/2014 15.30 WIB)

Gambar

Gambar 2. Aula shalat (prayer hall) 2
Gambar 3. Sabat 3
Gambar 4. Bell Tower 4
Gambar 5. Mihrab 5

Referensi

Dokumen terkait

Rina Khairunnisa, “ Perbandingan Model Pembelajaran GI (Group Investigation) Dengan STAD (Student Teams Achievement Division) Terhadap Hasil Belajar Peserta Didik Pada

Sedangkan menurut mazhab Hanafi, waktu shalat Ashar adalah ketika panjang bayangan sama dengan dua kali tinggi benda (ditambah panjang bayangan saat Zhuhur).. Panjang

Sementara penerimaan yang dimaksud adalah hasil yang diterima petani dari usahatani cengkeh yang dapat dihitung dengan perkalian antara produksi yang dihasilkan

Penelitian ini bertujuan untuk: 1) Mendeskripsikan kegitan Rumah Pintar Pijoengan. 2) Mendeskripsikan kegiatan bimbingan belajar anak di Rumah Pintar Pijoengan dalam meningkatkan

VaR relatif dan VaR absolut dengan pendekatan Transformasi Johnson dan Simulasi Historis pada tingkat kepercayaan 95% boleh digunakan untuk menduga risiko pada

mengalami suatu permainan harga atau tidak, kemudian jaminan bahwa kata–kata yang tercantum dalam label kemasan sesuai dengan senyatanya serta jamianan terhadap keselamatan dan

The lesson planned was for pupils to investigate key words in the text related to the theme of friendship as content and schema knowledge and to words that relate to aspects

Dari pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa tingkat partisipasi yang dilakukan oleh pemilih pemula pada pemilihan walikota Makassar 2018 di kota Makassar